http://www.indo-planning-journals.com
JURNAL TATALOKA ONLINE Kajian Transportasi Sungai Untuk Menghidupkan Kawasan Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya................................................1 - 17 Permasalahan Lokasi Pedagang Pedagang Kaki Lima (PKL) Dalam Ruang Perkotaan.............................................................................................18-29 Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir (suatu Model Mitigasi Bencana Di Wilayah Pesisir Dengan Pemberdayaan Masyarakat...........................................30-48
NOOR HAMIDAH, KAJIAN TRANSPORTASI SUNGAI UNTUK MENGHIDUPKAN
RIJANTA
Interpretasi Elemen Vernakular Pada Tata Ruang
KAWASAN TEPIAN SUNGAI KAHAYAN
BAKTI SETIAWAN,
Kawasan Sebagai Implementasi Regionalisme Kritis...................................................49-56
KOTA PALANGKARAYA
MUH ARIS MARFAI
Studi Pengembangan Wilayah Kota Sukabumi.............................................................57-69
PERMASALAHAN LOKASI PEDAGANG PEDAGANG KAKI LIMA
RETNO WIDJAJANTI
(PKL) DALAM RUANG PERKOTAAN KAJIAN KERENTANAN WILAYAH PESISIR (SUATU MODEL
HARYANI
MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT) INTERPRETASI ELEMEN VERNAKULAR PADA TATA RUANG
SHERLLY MAULANA
KAWASAN SEBAGAI IMPLEMENTASI REGIONALISME KRITIS
DAN SUSWATI
STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA SUKABUMI
NOVIAR PAHLEVI SETIA HADI SOEKMANA SOMA
TATALOKA VOL.16 NO. 1
HALAMAN 1-69
SEMARANG
ISSN
FEBRUARI 2014 0852-7458
Redaksi Jurnal Tataloka Jurusan Perencanaan Wilayah danKota Fakultas Teknik-Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto, SH - Tembalang– Semarang Telepon : (024) 70370947; e- mail :
[email protected]
T A T A L O K A
ISSN: 0852-7458
Jurnal TATALOKA merupakan jurnal yang telah Terakreditasi berdasarkan SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 64a/DIKTI/Kep/2010. Terbit pertama kali tahun 1999, mempunyai frekuensi terbit sebanyak 4 kali dalam setahun (Februari, Mei, Agustus, November). Journal of TATALOKA is a journal that has been Accredited based on SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 64a/DIKTI/Kep/2010. First published in 1999, and published four times a year (February, May, August, November). Ketua Dewan Editor / Editor in Chief Ir. Hadi Wahyono, MA Email :
[email protected] Wakil Ketua Dewan Editor / Vice Editor in Chief Ir. Agung Sugiri, MPSt Email :
[email protected] Dewan Editor / Editorial Board Donovan Storey, Phd Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo, CES, DEA Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono Dr. rer.nat. Imam Buchori, ST Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP Ir. Mardwi Rahdriawan, MT Kesekretariatan / Secertarial Diah Intan Kusumo Dewi, ST, M.Eng Sariffudin, ST, MT Prihantini, ST Ashari Juang, Amd
GUIDELINES FOR AUTHOR General Instructions Submitted articl es are resul ts of researches or book reviews which have not been prev iously publ ished in other journal s. The article contains material with the order of introduction, anal ysis and conclusion. Guidelines 1. Type of the script is written in single space, Arial, 11 pt and using Word for Windows. Maximum script is 15 pages in standard quarto ( 210 x 297 mm). 2. Title of articl e should be written in center format, Arial, 12 pt, and bold. Title is arranged in 13 w ords in Bahasa Indonesia and 10 words in English. Author's name is written in title case format w ithout the author’s title, but the institution in which the author w orks or conducts the research must be attached. 3. Abstract is the summary of the article, thus it should clearl y state the research background, objectives, methodology and analysis, and final conclusion. Abstract and keywords are w ritten in single space, Arial, 10 pt and italic. Maximum word for abstract is 150 w ords, and 5 w ords for keywords. 4. The article should be written in j ustify format, Arial and 11 pt. The margins are 20 mm on the top, 20 mm on the bottom, 20 mm on the right, and 30 mmon the left. Header and footer are 15 mm. 5. Sub-titl es is written in title case format, which is first l etter of each word is capitalized. The sub-titles are written in Arial, 11 pt, bold but not underlined. 6. The title of table/ figure is 13 words maximum and shoul d inform the ty pe, location, dimension of time, as well as details about the unit, area, and other information. The title is bold, capitalized and written in center format. Title of the table is written above, whil e title of the figure is written beneath. There should be a single space between the table/ figure and the paragraphs before or after. The font inside the table/ figure is Arial 10 pt. The source of information in tabl e is written directl y on the left side beneath the table, while the source of figure is written beneath the figure before the title. The figure source should be written in center format. 7. Reference is written in single space, Arial, and 10 pt. If one reference is more than a l ine, the second line should be indented 1 centimeter inside. Moreover, it is expected that the reference does not only come from books but al so related journals. PETUNJUK PENULISAN Petunjuk Umum Setiap artikel yang dikirimkan dapat berupa laporan suatu penelitian yang tel ah dilaksanakan sebelumny a atau berasal dari hasil review sebuah buk u. Artikel minimal mengandung materi dengan urutan pendahuluan, k aj ian, kesimpulan. Teknik Penulisan 1. Naskah diketik dalam satu spasi, menggunakan font Arial ; ukuran 11 inch; dan menggunakan program Word for Windows, maksimal 15 halaman kwarto atau dengan uk uran kertas (210 x 297 mm). 2. Judul artik el ditulis dengan huruf regular rata tengah, menggunak an font Arial ukuran 12 pt bold. Judul dirangkai dal am 13 k ata dalam bahasa Indonesia dan 10 k ata dalam bahasa Inggris. Nama penulis ditulis di bawah judul dengan format title case, sedangk an gelar penulis tidak perlu dicantumkan, tetapi harus mencantumkan instansi tempat penulis bekerja atau melakukan penel itian. 3. Abstrak merupakan intisari dari isi artikel sehingga di dal am abstrak harus tercantum secara jel as l atar bel akang penelitian, tujuan penelitian, metodol ogi dan analisis, serta kesimpulan akhir. Abstrak dan keywords ditulis dengan spasi tunggal, huruf yang digunakan adalah arial, ukuran huruf 10 pt dan ditulis miring atau dengan format Italic dan ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. 4. Artikel ditulis dengan format rata k anan k iri, menggunakan font Arial ukuran 11 pt. Format margin yang digunakan adalah margin atas 20 mm, margin bawah 20 mm, margin kanan 20 mm, dan margin kiri 30 mm. Batas header dan footer adalah 15 mm. Artik el ditulis dengan font Arial ukuran 11 pt. Mak simum kata untuk abstrak sebanyak 150 kata dan 5 kata untuk kata kunci 5. Sub judul ditulis dengan format title case, yaitu huruf awal pada suatu kata diawali huruf besar, menggunakan font Arial ukuran 11 pt. Ditulis huruf tebal tanpa garis bawah. 6. Judul tabel / gambar harus lengkap tetapi tidak boleh terlalu panjang, maksimal 13 kata. Judul tabel/gambar harus mengandung beberapa unsur, yaitu: jenis, letak/ lokasi, dimensi waktu, serta rincian mengenai satuan, w ilayah, serta keterangan lain. Penulisan judul tabel/gambar menggunakan huruf tebal dan besar setiap awal kata, dengan alinemen rata tengah. Judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan Judul Gambar diletakkan di bawah gambar. Jarak antara tabel/ gambar dengan paragraf sebelumnya maupun sesudahnya adalah 1 spasi.Huruf di dalam tabel/gambar berukuran lebih k ecil yaitu 10 pt. Penulisan sumber pada tabel/gambar menggunakan ukuran huruf yang sama yaitu 10pt diletakkan dibawah tabel tepi batas kiri tabel, sedanngk an untuk gambar diletakk an di bawah gambar sebelum judul gambar dengan alinemen tengah. Jenis font yang digunak tetap sama yaitu Arial. 3.1 Daftar pustaka ditulis dengan spasi tunggal menggunakan font Arial dengan ukuran 10 pt. Jarak antara pustaka yang satu dengan l ainnya adalah 1 spasi. Jika satu judul buku penulisannya lebih dari satu baris, maka baris kedua dan seterusnya penulisannya masuk ke dalam (indent) sebesar 1 centimeter serta diharapkan daftar pustaka tidak hanya bersumber dari buku, namun juga jurnal yang sesuai.
TATA LOKA VOLUME 16 NOMOR 1, FEBRUARI 2014, 49-56 © 2014 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP
T A T A L O K A
INTERPRETASI ELEMEN VERNAKULAR PADA TATA RUANG KAWASAN SEBAGAI IMPLEMENTASI REGIONALISME KRITIS Sherlly Maulana1 dan Suswati Dikirim: 12 November 2013 Disetujui: 20 Januari 2014
Abstract: Dampak globalisasi di Kawasan Danau Toba telah menyebabkan hilangnya identitas kawasan yang telah mengakibatkan penurunan nilai dan image kawasan. Tujuan penelitian ini adalah menjadikan elemen vernakular sebagai identitas pada tata ruang kawasan, melalui penerapan teori regionalisme kritis. Lokasi penelitian berada di Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Tahapan penelitian terdiri dari pengumpulan data melalui arsip literatur tentang vernakular Batak Toba dan survey aktivitas masyarakat Tongging melalui observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara semi-terstruktur, tahap analisis dan sintesis berupa analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian berupa potensi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai identitas kawasan berdasarkan interpretasi elemen vernakular, yaitu: 1) budaya agraris; 2) penataan ruang yang mengadopsi bentuk kampung; 3) budaya gotong royong melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam perbaikan kawasan; dan 4) bentuk arsitektur tropis yang beradaptasi terhadap iklim.
Kata kunci: Identitas, Globalisasi, Regionalisme Kritis, Vernakular, Tata Ruang
Pendahuluan Kawasan Wisata Danau Toba adalah danau tektonik-vulkanik terbesar di dunia dan merupakan salah satu wisata unggulan utama untuk Sumatera Utara, bahkan Indonesia. Globalisasi ekonomi dalam bentuk komersialisasi Danau Toba sebagai konsumsi pariwisata telah mengakibatkan terjadinya perubahan aktifitas ekonomi, terutama di Parapat dan Tuktuk. Perkembangan industri pariwisata yang pesat telah mendorong tumbuhnya areal pemukiman baru di sekitar danau, pengembangan fasilitas akomodasi wisata, seperti hotel dan restoran, pemanfaatan daerah sepadan danau sebagai area terbangun, dan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh limbah cair. Globalisasi pengetahuan memberikan dampak terhadap penyebaran ide-ide arsitektur yang tidak harmonis dan sesuai dengan lokal konteks. Hal ini dapat diamati dari penggunaan atap datar, gaya arsitektur minimalis dan mediteranian, serta penggunaan material bangunan asbes, kaca, dan alumunium komposit panel. Dampak globalisasi yang semakin luas di kawasan Danau Toba mengarahkan perkembangan kawasan ke arah homogenitas yang memberikan dampak negatif terhadap identitas/sense of place kawasan. Hilangnya identitas kawasan mengakibatkan penurunan nilai dan image kawasan. Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul sebagai reaksi terhadap universalisasi, homogenitas budaya, dan placeless modernism akibat globalisasi (Frampton, 1983). Strategi utama dari regionalisme kritis adalah untuk menjadi 1
Program Studi Arsitektur, FT. Universitas Medan Area
Korespondensi:
[email protected]
50
Maulana dan Suswati
penengah dalam menghadapi dampak peradaban dunia dengan menggunakan elemenelemen yang secara langsung berasal dari keunikan suatu tempat (Frampton, 1983). Regionalisme kritis menguatkan elemen-elemen lokal arsitektur untuk dapat menghadapi globalisasi dan menciptakan konsep-konsep abstrak yang melibatkan suatu sintesa kritis terhadap sejarah dan tradisi setempat serta menginterpretasikannya kembali untuk mendapatkan ekspresi dalam terminologi modern (Frampton, 1983). Regionalisme kritis memiliki visi bahwa lingkungan buatan mampu beradaptasi dengan kondisi global melalui negosiasi antara lokal dan global. Menurut Mohite (2008), regionalisme kritis memandang bahwa identitas arsitektur ditentukan oleh: 1) tapak dan lokal konteks; 2) Iklim; 3) Kualitas ruang; dan 4) interpretasi elemen vernakular. Hasil penelitian Maulana (2011), memperlihatkan bahwa adaptasi bangunan di sekitar Kawasan Wisata Danau Toba, terutama bangunan fasilitas wisata, terhadap elemenelemen vernakular masih rendah (41,18%). Sementara itu, elemen-elemen tradisional yang berkaitan dengan budaya, sejarah, dan tradisi suatu tempat merupakan variabel penting yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai identitas kawasan. Interpretasi terhadap sejarah dan tradisi setempat yang dikaitkan dengan kondisi waktu, ruang, dan lingkungan yang berlaku pada saat itu akan menghasilkan suatu bentuk simbiosis baru sebagai bentuk ekspresi arsitektur dalam terminologi modern. Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan elemen vernakular sebagai identitas pada tata ruang kawasan, melalui penerapan teori regionalisme kritis.
Metode Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Gambar 1). Lokasi yang dipilih adalah daerah yang dianggap kawasan alternatif sebagai kawasan pengalih yang bertujuan untuk mencegah aglomerasi kegiatan yang ada saat ini di kota Parapat. Desa Tongging, Kabupaten Karo, Sumatera Utara merupakan salah satu tujuan wisata unggulan di Kabupaten Karo, namun belum dikembangkan secara maksimal.
446000
446500
447000
447500
448000
320500
320500
320000
320000
319500
319500
319000
319000
0
446000
446500
447000
447500
100
300
500 m
448000
Sumber: Bakosutanal dan Dokumentasi Lapangan, 2011
Gambar 1 Lokasi Penelitian Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
Interpretasi Elemen Vernakular
51
Tahapan Penelitian Rencana penelitian didesain melalui proses fungsi evaluasi diri dengan metode
defamiliarization, yaitu mencari, mengamati, dan mengolah elemen-elemen regional yang ada di tapak untuk mencari hubungan sentimental antara bangunan dan tempat (Tzonis dan Lefaivre, 1990). Proses penelitian akan melewati beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap pengumpulan data; 2) tahap analisis dan sintesis; dan 3) tahap kesimpulan berupa rekomendasi rancangan tata ruang kawasan. Tahap pengumpulan data berupa: 1) arsip literatur tentang vernakular Batak Toba dan 2) survey aktivitas masyarakat Tongging melalui observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara semi-terstruktur. Vernakular Batak Toba menjadi dasar pemikiran penelitian karena mayoritas penduduk Tongging memiliki latar belakang budaya Batak Toba. Tahap analisis dan sintesis berupa analisis deskriptif kualitatif dengan melakukan pembobotan, skoring, dan penentuan peringkat terhadap variabel yang mempengaruhi vernakular Batak Toba, terdiri dari: 1) mata pencaharian; 2) sistem kekerabatan (kinship); 3) agama dan kepercayaan; dan 4) arsitektur Batak Toba (Nawawiy, dkk, 2004). Hasil analisis meliputi: 1) hasil penilaian potensi masing-masing variabel sebagai identitas kawasan; 2) permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam rancangan kawasan untuk masing-masing variabel; dan 3) alternatif solusi yang dapat diambil dalam proses pengambilan keputusan desain.
Hasil dan Pembahasan Mata Pencaharian Sesuai dengan kondisi lokasi yang didominasi oleh hujan dan kemarau, serta kehidupan flora dan faunanya, maka mata pencaharian pokok penduduk yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah bertani. Sistem kehidupan agraris melalui pertanian sangat dominan dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba dan Karo. Kegiatan ini selalu terikat dengan kepercayaan saat itu dan menuntut bentuk arsitektur yang sesuai. Hal ini terlihat dengan adanya bangunan penyimpanan hasil pertanian (lumbung) yang disebut Sopo. Bangunan ini juga merupakan simbol konsep swadaya dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba sebagai dampak dari sistem kehidupan agraris tersebut. Kondisi eksisting yang didominasi oleh areal pertanian menjadi potensi lokal yang harus dipertahankan karena merupakan bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. 86% penduduk Desa Tongging bermata pencarian petani. Oleh karena itu, aktivitas pertanian dipertahankan dan dimanfaatkan, yaitu dengan menjadikan bagian dari aktifitas/atraksi wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Interpretasi budaya agraris dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Batak Toba dalam perancangan tata ruang kawasan akan membentuk simbiosis baru yang dicerminkan dalam program aktivitas dan ruang (Gambar 2).
Hubungan kekerabatan (kinship) Sistem kekerabatan (kinship) adalah pusat semua interaksi sosial dalam budaya Batak Toba yang hingga saat ini masih berlaku. Masyarakat tradisional Batak Toba menggambarkan hal ini dalam upacara-upacara tradisi dan konsep arsitekturnya, yaitu konsep struktur masyarakat Batak Toba yang disebut Huta (kampung) dan konsep ruma pada bangunan tradisionalnya. (Gambar 3).
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
52
Maulana dan Suswati
Masyarakat Tradisional Batak Toba Budaya Agraris sebagai sumber mata pencaharian
Program Aktivitas
Program Ruang
Terikat pada kepercayaan yang berkembang saat itu, hingga menuntut bentuk-bentuk arsitektur yang sesuai, seperti bangunan
RTRK Tongging Aktivitas bertani
masyarakat
setempat
Sopo Konsep hidup swadaya dan gotong royong menjadi bagian dari sikap dan prinsip hidup
Aktivitas pengunjung difasilitasi dengan aktivitas berekreasi
Bentuk Simbiosis Baru Pemberdayaan masyarakat setempat melalui partisipasi aktif dalam hal peningkatan aktivitas kegiatan wisata Aktifitas wisata melalui konsep agrowisata berbasis pemberdayaan masyarakat Penduduk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dengan memberdayakan potensi lokal sebagai bentuk konsep swadaya yang merupakan sikap hidup masyarakat Batak Toba Kondisi eksisting tapak yang didominasi oleh areal pertanian akan tetap dipertahankan seoptimal mungkin Pemberdayaan masyarakat setempat dalam memperbaiki dan menjaga kualitas ruang
Gambar 2 Interpretasi Terhadap Nilai Budaya Agraris Masyarakat Batak Toba
Sumber: diakses dari http://2.bp.blogspot.com, 2012
Gambar 3 Pola Perkampungan Tradisional Batak Toba Sebagai Simbol Kinship
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
Interpretasi Elemen Vernakular
53
Pola perkampungan Batak Toba pada umumnya berkelompok membentuk cluster. Terdiri dari berbagai jenis bangunan untuk fungsi yang berbeda-beda. Bangunan rumah tinggal disebut dengan ruma dan rumah tempat penyimpanan hasil pertanian disebut dengan sopo. Ruma adalah rumah untuk fungsi hunian yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga, umumnya 5 - 6 keluarga. Bagian dalam ruang tidak memiliki pembatas fisik yang memisahkan antar ruang satu keluarga dengan keluarga lainnya (Gambar 4). Namun, pada kenyataannya terdapat pembatas psikologis dan kultural yang tegas di antara ruang tersebut sesuai dengan keyakinan dan adat masyarakat Batak Toba. Seluruh ruang dapat digunakan untuk berbagai fungsi aktivitas komunal, seperti tempat makan, tempat tidur, dan dapur. Rumah dalam masyarakat tradisional Batak Toba merupakan simbol dari hubungan kekerabatan dan cerminan konsep budaya gotong royong dan swadaya dalam masyarakat
Sumber: http://4.bp.blogspot.com (2012)
Gambar 4 Pembagian Ruang Ruma Sebagai Simbol Kinship Interaksi dan hubungan kekerabatan yang erat dalam budaya masyarakat Batak Toba menjadi salah satu potensi sosial budaya lokal yang diadopsi dalam perancangan. Hal ini terutama dalam konsep tapak yang mengadopsi bentuk kampung dan menitikberatkan interaksi antar penghuni, konsep ruang yang banyak menempatkan ruang-ruang dengan aktivitas komunal baik pada bangunan maupun pada tapak, dan dan transformasi konsep ruma untuk bangunan hunian. Konsep gotong royong dalam mendirikan kampung dan bangunan pada masyarakat tradisional Batak Toba adalah etos yang seharusnya dipertahankan dan dilestarikan serta menjadi potensi lokal yang harus dikembangkan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 100% penduduk mendukung peningkatan dan perbaikan kualitas kawasan. Tingkat partisipasi ini dapat diterapkan dalam pembangunan dan pengelolaan Kawasan Wisata Tongging sebagai bentuk ikatan masyarakat terhadap kawasan wisata yang dibangun. Hal ini dapat diwujudkan antara lain melalui pemanfaatan tenaga kerja lokal dalam pembangunan dan pengembangan kawasan secara optimal, pengelolaan dan pengolahan sampah secara swadaya, pemanfaatan hasil-hasil pertanian sebagai bagian dari komoditas wisata, dan perbaikan lahan untuk fungsi konservasi.
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
54
Maulana dan Suswati
Interpretasi hubungan kekerabatan (kinship) masyarakat Batak Toba dalam perancangan tata ruang kawasan akan membentuk simbiosis baru yang dicerminkan dalam program aktivitas, konsep ruang, dan konsep teknologi pada perancangan kawasan Wisata Tongging (Gambar 5). Masyarakat Tradisional Batak Toba
Hubungan Kekerabatan (Kinship) sebagai pusat interaksi sosial
Konsep struktur Huta dan konsep rumah ruma merupakan perwujudan kinship
RTRK Tongging Aktivitas wisata aktivitas harian
yang
berbeda
dari
Konsep gotong royong dalam mendirikan bangunan dan kampung Mengutamakan interaksi sosial antar penghuni sehingga tercipta ruang-ruang komunal yang mewadahi interaksi sosial tersebut di tapak dan bangunan
Bentuk Simbiosis Baru
Program Aktivitas
Konsep Ruang
Pemberdayaan masyarakat setempat melalui partisipasi aktif dalam pembangunan dan pengembangan kawasan, seperti pemanfaatan tenaga kerja lokal Pemanfaatan teknologi berwawasan lingkungan dan berbasis sumber daya lokal Konsep kampung pada tapak, dengan menerapkan fungsi-fungsi komunal pada ruang-ruang publik
Gambar 5 Interpretasi Terhadap Nilai Budaya Kekeluargaan Batak Toba
Agama kepercayaan dan Arsitektur Batak Toba Pengaruh Hindu memberikan konsekuensi kosmogoni, kosmologi, dan makrokosmos, mengubah pandangan Masyarakat tradisional Batak Toba terhadap rumah. Rumah menjadi refleksi keyakinan dan simbol mikrokosmos. Anatomi rumah tradisional Batak Toba terbagi dalam tiga bagian. Struktur bawah adalah simbol dunia bawah dan kegelapan sebagai tempat kematian. Struktur bagian tengah adalah simbol tempat tinggal manusia, dan struktur bagian atas sebagai simbol dunia atas tempat Tuhan. Anatomi arsitektur tradisional Batak Toba dapat dilihat pada gambar 6. Perubahan keyakinan dan Tuhan baru telah mengubah konsep rumah dalam pandangan masyarakat Batak Toba. Rumah tidak lagi mengacu pada kepercayaan. Lubis, dkk, 2004, menyampaikan bahwa perubahan ini telah menimbulkan suatu simbiosis yang baru, namun tetap familiar dengan masyarakat karena masih memiliki ikatan yang jelas dengan budaya yang lama, meskipun sesungguhnya tidak identik dan sama dengan budaya yang lama. Anatomi bangunan vernakular Batak Toba sebagai bentuk apresiasi terhadap simbol agama dan kepercayaan yang pernah berkembang dalam masyarakat Batak Toba (sejarah budaya tempat), secara teknologi bangunan, merupakan bentuk yang adaptif terhadap iklim
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
55
Interpretasi Elemen Vernakular
setempat. Dominasi bagian atap pada bangunan dengan bentuk yang curam, merupakan bentuk arsitektur tropis yang beradaptasi terhadap curah hujan dan kecepatan angin yang cukup tinggi. Dinding yang tipis dan ringan merupakan adaptasi terhadap tingkat kelembaban udara yang tinggi. Dinding hanya berfungsi untuk mencegah hujan dan angin. Konsep panggung (mengangkat bangunan dari atas permukaan tanah) memungkinkan terjadinya gerakan udara ke bawah bangunan yang akan menguntungkan ruang. Perbedaan temperatur tanah dan temperatur udara yang sedikit mengakibatkan pelepasan panas ke tanah tidak akan menguntungkan. Konsep panggung, secara ekologis, merupakan tindakan yang arif untuk tetap menjaga keberlangsungan penyerapan air ke tanah, dan menjaga aliran air dari dataran tinggi ke dataran rendah.
Struktur Atas
Struktur Tengah
Struktur Bawah
Sumber: diakses dari http://4.bp.blogspot.com, 2012
Gambar 6 Anatomi Arsitektur Tradisional Batak Toba Anatomi bangunan tradisional Batak Toba yang adaptif terhadap iklim menjadi bentuk yang tetap dipertahankan sebagai anatomi bentuk bangunan di kawasan wisata Tongging. Sementara itu, orientasi bangunan tidak lagi berdasarkan hulu-hilir atau lautgunung, tetapi orientasi bangunan berdasarkan orientasi matahari dan potensi visual tapak, atas dasar kenyamanan ruang. Pemilihan bentuk ini didasarkan atas pertimbangan teknologi bangunan yang berwawasan lingkungan dan berorientasi pada lokal konteks. Hal ini menjadi dasar pertimbangan dalam hal pengembangan ide gagasan arsitektur dan bukan didasarkan pada trend globalisasi. Interpretasi agama dan kepercayaan sebagai dasar pandangan masyarakat tradisional Batak Toba dalam perancangan kawasan akan membentuk simbiosis baru yang diperlihatkan pada konsep bentuk, konsep tapak, dan konsep teknologi bangunan hotel (Gambar 7).
Kesimpulan Identitas kawasan yang dapat dikembangkan sebagai dasar penataan ruang kawasan wisata di Desa Tongging sesuai interpretasi elemen vernakular Batak Toba diwujudkan melalui: 1) budaya agraris; 2) penataan ruang yang mengadopsi bentuk kampung; 3) budaya gotong royong melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014
56
Maulana dan Suswati
perbaikan da peningkatan kualitas kawasan; dan 4) bentuk arsitektur tropis yang beradaptasi terhadap iklim. Konsep rencana tata ruang kawasan menitikberatkan pada pengembangan potensi pertanian sebagai identitas utama kawasan. Pertanian menjadi orientasi utama pengembangan kawasan. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang dapat memberikan kesempatan ekonomi yang lebih baik dan meningkatkan harapan hidup penduduknya.
Masyarakat Tradisional Batak Toba Agama dan Kepercayaan sebagai dasar pandangan terhadap bangunan
Konsep Bentuk
Konsep rumah didasarkan pada konsekuensi kosmogoni, kosmologi
RTRK Tongging Konsep bangunan berorientasi pada lokal konteks dan kenyamanan penghuni
Bentuk Simbiosis Baru Mempertahankan anatomi bentuk rumah tradisional Batak Toba sebagai bentuk orientasi bangunan terhadap lokal konteks, terutama iklim dan kondisi tapak.
Konsep Tapak
Peletakan massa bangunan berorientasi pada potensi visual dan lokal konteks
Konsep Teknologi
Struktur bangunan panggung dipertahankan karena merupakan salah satu usaha konservasi lahan dan air, selain untuk pengkondisian udara dalam ruang.
Gambar 7 Interpretasi Nilai Budaya Agama dan Kepercayaan Batak Toba
Daftar Pustaka Frampton, Kenneth, 1983, Towards a Critical Regionalism: Six Point for an Architecture of Resistance, Bay Press Maulana, Sherlly, 2010, Analisis Adaptasi Desain Bangunan Fasilitas Wisata Terhadap Elemen-elemen Regional dengan Menggunakan Teori Regionalisme Kritis untuk Meningkatkan Sense of Place Kawasan (Studi Kasus: Kawasan Wisata Danau Toba), Jurnal Semai Teknologi, UMA, Medan, No. 2 Volume 4, Desember 2010 Mohite, Amar, 2008, Geoffrey Bawa: An Understanding as A Critical Regionalist, Disertasi, (On Line), (http:www.amar-ujari.com diakses 21 Pebruari 2009) Lubis, Nawawiy, dkk, 2004, Raibnya Para Dewa: Kajian Arsitektur Karo, Medan, Bina Teknik Press Tzonis, Alezander and Liane Lefaivre, 2003, Critic Regionalism: Architecture and Identity in a Globalised World, Prestel Verlag, New York.
TATA LOKA - VOLUME 16 NOMOR 1 - FEBRUARI 2014