Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
1
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
2
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
3
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
PENGARUH IKLAN DI TELEVISI DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP MOTIVASI PEMBELIAN PELANGGAN SHAMPO DOVE DI YOGYAKARTA Martina Rahmawati Masitoh1 Muhammad Johan Widikusyanto Universitas Serang Raya
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh iklan di televisi dan kualitas produk terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen shampo yang yang berdomisili di Yogyakarta. Responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria pernah membeli dan menggunakan shampo Dove serta pernah melihat iklan shampo Dove, masing-masing minimal 1 X. Ukuran sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan penyebaran kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian baik secara parsial maupun simultan. Kata Kunci: Iklan, Televisi, Kualitas, Produk, Motivasi, Pembelian, Shampo, Dove A. PENDAHULUAN Shampo merupakan satu kategori produk dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Bahkan, persaingan ini diperkirakan tidak akan pernah berakhir, mengingat produk ini termasuk yang dibutuhkan semua orang. Apalagi penetrasi produk ini sudah mendekati titik jenuh (100%), sehingga membuat suasana persaingan kian terasa di kategori ini. Namun, kategori shampo tetap mempunyai daya tarik yang sangat besar. Produk shampo merupakan produk yang dibutuhkan oleh semua orang. Selain market size-nya yang sangat besar, kategori ini juga dianggap menguntungkan, karena gross profit-nya bisa mencapai 40%. Walau persaingannya sangat sengit, kategori ini boleh dibilang hanya dikuasai dua pemain, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk dan PT P&G Indonesia. Sementara Grup Wings lewat merek Emeron dan Zinc, PT Gondowangi dengan merek Natur, dan beberapa pemain lainnya hanya berpengaruh kecil. Unilever dan P&G menguasai lebih dari 70% pangsa pasar shampo. (www.swa.co.id, 2007) Unilever yang merupakan perusahaan induk dari PT Unilever Indonesia Tbk tengah menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain. Produkproduk shampo yang diproduksi oleh Unilever diantaranya shampoo Dove, Sunsilk, Clear, dan Lifebuoy. Masing-masing produk telah memiliki segmen pasar sasarannya sendiri-sendiri. Menurut Debora H. Sadrach, Direktur
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
1
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Personal Care & Marketing Service PT Unilever Indonesia, strategi multibrands yang diterapkan pihaknya di kategori shampo tak lain bertujuan menutup semua segmen pasar yang ada. Awalnya, Debora menjelaskan, Unilever hanya menggunakan tiga merek untuk kategori ini (Sunsilk, Clear, dan Lifebuoy), yang semuanya bermain disegmen yang sama, yaitu segmen menengah. Maka, demi kelengkapan portofolio merek, karena lifebuoy sedikit kebawah, kemudian meluncurkan Dove untuk segmen yang lebih premium. “Merek yang sudah merakyat bisa tertarik ke bawah, karenanya harus ada merek baru untuk memberi kebebasan bagi merek tersebut untuk bisa naik lagi.” (www.swa.co.id, 2007) Salah satu produk PT Unilever Indonesia Tbk diantaranya produk shampo Dove menghadapi persainganpersaingan ketat (baik dari segi kualitas produk maupun iklan di televisi) dengan produk-produk shampo dari perusahaan-perusahaan lain. Dove bersaing dengan perusahaan Procter & Gamble (P&G) dengan produknya shampo Herbal Essences, Pantene, Rejoice, dan Head and Shoulders; PT Lion Wings dengan produknya shampo Emeron dan Zinc; dan perusahaanperusahaan lain yang menawarkan produk shampo. “Hampir semua merek menawarkan varian yang tidak jauh berbeda.” (www.swa.co.id, 2007). Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang baik atau memenangkan persaingan ataupun agar perusahaan tetap eksis maka diperlukan strategi pemasaran yang efektif agar suatu produk laku terjual di pasaran serta diminati oleh konsumen. Bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2008) terdiri dari product, price, place, promotion. Saat ini berbagai perusahaan saling bersaing dalam melakukan promosi melalui iklan terutama iklan di televisi. Iklan melalui media televisi saat ini merupakan media yang sangat efektif di Indonesia khususnya dalam mempromosikan produk shampo. Iklan melalui media televisi dinilai efektif karena mempunyai jangkauan yang jauh. Melalui iklan konsumen akan mengenal, mengetahui, tertarik, dan sadar atas suatu produk. Melalui iklan pula, konsumen akan termotivasi untuk melakukan pembelian produk jika konsumen mempunyai anggapan yang baik atas produk tersebut. Iklan pada produk shampo yang ada saat ini semakin menarik dan memotivasi konsumen untuk melakukan pembelian. Dapat dijumpai beragam cara dalam mengiklankan produk shampo ini. Iklan shampo Dove misalnya, mengiklankan produknya dengan berbagai macam iklan di televisi. Konsumen saat ini semakin selektif dalam memilih produk mana yang akan dibeli. Kualitas produk saat ini sangat diperhitungkan oleh konsumen, konsumen kecewa jika kualitas produk yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Informasi mengenai apa yang sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan konsumen akan suatu produk merupakan hal yang penting dalam keputusan penentuan jenis suatu produk apa yang sebaiknya di produksi oleh perusahaan. Banyaknya produk shampo yang ada di pasaran dengan berbagai merek dan jenis/variannya saat ini membuat konsumen berpindah-pindah dalam memilih dan membeli produk shampo. Semakin beragamnya produk shampo dan semakin banyaknya penawaran melalui iklan di televisi juga membuat
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
2
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
motivasi pembelian konsumen berubah-ubah. Produk shampo yang semakin beragam di pasaran membuat konsumen semakin lebih selektif dalam memilih produk shampo. Dengan pengenalan yang baik akan kebutuhan dan keinginan konsumen maka perusahaan akan dapat menawarkan produk yang sesuai dengan yang dibutuhkan dan yang diinginkan konsumen sehingga produk perusahaan tersebut dapat laku terjual dan dapat bersaing di pasaran. Produk shampo Dove kini menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan produk-produk shampo lain terutama dalam hal kualitas produk. Dove menawarkan beragam jenis dalam produk shamponya diantaranya Dove Moisture Cream Shampoo Moisturetherapy (Dove Moisturetherapy), Dove Moisture Cream Shampoo Essential Care (Dove Essential Care), Dove Moisture Cream Shampoo Delicate Care (Dove Delicate Care), dan Shampo Dove Anti-Dandruff. Produk shampo lain yang merupakan pesaing Dove yaitu shampo Rejoice mempunyai bermacam-macam varian diantaranya Rejoice Long, untuk konsumen yang berambut panjang, Rejoice Rich untuk rambut kering, dan Rejoice Anti Ketombe. Shampo Pantene mempunyai bermacam varian pada produk shamponya diantaranya Pantene Pro-v Amino Pro-v complex lebih halus dan selembut sutera, Pantene Pro-v Anti Ketombe; shampo Head & Shoulders shampo anti ketombe selembut sutera; shampo Zinc perawatan rambut rontok; dan lain sebagainya. Kualitas shampo merupakan salah satu hal yang menentukan besarnya motivasi pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Kualitas produk merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain maupun agar dapat memenangkan persaingan. Kualitas produk juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan agar perusahaan mampu menawarkan kualitas yang dapat memotivasi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk. Dengan adanya beberapa pokok permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Iklan Di Televisi dan Kualitas Produk Terhadap Motivasi Pembelian Pelanggan Shampo Dove di Yogyakarta.” Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada: “Iklan di Televisi, Kualitas Produk dan Motivasi Pembelian Pelanggan Shampo Dove di Yogyakarta.” Perumusan Masalah Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah iklan di televisi berpengaruh terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta? 2. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta? 3. Apakah iklan di televise dan kualitas produk berpengaruh terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta?
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
3
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh iklan di televisi dan kualitas produk terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove. B. TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Menurut Minor dan Mowen (2002: 205) motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan di mana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Buton, seperti yang dikutip Pasaribu (1983: 53), berpendapat bahwa motivasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah daya penggerak atau kekuatan yang berasal dari dalam individu sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah daya penggerak yang berasal dari luar diri seseorang. Sedangkan menurut Suryadibrata (1984: 74): “Secara tradisional motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang (motivasi intrinsik) dan motivasi yang muncul melalui rangsangan atau dorongan dari luar (motivasi ekstrinsik)”. Iklan di televisi dan kualitas produk shampo Dove merupakan bagian dari motivasi ekstrinsik. Periklanan Pengertian iklan Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 150) “periklanan adalah semua bentuk terbayar dari presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu.” Sedangkan menurut Tjiptono (2002: 226) “Iklan adalah bentuk komunikasi tak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. Media periklanan contohnya yaitu televisi, majalah, surat kabar, dan sebagainya. Iklan melalui media televisi saat ini merupakan media yang sangat efektif karena dapat menjangkau konsumen secara luas. Kualitas Produk “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang diyatakan atau yang tersirat.”(Kotler 1997 : 49). Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk manufaktur dalam bukunya Tjiptono (2002: 25-26) mencakup: 1) Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya. 2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
4
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
3)
4)
5)
6)
7)
8)
seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power streering, dan sebagainya. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering dipakai ngadat/macet/rewel/rusak. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standarstandar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentu harus lebih besar dari pada mobil sedan. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan Jepang. Serviceability, meliputi kecepatan kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi; serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna dan sebagainya. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli menpersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap merek Mercedez, Roll Royce, Porche, dan BMW sebagai jaminan mutu.
Pengaruh iklan di televisi dan kualitas produk terhadap motivasi pembelian Melalui iklan konsumen akan mengenal, mengetahui, tertarik, dan sadar atas suatu produk. Iklan televisi digunakan oleh pemasar tidak hanya untuk menginformasikan produk akan tetapi juga digunakan untuk membujuk konsumen untuk membeli produk. Melalui iklan tersebut, konsumen akan termotivasi untuk melakukan pembelian produk jika konsumen mempercayai bahwa produk yang diiklankan tersebut dapat memecahkan masalah yang dimiliki konsumen. Dengan demikian, iklan di televisi memiliki kemampuan untuk memengaruhi atau memotivasi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Seorang konsumen memperhatikan kualitas produk ketika membeli suatu produk. Konsumen akan cenderung memilih produk yang berkualitas baik untuk memenuhi kepuasan mereka. Kualitas produk yang sesuai dengan harapan mereka cenderung akan mendorong atau memotivasi konsumen untuk
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
5
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
membeli produk tersebut. Pencapaian tingkat kualitas yang tepat merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan dan keberlangsungan hidup bisnis. Paradigma Penelitian Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi pembelian (Y), sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah iklan di televisi (X1) dan kualitas produk (X2). Dalam penelitian ini disusunlah paradigma hubungan antar variabel yang dapat dilihat sebagai berikut:
Iklan di Televisi
Kualitas Produk
H1 H3
Motivasi Pembelian H2
Gambar 1. Paradigma Penelitian Hipotesis Penelitian: H1: iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. H2: kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. H3: iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey. Menurut tingkat eksplanasinya penelitian ini bersifat penelitian asosiatif/hubungan. “Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.” (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004: 14). Pengukuran Variabel penelitian diukur menggunakan skala Likert 5 poin, sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju. Iklan TV diukur menggunakan: Pesan iklan, Naskah iklan, Desain iklan, dan Model Iklan.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
6
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Kualitas Produk diukur menggunakan: Kinerja (performance), Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), Keandalan (reliability), Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), Daya tahan (durability), Serviceability, Estetika dan Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality). Motivasi Pembelian diukur menggunakan: Kebutuhan, Perhatian dan Kepercayaan. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen shampo yang yang berdomisili di Yogyakarta. Responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria pernah membeli dan menggunakan shampo Dove serta pernah melihat iklan shampo Dove, masing-masing minimal 1 X. Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 100 orang berdasarkan rumus berikut ini: Z2P(1-P) E2 Keterangan: N = jumlah sampel minimal P = proporsi populasi Z = Nilai pada tabel E = Error N=
Berhubung jumlah populasi yang hendak diteliti tidak diketahui, maka harga P(1-P) maksimal adalah 0,25. Pada confidence level 95% dengan tingkat kesalahan tidak lebih dari 10% maka ukuran sampel adalah: N = 1,962 x 0,25 = 96,04 0,12 Guna memudahkan dalam pengambilan sampel maka angka tersebut dibulatkan menjadi 100. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah shampo Dove dengan varian yang diteliti adalah Dove Moisture Cream Shampoo Delicate Care (shampo Dove Delicate Care). Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner disebarkan secara langsung oleh peneliti kepada responden yang berada di Yogyakarta dan dikembalikan secara langsung kepada peneliti. Pengujian Instrumen Validitas instrumen diuji menggunakan korelasi bivariat product moment. Item instrumen dianggap valid jika koefisien korelasi terhadap total skornya signifikan. Reliabilitas instrumen diuji dengan menggunakan Cronbach Alpha.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
7
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Instrumen dianggap reliabel jika koefisien Cronbach Alpha lebih besar sama dengan 0,6. Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (uji K-S). Kaidah yang digunakan adalah suatu variabel dikatakan berdistribusi normal apabila nilai Asym. Sig. (2-tailed) > tingkat alpha sebesar 5%. Uji Multikolinieritas Model penelitian tidak mengalami masalah multikolinieritas jika korelasi antar variabel independen lebih kecil dari 0,8. Analisis Data Data dianalisis menggunakan regresi dengan bantuan software SPSS untuk menguji hipotesis. Hipotesis terdukung jika nilai signifikansi dari t hitung lebih kecil dari 0,05, atau signifikansi dari F hitung lebih kecil dari 0,05. Pengujian hipotesis menggunakan uji satu sisi karena arah pengaruhnya diketahui, yaitu arahnya positif. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Normalitas dan Multikolinieritas Hasil pengujian normalitas, ketiga variabel memiliki koefisien Kolmogorof Smirnov yang tidak signifikan. Hal ini menunjukan distribusi data ketiga variabel tersebut normal. Sedangkan hasil estimasi korelasi antar variabel independen memberikan nilai sebesar 0,06 berada dibawah 0,8 yang menunjukan tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen. Uji Validitas Hasil uji validitas iklan di televisi menunjukkan bahwa dari 13 butir pertanyaan, terdapat 2 butir pertanyaan yang gugur karena nilai r hitung kurang dari 0,361. Sehingga 2 butir pertanyaan tersebut tidak diikutsertakan dalam pengambilan data untuk penelitian sesuangguhnya. hal ini berarti 11 butir pertanyaan (dari iklan di televisi) dapat digunakan untuk mengukur variabel dan pengumpulan data. Sedangkan pada uji validitas kualitas produk dan pada uji validitas motivasi pembelian, terlihat bahwa seluruh item pernyataan adalah valid. Hal ini berarti bahwa 23 pertanyaan dari kualitas produk dan motivasi pembelian dapat dipergunakan untuk mengukur variabel dan pengumpulan data. Uji Reliabilitas Ketiga variabel memiliki koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6, yaitu iklan di televisi dengan koefisien alpha sebesar 0,828, kualitas produk dengan koefisien alpha sebesar 0,899, dan motivasi pembelian dengan koefisien alpha sebesar 0,901. Dengan demikian ketiga instrumen telah reliabel.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
8
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis Pertama Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil yang diperoleh dari estimasi regresi X1 terhadap Y dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil Estimasi Regresi Coefficientsa
Model 1
(Constant) ITV KP
Unstandardized Coefficients B Std. Error ,467 2,786 ,175 ,075 ,588 ,055
Standardized Coefficients Beta ,158 ,714
t ,168 2,346 10,612
Sig. ,867 ,021 ,000
a. Dependent Variable: MP
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai t hitung sebesar 2,346, dengan koefisien signifikansi sebesar 0,021. Nilai signifikansi sebesar 0,021 tersebut lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, atau dengan kata lain, terbukti iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan besar pengaruhnya adalah 0,158. Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil yang diperoleh dari estimasi regresi X2 terhadap Y dapat dilihat pada Tabel 1 di atas: Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai t hitung sebesar 10,612, dengan koefisien signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, terbukti kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan besar pengaruhnya adalah 0,714. Pengujian Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Pembuktian hipotesis ini berdasarkan pada signifikansi F yang diperoleh dalam penelitian ini. Apabila signifikansi F hitung < 0,05 maka hipotesis tersebut diterima. Hasil yang diperoleh dari analisis regresi X 1 dan X2 terhadap Y dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Rangkuman Hasil Analisis Regresi X1 dan X2 terhadap Y Hipotesis R R2 Fhitung Signifikansi 3 0,759 0,576 65,972 0,000 (Sumber: Data primer yang telah diolah)
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
9
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai F hitung sebesar 65,972, signifikansi F sebesar 0,000, nilai R sebesar 0,759 dan R2 sebesar 0,576. Nilai signifikansi sebesar 0,000 tersebut kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan nilai R2 sebesar 0,576 menunjukkan bahwa variasi pada iklan di televisi dan kualitas produk menjelaskan variasi yang terjadi pada motivasi pembelian sebesar 57,6% sedangkan sisanya 42,4% dijelaskan oleh variabel lain selain iklan di televisi dan kualitas produk. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, yaitu iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta. 2. Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah kualitas produk berpengaruh positif terhadap terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima, yaitu kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta. 3. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima, yaitu iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta. 4. Pengaruh kualitas produk terhadap motivasi pembelian lebih besar daripada iklan di televisi.
DAFTAR PUSTAKA Kotler, Philip. (1997). Manajemen Pemasaran jilid 1 & 2 (Hendra Teguh, SE, Ak dan Ronny A. Rusli, SE, Ak. Terjemahan). Jakarta: Prenhallindo. Kotler, P. dan Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi 12. Terjemahan Bob Sabran. Jakarta: Erlangga. Minor, M. & Mowen, J. C. (2002). Perilaku Konsumen Jilid I. Edisi lima. Jakarta: Erlangga. Pasaribu, LL. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tasito. Suryadibrata, S. (1984). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Rajawali.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
10
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tjiptono, Fandy. (2002). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: ANDI. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta. http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum= 1. (25 Februari 2007) http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum= 2. (25 Februari 2007) http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum= 3. (25 Februari 2007) http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum= 4. (25 Februari 2007)
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
11
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN RISIKO SISTEMATIK PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR Orryn Hendiono2 Chorry Sulistyowati Universitas Airlangga
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik risiko sistematik perusahaan. Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah risiko sitematik (beta) sebagai variabel dependen dan degree of operating leverage (DOL), degree of financial leverage (DFL), return on asset (ROA) dan size sebagai variabel independen. Sampel yang dipilih adalah 18 perusahaan manufaktur yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia dengan total observasi sebanyak 54 perusahaan selama periode 2010-2012. Teknik analisis yang diaplikasikan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DOL dan size berpengaruh posistif signifikan terhadap risiko sistematik (beta).Sedangkan ROA memiliki pengaruh negatif terhadap beta. Keyword : Firm Characteristic (karakteristik perusahaan) , Systematic Risk, Degree of operating leverage, Degree of financial leverage, return on asset, size. A. PENDAHULUAN Pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada september 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Untuk mengatasi hal tersebut maka The Fed (Bank Sentral Amerika) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para developer dan perusahaan pembiayaan rumah. Mereka membangun rumah-rumah murah dan dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan keuangan yang memadai. Paket Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berisiko tinggi ini disebut subprime mortgage. Pemberi kredit juga mengeluarkan produk derivatif berupa Efek Beragun Aset (EBA) untuk mendapatkan keuntungan margin penjualan. EBA dijual kepada bank dan investor di Bursa Amerika Serikat. Ketika tingkat inflasi meningkat maka suku bunga menjadi naik sehingga menambah risiko gagal bayar para debitur subprime mortgage. Kredit macet ini mengakibatkan para penerbit EBA tidak
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
12
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
mampu membayar return yang dijanjikan pada para investor dan bank yang telah membeli EBA. Hal ini menyebabkan para investor menarik investasinya di bursa dengan tujuan memindahkannya pada produk keuangan lain yang lebih aman. Namun ternyata tidak sedikit kreditur subprime mortgage dan lembaga investasi derivatif lainnya yang tidak mampu mengembalikan modal para investornya. Keadaan ini membuat bursa di Amerika Serikat jatuh dan kemudian menjalar ke berbagai belahan dunia. Hampir semua negara terkena dampaknya, tidak terkecuali Indonesia. Krisis keuangan global tersebut berdampak pada pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500 pada oktober 2008. Krisis tersebut juga membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap USD. Nilai tukar rupiah menembus angka Rp12.000 per US$1. Depresiasi membuat nilai ekspor menurun karena menurunnya daya beli negara tujuan ekspor Indonesia, termasuk Amerika. Kondisi perekonomian, politik, sosial dan budaya pada suatu negara akan memengaruhi kegiatan ekonomi dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara tersebut. Risiko yang terkait dengan kondisi pasar secara keseluruhan merupakan risiko yang tidak dapat dihindari karena risiko tersebut sifatnya tidak dapat diprediksi. Risiko jenis ini disebut risiko sistematik. Risiko sistematik tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Risiko sistematik dapat diukur menggunakan koefisien beta. Risiko yang bersifat unik karena terkait dengan karakteristik perusahaan itu sendiri dan merupakan risiko yang dapat didiversifikasi disebut risiko tidak sistematik. Beberapa studi terdahulu mengungkapkan bahwa besar kecilnya dampak risiko sistematik dapat dipengaruhi oleh variabel akuntansi yang pada dasarnya merupakan faktor yang bersumber dari dalam perusahaan. Beaver, Kettler dan Scholes (1970) menyajikan perhitungan beta menggunakan beberapa variabel fundamental. Beaver, Kettler dan Scholes menggunakan tujuh macam variabel yang merupakan variabel-variabel fundamental. Ketujuh variabel yang digunakan yaitu dividend payout, asset growth, leverage, liquidity, asset size, earning variability dan accounting beta. Dari ketujuh variabel, tiga diantaranya berkorelasi cukup kuat terhadap beta pasar. Ketiga variabel tersebut yaitu dividend payout, earning variability dan accounting beta. Adanya fakta bahwa variabel-variabel keuangan dapat menjadi prediktor yang baik terhadap risiko sistematik tentu berguna bagi perusahaan dalam upayanya agar tetap bertahan ketika terjadi ketidakstabilitasan pada perekonomian suatu negara. Risiko sistematik memang tidak bisa dihindari akan tetapi dampaknya terhadap masing-masing perusahaan akan tergantung dari kondisi spesifik perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
13
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
dapat menyesuaikan kinerja keuangannya sebagai antisipasi terhadap risiko pasar. Dua keputusan penting yang harus diambil oleh pihak manajemen perusahaan yaitu keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Pihak manajemen perusahaan akan selalu menyeimbangkan antara dua keputusan tersebut karena baik keputusan investasi maupun keputusan pendanaan dapat menimbulkan beban tetap. Penggunaan aktiva yang menimbulkan biaya tetap disebut dengan operating leverage, sedangkan penggunaan hutang dengan beban tetap disebut financial leverage. Masing-masing keputusan akan memberikan kontribusi terhadap risk dan return perusahaan. Berhubungan dengan risiko, keputusan investasi akan berpengaruh pada besarnya risiko bisnis suatu perusahaan dan keputusan pendanaan akan berpengaruh pada besarnya risiko keuangan perusahaan. Terkait dengan return, kedua keputusan tersebut tentu diharapkan akan memberikan keuntungan yang lebih besar pada perusahaan. Return on asset menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh aset yang dimiliki perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba bersih perusahaan. Ukuran perusahaan juga akan berbeda-beda maka penelitian ini juga memakai variabel asset size sebagai variabel independen untuk mengukur besarnya dampak risiko sistematik terhadap masing-masing perusahaan. B. LANDASAN TEORI Tingkat pengembalian suatu sekuritas hanya bergantung dari risiko sistematik sekuritas tersebut karena risiko sistematik tidak dapat terdiversifikasi sehingga berapapun sekuritas yang tergabung dalam suatu portofolio, risiko sistematik tidak dapat hilang. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas terhadap risiko pasar. Semakin besar beta yang dimiliki suatu saham maka semakin besar pula return saham yang terpengaruh. Gitman (2006:542) menyatakan operating leverage adalah penggunaan leverage yang menimbulkan biaya operasi tetap sehingga berpotensi untuk memperbesar pengaruh perubahan penjualan terhadap laba sebelum beban bunga dan pajak (EBIT). Penggunaan biaya tetap akan memengaruhi perubahan dalam volume penjualan yang menghasilkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Perusahaan yang menggunakan biaya operasi tetap yang lebih tinggi daripada biaya operasi variabel akan memiliki tingkat operating leverage yang lebih besar sehingga perubahan kecil yang terjadi pada penjualan akan memiliki efek yang signifikan terhadap laba yang dihasilkan.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
14
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Sudana (2011:157) menyatakan bahwa financial leverage timbul karena perusahaan dibelanjai dengan dana yang menimbulkan beban tetap yaitu beban bunga. Pada kondisi ekonomi buruk, pada umumnya suku bunga pinjaman sangat tinggi sementara penjualan dan laba perusahaan menurun. Hal ini mengakibatkan pendapatan yang dihasilkan perusahaan lebih kecil daripada beban bunga yang harus dibayar dari penggunaan hutang tersebut sehingga penggunaan hutang akan merugikan karena akan menurunkan EPS, ROE dan meningkatkan risiko gagal bayar. Peningkatan risiko keuangan mengindikasikan variabilitas keuntungan perusahaan menjadi besar yang menyebabkan harga saham semakin berfluktuasi. Mandelker dan Rhee (1984) melakukan penelitian mengenai pengaruh operating leverage dan financial leverage terhadap risiko sistematik. Pengamatan dilakukan pada perusahaan manufaktur di Amerika yang melaporkan laporan keuangannya secara lengkap pada periode 1957-1976. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat operating leverage dan tingkat financial leverage berpengaruh signifikan positif terhadap risiko sistematik. Mereka juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara operating leverage dan financial leverage. Stephen P. Huffman (1987) melakukan penelitian yang sama dengan penelitian Mandelker dan Rhee pada perusahaan manufaktur di Amerika yang melaporkan laporan keuangannya secara lengkap pada periode 1966-1985. Perusahaan dengan nilai beta, DOL dan DFL yang negatif dikeluarkan dari sampel. Selain itu, Huffman membuat dua kondisi dimana perusahaan utilitas disertakan sebagai sampel dan tidak disertakan sebagai sampel dengan alasan manajer perusahaan utilitas tidak leluasa mengubah DOL atau DFL perusahaan tanpa peraturan tertentu. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara tingkat financial leverage dan risiko sistematik sedangkan tingkat operating leverage berpengaruh negatif terhadap risiko sistematik. Tingkat operating leverage berpengaruh signifikan positif terhadap risiko sistematik ketika perusahaan utilitas tidak disertakan sebagai sampel. Penelitian Huffman juga menunjukkan terdapat korelasi positif antara DOL dan DFL untuk perusahaan dengan tingkat DFL, DOL dan beta saham yang tinggi namun korelasi akan negatif pada perusahaan dengan DOL dan DFL yang rendah. Berdasarkan bagan Du Pont, return on asset perusahaan bergantung pada kinerja perusahaan. Sudana (2011) menjelaskan bahwa dengan menggunakan bagan DuPont, pihak manajemen dapat meneliti lebih jauh penyebab turunnya ROA, apakah karena profit margin yang turun atau karena perputaran aktiva yang turun.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
15
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Ketika perusahaan dapat mengelola seluruh aset yang dimiliki perusahaan secara optimal maka akan dapat menghasilkan penjualan yang tinggi sehingga laba perusahaan juga akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan penjualan. Lee dan Jang (2007) melakukan penelitian pada industri penerbangan di Amerika untuk mengetahui determinan risiko sistematik pada industri penerbangan. Penelitian dilakukan pada 16 perusahaan penerbangan pada periode 1997-2002. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah quick ratio, debt ratio, asset turnover ratio, return on asset ratio, firm size, EBIT growth dan safety ratio. Hasil penelitian menunjukkan tiga rasio signifikan terhadap beta pada tingkat alpha 10% yaitu debt ratio, EBIT growth dan safety ratio. Variabel firm size berpengaruh signifikan positif pada tingkat alpha 5% dan variabel return on asset berpengaruh signifikan negatif pada tingkat alpha 1%. Brimble dan Hodgson (2007) melakukan penelitian tentang variabel akuntansi yang diprediksi dapat digunakan untuk mengukur risiko sistematik. Variabel yang digunakan dibagi dalam 3 kategori yaitu operating risk, financing Risk dan growth Risk. Jumlah variabel independen yang digunakan adalah 12 variabel. Accounting beta, earning variance, earning sign, cash flow, dividend payout, operating leverage dan liquidity sebagai indikator dari operating risk. Interest coverage dan financial leverage sebagai indikator dari financing risk. Growth, size dan market to book sebagai indikator dari growth risk. Penelitian dilakukan pada 129 perusahaan yang terdaftar di Australia pada tahun 1991-2000. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan pada 6 variabel operating risk, 2 variabel growth risk dan interest coverage terhadap beta OLS. Adapun penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu Yenny (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh price book value, dividend yield, return on assets, return on asset dan beta akuntansi terhadap beta saham perusahaan consumer goods di Bursa Efek Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa price book value, dividend payout ratio, return on assets dan accounting beta berpengaruh signifikan terhadap beta saham. \ Dickie (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh operating Risk, financing Risk dan Growth Risk terhadap beta Saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan 11 variabel independen sebagai indikator dari operating Risk, financing Risk dan Growth Risk dan beta saham sebagai variabel dependen. Penelitian ini sama dengan penelitian Brimble dan Hodgson (2007) tetapi tidak menyertakan beta akuntansi sebagai variabel independennya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelas variabel independen yang digunakan tidak berpengaruh terhadap beta saham.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
16
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Degree of operating leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. H2 : Degree of financial leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. H3 : Return on Asset memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik. H4 : Asset size memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik. C. METODE PENELITIAN Metode Seleksi dan Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2009-2012 di BEI, dimana seluruhnya berjumlah 131 perusahaan. Namun dalam penelitian ini, hanya 18 perusahaan yang diambil sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling. Metode tersebut digunakan untuk memperoleh batasan-batasan dan kesesuaian dengan tujuan penelitian ini. Adapun kriteria penentuan sampel data yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 hingga tahun 2012 dan tidak mengalami delisted pada periode tersebut. 2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan selama periode 2009-2012. 3. Perusahaan yang tidak mengalami kerugian bersih selama periode penelitian. 4. DOL dan DFL yang negatif dikeluarkan dari sampel dengan alasan perusahaan tersebut tidak efisien dalam kinerjanya. Pengukuran dan Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini perlu dibahas untuk menghindari ketidakjelasan makna. Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Risiko sistematik merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Risiko sistematik dapat dihitung menggunakan beta saham dengan rumus sebagai berikut : Ri = αi + βi . Rm + εi……………………………………………...(1) 2. Degree of operating leverage merupakan penggunaan leverage yang menimbulkan biaya operasi tetap sehingga berpotensi untuk memperbesar pengaruh perubahan penjualan terhadap laba sebelum beban bunga dan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
17
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
pajak (EBIT). Degree of operating leverage dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : DOL =
……………………………………..(2)
3. Degree of financial leverage merupakan penggunaan leverage yang menimbulkan beban tetap berupa beban bunga sehingga berpotensi untuk memperbesar sensitivitas perubahan laba sebelum beban bunga dan pajak terhadap laba bersih perusahaan. Degree of financial leverage dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : DFL =
……………………....………………….(3)
4. Return on asset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan. Return on asset dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : ……………………………………………(4) ROA = 5. Asset size merupakan variabel sebagai indikator dari ukuran perusahaan. Asset size dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Asset size = Ln (Total Aktiva)………………………………………...(5)
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda. Metode regresi linier berganda merupakan metode yang digunakan untuk menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independen. Berdasarkan model regresi linier berganda dan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini maka model persamaan yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut: βit = a0 + b1DOLit + b2DFLit + b3ROAit+ b4 Sizeit + εit Dimana : a0 = intercept b1, b4 = koefisien regresi βit = variabel dependen beta saham perusahaan i pada tahun t DOLit= variabel independen degree of operating leverage perusahaan i pada tahun t
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
18
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
DFLit = variabel independen degree of financial leverage perusahaan i pada tahun t ROAit= variabel independen return on asset perusahaan i pada tahun t Sizeit = variabel independen asset size perusahaan i pada tahun t εit = error D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data pada Bursa Efek Indonesia, total perusahaan manufaktur yang terdaftar sampai dengan 31 Desember 2012 adalah 131 perusahaan, namun berdasarkan kriteria pemilihan sampel yang mengacu pada batasan – batasan yang telah dijelaskan pada bab III, diperoleh sampel sebanyak 18 perusahaan. Berdasarkan data dari variabel – variabel yang telah diukur dan sudah dilakukan uji asumsi klasik, maka perlu dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil uji regresi linier berganda yang menguji pengaruh variabel independen yang terdiri dari degree of operating leverage, degree of financial leverage, return on asset dan asset size terhadap variabel dependenrisiko sistematik atau beta saham, sehingga mendapatkan hasil regresi linier berganda sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh DOL, DFL, ROA, SizeTerhadap Risiko Sistematik (Beta) Variabel Variabel Koefisien Dependen Independen Regresi
td. Error
t -hitung Sig.
-2,767
1,154
-2,399
.020
Risiko DOL Sistematik DFL (Beta ROA Saham) Size
0,033
0,010
3,341
.002
H0 ditolak
0,092
0,112
0,822
.415
H0 diterima
-0,026
0,008
-3,420
.001
H0 ditolak
0,132
0,041
3,192
.002
H0 ditolak
Std. Error of Estimation
0,41763
R Square (R2)
0,302
Adjusted R Square
0,245
F Hitung
5,298
Sig. F
0,001
Durbin Watson
1,972
(Constant)
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
Kesimpulan
19
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Ringkasan hasil analisis regresi linier berganda pada tabel 1 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Degree of operating leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. Nilai uji t variabel degree of operating leverage adalah sebesar 0,033dengan tingkat signifikansi 0,010. Nilai signifikansi uji t ini lebih kecil dari 0,05. Oleh karena signifikansi dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa degree of operating leverage berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga Ho ditolak. Dapat diartikan jika semakin tinggi tingkat operating leverage perusahaan maka cenderung akan meningkatkan biaya tetap perusahaan sehingga meningkatkan risiko sistematik perusahaan. 2. Degree of financial leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. Nilai uji t variabel degree of financial leverage adalah sebesar 0,092dengan tingkat signifikansi 0,415. Nilai signifikansi uji t ini lebih besar dari 0,05. Oleh karena signifikansi diatas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa degree of financial leverage tidak berpengaruh terhadap risiko sistematik, sehingga Ho diterima.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beban tetap berupa bunga pinjaman tidak menjadi pengaruh terhadap risiko sistematik perusahaan. Hal ini dikarenakan suku bunga pinjaman di Indonesia pada periode 2009-2012 cenderung stabil sehingga beban bunga yang ditanggung perusahaan tidak mengalami fluktuasi yang tajam. 3. Return on asset memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik. Nilai uji t variabel return on asset adalah sebesar -0,026dengan tingkat signifikansi 0,001. Nilai signifikansi uji t ini lebih kecil dari 0,05. Oleh karena signifikansi dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa return on asset berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga Ho ditolak. Dapat diartikan jika semakin tinggi tingkat return on asset perusahaan maka cenderung akan meningkatkan laba bersih perusahaan sehingga menurunkan risiko sistematik perusahaan. 4. Asset size memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. Nilai uji t variabel asset size adalah sebesar 0,132dengan tingkat signifikansi 0,002. Nilai signifikansi uji t ini lebih kecil dari 0,05. Oleh karena signifikansi dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa asset size berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga Ho ditolak. Dapat diartikan jika semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula risiko sistematik perusahaan. Seperti yang dijelaskan dalam hipotesis bahwa perusahaan dengan aset yang besar akan lebih mempunyai akses ke pasar modal untuk mendapatkan dana. Perusahaan juga dapat menjual asetnya untuk mendapatkan dana. Akan tetapi yang terjadi justru
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
20
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
sebaliknya dimana ketika terjadi krisis moneter, nilai aset perusahaan akan mengalami penurunan besar-besaran padahal beban tetap atas hutang akan tetap atau meningkat sesuai inflasi dan biaya tetap atas aktiva tetap juga akan tetap. Hal ini membuat perusahaan yang besar akan menghadapi risiko sistematik yang besar pula. Untuk melakukan pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama- sama dapat menggunakan teknik statistik uji-F. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai uji F adalah sebesar 5,298 dengan tingkat signifikansi 0,001. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel degree of operating leverage atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL (X2), return on asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap risiko sistematik. Uji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama- sama melalui uji-F berarti menerima H1 dan menolak Ho. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai R2 atau koefisien determinasi adalah sebesar 0,302, hal ini berarti bahwa perubahan variabel risiko sistematik(Y) yang disebabkan oleh adanya degree of operating leverage atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL (X2), return on asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) adalah sebesar 0,302 atau 30,2 % sedangkan sisanya sebesar 0,698 atau 69,8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Disamping diketahui nilai koefisien determinasi juga diperoleh nilai koefisien korelasi. Pada tabel menunjukkan nilai R atau koefisien korelasi adalah sebesar 0.502, hal ini berarti bahwa degree of operating leverage atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL (X2), return on asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) secara bersama-sama berhubungan cukup kuat dengan Risiko Sistematik (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0.549. Korelasi yang kuat karena nilai koefisien korelasinya antara 0,4 sampai dengan 0,6. E. KESIMPULAN Degree of operating leverage dan asset size berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematik perusahaan sampel, sedangkan return on asset berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko sistematik perusahaan sampel. Nilai R square sebesar 0,302 , menunjukkan sebesar 30,2% variabilitas risiko sistematik dapat dijelaskan oleh variabel DOL, DFL, ROA dan Asset size. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dan manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan. Investor dapat menganalisis berdasarkan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
21
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
risiko sistematik dan pengaruh karakteristik perusahaan terhadap risiko tersebut sebelum melakukan keputusan investasi. Manajer perusahaan juga dapat mempertimbangkan serta menyesuaikan berbagai alternatif keputusan baik dalam keputusan investasi maupun keputusan pendanaan. Sementara itu, pengaruh dari variabel penelitian ini cukup rendah, yaitu sebesar 30,2%. Oleh karena itu penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel lainnya diluar penelitian ini agar memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap risiko sistematik. DAFTAR PUSTAKA Aprilyanto, Dickie Sulistya. 2008. Pengaruh Operating Risk, Financing Risk dan Growth Risk terhadap Beta Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Beaver, W. et al. 1970. The Association Between Market-Determined and Accounting-Determined Risk Measures, The Accounting Review, vol.45, 654-682. Brimble, Mark and Allan Hodgson. 2007. Assessing The Risk Relevance of Accounting Variables in Diverse Economic Conditions, Managerial Finance, vol.33, 553-573. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gitman, Lawrence J, 2006. Principle of Managerial Finance. Eleventh Edition. San Diego State University : Pearson Addison Wesley. Hartono, Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta : BPFE. Lee, Jin Soo & SooCheong (Shawn) Jang. 2007. The Systematic-Risk Determinants of the US Airline Industry : Tourism Management 28 (2007), 434-442 Huffman, P. Stephen. 1989. The Impact of Degrees of Operating and Financial Leverage on The Systematic Risk of Common Stock : Another Look, Quarterly Journal of Business & Economics (Winter 1989), 83-100. Septania, Yenny. 2007. Pengaruh Price Book Value, Dividend Yield, ROE, ROA, dan Beta Akuntansi terhadap Beta Saham Perusahaan Consumer Goods di Bursa Efek Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
22
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Fathorrosi. 2008. Analisis Variabel-Variabel Keuangan yang Mempengaruhi Risiko Sistematis pada Saham Perusahaan Go Public dan Tergabung dalam Indeks LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Aprillia, Ranggi Chintia. 2009. Firm Specific Factor dan Risiko Sistematis dari Saham Biasa pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI 2004-2007. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Sharpe, William F. dkk. Tanpa Tahun. Investasi. Terjemahan oleh Henry Njooliangtik, Agustiono. 1997. Singapore : Prentice Hall. Van Horne dan Wachowicz. 1995. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Terjemahan oleh Heru Sutono. 1997. Jakarta : Salemba Empat.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
23
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
PENGARUH E-WOM TERHADAP NIAT BELI PADA BISNIS PERHOTELAN Nadia Nila Sari3 Maria T. Puspitarini 1 Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2 Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
ABSTRAK Dengan berkembangnya teknologi internet, dunia bisnis memasuki era di mana pemasaran menjadi lebih murah dan mudah di akses. Terutama pada pemasaran perhotelan, salah satu yang banyak di gunakan oleh website penyedia layanan reservasi hotel, ulasan (reviewer) menjadi acuan yang di gunakan calon konsumen sebagai tambahan informasi untuk memperkuat pengambilan keputusan hotel yang akan di pilih. Penelitian ini berguna untuk membantu bisnis hotel yang di kelola oleh keluarga dengan modal yang terbatas, terutama yang menggunakan jasa website penyedia layanan reservasi hotel untuk melakukan promosi dan penyebaran informasi. Di dalam website fitur ulasan dari konsumen sebelumnya seringkali ikut mempengaruhi konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan. Ulasan konsumen elektronik atau electronic word-of-mouth atau eWOM pada mulanya di kenal sebagai pemasaran dari mulut ke mulut (traditional word of mouth). Cara pemasaran ini oleh banyak penelitian dipercaya merupakan cara pemasaran yang paling efektif karena melibatkan rekomendasi dari orang yang dekat dengan konsumen. Oleh karena itu dalam penelitian ini penelitian ingin mengangkat dampak Ulasan konsumen elektronik terhadap niat beli pada website penyedia layanan reservasi hotel. Berdasarkan penelitian sebelumnya di temukan kulitas informasi (information quality), kredibilitas sumber (source credibility) dan jumlah ulasan merupakan konstruk yang di pakai sebagai variable independen ewom yang memiliki dampak terhadap niat beli konsumen. Test di lakukan dengan mengunakan Regresi berganda dan sederhanauntuk menemukan adanya pengaruh yang signifikan antar variable. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel kepercayaan kepada sumber dan jumlah ulasan yang memiliki pengaruh terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel. Kata kunci : ewom, hotel, ulasan konsumen, kualitas informasi, kredibilitas sumber, kuantitas ulasan, niat beli.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
24
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
A. PENDAHULUAN Perkembangan yang terjadi di bidang teknologi informasi (IT) dan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Salah satu dampaknya adalah munculnya dunia baru yang disebut sebagai dunia maya, di mana kita terhubung satu sama lain melalui World Wide Web, terkadang yang di sebut juga sebagai internet. Corigliano and Baggio (2006) mengungkapkan bahwa Internet hadir dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi kepada publik. Dalam kaitan dengan menyebarluaskan informasi kepada publik, internet telah beperan penting dalam merubah tatanan industri dunia, terutama industri pariwisata. Gursoy and McCleary (2004) dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa ICT digunakan secara luas dalam industri seperti industri penerbangan dan travel, hospitaliti, operator perjalanan wisata, agen perjalanan, komputer reservasi dan sistem manajemen untuk destinasi dan pariwisata. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun 2012, ada empat belas pilar yang dapat menunjang pencapaian keunggulan kompetitif sebuah Negara dalam industri perjalanan dan pariwisata (Travel and Tourism-T&T), satu diantaranya adalah ICT. ICT (ex. internet, mobile technology, and wireless computing) menyediakan akses yang cepat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan dan terbarukan mengenai destinasi diseluruh dunia. Informasi yang diperoleh melalui internet, sebagai salah satu bagian dari ICT tidak melulu berisi informasi formal yang dikeluarkan oleh organisasi bisnis penyedia produk. Konsumen, melalui internet dapat dengan mudah memperoleh informasi informal yang berasal dari konsumen lainnya mengenai satu produk. Komunikasi informal tersebut sering disebut juga dengan word-of-mouth atau getok tular. Sejak tahun 1960-an, penelitian terkait dengan pemasaran dan perilaku konsumen untuk mempelajari teknik getok tular, yang kemudian dikembangkan untuk menyelidiki dampaknya terhadap keputusan pembelian konsumen sudah sering dilakukan. Salah satu prinsip penting dalam perilaku konsumen adalah bahwa setiap konsumen memiliki kemampuan yang kuat untuk saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini memperlihatkan kepada kita, bahwa penggunaan sistem getok tular sudah sejak lama diakui sebagai salah satu alat pemasaran yang jika dikelola dengan baik akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap keberhasilan pemasaran suatu produk. Melalui internet, interaksi yang terjalin diantara mereka menjadi semakin kuat. Contoh sarana bagi konsumen untuk berbagi pengalaman dan opini mereka dalam industri pariwisata dan hospitaliti adalah tripadvisor.com. Melalui situs ini, setiap orang memiliki kebebasan untuk berbagi pengalaman dan mengungkapkan opini mereka terkait dengan produk pariwisata yang
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
25
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
sudah, akan, atau pun sedang mereka konsumsi. Karena informasi yang ada merupakan informasi yang berasal dari konsumen, sehingga bebas dari bias. Atau seperti yang diungkapkan dalam situs mereka, sebagaimana dikutip oleh Litvin et.al. (2007): „„the largest site for unbiased travel reviews (which) gives you the real story about hotels, attractions, and restaurants around the world.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi eWom terhadap niat beli perhotelan. Dengan mengetahui variabel yang mempengaruhi ulasan, maka perusahaan jasa website serta bisnis hotel keluarga dapat mengetahui variabel apa saja yang harus di tingkatkan dalam penggunaan fitur ulasan konsumen sehingga dapat membantu promosi perhotelan. B. KAJIAN PUSTAKA Perkembangan hotel/website perhotelan Industri perhotelan merupakan salah satu industri pertama yang menerapkan penggunaan ICT dalam operasional bisnis mereka selain industri penerbangan, melalui penerapan Computerized Reservation System (CRS) (Meladze and Jerenashvilli, 2012). Sebagai salah satu dampak dari meningkatnya penggunaan e-business dalam hotel, diawali dengan peningkatan jumlah website yang dibuat dengan menawarkan fungsi pencarian informasi konsumen dan pengalaman pembelian. Hal ini meningkatkan jumlah konsumen yang melakukan pemesanan langsung dengan hotel atau penginapan yang dituju tanpa melalui perantara agen perjalanan. Yang menarik disini adalah bahwa tidak hanya hotel berbintang saja yang memanfaatkan keberadaan internet, banyak penginapan (lodging), maupun hostel yang merupakan usaha kecil (SME - Small and Medium Enterprise) tidak ketinggalan memanfaatkan internet sebagai salah satu alat promosi mereka. Organisation for Economic Co-operation and Develepment (OECD) dalam laporannya mengenai ICT, e-business and SMEs pada tahun 2004, mengungkapkan bahwa SMEs menggunakan internet untuk melakukan komunikasi eksternal yang lebih intens dengan tujuan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan usaha mereka. Internet juga digunakan untuk berkomunikasi lewat e-mail, menyediakan informasi mengenai produk dan pelayanan melalui website perusahaan, sarana untuk berkomunikasi dengan konsumen dan memperoleh umpan balik dari mereka. Kegunaan lainnya untuk memperoleh informasi mengenai kompetitor, konsumen dan supplier. Berdasarkan data yang di dapat dari www.bps.go.id , menyatakan bawah Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang Tahun 2006-2010 mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Jika di bandingkan dengan data jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang Tahun 2006-2010, menunjukan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
26
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
perbedaan yang sangat jauh terhadap minat tamu Indonesia untuk tinggal di hotel non-bintang daripada hotel bintang. Hal ini menunjukan bahwa minta wisatawan lokal terhadap hotel kecil sangat besar. Data di lihat dari tabel di bahwa ini. Tabel 1. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang & Bintang Menurut Provinsi Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang Indonesia 11,659.30 13,113.20 14,358.50 17,212.70 18,560.20 Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang Indonesia 21,148,728 24,558,552 24,185,762 25,767,342 28,025,457 Sumber: www.bps.go.id eWOM dan online review Word-of-mouth dapat dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi antara konsumen dan calon konsumen potensial mengenai produk barang atau jasa yang sifatnya independen dari segala bias. Dapat diartikan juga sebagai sebuah aktivitas pasca pembelian yang memerlukan baik keinginan maupun motivasi (Tag-Eldeen). Definisi Westbrook (1987) mengenai electronic Word-of-mouth (eWOM) sebagaimana dikutip oleh Litvin et.al (2007) mengungkapkan bahwa eWOM dapat dipandang sebagai satu bentuk komunikasi informal yang ditujukan kepada konsumen dan disampaikan melalui teknologi berbasis internet, berkaitan dengan penggunaan atau karakteristik tertentu mengenai produk barang dan jasa, atau penjual dari produk tersebut. Ini mencakup komunikasi yang terjadi antara produsen dan konsumen, juga komunikasi diantara konsumen, dimana keduanya merupakan satu kesatuan dalam arus komunikasi WOM yang terpisah dari bentuk komunikasi melalui media masa semisal advertising. Model Elaborasi Kemungkinan ( Elaborative Likelihood Model) Dalam penelitian ini penulis mengunakan teori model elaborasi kemungkinan yang merupakan temuan dari Richard Petty and John Cacioppo (1986) dalam Cheung et al (2008). Dalam teori ini Petty and Cacioppo menjelaskan tentang dua jalan mempengaruhi seseorang, yaitu rute sentral dan rute pinggir. Rute sentral memandang perubahan sikap sebagai hasil dari ketekunan seseorang mempertimbangkan suatu informasi yang mereka anggap fokusnya pada tujuan asli sikap tertentu (Petty et al 1983, copyright 2001). Rute sentral berasumsi bahwa orang akan tertarik dengan pesan yang di sampaikan, mempunya waktu
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
27
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
untuk mendengarkan dan dapat mengevaluasi bukti yang di sampaikan dengan pikiran yang terbuka. Rute pinggir ( peripheral route) adalah perubahan sikap yang terjadi melalui rute pinggir, tidak mempertimbangkan secara personal pro dan kontra sebuah permasalahan, tetap karena sikap permasalahan berkaitan dengan permasalahan pro dan kontralah sikap atau objek yang berkaitan dengan isyrat positif dan negatif atau karena seseorang membuat keseimpulan yang sederhana mengenai tujuan posisi advokat, berdasarkan isyarat sederhana dalam konteks persuasif. Di dalam penelitian ini, aplikasi dari model kemungkinan elaborasi di ambil dari kualitas argumen yang di nilai sebagai cara konsumen memproses informasi secara rute central. Sedangkan konsumen akan memproses informasi dengan cara rute pinggir akan berfokus pada kredibilitas sumber yang menyampaikan pesan dan jumlah dari ulasan pada werbsite penyedia informasi hotel. Kualitas Informasi / Kualitas Argumen (Relevan, Aktualitas, Ketepatan, Kelengkapan) Berdasarkan studi yang di lakukan oleh Bhattacherjee and Sanford (2006), kualitas argumen adalah kekuatan persuasif dari sebuah argument yang tertanam dalam pesan informasi. Definisi menurut literatur Sistem informasi, kualitas informasi merupakan istilah dari kredibilitas, objektifitas, ketepatan waktu, kemudahan untuk di mengerti serta kecukupan informasi (Bailey and Pearson 1983, Mahmood and Medewitz, 1985, Negash et al 2003 dalam Lee et al 2007). Menentukan persepsi kualitas informasi bagi konsumen pada suatu web merupakan elemen penting untuk menilai potensi tingkah laku pembelian (Cheung et al, 2008). Dalam lingkungan mediasi komputer, keputusan pembelian konsumen terhadap produk dan jasa dapat di tentukan oleh persepi konsumen terhadap kualitas informasi yang mereka terima. Pesan yang kuat yang mudah dimengerti dan objektif dipertimbangkan lebih efektif untuk merubah sikap daripada pesan yang lemah yang menujukan emosional dan subjektif (Petty and Cacioppo, 1983; Petty et al., 1983 dalam Lee 2009). Ulasan online yang mudah di mengerti dengan argument fakta yang mendukung, lebihpersuasif daripada ulasan yang mengunakan perasan subjektif dan komentar yang emosional. Studi yang di lakukan oleh Lee (2009) membuktikan bahwa kualitas argumen memiliki efek yang positif terhadap niat beli. DeLone and McLean (2003) dalam Cheung et al (2008) menekankan bahwa keakuratan, relevansi, pemahaman, kelengkapan, berlakunya informasi, dinamisme, personalisasi, dan berbagai ukuran kualitas informasi adalah tiga dimensi utama yang berkaitan dengan kualitas informasi.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
28
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Di dalam studi ini, penulis mengadopsi penelitian yang di lakukan oleh Cheung et al (2008) yang mengunakan empat empat dimensi kualitas informasi yaitu : relevansi, ketepatan waktu, akuritas dan kelengkapan informasi. Relevansi Studi yang di lakukan oleh Lee et al (2007) mendefenisikan relevan sebagai tingkat kesesuaian antara informasi yang di inginkan atau di syaratkan oleh konsumen untuk mengevaluasi produk dan informasi yang tersedia pada ulasan konsumen online. Selain keinginan konsumen dalam memperoleh informasi yang sesuai, konsumen juga menginginkan informasi yang update dalam waktu cepat. Menurut Cheung et al (2008), konsumen membutuhkan informasi yang relevan mengenai suatu produk dalam waktu yang singkat karena konsumen masa kini memiliki kesadaran yang lebih akan pengunaan waktu. Penguna internet jarang membaca halaman web secara detail, mereka biasanya melakukan scan untuk menemukan informasi yang mereka butuhkan, dengan cepat dan usaha yang sedikit(Madu and Madu, 2002 Nah and Davis, 2002 dalam Cheung et al 2008). Oleh karena itu variabel relevan penting dalam menentukan pentingnya suatu informasi bagi konsumen. Hasil studi yang di lakukan oleh Cheung et al menunjukan bahwa relevan terbukti memiliki dampak yang signifikan terhadap persepsi kegunaan informasi. Dengan demikian hipotesis ke-dua dari penelitian ini adalah: H1 : Ulasan konsumen yang relevan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap niat beli terhadap hotel pada website penyedia informasi perghotelan. Aktualitas (Timeliness) Aktualitas menurut studi yang dilakukan oleh Cheung et al (2008) berfokus pada apakah pesan tersebut masih berlaku, tepat waktu dan selalu di perbaharui (up-to-date). Di dalam penelitian yang di lakukan oleh Lin (2009) terdapat tiga manfaat dari internet, yaitu kenyamanan, harga yang rendah dan informasi yang luas. Website merupakan media yang efektif dalam penyebaran informasi oleh karena sangat penting agar informasi disampaikan dengan cepat serta selalu di perbaharui. Ketika sebuah website tidak dapat memperbaharui informasi secara konsisten, website tersebut tidak dapat memberikan kinerja seperti yang di inginkan oleh konsumen, sehingga tidak mampu menyediakan nilai tambah bagi penguna (Madu and Madu, 2002 dalam Cheung et al 2008). Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka di dapatkan hipotesis seperti di bawah ini: H2 : Ulasan konsumen yang aktual memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap niat beli terhadap hotel pada website penyedia informasi hotel.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
29
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Ketepatan (Accuracy) Ketepatan dari suatu pesan berfokus kepada reliabilitasnya (Cheung et al, 2008). Berdasarkan studi yang di lakukan oleh Lee et al (2007), reliabilitas adalah ketergantungan dari informasi. Ketepatan suatu pesan mewakilkan persepsi penguna bahwa informasi tersebut benar (Wixom and Todd, 2005). Teori kekayaan media menyatakan bahwa pertukaran kualitas, ketepatan dan reliabilitas pertukaran informasi antara media adalah penting (Daft and Lengel, 1986 dalam Cheung et al 2008). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka terbentuk hipotesis dibawah ini: H3 : Ulasan konsumen yang akurat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat belihotel pada website penyedia informasi hotel. Kelengkapan (comprehensiveness) Studi Cheung et al (2008) menyatakan bawah kelengkapan dari suatu informasi di pandang sebagai lengkapnya suatu informasi. Keunggulan internet adalah menyediakan informasi yang lengkap. Dalam studi yang di lakukan oleh Sullivan (1999) menuliskan bahwa semakin detil sebuah informasi, semakin luas jangkauan kategori penguna dan orientasi penguna dari suatu website. Hal ini akan menyebabkan besarnya kemungkinan perolehan dan penyimpanan penguna. H4 : Ulasan konsumen yang lengkap mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap niat beli hotel pada website penyedia informasi hotel. Source Credibility Kredibilitas komunikator, daya tarik, penampilan fisik, familiaritas dan kekuasaan dari sumber merupakan atribut yang memiliki dampak terhadap kredebilitas sumber (Hovland and Weiss, 1951 dalam Cheung et at, 2009). Atribut yang positif menurut Eagley and Chaiken (1993) lebih persuasif daripada atribut yang kurang positif. Meskipun demikian, studi yang di lakukan oleh Cheung et al ( 2009) dalam computer-mediated communication (CMC) di mana ada pertukaran pesan dalam bentuk text, daya tarik dan penampilan fisik dari sumber sulit untuk di nilai karena diskusi virtual tidak mengijinkan adanya penyampaian yang demikian. Di dalam ewom, isyarat yang menonjol mengenai sumber di dapat dari kredebilitas reputasi dari reviewer yang di nilai oleh penguna eWom. Penguna internet dapat mempercayai anggota lainnya berdasarkan sejarah postingan mereka, tingkat rating reviewer yang akan menjadi kredibilitas reviewer (Zhang and Wats, 2008). Pembaca berpersepsi kredibilitas sumber mempengaruhi persepsi terhadap rekomendasi yang kredibel. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa manusia cenderung
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
30
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
mempercayai informasi dengan sumber yang credible daripada sumber yang rendah kredebilitasnya dalam menerima informasi (Cheung et al, 2009). Di dalam studi yang di lakukan oleh Cheung et al (2008), Berdasarkan uraian di atas, di dapatin bahwa keahlian sumber dan sumber yang dapat di percaya adalah dua dimensi kunci dari investigasi lebih dalam mengenai kredibilitas sumber. Kebebasan melakukan plunlikasi dan mengekspresikan apa yang di rasakan mengenai suatu produk maupun layanan oleh penguna dalam lingkungan internet seringkali tanpa menyatakan identutas sesungguhnya dari penguna. Oleh karena itu penguna harus dapat mempertimbangkan kontribusi kontribusi dari reviewer agar dapat menentukan untyk mengadopsi maupun menolak informasi yang di tampilkan. Jika konsumen berpikir bahwa komentar yang di publikasikan memiliki kredibilitas yang tinggi (keahlian dan kepercayaan sumber) maka konsumen akan cenderung mengadopsi informasi tersebut : H5: Sumber yang ahli dari ulasan konsumen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat beli hotel pada website penyedia informasi hotel. H6: Sumber yang dapat di percaya dari ulasan konsumen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel. Quantity of Reviewer Jumlah ulasan merupakan jumlah ulasan yang di publikasikan oleh konsumen (Cheung and Thadani 2010). Menurut studi yang di lakukan oleh Park et al (2008), jumlah ulasan berkaitan dengan jumlah konsumen yang pernah mengunakan produk atau jasa sebelumnya sehingga menunjukan popularitas dari suatu produk. Popularitas dari produk di tentukan oleh jumlah ulasan online karena dapat mewakilkan kinerja sebuah produk dalam suatu pasar (Chevalier and Mayzlin, 2003). Jumlah ulasan mempengaruhi proses pencarian informasi oleh konsumen, hal tersebut juga mempengaruhi jumlah ulasan informasi (Park et al, 2008). Dalam melakukan pembelian, konsumen membutuhkan referensi yang menguatkan kepercayaan diri mereka dalam mengurangi ketakutan membuat kesalahan atau resiko ketika berbelanja. Jumlah ulasan konsumen mewakilkan popularitas dan pentinya suatu produk (Lee, 2009). Jika jumlah ulasan yang positif meningkat, jumlah orang yang merekomendasikan suatu produk akan meningkat karena pembeli sebelumnya akan melakukan ulasan. Peningkatan jumlah usalan sering kali memimpin konsumen untuk membeli karena konsumen berpikir bahwa produk dengan ulasan yang banyak merupakan produk yang popular dan memiliki penjualan yang tinggi. (Park and Lee, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis nya adalah :
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
31
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
H7 : Sumber yang dapat di percaya dari ulasan konsumen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel.
Gambar 1. Model Penelitian C. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan hasil penelitian, di sebarkan kuesioner berbasis kertas dengan metode sampling convenience. Pertanyaan berisi 25 item yang meminta pendapat /atau opini responden terkait dengan variable relevan, aktualitas, ketepatan, kelengkapan, keahlian sumber, kepercayaan terhadap sumber, jumlah ulasan dan niat beli. Skala 7 Likert di gunakan untuk menjawab pertanyaan. Pertama-tama responden di beri contoh ulasan konsumen yang di copy dari salah satu website penyedia informasi perhotelan. Pada gambar tersebut di jelaskan apa yang di maksud 8 variable yang akan di ujikan, kemudian responden di minta memberikan pendapatnya berdasarkan pertanyaan yang tersedia, termasuk demografi responden. Kuesioner di sebarkan kepada 207 mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan Unika Atma Jaya Jakarta yang di pakai peneliti sebagai responden dalam penelitian ini. Berdasarkan Grail Research (2011),
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
32
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
mahasiswa sebagai generasi Z yang merupakan generasi yang lahir antara pertengahan 1990 dan 2010 dikenal sebagai “Digital Natives”. Ciri dari tingkah laku generasi Z adalah rasa nyaman dan ketergantungan terhadap teknologi serta tumbuh dalam dunia digital. Banyak perusahaan yang menarget generasi Z karena mereka mengadopsi cara pemasaran berbasis teknologi dan saluran-saluran penjualan seperti, SMS, internet mobil, portal jejaring sosial dan lain-lain. Selain itu, peneliti memilih mahasiswa karena keterbatasan uang saku yang di miliki dalam mencari atau melakukan pemesanan hotel. Usaha hotel yang di kelola oleh keluarga sering menghadapi permasalahan keterbatasan dana, keterbatasan dana menyebabkan keterbatasan fasilitas, dan sering kali menyasar kelas menengah ke bawah atau konsumen yang berpendapatan rendah, dalam hal ini mahasiswa peneliti nilai sesuai untuk menjadi target penelitian. Untuk melakukan pengujian instrument validitas dan reliabilitas digunakan Faktor Analisis dan Cronbach Alpha. Untuk menguji pengaruh antar variabel independen dan dependen di gunakan Regresi berganda dan Regresi sederhana. Demorgrafi konsumen mengunakan statistik deskriptif. Aplikasi yang di gunakan untuk mengolah ialah SPSS 16.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Demografis Responden Data responden diambil dari dua perguruan tinggi di dua kota besar yaitu Atma Jaya Yogyakarta dan Unika Atma Jaya Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuota 110 kuesioner untuk masing-masing perguruan tinggi untuk kemudian dibagi berdasarkan pada proporsi mahasiswa di masing-masing fakultas. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran responden yang mendekati populasi penelitian. Dari total 220 kuesioner yang disebar dalam kurun waktu minggu I dan II bulan Oktober 2012, peneliti memperoleh 207 kuesioner yang memenuhi syarat untuk dilakukan pengolahan data lebih lanjut dengan menggunakan bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science). Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa 43 % responden adalah laki laki dan 57 % responden perempuan. Untuk usia, dari 207 responden, 202 responden atau sekitar 97.6 % berusia dibawah 25 tahun, 1.9% berusia antara 25 – 30 tahun dan hanya 1 responden yang berusia diantara 36 – 40 tahun. Hasil yang kurang lebih sama diperoleh dari variable demografis status pernikahan. 97.6% responden berstatus lajang, 1.4% responden berstatus menikah dan 1% reponden mengaku pernah menikah. Variabel selanjutnya adalah tingkat
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
33
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
pendapatan. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendapatan responden cukup bervariasi. Sebanyak 66.7% responden memiliki tingkat pendapatan dibawah Rp. 1,500,000,-, 26.1% responden memiliki tingkat pendapatan Rp. 1,500,000 – 4,500,000; 5.8% memiliki pendapatan Rp. 4,500,000 – Rp. 7,000,000,- dan hanya 1.4% responden yang memiliki tingkat pendapatan diatas Rp. 10,000,000.- Mengenai jumlah kunjungan responden ke website penyedia informasi reservasi hotel selama 6 bulan terakhir, sebanyak 65.2% responden mengaku mengunjungi website tersebut antara 2-10 kali, sementara 8.2% responden mengaku mengunjungi website lebih dari 10 kali dan ada 26.1% responden yang menyatakan belum pernah mengunjungi website penyedia informasi perhotelan sama sekali dalam 6 bulan terakhir. Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil Tabel 1 untuk nilai Bartlett's Test of Sphericity adalah 0.000. Berdasarkan Hair et al (2010:104) statistik signifikan Barlett’s test of sphericity (sig. < 0.05) mengindikasikan bahwa ada korelasi yang cukup antara variabel untuk diproses, nilai Barlett’s test of sphericity adalah 0.000 sehingga dapat variabel dapat dip roses lebih lanjut. Hasil uji validitas dengan mengunakan Faktor Analisis, di dapatkan bahwa semua variabel memiliki validitas yang bagus dengan faktor loading lebih dari 0.05. Hair et al (2010:118) menyatakan bahwa nilai yang lebih dari 0.05 secara umum data di pertimbangkan practically significant. Kecuali untuk item pertanyaan A2 dan SE1 harus di hilangkan dari pertanyaan karena memiliki faktor loading kurang dari 0.5 dan tidak berada di faktor yang sama. Di bawah ini adalah hasil uji validitas yang di lakukan dengan Fator Analisis.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Bartlett's Test of Sphericity Signifikan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
654.801 .000
34
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Rotated Component Matrix Component 1 2 R1 R2 R3 T1 T2 T3 A1 A3 C1 C2 C3 C4 SE2 SE3 ST1 ST2 ST3 Q1 Q2 Q3 PI1 PI2 PI3
3
4
5
,736 ,817 ,797 ,752 ,701 ,795 ,662 ,663 ,862 ,850 ,699 ,696 ,783 ,693 ,820 ,848 ,670 ,645 ,793 ,848 ,705 ,843 ,861
Reliabilitas Untuk mengukur reliabilitas, di gunakan internal consistency yang mengukur konsistensi antara variabel dalam summated scale (Hair et al 2010:127). Reliabilitas koefisien di ukur dengan Cronbach Alpha. Di dalam buku Hair et al, Cronbach Alpha harus lebih besar daripada 0.7 Hasil uji Reliabilitas menunjukan bahwa semua variable adalah di atas 0,7 sehingga butir pertanyaan di nyatakan reliable. Hasil uji reliabilitas.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
35
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variable Relevan (R) Ketepatan waktu (T) Ketepatan (A) Kelengkapan (C) Keahlian Sumber (SE) Kepercayaan thd Sumber (ST) Jumlah Ulasan (Q) Niat Beli (PI)
Cronbach Alpha 0.850 0.898 0.779 0.851 0.719 0.836 0.893 0.881
Item Pertanyaan 3 3 2 3 2 3 3 3
Hasil Uji Regresi Berdasarkan hasil yang dapat di lihat pada tabel, regresi berganda digunakan untuk menemukan hubungan dari kualitas informasi dan kredibilitas sumber terhadap niat beli. Regresi sederhana di gunakan untuk menemukan hubungan antara jumlah ulasan konsumen terhadap niat beli, karena tidak hanya memiliki satu variable independen. Hasil pengujian hipotesis variabel kualitas informasi yaitu H1, H2, H3, H4 di temukan bahwa relevan, aktualitas, ketepatan, kelengkapan ulasan konsumen pada website penyedia informasi perhotelan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap niat beli hotel. Hal tersebut dapat di lihat dari hasil pvalue relevan (0.094), aktualitas (0.091), ketepatan (0.716) dan kelengkapan (0.498) yang lebih besar dari 0.05. Menurut Hair, Black, agar hasil menjadi signifikan, nilai p-value dari variabel harus < 0.05 nilai probabilitas. Nilai R Square menunjukan bahwa 9.6% dari variance niat beli dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variable relevan, aktualitas, ketepatan dan kelengkapan pesan. Hasil pengujian kredebilitas sumber dengan dua variable keahlian sumber dan kepercayaan terhadap sumber menujukan bahwa H5 yaitu keahlian sumber ulasan konsumen pada pada website penyedia informasi perhotelan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap niat beli hotel. Di tujukan dengan nilai p-value variable keahlian sumber (0.815) yang lebih besar dari 0.05. Akan tetapi untuk H6 yaitu kepercayaan terhadap sumber hasil pengujian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan pada sumber dalam ulasan konsumen pada website penyedia informasi perhotelan terhadap niat beli hotel, yang di tunjukan dengan p-value yang lebih kecil daripada 0.05 yaitu 0.000. Menurut responden variabel ini merupakan variabel yang penting dalam menentukan keinginan membeli
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
36
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
konsumen. Nilai R Square menunjukan bahwa 25.5% dari variance niat beli dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variable keahlian sumber dan kepercayaan kepada sumber. Hasil pengujian terhadap variabel jumlah ulasan menunjukan bahwa H6 terbukti memiliki hubungan yang signifikan antara jumlah ulasan pada website penyedia informasi perhotelan terhadap niat beli hotel. Yang di tunjukan melalui nilai p-value yang lebih rendah (0.000) daripada 0.05 nilai probabilitas. Nilai R Square menunjukan bahwa 13,7% dari variance niat beli dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variable jumlah ulasan.
Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Regresi Kualitas Informasi R Square : 0.096 Adjusted R Square : 0.078 Model Standardized β Sig. Relevan (R) 0.133 0.094 Aktualitas (T) 0.035 0.716 Ketepatan (A) 0.161 0.091 Kelengkapan (C) 0.056 0.498 Kredibilitas Sumber R Square : 0.255 Adjusted R Square : 0.247 Model Standardized β Sig. Keahlian Sumber 0.017 0.815 (SE) Kepercayaan 0.494 0.000 terhadap Sumber (ST) Jumlah Ulasan Konsumen R Square : 0.137 Adjusted R Square : 0.133 Model Standardized β Sig. Jumlah Ulasan 0.370 0.000 Konsumen Pembahasan Berdasarkan hasil yang di dapatkan melalui pengujian hipotesis. Ditemukan bahwa hanya variable kepercayaan terhadap sumber dan jumlah ulasan konsumen yang memiliki pengaruh terhadap niat beli hotel. Kualitas Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
37
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
informasi yang terdiri dari variabel relevan, aktualitas, ketepatan, dan klengkapan terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap niat beli hotel di bandingkan kepercayaan terhadap sumber dan jumlah ulasan. Hal ini kemungkinan terjadi karena melihat mahasiswa lebih cenderung memproses informasi dengan cara rute pinggir dari model teori kemungkinan elaborasi. Mereka tidak melihat dari isi pesan tersebut tetapi melalui sumber yang memberikan pesan tersebut dan jumlah konsumen sebelumnya yang memberikan ulasan, hal tersebut menarik karena menujukan kepopuleran dari hotel tertentu. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keahlian sumber terhadap niat beli, di temukan bahwa kepercayaan terhadap sumber memiliki pengaruh terhadap niat beli daripada keahlian sumber. Di dalam website penyedia informasi perhotelan konsumen tidak dapat mengetahui apakah orang yang memberikan ulasan adalah orang cukup berkompetensi dalam memberikan ulasan mengenai hotel tersebut. Akan tetapi seseorang yang memberikan ulasan harus melakukan registrasi yang akan memberikan otoritas kepada website tersebut informasi yang valid mengenai anggota dalam website tersebut karena akan di gunakan untuk informasi reservasi hotel. Informasi yang di tampilkan di dalam ulasan konsumen biasanya informasi yang berhubungan dengan nama, kebangsaan dan jenis traveler, adanya keharusan bagi konsumen untuk menginput informasi yang benar di website tersebut ikut membangun kepercayaan konsumen terhadap sumber yang memberikan ulasan. Jenis respondent yang adalah mahasiswa, juga mempengaruhi, berdasarkan data demografi di temukan bahwa uang saku yang di peroleh mahasiswa berkira 1.500.000 ke bawah, sehingga mereka lebih memusatkan pada hotel yang murah daripada isi pesan daripada ulasan. Implikasi dalam dunia riset, studi ini memberi kontribusi terhaap penelitian electronic word of mouth. Praktikal implikasi terhadap bisnis keluarga adalah penelitian ini membantu bisnis hotel untuk dapat mengunakan website penyedia informasi perhotelan yang sering kali tidak di tuntut biaya dalam mempromosikan hotel mereka. Serta mengunakan electronic word of mouth yaitu ulasan konsumen.
E. PENUTUP Tujuh konstruk yang di gunakan dalam penelitian ini hanya menjelaskan sedikit variance terhadap niat beli hotel melalui ulasan konsumen pada website penyedia informasi perhotelan, mengindikasikan bahwa ada predictor yang penting yang belum di masukan di dalam model ini. Untuk penelitian selanjutnya peneliti akan melakukan penelitian dengan menambah variable
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
38
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
lain antara lain keterikatan sosial, panjang ulasan, tipe pembeli ulasan, detil ulasan, helpfulness dan persuasiveness (Cheung dan Thadani, 2010). Studi responden dari penelitian ini mengunakan mahasiswa yang mewakilkan pendapatan yang rendah. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti akan mengembangkan studi responden yang lebih luas yaitu backpacker, konsumen hotel bisnis, maupun keluarga. Peneliti akan mengekplorasi untuk menemukan tipe traveler maupun mengunakan komunitas traveler lainnya sehingga dapat membantu hotel-hotel kecil untuk mengembangkan bisnisnya dan mendapatkan manfaat dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi Tahun 2003-2010 (Ribuan). http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=16¬ab=5. Diakses tanggal 12 Oktober 2012. Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang Menurut Provinsi Tahun 2003-2010. http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=16¬ab=7. Diakses tanggal 12 Oktober 2012. Bulhalis, D. Tourism: Information Tecnologies for Strategic Tourism Management. 2003. Cheung, C.M.K dan Thadani, D. R. 2010. The Effectiveness of Electronic WordOf-Mouth Communication: A Literature Analysis. 23rd Bled eConference e-Trust: Implication for theIndividual, Enterprises and Society. June 20 – 23, 2010; Bled, Slovenia. Cheung, C.M.K., Lee, M.K.O, Rabjohn, N. 2008. The impact of electronic wordof-mouth: The of online opinions in online customer communities. Internet Research. 18(3), pp.229-247. Cheung, M., Luo, C., Sia, C., & Chen, H. 2009. Credibility of Electronic Wordof-Mouth:Informational and Normative Determinants of Online Consumer Recommendations. International Journal of Electronic Commerce, 13(4),9. Chevalier, J.A. and Mayzlin, D. 2003. The Effect of Word of Mouth on Sales: Online Book Reviews. NBER Working Paper No. 10148. Eagley, J.E. and Chaiken, S.1993. The Psychology of Attitude, Harcourt Brace Jovanvich,FortWorth, TX. Grail Research.2011. Consumers of Tomorrow Insights and Observations About Generation
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
39
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Z.http://www.grailresearch.com/pdf/ContenPodsPdf/Consumers_of_T omorrow_Insights_and_Observations_About_Generation_Z.pdf. Di akses tanggal 12 Oktober 2012. Gursoy, D., and K.W. MCClearly. An Integrative Model of Tourists’ Information Search Behavior, Annals of Tourism Research. 2004. Hair, J.F.Jr., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. 2010. Multivariate Data Analysis, AGlobal Perspective. 7th Ed. Pearson Education, Inc, Upper Saddle River. Lee, J., Park, D.H., Han, I. 2007. The effect of negative online consumer reviews on product attitude: An information processing view. Electronic Commerce Research andApplication. Vol. 7, pp. 341-352. Lee, S. H., 2009. How do online reviews affect purchasing intention?. African Journal fBusiness Management. Vol.3(10), pp. 576-581. Lin, P.J., 2009. Factors Influencing Purchase Intention for Online Travel Products- Case Study of Taiwanese Consumers. Thesis submitted to the Cardiff School of Management. Litvin, Stephen W., Goldsmith Ronald E., and Pan, Bing. 2008. Electronic wordof-mouth in Hospitality and Tourism Management. Tourism Management. Vol 29. 458 – 468. Meladze, Maria and Jerenashvili, Nino. 2012. Demand for Modern Information and Communication Systems in Tourism. Europe Scientific Journal. Vol. 8, No. 2. P. 1857 – 7881 OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) Report. 2004. ICT, e-business and SMEs. FranceBhattacherjee, A., Sanford, C. 2006. Influence process for information technology acceptance:anelaboration likelihood model. MIS Quarterly, Vol. 30 No. 4, pp. 805 – 25. Park, C. and Lee, T. 2009. Information direction, website reputation and eWOM effect: Amoderating role of product type. Journal of Business Research, 62(1), 61. Park, Do-Hyung, Kim, Sara, Han, Ingoo, 2008. The effects of Consumer Knowledge on Message Processing of Electronic Word of Mouth Via Online Consumer Reviews. ElectronicCommerce Research and Applications. Volume 7, Issue 4, Winter 2008, Pp 399–410. Petty, E. R., Cacioppo, J. T., Shumann, D., 1983, Copyright 2001. Central and Peripheral Routesto Advertising Effectiveness: The Moderating Role of Involvement. Journal of Consumer Research. Vol. 10. pp.135-136. Sullivan, C.1999. Marketing the web in other media. Editor & Publisher. Vol.132(9), p. 30.Wixom, B.H., and Todd, P.A. 2005. A theoretical
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
40
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
integration of user satisfaction and technology acceptance. Information System Research.Vol. 16(1), pp. 85-102. Tag-Eldeen, Asraf A. Assesment of Electronic word-of-mouth on Customers’ Purchasing Decisions of Hospitality Services in Egypt. 2 nd Advances in Hospitality & Tourism Marketing and Management Conference. ISBN: 978-960-287-139-3. World Economic Forum. 2012. Insight Report: The ASEAN Travel and Tourism Competitiveness Report 2012, Fostering Prosperity and Regional Integration through Travel and Tourism. Geneva.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
41
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
PENGARUH KOMPETENSI OPERASIONAL, KEARIFAN OPERASIONAL, DAN ORIENTASI PEMECAHAN MASALAH KARYAWAN LINI DEPAN TERHADAP KEPERCAYAAN DALAM MEMBENTUK LOYALITAS KONSUMEN Hermansyah Andi Wibowo4 Universitas Serang Raya
[email protected]
ABSTRAK Dalam literatur pemasaran hubungan (relationship marketing), peran sentral kepercayaan (trust) dalam kaitannya dengan upaya pembentukan dan pemeliharaan hubungan antara perusahaan dan stakeholders-nya, menjadi diskusi yang hangat di antara para ilmuwan pemasaran hubungan. Sejumlah penelitian konseptual dan uji empiris yang dilakukan menghasilkan banyak model yang membahas faktor-faktor yang menjadi antaseden-anteseden kepercayaan serta pengaruh kepercayaan terhadap loyalitas. Kendatipun demikian, masih belum didapati model yang mampu menjelaskan praktik-praktik apa saja yang dapat menumbuhkan kepercayaan yang pada gilirannya memengaruhi loyalitas. Untuk mengisi kekosongan ini, serta dengan membatasi permasalahan kepercayaan menjadi kepercayaan konsumen, Sirdesmukh, et al (2002) melakukan penelitian yang bertujuan menjelaskan perilaku-perilaku apa saja yang dapat memengaruhi kepercayaan konsumen. Hasil penelitian Sirdesmukh, et al (2002) menunjukkan bahwa kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah merupakan prediktor-prediktor yang signifikan memengaruhi kepercayaan konsumen secara positif. Temuan yang lain berupa diperolehnya bukti empiris bahwa secara signifikan kepercayaan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Dengan sejumlah adaptasi dari model yang dikembangkan Sirdesmukh, et al (2002), penelitian ini menguji ulang hipotesis-hipotesis yang terkait dengan anteseden-anteseden kepercayaan konsumen kepada KLD, dan dampaknya bagi loyalitas konsumen kepada perusahaan. Kata kunci: relationship marketing, kompetensi operasional, kearifan operasional, orientasi pemecahan masalah, kepercayaan konsumen, loyalitas konsumen.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
42
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
A. PENDAHULUAN Bertumbuhnya arti penting pemasaran hubungan (relationship marketing), telah meningkatkan perhatian terhadap peran kepercayaan (trust) dalam mengembangkan hubungan yang kuat (Sirdesmukh, et.al., 2002). Sehubungan dengan hal tersebut, perhatian para peneliti terhadap peranan variabel kepercayaan dalam memengaruhi hubungan dapat dilihat dari banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari pelbagai bidang ilmu seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu ekonomi, dan pemasaran (Papadopoulou, et.al. 2002). Senada dengan hal ini, Spekman dalam Sirdesmukh et.al.(2002), menyatakan bahwa kepercayaan adalah batu loncatan bagi hubungan jangka panjang. Dalam konteks elektronik bisnis (e-business), kurangnya kehadiran produk secara fisik, dan adanya jarak fisik antara pembeli dan penjual, membuat situasi ini menjadi unik dimana kepercayaan pelanggan merupakan hal terpenting (Warrington et.al., 2000). Beberapa peneliti seperti Jarvenpaa dan Tractinsky (1999) serta Reichheld dan Schefter (2000), berpendapat bahwa pelanggan online pada umumnya menghindar dari vendor elektronik (evendor)yang tidak mereka percaya (Luarn dan Lin, 2003). Selain dari banyaknya alternatif pilihan vendor elektronik yang lain, para pelanggan juga mempertimbangkan faktor resiko dari aktivitas bisnis yang mereka lakukan. Selain kepercayaan konsumen, dalam konteks pemasaran hubungan, realitas bahwa kos dalam menarik pelanggan baru lebih besar daripada kos untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada, semakin membuat loyalitas pelanggan menjadi isu yang menarik untuk dikaji. Dalam Luarn dan Lin (2003), secara spesifik Aaker menyatakan bahwa loyalitas merek membawa kepada keunggulan-keunggulan pemasaran tertentu seperti mengurangi koskos pemasaran, bertambahnya pelanggan baru, dan bertambah kuatnya pengungkit perdagangan (trade leverage). Dalam pasar yang semakin kompetitif, menjadi mampu untuk membangun loyalitas pada pelanggan merupakan faktor kunci dalam memenangkan pangsa pasar (Jarvis dan Mayo, 1986) dan mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Kotler dan Singh, 1981). Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika sejumlah penelitian konseptual maupun pengujian empiris untuk menentukan anteseden loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran hubungan dilakukan oleh para peneliti. Sejumlah pengujian empiris yang pernah dilakukan adalah penelitian Too et.al (2000) dengan unit analisis dyads (antara manajer toko dengan pelanggan toko) tentang dampak pemasaran hubungan terhadap loyalitas pelanggan, dimana penelitian tersebut mengajukan hipotesis utama bahwa upaya-upaya pemasaran hubungan yang dilakukan oleh manajerial toko akan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
43
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
memengaruhi loyalitas pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ini tidak terbukti dan justru variabel lain seperti persepsi pelanggan terhadap upaya pemasaran hubungan yang dilakukan manajerial toko memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan pelanggan dan komitmen mereka untuk mempertahankan hubungan dengan toko, dimana pada akhirnya kedua variabel ini memengaruhi loyalitas pelanggan. Pada penelitian empiris lain, Luarn dan Lin (2003) menggunakan kepercayaan pelanggan, kepuasan pelanggan, nilai yang dirasakan (perceived value), dan komitmen sebagai variabel-variabel yang dianggap memengaruhi loyalitas pelanggan. Pada tahap selanjutnya, Luarn dan Lin (2003) menguji apakah kepercayaan, kepuasan, dan nilai yang dirasakan memengaruhi komitmen untuk berhubungan yang pada akhirnya memengaruhi loyalitas pelanggan. Hasilnya, kepercayaan terbukti secara langsung memengaruhi loyalitas, akan tetapi hipotesis yang menyatakan komitmen untuk berhubungan mengintervensi hubungan antara kepercayaan dan loyalitas justru tertolak. Meskipun signifikansi untuk membangun kepercayaan dalam kaitannya dengan hubungan perusahaan-konsumen telah banyak diketahui, sedikit studi yang menguji perilaku-perilaku dan praktik-praktik perusahaan yang dapat menambah atau mengurangi kepercayaan konsumen (Sirdesmukh, et.al., 2002). Penelitian-penelitian tentang pembangunan kepercayaan dan pemeliharaan hubungan (Papadopoulou, et.al., 2002), ataupun tentang konsekuensi kepercayaan yang berupa komitmen (Morgan dan Hunt, 1994; Too, et.al., 2000), loyalitas (Too et.al., 2000), hubungan jangka panjang (Papadopoulou, et.al., 2002; Warrington, et.al., 2000), kerja sama (Morgan dan Hunt, 1994), hanya menunjukkan bahwa kepercayaan amat diperlukan – dalam kaitannya dengan konteks pemasaran hubungan- untuk menjamin terbentuknya hubungan yang baik antara konsumen dan perusahaan. Namun demikian, tetap saja permasalahan utamanya adalah bagaimana perusahaan dapat mengetahui perilaku-perilaku dan praktik-praktik yang menambah atau mengurangi kepercayaan konsumen kepada mereka. Untuk mengisi kekosongan ini Sirdesmukh et.al. (2002) melakukan penelitian yang mengambil dua objek penelitian (bisnis penerbangan dan bisnis retail pakaian) dengan membedakan antara perilaku-perilaku terpercaya dan kepercayaan. Unsur pertama diperoleh dari perilaku penyedia jasa yang terbagi lagi menjadi aspek manajerial dan aspek karyawan, sedangkan kepercayaan diperoleh dari persepsi pelanggan terhadap perilaku penyedia jasa. Dari penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) terungkap bahwa kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah dari Karyawan Lini Depan (KLD) memiliki pengaruh langsung yang signifikan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
44
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
terhadap pembentukan kepercayaan pelanggan, baik dalam konteks bisnis penerbangan maupun bisnis retail pakaian. Pada konstruk model yang utuh dan dalam konteks bisnis retail pakaian, hipotesis yang menyatakan bahwa nilai pelanggan mengintervensi pengaruh kepercayaan terhadap loyalitas. Di sisi lain, pengaruh kepercayaaan secara langsung dan signifikan berpengaruh positif terhadap loyalitas. Berdasarkan hasil penelitian Sirdesmukh et.al. (2002), penulis tertarik untuk menguji ulang hipotesis-hipotesis yang terkait dengan pembentukan kepercayaan konsumen terhadap KLD, sekaligus mencari bukti empiris atas pengaruh kepercayaan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan kepada perusahaan. Rumusan Masalah Dari uraian sebelumnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.Apakah kompetensi operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen? 2. Apakah kearifan operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen? 3. Apakah orientasi pemecahan masalah KLD memengaruhi kepercayaan konsumen? 4. Apakah kepercayaan konsumen kepada KLD memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji dan mendapatkan bukti empiris, bahwa: 1. Kompetensi operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen. 2. Kearifan operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen. 3. Orientasi pemecahan masalah KLD memengaruhi kepercayaan konsumen. 4. Kepercayaan konsumen terhadap KLD memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan. B. LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Paradigma Pemasaran Hubungan Pemasaran hubungan adalah seluruh aktivitas pemasaran yang diarahkan untuk membangun, mengembangkan, dan memelihara pertukaran relasional yang sukses (Morgant dan Hunt, 1994). Dengan kata lain, perusahaan berusaha membentuk dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para stakeholder di lingkungannya. Kerjasama bisnis yang dilakukan dalam kerangka pemasaran hubungan disebut pertukaran relasional. Secara eksplisit, Morgant dan Hunt (1994) menyebutkan sepuluh stakeholder yang perusahaan melakukan pertukaran relasional terhadapnya, antara lain: para pemasok
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
45
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
barang, para penyedia jasa, para pesaing, organisasi-organisasi nonprofit, pemerintah, pelanggan inti, pelanggan intermediasi, departemen-departemen fungsional, karyawan, dan unit-unit bisnis. Tidak sebagaimana yang dinyatakan oleh Morgant dan Hunt (1994) mengenai definisi mereka tentang pemasaran hubungan yang mencakup seluruh format pertukaran relasional antara perusahaan dengan semua stakeholder-nya, penelitian ini membatasi cakupan pemasaran hubungan kepada hubungan perusahaan dengan pelanggan intinya saja. Terkait dengan tujuannya, Gronroos (1994) menyatakan bahwa para ilmuwan pemasaran hubungan menekankan tujuan pemasaran hubungan adalah pembangunan dan pemeliharaan hubungan dengan pelanggan. Sedangkan Sheth dan Sisodia (1995) dalam Sheth dan Parvatiyar (1995), menyatakan bahwa tujuan pemasaran hubungan adalah meningkatkan produktivitas pemasaran dengan mencapai efisiensi dan efektivitas. Kedua pernyataan ini berkaitan karena hubungan yang baik dengan pelanggan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran, dimana hubungan jangka panjang merupakan tujuan inti dari praktik-praktik pemasaran hubungan. Senada dengan hal ini, Fruchter dan Sigue (2004) menyatakan bahwa gagasan fundamental dari pemasaran hubungan adalah melampaui tindakan-tindakan pemasaran transaksional jangka pendek, serta membangun loyalitas terhadap merek dan penjual. Dari sisi pandang historis, Sheth dan Parvatiyar (1995) mengamati bahwa pergeseran orientasi dalam pemasaran dari fokus transaksional kepada fokus hubungan merupakan suatu siklus balik. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa bertumbuhnya orientasi hubungan pada periode paska-industri, merupakan kelahiran ulang dari pemasaran langsung (direct marketing). Faktor-faktor penyebabnya, antara lain: (i)pesatnya kemajuan teknologi terutama teknologi informasi, (ii)adopsi program-program kualitas total oleh perusahaan, (iii)bertumbuhnya perekonomian jasa, (iv)proses pengembangan organisasional mendorong kepada pemberdayaan individu dan kelompok, dan (v) bertambahnya intensitas persaingan mendorong perhatian kepada retensi pelanggan. Sebelumnya, pada periode industri fokus transaksional sangat dominan karena adanya keterpisahan peran antara produsen dan konsumen yang dimediasi oleh retailer. Besarnya orientasi transaksional pada periode industri dapat dilihat dari standar pengukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemasaran, seperti: pangsa pasar, pendapatan penjualan, dan keuntungan permerek, wilayah, dan segmen. Standar-standar ukuran ini merefleksikan perhatian terhadap kompetisi dan dampak-dampak konsekuensinya terhadap laba (Sheth dan Parvatiyar, 1995).
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
46
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Paradigma pemasaran hubungan muncul sebagai hasil dari tingginya frekuensi persaingan yang menyebabkan banyak industri mengalami mortalitas. Di satu sisi, situasi ini menyadarkan para ilmuwan pemasaran bahwa paradigma transaksional dalam pemasaran semakin tidak relevan lagi untuk dipraktikkan, di sisi yang lain, kebutuhan akan terbentuk dan terpeliharanya hubungan yang baik khususnya dengan pelanggan semakin menguat. Kepercayaan Konsumen Perbedaan konseptualisasi kepercayaan sebagai tema penting pemasaran hubungan, telah muncul seiring dengan perkembangan konsep pemasaran hubungan itu sendiri. Sejumlah penulis seperti Ganesan (1994) mengonseptualisasi kepercayaan sebagai unsur konatif atau keperilakuan. Sedangkan peneliti lainnya mengonseptualisasi kepercayaan sebagai unsur kognitif atau evaluatif. Menggunakan pendekatan ini, Morgan dan Hunt (1994) menyatakan bahwa kepercayaan (trust) ada ketika satu pihak memiliki kepercayaan (confidence) terhadap reliabilitas dan integritas rekan pertukarannya. Oleh karena itu, sebagaimana yang dipegang oleh Sirdeshmukh et.al. (2002), peneliti mendefinisi kepercayaan konsumen sebagai ekspektasi-ekspektasi yang dimiliki konsumen tentang penyedia jasa yang dapat diandalkan dan amanah dalam menepati janji-janjinya. Dalam kaitannya dengan konteks pemasaran hubungan, kepercayaan diperlukan dalam setiap pertukaran relasional perusahaan dengan para stakeholdernya. Senada dengan hal ini, Spekman (1988) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan batu loncatan bagi tercapainya hubungan jangka panjang. Secara lebih khusus, Berry dan Parasuraman (1991) dalam Morgant dan Hunt (1994) menyatakan bahwa hubungan pelanggan-perusahaan memerlukan kepercayaan. Sesuai dengan definisi yang digunakan dalam penelitian ini, maka kepercayaan juga merupakan persepsi konsumen terhadap perusahaan penyedia jasa, dimana dalam penelitian ini diwakili oleh KLD. Dengan kata lain, KLD merupakan representasi perusahaan penyedia jasa dalam interaksinya melayani konsumen. Konseptualisasi Model Model dalam penelitian ini dilukiskan seperti pada gambar 1 di bawah ini.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
47
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Kompetensi Operasional
KearifanOpe rasional
Orientasi Pemecahan Masalah
H1 (+)
H2 (+)
Kepercayaan Konsumen
H4 (+)
Loyalitas
H3 (+)
Gambar 1. Model Penelitian Kompetensi Operasional Harapan atas kompetensi kinerja yang konsisten dari rekan pertukaran merupakan awal dari pembangunan kepercayaan dalam pelbagai konteks hubungan bisnis. Dalam Sirdesmukh et.al. (2002), Smith dan Barclay (1997) mendefinisi kompetensi sebagai tingkat dimana para rekan, satu sama lain, memiliki memiliki keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang diperlukan bagi terlaksananya tugas yang efektiv. Lebih jauh lagi, Sako (1992: 43) mengatakan bahwa kepercayaan kompetensi adalah prasyarat bagi keberlangsungan transaksi yang berulang. Secara empiris, telah diketahui bahwa dimensi-dimensi yang terkait dengan kompetensi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepercayaan di berbagai konteks. Donney dan Cannon (1991) menemukan bahwa keahlian tenaga penjual adalah prediktor signifikan terhadap kepercayaan pembeli terhadap tenaga penjual tersebut. Sirdesmukh et.al. (2002) menemukan bahwa secara langsung kompetensi operasional KLD berpengaruh positif terhadap kepercayaan konsumen. Hasil temuan Sirdesmukh et.al.(2002) ini tidak berbeda di dua konteks bisnis yang yang menjadi objek penelitian yaitu bisnis retail pakaian dan bisnis penerbangan. Penelitian ini memfokuskan diskusi kepada penjelasan tentang kompetensi operasional dalam konteks jasa. Kompetensi operasional yang dimaksud di sini adalah kompetensi karyawan yang dapat dinilai oleh konsumen secara visual. Dalam konteks pertukaran antara konsumen dan penyedia jasa, fokus seperti ini amat sesuai karena secara khusus penilaian konsumen terhadap kompetensi karyawan yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman mereka berinteraksi dengan KLD. Dengan evaluasi terhadap pengalamannya,
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
48
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
ekspektasi konsumen terhadap KLD akan muncul. Oleh karenanya, hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini: H1. Kompetensi operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. Kearifan Operasional Kearifan operasional adalah perilaku-perilaku yang merefleksikan dasar motivasi dalam menempatkan keinginan konsumen di atas keinginan diri sendiri (Sirdesmukh, et.al., 2002). McKnight et.al. (1996), menyatakan bahwa kearifan adalah seseorang peduli terhadap kesejahteraan orang lain dan karenanya termotivasi untuk bertindak sesuai dengan selera orang tersebut. Sako (1992) menyebutkan bahwa tidak sebagaimana kepercayaan kompetensi, rekan yang arif “dapat dipercaya untuk mengambil inisiatif (sesuai dengan selera pelanggan) sedang pada saat yang sama ia menahan diri untuk mengambil keuntungan secara tidak adil (oportunistik)”. Oleh karena itu, dari sudut pandang yang lain kearifan operasional dianggap sebagai peran ekstra yang pelaksanaannya membutuhkan biaya, baik dengan atau tanpa keselarasan dari manfaat yang diharapkan. Penemuan-penemuan empiris secara umum mendukung bahwa kearifan operasional berpengaruh positif terhadap kepercayaan. Pada studi kepercayaan konsumen terhadap merek, Hess (1995) menunjukkan bahwa prinsip mengutamakan orang lain, atau dengan kata lain di hati konsumen sebuah merek memiliki kepedulian paling besar, mampu menjelaskan varian kepercayaan dengan proporsi yang besar (40%). Dalam konteks e-service Papadopoulou et.al. (2002) menyatakan bahwa kearifan vendor akan mendorong kepercayaan konsumen terhadap vendor elektronik. Senada dengan hal ini, McAllister (1995) menemukan bahwa kepercayaan afeksi manajer terhadap rekan bisnis secara positif dipengaruhi oleh peran perilaku ekstra (kearifan). Kembali dalam konteks pertukaran antara konsumen dengan penyedia jasa yang dalam penelitian ini direpresentasikan oleh KLD, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2. Kearifan operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. Orientasi Pemecahan Masalah Orientasi pemecahan masalah adalah evaluasi konsumen terhadap motivasi penyedia jasa dalam mengantisipasi dan secara memuaskan menyelesaikan masalah yang mungkin muncul selama dan setelah pertukaran jasa terjadi (Sirdesmukh, et.al. 2002). Hal ini berarti bahwa cara yang digunakan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
49
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
penyedia jasa dalam menyelesaikan masalah konsumen, merupakan kejadian penting yang memberikan pemahaman tentang seperti apa karakter dari penyedia jasa tersebut dan masalah sering terjadi pada saat proses pelayanan berlangsung dan/atau pada fase paska pertukaran, disebabkan oleh heterogenitas (besarnya varian dalam penyampaian jasa) dan intangibility (kualitas hanya bisa dirasakan setelah adanya pengalaman) dari jasa tersebut. Dalam literatur jasa, konsep dan bukti empiris mengenai variabel orientasi penyelesaian masalah dapat dilihat dari beberapa tulisan dan hasil penelitian, diantaranya: Calantone, Graham, dan Mintu (1998) dalam Sirdesmukh et.al. (2002) menekankan aspek unik dari pemecahan masalah dikarakteristikan oleh perilaku-perilaku seperti kooperatif, integratif, fokus terhadap kebutuhan, dan orientasi pertukaran informasi. Lebih jauh lagi, Levesque dan McDougall (2000) menyatakan bahwa penyelesaian masalah melibatkan pertukaran yang unik yang terjadi dalam konteks hubungan perusahaankonsumen yang lebih besar. Hasil studi oleh Tax et.al. (1998) juga membuktikan bahwa pemecahan masalah sangat penting bagi kepercayaan konsumen. Senada dengan penelitian dan hasil temuan tersebut di atas juga disesuaikan dengan konteks penelitian ini, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3. Orientasi pemecahan masalah KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan adalah bentuk terkuat hubungan antara pelanggan dan perusahaan (Costabile, 2000). Loyalitas diindikasikan dengan intensi untuk melakukan sejumlah perilaku yang menjadi sinyal adanya motivasi untuk memelihara hubungan dengan perusahaan (Sirdesmukh, et.al.,2002), termasuk didalamnya adalah mengatakan hal-hal positif tentang perusahaan kepada orang lain; merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang yang meminta pendapatnya; mendorong teman-teman dan kerabat untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan tersebut; menjadikan perusahaan tersebut sebagai pilihan pertama ketika membeli; dan melakukan banyak pembelian di masa yang akan datang pada perusahaan tersebut. Dalam konteks pemasaran hubungan, terciptanya hubungan yang baik dengan pelanggan merupakan tujuan dari aktifitas pemasaran hubungan yang dilakukan oleh perusahaan. Hubungan ini bersifat jangka panjang dan kerekanan. Secara implisit tampak bahwa loyalitas pelanggan adalah tujuan yang ingin dicapai melalui praktek-praktek pemasaran hubungan. Peneliti lain menyatakan bahwa tujuan pemasaran hubungan adalah meningkatkan produktivitas pemasaran dengan mencapai efisiensi dan efektivitas. Untuk
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
50
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
dapat mencapai hal ini diperlukan hubungan yang baik dengan konsumen, agar mereka memberikan informasi positif tentang perusahaan kepada pihak lain, mempromosikan perusahaan kepada teman dan kerabatnya, mengadukan keluhan (memberi informasi kekurangan perusahaan) kepada perusahaan, dengan kata lain konsumen menjadi “agen” pemasaran perusahaan baik sadar ataupun tidak. Semua perilaku konsumen tersebut mengindikasikan adanya loyalitas pada dirinya. Secara eksplisit, Fruchter dan Sigue (2004) menyatakan bahwa gagasan fundamental dari pemasaran hubungan adalah melampaui tindakan-tindakan pemasaran transaksional jangka pendek, serta membangun loyalitas terhadap merek dan penjual. Dengan demikian menjadi jelas bahwa loyalitas adalah tema penting dalam pemasaran hubungan. Hubungan Kepercayaan dengan Loyalitas Kepercayaan dianggap sebagai salah satu antaseden yang paling relevan bagi hubungan yang kolaboratif dan tetap (Costabile, 2000). Dwyer et.al. (1987) menyatakan bahwa kepercayaan adalah faktor penting dalam perubahan jenis pertukaran dari transaksi diskret menuju pertukaran relasional yang berkelanjutan. Mereka juga menyatakan bahwa “adalah tidak mungkin untuk mengatasi semua ketidakpastian dalam sebuah kontrak formal suatu kerja sama, akan tetapi jika pihak-pihak yang ada memiliki kepercayaan, maka bisa jadi tidak perlu untuk mengatasi semua ketidakpastian itu”. Singkatnya, kepercayaan diperlukan bagi terjalinnya hubungan yang baik antara perusahaan dan konsumen. Sebagai salah satu bentuk hubungan, maka loyalitas juga dipengaruhi oleh kepercayaan. Hasil penelitian Too et.al. (2000) yang mengambil unit analisis dyad antara manajer toko pakaian dengan konsumennya, mengungkapkan bahwa loyalitas konsumen toko dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap manajemen toko. Morgan and Hunt (1994) mengusulkan bahwa kepercayaan kepada merek memengaruhi loyalitas kepada merek. Dalam konteks ebusiness, Luarn dan Lin (2003) menemukan bahwa loyalitas dipengaruhi secara langsung oleh kepercayaan konsumen virtual kepada vendor elektronik. Sedangkan Sirdesmukh, et.al. (2002) menemukan bahwa pada model parsial yang tidak menyertakan variabel nilai, secara langsung dan signifikan kepercayaan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas mereka kepada perusahaan. Konsisten dengan literatur dan temuan penelitian-penelitian sebelumnya yang membuktikan peran sentral kepercayaan dan pengaruhnya terhadap loyalitas, dengan argumen ini dan disesuaikan dengan konteks dalam penelitian ini, maka hipotesis terkait yang diuji dalam penelitian ini adalah:
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
51
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
H4. Kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan.
C. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen produk pakaian islami di tiga toko, yaitu: Karita Gaya Muslim Muda, Al Fath, dan Annisa. Ketiga toko ini berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta.Penelitian ini mengambil sampel tidak secara acak (nonprobability sampling). Pemilihan elemen sampel dilakukan menurut metode purposive sampling, dimana sampel digunakan bila memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan populasi dan konteks masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, kriteria yang mendasari pemilihan sampel adalah konsumen ketiga toko tersebut di atas yang melakukan aktivitas belanja dalam kurun waktu enam bulan ke belakang pada salah satu dari ketiga toko tersebut. Selain itu, konsumen yang bersangkutan pernah membeli produk pakaian islami dengan intensitas lebih dari satu kali. Data primer dikumpulkan dengan membagi kuisioner kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Data sekunder mengenai kepercayaan konsumen dan antesedennya, hubungan kepercayaan dengan loyalitas, diperoleh dari Journal of Marketing, Journal of Service Research, Journal of the Academy of Marketing Science, Journal of Electronic Commerce Research, dan jurnal-jurnal yang di-download melalui internet. Studi pustaka dilakukan guna menyusun berbagai teori dan pendapat yang berkembang seputar kepercayaan konsumen dan loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran hubungan. Untuk mengukur variabel kompetensi operasional, kearifan operasional, orientasi pemecahan masalah, dan kepercayaan konsumen, digunakan instrumen yang diambil dari penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) dimana modelnya diadaptasi dalam penelitian ini. Adapun untuk variabel loyalitas, instrumen penelitian diambil dari Parasuraman et.al.(1994). Variabel kompetensi operasional diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan toko tersebut bekerja secara cepat dan efisien, 2) Karyawan toko tersebut dapat menangani berbagai permintaan pelanggan secara kompeten, 3) Karyawan toko tersebut dapat diandalkan atas apa yang sedang mereka lakukan. Variabel kearifan operasional diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan toko tersebut bertindak dengan menghargai saya sebagai pelanggan, 2) Karyawan toko tersebut dapat dipercaya untuk memberi saran yang jujur meskipun pada akhirnya mereka tidak dapat membuat penjualan, 3) Karyawan toko tersebut memperlakukan saya dengan hormat. Variabel orientasi pemecahan masalah diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
52
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
toko tersebut tidak ragu untuk menyelesaikan masalah apapun yang mungkin saya dapati dari pakaian yang saya beli di toko tersebut, 2) Karyawan toko tersebut akan mencari cara untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah pelanggan, 3) Karyawan toko tersebut bersedia menyiasati kebijakan perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan pelanggan. Variabel kepercayaan konsumen diukur dengan empat pernyataan: 1) Saya merasa karyawan toko tersebut dapat diandalkan, 2) Saya merasa karyawan toko tersebut berkompetensi tinggi, 3) Saya merasa karyawan toko tersebut berintegritas tinggi, 4) Saya merasa karyawan toko tersebut cukup responsif terhadap pelanggan. Variabel loyalitas pelanggan diukur dengan lima pernyataan: 1) Mengatakan hal-hal positif mengenai toko tersebut kepada orang lain, 2) Merekomendasikan toko tersebut kepada seseorang yang meminta pendapat saya, 3) Mendorong teman-teman dan kerabat untuk membeli pakaian di toko tersebut, 4) Menjadikan toko tersebut sebagai pilihan pertama saya dalam membeli pakaian, 5) Akan melakukan banyak pembelian di toko tersebut pada masa yang akan datang. Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian terhadap instrumen, yaitu pengujian validitas dan pengujian reliabilitas. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan confirmatory factor analysis. Pengujian ini bertujuan menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas atau apakah indikator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel (Ghozali, 2001. hal.47). Jika masing-masing indikator merupakan pengukur konstruk atau variabel, maka indikator-indikator tersebut akan memiliki nilai loading factor yang tinggi. Angka cut point bagi loading factor sebuah indikator terhadap konstruknya adalah di atas 0,55. (Rahayu, 2005, hal.224). Reliabilitas instrumen diukur dengan koefisien Cronbach Alpha. Cronbach Alpha mengukur konsistensi internal konstruk, artinya dalam satu konstruk semua item adalah homogen dan merefleksikan konstruk yang dimaksud. Instrumen dianggap andal bila mempunyai koefisien Cronbach Alpha diatas 0,7. Analisis data untuk menguji hipotesis dilakukan dengan alat statistik regresi linear. Derajat asosiasi atau hubungan antarvariabel diukur dengan korelasi, sedangkan bentuk hubungannya dinyatakan dalam persamaan yang akan diteliti menggunakan regresi linear. Model regresi linear kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang baik bila beberapa asumsi mengenai model regresi terpenuhi. Berikut dijelaskan pengujian beberapa asumsi yang disebut asumsi klasik Multikolinearitas adalah adanya hubungan yang sempurna/mendekati sempurna (nilai korelasi >0,9, Ghozali, 2005, hal.91) antara beberapa atau
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
53
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
semua vaiabel independen. Konsekuensi dari adanya multikolinearitas adalah kesalahan standar menjadi cenderung meningkat, oleh karena itu interval keyakinan juga meningkat sehingga probabilitas menerima hipotesa yang salah meningkat. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas pada penelitian ini, maka dilihat nilai koefisien korelasi antarvariabel independent pada model. Jika terdapat nilai yang signifikan Selain itu juga dilihat nilai tolerance dan VIF setiap variabel independen. Apabila nilai tolerance kurang dari 0,1 atau nilai VIF lebih dari 10 maka terdapat masalah multikolinearitas pada model. Hasil perhitungan berdasarkan semua parameter di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas pada model penelitian. Persamaan regresi linear yang baik mengasumsikan varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, keadaan ini disebut homokedastisitas. Dengan kata lain, penyebaran populasi variabel dependen untuk setiap nilai variabel independen mempunya varian yang sama atau konstan. Jika yang terjadi sebaliknya, yaitu varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda, maka ada indikasi bahwa heterokedastisitas terjadi. Heterokedastisitas berarti, variasi u akan meningkat secara teratur (korelasi positif u terhadap variabel independen) atau turun secara teratur (korelasi negative u terhadap variabel independen). Konsekuensi dari heterokedastisitas adalah penaksir menjadi tidak efisien baik pada sampel kecil maupun sampel besar meskipun model persamaan tetap tidak bias dan konsisten (Gujarati 1978). Pengujian heterokedastisitas pada penelitian ini akan menggunakan uji Glesjer, yaitu meregresi nilai residual absolute sebagai variabel dependen dengan semua variabel independen model. Bila hasil pengujian dengan uji Glesjer signifikan berarti terdapat masalah heterokedastisitas. Metode lain yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heterokedastisitas adalah dengan diagram scatterplot. Jika tidak didapati pola tertentu atau menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu y, maka heterokedasitas tidak terjadi. Normalitas kesalahan pengganggu (u) didasarkan pada asumsi bahwa u adalah pengaruh gabungan dari sejumlah variabel independen yang tidak disertakan dalam model regresi. Pengaruh variabel-variabel tersebut diharapkan kecil dan bersifat acak. Dengan meningkatnya observasi kasus, nilai variabel-variabel tersebut diprediksi mengikuti distribusi normal (Gujarati 1978). Oleh karena kedua penaksir α dan β merupakan fungsi linear dari u, maka berdasarkan sifat distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal dengan sendirinya juga mempunyai distribusi normal. Normalitas residual berarti juga normalitas persamaan regresi. Pada penelitian ini, untuk mengetahui normalitas kesalahan pengganggu/ residual
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
54
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
dengan melihat diagram scatterplots. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Metode pengujian normalitas yang lain adalah dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S). Apabila nilai uji Kolmogorov-Smirnov signifikan berarti data residual terdistribusi secara tidak normal.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 1. Statistik Deskriptif Sampel Minimum Maksimum Umur Jenis Kelamin Jenjang Pendidikan
S.D.
17 29 2.14 Laki-laki 21 orang Perempuan 80 orang SMP/sederajat 0 orang SMU/sederajat 2 orang S1/Diploma 93 orang S2/S3 6 orang Catatan: Usia responden dalam satuan tahun
Rata-rata 22
Rentang umur responden adalah 12 tahun dengan umur maskimum 29 tahun dan minimum 17 tahun. Rata-rata umur responden adalah 22 tahun dengan perincian sebagai berikut: satu orang untuk masing-masing umur 17, 18, 27, 28, dan 29 tahun, dua orang berumur 26 tahun, tiga orang berumur 25, sisanya sebanyak 91 orang berada pada range umur 19 s.d. 24 tahun, dimana pada rentang umur ini jenjang pendidikan yang sedang ditempuh -dengan asumsi masuk kuliah pada umur 19 tahun dan kuliah selama 5 tahun- adalah Sarjana Strata 1 atau program Diploma. Fakta ini sesuai dengan hasil kesimpulan yang ditarik dari rata-rata umur responden yaitu 22 tahun yang berarti mayoritas responden adalah mahasiswa Strata 1 atau Diploma. Komposisi jenjang pendidikan sampel terdiri dari 2 orang pelajar SMU (2%), 93 orang berpendidikan Sarjana atau Diploma (92%), dan 6 orang S2/S3 (6%). Adapun demografi sampel dari sisi jenis kelamin menunjukkan sebanyak 21 orang laki-laki (20%) dan 80 orang perempuan (80%). Pada umumnya responden yang menjadi sampel penelitian adalah mereka yang tinggal tidak bersama orang tuanya (mayoritas pengambilan data dari tempattempat kos mahasiswa). Kondisi seperti ini memungkinkan mereka untuk membeli di toko pakaian yang diinginkannya dan menentukan sendiri jenis Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
55
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
pakaian sesuai seleranya. Dengan kata lain, penilaian mereka terhadap KLD dari toko-toko yang dijadikan sampel penelitian, dapat diterima sebagai penilaian berdasarkan pengalaman mereka berbelanja langsung. Selain itu, untuk menjamin bahwa informasi yang mereka berikan adalah relevan, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: intensitas belanja yang lebih dari satu kali dan waktu belanja mereka di toko yang dimaksud masih dalam kurun waktu enam bulan ke belakang. Oleh karenanya, karakteristik responden yang menjadi sampel penelitian ini sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian. Pengujian Validitas Hasil penghitungan dengan confirmatory factor analysis menunjukkan bahwa ketiga item pengukur konstruk kompetensi operasional memiliki loading factor di atas 0,55. Ketiga item pernyataan pengukur kearifan operasional juga memiliki tingkat loading factor yang tinggi terhadap konstruk/variabel kearifan operasional, namun ketika dilakukan pengujian validitas menggunakan Pearson Product Moment Correlation didapati satu item tidak valid, yaitu item kar2. Ketiga item pengukur konstruk orientasi pemecahan masalah juga memberikan tingkat loading factor di atas 0,55. Untuk konstruk kepercayaan konsumen, keempat item pernyataan yang mengukur konstruk kepercayaan juga memiliki tingkat loading factor di atas 0,55. Terakhir, kelima item pengukur konstruk loyalitas mempunyai tingkat loading factor di atas 0,55. Dari hasil yang diperoleh, secara umum dapat disimpulkan bahwa item-item pengukur pada tiap konstruk memiliki tingkat loading factor yang tinggi dan dengan demikian semua item pengukur tersebut valid. Pengujian Reliabilitas Tabel 2. Realibilitas Variabel Konstruk
Cronbach Alpha
Kompetensi Operasional
0,708
Kearifan Operasional
0,806
Orientasi Pemecahan Masalah 0,757 Kepercayaan Konsumen 0,851 Loyalitas 0,838
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
56
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Dalam penelitian ini, reliabel atau tidaknya sebuah item pengukur konstruk, ditentukan dengan nilai corrected item total correlation dan cronbach alphaif item deleted dari item tersebut. Jika sebuah item memiliki corrected item total correlation lebih dari 0,5 dan/atau cronbach alphaif item deleted nilainya di bawah nilai cronbach alpha konstruk, maka item tersebut dikategorikan sebagai item pengukur yang reliabel dan digunakan dalam penelitian. Dari semua item pengukur yang ada, hanya item kar2 (kearifan operasional 2) yang tidak reliabel berdasarkan parameter di atas. Oleh karena itu, item kar2 tersebut dikeluarkan dari konstruk variabel kearifan operasional. Hasil perhitungan cronbach alpha setelah dikeluarkannya item kar2 menunjukkan kenaikan nilai cronbach alpha variabel kearifan operasional dari 0,762 menjadi 0,806 sebagaimana disajikan dalam tabel 2 di atas. Hasil pengujian reliabilitas seluruh item konstruk dapat dilihat di lampiran 2a, 2b, 2c, 2d, 2e. Pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3 Untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen, terlebih dahulu dilakukan uji korelasi untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Di bawah ini adalah tabel korelasi antara variabel kompetensi operasional (kom), kearifan operasional (kar), dan orientasi pemecahan masalah (opm) terhadap kepercayaan konsumen (kep). Tabel 3. Koefisien Korelasi
Kep Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Kom
Kar
opm
0,712** 0,000 101
0,486** 0,000 101
0,541** 0,000 101
**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
Hasil uji korelasi yang disajikan pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa variabel kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah berkorelasi secara signifikan pada tingkat 0,01 terhadap variabel kepercayaan konsumen. Nilai korelasi masing-masing variabel tersebut secara berurutan adalah 0,712, 0,486, 0,541. Hasil-hasil ini konsisten dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya. Selanjutnya akan dibahas analisis data untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga. Pembahasan akan dilakukan secara komprehensif namun berurutan. Hipotesis-hipotesis yang diuji dirumuskan sebagai berikut: Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
57
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
H1. Kompetensi operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. H2. Kearifan operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. H3. Orientasi pemecahan masalah KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen. Bentuk hubungan variabel kompetensi operasional, kearifan operasional, orientasi pemecahan masalah, dan kepercayaan konsumen, dianalisis dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Di bawah ini disajikan rangkuman dari analisis model. Tabel 4. Rangkuman Model Model Summaryb Model 1
R .742a
R Square .550
Adjusted R Square .536
Std. Error of the Es timate .46078
DurbinWatson 1.634
a. Predic tors: (Constant), opm, kar, kom b. Dependent Variable: kep
Nilai adjusted R square model adalah sebesar 0,536 yang berarti bahwa variabel-variabel independen dalam model mampu menjelaskan 53,6% variasi yang terjadi pada variabel dependen. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai konstanta, koefisien korelasi, dan tingkat signifikansi persamaan. Tabel 5. Koefisien Regresi Coefficientsa
Model 1
(Constant) kom kar opm
Unstandardized Coefficients B Std. Error .245 .321 .611 .101 .161 .081 .160 .081
Standardized Coefficients Beta .539 .157 .167
t .762 6.049 1.983 1.974
Sig. .448 .000 .050 .051
Collinearity Statistics Tolerance VIF .585 .743 .648
1.710 1.347 1.542
a. Dependent Variable: kep
Koefisien konstanta persamaan adalah sebesar 0,245 namun tidak signifikan secara statistik karena berada jauh di atas tingkat signifikan 0,05, yaitu sebesar 0,448.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
58
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Untuk variabel kompetensi operasional (pengujian hipotesis 1), nilai koefisien korelasi sebesar +0,611 dengan nilai t sama dengan 6,049 pada α=0,01. Artinya, peningkatan 1% kompetensi operasional KLD akan meningkatkan 0,611% kepercayaan konsumen kepada KLD. Adapun nilai t yang signifikan pada tingkat α=0,01 menunjukkan bahwa variabel kompetensi operasional signifikan secara individual memengaruhi kepercayaan konsumen. Dengan demikian, hipotesis satu (H1) yang menyatakan bahwa kompetensi operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen tidak dapat ditolak. Untuk variabel kearifan operasional (pengujian hipotesis 2), nilai koefisien korelasinya sebesar +0,161 dengan nilai t sebesar 1,983 pada α=0,05. Artinya, jika terjadi peningkatan kearifan operasional KLD sebesar 1%, maka kepercayaan konsumen akan meningkat sebesar 0,161%. Nilai t sebesar 1,983 pada α=0,05 yang lebih besar dari nilai t tabel (1,980) pada α yang sama menunjukkan bahwa variabel kearifan operasional KLD signifikan secara individual memengaruhi kepercayaan konsumen. Dengan demikian, hipotesis dua (H2) yang menyatakan bahwa kearifan operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen juga tidak dapat ditolak. Untuk variabel orientasi pemecahan masalah (pengujian hipotesis 3), nilai koefisien korelasinya sebesar 0,16 dengan nilai t sebesar 1,97 pada tingkat signifikan 0,051. Nilai α yang lebih besar dari 0,05 menjadikan variabel ini tidak signifikan terkait dengan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dengan demikian, hipotesis tiga (H3) yang menyatakan bahwa orientasi pemecahan masalah KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen kepada mereka ditolak. Tabel 6 di bawah ini berisi rangkuman kesimpulan yang diambil terhadap hipotesis-hipotesis yang telah diuji dalam penelitian ini. Tabel 6. Keputusan Pengujian Hipotesis Hipotesis Keputusan Hipotesis 1 Diterima Hipotesis 2 Diterima Hipotesis 3 Ditolak
Pengujian Asumsi Klasik Pengujian pertama adalah menguji tingkat multikolinearitas variabel-variabel independen. Hasil estimasi menunjukan tidak terdapat korelasi yang serius antarvariabel independen. Tingkat korelasi tertinggi yang ada yaitu antara variabel kompetensi operasional dan orientasi pemecahan masalah berada
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
59
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
pada angka 0,482 (dalam nilai mutlak). Nilai ini masih jauh di bawah 0,90 yang menjadi parameter tingkat korelasi yang tinggi. Dengan demikian korelasi-korelasi yang ada tersebut dapat diabaikan. Pengujian kedua adalah uji normalitas distribusi persamaan yang akan dibahas berikut ini. Tampak pada diagram scaterplots, sebaran nilai residual standar mendekati garis lurus diagonal, artinya probabilitas kumulatif yang diharapkan sama dengan probabilitas kumulatif aktual. Distribusi nilai residual adalah normal, begitu pula distribusi persamaan regresi. Pengujian normalitas yang lain menggunakan uji Kolmogorov Smirnov yang menghasilkan nilai p sebesar 0,086 dan nilai ini melebihi batas diterimanya hipotesis alternatif 0,05. Artinya, hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa nilai residual tidak terdistribusi normal ditolak. Dengan demikian, distribusi persamaan juga normal. Pengujian ketiga adalah menguji ada tidaknya heterokedastisitas pada model. Dari hasil analisis diagram scatterplots dideteksi tidak terjadi pola tertentu atau dengan kata lain menyebar secara acak dan juga tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu y, maka disimpulkan tidak terjadi heterokedasitas pada model regresi. Dari hasil analisa dengan melihat scatterplots masing-masing korelasi dan regresi, tampak bahwa semua variabel bebas dari nilai heterokedasitas. Berdasarkan berbagai pengujian kelayakan model dan analisis regresi yang telah dilakukan, H1 dan H2 diterima karena diperoleh bukti yang mendukung hipotesis. Adapun H3 dinyatakan tidak diterima karena bukti yang ada tidak mendukung hipotesis 3. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa kompetensi operasional dan kearifan operasional KLD secara signifikan berpengaruh posistif terhadap kepercayaan konsumen terhadap KLD. Pengujian Hipotesis 4 Di bawah ini adalah pembahasan hipotesis empat yang dirumuskan sebagai berikut: H4. Kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
60
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 7. Korelasi Kepercayaan dan Loyalitas Correlations kep kep
loy
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 101 .482** .000 101
loy .482** .000 101 1 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil analisis korelasi antara variabel kepercayaan konsumen dengan loyalitas mereka. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel kepercayaan secara signifikan berkorelasi dengan variabel loyalitas. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut signifikan pada tingkat α=0,01. Selanjutnya akan dianalisis bentuk hubungan antara variabel kepercayaan konsumen dengan variabel loyalitas menggunakan model regresi tunggal. Dibawah ini disajikan rangkuman analisis model. Tabel 8. Ringkasan Model Model Summaryb Model 1
R .482a
R Square .232
Adjusted R Square .225
Std. Error of the Es timate .56641
a. Predic tors: (Constant), kep b. Dependent Variable: loy
Koefisien determinasi yang disesuaikan bernilai 0,225. Ini berarti sebesar 22,5% variasi pada variabel loyalitas dapat dijelaskan oleh variabel kepercayaan konsumen. Selanjutnya akan dijelaskan besar koefisien korelasi, konstanta, dan tingkat signifikan persamaan.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
61
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 9. Koefisien Regresi Coefficientsa
Model 1
(Constant) kep
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.787 .304 .459 .084
Standardized Coefficients Beta .482
t 5.877 5.476
Sig. .000 .000
a. Dependent Variable: loy
Pada tabel analisis model regresi tunggal di atas, konstanta dalam model sebesar 1,787 dengan nilai t sama dengan 5,87 dan signifikan pada α = 0,01. Besar nilai koefisien korelasi variabel kepercayaan adalah 0,46 dengan nilai t sama dengan 5,476 dan signifikan pada α = 0,01. Artinya, peningkatan 1% kepercayaan konsumen kepada KLD akan menyebabkan peningkatan loyalitas mereka kepada perusahaan sebesar 0,46%. Dengan demikian, H4 yang menyatakan bahwa kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan, tidak dapat ditolak. Pengujian normalitas distribusi persamaan dibahas berikut ini. Tampak pada scatterplots, sebaran nilai residual standar mengikuti garis lurus dimana kumulatif yang diharapkan sama dengan probabilitas kumulatif aktual. Distribusi nilai residual adalah normal, begitu pula distribusi persamaan regresi. Pengujian normalitas distribusi nilai residual dengan uji Kolmogorov Smirnov menghasilkan nilai p sebesar 0,674 melebihi batas penerimaan sebesar 0,05. Artinya, hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa nilai residual tidak terdistribusi normal ditolak. Dengan demikian, distribusi persamaan juga normal. Pengujian heterokedastisitas dengan uji Glesjer menunjukkan bahwa variabel independen kepercayaan konsumen tidak signifikan memengaruhi residual absolut, hal ini dilihat dari nilai p variabel kepercayaan konsumen terhadap residual absolut sebesar 0,825 yang jauh di atas alpha 0,05. Dengan kata lain tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai residual tidak berubah secara sistematis mengikuti perubahan variabel independent. Scatterplost menggambarkan nilai residual tersebar secara acak baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Berdasarkan berbagai pengujian yang telah dilakukan, maka H4 diterima karena dihasilkan bukti yang mendukung hipotesis. Kesimpulan dari pengujian tersebut adalah kepercayaan konsumen terhadap KLD secara positif memengaruhi loyalitas mereka terhadap penyedia jasa. Berikut ini disajikan rangkuman dua persamaan dalam penelitian ini. Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
62
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 10. Persamaan Regresi antar Variabel Persamaan Adj. R Square 1. Kep = Kom + Kar+ Opm 0,536 Kom Kar Opm 2. Loy = Kep
0,225
Beta
p
0,611 0,161 0,160
0,000 0,050 0,051
0,459
0,000
Di bawah ini ditampilkan skema model yang dihasilkan dari penelitian.
Kompetensi Operasional (kom) Kearifan Operasional (kar)
0,611 Kepercayaan Konsumen (kep)
0,45
Loyalitas (loy)
0,161
Keterangan: angka pada tanda panah adalah koefisien beta Gambar 2. Hasil Pengujian Model
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam literatur pemasaran hubungan, kepercayaan merupakan variabel sentral yang konsep dan pengujian secara empirisnya telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan pemasaran hubungan. Sejumlah model penelitian mencoba menjelaskan anteseden dan konsekuensi dari kepercayaan. Model yang dikembangkan oleh Sirdesmukh et.al. (2002) merupakan salah satu model yang pendalilannya diakui karena didasarkan atas konsep-konsep yang sudah diuji oleh para peneliti sebelumnya. Dalam penelitian ini, model tersebut diuji lagi dengan melakukan sejumlah adaptasi untuk lebih memfokuskan pembahasan. Kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah, adalah variabel-variabel yang dihipotesiskan berpengaruh positif terhadap kepercayaan. Ketiganya berhasil dibuktikan berbeda secara konseptual satu sama lain. Selain berperan sebagai variabel dependen, kepercayaan juga berperan sebagai variabel independen terhadap variabel
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
63
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
loyalitas pelanggan. Bentuk hubungan antara kepercayaan dan loyalitas di satu sisi merupakan hipotesis tersendiri yang diuji dalam penelitian ini. Berikut ini akan dijelaskan hasil uji hipotesis-hipotesis yang dimaksud beserta impikasinya bagi manajemen. Hipotesis pertama dan kedua diterima, artinya kompetensi operasional dan kearifan operasional KLD toko Karita, Al Fath, dan An Nisa yang tampak dan dialami oleh konsumen ketika berinteraksi dengan KLD, berpengaruh positif terhadap kepercayan konsumen kepada KLD. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Sirdesmukh et.el. (2002). Hipotesis tiga ditolak, artinya kepercayaan konsumen produk pakaian islami di toko Karita, Al Fath, dan An Nisa tidak terbukti dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap orientasi pemecahan masalah KLD ketiga toko yang bersangkutan. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Sirdesmukh et.el. (2002) yang mendapati orientasi pemecahan masalah KLD secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen. Sebenarnya nilai p variabel orientasi pemecahaan masalah hanya terpaut 0,001 dengan nilai p batas diterimnya hipotesis tiga. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa jika jumlah sampel diperbesar, maka probabilitas diperolehnya hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya juga semakin besar. Nilai Adjusted R Square persamaan 1 sebesar 0,536, artinya model persamaan mampu menjelaskan 53,6% variasi yang terjadi pada kepercayaan konsumen. Hal ini dapat dimaklumi mengingat ada variabel independen yang oleh karena pengadaptasian dari model aslinya, dieliminasi pada model penelitian ini. Hipotesis empat diterima berdasarkan hasil pengujian regresi tunggal persamaan 2. Nilai Adj R Square persamaan 2 sebesar 0,225 tergolong kecil, artinya model persamaan 2 memiliki daya prediktif terhadap variasi loyalitas pelanggan sebesar 22,5%. Sebesar 77,5% sisanya diprediksi oleh variabelvariabel yang tidak dimasukkan dalam model persamaan 2. Hal ini masuk akal karena pengadaptasian dari model aslinya membuat variabel nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan tidak dimasukan dalam model persamaan 2. Jika kedua variabel ini dimasukkan, nilai Adj R Square diprediksi akan betambah karena dalam penelitian-penelitian lainnya kedua variabel ini sering terbukti berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Sampai saat dilaksanakannya penelitian ini, tidak ditemui adanya peneliti atau ilmuwan pemasaran hubungan yang menyanggah model yang dikembangkan oleh Sirdesmukh et.al. (2002). Ada sebuah penelitian yang dilakukan Chandrasekaran et.al. (2004) yang bersifat lebih memperdalam apa yang sudah dilakukan oleh Sirdesmukh et.al. (2002) -dalam kaitannya dengan variabel kepercayaan konsumen- dan tidak berperan sebagai oposisi atas hasil temuan Sirdesmukh et.al. (2002). Jadi secara global dapat disimpulkan bahwa
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
64
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
hasil penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) berhasil memetakan sejumlah variabel yang masih belum jelas kedudukannya dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Sehubungan dengan itu, meskipun dengan pengadaptasian yang menyebabkan dieliminasinya sejumlah variabel, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis-hipotesis yang disusun oleh Sirdesmukh et.al. (2002) mampu mewakili teori dan konsep pemasaran hubungan yang masih berkembang sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA Bryant, A., and Barbara Colledge (2002), “Trust in Electronic Commerce Business Relationships” Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 3 No.2. Chandrasekaran, M., Kristin Rotte, Rajdeep Grewal, Stephen S. Tax (2004), Defection-Despite-Trust: Customer Vulnerability and Loyalty Following Service Failures.
Fruchter, G.E., and Simon Pierre Sigué (2004), “Managing Relational Exchanges.” Journal of Service Research, Vol. 7 No. 2 (November), pp. 142-154. Ganesan, S. (1994), “Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-Seller Relationships.” Journal of Marketing Vol. 58 (April), pp.1-19. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J. F., 1998. Multivariate Data Analysis with Readings. Ed. 5. NJ: Upper Sadle River. Indrianti, N. 2005. “Analisis Pengaruh Afeksi, Kualitas Jasa, dan Diskonfirmasi Positif terhadap Kepuasan Konsumen.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjah Mada. Kotler, P. 2003. Marketing Management. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Ed.1. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Lambe, C.J., Robert E. S., and Shelby D Hunt (2000), “Interimistic Relational Exchange: Conceptualization and Propositional Development.” Journal of the Academy of Marketing Science Vol. 28 No.2 (Spring), pp. 212.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
65
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Luarn, P., and Hsin-Hui Lin (2003) “a Costumer Loyalty Model for E-Service Context.” Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 4, No. 4. Moorman, C., Deshpande, R., and Zaltman, G. (1993). “Factors Affecting Trust in Market Research Relationships.” Journal of Marketing Vol. 57 No. 1 (January), pp. 81-101. Morgant, R. M., and Shelby D. Hunt (1994), “The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing.”Journal of Marketing Vol. 58 (July), pp. 20-38. Mukherjee, A. and Prithwiraj Nath [2003] “A Model of Trust in Online Relationship Banking” International Journal of Bank Marketing Vol. 21 No.1, pp. 5-15. Papadopoulou, P., Panagiotis Kanellis, Drakoulis Martakos (2002), “Trust Formation and Relationship Building in Electronic Servicescapes.” Electronic Commerce Information System (June), pp.6–8. Prasetyo, T. 2004.”Pengaruh Karakteristik Inovasi Teknologi terhadap Penerimaan Teknologi Informasi: Hubungan Persepsi Kemudahan, Persepsi Kegunaan, dan Persepsi Kompatibilitas serta Pengaruhnya terhadap Penerimaan Teknologi Informasi.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjah Mada. Rahayu, S. 2005. Aplikasi SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung: CV. ALFABETA. Sekaran, U. 2003. Research Methods For Business:A Skill-Building Approach. 3rd. New York: John Wiley. Sheth, J.N. and Atul Parvatiyar (1995), “The Evolution of Relationship Marketing.” International Business Review, Vol. 4 No. 4, pp. 397-418. Sirdesmukh, D., Jagdip Singh, and Barry Sabol (2002), “Consumer Trust, Value, and Loyalty in Relational Exchanges,” Journal of Marketing,Vol. 66 (January), pp. 15-37. Too, L.H.Y., Anne L. Souchon, and Peter C. Thirkel (2000) “Relationship Marketing and Costumer Loyalty in Retail Seting: a Dyadic Exploration.” Warrington, T.B., Nadia J. Abgrab, and Helen M. Caldwel (2000), “Building Trust to Develop Competitive Advantage in E-Business Relationships.” Journal of Consumer Research, Vol. 10 No. 2.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
66
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Zeithaml, V.A., Leonard L. Berry, and A. Parasuraman (1996), “The Behavioral Consequences of Service Quality” Journal of Marketing, Vol. 60 (April), pp.31-46.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
67
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
MEMBANGUN MEREK MELALUI MARKETING PUBLIC RELATIONS Muhammad Johan Widikusyanto5 Restu Wahyuni Universitas Serang Raya [email protected]
ABSTRAK Pasar yang dipenuhi berbagai produk dari berbagai jenis yang jumlahnya sudah tak terhitung lagi mendorong setiap produk untuk semakin unik atau berbeda sehingga memudahkan konsumen untuk mengenalinya. Hal ini menjadi bukti bahwa produk memerlukan tanda pengenal untuk diidentifikasi dan sebagai pembeda dari pesaingnya. Pembeda itu disebut merek. Merek kini menjadi sesuatu yang penting didunia pemasaran. Karena merek-lah yang dibeli konsumen. Perusahaan harus membangun merek yang mereka miliki jika ingin merek tersebut tetap bertahan dipasaran dan memberikan keuntungan jangka panjang. Merek dapat dibangun melalui komunikasi pemasaran. Salah satu komponen komunikasi pemasaran yang telah banyak digunakan perusahaan yang sukses untuk membangun merek mereka adalah Public Relations atau Marketing Public Relations (MPR). Marketing public relations memiliki banyak keunggulan dibanding kan advertising dalam membangun merek walaupun masih banyak perusahaan yang membangun merek barunya menggunakan advertising. Namun dari berbagai bukti praktis dan dukungan dari banyak ahli pemasaran, MPR menjadi sarana yang tepat bagi setiap perusahaan yang ingin membangun merek-nya. Kata Kunci: Merek, Advertisisng, Public Relations, Marketing Public Relations.
A. PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 240 juta jiwa (Republika Online, 2014). Tentunya ini adalah pasar yang sangat besar, terutama untuk industri dengan kategori consumer goods/services yang targetnya adalah semua kelas sosial ekonomi. Sementara itu dari berbagai indikasi menunjukan bahwa buying power konsumen Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini terlihat dari, antara lain: penetrasi telephone cellular yang semakin tinggi, tingkat penggunaan bank yang semakin meningkat, kepemilikan transportasi yang semakin meluas, dan berbagai faktor lainnya. Jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan terus meningkat bahkan bisa jadi melampaui jumlah penduduk Amerika menjadikan Indonesia pasar yang cukup menarik. Pasar Indonesia kini dimsuki berbagai produk dengan berbagai merek yang tak terhitung lagi jumlahnya. Hal ini membuat
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
68
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
konsumen dihadapkan dengan banyak pilihan sedangkan merekatidak punya cukup waktu dan pengetahuan yang baik untuk membuat pilihan produk yang terbaik bagi mereka. Semakin banyaknya produk dipasaran membuat para produsen bersaing ketat untuk memperebutkan konsumen. Misalnya persaingan di pasar minuman teh berkemasan botol maupun gelas (cup) di Indonesia telah kian meningkat dengan masuknya produsen makanan baru maupun lama yang meluncurkan produk minuman kemasan dengan berbagai variannya. Pasar minuman teh dan sari buah mengalami pertumbuhan pasar yang luar biasa, hal ini terjadi di semua kota di Indonesia. Perusahaan multinasional ikut pula bermain`di pasar minuman botol. Semua produsen tidak tinggal diam, sebagian besar melakukan promosi besar-besaran didukung kegiatan pemasaran dan kampanye komunikasi terpadu di TV hingga program sampling di masyarakat (News.id.finroll, 2009). Bukan hanya persaingan dipasar teh kemasan, namun tidak ketinggalan pula ketatnya persaingan di pasar ponsel. Pasar Indonesia telah disesaki hadirnya berbagai model dan merek telepon seluler (ponsel) impor. Tidak saja modelnya yang semakin memikat, fitur dan fasilitas yang ditawarkan juga bertambah. Teknologi yang diusung pun semakin canggih. Jika dahulu trennya adalah lebih ke suara (voice) dan SMS (Short Messaging System), kini yang berkembang adalah teknologi MMS (multimedia messaging system), GSM (Global System for Mobile Communications), General Packet Radio Service atau GPRS, hingga CDMA (Sinar Harapan, 2009). Salah satu pemimpin pasar, Nokia, tiap tahun meluncurkan puluhan model baru. Sementara itu produsen asal Korea Selatan, Samsung, juga tidak kalah agresif mengeluarkan ponsel baru. Dari volume pasar nasional yang diperkirakan berjumlah tiga juta unit ponsel, Samsung menargetkan meraup pangsa pasar 20 persen (Sinar Harapan, 2009). Berbagai pertempuran produk dipasar sasaran tentunya tidak lepas dari aktivitas pemasaran masing-masing produsen. Salah satu fokus pemasaran dalam persaingan ini adalah pertarungan antar merek yang ada. Tanpa adanya merek tentu saja produk akan menjadi sulit dikenali konsumen dan akan kehilangan keunikannya. Oleh karena itu merek menjadi sarat mutlak bagi suatu produk dalam memasuki pasar yang penuh persaingan. Merek yang telah dipelihara dan dibangun dengan baik akan memiliki awarenes yang tinggi dibenak konsumen dan dapat menimbulkan loyalitas konsumen merek tersebut. Sebuah lembaga branding yaitu Interbrand melakukan penilaian terhadap 100 merek internasional. Dari 100 merek tersebut, terpilih sepuluh merek global terbaik atau yang menyandang "The Best Global Brand. "Sepuluh merek global tersebut adalah (Interbrand, 2014): 1) 2) 3) 4)
Apple Google Coca-Cola IBM
5) 6) 7) 8)
Microsoft General Electric McDonald's Samsung
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
9) Intel 10) Toyota
69
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Menjadi merek terbaik tentunya adalah impian setiap merek dan perusahaan yang melahirkan merek tersebut. Merek yang kuat akan memberikan keuntungan bagi pemiliknya serta menjadi penghalang bagi pesaing untuk merebut pelanggan merek tersebut. Pada level nasional, beberapa merek yang memperoleh top brand award 2014 berdasarkan survei yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group diantaranya di kategori sepeda motor bebek adalah Honda supra dengan index 31,3%, berada di posisi pertama mengungguli Yamaha Jupiter dan Honda Absolute di posisi kedua dan ketiga (Top Brand Award, 2014). Top Brand berbagai merek lainnya dari berbagai kategori dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1. Top Brand Award 2014 SEPEDA MOTOR BEBEK Merek
TBI
TOP
Honda Supra
31,3%
TOP
Yamaha Jupiter
22,4%
TOP
Honda Absolute Revo
14,3%
TOP
Yamaha Vega
11,8%
Honda Blade
9,7%
Suzuki New Shogun
2,5%
SABUN PENCUCI PAKAIAN BUBUK Merek
TBI
TOP
Rinso
47,3%
TOP
Daia
19,9%
TOP
Attack
16,2%
TOP
So Klin
9,5%
Surf
2,6%
Boom
2,4%
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
70
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 1. Top Brand Award 2014 (Lanjutan) PESAWAT TELEVISI Merek
TBI
TOP
Sharp
18,3%
TOP
Samsung
15,8%
TOP
LG
14,7%
TOP
Polytron
10,9%
Toshiba
7,2%
Sony
5,2%
MINYAK GORENG Merek
TBI
TOP
Bimoli
46,1%
TOP
Tropical
12,2%
TOP
Filma
11,5%
TOP
Sania
9,8%
Sunco
5,9%
Avena
3,6%
Fortune
2,7%
Kunci Mas
2,5%
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
71
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Tabel 1. Top Brand Award 2014 (Lanjutan) SIMCARD GSM PRABAYAR Merek
TBI
TOP
Simpati
30,2%
TOP
IM3
16,9%
TOP
XL Prabayar
16,7%
TOP
Kartu AS
13,9%
3 (Three)
8,9%
Axis
8,1%
Mentari
5,0%
PROVIDER LAYANAN INTERNET Merek
TBI
TOP
Telkomsel
35,9%
TOP
Indosat
12,6%
TOP
Smartfren
10,8%
TOP
XL
9,2%
3 (Three)
7,6%
Axis
7,5%
Sumber: Top Brand Award (2014)
Dari uraian diatas, terlihat jelas produk yang bersaing dipasar yang ketat mau tidak mau sangat membutuhkan merek bukan saja untuk bersaing mengalahkan lawan namun juga untuk hanya sekedar bertahan dalam persaingan tersebut.
B. MEREK Banyak produk yang beredar dipasaran memiliki kemiripan antara satu dengan lainnya yang secara keseluruhan tidak memiliki perbedaan ketika konsumen akan membeli. Sebagai contoh produk yang cenderung tidak memiliki perbedaan adalah bensin, entah itu dijual oleh Pertamina atau Shell. Produk
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
72
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
seperti itu disebut komoditi karena mereka homogen atau tidak memiliki perbedaan produk dari segi manfaat antara satu dengan lainya. Seperti halnya air, sekilas tampak sebagai produk komoditi. Akan tetapi banyak supermarket menjual berbagai produk air dalam kemasan, misalnya Aqua, Ades, Mizon, dan O2, dimana setiap produk memiliki berbagai campuran bahan dan mereka juga memiliki nama merek dengan konsumen loyalnya masing-masing. Dalam kasus ini produk komoditi seperti air telah dirubah menjadi merek. Produk-produk tersebut telah mengalami branding atau pemberian merek. Branding adalah suatu proses penambahan nilai kepada produk yang dapat dilakukan melalui penggunaan kemasan, nama merek, promosi dan positioning. (Blythe, 2005).
Tinggi Perbedaan Harga
Produk Bermerek
Rendah Perbedaan Harga
Produk Komoditas
Tinggi Perbedaan Produk / Citra
Rendah Perbedaan Produk / Citra Gambar 1. Hubungan Produk Komoditi dengan Produk Bermerek. Sumber: Blythe (2005)
Gambar diatas menunjukan hubungan antara produk komoditi dengan produk bermerek dari sisi citra dan harga. Produk komoditi cenderung untuk tidak berbeda dalam harga. Bensin dengan berbagai distributor yang berbeda didalam wilayah geografis yang sama cenderung akan menjual dengan harga yang sama atau hampir sama. Selain itu, bensin juga cenderung memiliki tingkat perbedaan yang rendah dalam segi karakteristik dan citra produk. Produk bermerek memiliki keunggulan dibanding produk yang tidak bermerek atau komoditi. Oleh karena itu merek memiliki peranan yang sangat penting dalam pemasaran produk. Merek sebagai sesuatu yang krusial bagi suatu produk memiliki banyak definisi. Secara sederhana, Kotler (2003) dalam Marketing Insights from Ato Z mengatakan bahwa: Everything is a brand: Coca-Cola, FedEx, Porsche, New York City, the United States, Madonna, and you—yes, you! A brand is any label that carries meaning and associations.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
73
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Merek bukan saja produk yang sudah akrab kita kenal seperti coca-cola dan sebagainya, namun bahkan diri anda atau nama anda adalah juga sebuah merek yang memiliki makna dan asosiasi. Ikatan Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai: Name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods or sevice of one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors ( Kotler & Keller, 2009). Jika mengacu pada Ikatan Pemasaran Amerika, merek bisa diartikan sebagai nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi diantara semua itu yang dimaksudkan untuk mengenali barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual untuk membedakan mereka dari pesaingnya. Pengertian ini masih bersifat umum dan belum melihat merek sebagai sesuatu yang berharga bagi perusahaan atau sarana yang penting bagi perusahaan untuk bersaing dan mendatangkan keuntungan. Definisi lainnya yang lebih spesifik bagi perusahaan diberikan brandchanel.com (2009), merek didefinisikan sebagai: “a mixture of attributes, tangible and intangible, symbolised in a trademark, which, if managed properly, creates value and influence.” Merek diartikan sebagai campuran atribut baik berwujud dan tidak berwujud yang digunakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan juga untuk mempengaruhi mereka. dalam pengertian ini merek menjadi sesuatu yang penting untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Dari berbagai definisi diatas, definisi yang cukup singkat dan menarik adalah definisi dari JN Kapferer yang berbunyi “a brand is a name that influences buyers” (Kapferer, 2008). Secara singkat Kapferer mengatakan bawa merek adalah sebuah nama yang memiliki kekuatan memengaruhi pembeli. Lebih lanjut Kapferer menjelaskan bahwa sumber pengaruh merek berasal dari “A set of mental associations and relationships built up over time among customers or distributors” (Kapferer: 2008). Kapferer berpendapat bahwa sumber kekuatan merek adalah berasal dari asosiasi mental konsumen dan hubungan antara konsumen dengan distributor atau produsen yang dibangun sepanjang waktu dan bersifat jangka panjang. Jadi merek tidaklah dapat dibangun dalam waktu singkat dan bertujuan jangka pendek. Merek harus dibangun dengan terlebih dahulu membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen. Merek adalah aset tak berwujud yang sangat berharga bahkan dapat memiliki nilai yang sangat mahal. Merek sebagai nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi diantara semua itu yang dimaksudkan bukan hanya sebagi pembeda dari pesaingnya namun juga untuk menciptakan nilai dan juga untuk memengaruhi pembeli. Untuk membangun merek yang memiliki pengaruh dimata buyer, seperti yang disarankan Kapferer, maka perusahaan harus membangun asosiasi metal posistif terhadap merek dan membangun hubungan yang kuat antara mereka dengan pelanggannya.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
74
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Peran Merek Merek memiliki peran dalam pemasaran (Kotler & Keller, 2009), yaitu: 1. Merek dapat menunjukkan siapa pembuat produknya dan memungkinkan konsumen untuk menghubungkan kinerja produk tersebut dengan produsen atau distributornya. 2. Merek dapat memiliki fungsi yang penting bagi perusahaan seperti memudahkan penanganan dan pelacakan produk. Merek membantu perusahaan untuk mengatur persediaan dan juga laporan keuangan. Merek juga membantu perusahaan melindungi keunikan atau aspek produk secara hukum. 3. Merek bisa menjadi tanda tingkat kualitas tertentu yang membuat konsumen yang puas dapat dengan mudah memilih kembali produk tersebut. 4. Membeli produk dengan merek yang sama menimbulkan loyalitas pada merek. Loyalitas terhadap merek membantu untuk memprediksi dan menjaga permintaan atas produk, selain itu dapat pula menjadi rintangan masuk bagi kompetitor kedalam pasar yang sama. Loyalitas berarti pula kesediaan pelanggan utuk membeli produk dengan harga yang lebih tinggi dari pada produk pesaing Merek tidaklah hanya berisi informasi saja, akan tetapi merek juga memiliki beberapa fungsi yang bermanfaat bagi konsumen. Berikut ini disajikan tabel delapan fungsi merek menurut Kapferer (2008) yang bukan saja bermanfaat bagi konsumen namun juga dapat menciptakan nilai dimata konsumen. Tabel 2. Fungsi Merek bagi Konsumen Function Identification
Consumer benefit To be clearly seen, to quickly identify the sought-after products, to structure the shelf perception. Practicality To allow savings of time and energy through identical repurchasing and loyalty. Guarantee To be sure of finding the same quality no matter where or when you buy the product or service. Optimisation To be sure of buying the best product in its category, the best performer for a particular purpose. Badge To have confirmation of your self-image or the image that you present to others. Continuity Satisfaction created by a relationship of familiarity and intimacy with the brand that you have been consuming for years. Hedonistic Enchantment linked to the attractiveness of the brand, to its logo, to its communication and its experiential rewards. Ethical Satisfaction linked to the responsible behaviour of the brand in its relationship with society (ecology, employment, citizenship, advertising which doesn‟t shock). Sumber: Kapferer (2008)
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
75
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Lingkup Pemberian Merek (Branding) Pemasar dapat memberikan merek pada barang, jasa, toko, orang, tempat, organisasi, dan ide (Kotler dan Keller, 2009). Berbagai lingkup pemberian merek dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Lingkup Pemberian Merek Lingkup 1. Barang 2. Jasa 3. Toko 4. Orang 5. Tempat 6. Organisasi 7. Ide
Pemberian Merek Sampo Clear, Mobil BMW, Indomie, Ponsel Sony Ericsson. Maskapai Penerbangan Garuda, BNI, UGM, Rumah Sakit Sarjito. Alfamart, Matahari, Carrefour, Giant, Indomart, Dewi Persik, Chris John, Mbah Surip, Mbah Marijan, Ade Rai. Pantai Parangtritis, Malioboro, Kota Jogja. Granat, YLKI, Gerakan Anti Rokok, ICW. Reformasi, Kebebasan Berbicara, Anti Korupsi, Pembelaan Hak-Hak Sipil, Keadilan, Persamaan Hak.
Ekuitas Merek Merek yang sudah menjadi simbol, berasosiasi pada sesuatu yang positif, dan menjadi top of mind merupakan merek yang sukses. Merek tersebut mengandung banyak value dan kekuatan, atau dianggap memiliki ekuitas merek (Brand equity) yang tak ternilai. Kotler dan Keller (2009) mengartikan Brand equity sebagai: The added value endowed on products and services. It may be reflected in the way consumers think, feel, and act with respect to the brand, as well as in the prices, market share, and profitability the brand commands for the firm. Menurut Kotler dan Keller (2009), ekuitas merek tergantung bagai mana konsumen berpikir, merasa, bertindak yang terkait dengan merek. Dengan kata lain kekuatan suatu merek terletak dibenak pelanggan yang ada atau potensial dan pengalaman pelangan tentang merek baik langsung maupun tidak langsung. Brandchannel.com (2009) mendefinisikan Ekuitas Merek sebagai: The sum of all distinguishing qualities of a brand, drawn from all relevant stakeholders, that results in personal commitment to and demand for the brand; these differentiating thoughts and feelings make the brand valued and valuable. Definisi dari brandchannel.com (2009) berasumsi bahwa ekuitas merek adalah semua perbedaan kualitas merek yang dapat menimbulkan perbedaan pikiran
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
76
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
dan perasaan dibenak konsumen dimana perbedaan inilah yang membuat merek dihargai dan berharga yang pada akhirnya akan menimbulkan komitmen pribadi dan permintaan atas merek dari pelanggan merek tersebut. Baik definisi dari Kotler dan Keller (2009) serta brandchannel.com (2009) memiliki persamaan bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang terletak di benak konsumen sebagai hasil dari pikiran dan perasaan konsumen terhadap merek. Kotler dan Keller menambahkan bahwa perbedaan yang terjadi adalah disebabkan respon konsumen terhadap pengetahuan tentang merek yang mereka miliki. Oleh karena itu pengetahuan konsumen tentang merek memiliki peran penting dalam membentuk ekuitas merek. Secara berbeda, Kapferer (2008) menyebut ekuitas merek sebagai brand value (nilai merek) dan mendefinisikan nilai merek sebagai “the profit potential of the brand assets, mediated by brand market strength.” Menurut Kapferer, nilai merek berasal dari aset merek yang di mediasi oleh kekuatan merek. Intinya nilai merek berasal dari aset merek dimana aset merek ini merupakan merupakan potensial keuntungan bagi perusahaan. Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara aset merek (brand assets) dan kekuatan merek (brand strenght) yang menghasilkan nilai merek (brand value).
Gambar 2. Hubungan Aset Merek, Kekuatan Merek, dan Nilai Merek Sumber: Kapferer (2008)
C. KOMUNIKASI PEMASARAN Produk membutuhkan lebih dari sekedar kualitas dan merek. Untuk menciptakan penjualan, diperlukan komunikasi untuk menyampaikan nilai Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
77
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
kepada konsumen. Tanpa komunikasi yang baik, sulit suatu produk mencapai pasar sasaran dengan tepat. Kotler dan Keller (2009) mengartikan komunikasi pemasaran (Marketing communications) sebagai “the means by which firms attempt to inform, persuade, and remind consumers-directly or indirectlyabout the products and brands they sell.” Komunikasi pemasaran sebagai alat diperlukan bagi pemasar untuk menyampaikan informasi tentang produk dan merek, membujuk dan mengingatkan konsumen akan produk dan merek yang dipasarkan. Semua itu dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pemasar. Komunikasi pemasaran penting bagi pemasar dan konsumen itu sendiri. Melalui komunikasi pemasaran konsumen dapat belajar mengenai produk dan merek. Gambar berikut menjelaskan sarana komunikasi pemasaran yang menjadi perantara antara perusahaan, produk, dan merek dengan penerima pesan. Messages
Transmitters
Receivers
Advertising
Consumers
Sales promotions
Employess
Personal selling
Pressure groups
Public relations
Other publics
Information about products and brands
Information about the company
Gambar 3.The Promotional Mix (Blythe, 2005) Pada Gambar 3, promotional mix (bauran promosi) memiliki peran untuk menyampaikan pesan, membujuk dan mengingatkan penerima pesan dimana penerima pesan dapat terdiri dari konsumen, karyawan, pressure group dan kelompok publik lainnya. Komunikasi pemasaran juga memiliki peran atau berkontribusi pada ekuitas merek dengan membangun merek dalam ingatan dan menciptakan citra merek (Kotler & Keller, 2009).
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
78
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Hubungan antara komunikasi pemasaran dan ekuitas merek disajikan dalam gambar berikut ini.
Gambar 4. Komunikasi Pemasaran Terintegrasi untuk Membangun Ekuitas Merek Sumber: Kotler dan Keller (2009)
Kotler dan Keller (2009) membagi sarana atau program komunikasi pemasaran menjadi delapan komponen yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Advertising Sales promotion Events and experiences Public relations and publicity Direct marketing Interactive marketing Word-of-mouth marketing Personal selling
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
79
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Melalui delapan progaram komunikasi pemasaran diatas, pemasar dapat membangun ekuitas merek dengan banyak cara diantaranya dengan menciptakan kesadaran akan merek, menghubungkan asosiasi yang tepat dengan citra merek dalam memori konsumen, mendorong penilaian dan perasaan merek yang positif, dan atau memfasilitasi satu tautan yang kuat antara konsumen dan merek (Kotler dan Keller, 2009). D. MARKETING PUBLIC RELATIONS Jalan atau sarana dasar yang digunakan Public Relations (PR) adalah mengoperasikan word-of-mout, media cetak, berita TV, dan rekomendasi pribadi. Tujuannya adalah untuk menempatkan perusahaan dan produknya ke dalam pikiran dan percakapan orang dengan cara yang positif. Karena informasi muncul sebagai berita, ia cenderung dapat mempengaruhi lebih kuat. PR bukan iklan, karena tidak dibayar untuk secara langsung (meskipun biasanya ada beberapa biaya yang melekat dalam hal membayar seseorang untuk menulis press release, dan juga dalam menciptakan sebuah berita (Blythe, 2005 ). Banyak orang yang berfikir bahwa merek dibangun menggunakan periklanan (advertising). Kotler (2003) mengatakan bahwa advertising hanya menimbulkan perhatian terhadap merek. Lebih lanjut Kotler (2003) mengatakan bahwa merek dibangun secara holistik, melalui kombinasi berbagai alat meliputi advertising, public relations, sponsorships, events, social causes, clubs, spokespersons dan sebagainya. Salah satu hal yang menjadi topik menarik disini adalah bagaimana public relations atau marketing public relation berperan dalam membangun suatu merek. Banyak perusahaan mengalokasikan dana yang terlalu besar untuk periklanan dan sedikit untuk public relation (Kotler, 2003). Padahal untuk membangun merek, lebih tepat menggunakan public relations dibandingkan menggunakan PR. Seperti apa yang Kotler (2003) katakan: I expect companies to start shifting more money from advertising to public relations. Advertising is losing some of its former effectiveness. It is hard to reach a mass audience because of increasing audience fragmentation. TV commercials are getting shorter; they are bunched together; they are increasingly undistinguished; and consumers are zapping them. Sebaiknya perusahaan mulai berani untuk mengalokasikan dana perusahaan lebih besar pada public relations dibandingkan untuk periklanan. Kotler (2003) berpendapat bahwa advertising telah kehilangan banyak efektivitasnya yang dulu. Ini membuat advertising sulit mencapai audiens yang besar karena meningkatnya fragmentasi audiens. Kotler (2003) menambahkan: The biggest problem is that advertising lacks credibility. The public knows that advertising exaggerates and is biased. At its best, advertising is playful and entertaining; at its worst, it is intrusive and dishonest. Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
80
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Masalah terbesar periklanan adalah tidak memiliki kredibilitas. Disamping itu, publik kini tahu bahwa apa yang periklanan promosikan adalah dilebihlebihkan dan bias. Hal tersebut diperburuk lagi dengan anggapan publik bahwa periklanan adalah ganguan dan tidak jujur. Lebih lanjut Kotler (2003) mengatakan bahwa membangun merek baru melalui PR lebih baik dari pada menggunakan advertising meskipun membutuhkan kreativitas dan waktu yang lebih lama. Perusahaan yang berencana membangun merek baru perlu menciptakan buzz, dan buzz diciptakan melalui alat PR. Menggunakan kampaye PR akan membuat biaya jauh lebih sedikit dan memungkinkan membuat cerita yang lebih kekal (Kotler: 2003). Menurut Blythe (2005), PR yang baik akan lebih efektif dibandingkan periklanan karena alasan-alasan berikut: 1. The press coverage is free, so there is better use of the promotional budget. 2. The message carries greater credibility because it is in the editorial part of the paper. 3. The message is more likely to be read, because while readers tend to skip past 4. the advertisements, their purpose in buying the paper is to read the news stories. Apa yang diusulkan Kotler (2003) diatas sejalan dengan Al and Ries (2005). Dalam buku mereka yang berjudul The Fall of Advertising and the Rise of PR, Al and Ries (2005) berargumen secara persuasif bahwa dalam meluncurkan produk baru lebih baik memulai dengan public relation, bukan dengan periklanan. Kebanyakan perusahaan bertentangan dengan usulan Al and Ries ini ketika perusahaan-perusahaan tersebut berpikir untuk meluncurkan produk baru (Kotler, 2003). Buku Al dan Ries yang berjudul The Fall of Advertising and the Rise of PR, pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 2003 dengan membawa paradigma baru. Al dan Ries adalah salah satu tokoh pemasaran paling terkenal di dunia. Beliau bersama partnernya, Jack Trout pernah memperkenalkan istilah "positioning" yang sampai sekarang masih digunakan di dunia pemasaran. Al dan Ries (2005) mengungkapkan bahwa periklanan nyaris tidak punya bargaining power di era sekarang ini karena periklanan tidak punya kredibilitas dalam memasukkan pesan ke benak prospek. Al dan Ries (2005) menganggap zaman telah berubah. Beliau melihat Public Relations (PR) sebagai media yang lebih tepat. Periklanan hanya dipandang perlu untuk mempertahankan pesan merek di benak prospek saat PR berhasil menanamkan pesan tersebut. Banyak bukti menunjukan bahwa public relations lebih baik dalam membangun merek. Perusahaan seperti Palm, Amazon, eBay, The Body Shop, Blackberry, Beanie Babies, Viagra, and Nokia, mereka membangun merek tidak melalui periklanan tetapi melalui berita di media cetak dan di udara. mereka menggunakan PR, bukan periklanan (Kotler, 2003). Begitu pula
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
81
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Microsoft, perusahaan yang memiliki nilai merek tinggi itu menggunakan Public Relations ketika meluncurkan sistem operasi barunya Windows 95. Tim Microsoft di seluruh dunia, untuk melakukan publikasi yang menarik perhatian, Mengibarkan spanduk Windows 95 sebesar 600 kaki dari menara CN Toronto. Menaburi warna merah, kuning dan hijau dari logo Windows 95 pada The Empire State Building di New York. Membayar The London Time’s untuk mendistribusikan secara gratis seluruh terbitan harian itu sebanyak 1,5 juta eksemplar kepada masyarakat. Anita Roddick membangun The Body Shop menjadi merek dunia tanpa melakukan periklanan melainkan dengan public relations keseluruh dunia tanpa kenal lelah untuk memperkenalkan produknya. Demikian juga Intel, Dell, Compaq, Gateway, Oracle, Cisco, SAP, Sun microsystem pertama kali diciptakan di halaman-halaman Wall Street Journal, Business Week, Forbes, dan Fortune, yaitu dengan publisitas, bukan dengan iklan. Lalu apakah tugas atau peran public relation bagi perusahaan dan produk serta merek-nya. Kotler dan Keller (2009) mengajukan enam tugas atau peran PR yang juga disebut marketing public relation (MPR), karena penggunaan PR pada bidang marketing. Tugas atau peran tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Launching new products. Repositioning a mature product Building interest in a product category Influencing specific target groups Defending products that have encountered public problems Building the corporate image in a way that reflects favorable on its products.
MPR atau PR dalam menjalankan perannya perlu seperangkat alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumya dalam hal ini adalah upaya membangun merek terutama merek baru. Kotler dan Keller (2009) menyebutkan tujuh peralatan utama dalam MPR, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Publications. Events Sponsorships News Speeches Public service activities Identity media.
Dalam bukunya yang lain, Kotler (2003) memberikan tujuh peralatan MPR yang dia sebut sebagai “the Pencils of Public Relations” dimana peralatan ini dapat digunakan untuk merebut perhatian dan menciptakan “talk value.” The pencils of public relations tersebut adalah:
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
82
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Publications. Events. News. Community affairs. Identity media. Lobbying. Social investments.
Peralatan MPR lainnya diusulkan oleh Burnett (2003), berisi sepuluh teknik public relations, yaitu News release (press release), Press conference, Delivering bad news, Publicity photographs, Company publications, Open house/tours, Meeting, Organized social activities, Participation, dan Motion pictures/slides. Kesepuluh teknik public relations beserta penjelasannya dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Teknik Public Relations TECHNIQUE 1. News release (press release) 2. Press conference
3. Delivering bad news 4. Publicity photographs 5. Company publications
6. Open house/tours 7. Meeting
8. Organized social activities
9. Participation
10.
Motion pictures/slides
DESCRIPTION A prepared statement sent to various media. Meeting attended by media representatives for the purpose of making announcements or answering questions. System that anticipates and handles negative events. A prepared photo sent to various media. Magazines, newspapers, and newsletter produced by the company, depicting specific stories. Providing various publics’ acces to plant facilities. Planned meeting provided for various publics, especially employees and stockholders. Company-sponsored social activities directed at employees, e.g., teams and picnics. Company-encouraged involvement in community activities, e.g., clubs, charities. Professionally produced films and slides about some aspect of the company, provided to various publics.
Sumber: Burnett (2003)
Semua peralatan MPR baik dari Kotler dan Keller (2009), Kotler (2003), maupun Burnett (2003) yang telah disebutkan sebelumnya, tidaklah jauh berbeda, adapun perbedaan yang ada akan saling melengkapi sehingga memperkaya peralatan MPR yang ada. Selanjutnya kembali kepada pemasar untuk meramu dan menggunakan berbagai peralatan MPR yang ada untuk mencapai tujuan pemasaran ataupun membangun merek suatu produk.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
83
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
E. KESIMPULAN Setiap produk membutuhkan merek, karena merek lah yang dibeli konsumen. Merek digunakan untuk mengenali atribut produk dan juga untuk membedakannya dengan pesaing. Selain itu sifat merek yang termasuk penting adalah “pengaruh,” dengan kekuatan pengaruhnya, merek memengaruhi pembeli untuk menjadi pelanggan yang loyal sepanjang masa. Seperti pendapat Kapferer (2009) dalam The New Strategic Brand Management, untuk membuat merek yang memiliki pengaruh dibutuhkan aktivitas pemasaran untuk membentuk asosiasi mental dibenak konsumen dan hubungan antara merek dengan konsumen yang dibangun sepanjang masa. Merek yang memiliki nilai psikologi dan finansial disebut ekuitas merek dimana merek tersebut akan membangun loyalitas pelanggannya. Merek dan kualitas saja tidak cukup. Diperlukan komunikasi pemasaran untuk menyampaikan pesan yang tepat pada pelanggan yang tepat. Tanpa komunikasi maka produk akan tenggelam diantara lautan produk lainnya, sehingga telah menjadi kebutuhan mutlak bagi pemasar untuk menggunakan komunikasi pemasaran untuk memperkenalkan produknya serta memengaruhi konsumen. Salah satu komponen komunikasi pemasaran yang memiliki peran besar dalam membangun merek adalah public relations atau marketing public relation. Marketing public relations memiliki keunggulan dibanding periklanan dalam membangun merek dan telah banyak tokoh pemasaran yang menyarankan untuk membangun merek terutama merek baru dengan menggunakan MPR bukan dengan periklanan. Keunggulan MPR dibandingkan periklanan selain berbiaya lebih murah adalah lebih dapat dipercaya sehingga akan memudahkan membangun citra positif dibenak konsumen. Banyak perusahaan legenda yang sukses membangun merek melalui MPR seperti Palm, Amazon, eBay, The BodyShop, Blackberry, Beanie Babies, Viagra, Google, Microsoft, dan Nokia. Jadi, argumen bahwa MPR dapat membangun merek lebih baik dari periklanan bukanlah hanya teori diatas kertas yang berada didalam lipatan buku-buku dan jurnal pemasaran namun sudah menjadi bukti praktis dilapangan. Oleh karena itu perusahaan yang ingin membangun merek nya menjadi merek yang bernilai, berpengaruh, dan sukses, perlu menjadikan MPR sebagai sarananya untuk setiap kali peluncuran produk baru atau untuk membangun citra positif perusahaan dan merek yang sudah ada.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
84
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
DAFTAR PUSTAKA Blythe, Jim. 2005. Essentials Of Marketing. 3th edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited. Brand
Channel. 2009, Desember.Definisi Merek (Online). http://www.brandchannel.com/education_glossary.asp.
Tersedia:
Burnett, John. 2003. Core Concept Of Marketing, 2th edition, New York: John Wiley. Interbrand. 2014, April. Best Global Brands 2013 (Online). Tersedia: http://www.interbrand.com/en/best-global-brands/2013/Best-GlobalBrands-2013-Brand-View.aspx Kapferer, J. N. 2008. The New Strategic Brand Management. 4thedition. Great Britain: Kogan Page Limited. News Id Finroll. 2009, Desember. Persaingan Pasar Minuman Botol (Online). Tersedia:http://news.id.finroll.com/news/14-berita-terkini/105477persaingan-pasar-minuman-botol-makin-ketat.html. Philip Kotler & Kevin L. Keller, Marketing Management, 13th edition, 2009, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Philip Kotler, Marketing Insights From A To Z, 10th edition, 2003, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Republika Online. 2014, Maret. Menkeu: Indonesia Kekurangan Pegawai Pajak (Online). Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum /14/03/17/n2kt3m-menkeu-indonesia-kekurangan-pegawai-pajak. Ries, Al dan Laura Ries. 2005. The Fall of Advertising and The Rise of PR. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sinar
Harapan. 2009, Desember. Persaingan Pasar Ponsel (Online). Tersedia:http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2003/05 13/pro1html.
Top Brand Award. 2014, April. Top Brand Index 2014 (Online). Tersedia: http://www.topbrand-award.com/top-brand-survey/surveyresult/top_brand_index_2014.
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
85