HUBUNGAN ANTARA SKALA RUPTUR LIEN PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DAN YANG TIDAK MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DI RSUP DR KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
M. HASBI ASSHIDDIQI 22010110110072
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014
HUBUNGAN ANTARA SKALA RUPTUR LIEN PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DAN YANG TIDAK MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DI RSUP DR KARIADI SEMARANG Hasbi Asshiddiqi1, Ani Margawati2, Abdul Mughni3 ABSTRAK Latar Belakang: Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari terjadinya ruptur lien. Perdarahan yang terjadi pada lien harus secepatnya dikenali dan ditangani, karena akan berdampak pada homeostasis tubuh. Penentuan skala pada ruptur lien sangat diperlukan, karena tidak semua ruptur lien perlu dilakukan tindakan pembedahan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap perlunya pembedahan dan terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan metode cross sectional dengan sampel sebanyak 40 sampel. Data yang digunakan berupa catatan medik dan kemudian dilakukan uji statistik chi-square. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 26 (65%) pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang dilakukan tindakan pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 4,08 0,560 dengan median (minimum-maksimum) 4 (3 – 5). Sedangkan 14 (35%) pasien ruptur lien yang diberi terapi tanpa pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 2,50 0,519 dengan median (minimum-maksimum) 2,5 (2 – 3). Dari pernyataan tersebut, terdapat perbedaan bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan (p<0,001). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen dengan tindakan definitif di RSUP Dr. Kariadi Semarang yaitu pada skala 4 dan 5 diperlukan tindakan pembedahan. Grading 1 dan 2 dapat diberi terapi tanpa pembedahan. skala 3 dapat diberi terapi pembedahan maupun tanpa pembedahan, tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien. Kata kunci: skala ruptur lien, trauma tumpul abdomen, pembedahan, konservatif. 1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 3 Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 2
ASSOCIATION BETWEEN SPLEEN RUPTURE GRADE IN SURGICALLY TREATED AND CONSERVATIVELY TREATED ABDOMINAL BLUNT TRAUMA IN RSUP DR. KARIADI SEMARANG ABSTRACT
Background: Abdominal blunt trauma is one of the greatest effects of an spleen rupture. The bleeding of the spleen needs to be recognized and managed quickly, because it will give impact to body homeostasis. The grading determination in spleen rupture is really needed, because not all spleen ruptures need surgery. Aim: This study aims to investigate the correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma toward the necessary of surgery or nonoperative treatment in Kariadi General Hospital. Methods: This study was an observational analytic study using cross sectional method with sample size of 40 samples. Medical records were used and then analyzed with chi square statistical test. Results: In this study, 26 patients (65%) with spleen rupture due to abdominal blunt trauma managed with surgery had average grading and standard deviation of 4,08 0,560, with median (minimum-maximum) 4 (3 – 5). While 14 (35%) patients with spleen rupture and without surgery had average grading and standard deviation 2,50 0,519 with median (minimum-maximum) 2,5 (2 – 3). From those data, there was a significant correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma with surgery or non-operative treatment (p<0,001). Conclusions: There was a correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma with definitive management in Kariadi General Hospital, which is, in grade 4 and 5 surgery is needed. In grade 1 and 2 non-operative treatment may be administered. In grade 3 either surgery or non-operative treatment may be given, depending on the patients’ hemodynamic condition and stability. Keywords: spleen rupture grading, spleen rupture scale, abdominal blunt trauma, surgery, conservative.
PENDAHULUAN Dewasa ini kemajuan teknologi automotif dan pengguna kendaraan bermotor semakin meningkat pesat.1 Trauma akibat kecelakaan bermotor merupakan penyebab kematian nomor empat di Indonesia, tetapi pada usia produktif merupakan penyebab kematian utama.2 Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menyebutkan sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif yaitu pada umur 22 – 50 tahun.1,3 Trauma abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.4 Ruptur lien terjadi pada 4055% dari semua trauma tumpul abdomen.5 Ruptur lien terjadi akibat adanya deselerasi cepat, kompresi, transmisi energi melalui dinding dada posterolateral lalu menuju lien, atau bisa juga akibat fraktur iga sekitar yang menusuk ke dalam sehingga mengenai lien.6 Lien memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh bekerja sebagai reservoar cadangan darah, penghasil respon imun spesifik, fagositosis zat-zat asing yang ada di dalam sirkulasi dan penghancuran eritrosit tua.2 Lien secara fisiologis diedari darah sampai 350 liter sehari, sehingga apabila terjadi ruptur lien kondisi tersebut sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat terjadi perdarahan yang sangat hebat.7 Penentuan skala digunakan untuk memperoleh informasi obyektif karena tidak semua ruptur lien perlu dilakukan tindakan pembedahan, CT scan merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menentukan grading ruptur lien.8,9 Penanganan ruptur lien yang terlambat memiliki angka kematian yang relatif tinggi (5-15%).10 METODE Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr Kariadi Semarang bulan Juni 2014. Responden dipilih dengan cara consecutive sampling. Data diperoleh dari
Rekam Medik pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang telah menjalani terapi definitif, yaitu terapi pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan. Pada penelitian ini didapatkan 43 kasus ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen pada periode Januari 2007 – November 2013. Jumlah pasien yang termasuk kriteria eksklusi klusi terdapat 3 pasien dan terdapat 40 pasien yang termasuk kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel penelitian. Kriteria inklusinya adalah pasien yang mengalami ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang telah dilakukan tindakan definitif yang memiliki miliki catatan medik yang lengkap sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien asien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen meninggal sebelum diberi tindakan definitif. definitif Variabel bebas penelitian ini adalah skala ruptur lien pada trauma tumpul abdomen dengan variabel abel terikat adalah tindakan pembedahan dan terapi tanpa pembedahan.. Analisis data dilakukan menggunakan uji Chi-Square. HASIL Karakteristik dan Distribusi Responden Didapatkan 40 jumlah pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen di RSUP Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 33 pasien laki-laki laki laki (82,5%) adalah lebih banyak dibandingkan pasien perempuan sebanyak 7 pasien (17,5%).
17,5 17,5% laki-laki perempuan 82,5%
Gambar 1. Distribusi pasien ruptur lien akibat trauma trauma tumpul abdomen berdasarkan jenis kelamin di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Berdasarkan terapi yang diberikan, dari 40 (100%) pasien sebanyak 26 (65%) pasien dilakukan terapi pembedahan dan 14 (35%) pasien lainnya diberi terapi tanpa pembedahan (konservatif). Pada pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang diberi terapi pembedahan sebanyak 3 pasien berada pada skala 3, 18 pasien pada skala 4, 5 pasien pada skala 5, sedangkan pada skala 1 dan 2 tidak ada (0%) pasien yang dilakukan terapi pembedahan. Terapi tanpa pembedahan dilakukan pada 7 pasien yang termasuk pada skala 2,, 7 pasien pada skala 3, sedangkan pada skala 1, 4 dan 5 tidak ada (0%) pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
pembedahan tanpa pembedahan
skala 1
skala 2
skala 3
skala 4
grade 5
Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan terapi yang diberikan di RSUP Dr. Kariadi Semarang Hubungan jenis kelamin dengan tindakan definitif definit Hasil uji analisis didapatkan frekuensi jenis kelamin terhadap tindakan pembedahan yaitu 19 (73,1%) pasien laki-laki laki laki dan 7 (26,9%) pasien perempuan. Sedangkan pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan (konservatif) yaitu 14 (100%) pasien laki-laki laki dan pad padaa pasien perempuan tidak ada (0%). Tabel 6 menunjukan bahwa pada uji Fisher variabel jenis kelamin memiliki p = 0,075. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tindakan definitif. definitif.
Tabel 1. Sebaran Jenis kelamin terhadap tindakan definitif Kelompok
Variabel Jenis kelamin
¥
Laki-laki
Tindakan pembedahan 19 (73,1%)
Tanpa pembedahan 14 (100%)
Perempuan
7 (26,9%)
0 (0%)
P 0,075¥
Uji Fisher
Hubungan umur pasien dengan tindakan definitif Hasil uji analisis didapatkan rerata umur dan standar baku pada kelompok yang dilakukan tindakan pembedahan sebesar 28,58 13,735 dengan median (minimum-maksimum) 25,00 (14-70). Sedangkan rerata umur dan standar baku pada pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan sebesar 32,93 14,457 dengan median (minimum-maksimum) 33,00 (16-61). Tabel tersebut menunjukan bahwa pada uji Mann-Whitney sebaran umur pasien terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan memiliki nilai p = 0,314. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara umur pasien dengan tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan. Tabel 2. Sebaran umur pasien dengan tindakan definitif Variabel umur tindakan pembedahan terapi tanpa pembedahan € Uji Mann-Whitney
Rerata s.b.
p
26
Median (minimummaksimum) 25,00 (14-70)
28,58 13,735
0,314€
14
33,00 (16-61)
32,93 14,457
n
Hubungan kejadian multiple trauma dengan tindakan definitif Hasil uji statistik mengenai hubungan multiple trauma terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang ditunjukan pada tabel 8. Diketahui dari 19 (73,1%) pasien yang mengalami multiple trauma dan sebanyak 7 (26,9%) pasien tidak mengalami multiple trauma
dilakukan tindakan berupa pembedahan. Sedangkan 10 (71,4%) pasien yang mengalami multiple trauma dan 4 (28,6%) pasien yang tidak mengalami multiple trauma diberikan terapi tanpa pembedahan. Tabel tersebut menunjukan bahwa pada uji Fisher variabel kejadian multiple trauma memiliki p = 1,000. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian multiple trauma dengan tindakan pembedahan maupun tanpa pembedahan. Tabel 3. Hubungan multiple trauma dengan tindakan definitif Kelompok Multiple Trauma
¥
Tindakan pembedahan n %
Tanpa pembedahan n
%
Ada
19
73,1%
10
71,4%
Tidak
7
26,9%
4
28,6%
Total Uji Fisher
26
100%
14
100%
P 1,000¥
Hubungan skala ruptur lien dengan tindakan definitif Tabel 4. Uji normalitas skala ruptur lien terhadap tindakan definitif Kelompok
p
Tindakan pembedahan
0,000*
Tanpa pembedahan *Uji Shapiro Wilk
0,000*
Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk didapatkan nilai p < 0,05 sehingga data berdistribusi tidak normal. maka uji yang digunakan adalah uji non parametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitney sebagai berikut: Tabel 5. Hubungan skala ruptur lien terhadap tindakan definitif
€
Kelompok
n
Mean s.b.
Median (min-maks)
p
Tindakan pembedahan
26
4,08 0,560
4 (3 – 5)
0,000€
Tanpa pembedahan
14
2,50 0,519
2,5 (2 – 3)
Uji Mann Whitney
Hasil uji statistik mengenai hubungan antara skala ruptur lien dengan tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang ditunjukan pada tabel 10. Diketahui dari 26 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang dilakukan tindakan pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 4,08 0,560 dengan median (minimum-maksimum) 4 (3 – 5). Sedangkan dari 14 pasien ruptur lien yang diberi terapi tanpa pembedahan memiliki rerata grading dan standar baku sebesar 2,50 0,519 dengan median (minimum-maksimum) 2,5 (2 – 3). Tabel 10 menunjukan bahwa pada uji MannWhitney, diperoleh angka p < 0,001. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan sebagian besar sampel sebanyak 26 (65%) pasien dilakukan tindakan pembedahan. Hasil tersebut sesuai dengan teori sebelumnya, Irene winata dan Thomas menyebutkan bahwa sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif sehingga perlu tindakan segera dalam menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.11 Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tindakan definitif pada pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen, tetapi dari data diketahui bahwa pasien laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan pasien perempuan. Dari 40 jumlah pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen didapatkan 33 (82,5%) pasien laki-laki adalah lebih banyak dibandingkan pasien perempuan sebanyak 7 (17,5%) pasien. Hasil penelitian
ini
sesuai
dengan
penelitian
sebelumnya,
Hunaina
al-kindi
menyebutkan bahwa dari 17 pasien ruptur lien akibat trauma abdomen, sebagian besar sebanyak 13 (76%) pasien diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 4 (24%) pasien lainnya berjenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendara dan bekerja kasar pada laki-laki.12,13 Selain itu, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kejadian multiple trauma terhadap tindakan definitif yang diberikan. Ternyata terjadinya cedera pada organ lain tidak berpengaruh pada tindakan defnitif yang akan diberikan pada organ lien. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Eskandarlou dkk yang menyatakan bahwa kejadian multiple trauma dapat mempengaruhi lama tinggal di rumah sakit 3 sampai 15 hari lebih lama.14 Terapi pembedahan yang diberikan dari 26 pasien didapatkan hasil sebanyak 19 (73,1%) pasien laki-laki dan 7 (26,9%) pasien perempuan. Sebanyak 3 pasien berada pada skala 3, 18 pasien pada skala 4, 5 pasien pada skala 5, sedangkan pada skala 1 dan 2 tidak ada (0%) pasien yang dilakukan terapi pembedahan. Tindakan pembedahan seluruhnya dilakukan pada pasien yang mengalami ruptur lien yang memiliki skala 3 sampai dengan skala 5. Hal itu sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh K Tan, dkk yang menyatakan dari 42 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen sebanyak 11 pasien dilakukan tindakan pembedahan. Pada penelitian tersebut tidak ada pasien (0%) yang termasuk dalam skala 1, sedangkan sebanyak 1 (9,1%) pasien yang termasuk skala 2, 3 (27,3%) pasien termasuk skala 3, 6 (54,5%) pasien termasuk skala 4 dan 1 (9,1%) pasien termasuk skala 5. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar pasien yang diberi tindakan pembedahan memiliki skala 3 sampai dengan 5.15 Hal ini didukung oleh penelitian M Heuer dan Taeger di Universitas Saarlandes Austria yang menyatakan dari 1.630 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen sebanyak 758 pasien dilakukan tindakan pembedahan yang seluruhnya merupakan skala 4 dan 5.16 Terapi pembedahan pada lien diberikan kepada pasien yang mengalami hemodinamika yang tidak stabil dan mengalami perdarahan. Perdarahan merupakan hal yang paling memerlukan perhatian karena besarnya jumlah darah yang terkandung di dalam organ lien.17 Terapi tanpa pembedahan terhadap organ lien pada penelitian ini terdapat 14 (35%) pasien yang seluruhnya adalah 14 (100%) pasien laki-laki. Terapi tanpa pembedahan dilakukan pada 7 pasien yang termasuk pada skala 2, 7 pasien pada skala 3, sedangkan pada skala 1, 4 dan 5 tidak ada (0%) pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan. Terapi tanpa pembedahan seluruhnya dilakukan terhadap
pasien ruptur lien yang termasuk pada skala 2 dan 3. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, Miklosh Bala dkk menyebutkan bahwa dari 64 pasien ruptur lien akibat trauma yang telah diteliti, sebagian besar terapi tanpa pembedahan dilakukan pada pasien yang termasuk pada skala 1, 2 dan 3.18 Sebagaimana disebutkan dalam penelitian sebelumnya di Singapura bahwa dari 31 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul yang dilakukan terapi tanpa pembedahan, sebanyak 24 (77,4%) pasien sebagian besar termasuk pada skala 1 sampai dengan 3 (p=0,006).16 Penatalaksanaan ruptur lien tanpa pembedahan dilakukan pada pasien yang sadar, mengalami hemodinamika stabil, dan tanpa adanya cedera serius pada cedera abdomen.19 Berdasarkan penelitian ini, secara statistik menunjukan bahwa didapatkan hubungan yang bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan definitif yang diberikan. Hal ini dinyatakan dalam data, yaitu pada skala 4 dan 5 dibutuhkan terapi pembedahan untuk menyelamatkan lien. Sedangkan pada skala 1 dan 2 terapi yang diberikan merupakan terapi tanpa pembedahan (konservatif). Sedangkan pada skala 3 terapi yang diberikan dapat berupa terapi pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan, tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien tersebut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu dalam mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh dari pelaporan orang yang mengalami trauma tumpul abdomen, kesadaran masyarakat untuk memeriksa pada skala ringan belum menjadi hal yang penting. Selain itu, data yang digunakan berupa data sekunder yaitu catatan medik yang tidak semua data yang diperlukan dalam penelitian ini tercantum dengan lengkap. Hasil pemeriksaan, terapi yang telah diberikan kepada pasien merupakan hal penting untuk pasien maupun untuk data rekam medik rumah sakit.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan definitif. Pada skala 4 dan 5 diperlukan tindakan pembedahan, skala 1 dan 2 diberikan terapi tanpa pembedahan, skala 3 dapat diberi terapi pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen dengan menggunakan metode yang berbeda. Selain itu perlu diperhatikan kelengkapan data rekam medis berupa hasil pemeriksaan dan terapi yang telah diberikan. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mughni,Msi.Med, Sp.BKBD dan Dra. Ani Margawati M.kes, Ph.D yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr. B.Parish Budiono,Msi.Med, Sp.B-KBD selaku ketua penguji dan Dr.dr. Selamat Budijitno,M.Si.Med,Sp.B(K)Onk selaku penguji, serta pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Badan Intelijen Negara 2013. Kecelakaan Lalu Lintas Menjadi Pembunuh Besar
Ketiga.
[cited.2014
Jan
14].
Available
from:
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintasmenjadi-pembunuh-terbesar-ketiga. 2.
Sjamsuhidajat, de jong. Buku ajar ilmu bedah.ed.3.Jakarta. EGC; 2010.
3.
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta. EGC; 2010.
4.
Kochar SK. Principles & Practice of Trauma Care. ed.2. India. India; 2013.
5.
Gouhua Li, Susan P. Baker. Injury Research Theories, methodes and approaches. New York. Springer; 2012.
6.
Townsend, Courtney M,et al. Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston.ed.17 dst. Jakarta. EGC; 2010.
7.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Unversitas Diponegoro. Lecture Notes Histologi I.Semarang. FK UNDIP; 2011.
8.
I Seymour, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta. EGC;2000.
9.
Ade Sigit, Mayangkoro. Skoring trauma pada pasien trauma multipel dengan metode Trauma multipel dengan metode Trauma and Injury Severity Score di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Juli 2004-Januari 2005. Universitas Gadjah Mada; 2005.
10. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. Delayed rupture of occult splenic
injury.
Available
from:
http://hkcem.com/html/publications/Journal/2003-3/p188-190.pdf. 11. Irene Winata, Thomas F, Nealon. Keterampilan Pokok Ilmu Bedah. Jakarta. EGC; 1996. 12. Suri Mudrikha. Trauma Limpa. 2011. [cited.2014 Jan 29]. Available from: http://id.scribd.com/doc/46630957/Trauma-Limpa. 13. Hunaini al-kindi. Splenic Pathology in Traumatic Rupture of the Spleen: A Five
Year
Study.
2009.
[cited.2014
Juli
10].
Available
from:
http://www.omjournal.org/OriginalArticles/PDF/200904/SplenicPathologyin TraumaticRupture.pdf. 14. Derakhsanhfar A, Eskandarlou M. ntroduction of a simple technique for partial splenectomy in multiple trauma patients. 2013. [cited.2014 Juli 10]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24693413. 15. Tan K. Management of Isolated Splenic Injuries after Blunt Trauma: An Institution’s Experience Over 6 Years. 2011. [cited.2014 Juli 8]. Available from: http://www.e-mjm.org/2010/v65n4/Splenic_Injuries.pdf. 16. Taeger G, Heuer M, dkk. No further incidence of sepsis after splenectomy for severe trauma: a multi-institutional experience of the trauma registry of the DGU with 1,630 patients. 2010. [cited.2014 Juni 29]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351995/. 17. Billie Frensebner, Barbara J Gruendmann. Keperawatan Perioperatif. ed.2. Jakarta. EGC; 2005. 18. Miklosh Bala MD. Blunt Splenic Trauma: Predictors for Successful NonOperative Management. 2007. [cited.2014 Juni 29]. Available from: https://www.ima.org.il/FilesUpload/IMAJ/0/47/23813.pdf. 19. Lane, Robert. Schein’s Common Sense Emergency Abdominal Surgery. ed.3. Canada. Springer; 2010.