PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
WIMARDY LEONARD WIJAYA G2A009144
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2013
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI
Wimardy Leonard Wijaya1, Johan Arifin2 ABSTRAK
Latar belakang : Pasien sakit kritis yang dirawat di ruang ICU RSUP dr Kariadi mengalami imobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Imobilisasi ini meningkatkan resiko terjadinya trombosis vena dalam (TVD) pada pasien tersebut. Dalam mencegah terjadinya TVD diberikan profilaksis berupa heparin subkutan. Pemberian heparin ini dapat menyebabkan terjadinya heparin induced thrombocytopenia sehingga pemberiannya harus dipantau dengan baik. Salah satu cara memantau pemberian heparin ini adalah dengan menghitung jumlah trombosit. Tujuan : Membuktikan pengaruh pemberian heparin subkutan terhadap jumlah trombosit pada pasien sakit kritis di ruang rawat intensif (ICU) RSUP DR. Kariadi Semarang Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik retrospektif dengan rancangan cross sectional. Data yang diambil adalah data dari rekam medis dengan jumlah sampel sebesar 15. Jumlah trombosit dicatat sebelum dan setelah pemberian heparin pada hari kedua dan ketiga, kemudian dibandingkan perbedaannya. Hasil : Didapatkan perbedaan yang tidak signifikan (p=0,730) pada jumlah trombosit pada pemberian heparin sebelum dan setelah hari pertama (1555353,33 ± 80033,215 vs 153306,67 ± 65472,529) dan juga didapatkan perbedaan yang tidak signifikan (0,976) antara jumlah trombosit sebelum dan hari kedua pemberian (1555353,33 ± 80033,215 vs154940,08 ± 53623,6559) Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada jumlah trombosit pada pemberian heparin subkutan sebagai profilaksis TVD pada pasien kritis di ICU RSUP dr Kariadi Semarang Kata kunci: Heparin subkutan, jumlah trombosit, pasien sakit kritis, trombosis vena dalam. 1 2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Staf penajar Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
EFFECT OF SUBCUTANEOUS HEPARIN AS PROPHYLAXIS OF DEEP VENOUS THROMBOSIS (DVT) ON THROMBOCYTE COUNTS OF CRITICALLY ILL PATIENTS IN RSUP DR KARIADI ICU ABSTRACT Background: Patient at ICU RSUP dr Kariadi experience immobilization for long time. This immobilization increased the risk for deep vein thrombosis (DVT) to happen on this patient. In order to give a prevention for DVT, subcutaneous heparin was given. This procedure can lead heparin induced trombocytopenia to happen, so the administration should be monitored properly. One way to monitor this procedure is with platelet count. Aim: To prove the influence of subcutaneous heparin administration to platelet count on sakit kritis patient in ICU RSUP dr Kariadi Semarang. Method: This research is observational analytic retrospective with cross sectional design. The data was taken from medical record with a sample size of 15. Platelet count recorded before and after administration of subcutaneous heparin on the second and third day and then the data being compared. Result: There is no significant differences (p=0,730) on platelet count before and after heparin administration on the first day (1555353,33 ± 80033,215 vs 153306,67 ± 65472,529) and also no significant differences (p=0,976) on platelet count on between the first day and the third day of administration (1555353,33 ± 80033,215 vs154940,08 ± 53623,6559). Conclusions: No significant difference on platelet count in adminsitration of subcutaneous heparin as prevention of DVT on sakit kritis patient in ICU RSUP dr Kariadi Semarang. Keyword: Subcutaneous heparin, platelet count, sakit kritis patient, deep vein thrombosis.
PENDAHULUAN Pasien dengan penyakit kritis (critically ill) yang adirawat di RSUP dr Kariadi memiliki resiko terjadinya penyakit-penyakit penggumpalan darah seperti thrombosis vena dalam (TVD) akibat gangguan aliran darah vena (stasis) atau aliran yang lambat (low flow) karena imobilisasi dan inactivity, disfungsi endotel vaskuler, hiperkoagulabilitas, serta pengaruh penyakit yang mendasari. Semua faktor ini mempengaruhi keseimbangan sistem koagulasi dan fibrinolisis di dalam tubuh1,2,3. Kondisi
pasien
seperti
ini
yang
mengakibatkan
dibutuhkannya
suatu
penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasari dan penghambatan koagulasi yang efektif. Heparin adalah salah satu terapi yang digunakan untuk penatalaksanaan dan profilaksis dari trombosis vena dalam (TVD) dan penyakit lainnya4,5. Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH) secara subkutan dianggap memiliki beberapa kelebihan karena praktis penggunaannya dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium secara rutin6,7. Namun, pemberian LMWH saat ini sedang dipertimbangkan lebih lanjut karena penggunaannya pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal karena dapat mengakibatkan akumulasi dari LMWH di ginjal dan resiko perdarahan pada pasien dengan penyakit ginjal tersebut8,9. Sekarang, telah dipertimbangkan lagi penggunaan unfractionated heparin (UFH) subkutan sebagai alternatif terapi LMWH subkutan pada pasien sakit kritis karena lebih aman, praktis (tanpa pengawasan laboratorium rutin) dan lebih murah10. Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa pemberian UFH secara subkutan memiliki efektifitas yang lebih daripada pemberian secara intravena sebagai profilaksis terjadinya TVD11-14. Pemberian heparin secara subkutan memiliki resiko terjadinya trombositopeni yang disebabkan oleh heparin (heparin induced trombocytopena). Pemberian heparin sebagai profilaksis hingga saat ini masih menimbulkan banyak perdebatan karena pemberian heparin harus dikontrol dengan baik agar tidak terjadi perdarahan dan untuk mengontrol menurunnya jumlah hitung trombosit yang disebabkan oleh heparin. Kontrol terhadap
penggunaan heparin salah satunya adalah dengan mengontrol jumlah trombosit dalam darah. Maka dari itu dalam penelitian kali ini penulis ingin mengetahui pengaruh pemberian heparin subkutan terhadap jumlah trombosit pada pasien sakit kritis di RSUP dr Kariadi Semarang METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik retrospektif dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan mengambil data dari instalasi rekam medis RSUP dr Kariadi Semarang selama bulan Juni-Juli 2013. Responden dipilih dengna cara consecutive sampling. Data diperoleh dari pasien sakit kritis di ICU RSUP dr Kariadi Semarang yang mendapat profilaksis heparin subkutan. Pada penelitian ini didapatkan 15 responden dengan kriteria inklusi pasien berusia 16-70 tahun dan sakit kritis di ICU dan memiliki resiko terjadinya TVD, sedangkan kriteria eksklusi responden dengan kelainan fungsi hati dan pasien dengan perdarahan aktif. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian heparin subkutan dan variabel terikat adalah jumlah trombosit. Analisis data dilakukan dengan uji Paired T-test. HASIL Karakteristik dan Distribusi Responden Hasil penelitian yang didapatkan dari instalasi rekam medik adalah nilai trombosit 15 sampel pasien sakit kritis yang diberikan profilaksis heparin subkutan untuk mencegah TVD. Didapatkan data pasien dengan perbandingan jenis kelamin lakilaki dan perempuan sebesar 9:6 dan rerata umur 42.5±1.74 seperti yang bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Parameter
Mean ± SD
p
Jenis Kelamin (L:P)
9:6
-
Umur
45,73±1.83
0,071
BMI
24,05±3,137
0,153
Perubahan parameter status koagulasi kelompok SK antara hari ke-1, hari ke 2 dan hari ke-3 diberikan profilaksis ditunjukkan pada Tabel 2. Data perubahan parameter status koagulasi sebelum dan sesudah mendapat profilaksis diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk dan didapatkan distribusi data yang normal untuk semua parameter (p>0,1). Data yang didapat kemudian diuji perbedaan reratanya dengan uji t-berpasangan. Tabel 2. Uji Normalitas Saphiro Wilk Trombosit pre, Post 1, dan Post 2 Variabel
Mean ± SD
Normalitas
Trombosit pre
1555353,33 ± 80033,215
0,778
Trombosit 1
153306,67 ± 65472,529
0,941
Trombosit 2
154940,08 ± 53623,6559
0,275
Dari tabel di atas menunjukkan uji normalitas yang normal, dikarenakan p yang didapat (p>0,1). Lalu dilanjutkan dengan uji Paired T-Test untuk menguji beda antara jumlah trombosit sebelum dan setelah pemberian heparin. Hasil seperti ditunjukkan pada tabel 3 Tabel 3. Uji beda berpasangan Paired t test : Trombosit Pre
Trombosit Pre Trombosit
Post
Trombosit
Post Trombosit
hari pertama
hari kedua
0,703
0,976
-
0,855
hari pertama Trombosit hari kedua
Post
-
Post
Dari tabel di atas didapatkan untuk variabel trombosit pre terhadap trombosit post hari pertama dan hari kedua mempunyai nilai p > 0,1 atau tidak signifikan. Pada hari kedua pemberian heparin SK, terjadi penurunan nilai trombosit (2046.67±22532.385, p=0.730), akan tetapi pada hari ketiga kemudian terjadi peningkatan (413.33±51489.761, p= 0.976). Baik penurunan maupun kenaikan jumlah trombosit tersebut tidak bermakna secara statistik. Hal ini berlawanan dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. PEMBAHASAN Pasien dengan penyakit kritis (critically ill) yang dirawat di RSUP dr Kariadi memiliki resiko terjadinya penyakit-penyakit penggumpalan darah seperti thrombosis vena dalam (TVD) akibat gangguan aliran darah vena (stasis) atau aliran yang lambat (low flow) karena imobilisasi dan inactivity, disfungsi endotel vaskuler, hiperkoagulabilitas, serta pengaruh penyakit yang mendasari. Semua faktor ini mempengaruhi keseimbangan sistem koagulasi dan fibrinolisis di dalam tubuh1,2,3. Trombosis Vena Dalam (DVT) merupakan penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah dalam.Terhambatnya aliran pembuluh balik merupakan penyebab yang sering mengawali TVD. Penyebabnya dapat berupa penyakit pada jantung, infeksi, atau imobilisasi lama dari anggota gerak.15 Terapi standar untuk pencegahan DVT adalah pemberian unfractionated heparin (UFH) secara subkutan. Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses fibrinolisis. Salah satu cara untuk mengontrol pemberian heparin adalah dengan melihat jumlah trombosit. Trombositopenia dapat terjadi pada pasien yang mendapatkan heparin profilaktik maupun terapeutik. Sekitar 5% pasien yang mendapat heparin baik untuk profilaksis maupun terapi memperlihatkan sindrom trombositopenia yang diinduksi heparin (HIT), yang menyebabkan heparin menjadi penyebab tersering trombositopenia akibat obat.16 Menurut Satrio Adi Wicaksono didapatkan perubahan secara tidak bermakna pada jumlah trombosit dalam pemberian heparin subkutan. Pada penelitian ini
didapatkan nilai trombosit pada hari pertama sebesar 1555353,33 ± 80033,215 /cc dan mengalami penurunan pada hari kedua sebesar 153306,67 ± 65472,529 /cc dan pada akhirnya mengalami peningkatan pada hari ketiga sebesar 154940,08 ± 53623,6559 /cc. Pada hari kedua pemberian heparin SK, terjadi penurunan jumlah trombosit (p=0.730), akan tetapi pada hari ketiga kemudian terjadi peningkatan (p=0.815). Baik penurunan maupun kenaikan jumlah trombosit tersebut tidak bermakna secara statistik. Hasil yang didapat sesuai dengan teori yang diajukan oleh berbagai sumber sebelumnya bahwa dapat terjadi penurunan jumlah trombosit pada pemberian heparin subkutan sebagai profilaksis trombisis vena dalam (heparin induced trombocytopenia). HIT terjadi pada sekitar 5% pasien yang mendapat heparin baik untuk profilaksis maupun terapi. Hal ini dapat dilihat dari hitung trombosit hari kedua yang mengalami penurunan dari rerata 1555353,33 ± 80033,215 /cc pada hari pertama menjadi 153306,67 ± 65472,529 /cc pada hari kedua. Namun, perubahan ini bukanlah perubahan yang bermakna atau signifikan secara statistik dikarenakan p=0,730 (p>0,1) Peningkatan trombosit pada hari ketiga menjadi 154940,08 ± 53623,6559 /cc pada hari ketiga dapat dijelaskan karena pada dasarnya terjadinya heparin induced thrombocytopenia (HIT) memiliki dua jenis patogenesis. Yang pertama adalah jenis autoimun dan yang kedua merupakan jenis non-autoimun. Pada HIT yang lebih sering terjadi adalah jenis yang non-autoimun. Mekanisme non-autoimun ini sendiri sebenarnya belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan hal ini terjadi karena sifat proagregasi heparin. Karena terjadi peningkatan agregasi trombosit, maka konsumsi trombosit oleh tubuh akan meningkat dan menyebabkan penurunan jumlah trombosit. Peningkatan agregasi trombosit oleh heparin bersifat sementara, oleh karena itu biasanya trombositopeni yang terjadi biasanya ringan dan hitung trombosit akan kembali normal. Hal ini menjelaskan mengapa terjadi peningkatan hitung trombosit pada hari ketiga. Namun, perubahan ini juga bukan merupakan perubahan yang bermakna secara statistik p=0,976 (p>0,1).
Dari data-data yang telah ditampilkan di atas didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat perubahan yang bermakna terhadap jumlah trombosit yang diberikan sebagai profilaksis TVD pada pasien sakit kritis di ICU RSUP DR Kariadi Semarang. Pada penelitian ini didapatkan hasil perubahan jumlah trombosit yang tidak bermakna. Hal ini disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit dan terbatasnya waktu penelitian. Disebutkan juga pada penelitian sebelumnya bahwa pengaruh trombositopeni yang disebabkan oleh heparin juga tidak terlalu besar dan bermakna baik secara statistik maupun secata medis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Didapatkan penurunan jumlah trombosit pada hari kedua dan peningkatan jumlah trombosit pada hari ketiga pemberian heparin sebagai profilaksis, namun tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada jumlah trombosit sebelum dan setelah pemberian heparin sebagai profilaksis Saran Dari penelitian ini didapatkan saran bahwa heparin subkutan dapat diberikan sebagai profilaksis TVD dan tidak mempengaruhi jumlah trombosit secara bermakna dan Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian heparin subkutan sebagai profilaksis trombosis vena dalam (TVD). UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Johan Arifin, Sp.An KAP KIC yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tidak lupa kepada dr Taufik Eko Nugroho, Sp.An selaku ketua penguji dan dr. Danu Soesilowati, Sp.An KIC selaku penguji. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Cade JF.High risk of the critically ill for venous thromboembolism.Crit Care Med 1982;10:448-450. 2. Belch J J, Lowe GD, Ward AG, et al. Prevention of deep veinthrombosis in medical patients by low-dose heparin. ScottMedJ 1981;26:115-117. 3. Hirsch DR, Ingenito EP, Goldhaber SZ. Prevalence of deepvenous thrombosis among patients in medical intensivecare.JAMA 1995;274:335-337. 4. Heit JA.
Venous thromboembolism epidemiology: implications for
prevention and management. SeminThrombHemost 2002, 28(Suppl 2):3-13. 5. Geerts WH, Bergqvist D, Pineo GF, Heit JA, Samama CM, Lassen MR, Colwell CW. Prevention of venous thromboembolism: the eight american college of chest physicians evidence-based clinical practice guidelines. Chest 2008;133;381S-453S. 6. Kearon C, Kahn SR, Agnelli G, Goldhaber S, Raskob GE, Comerota AJ. Antithrombotic therapy for venous thromboembolic disease* :american college of chest physicians evidence-based clinical practice guidelines (8th edition). Chest 2008;133; 454S-545S 7. Hirsh J, Bauer KA, Donati MB, Gould M, Samama MM, Weitz JI. Parenteral anticoagulants* :american college of chest physicians evidence-based clinical practice guidelines (8th edition). Chest 2008;133;141S-159S 8. Nutescu EA, Spinler SA, Wittkowsky A, Dager WE. Low-molecularweight heparins in renal impairment and obesity: available evidence and clinical practice recommendations across medical and surgical settings. Ann Pharmacother 2009;43:1064-83. 9. Levey SA, Coresh J, Balk E, et al. National Kidney Foundation practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification, and stratification. Ann Intern Med 2003;139:137-47.
10. Metzger NL, Chesson MM. Subcutaneous Unfractionated Heparin for Treatment of Venous Thromboembolism in End-Stage Renal Disease. Ann Pharmacother 2010;44:2023-7. 11. Bentley PG, Kakkar VV, Scully MF, MacGregor IR, Webb P, Chan P, Jones N.
An
objective
study
of
alternative
methods
of
heparin
administration.Thrombosis Research 1980;18;177-187. 12. Andersson G, Fagrell B, Holmgren K, Johnsson H, Ljungberg B, Nilsson E, Wilhelmsson S, ZetterquistS.Subcutaneous Administration of heparin: a randomized comparison with intravenous
administration
of heparin to
patients with deep-vein thrombosis. Thrombosis Research 1982;27;631-639. 13. Robinson AM, McLean KA, Greaves M, Channer KS. Subcutaneous versus intravenous administration of heparin in the treatment of deep vein thrombosis; which do patients prefer? a randomized cross-over study. Postgrad Med J 1993;69:115 – 116. 14. Hommes DW, Bura A, Mazzolai L, Buller HR, ten Cate JW. Subcutaneous heparin compared with continuous intravenous heparin administration in the initial treatment of deep vein thrombosis. Ann Intern Med 1992;116:279-84. 15. Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. PhysicalMedicine & Rehabilitation Principles and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: LippincottWilliams & Wilkins; 2005. p. 787-806. 16. Barbui T, Carobbio A, Rambaldi A, Finazzi G. Perspectives on thrombosis in essential thrombocythemia and polycythemia vera: is leukocytosis a causative factor? Blood 2009; 114:759