Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
JURNAL MANAJEMEN Terbit online : http://jurnalfe.ustjogja.ac.id
PENGARUH CHALLENGES STRESSOR TERHADAP TASK PERFORMANCE DENGAN SELF EFFICACY DAN MOTIVATION TO WORK SEBAGAI VARIABLE MEDIASI Bianka Andriyani
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Korespondensi:
[email protected] INFORMASI NASKAH Alur Naskah: Diterima: 21 Desember 2016 Revisi: 23 Desember 2016 Diterima untuk terbit: 25 Desember 2016 Tersedia online: 28 Desember 2016 Kata Kunci: Tantangan Stressors, Self Efficacy, Motivasi Kerja, dan Kinerja Tugas.
ABSTRAK
Penelitian ini menguji pengaruh stres tantangan terhadap kinerja tugas dengan self-efficacy dan motivasi untuk bekerja sebagai variabel mediasi. Dalam hal ini, para peneliti menduga stressor tantangan akan menjadi pengaruh positif pada kinerja tugas karyawan. Dalam studi ini, peneliti merekrut variabel self-efficacy dan motivasi untuk bekerja sebagai variabel mediasi yang akan memediasi efek stres pada tantangan kinerja tugas. Metode pengambilan sampel menggunakan sampling nonprobabilitas dan purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah karyawan salah satu rumah sakit di Magelang sebagai responden karena diduga akan dapat memberikan respon terhadap stres yang dialami Tantangan untuk Kinerja Tugas. Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM)
PENDAHULUAN Suatu organisasi atau perusahaan memerlukan kesesuaian antara kebutuhan organisasi tersebut dengan kebutuhan karyawannya. Tidak adanya keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan stress kerja yang ditandai oleh adanya berbagai macam penyimpangan, baik penyimpangan fungsi fisik, psikologis, maupun perilaku anggota organisasi termasuk karyawan. Suatu organisasi dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia, jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu maka akan menghambat keseluruhan gerak dan menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit sehingga individu tersebut tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian juga jika banyak diantara karyawan didalam organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Menurut Riggio (1990) seperti dikutip dalam Andreas (2009), stres yang dialami seorang karyawan dapat bervariasi dengan karyawan lain, karena stres merupakan proses
53
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
persepsi yang bersifat individual. Atwater (1983) seperti dikutip dalam Andreas (2009) menjelaskan karyawan yang mengalami stres mungkin mengalami kelelahan fisik, emosional, dan mental di lingkungan kerja. Peristiwa-peristiwa dari dalam dan dari luar tempat kerja dapat memicu terjadinya stres pada karyawan. Stres dalam pekerjaan yang dialami individu merupakan hubungan timbal balik antara sesuatu yang berada di dalam diri individu dengan sesuatu yang berada di luar individu tersebut (Andreas, 2009). Menurut Kiov dan Kohn (dalam Minner, 1992) stressor dapat timbul pada lingkungan kerja, kondisi kerja, organisasi, karir, jabatan, hubungan antara manusia, keluarga serta stressor juga bersumber dari dalam individu, antara lain keprbadian, sikap terhadap pekerjaan, lama kerja, pendidikan serta pengalaman masa lalu. Dari factor-faktor internal tersebut bukan hanya aspek intelegensi, minat, bakat dan motivasi saja yang penting bagi seorang karyawan, tetapi aspek kepribadian juga penting untuk diperhatikan karena kebutuhan suatu perusahaan akan kepribadian yang sehat dari karyawan dapat membantu kemajuan perusahaan. Bahkan menurut Gibson (1998) kepribadian adalah salah satu aspek utama dari individu yang dapat mempengaruhi efektivitas sebuah organisasi. Self efficacy merupakan salah satu aspek dalam kepribadian. Bandura (2001) mengatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk control terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan, jika keyakinan diri yang dimiliki seorang karyawan tersebut rendah maka hal itu akan menyebabkan karyawan kurang tepat dalam pengambilan keputusan dan menyelesaikan pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan karyawan tidak yakin terhadap dirinya sendiri dapat melakukan perkerjaannya dengan baik. Sementara jika keyakinan diri yang dimiliki seorang karyawan tinggi, maka karyawan tersebut akan mampu bertahan pada saat kondisi sulit dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan karyawan meyakini bahwa dirinya sendiri dapat berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Menurut Prawirosentono (1999) seperti yang dikutip dalam Indriyani (2009), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Radig (1998), Soegiri (2004:27-28) dalam Antoni (2006:24) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Dalam penelitian ini, peneliti menduga karyawan yang mampu mengelola stressnya dengan baik dan positif akan memiliki motivasi untuk bekerja dengan baik serta keyakinan diri yang kuat untuk berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan, dan dampaknya adalah hasil yang positif bagi perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti memilih untuk mengambil judul “Pengaruh Challenge Stressor terhadap Task Performance dengan Self Efficacy dan Motivation to Work sebagai variable mediasi”. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Penelitian ini berfokus pada pengujian pengaruh challenge stressor terhadap task
54
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
performance dengan self efficacy dan motivation to work sebagai variable mediasi, seperti yang digambarkan dalam model dasar penelitian pada Gambar 1 berikut ini:
H2
Self Efficacy
H3 Task Performance
H1
Challenges Stressor H4
Motivation to Work
H5
Hasibuan (2009:204) menyatakan stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi marahmarah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif. Siagian (2007:300) menyatakan bahwa stress merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stress yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luar lainnya. Hal ini berarti karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan. Suwatno (2011:255) menyatakan bahwa stress kerja dapat timbul jika tuntutan pekerjaan tidak seimbang dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutannya tersebut sehingga menimbulkan stress kerja dengan berbagai taraf, yaitu : a) Taraf Sedang, berperan sebagai motivator yang memberikan dampak yang positif pada tingkah laku termasuk tingkah laku kerja. b) Taraf tinggi, terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama sehingga individu merasakan ancaman, mengalami gangguan fisik, psikis dan perilaku kerja. Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas. Kemampuan bertindak itu dapat diperoleh manusia baik secara alami (ada sejak lahir) atau dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada saat-saat tertentu saja. Potensi untuk berperilaku tertentu itu disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal sebagai performance (kinerja). Cash dan Fischer (1987) dalam Thoyib (2005:10) mengemukakan bahwa kinerja sering disebut dengan performance atau result yang diartikan dengan apa yang telah dihasilkan oleh individu karyawan. Kinerja dipengaruhi oleh kinerja organisasi (organizational performance) itu sendiri yang meliputi pengembangan organisasi (organizational development), rencana kompensasi (compensation plan), sistem komunikasi (communication system), gaya manajerial (managerial style), struktur organisasi (organization structure), kebijakan dan prosedur (policies and procedures). Stressors adalah kondisi yang menyebabkan ketegangan, kecemasan, kelelahan, dan depresi. Perspektif ini menunjukkan bahwa stresor adalah rangsangan yang membangkitkan proses stres, dan ketegangan adalah hasil dalam proses ini. Respon individu terhadap stress bervariasi, da nada berbagai cara individu dalam menilai dan mengatasi ketegangan yang ditimbulkan akibat stress (Lazarus & Folkman, 1984). Sementara dalam konteks pekerjaan stress memiliki arti ekonomi yang cukup konsisten bagi individu yang mengalaminya, dan
55
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
sebagai hasilnya, mereka cenderung untuk menilai dan bereaksi terhadap ketegangan kerja yang ditimbulkan. Pada tahun 2000, Cavanaugh et.al mempelajari laporan para eksekutif bahwa perasaan stress yang berhubungan dengan tantangan atau penghargaan pengalaman kerja berbeda dengan work outcomes (job satisfaction, job search, dan voulantary turnover) dibandingkan perasaaan stress yang berhubungan dengan hindering atau constraining job experiences. Penelitian ini juga berhasil mengkategorikan stressor menjadi challenge stressor dan hindrance stressor. Boswell et. al pada tahun 2002 mengembangkan suatu konsep stress yang ditemukan oleh Cavanaugh et. al pada tahun 2000. Dalam penelitiannya Boswell menghubungkan dua tipe stress yaitu challenge stressor dan hindrance stressor dengan beberapa work outcomes, yaitu loyality, work withdrawal, dan job search dan intention to quit. Selain itu, Boswell juga menambahkan variable baru yaitu felt challenge, job control, dan psychological strains yang diduga berhubungan dengan stress (Boswell et. al 2004). Salah satu hal yang juga dapat menyebabkan individu merasa stress adalah tekanan kerja, dimana tekanan kerja ini memainkan peranan penting terhadap akibat-akibat negatif individual dan organisasional yang saat ini telah menjadi topik yang menarik diantara para peneliti dan praktisi. Tekanan kerja ini juga berpengaruh terhadap psychological strains dan berpengaruh terhadap output organisasional yang lain antara lain prestasi kerja dan work outcomes. Menurut Cavanaugh stress terbagi menjadi dua tipe, yaitu challenge related stress dan hindrance related stress. (Cavanaugh et.al; 2000). Challenge related stress merupakan sumber potensial stress yang dapat menciptakan stress bagi individu tetapi memiliki pengaruh yang positif bagi individu dan organisasi dengan merangsang kreativitas, meningkatkan motivasi kerja, kepuasan dalam bekerja serta memperluas kesempatan belajar melalui pengalaman. Hindrance related stress adalah sumber potensial stress cenderung menciptakan stress dan memiliki pengaruh yang negatif karena menguras sumber daya dan kemampuan individu secara berlebihan dan atau batasan-batasan yang tidak diharapkan, yang menghalangi individu untuk meraih tujuan - tujuan individu. Kata efikasi berkaitan dengan kebiasaan hidup manusia yang didasarkan atas prinsipprinsip karakter, seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pembatasan diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan dan kesopanan yang seharusnya dikembangkan dari dalam diri menuju ke luar diri, bukan dengan pemaksaan dari luar ke dalam diri manusia. Seseorang dikatakan efektif apabila individu dapat memecahkan masalah dengan efektif, memaksimumkan peluang, dan terus menerus belajar serta memadukan prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan. Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Robbin (2002:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuantujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Hasibuan (2009:87) menyatakan task peformance adalah suatu hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Hasil penilaian prestasi kerja karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan
56
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Agar pelaksanaan penilaian prestasi kerja dapat dillaksanakan dengan baik, maka hal itu perlu dipersiapkan Sistem-sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan, praktis, memiliki standar-standar dan menggunakan ukuran yang dapat diandalkan (Umar, 2001 : 14). PERUMUSAN HIPOTESIS Umar (2001: 259) berpendapat bahwa terdapat hubungan langsung antara stres kerja dan kinerja karyawan, sejumlah besar penelitian telah menyelidiki pengaruh stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model stres – kinerja (hubungan U terbalik) yakni hukum Yerkes Podson. Pola U terbalik tesebut menunjukkan pengaruh tingkat stres (rendah – tinggi) dan kinerja (rendah – tinggi). Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan – kemampuan kita secara penuh (Looker, 2005: 144). Karyawan dengan pengelolaan stress yang positif akan memiliki challenge stressor yang baik dan akan mampu termotivasi untuk meningkatkan hasil kinerja terhadap tugas yang diberikan. Dari penelitian tersebut, hipotesis yang digunakan adalah: H1: Challenge stressor berpengaruh positif terhadap task performance Efikasi diri mempengaruhi motivasi, baik ketika manajer memberikan imbalan maupun ketika karyawan sendiri memberikan kemampuannya. Makin tinggi efikasi diri maka makin besar motivasi dan kinerja. Menurut Cherrington (1994:79) bahwa efikasi diri didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dengan kemampuannya untuk melaksanakan suatu tugas yang spesifik. Defenisi tersebut dikaitkan dengan pengambilan keputusan atas kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi di masa mendatang. Dalam penelitian ini, peneliti menduga bahwa karyawan yang memiliki kemampuan mengelola stress menjadi challenge stressor dengan baik maka akan berakibat pada keyakinan diri karyawan bahwa karyawan mampu melaksanakan tugas dengan baik dan bertahan pada kondisi sulit. Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah: H2: Challenge stressor berpengaruh positif terhadap self efficacy Di dalam melaksanakan berbagai tugas, orang yang mempunyai efikasi diri tinggi adalah sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Mereka yang mempunyai efikasi diri dengan senang hati menyongsong tantangan, sedangkan mereka yang peragu mencobapun tidak bisa, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan keraguan menurunkannya. Tingkat efikasi diri merupakan alat prediksi yang lebih tepat untuk kinerja seseorang dibandingkan keterampilan atau pelatihan yang dimiliki sebelum seseorang dipekerjakan (Goleman,1999:111). Tingkat efikasi diri ditentukan oleh pengalaman sebelumnya (kesuksesan dan kegagalan), pengalaman yang diakui oleh orang lain (dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain), persuasi verbal (dari teman, kolega, saudara) dan keadaan emosi (kekhawatiran). Persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas akan meningkatkan kemungkinan tugas tersebut dapat diselesaikan dengan sukses. Maka, berdasarkan penelitian tersebut hipotesis yang diajukan adalah: H3: Self Efficacy berpengaruh positif terhadap task performance
57
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
Stress dapat terjadi akibat desain struktur organisasi yang jelek, misalnya struktur organisasi yang terlalu rumit. Pelaksanaan dan penegakan peraturan yang terlalu ketat, tidak adanya kebijakan khusus, juga menjadi sumber stress karyawan. Pada umumnya pengalaman stress diasumsikan sesuatu hal yang buruk. Sehingga karyawan dan organisasi harus mencari cara untuk mencegah dan mengurangi rasa stress tersebut (Boswel et al, 2004). Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa stress dapat menimbulkan hasil yang diinginkan. Hal ini dikarenakan beberapa hasil stress, berhubungan dengan hasil kerja (work outcomes) yang positif. (Bhagat et.al, 1995). Berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah: H4: Challenge stressor berpengaruh positif terhadap Motivation to Work Menurut Handoko (2002: 252), motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Buhler (2004: 191) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut: ”Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tersebut terarah pencapaian tujuan tertentu yang pada akhirnya disebut sebagai kinerja karyawan. Jadi, Semakin kuat motivasi atau dorongan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan maka akan semakin maksimal kinerja yang dihasilkan oleh karyawan itu sendiri. Maka berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah: H5: Motivation to work berpengaruh positif terhadap task performance
METODE PENELITIAN Sample dari penelitian ini adalah karyawan di Rumah Sakit Lestari Raharja di Magelang Jawa Tengah. Peneliti menggunakan karyawan dibidang kesehatan sebagai responden karena diduga akan mampu memberikan reaksi pada kondisi yang mereka alami pada saat melayani pasien dan dampaknya pada hasil kinerja. Pengujian Validitas Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Pengujian dilakukan dengan menganalisis valid tidaknya sub variabel yang digunakan sebagai pengukuran. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor (faktor analysis) dengan software SPSS. Pengujian Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran). Reliabilitas mencerminkan apakah suatu pengukuran terbebas dari kesalahan (error) sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten pada kondisi yang berbeda dan pada masing-masing butir dalam instrumen. Dalam penelitian ini, reliabilitas diuji menggunakan software SPSS dengan melihat pada cronbach’s alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien cronbach’s alpha lebih besar atau sama dengan 0,6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pengujian validitas, peneliti menemukan satu komponen variabel yang tidak valid yaitu Challenge Stressor (CS) 3. Dalam hal ini komponen pertanyaan Challenges
58
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
Stressor (CS) 3 tidak mampu menjadi alat ukur yang tepat pada variabel Challenges Stressor. Sementara komponen pertanyaan-pertanyaan pada CS1, CS2. CS4 dan CS5 menunjukkan validitas yang baik. Dalam komponen pertanyaan untuk variabel Self Efficacy, Motivation to Work, dan Task Performance secara keseluruhan menunjukkan validitas yang baik. Hal ini berarti dari seluruh komponen pertanyaan kuesioner yang tidak memenuhi nilai validitas yang baik adalah pertanyaan pada CS3. Tabel 1
a
Component Matrix Component 1 .788 .794
CS1 CS2 CS3 CS4 CS5
.805 .544
Tabel 2
a
Component Matrix Component 1 .786 .738 .656 .538 .699
SEF1 SEF2 SEF3 SEF4 SEF5
Tabel 3
a
Component Matrix Component 1 .868 .862 .845 .733 .714
MW1 MW2 MW3 MW4 MW5
Tabel 4
a
Component Matrix Component PE1 PE2 PE3 PE4 PE5
1 .805 .839 .829 .855 .750
59
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
Pada tabel 5 ditunjukkan hasil bahwa variabel Challenges Stressor pada penelitian ini memiliki angka reliability sebesar 0,703 dimana cronbach’s alpha > 0,6. Tabel 6 menunjukkan hasil bahwa variabel Self Efficacy memiliki angka reliability sebesar 0,873 dimana cronbach’s alpha > 0,6. Sementara hasil cronbach’s alpha pada variabel Motivation to Work pada tabel 7 menunjukkan angka 0,731 > 0,6. Dan hasil pada tabel 8 untuk variabel Task Performance menunjukkan angka 0,852 dimana cronbach’s alpha > 0,6. Peneliti menemukan bahwa variabel semua variable pada penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik karena angka koefisien cronbach’s alpha lebih besar atau sama dengan 0,6. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsistensi alat ukur pada penelitian ini dapat diandalkan karena hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini relatif konsisten Tabel 5 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .703 5
Tabel 6 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .873 5
Tabel 7 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .731 4
Tabel 8 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .852 5
Pengujian SEM (Structural Equation Modelling) Pengujian hipotesis dari H1, H2, H3, H4 dan H5 diuji dengan melihat significant path pada penelitian. Hasil pengujian hipotesis dapat terlihat pada tabel 9.
SEF MW PE PE PE CS5 CS4 CS3
<--<--<--<--<--<--<--<---
CS CS CS SEF MW CS CS CS
Tabel 9 Estimate S.E. 1.390 .375 .699 .307 1.342 .713 -.549 .386 .785 .151 1.000 2.441 .602 .584 .413
C.R. 3.707 2.275 1.883 -1.422 5.187
P *** .023 .060 .155 ***
4.057 1.413
*** .158
Label
60
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
CS2 CS1 SEF1 SEF2 SEF3 SEF4 SEF5 PE1 PE2 PE3 PE4 PE5 MW5 MW4 MW3 MW2 MW1
No.
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
CS CS SEF SEF SEF SEF SEF PE PE PE PE PE MW MW MW MW MW
Estimate 1.822 2.206 1.000 1.138 1.069 .823 1.084 1.000 1.007 1.083 .999 .866 1.000 1.112 .964 1.007 1.100
S.E. .453 .541
C.R. 4.024 4.076
P *** ***
.235 .200 .243 .250
4.842 5.354 3.388 4.335
*** *** *** ***
.113 .136 .122 .133
8.930 7.949 8.216 6.512
*** *** *** ***
.197 .145 .151 .165
5.657 6.670 6.680 6.680
*** *** *** ***
Tabel 10 Hasil Pengujian Hipotesis Standardized Isi Hipotesis Regression Weights
H1
Challenge stressor berpengaruh positif terhadap task performance
H2
P
Label
Keterangan
0,060
<0.1
Hipotesis diterima
Challenge stressor berpengaruh positif terhadap self efficacy
***
<0,1
Hipotesis diterima
H3
Self Efficacy berpengaruh positif terhadap task performance
0,155
>0.1
Hipotesis tidak diterima
H4
Challenge stressor berpengaruh positif terhadap Motivation to Work
0,023
<0,1
Hipotesis diterima
H5
Motivation to work berpengaruh positif terhadap task performance
***
<0,1
Hipotesis diterima
61
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
Pembahasan Pada pengujian hipotesis pertama yang dilakukan peneliti, diperoleh angka β = 0,060 dimana p < 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis pertama didukung dalam penelitian ini. Peneliti menemukan bahwa karyawan dengan pengelolaan stress yang positif akan memiliki challenge stressor yang baik dan akan mampu termotivasi untuk meningkatkan hasil kinerja terhadap tugas yang diberikan. Hasil pengujian yang dilakukan oleh peneliti pada hipotesis kedua yaitu berpengaruh positif menghasilkan nilai β =*** dengan p < 0,1 secara signifikan mendukung hipotesis kedua. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa karyawan yang memiliki kemampuan mengelola stress menjadi challenges stressor dengan baik maka akan berakibat pada keyakinan diri karyawan bahwa karyawan mampu melaksanakan tugas dengan baik dan bertahan pada kondisi sulit. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan nilai β =0,155 pada p > 0,1 maka hipotesis ketiga tidak diterima. Peneliti menemukan hasil penelitian dimana orang yang mempunyai efikasi diri tinggi bukan sebagai orang yang berkinerja sangat baik. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki self efficacy yang baik, akan merasa mampu mengerjakan setiap tugas yang diberikan dengan dengan sangat percaya diri, dalam prosesnya individu yang terlalu percaya diri akan merasa sudah mampu. Sehingga ada tahapan proses belajar dan melakukan sesuatu dengan lebih baik yang terlewati. Akibatnya, task performance yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan karena individu tersebut sudah merasa berpuas diri dan tidak meningkatkan task performancenya. Pada pengujian hipotesis keempat yang dilakukan peneliti, diperoleh angka β = 0,023 dimana p < 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis keempat didukung dalam penelitian ini. Hasil pengujian pada hipotesis ke empat menunjukkan bahwa karyawan yang mampu mengelola penyebab stress nya menjadi penyebab stress yang positif (Challenges Stressor) akan mampu termotivasi untuk bekerja dengan baik, karena stress tersebut menjadi peluang dan tantangan yang mampu memicu semangat karyawan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Selanjutnya, pada pengujian hipotesis kelima yang dilakukan peneliti, diperoleh angka β =*** dimana p < 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis kelima didukung dalam penelitian ini. Karyawan yang termotivasi dengan baik untuk bekerja akan mampu bekerja dengan lebih optimal dan task performance yang dihasilkan pun akan menunjukkan angka yang baik. PENUTUP Hasil pengujian untuk hipotesis 1 mendukung pengaruh positif challenges stressor terhadap task performance. Sementara hasil pengujian untuk hipotesis 2 mendukung pengaruh positif challenges stressor terhadap self efficacy. Hipotesis 3 tidak didukung dalam penelitian ini, dimana hasil pengujian membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh positif self efficacy terhadap task performance. Kemudian hasil pengujian hipotesis 4 mendukung pengaruh positif challenges stressor terhadap motivation to work. Selanjutnya hasil pengujian untuk hipotesis 5 mendukung pengaruh positif motivation to work terhadap task performance. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Saran peneliti dalam penelitian yang akan datang, yaitu peneliti mendatang diharapkan memperhatikan pemilihan waktu yang tepat dalam pengambilan sampel dan juga peneliti diharapkan dapat memperbaiki salah satu instrumen atau item yang tidak valid tersebut, yang digunakan untuk mengukur variabel challenges stressor. Selain itu peneliti menyarankan agar penelitian berikutnya dilakukan di bidang yang lain agar semakin menambah kontribusi
62
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
pada ilmu pengetahuan. Implikasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu bagi akademisi, memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terutama di bidang studi manajemen sumberdaya manusia tentang pengaruh challenge stressor terhadap task performance dengan self efficacy dan motivation to work sebagai variable mediasi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat umum atau bagi organisasi perusahaan. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pimpinan Rumah Sakit Lestari Raharja Magelang sebagai organisasi bisnis yang menjadi sampel penelitian agar mempertimbangkan faktor-faktor yang akan berdampak positifbagi kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang baik akan berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan yang juga akan baik. DAFTAR PUSTAKA Andreas, Agung et al. 2009. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja pada Perawat ICU Rumah Sakit Tipe C di Kota Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Antoni Feri, 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Orientasi Tugas dan Orientasi Hubungan terhadap Motivasi Kerja dan Dampaknya pada Prestasi Kerja Pegawai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, Tesis Universitas 17 Agustus Surabaya. Bandura, A. (2001). Social cognitive theory: An agentic perspective. Annual Review of Psychological, 9, 75-78. Bhagat, R, S., Mc Quaid, S.J., Lindho., M, H & Segovis, J. (1985), "Total Life Stress : Multimethod Validation of Construct and Its Effects on Organizational Valued Outcomes and Withdrawal Behaviof"' Journal of Apllied Psychology.70.203-214. Boswell, W.R., Olson-Buchanan, J.8., & LaPine, M.A (2004), "Relation Between Stress and Work Outcomes: The Role of Felt Cha Buhler, Patricia. 2004. Alpa Teach Yourself Management dalam 24 jam. Terj. Jakarta: Prenada Media. Cavanaugh, M., Boswell, W.R., Roeheling, M. V., & Beudreau, J.W (2000), " An Empirical Examination of Self-Reported Work Stress Among U.S Managers," Journal of Apllied Psychology, 85, 65-74 Cherrington, David J. 1994. Organizational Behaviour: The Management of Individual and Organizational Performance. Folkman, S & Lazarus, R.S (1985), " If It Changes It Must Be A Process: Study of Emotion and Coping During Three Stages of A Collage Examination." Journal of Personality and Social Psychology,48: 150-170. Gibson. J. L., Ivaneevich, S. M, S Donnely, J.H.C (1988). Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga Goleman, D. (1999). Working with emotional intelligence bloomsbury publishing, London UK. Handoko, T. Hani. 2002. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Edisi II. Cetakan keempat belas. Penerbit BPFE Yogyakarta.
63
Bianka Andriyani / Jurnal Manajemen Vol 6, No 2 (2016): 53 - 64
Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke Tujuh, edisi revisi, PT. Bumi Aksara. Jakarta Indriyani, Azazah. 2009. Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Perawat. Tesis Universitas Diponegoro yang tidak dipublikasikan. Locler Terry, 2005. Managing Stres. Yogyakarta: PT. Baca Miner, J.B. (1992) Industrial organization psychology. The state University of New York. Robbinss Stephen P., 2002. Essentials of Organizational Behavior (Terjemahan. Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Siagian Sondang P., 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Siagian Sondang P., 2007. Manajemen SDM. Edisi pertama, cetakan ketigabelas. Bumi Aksara. Jakarta. Suwatno, 2011. Asas-asas Manajemen Sumber Daya Manusia Bandung.Penerbit Suci press. Thoyib Armanu, 2005. Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi dan Kinerja: Pendekatan Konsep, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Umar Husein, 2001. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. SUN.
64