ISSN 1412 - 2936
JURNAL MANAJEMEN & KEWIRAUSAHAAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MADURA Analisis Perilaku Penawaran Kredit Bank BPR di Malang (Studi Kasus PT. BPR Armindo Kencana Malang) Rachman Hakim dan Nuzulul Qurnain, Universitas Madura
Efektifitas Dan Kontribusi Penerimaan Retribusi Pasar Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pamekasan Dedy Setiyono, Universitas Madura
Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Dalam Mengevaluasi Penggajian Karyawan PT. Marinal Indoprima Sumenep Rika Syahadatina,, Universitas Madura
Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Subhan, Universitas Madura
Pengaruh Managemen Hubungan Pelanggan (MHP) Terhadap Kepuasan Nasabah dan Dampaknya Terhadap Kesetiaan Nasabah (Surve Berdasarkan Persepsi Nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) kantor cabang Universitas Brawijaya Malang) Zainurrafiqi, Universitas Madura
Prospek Pajak Hotel Sebagai Aspek Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Pamekasan Mohammad Herman Djaja, Universitas Madura
Penerapan Model Altman (Z-Score) Untuk Memprediksi Pertambangan Batubara Yang Listing Di BEI Periode 2010-2012 Rosy Aprieza Puspita Zandra, Universitas Madura
Makro
Vol. 1
No. 15
Hlm 1 - 99
Kebangkrutan
Pamekasan 08 Mei 2013
Perusahaan
ISSN 1412 - 2936
JURNAL MANAJEMEN & KEWIRAUSAHAAN Penanggung Jawab : DEKAN Fakultas Ekonomi Universitas Madura, UNIRA
Ketua Penyunting : ZEF RISAL, SE, MM
Wakil Ketua Penyunting : Drs. Ec. Zainal Mahfud, MM
Penyunting Pelaksana : Drs. Ec. Adriani Kusuma, MM H.M Fauzi Hosni, MM Drs. Ec. Isnain Bustaram, MM Drs. Ec. Noer Sudrajat, MM Penyunting Ahli : Subhan, SE, M.A. Ahmarul Fajar, SE, MM
Makro adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan dua kali dalam setahun oleh Fakultas Ekonomi Universitas Madura. Jurnal ini merupakan media untuk mensosialisasikan ide atau gagasan dari sejumlah studi pustaka dan riset empiris yang mengkaji masalah manajemen dan kewirausahaan. Secara terbuka jurnal ini menerima kontribusi artikel dari manapun yang sesuai dengan ilmu manajemen dan kewirausahaan. Artikel yang dapat diterbitkan dalam jurnal ini meliputi : Artikel konseptual : artikel hasil pemikiran Artikel hasil penelitian Artikel ulasan atas artikel lain Artikel terjemah Artikel tinjauan buku (book review) dan Artikel suplemen, yang memuat Current Issue
Pelaksana Tata Usaha : Wahdi, SH Agus Sugiantoro, SH. Alamat Penyunting : Fakultas Ekonomi Universitas Madura FE (UNIRA) Jl. Raya Panglegur Telp. (0324) 322231, Fax (0324) 327418 Pamekasan – Madura
Analisis Perilaku Penawaran Kredit Bank BPR di Malang (Studi Kasus PT. BPR Armindo Kencana Malang) Oleh: Rachman Hakim Fakultas Ekonomi Universitas Madura Nuzulul Qurnain Fakultas Ekonomi Universitas Madura
ABSTRAK Analisis Perilaku merupakan analisis mengenai perbuatan/tindakan, perkataan dan kebiasaan seseorang atau pun suatu kelompok yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Dalam penelitian ini, akan dianalisis perilaku atau kebiasaan PT. BPR Armindo Kencana Malang dalam melakukan penawaran kredit. Hal ini dirasa perlu mengingat sektor kredit merupakan sektor yang cukup mengandung banyak resiko. Inilah yang menjadi latar belakang penelitian. Diharapkan hasil dari penelitian ini bisa memberi sedikit masukan agar resiko dalam penyaluran kredit bisa diperkecil. Variabel yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner yang mempunyai pilihan jawaban 1-5. Variabel-variabel yang diteliti yaitu: Dana Pihak Ketiga (DPK), Return on Assets (ROA), Non Performing Loan (NPL), Capital Adequency Ratio (CAR), Return on Equity (ROE), Cash Ratio, Reserve Requirement (RR), Loan to Deposit (LDR), Loan to Assets Ratio, Rasio Kewajiban Bersih Call Money, Rasio Biaya Operasional, Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to Assets Ratio. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Analisis faktor merupakan pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan di antara beberapa variabel dan menjelaskan variabel-varabel ini dalam keadaan umumnya berdasarkan dimensi (faktor). Tujuannya adalah untuk mencari cara menyingkat informasi yang terdapat dalam beberapa variabel asal menjadi serangkaian variabel yang lebih kecil (faktor) dengan meminimalkan kehilangan informasi. Berdasarkan output analisis faktor diketahui bahwa ada 3 faktor yang akan diperhatikan PT. BPR Armindo Kencana Malang sebelum memberikan kredit. Faktor pertama, Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas yang terdiri dari ROA, Rasio Kewajiban Bersih Call Money, Rasio Biaya Operasional, NPM, DER dan Long Term Debt to Assets Ratio. Faktor kedua, Rasio Likuiditas dan NPL yang terdiri dari NPL, Cash Ratio, RR, LDR dan Loan to Assets Ratio. Faktor ketiga, Modal dan Laba terdiri dari CAR dan ROE. Sementara itu, variabel DPK tidak termasuk dalam salah satu faktor tersebut karena berdasarkan nilai measure sampling adequency (MSA) tidak bisa untuk analisis faktor. Kesimpulannya PT. BPR Armindo Kencana Malang cenderung memberi perhatian lebih terhadap faktor Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas karena faktor ini memiliki nilai % of Variance terbesar. Kata kunci : perilaku, penawaran, kredit
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
1
PENDAHULUAN Dalam memberikan kredit, bank secara tidak langsung dituntut untuk mendapat keuntungan. Hal ini bertujuan untuk menutupi seluruh biaya dana, target margin keuntungan yang hendak dicapai dan banyak hal lain lagi. Dengan demikian, kredit bisa dikatakan sebagai tulang punggung pencetak keuntungan bagi Bank. Semakin besar dana dalam bentuk kredit yang diberikan kepada nasabah, maka risiko yang dihadapi juga besar. Sehingga penempatan dalam pos ini paling banyak menimbulkan masalah dan banyak menyita tenaga, waktu dan biaya. Oleh karena itu agar risiko tersebut dapat diminimalkan, maka bank akan mempertimbangkan banyak hal atau faktor sebelum memberikan kredit. Itulah salah satu alasan kenapa penelitian ini penting. Karena dalam penelitian nantinya setiap karyawan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) Armindo Kencana Malang akan memberikan pendapatnya mengenai faktorfaktor yang seharusnya diperhatikan sebelum memberikan kredit kepada nasabah. Tentunya pendapat karyawankaryawan ini diharapkan menjadi saran bagi pimpinan dan direksi BPR Armindo Kencana Malang dalam pengambilan keputusan sebelum memberikan kredit. Alasan utama dipilihnya BPR Armindo Kencana Malang dalam penelitian ini adalah dalam segi kemerataannya di Kota Malang. BPR Armindo Kencana Malang memiliki 1 kantor pusat dan 8 kantor kas. Semua kantor tersebar cukup merata di Kota Malang. Kembali pada masalah kredit, dalam kenyataannya menurut Warjiyo (2004), selain dana pihak ketiga (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
perbankan itu sendiri, seperti Capital Adequency Ratio (CAR), Non Performing Loans (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Sementara menurut Suseno dan Piter A. (2003), selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return on Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitor. Artinya faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan ketika suatu bank akan menyalurkan kredit. Terkait dengan pendapat-pendapat di atas, bisa kita lihat bahwa CAR mewakili analisis rasio solvabilitas, LDR mewakili analisis rasio likuiditas, dan LDR mewakili analisis rasio rentabilitas. Karenanya, diputuskan bahwa penelitian ini akan menggunakan semua rasio yang berfungsi untuk mengukur tingkat solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas bank. Solvabilitas diwakili oleh Capital Adequency Ratio (CAR), Debt to Equity Ratio, dan Long Term Debt to Assets Ratio. Likuiditas diwakili oleh Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposit Ratio (LDR), Loan to Assets Ratio, dan rasio kewajiban bersih call money. Serta rentabilitas diwakili Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Rasio Biaya (Beban) Operasional, dan Net Profit Margin (NPM). Tentunya dengan ditambah dua variabel lagi yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL). Sehingga total akan ada 14 variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mereduksi jumlah variabel yang diperkirakan akan mendapat perhatian khusus dari pihak BPR Armindo Kencana tersebut. Caranya dengan membentuk faktor baru dalam jumlah yang lebih sedikit tanpa kita kehilangan informasi yang terlalu 2
berarti dalam penelitian ini. Dan selanjutnya akan dilihat faktor-faktor mana yang benar-benar diperhatikan sebelum Bank BPR tersebut melakukan penawaran kredit. Selain latar belakang di atas, ada hal lain yang melatarbelakangi penelitian ini. Hal tersebut adalah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sari (2010). Secara sekilas kedua judul penelitian memiliki perbedaan yang cukup jauh. Akan tetapi jika ditelusuri lebih lanjut terdapat persamaan di dalamnya, yaitu dari segi alat analisis yang digunakan, yaitu tranformasi data dan analisis faktor. Yang menjadi masalah adalah penerapan alat analisis yang kurang begitu jelas selain itu juga ada perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar disana. Penelitian ini diharapkan bisa memperjelas penelitian terdahulu yang dilakukan saudari Ariyanti tersebut. Karena dalam skripsi ini akan dilakukan perbandingan dan ditunjukkan hal-hal apa yang berbeda dengan penelitian terdahulu tersebut. Berdasarkan alasan-alasan diatas maka muncul keinginan untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Bank BPR di Malang (Studi Kasus Bank BPR Armindo Kencana Malang)”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang menjadi perhatian dalam penawaran kredit BPR Armindo Kencana Malang? 2. Faktor apa yang dominan dalam penawaran kredit BPR Armindo Kencana Malang? KAJIAN PUSTAKA Analisis Kinerja Bank
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Kinerja suatu bank bisa menjadi faktor yang harus diperhatikan sebelum kredit disalurkan oleh bank kepada nasabahnya. Menurut Dendawijaya (2001), untuk menganalisis kinerja suatu bank, kita bisa melakukannya dengan cara sebagai berikut: a. Analisis Rasio Likuiditas Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain adalah sebagai berikut: 1. Cash Ratio Cash Ratio adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah (deposan) pada saat ditarik dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia, alat likuid terdiri atas uang kas ditambah dengan rekening giro yang disimpan pada Bank Indonesia. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam praktek dapat mempengaruhi profitabilitasnya. 2. Reserve Requirement Reserve Requirement atau lebih dikenal dengan likuiditas wajib minimum adalah suatu simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank. Semakin tinggi nilai Reserve Requirement maka semakin bagus tingkat likuiditas suatu bank. 3
3.
Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. 4. Loan to Asset Ratio Loan to Asset Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. 5. Rasio Kewajiban Bersih Call Money Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancer atau aktiva yang paling likuid dari bank. Jika rasio ini semakin kecil nilainya, likuiditas bank dikatakan cukup baik karena bank dapat segera menutup kewajiban dalam kegiatan pasar uang antar bank dengan alat likuid yang dimilikinya. b. Analisis Rasio Rentabilitas Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasiorasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. 1. Return on Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam segi penggunaan aset. 2. Return on Equity (ROE) ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). 3. Rasio Biaya (Beban) Operasional Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. 4. Net Profit Margin (NPM) Ratio
4
Net profit margin adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. c. Analisis Rasio Solvabilitas Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Disamping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah dana yang diperoleh dari berbagai utang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Berikut beberapa jenis rasio solvabilitas: 1. Capital Adequency Ratio (CAR) CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. 2. Debt to Equity Ratio (DER) DER adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya, baik jangka panjang atau jangka pendek, dengan dana yang berasal dari modal sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang yang terdiri atas modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya utang. 3. Long Term Debt to Assets Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumbersumber utang jangka panjang. Dalam bisnis perbankan, utang jangka panjang ini biasanya diperoleh dari simpanan masyarakat dengan jatuh tempo di atas satu tahun, dana pinjaman dari bank lain dalam rangka kerjasama antarbank, pinjaman luar negeri (biasanya dalam valuta asing), pinjaman dari Bank Indonesia serta pinjaman dari pemegang saham. Berikut rumus perhitungannya: Pengertian Bank Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut pada masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya, (Kasmir, 2002). Dalam konteks tersebut, dapat diartikan bahwa bank merupakan salah satu motor penggerak perekonomian suatu Negara sebagai tempat sirkulasi peredaran uang yang dikelola secara teratur. Peran perbankan dalam perekonomian tidak bisa dipisahkan dari kegiatan keuangan melihat prinsip dasar yang melekat yaitu lembaga yang menyediakan dana untuk kegiatan usaha melalui kredit dan tempat berinvestasi.
5
Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. “Berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990 pengertian bank adalah suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan, Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bank adalah industri jasa yang mempunyai fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Masyarakat kelebihan dana maksudnya adalah masyarakat yang memiliki dana untuk disimpanan dan diinvestasikan di bank. Pengertian Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” atau “credo” yang berarti kepercayaan (trust atau faith). Kegiatan orang perorang atau badan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara pinjam meminjam dinamakan Kredit. Berdasar dari kegiatan pemberian Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
kredit dari yang memberikan kredit kepada yang menerima kredit adalah kepercayaan. Transaksi kredit timbul karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan itu, di mana pihak peminjam wajib melunasi kredit/ hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Disamping itu kredit pun timbul sebagai akibat adanya transaksi jual beli, dimana pembayarannya ditangguhkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Berdasarkan pada pengertian diatas dapat diketahui bahwa transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada pihak lain, baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat menimbulkan tagihan bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit yaitu berupa kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhkan dalam suatu jangka waktu tertentu baik sebagian maupun seluruhnya. Kegiatan transaksi kredit tersebut diatas akan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur serta mendatangkan kewajiban untuk membayar bagi debitur. Sementara itu, penawaran adalah sejumlah barang yang ditawarkan untuk dijual pada berbagai tingkat harga dalam suatu pasar pada waktu tertentu. Dalam melakukan penawaran, penawaran dapat digolongkan menjadi dua yaitu: • Penawaran Individu: Penawaran Individu adalah penawaran yang dimiliki oleh seorang Penguasa • Penawaran besar/Kolektif: Penawaran yang terdapat pada pasar Selanjutnya mengenai hukum penawaran. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan 6
barangnya tersebut jika barangnya itu Ketika produsen mempunyai pikiran mempunyai harga yang rendah dan jika dia bahwa barang yang diproduksinya mulai juga mempunyai harga barang yang tinggi. langka maka tindakan produsen adalah Hukum penawaran pada dasarnya menimbun barang tersebut sampai pada mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu saat akan mendapatkan laba yang sesuatu barang, semangkin banyak pula besar. Sebagai contoh penjual minyak yang jumlah barang tersebut akan ditawarakan mulai merasa bahwa minyak merupakan hal oleh para penjual. Sebaliknya makin rendah yang langka jadi banyak penjual yang harga barang maka akan semangkin sedikit menimbun minyak dan menjualnya dengan jumlah barang tersebut akan ditawarkan harga yang mahal karena kebutuhan oleh para penjual. masyarakat yang sangat mendesak. Tapi Hukum penawaran berlaku apabila perbuatan seperti ini dilarang karena sama faktor-faktor lain selain harga adalah cateris dengan penimbunan barang yang nantinya paribus. Adapun faktor yang lain yang dapat merugikan masyarakat sekitar. membentuk cateris paribus adalah: 3. Harga-harga faktor produksi Biaya produksi menentukan harga Tekhnologi yang digunakan adalah tetap. pokok suatu barang, dengan demikian jika Penjual tidak memerlukan harga tunai. Penjual tidak akan kuatir jika suatu saat biaya produksi berubah maka produsen akan mengurangi jumlah penawaran. Tapi harga barang akan turun. jika biaya produksi semangkin rendah maka Jumlah pedagang dan produsen tetap. banyak sekali jumlah barang dan jasa yang Keinginan penjual untuk akan ditawarkan oleh para penjual. menawarkan barangnya pada berbagai Berdasarkan pengertian kredit dan tingkat harga yang ditentukan oleh berbagai penawaran diatas, maka bisa ditarik faktor yaitu: kesimpulan bahwa penawaran kredit adalah 1. Teknologi Produksi jumlah kredit yang bank ingin tawarkan Teknologi yang digunakan dalam atau salurkan pada berbagai tingkat suku produksi semula dimaksudkan agar terjadi bunga selama satu periode waktu tertentu. efisiensi dalam produksi. Artinya Kajian Empiris semangkin modern tekhnologi yang Penelitian yang sejenis dan hampir digunakan baik kualitas maupun kuantitas sama telah beberapa kali dilakukan, secara produksi semangkin meningkat dengan ringkas disajikan dalam table.1 berikut: biaya produksi yang semangkin ditekan. 2. Harapan masa yang akan datang Tabel.1 Penelitian Terdahulu Peneliti dan Judul Variabel Analisis Hasil (Luh Gede Variabel Regresi DPK, CAR, ROA, Meydianawathi, Independent: Linear dan NPLs 2007) DPK, ROA, NPLs, Berganda berpengaruh Analisis Perilaku dan CAR nyata terhadap Penawaran Kredit perilaku penawaran Perbankan Variabel Dependent: kredit Kepada Sektor Penawaran Kredit bank umum. UMKM Di
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
7
Indonesia (20022006)
(Ariyanti Devita Sari, 2010) Implementasi Analisis Faktor Dengan Metode Komponen Utama Dalam Menentukan Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Nasabah BRI Martadinata Malang (Arief Wibowo, 2007) Pengaruh Jumlah Penghimpunan Dana Bank, Suku Bunga Kredit Modal Kerja, Dan Tingkat Laju Inflasi Terhadap Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja Pada Bank-Bank Umum Di Indonesia ( 2001.01 – 2006.04 )
Variabel Independent: X1 (Lingkungan), X2 (keamanan), X3 (Bunga), X4 (Hadiah), X5 (Karyawan), X6 (Sistem Komputerisasi) dan X7 (Antrian). Variabel Dependent: Kepuasan Konsumen Variabel Independent: Jumlah Penghimpunan Dana Bank, Suku Bunga Kredit Modal Kerja, Dan Tingkat Laju Inflasi Variabel Dependent: Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Analisis Faktor
Berdasarkan hasil analisis faktor diketahui bahwa dari 7 variabel terbentuk menjadi 4 faktor baru. Interpretasi nama faktor didasarkan variabel apa yang diwakilinya.
Regresi Linear Berganda
- Jumlah penghimpunan dana (X1) secara individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah alokasi kredit modal kerja (Y). - Tingkat laju inflasi (X2) secara individu berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap jumlah alokasi kredit modal kerja (Y). - Suku bunga kredit modal kerja (X3) secara individu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah
8
alokasi kredit modal kerja (Y). (Julius Kakuru, 2008) The SupplyDemand Factors Interface And Credit Flow To Small And Micro Enterprises (SMEs) In Uganda
Variabel Independent: Lending Structure, Congruence of Loan officers’ and organisational goals, Client character.
Variabel Dependent: The Supply-Demand of Credit
Ada beberapa hal yang membedakan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luh Gede Meydianawathi, Ariyanti Devita Sari, Arief Wibowo dan Julius Kakuru. Penelitian ini berbeda dilihat dari segi waktu pelaksanaan dan bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Dimana pada penelitian ini sampel yang diteliti adalah bank BPR Armindo Kencana di Malang. Selain itu, terdapat perbedaan lain dari penelitian ini yaitu penggunaan analisis faktor di dalamnya. Berikut perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yang tersebut di atas:
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Data kualitatif: Analisis Nvivo Data kuantitatif: Korelasi (SPSS)
In conclusion, the study found out that the majority of loan officers consider formal hierarchy, to be a facilitating factor in their decisions to extend credit to SMEs. On the credit demand side, the study has established that to a larger extent, there is a number of SME borrowers who make deliberate efforts to disclose information to banks in order to enhance their prospects of obtaining credit.
a. Luh Gede Meydianawathi, menggunakan regresi linier berganda sebagai alat analisisnya. Sedangkan variabel-variabel yang diteliti adalah DPK, ROA, NPLs, dan CAR. Berbeda dengan penelitian saya dimana variabelnya lebih komplek lagi (Tabel 1.1 Jabaran Variabel). Selain itu alat analisisnya juga berbeda dimana penelitian saya menggunakan analisis faktor. b. Ariyanti Devita Sari, penelitian saudari Ariyanti sebenarnya cukup berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Persamaanya hanya penggunaan analisis faktor dalam penelitian masing-masing.
9
Penelitian tersebut diangkat dalam kajian empiris karena ada beberapa hal yang perlu diperjelas dalam penelitian tersebut, terutama mengenai penerapan analisis faktor. c. Arief Wibowo, penelitian ini kurang lebih meneliti tentang alokasi kredit, sama dengan penelitian yang saya lakukan. Akan tetapi, variabel dan alat analisis yang digunakan berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. d. Julius Kakuru, penelitian ini mengenai penawaran dan permintaan kredit. Variabel dan alat analisis yang digunakan berbeda dengan penelitian yang saya lakukan.
METODE PENELITIAN Jenis Data Menurut Arikunto (2002) menyatakan bahwa data merupakan catatan yang mengungkapkan segala fakta, keterangan, dan angka yang dijadikan bahan menyusun informasi yang diperlukan dengan material tertentu. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari nara sumber. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2010. Data diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada karyawan bank BPR Armindo Kencana di Malang. Penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk mendapatkan data umum mengenai kebijakan bank dalam alokasi kredit, untuk mendapatkan gambaran variabel manakah yang paling mempengaruhi bank dalam penawaran kreditnya. Selain itu juga untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam analisis faktor. Adapun langkahlangkahnya adalah: a. Identifikasi populasi
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Identifikasi populasi merupakan langkah awal dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui siapa yang menjadi responden. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bank BPR Armindo Kencana di Malang. b. Penentuan jumlah sampel. Menurut Arikunto, apabila subjek kurang dari 100 maka dapat diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sedangkan jumlah subjeknya lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari: Kemampuan penelitian dilihat dari waktu, tenaga dan dana. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya dana. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar hasilnya akan lebih baik. Akan tetapi, seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa penelitian ini adalah sebuah studi kasus sehingga semua anggota populasi akan dijadikan sampel penelitian. Artinya semua karyawan BPR Armindo Kencana sebanyak 65 orang akan dijadikan sampel. c. Pembuatan kuesioner. Pembuatan kuesioner menggunakan jawaban skala likert 1 sampai 5. Adapun didalam penelitian ini, responden diperkenankan memberikan jawaban mengenai pendapatnya mengenai seberapa besar pengaruh atau seberapa besar perhatian yang harus diberikan terhadap suatu variabel sebelum menyalurkan kredit kepada
10
nasabah. Ketentuan jawabannya sebagai berikut: - Sangat berpengaruh, untuk pilihan jawaban 5 - Berpengaruh, untuk pilihan jawaban 4 - Cukup berpengaruh, untuk pilihan jawaban 3 - Kurang berpengaruh, untuk pilihan jawaban 2 - Tidak berpengaruh, untuk pilihan jawaban 1 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah faktor analisis dengan bantuan SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Faktor analisis adalah salah satu keluarga analisis multivariate yang bertujuan untuk meringkas atau mereduksi variabel amatan secara keseluruhan menjadi beberapa variabel atau dimensi baru, akan tetapi variabel atau dimensi baru yang terbentuk tetapi mampu mempresentasikan variabel utama (Yamin: 2009). Dalam analisis faktor, dikenal dua pendekatan utama, yaitu exploratory factor analysis dan confirmatory factor analysis. Kita menggunakan explanatory factor analysis bila banyak faktor yang akan terbentuk tidak ditentukan terlebih dahulu. Sebaliknya confirmatory factor analysis digunakan apabila faktor yang akan terbentuk telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan explanatory factor analysis. Akan tetapi, sebelum analisis faktor akan dilakukan uji validitas, uji reliabilitas dan tranformasi data ordinal menjadi data interval menggunakan Method of Succesive Interval (MSI). Uji Validitas Istilah validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
melakukan fungsi ukurnya (Yamin: 2009). Suatu dimensi atau indikator dikatakan valid apabila indikator tersebut mampu mencapai tujuan pengukuran konstrak amatan dengan tepat. Dalam praktiknya, kecermatan pengukuran baik dalam bidang eksak, social ataupun psikologi masih didapati suatu kesalahan. Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimate) atau terlalu rendah (underestimate). Kesalahan-kesalahan inilah yang dikenal dengan istilah measurement error. Indikator yang valid adalah indikator yang memiliki measurement error yang kecil. Dalam uji validitas di SPSS, untuk melihat validitas dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Jika nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan tersebut dikatakan valid. Akan tetapi, jika suatu pertanyaan memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation lebih kecil dari r tabel, maka item pertanyaan tersebut bisa kita eliminasi dari konstrak organisasi dan dilakukan analisis ulang. Uji Reliabilitas Istilah realibilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang berasal rely dan ability. Reliabilitas bisa diartikan sebagai keterpercayaan, keterandalan atau konsistensi. Suatu alat ukur yang reliabel adalah alat ukur yang mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi. Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas berkisar antara 0-1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1), maka semakin reliable alat ukur tersebut. Dalam analisis reliabilitas di SPSS, koefisien reliabilitas dapat dilihat dari tabel Reliability Statistics tepatnya di nilai Cronbach’s alpha (Yamin: 2009). Jika nilai
11
Cronbach’s alpha lebih besar dari 0,7 maka data tersebut dapat dikatakan reliabel. Transformasi Data Ordinal ke Interval Pada umumnya jawaban responden yang diukur dengan menggunakan skala likert diadakan scoring yakni pemberian nilai 1, 2, 3, 4 dan 5. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa data dari jawaban responden itu tidak bisa langsung diproses. Karena, setiap skor yang diperoleh akan memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai tersebut dianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui proses transformasi ditempatkan ke dalam interval. Salah satu metode konversi data yang sering digunakan oleh peneliti untuk menaikkan tingkat pengukuran ordinal ke interval adalah Method of Successive Interval (MSI). Dengan metode ini diharapkan data ordinal menjadi data interval dan berdistribusi normal. Langkah kerja yang dapat dilakukan untuk menaikkan tingkat pengukuran dari skala ordinal ke skala interval menggunakan Method of Succesive Interval (Riduwan, 2008): 1. Pertama perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebarkan. 2. Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, 4, dan 5 yang disebut dengan frekuensi. 3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya jumlah jawaban responden dan hasilnya disebut proporsi. 4. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan perkolom skor. 5. Gunakan tabel Distribusi Normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh. 6. Tentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dengan menggunakan tabel Tinggi Densitas). 7. Menghitung nilai SV (Scale Value) untuk setiap nilai z menggunakan rumus: Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
8. Menentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:
Analisis Faktor Analisis faktor termasuk variasi seperti analisis komponen dan analisis faktor umumnya adalah pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan di antara beberapa variabel dan menjelaskan variabel-varabel ini dalam keadaan umumnya berdasarkan dimensi (faktor). Tujuannya adalah untuk mencari cara menyingkat informasi yang terdapat dalam beberapa variabel asal menjadi serangkaian variabel yang lebih kecil (faktor) dengan meminimalkan kehilangan informasi (Hair, Anderson, Tatham, Black, 1995 dalam Yamin, 2009). Analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses untuk meringkas sejumlah variabel menjadi sedikit dan menamakannya sebagai faktor. Jadi, dapat saja dari 10 atribut tersebut dapat diringkas menjadi 3 faktor utama saja (Santoso, 2001). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2002). Hal yang perlu diingat bahwa faktor baru yang terbentuk adalah faktor yang mempunyai variabilitas kecukupan dari variabel yang direduksi sehingga diperlukan asumsi awal untuk menguji kelayakan apakah perlu tidaknya analisis faktor dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengujian Bartlett test of sphericity dan the
12
Kaiser meyer olkin (KMO) measure of sampling adequency. KMO measure of sampling adequency adalah sebuah indeks untuk membandingkan besarnya nilai koefisiensi korelasi yang diamati terhadap besarnya korelasi parsial. Uji KMO digunakan dalam analisis faktor dimana untuk mengetahui apakah data tersebut dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak dengan analisis faktor, angka KMO disyaratkan harus lebih dari 0,5. Akan tetapi, nilai KMO akan meningkat dengan ketentuan berikut ini: a. Jumlah ukuran sampel bertambah b. Rata-rata koefisien korelasi bertambah c. Jumlah variabel bertambah atau jumlah faktor berkurang Harga KMO merupakan indeks perbandingan antara besarnya koefisien korelasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial, skala nilainya antara lain: - KMO ≤ 0,9 : Menyatakan sangat memuaskan - 0,8 ≤ KMO < 0,9 : Menyatakan sangat baik - 0,7 ≤ KMO < 0,8 : Menyatakan baik - 0,6 ≤ KMO < 0,7 : Menyatakan cukup memuaskan - 0,5 ≤ KMO < 0,6 : Menyatakan tidak baik - KMO ≤ 0,5 : Menyatakan ditolak Selain KMO measure of sampling adequency, kita masih akan bertemu dengan output-output lain ketika melakukan analisis faktor dengan SPSS. Seperti halhal di bawah ini: a. Tabel Anti-Image Matrices, dalam tabel ini nilai MSA dalam kolom AntiImage Correlation. Variabel yang mempunyai nilai MSA di bawah 0,5 lebih baik dikeluarkan dari sistem analisis dan dilakukan analisis ulang hingga semua variabel mencapai nilai Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
MSA > 0,5. Nilai MSA > 0,5 menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat dari variabel tersebut terhadap variabel lain. Sehingga variabel tersebut layak diikutkan dalam analisis faktor. b. Tabel Communalities, menerangkan berapa persen faktor atau variabel baru yang terbentuk dari analisis faktor dapat menerangkan varians dari variabel tersebut. c. Total Varians Explained, menerangkan nilai persen dari varians yang mampu diterangkan oleh banyaknya faktor yang terbentuk. Nilai ini didasarkan dari nilai eigenvalue. Nilai eigenvalue menggambarkan kepentingan relative masing-masing faktor dalam menghitung varians variabel-variabel yang dianalisis. Pada kriteria ini, hanya faktor-faktor yang memiliki akar ciri (nilai eigen) minimum 1 yang akan dipertahankan. Hal ini berarti bahwa sebuah faktor dapat dianggap sebagai faktor apabila paling sedikit dapat menjelaskan variansi satu peubah atau setiap peubah menyumbangkan nilai satu pada total nilai eigen. Dengan demikian hanya faktor yang mempunyai nilai eigen > 1 yang dianggap signifikan. d. Rotated Component Matrix adalah nilai loading faktor dari setiap variabel. Loading faktor merupakan besarnya korelasi antara faktor score dan variabel tersebut. PEMBAHASAN Interpretasi Faktor Setelah diperoleh sejumlah faktor yang valid, selanjutnya perlu diinterpretasikan nama faktor. Mengingat faktor merupakan sebuah konstruk menjadi berarti kalau dapat diartikan. Interpretasi faktor dapat dilakukan dengan mengetahui variabel-variabel yang membentuknya. Hal 13
ini bisa kita lihat di tabel Rotated Component Matrix. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa akan ada 3 faktor baru yang terbentuk setelah dilakukan analisis faktor. Dalam tabel tersebut, setiap variabel memiliki nilai untuk faktor pertama, kedua dan ketiga. Nilai tertinggi dari setiap variabel yang harus kita perhatikan. Jika nilai tertinggi dari suatu variabel misalnya berada di faktor pertama, itu artinya
variabel tersebut tergabung dalam faktor pertama. Jika nilai tertinggi suatu variabel berada di faktor kedua, berarti variabel tersebut tergabung dalam faktor kedua. Begitu juga selanjutnya, jika nilai tertinggi suatu variabel berada di faktor ketiga, itu artinya variabel tersebut tergabung dalam faktor ketiga. Tabel di bawah ini menunjukkan nama-nama variabel beserta penyebarannya
Tabel. 2 Interpretasi Faktor Variabel Nama Variabel Faktor Return on Assets (ROA) X3 Rasio Kewajiban Bersih Call X10 Money Rasio Biaya (Beban) Operasional X11 1 Net Profit Margin (NPM) X12 Debt to Equity Ratio X13 Long Term Debt to Asset Ratio X14 Non Performing Loans (NPL) X4 Cash Ratio X6 Reserve Requirement 2 X7 Loan to Deposite Ratio (LDR) X8 Loan to Asset Ratio X9 Capital Adequency Ratio (CAR) X2 3 Return on Equity (ROE) X5 Sumber: Data Primer diolah Kalau dilihat sekilas, sepertinya akan sulit member nama terhadap faktor baru yang dari hasil analisis faktor. Ini dikarenakan variabel-variabel yang membentuk satu faktor terlalu bermacammacam. Hal ini jelas sangat menyulitkan tapi faktor baru tersebut tetap harus diberi nama baru pula. Disini tidak ada standar khusus untuk penamaan dalam analisis faktor. Syaratnya hanya nama dari faktor baru harus mampu mewakili variabelvariabel yang terkandung di dalamnya.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Interpretasi Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas
Rasio Likuiditas dan NPL
Modal dan Laba
Hal yang menjadi pertanyaan mungkin mengapa faktor pertama akan diberi nama Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas; faktor kedua diberi nama Rasio Likuiditas dan NPL; serta faktor ketiga diberi nama Modal dan Laba. Pertama-tama mari kita lihat faktor yang pertama. Disana terdapat variabel Return on Assets (ROA), Rasio Biaya (Beban) Operasional, serta Net Profit Margin (NPM) merupakan sebagian dari rasio Rentabilitas. Rasio Rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat
14
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2001). Sehingga dirasa perlu menggunakan nama rasio Rentabilitas di dalam memberikan nama pada faktor pertama untuk mewakili variabel Return on Assets (ROA), Rasio Biaya (Beban) Operasional, serta Net Profit Margin (NPM). Selain itu, pada variabel pertama juga terdapat variabel Debt to Equity Ratio dan Long Term Debt to Asset Ratio yang merupakan bagian dari analisis rasio Solvabilitas. Analisis rasio Solvabilitas merupakan analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjang atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Di samping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai utang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank (Dendawijaya, 2001). Sehingga diputuskan rasio Solvabilitas menjadi bagian dari nama untuk faktor pertama. Selain rasio Rentabilitas dan Solvabilitas di atas, juga terdapat rasio Kewajiban Bersih Call Money. Walau pun variabel ini tidak memiliki hubungan secara khusus dengan variabel-variabel lain tapi jelas variabel ini harus diwakilkan dalam penamaan untuk faktor pertama. Akhirnya digunakan nama rasio Kewajiban untuk mewakili variabel tersebut di faktor pertama. Sehingga untuk lengkapnya faktor pertama bernama Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas. Selanjutnya faktor kedua yang diberi nama Rasio Likuiditas dan NPL. Rasio Likuiditas merupakan rasio untuk mengukur Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Variabel Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposite Ratio (LDR), dan Loan to Asset Ratio termasuk dalam kategori analisis rasio Likuiditas (Lukman Dendawijaya, 2001). Sehingga tidak ada alasan untuk tidak mencantumkan nama rasio Likuditas dalam faktor kedua. Selanjutnya di faktor kedua juga terdapat variabel Non Performing Loans (NPL). Akan tetapi variabel ini tidak tergabung dalam rasio Likuiditas dan cukup menggabungkan nama NPL dalam penamaan faktor pertama. Dan akhirnya faktor kedua pun diberi nama Rasio Likuiditas dan NPL. Terakhir faktor ketiga yang diberi nama Modal dan Laba. Dalam faktor ketiga terdapat variabel Capital Adequency Ratio (CAR) dan Return on Equity (ROE). CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain (Dendawijaya, 2001). Berdasarkan pengertian tersebut dirasa cukup dengan mencantumkan nama Modal untuk mewakili variabel Capital Adequency Ratio dalam faktor ketiga. Berikutnya variabel Return on Equity (ROE) yang juga tergabung dalam faktor ketiga. ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri (Lukman Dendawijaya, 2001). Variabel ini akan diwakilkan dengan nama Laba dalam faktor ketiga. Sehingga secara lengkap faktor ketiga bernama Modal dan Laba. Penamaan faktor baru atau interpretasi nama faktor tergantung pada variabel-variabel yang tergabung dalam 15
faktor baru tersebut. Faktor pertama terdiri atas variabel Return on Assets (ROA), Rasio Kewajiban Bersih Call Money, Rasio Biaya (Beban) Operasional, Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio, dan Long Term Debt to Asset Ratio, sehingga faktor pertama akan diberi nama Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas. Faktor kedua terdiri atas variabel Non Performing Loans (NPL), Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposite Ratio (LDR), dan Loan to Asset Ratio akan diberi nama Rasio Likuiditas dan NPL. Faktor ketiga terdiri atas variabel Capital Adequency Ratio (CAR) dan Return on Equity (ROE) sehingga akan diberi nama Modal dan Laba. Faktor Yang Paling Dominan Untuk Diperhatikan Tahap untuk menentukan faktor mana yang paling dominan untukdiperhatikan merupakan tahap akhir dalam penelitian ini. Untuk menjalani tahap terakhir ini, kita hanya perlu melihat tabel Total Varians Explained (Lihat Tabel 4.6 atau lampiran hasil output Analisis Faktor). Dalam tabel Total Varians Explained, kita cukup memperhatikan Initial Eigenvalues tepatnya di % of Variance. Untuk penelitian ini, faktor pertama memiliki nilai % of Variance sebesar 42,071%. Faktor kedua memiliki nilai % of Variance sebesar 12,284%. Faktor ketiga memiliki nilai % of Variance sebesar 8,954%. Faktor keempat memiliki nilai % of Variance sebesar 7,096%. Faktor kelima memiliki nilai % of Variance sebesar 5,853%. Faktor keenam memiliki nilai % of Variance sebesar 4,918%. Faktor ketujuh memiliki nilai % of Variance sebesar 4,679%. Faktor kedelapan memiliki nilai % of Variance sebesar 3,921%. Faktor kesembilan memiliki nilai % of Variance sebesar 3,023%. Faktor kesepuluh memiliki Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
nilai % of Variance sebesar 2,280%. Faktor kesebelas memiliki nilai % of Variance sebesar 1,888%. Faktor kedua belas memiliki nilai % of Variance sebesar 1,786%. Dan yang terakhir faktor ketigabelas memiliki nilai % of Variance 1,246%. Akan tetapi, tidak semua faktor diatas akan digunakan karena hanya faktor baru yang mempunyai nilai Eigenvalues diatas 1 yang akan dipakai. Nilai Eigenvalues dapat dilihat di tabel Total Varians Explained tepatnya kolom Total (Tabel 4.6). Artinya hanya 3 variabel pertama yang digunakan. Berdasarkan subbab interpretasi faktor, faktor pertama diberi nama Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, faktor kedua diberi nama Rasio Likuiditas dan NPL, serta faktor ketiga diberi nama Modal dan Laba. Sehingga kita bisa melihat bahwa faktor pertama, yaitu Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, memiliki nilai % of Variance sebesar 42,071%. Faktor kedua, yaitu Rasio Likuiditas dan NPL, memiliki nilai % of Variance sebesar 12,284%. Dan faktor ketiga, yaitu Modal dan Laba, memiliki nilai % of Variance sebesar 8,954 %. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor pertama, yaitu Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, adalah faktor yang paling dominan sehingga bagi BPR Armindo Kencana Malang dirasa perlu mendapatkan perhatian lebih sebelum penawaran kredit dilakukan. Hal ini dikarenakan faktor Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas memiliki persentase nilai % of Variance yang paling besar, yaitu 42,071%. Sedangkan dua faktor yang lain nilai % of Variance -nya kurang dominan terhadap penawaran kredit BPR Armindo Kencana. Karena masing-masing
16
faktor hanya memiliki persentase nilai % of Variance sebesar 12,284% dan 8,954 %. Melihat penamaan terhadap faktorfaktor baru di atas, akan sangat sulit untuk mengkaitkan angka-angka tersebut dengan teori-teori tertentu. Karena faktor-faktor tersebut tidak bisa dijelaskan memiliki pengaruh negatif atau positif terhadap penawaran kredit. Dalam penelitian ini, analisis faktor hanya bisa melihat faktorfaktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam penawaran kredit BPR Armindo Kencana. Akan tetapi, jika melihat persentase nilai Initial Eigenvalues faktor pertama, kedua dan ketiga terhadap penawaran kredit, sepertinya angka-angka tersebut sedikit bisa dijelaskan secara matematika. Faktor pertama, yaitu Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, memiliki angka persentase yang paling besar karena merupakan gabungan dari 6 variabel, yaitu Return on Assets (ROA), Rasio Kewajiban Bersih Call Money, Rasio Biaya (Beban) Operasional, Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio, dan Long Term Debt to Asset Ratio. Jumlah variabel terbanyak dalam suatu faktor. Sehingga cukup masuk akal jika persentase nilai Initial Eigenvalues faktor pertama, yaitu Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, merupakan yang terbesar dibanding faktor-faktor yang lain. Hal serupa juga terlihat dalam faktor kedua, yaitu Rasio Likuiditas dan NPL. Faktor kedua bisa memiliki angka persentase nilai Initial Eigenvalues terbesar nomer dua karena merupakan gabungan dari 5 variabel, yaitu Non Performing Loans (NPL), Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposite Ratio (LDR), dan Loan to Asset Ratio. Jumlah variabel dalam faktor kedua ini adalah yang terbanyak nomer dua dibanding faktor-faktor yang lain. Karenanya, banyaknya variabel tersebut bisa Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
jadi penyebab faktor ini menempati posisi kedua untuk faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan penawaran kredit. Terakhir faktor ketiga, yaitu Modal dan Laba, yang terdiri dari dua variabel. Dua variabel yang dimaksud adalah Capital Adequency Ratio (CAR) dan Return on Equity (ROE). Jumlah variabel dalam faktor ini merupakan yang paling sedikit diantara faktor-faktor yang lain. Sehingga sepertinya sangat masuk akal kalau hal ini menyebabkan faktor ketiga memiliki angka persentase nilai % of Variance yang paling kecil terhadap penawaran kredit. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan penawaran kredit oleh BPR Armindo Kencana Malang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada 3 faktor yang akan diperhatikan ketika BPR Armindo Kencana menyalurkan kredit kepada debitor. Faktor pertama Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas, yang terdiri atas Return on Assets (ROA), Rasio Kewajiban Bersih Call Money, Rasio Biaya (Beban) Operasional, Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio, dan Long Term Debt to Asset Ratio. Faktor kedua Rasio Likuiditas dan NPL, yang terdiri atas Non Performing Loans (NPL), Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposite Ratio (LDR), dan Loan to Asset Ratio. Serta faktor ketiga Modal dan Laba, yang terdiri atas Capital Adequency Ratio (CAR) dan Return on Equity (ROE). 2. Faktor pertama yaitu Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas merupakan faktor yang paling dominan terhadap penawaran kredit BPR Armindo Kencana Malang. Karena faktor ini memiliki % of Variance sebesar 42,071%. Itu artinya 17
faktor ini merupakan faktor yang paling mendapatkan perhatian ketika BPR Armindo Kencana menyalurkan kredit. Faktor kedua yaitu Likuiditas dan NPL merupakan faktor yang paling dominan nomor kedua terhadap penawaran kredit BPR Armindo Kencana Malang. Karena faktor ini memiliki % of Variance sebesar 12,284%. Faktor ketiga yaitu Modal dan Laba merupakan faktor yang paling dominan nomor ketiga terhadap penawaran kredit BPR Armindo Kencana Malang. Karena faktor ini memiliki % of Variance sebesar 8,954%. Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi BPR Armindo Kencana Malang Bagi BPR Armindo Kencana Malang sendiri faktor Rasio Kewajiban, Rentabilitas dan Solvabilitas; faktor Likuiditas dan NPL; serta faktor Modal dan Laba. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan sumbangan pemikiran sebagai bahan pertimbangan kembali bagi pimpinan dan direksi terutama dalam strategi penawaran kredit agar BPR Armindo Kencana Malang menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. 2. Bagi Peneliti Lain Mengingat masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap penawaran yang belum banyak diteliti, maka hal itu dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya agar lebih diketahui lagi tentang faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap penawaran kredit. Penelitian ini cenderung berfokus pada faktor internal, mungkin penelitian selanjutnya bisa difokuskan pada faktor eksternal bank. 3. Bagi Pelaku Usaha Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Dari hasil penelitian ini diharapkan pelaku usaha atau investor memiliki pandangan mengenai baik atau tidaknya persepsi BPR Armindo Kencana dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Setidaknya mereka memiliki sudut pandang mengenai BPR Armindo Kencana Malang. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Dendawijaya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kasmir. 2002. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Riduwan dan Engkos Achmad Kucoro. 2008. Cara Menggunakan dan Memakai Analsis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta. Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo. Santoso, Singgih & Tjiptono, Fandy. 2001. Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sari, Ariyanti Devita. 2010. Implementasi Analisis Faktor Dengan Metode Komponen Utama Dalam Menentukan Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Nasabah BRI Martadinata Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Suseno dan Piter Abdullah. 2003. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. 18
Yamin, Sofyan dan Heri Kurniawan. 2009. SPSS Complete Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
19
EFEKTIFITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN PAMEKASAN Oleh: Dedy Setiyono Fakultas Ekonomi Universitas Madura E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Retribusi pasar daerah adalah suatu pungutan yang dikenakan kepada pedagang oleh pihak pemerintah daerah sebagai pembayaran atas pelayanan penggunaan fasilitas pasar yang dikuasai atau dikelola pemerintah daerah (Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 5 Tahun 2000). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Bedasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kontribusi retribusi pasar pada pendapatan asli daerah kabupaten pamekasan dari tahun ke tahun terus menurun. Pada tahun 2009 kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah sebesar 3,3%. Pada tahun 2010 besarnya kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah menurun menjadi 2,8%. Tahun 2011 kontribusi retribusi pasar kembali menurun menjadi 2,1%. Penurunan kontribusi terus terjadi sampai tahun 2012 yaitu sebesar 1,8%. Kata kunci : retribusi pasar, pendapatan asli daerah PENDAHULUAN Saat ini Indonesia tengah memasuki paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, dimana jiwa dan semangat memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas prakarsa, kreatifitas dan peran aktif masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya. Memberikan otonomi daerah sebagaimana dimaksud oleh Undangundang Nomor 22 tahun 1999 adalah pelimpahan wewenang kepada daerah melalui azas desentralisasi dengan makna otonomi yang nyata seluasluasnya dengan bertanggung jawab meliputi prakarsa, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pengendalian dan evaluasi maupun segi pembiayaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dikaitkan dengan otonomi daerah maka pendapatan asli daerah merupakan sumber pendapatan yang paling penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. PAD bahkan dapat memberi warna terhadap otonomi suatu daerah yang artinya bahwa penggunaan dana yang bersumber dari PAD dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga secara prinsip pemerintah pusat atau pemerintah diatasnya tidak dapat mengatur atau menentukan penggunaan sumber pendapatan daerah tersebut. Daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan menggali dan mengelola potensi daerah, sebagai sumber keuangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Salah satu upaya yang perlu dilakukan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
20
daerah adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dapat diperlukan sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah pusat. Faktor keuangan daerah menjadi sangat penting dan strategis mengingat hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan pembiayaan sehingga semakin besar jumlah uang atau biaya yang tersedia maka semakin besar pula kemungkinan kegiatan yang dilakukan. Demikian pula dengan pengelolaannya semakin baik pengelolaan potensi daerah maka semakin berdaya guna dan berhasil pemakaian uang tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang No 25 Tahun 1999 pasal 3 point 1 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinyatakan bahwa sumber pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di wilayah sendiri yang di pungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya dijelaskan dalam Undangundang No. 28 Tahun 2009 pasal 1 point 64 dijelaskan bahwa retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Secara umum keunggulan retribusi terletak pada proses pemungutan dimana proses pungutan berdasarkan ada atau tidaknya jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah. Salah satu jasa berkaitan dengan pemakaian kekayaan daerah adalah retribusi pasar, dimana retribusi pasar
merupakan jenis retribusi jasa umum yang disediakan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat dengan penyediaaan fasilitas pasar sederhana yang khusus disediakan bagi para pedagang. Begitu juga pasar yang berada di lingkungan kabupaten pamekasan merupakan pasar daerah dimana proses pemungutan didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2000 tentang retribusi pasar. Dalam pelaksanaannya penarikan retribusi tersebut bukan bersifat pajak yang merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan memberi manfaat khusus terhadap penyediaan jasa oleh pedagang dalam membayar retribusi dan tidak bertentangan dengan kebijakan nasional. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Pasar Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud pasar adalah lembaga ekonomi dimana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan jasa. Dalam analisis ekonomi pasar dimana para penjual dan pembeli melakukan interaksi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu pasar barang dan barang faktur. Pasar barang adalah dimana para pembeli dan penjual dari suatu barang dan jasa melakukan interaksi untuk menentukan jumlah serta harga barang dan jasa yang hendak diperjualbelikan. Sedangkan pasar faktor adalah dimana para pengusaha (pembeli faktor-faktor produksi) mengadakan interaksi dengan pemilik-pemilik faktor produksi untuk menentukan harga (pendapatan) dan jumlah faktor-faktor produksi yang nantinya digunakan untuk
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
21
menghasilkan barang dan jasa yang diminta masyarakat. Dengan kata lain pasar sebagai penghubung antara penjual dan pembeli atau produsen dan konsumen dimana berada di area wilayah tertentu atau tempat yang dapat sekelompok orangorang yang melakukan transaksi jual beli. Pasar dapat pula didefinisikan sebagai kegiatan penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual beli. Jenis Pasar Pasar dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar modern banyak berkembang diperkotaan yang ditandai dengan sifat yang impersonal dan harga barangbarang yang dijual ditentukan dengan sistem bandrol. Harga tidak ditentukan atas dasar tawar menawar antara penjual dan pembeli, tetapi harga ditetapkan secara pasti oleh penjualnya (Narwoko, 2004). Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai los dan dasaran terbuka yang dibukanya oleh penjual maupun suatu pengelola pasar (Hadi Parmono,2006). Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2000 yaitu : a. Pasar Daerah, suatu tempat dengan batas-batas tertentu yang disediakan untuk melakukan usaha kegiatan perdagangan yang terdiri dari halaman dan bangunan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah daerah. b. Pasar Tetap adalah pasar yang menempati tempat atau areal tertentu yang dikuasai atau dimiliki dan dioperasionalkan oleh pemerintah daerah serta beroperasi secara kontinyu atau berkelanjutan setiap hari dengan bangunan permanen
c.
d.
e.
f.
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang pasar. Toko/Kios Pasar adalah bangunan tetap dikomplek pasar yang dibangun oleh pemerintah dan swadaya masyarakat dalam bentuk petak yang dikelilingi dengan pembatas dan pintu untuk tempat pedagang melakukan kegiatan. Los pasar tertutup adalah bagunan tetap didalam pasar yang beratap dan tertutup yang dibangun oleh pemerintah daerah untuk tempat pedagang melakukan kegiatan. Los pasar terbuka adalah banguan tetap didalam pasar yang beratap dan tidak berdinding yang dibangun oleh pemerintah daerah untuk tempat pedagang melakukan kegiatan. Halaman Pasar adalah tanah-tanah atau halaman di lingkungan pasar.
Retribusi Pasar Menurut Munawir (2000 : 5) bahwa retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan dapat jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan ini bersifat ekonomis, karena siapa saja dapat merasakan jasa balik dari pemerintah maka dapat dikenakan iauran tersebut. Retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah pasal 109 adalah objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan. Secara umum retribusi pasar adalah suatu pungutan yang dikenakan kepada pedagang oleh pemerintah daerah atas penggunaan fasilitas yang disediakan kepala daerah atas pembayaran pemakaian tempat-tempat perdagangan yang berada di areal pasar daerah atau tempat-tempat lain yang
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
22
ditunjuk kepala daerah sebagai pasar sementara dengan menikmati fasilitas pasar. Peraturan Daerah kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2000 menjelaskan bahwa dipungut sebagai pembayaran atas pelayanan penggunaan fasilitas pasar yang dikuasai atau dikelola oleh pemerintah daerah. Selanjutnya dipaparkan bahwa objek retribusi adalah pasar-pasar yang dikelola atau dikuasai oleh pemerintah daerah. Sedangkan subjek retribusi adalah perorangan atau badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan di pasar-pasar yang dikelola dan dikuasai oleh pemerintah daerah. Pemungutan Retribusi a. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Untuk retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerahdengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa terkait, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Untuk retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan memperoleh keuntungan yang layak. Untuk retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin tersebut. b. Peraturan daerah tentang retribusi Pelaksanaan retribusi daerah diatur berdasarkan pada ketentuan – ketentuan sebagai berikut : Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang retribusi tidak dapat berlaku surut. Peraturan daerah tentang retribusi sekurang-kurangnya mengatur
ketentuan mengenai nama, objek dan subjek retribusi, golongan retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan, prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi, wilayah pemungutan, sanksi administrasi, tata cara penagihan dan tanggal mulai berlakunya. Peraturan daerah tentang retribusi mencakup ketentuan mengenai masa retribusi, pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya dan tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa. Peraturan daerah untuk jenisjenis retribusi tertentu harus telebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ditetapkan. Dalam rangka pengawasan, peraturan daerah yang dibuat disampaikan kepada pemerintah paling lama lima belas hari setelah ditetapkan. Dalam hal peraturan daerah yang dibuat bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut. Pembatalan peraturan daerah dilakukan paling lama satu bulan sejak diterimanya peraturan daerah dimaksud. c. Besarnya tarif retribusi pasar menurut peraturan daerah sebagai berikut: 1. Pemakaian Toko, kios pasar, los pasar tertutup setiap hari adalah a. Pasar kelas I sebesar Rp 250 tiap m2
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
23
b. Pasar kelas II sebesar Rp 150 tiap m2 c. Pasar kelas III sebesar Rp 100 tiap m2 2. Pemakaian los terbuka untuk setiap hari adalah a. Pasar kelas I sebesar Rp 150 tiap m2 b.Pasar kelas II sebesar Rp 100 tiap m2 c. Pasar kelas III sebesar Rp 50 tiap m2 3. Pemakaian tanah halaman pelataran bangunan untuk pasar kelas I, II, III sebesar Rp 50 tiap m2 4. Penjualan hewan besar untuk kelas I, II, III sebesar Rp 5000 tiap ekor 5. Penjualan hewan kecil untuk pasar kelas I, II, III sebesar Rp 2000 tiap ekor 6. Penjualan binatang bersayap jenis besar untuk pasar kelas I, II, III sebesar Rp 200 tiap ekor 7. Penjualan binatang bersayap jenis kecil untuk pasar kelas I, II, III sebesar Rp 100 tiap ekor 8. Penjualan sepeda motor didalam pasar setiap hari sebesar Rp 200 tiap sepeda motor 9. Penjualan sepeda di dalam pasar setiap hari sebesar Rp 100 tiap sepeda 10. Bagi pengusaha yang menempati toko dalam pasar dikenakan tambahan biaya sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan setiap tahun Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Mardiasmo, 2002; 132). Menurut Halim (2004;67) Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, sedangkan menurut Halim dan Nasir (2004; 67) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah “Pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 157 tentang pemerintah daerah dinyatakan bahwa sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: a. Hasil pajak daerah Pajak daerah mempunyai pengertian dimana suatu wilayah yang diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dipungut pajak berdasarkan peraturan undang-undang, dimana hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. b. Hasil retribusi daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh hak langsung atau tidak langsung. c. Hasil perusahaan milik daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan. Perusahaan milik daerah adalah suatu usaha yang dibentuk oleh daerah untuk perkembangan perekonomian daerah dan untuk menambah pemasukan ke daerah.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
24
d. Dan lain-lain Pendapatan asli Daerah yang sah Sumber pendapatan ini tidak tergolong pada sumber pendapatan asli daerah. Efektifitas Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 13 Tahun 2006 tentang pengelolaan Keuangan Daerah Bagian ketiga pasal 4 ayat (4) yang menyebutkan bahwa efektifitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan yaitu dengan membandingkan keluaran dengan hasilnya. Menurut Anthony, dkk (1992:14) pengertian efektifitas adalah kemampuan suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektifitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar prosentase perbandingan antara target dan realisasi setiap tahunnya, apakah ada peningkatan atau penurunan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Suatu kegiatan dapat dikatakan efektif apabila realisasi lebih besar daripada targetnya. Sebaliknya apabila realisasi lebih kecil dari targetnya maka kegiatan tersebut tidak efektif. Kriteria yang digunakan sebagai bahan penilaian terhadap efektifitas kegiatan adalah hasil yang dicapai, yaitu pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan.
sama (Bastian, 2001:262) dengan rumus sebagai berikut \: Analisis kontribusi ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Pamekasan. METODOLOGI PENELITIAN Peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif, data yang ada diolah dan kemudian dianalisis. Data yang digunakan adalah data dokumenter yaitu data yang telah dikumpulkan oleh suatu lembaga atau organisasi. Sedangkan sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan berupa arsip atau dokumen yang berada pada kantor DPPKA Kabupaten Pamekasan yang meliputi: a. Laporan target dan realisasi penerimaan retribusi pasar daerah seKabupaten Pamekasan mulai tahun 2009 sampai dengan 2012. b. Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan mulai tahun 2009 sampai dengan 2012. Teknik pengumpulan data yaitu : Dokumentasi sedangkan teknik analisa data yang dipergunakan adalah analisa deskriptif kuantitatif. PEMBAHASAN Penyajian Data Data-data yang digunakan adalah sebagai berikut :
Kontribusi Analisis kontribusi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan retribusi terhadap pendapatan asli daerah setiap tahunnya dalam prosentase, dapat dilihat dari realisasi penerimaan retribusi dibandingkan dengan jumlah pendapatan asli daerah pada tahun anggaran yang
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
25
Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan Tahun 2009-2012 (dalam Rupiah) Tahun Anggaran Anggaran Realisasi 2009 39.454.414.587,99 40.220.358.249,32 2010 43.586.039.854,45 49.313.077.417,73 2011 55.760.074.535,00 70.998.986.905,56 2012 65.958.919.674,54 83.390.621.222,46 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2009 dengan daerah pada tahun 2011 ada kenaikan anggaran sebesar Rp. 39.454.414.587,99 anggaran sebesar Rp. 55.760.074.535,00, dan realisasi sebesar Rp. dan realisasi meningkat sebesar Rp. 40.220.358.249,32. Sedangkan pada 70.998.986.905,56. Sedangkan pada tahun 2010, dengan anggaran sebesar tahun 2012 anggaran meningkat lagi Rp. 43.586.039.854,45 realisasi menjadi Rp. 65.958.919.674,54, dan meningkat sebesar Rp. realisasinya sebesar Rp. 49.313.077.417,73. Pendapatan asli 83.390.621.222,46. Tabel 1.2 Rekapitulasi Penerimaan Retribusi Pasar Tahun 2009-2012 (dalam Rupiah) Tahun Anggaran Target Realisasi 2009 1.200.000.000,00 1.328.192.700,00 2010 1.300.000.000,00 1.397.967.900,00 2011 1.300.000.000,00 1.457.162.100,00 2012 1.300.000.000,00 1.513.433.900,00 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
Tabel 1.3 Penerimaan Retribusi Pasar Daerah Se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2009 (dalam Rupiah) Nama Pasar Target Realisasi Prosentase 17 Agustus 312.593.000,00 349.985.000,00 Keppo 240.700.000,00 263.375.500,00 Waru 117.849.500,00 136.415.000,00 Pakong 112.300.000,00 129.899.000,00 Batu Bintang 80.404.800,00 91.252.900,00 Palengaan 60.464.300,00 69.382.000,00 Proppo 37.500.000,00 20.838.000,00 Kolpajung 129.501.600,00 145.319.500,00 Gurem 51.805.600,00 58.905.400,00 Blumbungan 32.500.000,00 35.686.900,00 Duko 13.500.000,00 15.593.500,00 Galis 8.693.200,00 9.177.200,00
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
26
Nama Pasar Duwak Tenggi Jumlah
Target 2.188.000,00 1.200.000.000,00
Realisasi Prosentase 2.362.800,00 1.328.192.700,00
Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
Tabel 1.4 Penerimaan Retribusi Pasar Daerah Se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2010 (dalam Rupiah) Nama Pasar Target Realisasi 17 Agustus 340.200.000,00 357.311.000,00 Keppo 250.200.000,00 268.605.500,00 Waru 130.800.000,00 138.562.000,00 Pakong 125.400.000,00 132.063.500,00 Batu Bintang 85.200.000,00 93.076.000,00 Palengaan 64.200.000,00 70.652.000,00 Proppo 30.700.000,00 35.039.000,00 Kolpajung 160.000.000,00 179.470.000,00 Gurem 55.500.000,00 60.800.900,00 Blumbungan 32.400.000,00 35.909.600,00 Duko 14.100.000,00 14.788.400,00 Galis 9.100.000,00 9.312.500,00 Duwak Tenggi 2.200.000,00 2.377.500,00 1.300.000.000,00 1.397.967.900,00 Jumlah Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
Tabel 1.5 Penerimaan Retribusi Pasar Daerah Se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2011 (dalam Rupiah) Nama Pasar Target Realisasi 17 Agustus 340.200.000,00 383.716.000,00 Keppo 250.200.000,00 280.435.000,00 Waru 130.800.000,00 142.319.500,00 Pakong 125.400.000,00 135.407.000,00 Batu Bintang 85.200.000,00 91.991.200,00 Palengaan 64.200.000,00 71.625.500,00 Proppo 30.700.000,00 37.482.000,00 Kolpajung 160.000.000,00 185.676.000,00 Gurem 55.500.000,00 63.090.200,00 Blumbungan 32.400.000,00 38.392.300,00 Duko 14.100.000,00 15.236.000,00 Galis 9.100.000,00 9.444.500,00 Duwak Tenggi 2.200.000,00 2.346.900,00 1.300.000.000,00 1.457.162.100,00 Jumlah Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
27
Tabel 1.6 Penerimaan Retribusi Pasar Daerah Se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2012 (dalam Rupiah) Nama Pasar Target Realisasi 17 Agustus 340.200.000,00 398.428.000,00 Keppo 250.200.000,00 287.861.000,00 Waru 130.800.000,00 153.639.000,00 Pakong 125.400.000,00 143.131.500,00 Batu Bintang 85.200.000,00 82.734.900,00 Palengaan 64.200.000,00 72.940.000,00 Proppo 30.700.000,00 40.444.200,00 Kolpajung 160.000.000,00 196.116.000,00 Gurem 55.500.000,00 66.968.500,00 Blumbungan 32.400.000,00 42.600.300,00 Duko 14.100.000,00 16.030.000,00 Galis 9.100.000,00 10.033.000,00 Duwak Tenggi 2.200.000,00 2.507.500,00 1.300.000.000,00 1.513.433.900,00 Jumlah Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
Berdasarkan data tabel, dapat diuraikan bahwa pada tahun 2009 Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pamekasan Rp. 40.220.358.249,32, sedangkan realisasi pendapatan retribusi pasar mencapai Rp. 1.328.192.700,00. Hal ini menunjukkan bahwa 3,3 % Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari retribusi pasar. Tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pamekasan Rp. 49.313.077.417,73 dan realisasi retribusi pasar mencapai Rp. 1.397.967.900,00, dengan demikian maka retribusi pasar memberi pemasukan sebesar 2,8 % untuk Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan. Pada tahun 2011 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan meningkat sebesar Rp. 70.998.986.905,56 demikian pula dengan realisasi retribusi pasar menjadi Rp. 1.457.162.100,00. Dari peningkatan angka ini, retribusi pasar tetap memberi sumbangan,
yaitu sebesar 2,1 %. Pada tahun 2012 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan meningkat lagi sebesar Rp. 83.390.621.222,46, demikian pula dengan realisasi retribusi pasar juga meningkat sebesar Rp. 1.513.433.900,00. Dari peningkatan tersebut, retribusi pasar memberi sumbangan sebesar 1,8 %. Analisa Data 1. Analisa Efektifitas Analisa efektifitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat efektifitas penerimaan retribusi pasar di Kabupaten Pamekasan, tingkat efektifitas tersebut menunjukkan seberapa besar retribusi pasar di Kabupaten Pamekasan dapat direalisasikan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006tentang pengelolaan Keuangan Daerah Bagian ketiga pasal 4 ayat ( 4 ) yang menyebutkan bahwa efektifitas sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
28
merupakan pencapaian hasil program Efektifitas digunakan untuk dengan target yang telah ditetapkan mengetahui seberapa besar prosentase yaitu dengan cara membandingkan perbandingan antara target dan keluaran dengan hasilnya. Menurut realisasi setiap tahunnya, apakah ada Anthony, dkk ( 1992 :14 ) efektifitas peningkatan atau penurunan. adalah kemampuan suatu organisasi Berdasarkan hasil penghitungan atau perusahaan untuk mencapai tingkat efektifitas retribusi pasar tujuan yang telah ditetapkan. dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.7 Tingkat Efektifitas Retribusi Pasar Tahun 2009 – 2012 Uraian Pendapatan Anggaran Realisasi Efektifitas Retribusi Daerah ( Rp ) ( Rp ) (%) Tahun 2009 1.200.000.000,00 1.328.192.700,00 110,68 Tahun 2010 1.300.000.000,00 1.397.967.900,00 107,54 Tahun 2011 1.300.000.000,00 1.457.162.100,00 112,09 Tahun 2012 1.300.000.000,00 1.513.433.900,00 116,42 Jumlah 5.100.000.000,00 5.696.756.600,00 446,73 Rata-rata 1.275.000.000,00 1.424.189.150,00 111,68 Perhitungan efektifitas penerimaan retribusi pasar adalah sebagai berikut : Berdasarkan data mengenai retribusi pasar tidak ada kenaikan. target dan realisasi penerimaan Tingkat efektifitas retribusi pasar retribusi pasar Kabupaten Pamekasan Kabupaten Pamekasan dapat maka dapat diketahui bahwa dari dikatakan efektif hal ini terbukti tahun 2009sampai dengan tahun 2012 bahwa retribusi pasar mampu penerimaan retribusi pasar secara memenuhi target perolehan. Hal ini rata – rata dapat memenuhi target dapat dilihat dari data tabel di atas, realisasi. Tahun 2009 sampai dengan bahwa rata –rata efektifitas retribusi tahun 2012 retribusi pasar mampu pasar mencapai 111,68 %. memberikan pemasukan di atas 100 2. Analisa Kontribusi % Analisa kontribusi Adapun hasil secara keseluruhan digunakan untuk mengetahui dapat diuraikan sebagai berikut, pada seberapa besar kontribusi yang tahun 2009 tingkat efektifitas adalah diberikan oleh retribusi pasar pada sebesar 110,68 % pada tahun 2010 pendapatan asli daerah Kabupaten besarnya tingkat efektifitas Pamekasan. Besarnya kontribusi mengalami penurunan sehingga retribusi pasar dapat dilihat pada mencapai 107,54 %.Pada tahun 2011 tabel berikut: besarnya efektivitas mengalami kenaikan mencapai 112,09%. Pada tahun 2012 besarnya tingkat efektivitas mengalami kenaikan menjadi 116,42%. Terjadinya penurunan besarnya prosentase tingkat efektifitas tahun 2010 tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya kenaikan target, dan tarif pungutan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
29
Tabel 1.8 Kontribusi Retribusi Pasar Pada Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009 – 2012 Pendapatan Asli Daerah ( Rp ) 40.220.358.24 9,32
Retribusi Pasar ( Rp ) 1.328.192.70 0,00
2010
49.313.077.41 7,73
1.397.967.90 0,00
2,8%
2011
70.998.986.90 5,56
1.457.162.10 0,00
2,1%
2012
83.390.621.22 2,46
1.513.433.90 0,00
1,8%
Tah un 2009
Kontrib usi
2.
3,3%
Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan
3.
dibuktikan dengan terealisasinya target yang telah ditetapkan bahkan apabila melihat hasil analisa bahwa realisasi melebihi target yang telah ditetapkan. Pendapatan retribusi pasar selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 sudah efektif karena telah memenuhi target yang ditetapkan , bahkan pencapaiannya melebihi dari 100%. Penerimaan retribusi pasar di kabupaten pamekasan diatur oleh peraturan daerah nomor 5 tahun 2000 tentang retribusi pasar.
Bedasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa kontribusi retribusi pasar pada pendapatan asli daerah dari tahun ke tahun terus menurun. Adapun hasil diatas dapat diuraikan sebagai berikut : Pada tahun 2009 kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah sebesar 3,3%. Pada tahun 2010 besarnya kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah menurun menjadi 2,8%. Tahun 2011 kontribusi retribusi pasar kembali menurun menjadi 2,1%. Penurunan kontribusi terus terjadi sampai tahun 2012 yaitu sebesar 1,8%. Dilihat dari tabel penghitungan, diketahui berapa besar kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah. Data tersebut juga menunjukkan bahwa retribusi pasar setiap tahunnya ada kenaikan jumlah rupiah walaupun prosentase terus menurun.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu : 1. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset hendaknya mampu untuk dapat meningkatkan pendapatan retribusi pasar dan memberikan fasilitas pasar yang lebih baik ke depannya. 2. Satuan kerja Perangkat Daerah yang menjadi leading sektor pemungutan retribusi pasar, hendaknya melakukan upaya–upaya secara maksimal sehingga retribusi pasar mampu memberikan hasil secara maksimal. 3. Perlu adanya pembinaan terhadap petugas pemungut retribusi pasar guna meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. 4. Penetapan Target terhadap pasarpasar daerah di kabupaten pamekasan hendaknya disesuaikan dengan potensi pasar.
KESIMPULAN DAN SARAN Dapat disimpulkan bahwa : 1. Keadaan pendapatan asli daerah selama tahun 2009 sampai tahun 2012 sudah efektif hal ini dapat
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
30
Antara Pemerintah Pusat Dengan Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 157 tentang Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi sektor publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan Daerah Mardiasmo. 2002. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi offset
Anthony, Dearden, Bedford. 1992. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
31
Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Dalam Mengevaluasi Penggajian Karyawan PT. Marinal Indoprima Sumenep Oleh: RIKA SYAHADATINA Fakulats Ekonomi Universitas Madura
ABSTRAK Sistem pengendalian intern merupakan komponen yang saling terkait, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komonikasi, dan pemantauan. Sistem pengendalian intern meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen. Berdasarkan hasil evaluasi, sistem penggajian pada PT. Marinal Indoprima Sumenep sudah berjalan secara efektif. Hal ini dapat dilihat mulai dari sistem pencatatan waktu hadir karyawan yang sudah menggunakan sistem sidik jari diikuti dengan sistem pembuatan daftar gaji yang sudah diatur sedemikian rupa oleh manajer SDM dengan persetujuan direktur perusahaan yang kemudian diserahkan kebagian keuangan untuk dikeluarkan dan dicatat sebagai bukti kas keluar. Keyword : sistem pengendalian intern dan penggajian karyawan jawab keuangan negara sebagaimana PENDAHULUAN Pengelolaan keuangan negara contoh diatas mencerminkan oleh pemegang kekuasaaan Pengelolaan pelaksanaan asas pemeriksaan keuangan keuangan negara sebagaimana diatur oleh badan pemeriksa yang bebas dan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun mandiri dalam pengelolaan keuangan 2003 tentang keuangan Negara negara. membawa suatu konsekuensi logis Pengendalian ditetapkan agar berupa pertanggung jawaban atas kegiatan operasi berjalan dengan efektif pengelolaan tersebut. Sebagai contoh, dan efisien, serta menjamin adanya Presiden selaku kepala pemerintahan keandalan mengenai catatan laporan yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan. Dengan adanya pengendalian keuangan negara sebagai bagian dari intern akan tercipta suatu sarana untuk kekuasaan pemerintahan dalam Pasal 30 menyusun, mengumpulkan informasi(1) Undang-undang Nomor 17 Tahun informasi yang berhubungan dengan 2003 diwajibkan menyampaikan transaksi prusahaan, yang secara tidak rancangan undang-undang tentang langsung dapat dijalankan dengan baik. pertanggung jawaban pelaksanaan Suatu perusahaan menerapkan sistem anggaran pendapatan dan belanja negara pengendalian intern sebagai penunjang (APBN) kepada Dewan Perwakilan dalam menjalankan usahanya. Sistem Rakyat (DPR) berupa laporan keuangan tersebut disesuaikan dengan keadaan dan yang telah diperiksa oleh Badan kondisi masing-masing perusahaan Pemeriksa Keuangan (BPK), selambatkarena jenis dan bentuk perusahaan yang lambatnya 6 bulan setelah tahun berbeda-beda. Sistem pengendalian anggaran berakhir. Peran BPK dalam intern yaitu suatu sistem yang meliputi pemeriksaan pengelolaan dan tanggung struktur organisasi, metode dan ukuran-
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
32
ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Pengendalian intern sangat besar pengaruhnya atas laporan keuangan khususnya dalam sistem penggajian karyawan. Masalah gaji mungkin merupakan masalah manajemen kekaryawanan yang paling kompleks dan merupakan salah satu aspek yang paling berarti, baik bagi karyawan/ karyawan maupun bagi perusahaan. Gaji merupakan kontraprestasi yang diberikan pemberi kerja pada karyawan/ karyawan berkenaan dengan penggunaan tenaga manusia pada kegiatan perusahaan. Gaji adalah bentuk kompensasi atas prestasi karyawan yang bersifat finansial yang menimbulkan kepuasan kerja. Kompensasi merupakan pemberian pembayaran kepada karyawan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. Karyawan akan merasa puas apabila besarnya gaji yang diterimanya sesuai dengan keahlian dan jabatannya. Karyawan akan terdorong untuk semaksimal mungkin bekerja sesuai dengan kemampuannya. Gaji mempunyai arti penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya gaji mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tingkat pendapatan absolut karyawan akan menentukan skala kehidupannya, dan pendapatan relativ mereka menunjukkan status, martabat dan harganya. Akibatnya, apabila karyawan memandang gaji yang diterima tidak memadai, maka prestasi kerja, semangat, dan motivasi kerja bisa turun. Umumnya departemen kekaryawanan (personalia) merancang dan mengadministrasikan gaji karyawan,
sehingga perusahaan seharusnya mempunyai suatu sistem penggajian yang baik. Pengembangan sistem penggajian merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Penggajian seharusnya dikelola secara profesional untuk menghindari terjadinya manipulasi gaji oleh pihak-pihak tertentu. Pengelolaan gaji yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan akan mengakibatkan kekecewaan pada karyawan, hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas karyawan. Fakta yang ditemui atau yang sering dilihat adalah demonstrasi para karyawan yang menuntut kenaikan gaji serta perbaikan kesejahteraan karyawan. Sistem pengendalian intern sangat diperlukan untuk melakukan pengecekan terhadap sistem akuntansi penggajian. PT Marinal Indoprima Sumenep merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan. PT Marinal Indoprima Sumenep seharusnya memiliki sistem pengendalian intern yang baik dalam sistem penggajian yang dimiliki agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Keharusan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian intern untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan tindak kecurangan yang merugikan, serta penerapan sistem pengendalian intern secara baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. KAJIAN PUSTAKA Sistem Akuntansi Sistem akuntansi adalah metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi perusahaan atau suatu organisasi bisnis. Sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan besar sangat kompleks. Kompleksitas sistem tersebut disebabkan oleh kekhususan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
33
dari sistem yang dirancang untuk suatu organisasi bisnis sebagai akibat dari adanya perbedaan kebutuhan akan informasi oleh manajer, bentuk dan jalan transaksi laporan keuangan. Sistem akuntansi terdiri atas dokumen bukti transaksi, alat-alat pencatatan, laporan dan prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksitransaksi serta melaporkan hasilnya. Operasi suatu sistem akuntansi meliputi tiga tahapan yaitu: 1. Harus mengenal dokumen bukti transaksi yang digunakan oleh perusahaan, baik mengenai jumlah fisik mupun jumlah rupiahnya, serta data penting lainnya yang berkaitan dengan transaksi perusahaan. 2. Harus mengelompokkan dan mencatat data yang tercantum dalam dokumen bukti transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi. 3. Harus meringkas informasi yang tercantum dalam catatan-catatan akuntansi menjadi laporanlaporan untuk manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Sistem akuntansi harus dirancang untuk memenuhi spesifikasi informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, asalkan informasi tersebut tidak terlalu mahal. Dengan demikian, pertimbangan utama dalam merancang sistem akuntansi adalah keseimbangan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh informasi tersebut. Agar efektif, laporan yang disajikan oleh sistem akuntansi harus dibuat secara tepat waktu, jelas dan konsisten. Laporan yang disajikan dengan pengetahuan dan kebutuhan pemakai agar dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Desainer (perancang) sistem harus memiliki pengetahuan untuk
membedakan sistem akuntansi dan metode pemrosesan data baik pemrosesan data secara manual maupun dengan menggunakan komputerisasi. Kemampuan untuk membedakan pemprosesan transaksi secara manual dan komputer cukup penting, karena pada organisasi bisnis tertentu tidak semua transaksi dapat di proses dengan komputer dan kemampuan desainer sistem dalam mengevaluasi alternatifalternatif yang dipertimbangkan pengetahuan akan prinsip-prinsip dasar sistem akuntansi. Prinsip dasar yang terkandung dalam sistem akuntansi yang baik kemungkinan besar sistem yang dirancang pada perusahaan tertentu akan mengalami kesulitan ketika diterapkan.
Sistem Akuntansi Penggajian Gaji merupakan pembayaran atas penyerahan jasa oleh karyawan yang mempunyai jenjang jabatan manajer dan dibayarkan tetap setiap bulan, sedangkan upah merupakan pembayaran atas penyerahan jasa oleh karyawan pelaksana (buruh) yang dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan produk yang dihasilkan oleh karyawan. Gaji pada dasarnya diterima oleh karyawan selain buruh (pelaksana) dan dibayarkan setiap bulan. Para manajer, karyawan administrasi dan karyawan penjualan biasanya mendapat gaji dari perusahaan yang jumlahnya tetap. Fungsi Yang Terkait Dalam Sistem Akuntansi Penggajian 1. Fungsi Kekaryawanan Bertanggungjawab untuk mencari karyawan baru, menyeleksi calon karyawan, memutuskan penempatan karyawan baru, membuat surat keputusan tarif gaji karyawan, kenaikan pangkat dan golongan gaji,
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
34
2.
3.
4.
5.
mutasi karyawan, dan pemberhentian karyawan. Fungsi Pencatat Waktu Bertanggungjawab untuk menyelenggarakan catatan waktu hadir bagi semua karyawan perusahaan. Fungsi Pembuat Daftar Gaji Bertanggungjawab untuk membuat daftar gaji yang berisi penghasilan bruto yang menjadi hak dan berbagai potongan yang menjadi beban setiap karyawan selama jangka waktu pembayaran gaji. Fungsi Akuntansi Bertanggungjawab untuk mencatat kewajiban yang timbul dalam hubungannya dengan pembayaran gaji karyawan (misalnya utang gaji dan upah karyawan, utang pajak, utang dana pensiun). Fungsi Keuangan Bertanggungjawab untuk mengisi cek guna pembayaran gaji dan menguangkan cek tersebut ke bank. Uang tunai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam amplop gaji setiap karyawan, selanjutnya dibagikan kepada karyawan yang berhak.
Prosedur Penggajian Jaringan Prosedur Sistem Akuntansi Penggajian 1. Prosedur pencatatan waktu hadir Uraian kegiatan yang dilakukan oleh bagian pencatat waktu adalah sebagai berikut: a. Bagian pencatat waktu mengawasi setiap karyawan yang memasukkan kartu jam hadir ke dalam mesin pencatat waktu pada waktu masuk dan pulang. b. Membuat daftar hadir karyawan berdasarkan kartu jam hadir. c. Menyerahkan daftar hadir karyawan dan kartu hadir
karyawan ke bagian gaji dan upah.
2. Prosedur pembuatan daftar gaji Uraian kegiatan yang dilakukan oleh bagian gaji dan upah adalah sebagai berikut: a. Bagian gaji dan upah menerima daftar hadir dan kartu jam hadir kemudian diarsipkan berdasarkan tanggal. b. Membuat daftar gaji (DG) rangkap 2 berdasarkan dokumen daftar gaji dan kartu jam hadir. c. Membuat rekap daftar gaji rangkap 2 dan surat pernyataan gaji. d. Mencatat penghasilan karyawan pada kartu penghasilan karyawan berdasarkan daftar gaji rangkap 2, rekap daftar gaji rangkap 2, dan surat pernyataan gaji. e. Menyerahkan daftar gaji rangkap 2, rekap gaji rangkap 2, surat pernyataan gaji, dan kartu penghasilan karyawan ke bagian utang. f. Bagian gaji dan upah menerima bukti kas keluar (BKK) lembar ke-3, daftar gaji (DG) lembar ke2, dan kartu penghasilan karyawan dari bagian kasa. g. Mengarsipkan BKK lembar ke-3 dan DG lembar ke-2 berdasarkan tanggal serta kartu penghasilan karyawan berdasarkan abjad. 3. Prosedur pembuatan bukti kas keluar Prosedur ini dilakukan oleh bagian utang dengan uraian kegiatan sebagai berikut: a. Bagian utang menerima daftar gaji rangkap 2, rekap daftar gaji rangkap 2 , SPG dan KPK dari bagian gaji dan upah. b. Membuat bukti kas keluar rangkap 3.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
35
c. Mencatat kewajiban gaji ke dalam register bukti kas keluar (BKK) lembar ke-1. d. Menyerahkan bukti kas keluar (BKK) lembar ke-2 dan rekap daftar gaji (RDG) lembar ke-1 ke bagian jurnal. e. Menyerahkan BKK lembar ke-2 dan rekap daftar gaji lembar ke-1 ke bagian jurnal. f. Bagian utang menerima BKK lembar ke-1, DG lembar ke-1, dan RDG lembar ke-2 dari bagian kasa. Mencatat nomor cek pada register bukti kas keluar. g. Menyerahkan bukti kas keluar lembar ke-1, daftar gaji lembar ke-1, dan rekap daftar gaji lembar ke-2 ke bagian jurnal. 4. Prosedur pembayaran gaji Prosedur ini dilakukan oleh bagian kasa dengan uraian kegiatan sebagai berikut: a. Bagian kasa menerima bukti kas keluar lembar ke-1 dan ke3,daftar gaji rangkap 2, rekap daftar gaji lembar ke-2, surat pernyataan gaji dan kartu penghasilan karyawan dari bagian utang. b. Mengisi cek dan memintakan tanda tangan atas kepada kepala bagian keuangan. c. Menguangkan cek ke bank dan memasukkan uang ke amplop gaji. d. Membayarkan gaji kepada karyawan dan meminta tanda tangan atas kartu penghasilan karyawan. e. Membubuhkan cap lunas pada bukti dan dokumen pendukungnya. f. Menyerahkan dokumen bukti kas keluar lembar ke-1, daftar gaji lembar ke-1, dan rekap daftar gaji lembar ke-2 ke bagian utang.
g. Menyerahkan dokumen bukti kas keluar lembar ke-3, daftar gaji lembar ke-2, dan kartu penghasilan karyawan ke bagian gaji dan upah. h. Surat pernyataan gaji dimasukkan ke dalam amplop gaji bersama dengan pemasukan uang gaji. 5. Prosedur distribusi biaya gaji Prosedur ini dilakukan oleh bagian jurnal dan bagian kartu biaya dengan uraian kegiatan sebagai berikut: a. Bagian jurnal menerima dokumen bukti kas keluar lembar ke-2 dan rekap daftar gaji lembar ke-1 dari bagian utang. b. Bagian jurnal membuat bukti memorial. c. Bagian jurnal membuat jurnal umum berdasarkan dokumen bukti memorial, rekap daftar gaji lembar ke-1, dan bukti kas keluar lembar ke-2. Sistem Pengendalian Intern Menurut A. Hall (2001), sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan atau subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut Jogiyanto (1990), sistem adalah kumpulan sumber daya yang berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hopword (1995), sistem adalah kumpulan sumber daya yang berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat dua pendapat yang berbeda tentang pengertian sistem pengendalian intern antara literatur yang satu dengan literatur yang lainnya. Hal ini disebabkan antara lain karena pendekatan yang digunakan berbeda pula. Sistem pengendalian intern merupakan struktur yang melingkupi dan melekat pada suatu organisasi. Definisi sistem pengendalian intern merupakan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
36
komponen yang saling terkait, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komonikasi, dan pemantauan. Sistem pengendalian intern meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen. Definisi pengendalian intern tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bahkan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Pengertian pengendalian intern di atas berlaku baik dalam perusahaan yang mengelola informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun komputer. Tujuan Pengendalian Intern Tujuan pengendalian intern menurut definisi di atas, adalah: a. Menjaga kekayaan organisasi Harta fisik perusahaan dapat dicuri dan disalah gunakan. Sistem pengendalian intern dibentuk guna mencegah ataupun menemukan harta yang hilang. b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi Manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat diuji ketepatannya. Untuk melaksanakan operasi perusahaan, berbagai macam data yang digunakan untuk mengambil keputusan yang penting. c. Mendorong efisiensi usaha Pengendalian dalam suatu perusahaan juga dimaksud untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan berganda yang tidak perlu, mencegah pemborosan terhadap semua aspek usaha termasuk pencegahan terhadap penggunaan sumber-sumber dana yang efisien. d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern memberikan jaminan akan ditaatinya prosedur dan peraturan tersebut oleh perusahaan. Menurut tujuannya, sistem pengendalian intern dibagi menjadi dua macam yaitu pengendalian intern akuntansi (internal accounting control) dan Pengendalian intern administratif (internal administrative control). Pengendalian intern akuntansi yang merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, meliputi struktur organisasi metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasi terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasi terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen. Fungsi Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern berfungsi untuk mencegah hal-hal yang dapat membawa kerugian perusahaan antara lain: 1. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, misalnya laporan keuangan yang sengaja disajikan secara salah dan tidak menyajikan data sebenarnya, 2. Untuk mencegah terjadinya kecurangan, biasanya menyangkut perbuatan yang tidak jujur, penipuan atau perbuatan lain yang sengaja dan merugikan perusahaan, 3. Untuk mencegah terjadinya pemborosan, misalnya pemakaian
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
37
aktiva tetap seperti mesin-mesin, kendaraan, dan sebagainya berlebihan melewati batas normal. 4. Untuk Mencegah terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam menentukan standar kerja. Pentingnya Pengendalian Intern Alasan pentingnya pengendalian intern bagi manajemen dan auditor yaitu luas lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin besar dan kompleks, pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan dan ketidak beresan yang terjadi. Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksanaan audit sehingga dapat mengurangi biaya audit. Pengendalian intern juga digunakan secara efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan dalam organisasi. Pengendalian intern juga digunakan oleh auditor untuk memproleh pemahaman atas struktur pengendalian intern untuk melakukan penaksiran resiko pengendalian untuk asersi dalam saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan. Unsur Sistem Pengendalian Intern Unsur pokok dalam pengendalian intern antara lain bagaimana struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas, sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya, oraktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi, dan karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab. Tanggung Jawab atas Pengendalian Intern
Penanggung jawab dalam penetapan dan melakukan pengendalian intern suatu entitas adalah manajemen, bukan auditor. Manajemen harus konsisten bertanggung jawab dalam penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 1. Manajemen Manajemen bertanggung jawab untuk menciptakan dan memelihara pengendalian intern yang efektif di dalam perusahaan. 2. Dewan Komisaris & Komite Audit Dewan menentukan bahwa manajemen memenuhi tanggung jawabnya dalam menciptakan & memelihara pengendalian intern yang efektif. 3. Internal Auditor Bertanggung jawab untuk secara terus menerus mengevaluasi pengendalian intern dan membuat rekomendasi untuk perbaikanperbaikannya. 4. Personel lainya dalam Organisasi Personel lainnya dalam organisasi bertanggung jawab untuk mengkomunikasi semua masalah yang menjadi perhatian level personel/ pejabat yang lebih tinggi. 5. Independen Auditor Auditor menilai pengeandalian intern klien untuk merncanakan auditnya dan menentukan sifat, luas, dan saat pengujian harus dilakukan. Sistem Pengendalian Intern dalam Sistem Penggajian 1. Aspek Organisasi a. Fungsi pembuatan daftar gaji dan upah harus terpisah dari fungsi pengeluaran kas. b. Fungsi pencatatan waktu hadir harus terpisah dari fungsi operasi. 2. Aspek Sistem Otorisasi a. Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji dan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
38
upah harus memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai karyawan perusahaan yang ditanda tangani oleh direksi. b. Setiap perubahan gaji dan upah karyawan karena perubahan pangkat, perubahan tarif gaji dan upah, tambahan keluarga harus didasarkan pada surat keputusan direksi. c. Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari pajak penghasilan karyawan harus didasarkan surat potongan gaji dan upah yang diotorisasi oleh kepala fungsi kekaryawanan. d. Kartu jam hadir harus diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu. e. Perintah lembur harus diotorisasi oleh kepala departemen karyawan yang bersangkutan. f. Daftar gaji dan upah harus diotorisasi oleh kepala fungsi kekaryawanan. g. Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji dan upah harus diotorisasi oleh kepala fungsi akuntansi. 3. Aspek Prosedur Pencatatan a. Perubahan dalam kartu penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan daftar gaji dan upah karyawan. b. Tarif upah yang dicantumkan dalam kartu kerja diverifikasi ketelitiannya oleh fungsi akuntansi. 4. Aspek Praktik Yang Sehat a. Kartu jam hadir harus dibandingkan dengan kartu jam kerja sebelum kartu yang terakhir ini dipakai sebagai dasar distribusi biaya tenaga kerja langsung. b. Pemasukan kartu jam hadir ke dalam mesin pencatat waktu harus diawasi oleh fungsi pencatat waktu.
c. Pembuatan daftar gaji dan upah harus diverifikasi kebenaran dan ketelitian perhitungannya oleh fungsi pembuat bukti kas keluar sebelum dilakukan pembayaran. d. Penghitungan pajak penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan kartu penghasilan karyawan. e. Kartu penghasilan karyawan disimpan oleh fungsi pembuat daftar gaji dan upah. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu dengan memperoleh gambaran tentang bagaimana sistem pengendalian intern atas penggajian karyawan yang telah diteliti. Data yang digunakan adalah termasuk jenis data kualitatif, yang merupakan hasil kesimpulan setelah mendapat data dan informasi dari perusahaan setelah melakukan wawancara dengan informan. Sumber datanya adalah data primer dan sekunder karena mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Pengolahan data hasil penelitian ini berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dengan menggunakan alat analisis deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan melalui perhitungan dengan menggunakan logika untuk menarik kesimpulan yang logis mengenai data-data yang dianalisis. Adapun teknik analisa datanya sebagai berikut: 1 Pengumpulan data, dilakukan dengan mengumpulkan dokumen perusahaan yang terkait dengan sistem penggajian seperti prosedur pencatatan presensi karyawan, prosedur pembuatan kas keluar, format penggajian dan lain-lain.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
39
2 Melakukan wawancara terhadap informan yang terkait dengan penggajian seperti Manajer SDM, Pimpinan, bagian akuntansi dan keuangan serta salah satu karyawan yang bekerja di perusahaan. 3 Melakukan pencocokan dari hasil wawancara masing-masing informan 4 Menguraikan atau memaparkan hasil penelitian untuk kemudian diadakan interpretasi berdasarkan landasan teori yang telah disusun. PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada PT. Marinal Indoprima Sumenep dalam sistem penggajiannya sudah ada beberapa prosedur diantaranya prosedur pencatatan waktu hadir karyawan, prosedur administrasi/ personalia, prosedur penggajian dan prosedur pembayaran gaji. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Prosedur pencatatan waktu hadir karyawan a. Bagian pencatatan waktu mengawasi setiap karyawan yang mengisi presensi yang dicatat menggunakan sistem sidik jari mulai dari jam masuk sampai jam pulang b. Membuat presensi karyawan berdasarkan catatan yang ada dalam software c. Menyerahkan daftar presensi karyawan ke bagian administrasi personalia 2 Prosedur administrasi/ personalia a. Bagian administrasi personalia kantor menerima daftar presensi karyawan b. Membuat rekap daftar presensi berdasarkan catatan presensi karyawan dan diarsipkan
c. Menyerahkan rekap daftar presensi ke bagian penggajian (manajer SDM) 3
4
Prosedur penggajian manajer SDM a. Manajer SDM menerima rekap daftar presensi karyawan dari bagian administrasi b. Membuat daftar gaji berdasarkan dokumen SK pengangkatan karyawan, masa kerja karyawan, jabatan karyawan, level karyawan. c. Membuat rekap daftar gaji d. Mencatat penghasilan karyawan ke dalam struktur gaji karyawan e. Bagian akunting mencatat biaya gaji hasil rancangan manajer SDM f. Manajer membuat bukti kas keluar Prosedur pembayaran gaji a. Menerima hasil rekap struktur gaji karyawan dari manajer b. Bagian keuangan mengeluarkan gaji karyawan c. Entry gaji ke rekening masingmasing karyawan untuk karyawan yang dibayar bulanan sedangkan untuk karyawan yang dibayar mingguan pembayaran gaji dibayar secara manual melalui ketua regu masingmasing.
Prosedur pencatatan waktu hadir karyawan pada PT. Marinal Indoprima Sumenep mulai dari mengisi presensi yang dicatat menggunakan sistem sidik jari sampai dengan menyerahkan daftar presensi ke bagian personalian bisa dibuatkan dalam bentuk prosedur sebagai berikut:
Gambar 1.1 Prosedur Pencatatan waktu hadir
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
40
Bagian Pencatat waktu Mulai
Mengawasi Presensi
Presensi melalui proses sidik jari
Membuat daftar presensi
Daftar hadir karyawan
1
Prosedur administrasi/ personalia pada PT. Marinal Indoprima Sumenep mulai dari menerima daftar presensi karyawan, membuat rekap daftar
presensi karyawan sampai dengan menyerahkan daftar presensi karyawan ke bagian penggajian bisa dibuatkan dalam bentuk prosedur sebagai berikut:
Gambar 1.2 Prosedur administrasi
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
41
Bagian administrasi 1
Daftar hadir karyawan
Membuat rekap daftar hadir
Rekap daftar hadir
2
Prosedur penggajian pada PT. Marinal Indoprima Sumenep mulai dari menerima rekap daftar presensi karyawan dari bagian administrasi
sampai dengan membuat bukti kas keluar bisa dibuatkan dalam bentuk prosedur sebagai berikut:
Gambar 1.3 Prosedur penggajian
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
42
Bagian penggajian 6 2
Mencatat biaya gaji
Rekap daftar hadir karyawan
Membuat daftar gaji
Membuat rekap daftar gaji
RDG Daftar gaji
Mencatat penghasilan karyawan
Strok gaji karyawan
Membuat bukti kas keluar
BKK
7
Prosedur pembayaran gaji pada PT. Marinal Indoprima Sumenep mulai dari menerima rekap struktur gaji karyawan dari menejer SDM sampai dengan Entry gaji ke rekening masing-
masing keryawan untuk karyawan yang dibayar bulanan dan penyerahan strok gaji untuk karyawan yang dibayar mingguan bisa dibuatkan dalam bentuk prosedur sebagai berikut:
Gambar 1.4 Prosedur pembayaran gaji
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
43
Bagian keuangan 7
Rekap struktur gaji
4
Mengeluarkan gaji karyawan
Entry gaji ke rekening karyawan untuk karyawan yang dibayar bulanan
Strok gaji diserahkan ke karyawan untuk karyawan yang dibayar mingguan melalui ketua regu
Selesai Dari hasil penelitian dan Flowchart yang sudah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern penggajian karyawan pada PT. Marinal Indoprima Sumenep sudah Efisien. Hal ini dapat dipastikan dengan teori yang ada, diantaranya: 1. Aspek Organisasi a. Fungsi pembuatan daftar gaji dan upah sudah terpisah dari fungsi pengeluaran kas. b. Fungsi pencatatan waktu hadir menggunakan sidik jari dan sudah terpisah dari fungsi operasi. 2. Aspek Sistem Otorisasi a. Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji dan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
upah sudah memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai karyawan perusahaan yang ditanda tangani oleh direksi. b. Setiap perubahan gaji dan upah karyawan karena perubahan pangkat, perubahan tarif gaji dan upah, tambahan keluarga sudah didasarkan pada surat keputusan direksi. c. Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari pajak penghasilan karyawan sudah didasarkan surat potongan gaji dan upah yang diotorisasi oleh kepala fungsi kekaryawanan. d. Kartu jam hadir sudah diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu.
44
e. Perintah lembur sudah diotorisasi oleh kepala departemen karyawan yang bersangkutan (Ketua regu). f. Daftar gaji dan upah sudah diotorisasi oleh kepala fungsi kekaryawanan. g. Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji dan upah sudah diotorisasi oleh kepala fungsi akuntansi dan keuangan. 3. Aspek Prosedur Pencatatan a. Perubahan dalam kartu penghasilan karyawan sudah direkonsiliasi dengan daftar gaji dan upah karyawan. b. Tarif upah yang dicantumkan dalam kartu kerja sudah diverifikasi ketelitiannya oleh fungsi akuntansi. 4. Aspek Praktik Yang Sehat a. Kartu jam hadir sudah dibandingkan dengan kartu jam kerja sebelum kartu yang terakhir ini dipakai sebagai dasar distribusi biaya tenaga kerja langsung. b. Pemasukan kartu jam hadir ke dalam mesin pencatat waktu sudah diawasi oleh fungsi pencatat waktu. c. Pembuatan daftar gaji dan upah sudah diverifikasi kebenaran dan ketelitian perhitungannya oleh fungsi pembuat bukti kas keluar sebelum dilakukan pembayaran. d. Penghitungan pajak penghasilan karyawan sudah direkonsiliasi dengan kartu penghasilan karyawan. e. Kartu penghasilan karyawan disimpan oleh fungsi pembuat daftar gaji dan upah. Penerapan sistem pengendalian intern dalam penggajian karyawan pada PT. Marinal Indoprima Kapedi Sumenep juga dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya:
1. Aspek struktur organisasi Sudah ada pembagian tugas dan wewenang dari masing-masing unit organisasi sehingga penentuan proses tanggungjawab menjadi jelas. PT. Marinal Indoprima mempunyai struktur organisasi yang tidak terlalu rumit karena tidak melibatkan banyak bagian di dalamnya. Organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional pada PT. Marinal Indoprima Kapedi Sumenep yaitu dengan adanya pemisahan fungsi: a. Fungsi pencatatan presensi dipegang oleh bagian akunting b. Fungsi administrasi personalia dihandel langsung oleh manajemen di kantor pusat c. Fungsi penggajian dipegang oleh manajer SDM d. Fungsi teller dipegang oleh bagian keuangan 2. Aspek sistem otorisasi Sistem wewenang dalam suatu organisasi merupakan alat bagi manajemen untuk mengadakan pengawasan terhadap kegiatan yang terjadi dan untuk menghindari tindak kecurangan yang mungkin bisa terjadi. PT. Marinal Indoprima telah menyelenggarakan sistem otorisasi yang cukup baik. Presensi sebagai dasar bagi manajemen untuk menentukan besarnya gaji karyawan diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu dalam hal ini di bawah pengawasan bagian akunting yang dilakukan dengan sidik jari. Dengan adanya otorisasi tersebut dapat menghindarkan manipulasi presensi karyawan. Peraturan gaji yang dimuat dalam peraturan kepegawaian sebagai dasar perhitungan atas perubahan gaji karyawan diotorisasi oleh manajer SDM. Bukti kas keluar atas pembayaran gaji diotorisasi
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
45
fungsi akuntansi dengan persetujuan manajer SDM. 3. Aspek prosedur pencatatan Prosedur pencatatan dilakukan oleh bagian-bagian yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab tiap bagian. Bagian akunting bertanggungjawab melakukan pengawasan pencatatan atas presensi karyawan dan mencatat adanya biaya gaji karyawan serta pembuatan bukti kas keluar. Bagian administrasi personalia menyelenggarakan rekap daftar presensi karyawan yang selanjutnya dilaporkan kepada manajer SDM. Bagian keuangan mengeluarkan gaji karyawan. Catatan yang digunakan dalam penggajian karyawan adalah daftar presensi karyawan, SK pengangkatan karyawan, struktur gaji karyawan. Setiap perubahan data dalam catatan penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan daftar gaji karyawan. Secara teknis, pencatatan pencatatan terkait pembayaran gaji dilakukan oleh akunting. Prosedur pencatatan di PT. Marinal Indoprima sudah memadai artinya catatan-catatan akuntansi dapat disiapkan dan setiap saat dapat dilaporkan kepada pihak yang menggunakan. KESIMPULAN Sistem pengendalian intern penggajian karyawan pada PT. Marinal Indoprima Sumenep dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. PT. Marinal Indoprima Sumenep telah memisahkan tugas dan tanggungjawab fungsional pada masing-masing bagian yang berhubungan dengan penggajian karyawan. Jaringan prosedur sistem penggajian karyawan PT. Marinal Indoprima Sumenep terdiri dari prosedur pencatatan presensi, prosedur administrasi personalia,
prosedur penggajian dan prosedur pembayaran gaji. Manajemen pusat PT. Marinal Indoprima Sumenep menghandel langsung fungsi-fungsi personalia. Prosedur sistem penggajian yang ada di PT. Marinal Indoprima Sumenep sederhana. Meski jaringan prosedurnya sederhana prosedur tersebut dikatakan baik karena mudah dipahami dan dapat memperlancar proses penggajian karyawan. Hasil evaluasi pengendalian intern melalui metode wawancara untuk menilai penerapan sistem pengendalian intern penggajian karyawan pada PT. Marinal Indoprima Sumenep menunjukkan bahwa pengendalian internnya baik dan dikategorikan memadai. Penggunaan sistem sidik jari dalam pencatatan presensi karyawan di PT. Marinal Indoprima Sumenep sudah baik. Sudah ada pemisahan tugas dan tanggungjawab dalam struktur organisasinya, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang baik dalam melaksanakan fungsi tiap unit organisasi. DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing, Edisi Ketiga, Fakultas Ekonomi Indonesia: Jakarta. Hariningsih. 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Armada Media: Semarang. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi 1, 1999, BPFE Yogyakarta. Isroah dan Siti Nurjannah. 2005. Kompetensi Dasar Akuntansi. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri: Solo. Jusup, Al Haryono, Auditing ( Pengauditan ), Buku 1, 2001,
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
46
Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta. ________________2001. Dasar-dasar Akuntansi. Edisi 6. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN : Yogyakarta Mujiatun. 2000. Penelitian, Sistem Penggajian Karyawan, PT. DJITOE ITC. Pramawanti, Rani. 2003. Penelitian, Analisis Sistem Akuntansi Penggajian dan Pengupahan Karyawan, PT. Supersonic Chemical Industry: Gunung Kidul
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Auditing, Edisi Pertama. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Yogyakarta. Setyadi, Agus. 2005. Skripsi, Analisis Penerapan Sistem Pengendalian Intern terhadap Prosedur Penggajian. PT. KAI Daop VI: Yogyakarta Suhayati, Ely. 2010. Auditing, Edisi Pertama. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Yogyakarta.
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN LEVERAGE KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
47
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) Oleh: SUBHAN Fakulats Ekonomi Universitas Madura ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme Good Corporate Governance (kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, dan ukuran dewan direksi) serta leverage keuangan terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan diskresionari akrual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusi, komposisi komisaris independent, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan (2) ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Belum signifikannya pengaruh tersebut karena relatif rendahnya kesadaran penerapan GCG di Indonesia. Kata Kunci: Mekanisme GCG, Leverage Keuangan, Manajemen Laba PENDAHULUAN Prinsip Good Corporate Governance secara implisit mengisyaratkan adanya transparansi terkait informasi laporan keuangan yang reliabel dan relevan untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi terkait posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai informasi tentang laba yang diperoleh. Manajemen laba (Earning Management) adalah potensi manajemen akrual untuk memperoleh keuntungan. Upaya perusahaan atau pihak-pihak tertentu untuk merekayasa, memanipulasi informasi, bahkan melakukan tindakan manajemen laba yang dapat menyebabkan laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai fundamentalnya, karena laporan keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi manajemen dengan pihak eksternal atau antara
perusahaan dengan pemangku kepentingan. Leverage keuangan perusahaan juga bisa menjadi pemicu pihak manajemen melakukan tindakan manajemen laba. Leverage keuangan adalah tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Menurut Hanafi (2004;332) leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan. Lebih umum leverage juga diartikan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan utang. Penerapan Good Corporate Governance dan Leverage dalam dunia usaha utamanya perbankan keduanya memiliki hubungan yang terkait walaupun tidak tampak secara langsung. Good Corporate Governance menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsipprinsip kerja yang baik untuk
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
48
optimalisasi kinerja jangka panjang, sedangkan leverage keuangan didefinisikan sebagai tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal suatu perusahaan. Dari uraian latar belakang di atas, maka judul penelitian ini adalah Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah mekanisme Good Corporate Governance berpengaruh terhadap manajemen perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah leverage keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah mekanisme good corporate governance dan leverage keuangan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. TINJAUAN PUSTAKA Good Corporate Governance Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan stakeholders. Sedangkan orientasi good corporate governance ialah menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik dalam suatu perusahaan.
Menurut Idroes (2008;247) Komite basel II menyatakan dalam enhancing good corporate governance in baking organization pada tahun 1999 tentang standarisasi GCG secara efektif pada industri perbankan sebagai berikut: a. Bank harus menetapkan sasaran strategis dan serangakaian nilai perusahaan yang dikomulasikan pada setiap jenjang jabatan pada organisasi. b. Bank harus menetapkan wewenang dan responsibilitas yang jelas pada setiap jenjang jabatan pada organisasi. c. Bank harus memestikan bahwa pengurus bank memiliki kompetensi yang memadai dan integritas yang tinggi serta memahami perannya dalam pengeloaan bank yang sehat dan independen terhadap pengaruh atau pengendalian pihak eksternal. d. Bank harus memastikan keberadaan pengawasan yang tepat oleh direksi. e. Bank mengoptimalkan efektifitas peranan fungsi auditor eksternal (akuntan publik), serta satuan audit internal. f. Bank harus memastikan bahwa kebijakan renumerasi telah konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan pengendalian bank. g. Bank harus menerapkan praktikpraktik transparansi kondisi keuangan dan non keuangan kepada publik. Mekanisme Good Corporate Governance Bank Dunia (1999) dalam Boediono (2005;171) menyatakan salah satu cara efisien untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan tercapainya tujuan perusahaan perlu peraturan dan mekanisme pengendalian. Mekanisme pengendalian internal yang efektif dapat mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta mampu
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
49
mengidentifikasi pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda, meliputi kepemilikan institusi, dewan komisaris, komposisi independen, dan dewan direksi. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan pendiri atau pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan. Kepemilikan saham oleh pihak berbentuk institusi, seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan pensiun, dan institusi lain dapat mengurangi pengaruh dari kepentingan lain dalam perusahaan seperti kepentingan pribadi manajer, dan debtholders. Kepemilikan institusi yang menguasai saham mayoritas tersebut dapat melakukan pengawasan serta pengendalian yang lebih kuat dan efektif terhadap kebijakan manajemen (Wahidahwati, 2001;1085). Komisaris Independen Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan kata lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana, 2006;135). Sementara dalam Peraturan BI No. 8/4/PBI/2006 komisaris independen merupakan bagian dari dewan komisaris yang memang benarbenar berada pada posisi netral dan tidak memiliki hubungan keluarga atau hubungan kepentingan dengan komisaris lainnya atau direksi atau pihak yang dapat mengurangi posisi independensinya. Keberadaan komisaris independen diharapkan mampu menegakkan tata kelola perusahaan yang baik. Dewan Komisaris Dalam Peraturan BI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum,
diatur syarat kinerja yang harus dipenuhi calon anggota direksi dan komisaris bank, serta batas yang dibolehkan atau dilarang oleh pengurus bank (Idroes, 2008;255). Sementara itu, menurut Idroes (2008;256) independensi pengurus bank diatur dalam PBI No. 2/27/PBI/2000 tahun 2000 tentang bank umum. anggota dewan komisaris dan dewan dereksi tidak diperbolehkan untuk terafiliasi dan atau memiliki hubungan keuangan dengan dewan komisaris dan dewan direksi lainnya atau menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan lain serta persyaratan direksi dan dewan komisaris. Dewan Direksi Dewan direksi adalah sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota direksi dalam penyelenggaraan corporate governance. Peranan direksi adalah organ yang menjalankan fungsi pengelolaan perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Tugas dewan direksi adalah menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi (Tunggal dan Amin, 2002;37). Leverage Keuangan Perusahaan Pengertian secara harfiah leverage berarti pengungkit. Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan (Hanafi, 2004;332). Leverage keuangan juga diartikan sebagai tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Leverage ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka penjangnya. Menurut Hanafi (2004;40) beberapa macam rasio
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
50
leverage antara lain: 1. Total Utang terhadap Total Aset Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan utang atau financial leverage yang tinggi. Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, di lain pihak, utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko. Jika penjualan tinggi maka perusahaan akan memperoleh kauntungan yang tinggi (karena membayar bunga yang sifatnya tetap) dan sebaliknya. Rasio total utang terhadap total aset bisa sebagai berikut: Debt to Ratio =(Total utang/ Total aktiva) 2. Time Interest Earned Rasio time interest earned mengukur kemampuan perusahaan membayar utang dengan laba sebelum bunga dan pajak. Rasio ini menghitung seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutupi beban tetap bunga. Rasio yang tinggi menunjukkan situasi yang aman, karena tersedia dana yang lebih besar untuk menutup pembayaran bunga. Rasio tersebut dihitung dengan sebagai berikut: Time Interest Earned (TIE) = (Laba sebelum bunga dan pajak/ Bunga) 3. Kemampuan Membayar Total Utang Tetap Apabila TIE hanya menggunakan beban bunga sebagai pembaginya, akan tetapi rasio fixed charge coverage mengukur kemampuan perusahaan membayar total beban tetap yang biasanya mencakup biaya bunga dan sewa. Sama seperti rasio TIE, angka yang tinggi pada rasio ini menunjukkan situasi yang lebih aman (risiko yang rendah) meskipun dengan probabilitas yang juga lebih rendah. Rasio tersebut dihitung
dengan sebagai berikut: Rasio Fixed Charge Coverage = [ (EBIT + Biaya sewa)/( Buga + Biaya sewa)]
Manejemen Laba (Earnings Management) Menurut Healy dan Wahlen (1998) dalam Yulainto (2008) manajemen laba didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi ketika manajer menggunakan kebijakan dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Maka dari itu, istilah manajemen laba (earning management) beberapa tahun terakhir mulai menarik perhatian para peneliti karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan. Manajemen laba dilakukan oleh pihak manajer karena motivasi antara lain sebagai berikut: a. Bonus scheme, asimetri manajer dengan investor terkait laba yang akan dilaporkan, manajemen laba dilakukan untuk memaksimalkan bonus yang akan diperoleh. b. Political motivation, perusahaan cenderung menurunkan laba pada waktu tertentu dalam konteks periode kemakmuran tinggi, agar memperoleh kemudahan mendapatkan vasilitas dari pemerintah misalnya subsidi. c. Taxation motivation, perpajakan salah satu alasan pihak manajer malakukan manajemen laba dengan tujuan memperkecil nilai pajak. d. Pergantian CEO, seorang CEO yang mendekati akhir jabatan biasanya berusaha memaksimalkan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
51
laba yang dilaporkan agar tingkat bonus yang diperoleh lebih tinggi. e. Initial Public Offering (IPO) (penawaran pasar perdana), pada saat ini perusahaan biasa meningkatkan laba bersih untuk memperoleh harga pasar yang lebih tinggi, karena perusahaan dihadapkan pada masalah harga saham yang ditawarkan. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Kepemilikan institusi memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang oportunis melalui pengawasan intensif. Kepemilikan institusi dapat menekan kecenderungan pemanfaatan diskresionari dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas yang baik pada laba yang dilaporkan. Menurut Boediono (2005) dalam Yulianto (2010) tingkat kepemilikan saham institusi yang tinggi diharapkan dapat menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer yang dapat merugikan semua pihak. Teori tersebut didukung penelitian Yulianto (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusi dapat mempengaruhi manajemen laba. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba Dewan komisaris adalah bagian penting dari mekanisme corporate governance yang bertujuan memberikan petunjuk pada manajemen eksekutif dan mengawasi manajemen. KNPBB (2004) mensyaratkan dewan komisari harus profesional, terintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsi dengan baik, termasuk memastikan bahwa direksi memperhatikan kepentingan semua pihak. Pengawasan dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang
efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan dapat terhindar dari kecurangan pihak manajmen dalam melaporkan laba (Wikipedia bahasa Indonesi). Hal tersebut didukung penelitian Yulianto (2010) yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengaruh Komposisi Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Dewan komisaris secara umum bertanggung jawab mengawasi kualitas informasi laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kemungkinan manajemen merekayasa laba yang dapat mengurangi kepercayaan investor. Dewan komisaris dibolehkan memiliki akses informasi perusahaan namun tidak memiliki otoritas dalam perusahaan. Sementara itu, dalam Wikipedia bahasa Indonesia dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), saat ini keberadaan Komisaris Independen sangat diperlukan pada jajaran Dewan Komisaris. Fungsi organ Dewan Komisaris adalah pengawasan, yang wajib dilaksanakan dengan sebaikbaiknya untuk kepentingan perusahaan. Tujuan utama adanya Komisaris Independen dalam jajaran Dewan Komisaris pada dasarnya adalah sebagai penyeimbang pengawasan dan penyeimbang persetujuan atau keputusan yang diperlukan. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi pengawasan agar tercipta tata kelola perusahaan yang baik. Komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dewan komisaris dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hal tersebut didukung
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
52
penelitian Yulianto (2010) yang menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Manajemen Laba Struktur direksi adalah sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota direksi dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik. Peranan direksi dalam tata kelola perusahaan yang baik adalah sebagai organ yang menjalankan fungsi pengendalian internal perusahaan dengan tujuan menciptakan value added bagi pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (Tunggal dan Amin, 2002;27). Menurut Faisal (2005;179) ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya monitoring yang dilakukan terhadap manajer. Sementara itu, Wikipedia bahasa Indonesia direktur atau dewan direksi berkaitan dengan jumlah direktur dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain: 1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan. 2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer). 3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan. 4. Menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan. Pengaruh Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Leverage adalah tingkat utang perusahaan untuk membiayai aset. Semakin tinggi utang berarti semakin tinggi pula tuntutan pihak kreditur
terhadap perusahaan maupun manajemen untuk memastikan dapat mengembalikan pokok pinjaman dan bunga. Leverage yang tinggi akan menyebabkan nilai pembiayaan yang juga tinggi dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja jangka panjang. Dengan kinerja tersebut, diharapkan kreditur juga akan tetap memiliki kepercayaan terhadap manajemen perusahaan. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyuburkan perililaku opportunistic pihak manajemen terhadap laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba (Hanafi, 2004;333). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Yulianto (2010) menunjukkan bahwa Leverage keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba. HIPOTESIS H1: Kepemilikan institusi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H3: Komposisi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H5: Leverage keuangan berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. METODOLOGI PENELITIAN Objek Penelitian Dalam penelitian ini objeknya adalah perusahaan perbankan. Penelitian dilakukan terhadap perusaahaan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
53
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jenis Penelitian Penelitian ini berjenis penelitian kausal komparatif (causalcomparative research). Penelitian kausal komparatif merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002;27). Jenis Data dan Sumber Data Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data dokumenter. Data dokumen merupakan data yang berupa bukti tertulis yang diperoleh dari objek penelitian atau bisa juga didapat dari media perantara (Indriantoro dan Supomo, 1999;147). Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder. Menurut Umar (2001;69) data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Dalam arti lain data sekunder diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data ini umumnya berupa bukti, catatan yang telah tersusun dalam arsip atau dokumen yang dipublikasikan. Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah suatu kesatuan individu atau subjek pada wilayah dan waktu dengan kualitas tertentu yang diamati atau diteliti (Supardi, 1993;60). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Indriantoro dan Supomo (1999;131) didefinisikan sebagai metode pengambilan sampel
dengan cara menetapkan kriteria tertentu untuk tujuan tertentu sehingga sampel yang akan didapatkan cukup representatif (mewakili populasi). Kriteria-kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan perbankan terdaftar dari tahun (2008-2010) di Bursa Efek Indonesia (BEI) serta menerbitkan laporan keuangan akhir tahun selama 3 periode pengamatan. b. Perusahaan perbankan menerbitkan laporan tahunan (annual report) minimal 2 tahun berturut-turut pada tahun 2009-2010. c. Perusahaan perbankan memiliki serta menyajikan data terkait mekanisme kepemilikan saham pihak institusional, dewan komisaris, komisaris independen dan dewan direksi serta data-data terkait total utang, total aktiva, kas aktivitas operasi, piutang kredit dan pinjaman, aktiva tetap, pendapatan dan laba bersih untuk menghitung leverage keuangan. Pada penelitian ini digunakan pooling data yaitu kombinasi dari data runtut waktu yang memiliki observasi temporal baisa pada satu unit analisis (time series), dengan data silang yang memiliki observasi-obsevasi suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu (cross sectional). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah observasi (sampel) dan agar diperoleh variasi antar unit yang berbeda menurut ruang dan variasi yang muncul menurut waktu. Sesuai dengan kretrian pemilihan sampel penelitian dengan metode purposive sampling diperoleh sebanyak 20 perusahaan perbankan yang dapat dilihat dengan tabel berikut. Definisi Operasional Variabel Variabel Independen a. Kepemilikan institusional adalah pemegang saham badan atau
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
54
lembaga di luar perusahaan. Dalam hal ini, kepemilikan institusi diukur dari saham institusi dibandingkan jumlah saham yang beredar saat penerbitan laporan keuangan (Masdupi, 2005;62). b. Ukuran dewan komisaris yaitu jumlah anggota dewan komisaris dalam institusi tersebut (Apriliawati, 2010;49). c. Komposisi komisaris independen adalah jumlah komisaris independen dibandingkan dengan komisaris dependen. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (2006) menyebutkan bahwa komisaris independen dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yaang dikenal sebagai komisaris independen. d. Ukuran dewan direksi yaitu jumlah anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektiftidaknya aktivitas monitoring terhadap manajemen (Faisal, 2005;179). e. Leverage keuangan Leverage keuangan yang digunakan adalah debt to ratio untuk mengukur pembiayaan aktivitas perusahaan dengan utang (Hanafi, 2004;41). Variabel Dependen Variabel terikat yang akan diteliti adalah manajemen laba. Manajeme laba merupakan tindakan yang terjadi ketika manajer menggunakan kebijakan dalam laporan keuangan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan pemangku kepentingan. Manajemen laba dalam penelitian ini diproksikan dengan discretionary accrual. Penggunaan diskresi akrual dihitung dengan Model Jones Dimodifikasi sebagai modifikasi Model Jones (1991) sebagai berikut: TAit = NIit – CFOit
TAit/Ait = ß1 (1/Ait-1) + ß2 (∆REVit/Ait-1) + ß3 (PPEit/Ait-1) NDAit = ß1 (1/Ait-1) + ß2 (∆REVit/Ait-1 - ∆RECit/Ait-1) + ß3 (PPEit/Ait-1) DAit = TAit/Ait – NDAit Keterangan: DAit = Discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t NDAit = Non discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t NIit = Laba bersih perusahaan i pada periode t CFOit = Kas aktivitas operasi perusahaan i pada periode t Ait = Total aktiva perusahaan i pada periode t ∆REVit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode t PPEi = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t ∆RECit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t ß1- ß3 = Koefisien regresi Model Jones Model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi karena dinilai merupakan model yang baik dalam mendeteksi manajemen laba. Cara mendeteksi manajemen laba seperti menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diteriama atau dikeluarkan. Penggunaan dasar akrual dalam laporan keuangan mengakibatkan laba dalam suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual (non-kas). Unsur tersebut bisa terjadi berdasarkan kebijakan manajemen atau non-kebijakan manajemen. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah metode yang dilakukan untuk
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
55
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi yaitu salah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara menyalin, serta mengkutip dari catatan berupa dokumen yang diperoleh. Teknik Analisa Data dan Uji Hipotesis Teknik Analisa Data Teknik analisa data adalah sebuah cara mengolah data yang terkumpul untuk diinterpretasikan dan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan. Teknik analisa data yang diperguanakan seperti linear berganda. Untuk mempermudah dalam menganalisis data maka menggunakan program SPSS. Menurut Kuncoro (2004;98) sebelum menggunakan analisis regresi linear berganda, data penelitian perlu dilakukan uji asumsi klasik dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang tidak bias atau menyesatkan. Uji asumsi klasik yang digunakan sebagai berikut: Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi residual normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test, yaitu dengan membandingkan nilai asymptotic significance dengan α = 5%. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai asymp.sig 2-tailed > 0,05 (Santosa, 2005;231). Untuk menguji normalitas distribsusi sampel penelitian bisa dilihat melalui grafik normalitas atau normality plot. Jika menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (distribusi data penelitian tersebut normal). Namun sebaliknya, jika data menyebar jauh dari
garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Singgih, 2004;214). Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti ada hubungan linier yang sempurna atau pasti antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari regresi. Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi yang sempurna antara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model regresi (Gujarati, 1995;157). Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar variabel-variabel independen dalam penelitian. Cara yang digunakan adalah dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Singgih, 2004;202). Uji Autokorelasi Menurut Ghozali (2006;84) uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumya). Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Kuncoro (2001;106) menambahkan untuk mendeteksi terdapat atau tidak terdapatnya gejala autokorelasi dengan cara melihat besarnya nilai D-W (Durbin-Watson). Menurut Santosa dan Pakarti (2005;161) aturan keputusannya adalah jika Durbin-Watson dibawah -2 menunjukkan terdapat autokorelasi positif, jika Durbin-Watson diantara -2 sampai +2 menunjukkan tidak terjadi autokorelasi dan jika Durbin-Watson diatas +2 menunjukkan terdapat
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
56
autokorelasi negatif β1-β5 = Koefisien regresi variabel independen Uji Heterokedatisitas Uji heterokedastisitas Untuk mengetahui pengaruh bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen terhadap variabel model regresi terjadi ketidaksamaan dependen, maka diguanakan metode varian dari residu satu pengamatan statistik dengan interval kepercayaan ke pengamatan yang lain sehingga 95% atau taraf signifikansi (derajat penafsiran koefisien regresi menjadi kesalahan) sebesar 5% (α / probabilitas = tidak efisien dan hasil penafsiran 0,05). Berkaitan dengan hal itu ada dua menjadi kurang akurat (Santosa, alat analisis yang diupergunakan sebagai 2005;242). Menurut Santosa (2005;243) berikut: heterokedastisitas dapat dilihat dari Uji t sebesaran data pada scatterplot dengan Uji t dimaksudkan untuk melihat dasar klasifikasi sebagai berikut: signifikan dari pengaruh secara 1. Jika terdapat pola tertentu, seperti individual antara variabel bebas titik-titik yang ada membentuk terhadap variabel terikat, dengan asumsi suatu pola tertentu yang teratur variabel bebasa lainnya konstan (dalam (bergelombang, melebar, kemudian regresi majemuk). Kriteria atau menyempit) maka telah terjadi klasifikasi pengujian hipotesis tersebut heterokedastisitas. dijelaskan berikut: 2. Jika tidak terdapat pola yang jelas, a. sig. < α = 5% (0,05) maka Ha serta titik-titik menyebar di atas dan diterima dan H0 ditolak “ berarti di bawah angka 0 pada sumbu Y, secara parsial terdapat pengaruh maka tidak terjadi signifikan antara kepemilikan heterokedastisitas. institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, Uji Hipotesis Pengujian (uji) hipotesis ukuran dewan direksi dan leverage bertujuan untuk mengetahui apakah keuangan terhadap manajemen laba. variabel independen berpengaruh b. Jika sig. > α = 5% (0,05) maka Ha terhadap variabel dependen. Model ditolak dan H0 diterima “ berarti persamaan regresi yang digunakan secara parsial tidak terdapat untuk menguji hipotesis adalah: pengaruh signifikan antara DA = β0 + β1 KI + β2 UDK + β3 kepemilikan institusi, ukuran KKI + β4 UDD + β5 Lev c. dewan komisaris, komposisi Keterangan: komisaris independen, ukuran dewan DA = Discretionary direksi dan leverage keuangan accrual (manajemen laba) terhadap manajemen laba. KI = Kepemilikan institusi Uji F UDK = Ukuran dewan Uji F dilakukan untuk melihat komisaris pengaruh variabel-variabel secara KKI = Komposisi keseluruhan terhadap variabel terikat. komisaris independen Ketentuan peneriamaan atau penolakan UDD = Ukuran dewan hipotesis yang ada adalah sebagai direksi berikut: Lev = Leverage Jika probabilitas < 0,05, maka H0 keuangan ditolak β0 = Konstanta Jika probabilitas > 0,05, maka H0 (nilai Y ketika X = 0) diterima Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
57
juga menggunakan diskresionari HASIL PENELITIAN DAN akrual sebagai indikator untuk PEMBAHASAN mengukur manajemen laba. Pendekatan Sampel Penelitian (Perusahaan ini bertujuan untuk memisahkan total Perbankan) Perusahaan perbankan yang akrual menjadi dua indikator yakni sesuai dengan kriteria pemilihan sampel antara komponen non-diskresionar sebanyak 20 perusahan. akrual (komponen di luar kebijakan manajemen) dengan diskresionari akrual Variabel Penelitian Penelitian ini dilakukan pada (komponen akrual dalam kebijakan perusahaan perbankan yang terdaftar di manajemen atau intervensi manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun dalam proses laporan keuangan). 2009-2010. Data yang diambil terkait Berdasarkan penelitian diketahui penelitian berupa laporan laba bersih, rata-rata DA (discretionary accrual) arus kas aktiva operasi, total aktiva, total perusahaan perbankan pada tahun 2009 utang, pendapatan, piutang dan aktiva (0,06225) dan pada tahun 2010 (tetap dari laporan neraca. Data tersebut 0,00206). Rata-rata diskresionari akrual untuk menghitung leverage keuangan semakin rendah, berarti tingkat dan manajemen laba yang diproksikan manajemen laba pada perusahaan oleh discretionary accrual. Sementara perbankan yang terdaftar di Bursa Efek itu, informasi terkait mekanisme good Indonesia selama waktu pengamatan corporate governance diperoleh dari mengalami penurunan atau dengan kata laporan tahunan perusahaan. lain intervensi yang dilakukan manajemen terhadap proses pelaporan Variabel Dependen Variable terikat dalam penelitan keuangan semakin kecil. ini adalah manajemen laba. Manajemen Variabel Independen laba adalah potensi penggunaan Variabel bebas dalam penelitian manajemen akrual dengan tujuan untuk ini adalah mekanisme good corporate memperoleh keuntungan pribadi governance yang terdari dari (Belkaoui, 2006;201). Penelitiankepemilikan institusi, ukuran dewan penelitian terdahulu tentang masalah komisaris, komposisi komisaris terkait banyak menggunakan independen, dan ukuran direksi pendekatan agregat akrual. Salah perusahaan perbankan dan leverage satunya adalah penelitian yang keuangan. Mekanisme GCG ditunjukkan dilakukan Yulianto, penelitian tersebut dengan Tabel berikut. Tabel 4.1 Mekanisme GCG Perusahaan Perbankan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kode AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNP BBRI BKSW BMRI BNBA BNGA
KI 2009 2010 0.96 0.95 0.73 0.69 0.50 0.50 0.98 0.98 0.51 0.51 0.64 0.65 0.55 0.60 0.56 0.74 0.54 0.51 0.51 0.66 0.91 0.91 0.77 0.96
UDK 2009 2010 3 2 5 5 3 3 4 4 5 5 5 4 5 5 6 7 5 3 6 7 2 2 8 8
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
KKI 2009 2010 0.67 0.50 0.80 0.80 0.67 0.67 0.50 0.50 0.60 0.60 0.60 0.50 0.60 0.60 0.67 0.71 0.60 0.67 0.67 0.57 0.50 0.50 0.50 0.50
UDD 2009 2010 3 3 7 7 4 4 5 5 9 9 7 7 5 5 10 10 5 4 15 11 3 3 12 12 58
13 14 15 16 17 18 19 20
BNII BSWD BTPN INPC MAYA MCOR MEGA PNBN
0.76 0.64 0.71 0.50 0.26 0.88 0.57 0.84
0.54 0.76 0.59 0.68 0.28 0.67 0.57 0.83
7 7 6 6 3 3 3 4
7 5 6 6 4 4 4 4
0.57 0.42 0.50 0.50 0.67 0.30 0.67 0.50
0.57 0.60 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
9 6 8 6 7 6 6 11
9 5 8 6 6 5 7 11
Rata-rata
0.66
0.67
4.80
4.75
0.57
0.56
7.20
6.85
Sumber Data: www.idx..co.id (Annual report) 2009-2010 diolah
a. Kepemilikan Institusi (KI) Kepemilikan institusi adalah pemegang saham dari luar perusahaan baik berupa lembaga atau organisasi, ataupun perorangan yang memiliki saham mayoritas dalam perusahaan. Pada tabel 4.1 dapat diketahui nilai ratarata variabel independen kepemilikan institusi pada tahun 2009 (0,66) lebih rendah dari pada tahun 2010 (0,67). Berarti variabel kepemilikan institusi mengalami perubahan (peningakatan) selama periode pengamatan. Kepemilikan saham oleh pihak institusi pada tahun 2009 tertinggi adalah Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (98%), sedangakan kepemilikan terendah adalah Bank Mayapada (MAYA) (26%). Keadaan yang sama mengenai kepemilikan saham pihak institusi pada tahun 2010 tertinggi dan terendah juga terjadi pada Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (98%) dan Bank Mayapada (MAYA) (28%). b. Ukuran Dewan Komisaris (UDK) Ukuran dewan komisaris menurut peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 adalah jumlah dewan komisaris dalam perusahaan perbankan paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah dewan direksi perusahaan. Pada tabel 4.1 dapat diketahui jumlah rata-rata dewan komisaris yang dimiliki perusahaan pada tahun 2009 adalah (4,80) dan pada tahun 2010 (0,75). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata ukuran dewan komisaris yang dimimiliki perusahaan perbankan
mengalami penurunan selama periode pengamatan. Ukuran dewan komisaris tertinggi pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Internsional Indonesia (BNII) (7 orang) dan Bank Swadesi (BSWD) (7 orang), sedangkan pada tahun 2010 ukuran dewan komisaris tertinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Bank Mandiri (BMRI) Bank Internsional Indonesia (BNII) masingmasing sebanyak (7 orang). Sementara itu ukuran dewan komisari terandah pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Bumi Arta (BNBA) (2 orang), sedangkan pada tahun 2010 ukuran dewan komisaris terendah dimilki Bank Agroniaga (AGRO) (2 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (2 orang). Apabila ditinjau dari PBI No. 8/4/PBI/2006 yang menyatakan jumlah minimal dewan komisaris sebanyak 3 (tiga) orang dan maksimal sama dengan jumlah dewan direksi perusahaan. Sesuai dengan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa selama priode pengamatan ada beberapa perbankan yang belum melaksakan peraturan BI terkait penerapan tatakelola perusahaan yang baik. c. Komposisi Komisaris Independen (KKI) Komisaris independen adalah jumlah dewan komisari yang tidak terikat atau tidak berhubungan langsung (terafiliasi) dengan perusahaan. Komposisi komisaris tersebut diperoleh dari perbandingan antara komisaris independen dengan komisaris dependen dalam peusahaan. Berkenaan dengan hal
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
59
itu jumlah komisaris independen diatur melalaui PBI No. 8/4/PBI/2006 yang menyatakan bahwa paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata komposisi komisaris independen tahun 2009 (57%), sedangkan pada tahun 2010 (56%). Berdasarkan rata-rata di atas dapat diketahui bahwa komposisi komisaris independen mengalami penurunan selama periode pengamatan. Komposisi komisaris independen tertinggi pada tahun 2009 dimilki oleh Bank Bumiputera Intearnasional (BABP) (80%) dan terendah dimilki oleh Bank Windu Kentjana Internasional (MCOR) (30%). Sementara itu pada tahun 2010 komposisi komisaris independent tertinggi tetap dimiliki oleh Bank Bumiputera Intearnasional (BABP) (80%), sedangkan terendah dimiliki oleh beberapa perbankan antara lain; Bank Agroniaga (AGRO) (50%), Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (50%), Bank Bukopin (BBKP) (50%), Bank Bumi Arta (BNBA) (50%), Bank Niaga (BNGA) (50%), Bank Swadesi (BSWD) (50%), Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) (50%), Bank Artha Graha Internasional (INPC) (50%), Bank Mayapada (MAYA) (50%), Windu Kentjana Internasional (MCOR) (50%), Bank Mega (MEGA) (50%) dan Bank Pan Indonesia (PNBP) (50%). d. Ukuran Dewan Direksi (UDD) Ukuran dewan direksi adalah jumlah anggota dewan direksi yang ada
dalam perusahaan. Keradaan dewan direksi tersebut sebagai mekanisme pengendali internal utama untuk memonitor para manajer perusahaan. Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui jumlah rata-rata ukuran dewan direksi yang dimiliki perbankan. Jumlah rata-rata ukuran dewan direksi pada tahun 2009 (7,20), sedangkan pada tahun 2010 (6,85). Hal itu menunjukkan jumlah rata-rata dewan direksi yang dimilikin perbankan mengalami penurunan selama periode pengamatan. Jumlah direksi tertinggi pada tahun 2009 dimiliki Bank Mandiri (BMRI) (15 orang), sedangkan terendah dimiliki oleh Bank Agroniaga (AGRO) (3 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (3 orang). Jumlah dewan direksi pada tahun 2010 tertinggi Bank Mandiri (BMRI) (11 orang) dan Bank Pan Indonesia (PNBN) (11 orang), sedangkan jumlah dewan direksi terendah pada Bank Agroniaga (AGRO) (3 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (3 orang). e. Leverage keuangan (Lev) Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang yang digunakan perusahaan (Hanafi, 2004:332). Rasio leverage keuangan diukur dengan cara menbandingkan total utang dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan.
Tabel 4.2 Leverage Keuangan Perusahaan Perbankan Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
60
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kode AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNP BBRI BKSW BMRI BNBA BNGA BNII BSWD BTPN INPC MAYA MCOR MEGA PNBN Rata-rata
2009 0.78 0.92 0.85 0.90 0.90 0.93 0.90 0.91 0.92 0.91 0.82 0.89 0.91 0.80 0.90 0.93 0.86 0.89 0.91 0.85 0.84
Leverage keuangan 2010 0.90 0.91 0.87 0.89 0.89 0.93 0.90 0.90 0.93 0.90 0.83 0.90 0.90 0.79 0.87 0.93 0.85 0.84 0.91 0.87 0.89
Sumber Data: www.idx.co.id 2009-2010 diolah
Tabel 4.2 di atas menunjukkan nilai rasio leverage keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah rata-rata leverage pada tahun 2009 (84%) dan pada tahun 2010 (89%). Leverage keuangan perusahaan perbankan mengalami kenaikan selama periode pengamatan. Leverage keuangan tertinggi pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Bukopin (BBKP) (93%) dan Bank Artha Graha Internasional (INPC) (93%) dan terendah pada Bank Agroniaga (AGRO) (78%). Pada tahun 2010 leverage
tertinggi dimiliki Bank Bukopin (BBKP) (93%), Bank Bumi Arta (BNBA) (93%) dan Bank Artha Graha Internasional (INPC) (93%), sedangkan terendah pada Bank Swadesi (BSWD) (79%). Penjabaran dari variabel manajemen laba (diskresionari akrual), kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan perusahaan perbankan tahun 2009-2010 di atas secara keseluruhan juga ditunjukkan oleh hasil olahan SPSS Versi 16.0 for Windows berukut:
Tabel 4.3 Descriptive Statistics Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
61
Mean
Std. Deviation
N
Dikresi Akrual
.0301
.13616
40
Kepemilikan Institusi
.6725
.18204
40
4.7750
1.64063
40
.5700
.10005
40
7.0250
2.87774
40
.8847
.03929
40
Ukuran Dewan Komisaris Komposisi Komisaris Independen Ukuran Dewan Direksi Leverage
Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Pada Tabel 4.3 di atas diperoleh sebanyak 40 data penelitian (jumlah sampel (20 perusahaan) dikalikan dengan periode pengamatan (2 tahun)). Rata-rata DA (0,0301) dengan standar deviasi (0,13616). DA bernilai positif menunjukkan bahwa selama periode pengamatan perusahaan melakukan manajmen laba dalam bentuk melaporkan laba lebih tinggi dari nilai aktual perusahaan (income increasing accrual). Rata-rata kepemilikan institusi (KI) perusahaan (0,6725) atau (67%) lebih dari 50% dan standar deviasi (0,18204). Nilai tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perbankan telah memberikan kesempatan kepada pihak institusi untuk memiliki saham perusahaan. Hal ini dalam rangka mengimbangi kepemilikan saham manajerial perusahaan agar dapat mengawasi kinerja manajemen secara optimal dan dapat mengurangi intervensi pihak manajemen dalam pelaporan keuangan. Rata-rata ukuran dewan komisaris (UDK) (4,7750) lebih dari 3 dan standar deviasi (1,64063). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris secara umum telah sesuai dengan peraturan BI No. 8/4/PBI/2006. Rata-rata (UDK) tersebut juga menunjukkan adanya optimalisasi penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dalam perusahaan perbankan.
Rata-rata komposisi komisaris independen sebesar (0,5700) atau (57%) dan standar deviasi (0,10005). Peraturan BI No. 8/4/PBI/2006 mensyaratkan paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Ditinjau dari hal tersebut rata-rata (57%) telah sesuai dengan peraturan BI dan telah sesuai dengan prinsip GCG tentang pengawasan manajemen oleh pihak luar perusahaan. Ukuran dewan direksi (UDD) memiliki rata-rata (7,0250) dengan standar deviasi (2,87774). Jumlah tersebut menunjukkan bahwa secara umum ukuran dewan direksi kurang efektif dalam memonitor pihak manajemen. Rata-rata (Lev) (0,8847) atau (89%) dan standar deviasi (0,03929). Hal tersebut menunjjukkan bahwa secara umum perusahaan perbankan menggunakan tingkat utang yang tinggi. Hasil Uji Asumsi Klasik Hasil penelitian juga dapat deketahui melalui hasil analisis data (uji asumsi kalsik). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan data yang akan digunakan dalam sebuah model regresi. Uji Normalitas Uji noramalitas data penelitian digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian tersebut terdistribusi normal atau tidak. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
62
distribusi normal, data memusat pada dalam penelitian ini dapat diketahui nilai rata-rata dan median (Santosa melalui tabel normalitas, grafik p-p plot dan Pakarti, 2005;231). Normalitas data dan histogram berikut: Tabel 4.4 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Y N
40
Normal Parameters
a
Mean
.0301
Std. Deviation Most Extreme Differences
.13616
Absolute
.177
Positive
.177
Negative
-.092
Kolmogorov-Smirnov Z
1.119
Asymp. Sig. (2-tailed)
.164
a. Test distribusi is Normal. Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Normalitas data dengan KolmogorovUji Multikoleniaritas smirnov terpenuhi apabila nilai Uji Multikolinearitas merupakan Asymp.Sig > 0,05, maka dikatakan bentuk pengujian untuk mengetahui bahwa data berdistribusi normal bahwa variabel independen penelitian (santosa, 2005;231). Tabel 4.7 di atas bebas dari gejala multikolinearitas menunjukkan nilai Asymp.Sig 0,167 > (korelasi antar variabel independen). 0,05, maka data penelitian ini memenuhi Gejala multikolinearitas dapat dilihat syarat uji normalitas data. melalui Tabel berikut. Tabel 4.5 Uji Multikoleniaritas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
.353
.726
Tolerance
VIF
.194
.548
-.163
.130
-.218
-1.258
.217
.862
1.161
UDK
.021
.018
.257
1.155
.256
.521
1.919
KKI
-.038
.234
-.028
-.162
.872
.875
1.142
UDD
-.019
.011
-.395
-1.766
.086
.516
1.937
Lev
-.003
.604
.000
-.006
.996
.851
1.175
KI
a. Dependent Variable: DA Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Berdasarkan tabel 4.5 di atas nilai Tolerance dari variabel independen kapemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan berturut-turut (0,862;
0,521; 0,875; 0,516; 0,851), sedangkan nilai VIF (variance inflation factor ) adalah (1,161; 1,919; 1,142; 1,937; 1,175). Nilai tersebut tidak sesuai dengan syarat gejala multikolinearitas (tolerance < 0,10 atau VIF > 10), atau
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
63
dengan kata lain variabel independen sesudahnya (t) Gejala autokorelasi dapa penelitan bebas dari gejala dilihat dari nila Durbin-Watson (D-W) multikolinearitas. jika di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, jika nilai D-W di antara -2 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah pengujian sampai +2 tidak ada autokorelasi dan asumsi dalam regresi di mana variabel jika D-W di atas +2 maka terjadi dependen tidak berkorelsi dengan autokorelasi negatif (Santosa dan dirinya sendiri, baik nilai periode Pakarti, 2005;161). sebelumnya (t-1) atau nilai periode Tabel 4.6 UJi Autokorelasi Model Summaryb
Model
R
1
.348a
R Square
Adjusted R Square
.121
Std. Error of Durbinthe Estimate Watson -.008
.13670
1.799
a. Predictors: (Constant), Lev, KKI, UDK, KI, UDD b. Dependent Variable: DA Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dependen terjadi ketidaksamaan varian diketahui bahwa nilai D-W adalah dari residu satu pengamatan ke (1,799). Hal tersebut menunjukkan pengamatan yang lain sehingga bahwa variabel independen tidak penafsiran koefisien regresi menjadi berkorelasi dengan dirinya sendiri tidak efisien dan hasil penafsiran karena nilai D-W terletak di antara -2 menjadi kurang akurat (Santosa dan sampai +2. Pakarti, 2005;242). Uji Heterokedastisitas Pengujian ini bertujuaan untuk mengetrahui apakah model regresi yang akan digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel Gambar 4.7 Uji Heterokedastisitas
Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Gejala heteroskedastisitas dapat dilihat melalui diagram pencar residual, jika membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskadastisitas tetapi jika sebaliknya maka terjadi homoskedastisitas dan dalam regresi
yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, karena residu berpencar dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
64
Hasil Uji Hipotesis Uji t Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda. Regresi dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan) terhadap variabel dependen (manajeman laba). Persamaan regresi dapat disusun dari Tabel 4.5 (unstandardized coefficients) (ß) untuk menguji hipotesis penelitian. Y = 0,194 – 0,163KI+ 0,21UDK – 0,038KKI – 0,19UDD – 0,03Lev Berdasarkan persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa nilai konstanta (0,194) bernilai positif. Hal ini diartikan bahwa tanpa variabel independen telah terjadi manajemen laba sebesar 19,4%. Adapun uji hipotesis penelitian dapat dilihat dari nilai ß dan signifikansi α berikut: (a) Kepemilikan institusi (KI) ß bernilai -0,163, berarti setiap kenaikan satu unit variabel kepemilikan institusi menurunkan manajemen laba sebesar 0,163. Tingkat signifikansi variabel kepemilikan institusi sebesar 0,217 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara kepemilikan institusi dengan manajem laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara kepemilikan institusi dengan manajemen laba. (b) Ukuran dewan komisaris (UDK) ß bernilai 0,021, berarti setiap kenaikan satu unit ukuran dewan komisaris dapat menaikkan manajemen laba sebesar 0,021. Tingkat signifikansi variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0,256 > 0,05, maka H0 deterima dan Ha yamg menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara ukuran
dewan komisaris terhadap manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh positif tidak signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. (c) Komposisi komisaris independen (KKI) ß bernilai -0,038, berarti setiap kenaikan satu unir komisaris independen akan menurunkan manajemen laba sebesar -0,083. Tingkat signifikansi variabel komposisi komisaris independen sebesar 0,872 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba. (d) Ukuran dewan direksi (UDD) ß bernilai -0,019, berarti setiap kenaikan satu unit ukuran dewan direksi akan menurunkan manajemen laba sebesar 0,019. Tingkat signifikansi variabel ukuran dewan direksi sebesar 0,086 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba. (e) Leverage keuangan (Lev) ß bernilai -0,003, berarti setiap kenaikan satu unit leverage keuangan akan menurunkan manajemen laba sebesar 0,003. Tingkat signifikansi variabel leverage keuangan sebesar 0,996 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh positif signifikan antara leverage keuangan terhadap manajemen laba
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
65
ditolak. Berarti ada pengaruh negatif tidak signifikan antara leverage keuangan dengan manajemen laba.
Uji F ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.8 Uji F dengan Anovab
Uji F
Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
.088
5
.018
Residual
.635
34
.019
Total
.723
39
F .939
Sig. .468a
a. Predictors: (Constant), Lev, KKI, UDK, KI, UDD b. Dependent Variable: DA Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa nilai F 0,939 dan signifikansi 0,468>0,05, maka dengan demikaian H0 diterima dan Ha ditolak. Berarti variabel independent secara keseluran berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba. Pembahasan Pengaruh Kepemilikan Institusi terhadap Manajemen Laba Kepemilikan institusi merupakan pemegang saham mayoritas dalam perusahaan. Pemilik saham mayoritas sangat membutuhkan informasi perusahaan melalui pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan, di mana informasi tersebut digunakan untuk mengontrol dan memprediksi eksistensi perusahaan dalam jangka panjang. Porsi kepemilikan institusi yang tinggi juga diharapkan mampu mengurangi motivasi manajer dalam intervensi laporan keuangan sehingga tidak merugikan pihak investor. Berdasarkan hasil penelitian di atas, nilai sig. 0,217 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis pertama tidak signifikan, meskipun tidak signifikan tetapi jika dilihat pada nilai ß -0,163, maka arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi kepemilikan
pihak institusi akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan. Penelitian ini selaras dengan penelitian Yulianto (2010;89), Midiastuty dan Mahfoedz (2003) dalam Yulianto (2010) yang manemukan bahwa teradapat pengaruh negatif antara kepemilikan isntitusi terhadap manajemen laba. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian Boediono (2005), Siregar dan Utama (2005) yang menemukan kepemilikan institusi memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajeman Laba Dewan komisaris sebagai badan pengawas dalam perusahaan guna melakukan kontrol bagi pihak manajemen agar perusahaan dijalankan dengan baik sesuai prinsip GCG. Mengingat dewan komisaris tersebut merupakan bagian penting dalam mekanisme GCG yang bertujuan memberi petunjuk kepada manajemen eksekutif perusahaan, maka semakin banyak jumlah dewan komisaris diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja manajemen.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
66
Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,256 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis kedua tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß 0,021, arah pengaruh bersifat positif. Berarti semakin tinggi ukuran dewan komisaris maka akan menaikkan manajemen laba. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diprediksikan sebelumnya. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Yulianto (2010;91) yang menemukan bahwa terdapat penagruh negatif anatara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. Penelitian yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian Jansen (1993), Yermarck (1996) dan Ujiyanto dan Pramuka (2007) dalam Yulianto (2010) yang menemukan bahwa semakin besar dewan komisaris maka semakin besar kecurangan dalam pelaoran keuangan. Pengaruh Komposisi Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Komisaris independen adalah dewan yang dipilih dari RUPS untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen. Dewan komisaris dalam perusahan merupakan dewan yang netral, di mana dewan komisaris independen tersebut berfungsi sebagai dewan pengawas setelah dewan komisaris dependen. Keberadaan dewan komisaris independen dalam internal perusahaan diharapkan agar dapat bersikap arif dan bijaksana serta tidak memihak pada satu pihak sehingga keberadaannya dapat mengurangi penyelewengan manajemen dan dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,872 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis ketiga tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,038, arah
pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi komposisi komisaris independen maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini telah sesuai dengan teori yang diprediksikan. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Racmawati dan Triatmoko (2007) dan Yulianto (2010) yang menemukan bahwa ada pengaruh negatif tidak signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba. Sementara itu penelitian yang berbeda dengan peneltian ini adalah peneltian Boediono (2005), Siregar dan Utama (2005) yang menyatakan komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Manajemen Laba Dewan direksi adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Direksi harus mengelola perusahaan berdasarkan kepentingan bersama terutrama pemegang saham, karena direksi tersebut dipilih melalui RUPS dalam perusahaan. Secara umum peranan dan tugas direksi ialah menjalankan fungsi pengendalian perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan kepercayaan di masa mendatang. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,086 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis keempat tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,019, arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi ukuran dewan direksi maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan. Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Jansen (1993), Midiastuty dan mahfoedz (2003) dan Yulianto (2010) yang menunjukkan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
67
pengaruh positif tidak signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba. Pengaruh Leverage Keuangan terhadap Manajemen Laba Leverage keuangan merupakan total utang dibagi dengan total aset. Leverage dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer dan dengan pemberi manajemen (bondholders). Jika leverage menggambarkan tanggungan utang perusahaan, maka semakin tinggi tingkat leverage berarti juga semakin tinggi tingkat utang perusahaan. Kondisi tersebut akan memungkinkan pihak manajemen dmelakukan penyimapangan termasuk melakukan manajemen laba agar kinerja yang akan dilaporkan pada pihak kreditur menjadi baik. Selain itu, dengan memanajemen laba, manejer akan dengan mudah mendapatkan pinjaman pada kreditur. Dengan dimikian dapat disimpulakan bahwa leverage keuangan baisa mempertinggi tingkat manajemen laba perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,996 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis kelima tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,003, arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi leverage keuangan perusahaan maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan sebelumnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulianto (2010;96), Ujiyanto dan Pramuka (2007) yang menunjukkan adanya pengaruh negatif tidak signifikan antara leverage keuangan dengan manajemen laba. Penelitian yang tidak relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Guenther (2001) dalam Yulianto (2010) yang
menyatakan leverage keuangan mempunyai hubungan positif signifikan dengan manajemen laba perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian terhadap 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2010 yang sesuai dengan kriteria sampel dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kepemilikan institusi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena nilai koefisien regresi (ß) -0,163 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,217 > 0,05. 2. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena nilai koefisien regresi (ß) 0,021 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,256 > 0,05. 3. Komposisi komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,038 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,872 > 0,05. 4. Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,019 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,086 > 0,05. 5. Leverage keuangan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba perusahaan perbanakan karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,003 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,996 > 0,05. Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian di atas maka saran yang dapat diberikan peneliti sebagai berikut:
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
68
1. Manajemen laba adalah praktik yang merugikan bagi semua pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan, oleh karena itu diharapkan kepeda para manajer agar melakukan pengelolaan prinsip GCG secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar dapat mewujudkan kondisi perbankan yang sehat sehingga mandapatkan kepercayaan masyarakat, nasabah maupun investor. 2. Investor harus memiliki pertimbangan serta berhati-hati dalam mengambil keputusan bisnis. Investor tidak boleh hanya berfokus pada informasi keuangan saja, akan tetapi juga harus memperhatikan informasi non keuangan separti penerapan GCG dan peraturan bank Indonesia pada perusahaan perbankan. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan dan menyempurnakan keterbatasan penelitian seperti yang telah dijabarkan dalam keterbatasan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ghozali, Iman. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gujarati, Damondar. 1995. Ekonomitrika Dasar. Sumarno Zain (penterjemah). Penerbit Erlangga, Jakarta. Hanafi, Manduh. 2004. Manajemen Keuangan. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Harahap, Sofyan F. 1996. Teori Akuntansi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Indroes, Ferry N. 2008. Manajemen Risiko Perbankan. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. ______. 2002. Bank dan lembaga keuangan lainnya. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode Kuantitatif. Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Pedoman Penyusun Karya Ilmiah Ya Berupa Skripsi. 2008. Fakultas Ekonomi Universitas Madura. Santosa, Purbayu B dan Pakarti Puji. 2005. Analisis Statistik dengan MS. EXEL dan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Singgih, Santoso. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Supardi. 1993. Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Islam Yogyakarta, Yogyakarta. Tunggal, Iman S dan Tunggal, Widjaja A. 2002. Membangun Good Corporate Governance (GCG). Penerbit Harvarindo, Jakarta. Ujiyantho, Muh. Arief. dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Good corporate governance, Manajemen laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung. Umar, husein. 2001. Riset Akuntansi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta. Ulum, Ihyaul. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit UMM Pers, Malang.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
69
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 2010. komisaris independen. http://boedexx.blogspot.com/2010/0 7/komisaris-independen.html.
Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2007-2008. Skripsi tidak Diterbitkan. Universitas Malang.
____________. 2010. Dewan Direksi. http://boedexx.blogspot.com/2010/0 7/dewan-direksi. html. Yulianto, Eko. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Dan Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan
PENGARUH MANAGEMEN HUBUNGAN PELANGGAN (MHP) TERHADAP KEPUASAN NASABAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESETIAAN NASABAH (Surve Berdasarkan Persepsi Nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) kantor cabang Universitas Brawijaya Malang) Oleh: ZAINURRAFIQI Fakultas Ekonomi Universitas Madura E-mail:
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh variabel Managemen Hubungan Pelanggan (MHP) yang terdiri dari : Prospek Pelanggan, Hubungan dengan Pelanggan, Interaktif Manajemen, Memahami Harapan Pelanggan, Pemberdayaan, Kemitraan, dan Personalisasi terhadap Kepuasan Nasabah dan dampaknya terhadap Kesetiaan Nasabah, juga untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh langsung Kepuasan Nasabah terhadap Kesetiaan Nasabah. Penelitian ini dilaksanakan di Bank Rakyat Indonesia (BRI) kantor cabang Universitas Brawijaya. Adapun penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan rumus Slovin, dan di peroleh sampel sebanyak 99 orang. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Metode Analisis Data menggunakan Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Statistik Infrensial yaitu Analisis Jalur (Path Analysis). Hasil temuan dari penelitian ini sebagai berikut adalah Pengaruh langsung variabel Prospek Pelanggan (X1), Hubungan dengan Pelanggan (X2), Interaktif Manajemen (X3), Harapan Pelanggan (X4), Pemberdayaan (X5), Kemitraan (X6), Personalisasi (X7) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) signifikan. Adapun Pengaruh secara tidak lansung variabel Prospek Pelanggan (X1), Hubungan dengan Pelanggan (X2), Interaktif Manajemen (X3), Harapan Pelanggan (X4), Pemberdayaan (X5), Kemitraan (X6), Personalisasi (X7) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) signifikan. sedangakan pengaruh langsung antara Kepuasan Nasabah (Z) terhadap Kesetiaan Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
70
Nasabah (Y) juga signifikan. Kata Kunci: Managemen Hubungan Pelanggan (MHP), Kepuasan Nasabah, Kesetiaan Nasabah. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan dunia marketing menyebabkan semakin sengitnya persaingan diantra perusahaan di Indonesia yang semakin besar, oleh karena itu beberapa perusahaan di Indonesia berlomba-lomba untuk menciptakan trategi pemasaran yang terbaik. Kenyataannya, selain sengitnya persaingan di antara perusahaan juga adanya perubahan fokus bisnis, yang awalnya berfokus pada produk berubah menjadi berfokus pada pelanggan. Sehingga mendapatkan pelanggan baru dan membuat mereka setia adalah dua hal terpenting demi tetap bertahannya suatu perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk membuat pelanggan tetap setia, salah satu trategi tersebut yakni Manajemen Hububgan Pelanggan (MHP). Terwujudnya kepuasan pelanggan bisa menyebabkan keharmonisan antara penyedia jasa dan pelanggan itu sendiri. Selanjutnya hal tersebut akan berdampak terhadap terciptanya pelanggan yang setia sehingga situasi tersebut akan memberikan keuntungan yang besar kepada perusahaan. Keberadaan serta suksesnya penyedia jasa tergantung dari kualitas dari pelayanan itu sendiri, adapun kualitas dari pelayanan ditentukan oleh lingkungan serta kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan serta kemampuan dalam menjelaskan kualitas produk yang ditawarkan terkait pemenuhan keinginan serta kebutuhan pelanggan. . MHP bisa difahami sebagai filosofi bisnis, strategi bisnis, proses bisnis, atau alat berupa teknologi. Sebagai filosofi bisnis (Ryals dan Knox, 2001)
2
menyatakan bahwa “ MHP adalah suatu orientasi hubungan, mempertahankan pelanggan, dan nilai pelanggan utama dimana kesemuanya itu bisa diwujudkan melalui proses manajemen. Adapun maksud sebagai strategi bisnis “ MHP adalah strategi bisnis yang berfokus pada pelanggan yang bertujuan untuk mencinptakan kepuasan pelanggan dan kesetiaan pelanggan dengan cara menawarkan pelayanan yang lebih respons dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kepada tiap pelanggan" (Croteau dan Li, 2003). MHP sebagai proses bisnis didefinisikan sebagai identifikasi pelanggan” (Srivastava, et al., 1999). MHP sebagai tehnologi didefinisikan sebagai ketersediaan tehnologi untuk mempererat hubungan dengan pelanggan sedekat mungkin." (Hsieh, 2009). Terciptanya kesetiaan pelangggan adalah efek dari terpuaskannya pelanggan tersebut atas pelayanan yang diterimanya, pelayanan terbaik yang diberikan oleh penyedia jasa akan berdampak pada terpuaskannya pelanggan, dan hal tersebut berdampak pada pelanggan yang setia. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 2. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Hubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 3. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Interaktif Manajemen (X3) terhadap Kepuasan Nasabah (Z)
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
71
4.
Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Memahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 5. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Pemberdayaan (X5) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 6. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Kemitraan (X6) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 7. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Personalisasi (X7) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 8. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 9. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Hubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 10. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Interaktif Manajemen (X3) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 11. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Memahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 12. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Pemberdayaan (X5) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 13. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Kemitraan (X6) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 14. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Personalisasi (X7) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 15. Menganalisis dan Menjelaskan pengaruh Kepuasan Nasabah (Z) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y). KAJIAN PUSTAKA MHP Menurut Body and Limayem (2004), jangkauan dari MHP terdiri dari variabel independen yang disajikan dalam model konseptual MHP. Tujuh komponen utama yang diidentifikasi adalah:
a) Prospek Pelanggan Istilah prospek pelanggan mengacu pada segala macam cara yang digunakan dalam bisnis untuk melacak, menemukan, dan menarik pelanggan baru . Banyak perusahaan telah mengembangkan database yang berisi data interaksi rinci tentang prospek pelanggan. Dalam proses yang digambarkan oleh Payne (1994), konsep MHP dipahami dalam kerangka skala kesetiaan terkemuka dari calon pelanggan, melalui pelanggan, klien, dan pendukung, untuk bermitra. Menurut Payne, prospek pelanggan memainkan peran penting pada awal proses MHP. Thomas (2001), telah meneliti suatu metode untuk menghubungkan akuisisi pelanggan terhadap retensi pelanggan. b) Hubungan dengan Pelanggan Hubungan dengan para pelanggan yang terdapat pada MHP adalah mengenai sejauh mana perusahaan memulai, mengembangkan, menjaga, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan (Reinartz & Kumar, 2003). Sebagian besar definisi yang dapat ditemukan dalam literatur menganggap Hubungan dengan Pelanggan sebagai representasi kunci dari MHP. Konsep hubungan dengan pelanggan juga berhubungan dengan kesetiaan pelanggan. Chow dan Holden (1997) misalnya, memperkirakan bahwa perusahaan yang berorientasi terhadap keuntungan dapat memperolehnya dari pembangunan loyalitas pelanggan. Selain itu, Body and Limayem (2004) menetapkan bahwa telah terjadi perubahan paradigma sehingga hubungan dengan pelanggan sekarang dilihat sebagai satuan nilai. c) Interaktif Manajemen Interaktif manajemen merupakan aspek kunci dari fungsi MHP (Grönroos, 1994). Ini terdiri dari semua tindakan yang dirancang untuk mengubah calon klien yang masuk ke dalam kontak
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
72
dengan perwakilan bisnis menjadi pelanggan aktif dan efektif. Hal ini secara konseptual berdasarkan hubungan timbal balik merupakan salah satu dimensi penting dari MHP, dan umpan balik merupakan bagian penting dari inti manajemen interaktif. Evans dan Laskin (1994), mendefinisikan MHP sebagai cara terbaik bagi perusahaan untuk tetap berhubungan dengan pelanggan mereka. d) Memahami Harapan Pelanggan Konsep ini menekankan pentingnya mengidentifikasi keinginan pelanggan dan memasok kepada mereka produk dan layanan pelanggan yang memenuhi harapan mereka. Szeinbach, Barnes, dan Garner (1997) menjelaskan pengertian harapan pelanggan sebagai strategi yang diadopsi oleh perusahaan untuk menghasilkan lebih banyak pengetahuan tentang harapan dan kebutuhan pelanggan serta menyediakan layanan pelanggan terbaik untuk memenangkan kesetiaan mereka. e) Pemberdayaan Pemberdayaan pada umumnya mengacu pada proses bagaimana sebuah perusahaan meyakinkan dan memberi imbalan kepada karyawan yang berinisiatif, kreatif dan membuat kontribusi yang berharga, serta melakukan apa pun yang mungkin untuk membantu pelanggan memecahkan masalah mereka (Herzberg, 2003). Reichheld (2001) mengemukakan bahwa ia belum menemukan sebuah perusahaan yang dapat mencapai loyalitas pelanggan sangat tinggi tanpa adanya pembinaan loyalitas yang tinggi di antara karyawan. Sebagian besar perwakilan bisnis lebih suka berurusan dengan pelanggan karena mereka mudah untuk dilayani, mereka memahami keadaan perusahaan, dan hanya membuat beberapa permintaan (Bendapudi & Leone, 2002). f) Kemitraan Kemitraan tercipta ketika suplier atau mitra kerja berhubungan dekat dengan
pelanggan , menambahkan layanan yang diinginkan pelanggan pada produk dan jasa mereka. Payne (1994) menempatkan kemitraan pada ujung ekstrim skala kesetiaan, karena hal tersebut dianggap sebagai langkah penting yang bisaanya mengarah pada pengembangan hubungan yang tahan lama serta dekat antara pemasok dan pelanggan. Wilson (1995) telah mengembangkan model terpadu yang ditujukan untuk menjelaskan fase-fase pada proses MHP. Dalam model ini, seleksi mitra dianggap sebagai langkah pertama dalam proses MHP. g) Personalisasi Personalisasi mengacu pada sejauh mana perusahaan memberikan satu perwakilan bisnis untuk setiap pelanggan dan mengembangkan atau menyiapkan produk tertentu untuk pelanggan tertentu. Personalisasi adalah tentang memilih atau menyaring informasi untuk sebuah perusahaan dengan menggunakan informasi tentang profil pelanggan (Schubert, 2003). Salah satu komponen utama personalisasi adalah distribusi personal mail ke pelanggan atau penyesuaian hubungan antara perusahaan dan pelanggan. Konsep ini menguraikan perbedaan yang jelas antara MHP dan bauran manajemen, yang terakhir ini jauh lebih pada pendekatan klinis dimana penjual, atau perwakilan bisnis, memainkan peran aktif, sementara pembeli, atau pelanggan, mengambil posisi yang lebih pasif. Dalam beberapa skenario, tidak ada hubungan pribadi antara pelanggan dan perwakilan bisnis. Personalisasi hanya termasuk dalam MHP. Kepuasan Pelanggan Walker dalam Hasan (2009), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perbandingan antara produk yang dirasakan dengan yang diprediksi sebelum dibeli atau dikonsumsi. Jika yang dirasakan melebihi dugaannya
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
73
maka konsumen akan merasa puas, dan sebaliknya jika yang dirasakan lebih rendah dari harapannya maka konsumen akan merasa tidak puas. Kesetiaan Pelanggan Oliver dalam Hurriyati (2008) mengungkapkan definisi loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Hubungan MHP dengan Kepuasan dan Kesetiaan Pelanggan Ketika diamati sesungguhnya inti persaingan saat sekarang ini lebih pada bagaimana perusahaan menyadari betul “posisinya”, siapa target market yang disasarnya, seberapa tinggi kualitas produk atau jasanya. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah seberapa tinggi nilai yang mampu diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan dan bagaimana dia memperlakukan pelanggan dari hari ke hari. Dengan begitu, membangun relasi yang baik dengan pelanggan akan jauh lebih bermakna bagi pelanggan daripada sekedar menjual, karena produk atau jasa yang bermutu tinggi. Pada kenyataannya, akan selalu ada pesaing yang akan menyaingi produk atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan, kecuali untuk produk atau jasa yang benar-benar unik, langka dan tidak banyak orang yang menyediakannya. Membangun hubungan pelanggan/nasabah yang benar-benar dekat, sehingga perusahaan mengetahui banyak hal mengenai pelanggannya memang tidaklah mudah. Apalagi, kalau jumlah pelanggan/ nasabah tersebut cukup banyak yang hampir tidak
memungkinkan perusahaan memahami satu per satu pelanggannya dengan baik dan lengkap. Untuk itu, dibutuhkan suatu cara yang tepat agar perusahaan dapat mengetahui pelanggannya secara lebih baik, sehingga mampu melayani mereka dengan lebih baik pula. Cara terbaik membangun hubungan dengan pelanggan tersebut adalah dengan menerapkan Manajemen Hubungan Pelanggan. Satu hal yang bisa didapatkan dalam hubungan antara MHP dengan kepuasan dan loyalitas nasabah adalah, bahwa kepuasan merupakan akibat dari terpenuhinya ekspektasi nasabah akan sebuah produk maupun jasa, MHP sebagai metode yang berfungsi untuk meningkatkan hubungan dengan nasabah melalui Prospek Pelanggan, Hubungan dengan Pelanggan, Interaktif Manajemen, Memahami Harapan Pelanggan, Pemberdayaan, Kemitraan dan Personalisasi, merupakan suatu cara yang sangat tepat untuk bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan/ nasabah karena di dalamnya terdapat banyak aktivitas yang mendukung dalam rangka pemenuhan ekspektasi atau harapan pelanggan. Loyalitas merupakan hasil yang didapat dari suatu perusahaan yang mampu memberikan manfaat untuk para pelanggannya sehingga mereka tetap melakukan pembelian atau bahkan meningkatkan pembelian pada perusahaan. Candra dalam Gaffar (2007) mengemukakan bahwa MHP yang baik tergantung dari keberadaan database pelanggan yang baik. Informasi pelanggan/ nasabah yang bersih, up-to date dan absah diperlukan dalam MHP. Hal ini dapat didukung oleh pengintegrasian kegiatan komunikasi pemasaran sebagai ujung tombak aliran informasi perusahaan ke pelanggan. Komunikasi pemasaran di sini
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
74
digunakan untuk mendapatkan data pelanggan di setiap kegiatan. Komunikasi pemasaran menjadi penggerak dalam mengumpulkan informasi mengenai pelanggan. Sebaliknya, keterbatasan yang dimiliki oleh aktivitas komunikasi pemasaran seperti penekanan pada target masal dapat dieliminasi dengan menggunakan MHP yaitu pemahaman terhadap pelanggan melalui hubungan yang mendalam melalui one to one communication. Pada intinya MHP adalah suatu cara untuk melakukan analisa perilaku pelanggan jasa perusahaan. Melalui analisa ini akhirnya perusahaan bisa mengambil cara bagaimana melayani pelanggannya secara lebih personal sehingga efeknya pelanggan menjadi puas dan loyal kepada perusahaan. Target utama MHP memang bukan Kepuasan Pelanggan tetapi lebih kepada Kesetiaan Pelanggan. Pelanggan tidak hanya puas sekali menggunakan produk atau jasa, tetapi juga akan selalu terus menggunakannya. Hipotesis H1: Prospek Pelanggan (X1) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H2: Hubungan dengan Pelanggan (X2) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H3: Interaktif Manajemen (X3) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H4: Memahami Harapan Pelanggan (X4) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H5: Pemberdayaan (X5) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H6: Kemitraan (X6) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H7: Personalisasi (X7) berpengaruh terhadap Kepuasan Nasabah (Z) H8: Prospek Pelanggan (X1)
berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H9: Hubungan dengan Pelanggan (X2) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H10: Interaktif Manajemen (X3) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H11: Memahami Harapan Pelanggan (X4) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H12: Pemberdayaan (X5) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H13: Kemitraan (X6) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H14: Personalisasi (X7) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) H15: Kepuasan Nasabah (Z) berpengaruh terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian explanatory yaitu suatu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antar variabel penelitian dan pengujian hipotesis. Sehingga penelitian ini juga sering disebut penelitian pengujian hipotesis, yaitu penelitian yang menganalisis hubungan antar variabelvariabel yang dirumuskan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2008), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel dilakukan secara random, analisis data yang bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini yang diambil sebagai sampel adalah nasabah PT. BRI (persero) Kantor Cabang Pembantu UB Jl. MT Haryono 163
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
75
Malang sebanyak 99 orang dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner dengan Skala Likert 5-1. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu Analisis Statistik Deskriptif, Analisis Statistik inferensial dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis. Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel: a. MHP adalah Suatu proses dalam mendapatkan, mempertahankan, dan meningkatkan pelanggan yang menguntungkan. Memerlukan fokus yang jelas dalam atribut pelayanan yang akan menghasilkan nilai kepada pelanggan sehingga akan tercipta loyalitas. Item yang digunakan untuk mengukur MHP ada 7 macam yaitu Prospek Pelanggan, Hubungan dengan Pelanggan, Interaktif Manajemen, Memahami Harapan Pelanggan, Pemberdayaan, Kemitraan dan Personalisasi. b. Kepuasan Pelanggan merupakan perbandingan antara produk yang dirasakan dengan yang diprediksi sebelum dibeli atau dikonsumsi. Jika yang dirasakan melebihi dugaannya maka konsumen akan merasa puas, dan sebaliknya jika yang dirasakan lebih rendah dari harapannya maka konsumen akan merasa tidak puas. Kepuasan Pelanggan diukur dengan tersedianya pelayanan berupa Mesin ATM, Internet Banking, teller, via telpon. c. Kesetiaan Nasabah adalah wujud perilaku dari unit-unit pengambil keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih. Kesetiaan Nasabah diukur dengan mengatakan hal positif tentang Bank kepada orang lain, merekomendasikan Bank kepada orang lain, setia dan
menganggap Bank sebagai teman kerja. Konsep, Variabel, Item dan Pengukuran Konsep, variabel dan indikator merupakan unsur pokok dalam penelitian. Nazir (2003) menyatakan bahwa konsep umumnya dibuat dan dihasilkan oleh ilmuwan secara sadar untuk keperluan ilmiah yang khas dan tertentu. Konsep dapat diteliti secara empiris kemudian diturunkan ke dalam variabelvariabel dan indikator. Secara operasional, konsep, variabel-variabel, indikator serta item dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut : a. MHP Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) (X) yang terdiri dari 7 variabel yaitu : Prospek Pelanggan (X1), Hubungan dengan Pelanggan (X2), Interaktif Manajemen (X3), Memahami Harapan Pelanggan (X4), Pemberdayaan (X5), Kemitraan (X6) dan Personalisasi (X7) 1. Prospek Pelanggan (X1) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Identifikasi Karakter Nasabah dan Melakukan Penawaran Produk, dengan item (a) Penelusuran Latar Belakang Nasabah (b) Pemahaman Karakter Nasabah dan (c) Mempromosikan diri melalui media massa. 2. Hubungan dengan Pelanggan (X2) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Memulai Hubungan dengan Nasabah dan Menjaga Hubungan dengan Nasabah, dengan item (a) Aktif membangun hubungan dengan nasabah (b) Aktif meningkatkan hubungan dengan nasabah dan (c) Aktif menjaga hubungan dengan nasabah. 3. Interaktif Manajemen (X3) Variabel ini dapat diukur dengan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
76
indikator yaitu Melakukan Pertukaran (take and give) dengan Nasabah, dengan item (a). Merekam respon nasabah. (b) Menggunakan respon dari nasabah dan (c). Aktif menjaring opini dari nasabah. 4. Memahami Harapan Pelanggan (X4) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Memenuhi Kebutuhan Nasabah, dengan item (a) Menyediakan produk yang diminati oleh nasabah (b) Akurat dalam melakukan pelayanan terhadap nasabah dan (c) Menyediakan berbagai macam fasilitas. 5. Pemberdayaan (X5) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Memberikan Nilai Tambah kepada Nasabah, dengan item (a) Memberikan reward . (b) Membantu memecahkan masalah nasabah dan (c) Menanggapi keluhan nasabah. 6. Kemitraan (X6) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Melakukan Kemitraan dengan Perusahaan Lain, dengan item (a) Kemudahan bertransaksi dengan bank lain. b) Kemudahan bertransaksi di berbagai tempat pembelanjaan dan (c) Kemudahan pembayaran berbagai jenis tagihan. 7. Personalisasi (X7) Variabel ini dapat diukur dengan indikator yaitu Menggunakan_Kecanggihan Teknologi, dengan item (a) Mengirimkan email secara personal. (b) Menyiapkan produk tertentu dan (c) Menyediakan layanan tertentu. b. Kepuasan Nasabah (Z). Indikator kepuasan nasabah dijadikan sebagai variabel Antara (Z), dengan
indikator yaitu Kepuasan Nasabah Secara Keseluruhan BRI dengan Item – itemnya yaitu (a). Tangapan kepuasan tentang layanan perusahaan (b). Tanggapan kepuasan tentang produk dan (c). Tanggapan untuk kembali bertransaksi. c. Kesetiaan Nasabah (Y) Indikator Kesetiaan Nasabah dijadikan sebagai variabel Terikat (Y), dengan indikator yaitu Sikap Nasabah terhadap Produk BRI dengan Item – itemnya yaitu (a) Kesetiaan nasabah. (b) Menceritakan hal-hal yang positif . dan (c) Merekomendasikan kepada orang lain. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden berdasarkan perhitungan maka dapat disimpulkan bahwa diantara 99 nasabah, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang (49.5%) dan sisanya sebanyak 50 orang (50.5%) berjenis kelamin wanita. Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan Usia, Sebanyak 45 responden (45.5%) berusia 17-23 tahun, usia 24-30 tahun sebanyak 16 responden (16.2%), sebanyak 13 responden (13.1%) berusia 31-37 tahun, 11 responden (11.1%) berusia 38-44 tahun, 8 responden (8.1%) berusia 45-51 tahun, 1 responden (1.0%) berusia 52-58 tahun, 4 responden (4.0%) untuk usia 59-65 dan sebanyak 1 orang responden (1,0%) berusia 66-72. Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden ratarata berusia antara 17-23 tahun. Berdasarkan profesi, sebanyak 15 responden (15.2% ) mempunyai pekerjaan sebagai pegawai negeri, 15 orang responden (15.2%) sebagai seorang pegawai swasta, pelajar dan mahasiswa sebanyak 49 responden (49.5 %), dan sebanyak 17 orang responden
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
77
(17.2%) menjawab lain-lain (Pedagang, Wiraswasta, ibu rumah tangga, Pelayan dan Pekerja). Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden memiliki profesi sebagai Pelajar/Mahasiswa. Berdasarkan Penghasilan, sebanyak 56 responden (56.6%) mempunyai penghasilan per bulan < Rp.2.000.000, 5 responden (5.1%) mempunyai penghasilan per bulan Rp.2.000.000 s/d Rp.4.000.000, dan yang memiliki tingkat penghasilan per bulan > Rp.6.000.000 sebanyak 14 responden (4.1%). Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden memiliki penghasilan per bulan < Rp.2.000.000. Berdasarkan sumner informasi, sebanyak 30 responden (30.3%) memperoleh informasi tentang BRI dari keluarga, 33 responden (33,3%) memperoleh informasi tentang BRI dari teman, 23 responden (23.2%) memperoleh informasi tentang BRI dari media informasi (koran, majalah, radio) dan 13 responden (13,1%) menjawab lain-lain
(tahu sendiri, tempat bekerja). Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden memperoleh informasi tentang BRI dari teman. Berdasarkan penggunaan jasa, sebanyak 47 responden (47.5%) tidak pernah menggunakan jasa lembaga keuangan lain sebelum menggunakan jasa BRI dan 52 responden (54,2%) pernah menggunakan jasa lembaga keuangan lain sebelum menggunakan jasa BRI (Bank BNI, BCA, Mandiri dll). Hal ini berarti bahwa sebagian besar nasabah PT. BRI (persero) yang menjadi responden pernah menggunakan jasa lembaga keuangan lain sebelum menggunakan jasa BRI. Analisis Data Analisis Deskriptif Selain mendepenelitiankan gambaran umum responden, analisis deskriptif juga mendepenelitiankan jawaban responden berdasarkan tiap item varibel MHP, Kepuasan Pelanggan dan Kesetiaan Pelanggan. Statistik Inferensial Analisis Jalur (Path Analysis)
Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda antara variabel Prospek Pelanggan (X1), Hubungan dengan Pelanggan (X2), Interaktif Manajemen (X3), Harapan Pelanggan (X4), Pemberdayaan (X5), Kemitraan (X6), Personalisasi (X7) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Variabel Koefisien t-test Sig. Keputusan Path independent Dependent X1 0.351 5.773 0.000 H1 Diterima X2 0.158 2.627 0.010 H2 Diterima X3 0.161 2.321 0.023 H3 Diterima X4 Z 0.272 4.511 0.000 H4 Diterima X5 0.145 2.323 0.022 H5 Diterima X6 0.208 3.132 0.002 H6 Diterima X7 0.225 3.752 0.000 H7 Diterima R : 0.858 R Square : 0.737 Adjusted R Square : 0.716 Constanta : 0.835 Sig. : 0.000 N : 99
1. Pengaruh Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Prospek Pelanggan terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path
koefisien (p1) sebesar 0.351, t-tes 5.773 dengan nilai signifikan 0.000. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Prospek Pelanggan
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
78
terhadap variable Kepuasan Nasabah. 2. Pengaruh Hubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Hubungan dengan Pelanggan terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p2) sebesar 0.158, t-test 2.627 dengan nilai signifikan 0.010. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H2 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Hubungan dengan Pelanggan terhadap variable Kepuasan Nasabah. 3. Pengaruh Interaktif Manajemen (X3) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Interaktif Manajemen terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p3) sebesar 0.161, t-test 2.321 dengan nilai signifikan 0.023. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H3 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Interaktif Manajemen terhadap variable Kepuasan Nasabah. 4. Pengaruh Memahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Memahami Harapan Pelanggan terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p4) sebesar 0.272, t-test 4.511 dengan nilai signifikan 0.000. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H4 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Memahami Harapan Pelanggan terhadap variable Kepuasan Nasabah. 5. Pengaruh Pemberdayaan (X5) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa pengaruh variable Pemberdayaan terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p5) sebesar 0.145, t-test 2.323 dengan nilai signifikan 0.022. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H5 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Pemberdayaan terhadap variable Kepuasan Nasabah. 6. Pengaruh Kemitraan (X6) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Kemitraan terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p6) sebesar 0.208, t-test 3.132 dengan nilai signifikan 0.002. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H6 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Kemitraan terhadap variable Kepuasan Nasabah. 7. Pengaruh Personalisasi (X7) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Personalisasi terhadap Kepuasan Nasabah signifikan dengan path koefisien (p7) sebesar 0.225, t-test 3.752 dengan nilai signifikan 0.000. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H7 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Personalisasi terhadap variable Kepuasan Nasabah. 8. Pengaruh Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Prospek Pelanggan terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P1) sebesar 0.187, t-test 5.773 dan 3.124 dengan nilai signifikan 0.000 dan 0.002. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H8 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Prospek
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
79
Pelanggan terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 9. Pengaruh Hubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Hubungan dengan Pelanggan terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan
path koefisien (P2) sebesar 0,084, t-test are 2.627 dan 2.433 dengan nilai signifikan 0.010 dan 0.017. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H9 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Hubungan dengan Pelanggan terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah.
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda antara variabel Prospek Pelanggan (X1), Hubungan dengan Pelanggan (X2), Interaktif Manajemen (X3), Harapan Pelanggan (X4), Pemberdayaan (X5), Kemitraan (X6), Personalisasi (X7) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Melalui Kepuasan Nasabah (Z)
Variabel Independent
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Z
Dependent
Y
R R Square Adjusted R Square Constanta Sig. N
: : : : : :
Koefisien Path 0.146 0.100 0.097 0.111 0.094 0.136 0.103 0.533
t-test
Sig.
Keputusan
3.124 2.433 2.062 2.523 2.210 2.955 2.422 7.725
0.002 0.017 0.042 0.013 0.030 0.004 0.017 0.000
H 8 Diterima H 9 Diterima H10 Diterima H11 Diterima H12 Diterima H13 Diterima H14 Diterima H15 Diterima
0.942 0.887 0.877 1.994 0.000 99
10. Pengaruh Interaktif Manajemen (X3) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Interaktif Manajemen terhadap
Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P3) sebesar 0,085, t-test 2.321 dan 2.062 dengan nilai signifikan 0.023 dan 0.042. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H10 diterima. Yang berarti
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
80
terdapat pengaruh secara parsial antara variable Interaktif Manajemen terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 11. Pengaruh Memahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Memahami Harapan Pelanggan terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P4) sebesar 0,144, t-test 4.511 dan 2.523 dengan nilai signifikan 0.000 dan 0.013. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H11 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Memahami Harapan Pelanggan terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 12. Pengaruh Pemberdayaan (X5) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Pemberdayaan terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P5) sebesar 0,077, t-test 2.323 dan 2.210 dengan nilai signifikan 0.022 dan 0.030. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H12 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Pemberdayaan terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 13. Pengaruh Kemitraan (X6) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Kemitraan terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P6) sebesar 0,110, t-test 3.132 dan 2.955 dengan nilai signifikan 0.002 dan 0.004. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H13 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Kemitraan
terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 14. Pengaruh Personalisasi (X7) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Personalisasi terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (P7) sebesar 0,119, t-test 3.752 dan 2.422 dengan nilai signifikan 0.000 dan 0.017. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H14 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Personalisasi terhadap variable Kesetiaan Nasabah melalui Kepuasan Nasabah. 15. Pengaruh Kepuasan Nasabah (Z) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh variable Kepuasan Nasabah terhadap Kesetiaan Nasabah signifikan dengan path koefisien (b8) sebesar 0.533, t-test 7.725 dengan nilai signifikan 0.000. Hasil proses data statististik menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H15 diterima. Yang berarti terdapat pengaruh secara parsial antara variable Kepuasan Nasabah terhadap variable Kesetiaan Nasabah. Pembahasan 1. Prospek Pelanggan (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Temuan penelitian ini sejalan dengan pendapat Kotler (2002) Organisasi yang bisa menerapkan MHP dengan sukses adalah organisasi yang memiliki informasi yang memadai terkait dengan kebutuhan antar konsumen yang berbeda-beda. Pengidentifikasian terhadap konsumen dapat membantu perusahaan untuk memilih konsumen yang tepat yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan perusahaan. 2. Hubungan dengan Pelanggan (X2) berpengaruh signifikan terhadap
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
81
Kepuasan Nasabah (Z) Temuan ini sesuai dengan pendapat Payne (2000) bahwasanya MHP yang berorientasi terhadap pengembangan Hubungan dengan Pelanggan baik secara individu atau kelompok dapat memperpanjang keinginan pelanggan untuk tetap berinteraksi dengan perusahaan. 3. Interaktif Manajemen (X3) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Temuan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Berndt et.al, (2005) bahwasanya hubungan antara keduanya adalah positif. 4. Memahami Harapan Pelanggan (X4) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Temuan ini sejalan dengan pendapat Dominici dan Guzzo (2010) MHP dapat membantu perusahaan dalam memahami kebutuhan pelanggan, mengatur hubungan dengan pelanggan dengan efektif, dan dapat memperkirakan masa depan terkait dengan bisnis perusahaan. Menurut Dimitriades, (2006) MHP adalah sebuah alat dan suatu proses yang bisa membantu perusahaan untuk mengidentifikasi, memahami dan melayani pelanggan untuk pengembangan pelayanan pelanggan, mempertahankan pelanggan yang potensial, dan dapat membantu memberikan kemampuan analisis. 5. Pemberdayaan (X5) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Peters dan Mazdarani (2008) menganalisis pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, yang disimpulkan bahwasanya ada hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut. 6. Kemitraan (X6) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan
Nasabah (Z) Temuan ini sesuai dengan pendapat Peppers dan Rogers (1993) dan Vavra (1992) secara garis besar, MHP adalah hubungan baik dengan pelanggan atau kerjasama. Menurut Wu,et al., (2009) Perusahaan harus mencari mekanisme interaksi yang baru untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan dengan komunikasi yang menyeluruh serta mendalam dengan pelanggan, membangun kerjasama dengan pelanggan, dan memperoleh sebayak mungkin informasi tentang pelanggan sehingga dapat membantu kelancaran aktifitas palksanaan MHP. 7. Personalisasi (X7) berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Nasabah (Z) Temuan ini sejalan dengan pendapat Dyche (2002) personalisiasi adalah praktek marketing secara satu persatu melalui suatu kebiasaaan secara besarbesaran, yang memungkinkan pelanggan untuk mencari solusi yang unik dalam pemenuhan kebetuhan kusus mereka. Perbedaan yang besar antara kebutuhan, keinginan dan sumberdaya pelanggan membuat perilaku pelanggan sulit ditebak dan perkiraan yang kurang akurat. Temuan ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Berndt et al. (2005). 8. Prospek Pelanggan (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan pendapat Payne (1994) konsep MHP dipahami sebagai istilah skala kesetiaan yang terdorong oleh prospek pelanggan, melalui pelanggan, penyokong kepada patner. Hal itu terjadi karena investigasi yang baik yang dilakukan oleh BRI terhadap latar belakang nasabah meraka. Oleh kerena itu, karakter nasabah, kebutuhan pelayanan perbankan dapat diidentifikasi dan difamahami dengan pasti.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
82
9.
Hubungan dengan Pelanggan (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Body dan Limayem (2004) mengatakan bahwa Hubungan dengan Pelanggan berpengarus positif dan berpengarug lansung terhadap kesetiaan pelanggan. Setelah Bank BRI melakukan usaha untuk menjalin kerjasama yang baik dengan nanasabah, maka hal itu akan berdampak pada kepuasan nasabah mereka, disampaing itu Bank BRI juga berusaha untuk mengembangkan kerjasama yang baik dengan nanasabah sehingga para nasabah merasa puas yang pada akhirnya akan setia kepada Bank BRI. 10. Interaktif Manajemen (X3) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan pendapat Narayandas dan Rangan (2004) bahwa sanya salah konci keberhasilan marketing adalah dengan berkolaborasi, koperasi, komunikasi. Dengan semua itu, perusahaan bisa bekerja sama dengan pelanggan individu untuk menawarkan solusi yang paling memungkinkan, menciptakan nilai dari suatu hubungan, meningkatkan kesetiaan pelanggan, dan mengurangi biaya dalam menjalankan bisnis. Setelah Bank BRI berusaha merespon kebutuhan pelanggan akan pelayanan yang baik, hal itu akan menciptakan kedekatan antara Bank BRI dengan nasabah, saran dan kritik dari nasabah yang ditampung oleh Bank juga berguna demi terciptanya pelayanan yang lebih baik dari waktu ke waktu, yang pada akhirnya akan berdampak pada kesetiaan nasabah. 11. Memahami Harapan Pelanggan (X4) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan inisejalan dengan pendapat Almotairi (2008) alasan utama memilih
kesetiaan nasabah adalah sebagai konsequensi kinerja e-MHP karena tujuan utama dari MHP adalah untuk menterjemahkan informasi tentang konsumen sehingga dapat dirumuskan konsep produk serta pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen, dalam rangka untuk mendapatkan kesetiaan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa BRI telah melakukan usaha dalam rangka memahami harapan nasabah, menyediakan produk yang diinginkan nasabah, menyediakan pelayanan yang baik dan fasilitas yang lengkap, semua itu menyebabkan nasabah merasa puas dalam bertransaksi dengan BRI, dan nasabah memberikan perhatian lebih untuk selalu tetap bertransaksi dengan BRI dan menjadi nasabah setia BRI. 12. Pemberdayaan (X5) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Body dan Limayem (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan mempunyai dampak positif dan langsung terhadap kesetiaan pelanggan, dan temuan ini juga sesuai dengan pendapat Herzberg (2003) pada umumnya pemberdayaan merujuk pada proses yang diadopsi oleh perusahaan untuk mendorong dan menghadiahi karyawan yang berinisiatif, memberikan kontribusi kretif yang bernilai bagi perusahaan, dan melakukan segala sesuatu yang mungkin bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan. Penelitian ini menunjukkan bahwa BRI telah melakukan program pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kepuasan nasabah dan kesetiaan nasabah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dengan memberikan penghargaan kepada nasabah dan mengoptimalkan pelayanan yang diberikan kepada nasabah, seperti membantu mesalah yang dihadapi nasabah, memberikan respon yang baik
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
83
terhadap segala macam bentuk complain dari nasabah. 13. Kemitraan (X6) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Body dan Limayem (2004) menyatakan bahwa kemitraan mempunyai dampak positif dan langsung terhadap kesetiaan pelanggan. Hal ini memnunjukkan bahwa BRI telah usaha yang cukup untuk mengembangkan kerjasama dalam bidang bisnis dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas bagi nasabah melalui kerjasama bisnis. Ada beberapa kemudahan yang bisa nasabah dapatkan seperti melakukan transaksi pembayaran di mall, melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dll. Semua manfaat yang diperoleh oleh nasabah tersebut dapat memberikan kepuasan dan kesetiaan nasabah kepada BRI. 14. Personalisasi (X7) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Body dan Limayem (2004) menyatakan bahwa Personalisasi mempunyai dampak positif dan langsung terhadap kesetiaan pelanggan. Usaha yang baik yang dilakukan oleh BRI dalam rangka menyediakan produk dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nasabah yang berdampak pada kepuasan nasabah. Selain itu, melalui menampungan aspirasi terkait kebutuhan nasabah dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi nasabah karena merasa lebih dihargai, sehingga dengan begitu mereka menjadi setia. 15. Kepuasan Nasabah (Z) berpengaruh signifikan terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taylor
dan Hunter (2002) yang menunjukkan bahwa kesetiaan nasabah dipengaruhi oleh kepuasan nasabah dalam lingkungan e-MHP. Temuan ini menunjukkan bahwa BRI telah berhasil untuk menciptakan kesetiaan nasabah dengan memberikan kepuasan yang tinggi kepada nasabah melalui pelayanan yang baik dan menyediakan produk yang diinginkan oleh nasabah. Research Kontribusi Penelitian Segi Teori Pengembangan konsep MHP kususnya dalam dunia marketing, dan sebagai informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya. Segi Praktek Sebagai informasi tambahan terkait MHP untuk BRI, dan sebagai rekomendasi untuk meningkatkan aktifitas marketing yang dilakukan oleh BRI. Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas dan berfokus hanya pada perbankan, yaitu BRI, sehingga hasil temuan dari penelitian ini tidak dapat digeneralkan terhadap perusahaan lain yang sejenis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ada pengaruh langsung signifikan antara Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 2. Ada pengaruh langsung signifikan antara Hubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 3. Ada pengaruh langsung signifikan antara Interaktif Manajemen (X3) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 4. Ada pengaruh langsung signifikan antara Memahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 5. Ada pengaruh langsung signifikan antara Pemberdayaan (X5) terhadap Kepuasan Nasabah (Z)
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
84
6.
Ada pengaruh langsung signifikan antara Kemitraan (X6) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 7. Ada pengaruh langsung signifikan antara Personalisasi (X7) terhadap Kepuasan Nasabah (Z) 8. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antara Prospek Pelanggan (X1) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 9. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antaraHubungan dengan Pelanggan (X2) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 10. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antaraInteraktif Manajemen (X3) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 11. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antaraMemahami Harapan Pelanggan (X4) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 12. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antaraPemberdayaan (X5) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 13. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antaraKemitraan (X6) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 14. Ada pengaruh langsung dan tidak langsung signifikan antara Personalisasi (X7) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y) 15. Ada pengaruh langsung signifikan antaraKepuasan Nasabah (Z) terhadap Kesetiaan Nasabah (Y). Saran Saran untuk penelitian yang akan datang Penelitian ini dilakukan di Bank BRI, untuk memperluas pemahaman terkait pengaruh MHP terhadap kepuasan nasabah dan kesetiaan nasabah, hendaknya peneliti selanjutnya menerapkannya dengan melakukan penelitian di sektor yang berbeda. Selain
itu hendaknya peneliti menggunakan variabel MHP yang lain, sehingga tidak sama dengan model penelitian pada penelitian ini. Adalah penting untuk diteliti lebih dalam dalam rangka pendalaman pemahaman MHP dan dampaknya terhadap kepuasan serta kesetiaan Nasabah. Saran untuk Bank BRI. Hendaknya BRI memberikan perhatian lebih dalam pengilementasian MHP sehingga para nasabahnya menjadi puas dan setia.
DAFTAR PUSTAKA Almotairi, M. 2008. “CRM Success Factors Taxonomy,” Proc. European and Mediterranean Conference on Information Systems, :29-35. Bendapudi, N., & Leone, R. (2002). Managing business-to-business customer relationships following key contact employee turnover in a vendor firm. Journal of Marketing, 66(2), 83–101. Berndt, Adele. Herbst, Frikkie, and Roux, Lindie. 2005. Implementing A Customer Relationship Management Programme In An Emerging Market. Journal of Global Business and Technology, 1 (2): 8189. Body,_Lawson,_Assion._and_Moez, Limayem. 2004. The Impact of Customer Relationship Management on Customer Loyalty: The Moderating Role of Web Site Characteristics, JCM”. 9 (4):1-36. Chow, S., & Holden, R. (1997). Toward an understanding of loyalty: The moderating role of trust. Journal of Managerial Issues, 9(3), 275–298. Croteau. A. and Li, P. 2003. Critical success factors of CRM technological initiatives, Canadian Journal of Administrative Sciences,
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
85
20:21-34. Dimitriades, Z.S. 2006. “Customer Satisfaction, Loyalty and Commitment in Service Oganizations: Some Evidence from Greece,” Management Research News, 29(12):782-800. Dominici G, Guzzo R .2010. Customer Satisfaction in the hotel Industry-A case study of Sicily .Int. J. Mark. Stud., 2(2): 3-12. Dyche,J. 2002. The CRM Handbook; A Business Guide to customer Relationship Management. AddisonWesley. Upper addle River. NJ. Evans, J. R., & Laskin, R. L. 1994. The relationship marketing process: A conceptualization and application. Industrial Marketing Management, 23(5), 439–452. Gaffar, Vannesa. 2007. CRM dan MPR Hotel (Customer Relationship Management and Marketing Public Relations). Bandung : Alfabeta. Grönroos, C. 1994. From marketing mix to relationship marketing: Towards a paradigm shift in marketing. Management Decision. 32(2), 4–20. Hasan, Ali. 2009. Marketing Edisi Baru. Yogyakarta : MedPress. Herzberg, F. 2003. One more time: How do you motivate employees Harvard Business Review, 81(1), 87–96. Herzberg, F. 2003. One more time: How do you motivate employees. Harvard Business Review, 81(1):8796. Hsieh, M. 2009. A case of managing customer relationship management systems: Empirical insights and lessons learned, International Journal of Information Management, 29 (5):416-419. Hurriyati, Ratih. 2008. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung : Alfabeta. Kotler, P. 2002. When to use CRM and When to forget it! Paper presented
at the Academy of Marketing Science, Sanibel Harbour Resort and Spa, 30 May. Narayandas, D. and Rangan. V.K. 2004. "Building and sustaining buyerseller relationships in mature industrial markets", Journal of Marketing, 68:63-77. Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Payne, A. 2000. Customer relationship management “ . the CRM-forum, available at :www.crm.forum.com Payne, Adrian. 1994. Relationship marketing making the customer counts: Managing Service Quality, 4(6):29–31. Peppers, D. and Rogers, M. 1993. The One to One Future: Building Relationships One Customer at a Time. NY: Doubleday. New York. Peters C, Mazdarani E. 2008. The Impact Of Employee Empowerment On Service Quality And Customer Satisfaction In Service Organizations: A Case Study Of Länsförsäkringar Bank AB [Online] Available: http://www.essays.se/essay/a6a2e82 b5c (may 16, 2012). Reichheld, F. F. 2001. Lead for loyalty. Harvard Business Review, 4, 76–84. Reinartz, W. J. & Kumar, V. 2003. The impact of customer relationship characteristics on profitable lifetime duration. Journal of Marketing, 67 (1):77-99. Ryals, L and Knox, .S 2001. CrossFunctional Issues in the Implementation of Relationship Marketing Through Customer Relationship Management. European Management Journal, 19 (5):534-542. Schubert, P. 2003. Personalizing ecommerce applications in SMEs. Americas Conference on
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
86
Information Systems, 9, 737–750. Srivastava, R. K., Shervani, T. A., and Fahey, L. 1999. Marketing, Business Processes, and Shareholder Value: An Organizationally Embedded View of Marketing Activities and the Discipline of Marketing, Journal of Marketing, 63 (2):168-179. Sugiono, Dr. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan 4. Bandung:CV.Alfabeta. Szeinbach, S. L., Barnes, J. H., & Garner, D. D. 1997. Use of pharmaceutical manufacturers' value-added services to build customer loyalty. Journal of Business Research, 40(3),229–236. Taylor, S.A. and Hunter, G.L. 2002. “The Impact of Loyalty with e-CRM Software and e-Services,” International Journal of Service Industry Management, 13(5): 452474. Thomas, J. S. 2001. A methodology for linking customer acquisition to customer retention. Journal of Marketing Research, 38(2), 262– 268. Vavra, T.G. 1992. After marketing: How to Keep Customers for Life through Relationship Marketing. Homewood. IL: Business OneIrwin. Wilson, T. D. 1995. An integrated model of buyer-seller. Journal of Academy of Marketing Science, 23(4), 335– 345. Wu, Ben., Ji-Tsung . Lin, I-Ju and Yang, Ming-Hsien. 2009. The Impact Of A Customer Profile And Customer Participation On Customer Relationship Management Performance. International Journal of Electronic Business Management, 7 (1):57-69.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
87
PROSPEK PAJAK HOTEL SEBAGAI ASPEK PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN Oleh: Mohammad Herman Djaja Fakultas Ekonomi Universitas Madura
ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini adalah mengukur laju pertumbuhan pajak hotel, mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi pajak hotel serta kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Pamekasan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu laporan realisasi pajak hotel dan realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Pamekasan Tahun 2008-2012. Model analisis yang digunakan yaitu analisis laju pertumbuhan pajak hotel yang didasarkan pada realisasi penerimaan pajak hotel pertahun dan realisasi penerimaan pajak hotel pada tahun sebelumnya. Kemudian perhitungan efektifitas pajak hotel yang didasarkan pada realisasi penerimaan pajak hotel dengan target pajak hotel, efisiensi pajak hotel didasarkan pada biaya pemungutan pajak hotel dan realisasi penerimaan pajak hotel, sedangkan kontribusinya didasarkan pada realisasi pajak hotel dan realisasi pendapatan asli daerah di Kabupaten Pamekasan. Hasil perhitungan laju pertumbuhan pajak hotel selama lima tahun, untuk tahun 2008, 2009, 2010, 2012 tidak berhasil, untuk tahun 2011 berhasil. Efektifitas pajak hotel menunjukkan bahwa realisasi pajak hotel dan target pajak hotel sangat efektif selama lima tahun (2008-2012). Efisiensi pajak hotel menunjukkan bahwa pemungutan pajak hotel dan realisasi pajak hotel sudah efisien selama lima tahun (2008-2012). Serta kontribusi pajak hotel menunjukkan bahwa realisasi pajak hotel dan realisasi pendapatan asli daerah sangat kurang selama lima tahun (2008-2012). Kata kunci : Pajak Hotel, Pendapatan Asli daerah.
PENDAHULUAN. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, sebagai wujud pokok suksesnya penyelenggaraan pembangunan, pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Pada pasal 79 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, dinyatakan bahwa sumbersumber penerimaan daerah dalam rangka pembiyaan di daerah adalah pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Salah satu dari sumber-sumber penerimaan daerah tersebut yang merupakan sumber penerimaan yang dikelola secara langsung di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan asli daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang merupakan suatu sumber penerimaan yang terpenting bagi daerah, oleh karena dari jenis penerimaan ini adalah merupakan salah satu tolok ukur dari
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
88
tingkat kemandirian suatu daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, kelompok pungutan daerah yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah kelompok Retribusi Daerah berupa Pajak Daerah. Pengelolaan pajak hotel oleh badan pengelola keuangan daerah Kabupaten Pamekasan adalah merupakan salah satu jenis pajak yang memberikan kontribusi yang paling besar tetapi pada komponen Pendapatan Asli Daerah setelah pajak potong hewan, akan tetapi setelah diberlakukanya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, pajak potong hewan dihapus sehingga dengan otomatis pajak hotel yang menduduki urutan pertama dalam hal pemasukan Pendapatan Daerah. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana mungukur laju pertumbuhan Pajak Hotel untuk dapat menunjang anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pamekasan? (2) Bagaimana mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan Pajak Hotel yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Pamekasan? (3) Bagaimana menganalisis prospek pemungutan Pajak Hotel dalam rangka peningkatan kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pamekasan? Menurut Marihot (2005:245) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan Pajak Hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang
diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran (Bab II Pasal 3 Undang-Undang No 2 Tahun 2011). Pelayanan sebagaimana dibawah ini : a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata (cottage) motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain : telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi, dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel. c. Fasilitas olahraga sebagai hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain : pusat kebugaran (fitness center), kolam
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
89
d.
renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Bambang (2003:121) menyatakan bahwa yang menjadi dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Menurut Marihot (2005:249) Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh
subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (Bab II Pasal 36 Undang-Undang No 28 Tahun 2009). Secara umum perhitungan Pajak Hotel adalah sesuai dengan rumus berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan pada Hotel Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi : 1. Pajak daerah Pajak Daerah merupakan pungutan pajak menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan, sedangkan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Pajak daerah tingkat II atau pajak Kabupaten/Kota
1.
2.
3.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimilki pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan minimum yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering. Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalh semua jenis pertunjukan, permainan, ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau 90
4.
5.
6.
7.
2.
dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau menguji suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan diselenggarakan dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh pemerintah. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah yang bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat : pelaksanaanya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi persyaratanpersyaratan formil dan materiil, tetapi tetap ada alternatif untuk mau tidak mau membayar, merupakan pungutan yang pada umumnya bersifat budgetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk sesuatu tujuan tetentu, tetapi dalam banyak hal retribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel Menurut Marihot (2005:246) Pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihakyang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini : 1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten/Walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
91
3. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Hotel pada Kabupaten/kota dimaksud. 4.
Objek Pajak Hotel 1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran (Bab II Pasal 3 UU No 2 Tahun 2011). Pelayanan sebagaimana dibawah ini : e. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata (cottage) motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan. f. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain : telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi, dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
Fasilitas olahraga sebagai hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain : pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. h. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. 2. Bukan Objek Pajak Hotel Pada Pajak Hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu : a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren. c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran. d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, dan salon, yang digunakan oleh umum di hotel. e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dan dapat dimanfaatkan oleh umum. 5. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
g.
92
Menurut Marihot (2005: 248) Pada Pajak Hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada Pajak Hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. a. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hotel 1. Dasar Pengenaan Pajak Hotel Menurut Bambang (2003:121) Dasar pengenaan
Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jikapembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Menurut Marihot (2005:249) Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. 2. Tarif Pajak Hotel Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
93
METODE PENELITIAN Data laporan keuangan dalam bentuk Laporan Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Pamekasan, dianalisis untuk mengetahui tentang laju pertumbuhan, efisiensi dan efektivitas serta kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penulis melakukan pengelolaan data sebagai berikut :
1. Menyusun Tabel Analisis Laju Pertumbuhan (growth) penerimaan pajak hotel. Laju pertumbuhan pajak hotel menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam memungut pajak hotel.
2. Menyusun tabel analisis efektivitas dan efisiensi pajak hotel. Efektivitas pajak hotel yaitu perbandingan antara penerimaan pajak hotel dengan
target yang ditetapkan atas dasar potensi ril. Efisiensi yaitu perbandingan antara penerimaan pajak hotel dengan biaya yang dikeluarkan untuk memungutnya.
Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Efektifitas =
X 100% Target Penerimaan Pajak Hotel
3. Menyusun tabel analisis prospek pemungutan pajak hotel dalam rangka peningkatan kontribusi pajak hotel.
Kontribusi pajak hotel adalah sumbangan dari penerimaan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
94
1.
Analisis Laju Pertumbuhan Pajak Hotel Kabupaten Pamekasan tahun 2005-2010 Laju pertumbuhan pajak hotel yaitu kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam memungut pajak hotel. Realisasi Pajak Hotel pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 53.563.300 dengan demikian, Laju Pertumbuhan Pajak Hotel adalah : Rp 53.563.300 - Rp 49.474.130 x100% Rp 49.474.130 = 8,26%. Realisasi pajak hotel pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 67.635.900 dengan demikian, laju pertumbuhan pajak hotel adalah : RP 67.635.900 - Rp 53.563.300 x Rp 53.563.300 100% = 26,27%. Realisasi pajak hotel pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 51.166.400 dengan demikian, laju pertumbuhan pajak hotel adalah Rp 51.166.400 - Rp 67.635.900 x 100% Rp 67.635.900 = -24,35%. Realisasi pajak hotel pada tahun 2009 adalah sebesar RP 90.335.000 dengan demikian, laju pertumbuhan pajak hotel adalah Rp 90.335.000 - Rp 51.166.400 x100% Rp 51.166.400 = 76,55%. Realisasi pajak hotel pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 107.130.300 dengan demikian, laju pertumbuhan pajak hotel adalah : Rp 107.130.300 - Rp 90.335.000 x100 Rp 90.335.000 % Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
= 18,59%. Hasil perhitungan laju pertumbuhan pajak hotel yang diperoleh dari tahun 2006-2010 diketahui bahwa laju pertumbuhan pajak hotel untuk tahun 2006, 2007 ,2008 , 2010 tidak berhasil, untuk tahun 2009 berhasil. Dari data diatas dapat dikatakan (berhasil) disebabkan : a. Banyaknya kunjungan para wisatawan sehingga pertumbuhan hotel meningkat. b. Pesatnya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bupati Pamekasan yang diikuti oleh berbagai macam kabupaten/kota. Dapat dikatakan (tidak berhasil) disebabakan : a. Rendahnya tarif kamar hotel di Pamekasan dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. b. Kurang lengkapnya fasilitas yang dikehendaki oleh penghuni hotel. 2. Analisis Tingkat Efektifitas dan Efisiensi Pajak Hotel Kabupaten Pamekasan Tahun 2006-2010. Efektifitas pajak hotel yaitu perbandingan antara penerimaan pajak hotel dengan target penerimaan pajak hotel. Dari data 2006 dapat diperoleh efektifitas pajak hotel adalah : Rp 53.563.300 x100% Rp 49.000.000 = 109,00%. Efektifitas pajak hotel tahun 2007 adalah : Rp 67.635.900 x 100% Rp 38.900.000 = 174,00%.
95
Efektifitas pajak hotel tahun 2009 adalah : Rp 51.166.400 x 100% Rp 39.400.000 = 130,00%. Efektifitas pajak hotel tahun 2009 adalah : Rp 90.335.000 x 100%. Rp 39.400.000 = 229,28%. Efektifitas pajak hotel tahun 2010 adalah : Rp 107.130.300 x 100% Rp 70.277.000 = 152,44%. Dari semua perhitungan efektifitas pajak hotel yang diperoleh dari tahun 2006-2010 diketahui bahwa efektifitas pajak hotel untuk tahun 20062010 sangat efektif. Dari data diatas dapat dikatakakan sangat efektif dikarenakan yaitu : a. Realisasi penerimaan pajak hotel yang sudah mencapai target. Analisis Tingkat Efisiensi Pajak Hotel Kabupaten Pamekasan tahun 2006-2010. Efisiensi pajak hotel yaitu perbandingan antara penerimaan pajak hotel dengan biaya yang dikeluarkan untuk memungutnya. Dari data diatas,dapat diperoleh bahwa efisiensi pajak hotel pada tahun 2006 adalah Rp 2.142.532 x 100% Rp 53.563.300 = 4%. Efeisiensi pajak hotel pada tahun 2007 adalah :
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
Rp 2.705.436 x 100% Rp 67.635.900 = 4%. Efisiensi pajak hotel pada tahun 2008 adalah : Rp 2.046.656 x 100% Rp 51.166.400 = 4%. Efisiensi pajak hotel pada tahun 2009 adalah : Rp 3.613.400 x 100% 90.335.000 = 4%. Efisiensi pajak hotel pada tahun 2010 adalah : Rp 3.218.310 x 100%. Rp 107.277.000 = 3%. Dari semua perhitungan efisiensi pajak hotel yang diperoleh dari tahun 2006-2010 diketahui bahwa efisiensi pajak hotel untuk tahun 2006-2010 efisien. Dari data diatas dapat dikatakan efisien dikarenakan yaitu : a. Besarnya biaya pemungutan pajak hotel. b. Meningkatnya realisasi pajak hotel selam 4 tahun. 3. Analisis Prospek Pemungutan Pajak Hotel dalam Peningkatan Kontribusi Pajak Hotel Kabupaten Pamekasan Tahun 2006-2010 Kontribusi yaitu sumbangan dari penerimaan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi pajak hotel tahun 2006 adalah : Rp 53.563.300 x 100% Rp 34.421.162.750 = 0,15%.
96
Kontribusi pajak hotel tahun 2007 adalah : Rp 67.635.900 x 100% Rp 33.777.790.921 = 0,20%. Kontribusi pajak hotel tahun 2008 adalah : Rp 51.166.400 x 100% Rp 36.957.779.237 = 0,13%. Kontribusi pajak hotel tahun 2009 adalah : Rp 90.335.000 x 100% Rp 40.220.358.249 = 0,22%. Kontribusi pajak hotel tahun 2010 adalah : Rp 107.130.300 x 100% Rp 49.398.959.062 = 0,21%. Dari semua perhitungan kontribusi pajak hotel yang diperoleh dari tahun 2006-2010 diketahui bahwa kontribusi pajak hotel untuk tahun 20062010 sangat kurang. Dari data diatas dapat dikatakan sangat kurang disebabkan : a. Realisasi penerimaan Pajak Hotel yang masih rendah. Pelayanan Pajak Hotel yang tidak maksimal.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pajak hotel di Pamekasan selam kurun waktu lima tahun yaitu sejak tahun 2008-2012 untuk laju pertumbuhan pajak hotel yang dikatakan berhasil hanya tahun 2011, proporsinya terhadap pendapatan asli daerah untuk
tahun 2008, 2009, 2010, 2012 masih tidak berhasil, walaupun lebih banyak yang tidak berhasil, namun pajak hotel cukup berperan dalam mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Pamekasan. 2. Pajak hotel di Kabupaten Pamekasan untuk tahun 20082012 dinilai sangat efektif karena sudah melebihi dari nilai rata-rata 100%, dan efisien selama lima tahun sebab nilai yang didapat dari realisasi pajak hotel lebih dari target. 3. Kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah dapat dikatakan sangat kurang karena pada tahun 2008-2012 kurang dari 10,00% atau realisasi pajak hotel lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan asli daerah, walaupun demikian secara keseluruhan sudah mencapai target yang sudah ditetapkan. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Daerah serta memperhatikan kesimpulan yang diperoleh maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah mempunyai ketegasan dalam memberikan sanksi ataupun denda bagi wajib pajak maupun pegawai pajak apabila melakukan pelanggaran terhadap pembayaran ataupun penyalahgunaan pajak. 2. Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak hotel pada pencapaian target, diupayakan melaksanakan pengawasan untuk meningkatkan lagi kinerja petugas sehingga pencapaian kontribusinya semakin meningkat, mengingat banyaknya
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
97
perkembangan bisnis hotel di daerah Pamekasan yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. DAFTAR PUSTAKA Bambang, Kesit. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta : Grafindo. Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Salemba Empat. Halim, Abdul. 2008. Manajemen Keuagan Daerah Edisi Revisi. Yogyakarta : Salemba Empat. Kustiawan, Memen. 2005. Pengaruh Faktor Pendorong dan Penghambat Terhadap Peran dan Orientasi Pemerintah Daerah dalam Mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah. Bandung : UPJ. Siahaan, P, Marihot. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : Grafindo. Siregar Baldric, Siregar Bonni. 2000. akuntansi pemerintahan dengan sistem dana. Yogyakarta : YKPN. Siti Eneng Komariah. 2009. Analisis Penerimaan Pajak Hotel dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Bandung : FPEB. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011. Tentang Pajak Daerah. Undang-undag Nomor 28 Tahun 2009. Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah. Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004. Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
PENERAPAN MODEL ALTMAN (Z-SCORE) UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG LISTING DI BEI PERIODE 2010-2012 Oleh: Rosy Aprieza Puspita Zandra Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
98
UNIVERSITAS MADURA
[email protected]
ABSTRAK Tingkat permintaan batubara menurun dan memberi dampak terhadap penurunan harga jual batubara. Sejumlah analis menilai bahwa dalam jangka pendek harga batubara belum menunjukkan tanda-tanda untuk kembali ke peringkat yang lebih baik, dan kondisi ini diramalkan akan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk meramalkan potensi kebangkrutan sebagai tindakan antisipasi dalam menghindari dan mengurangi risiko kebangkrutan perusahaan pertambangan batubara yang listing di BEI pada periode 2010-2012 dengan menggunakan analisis Model Altman (Z-Score). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI dalam sub sektor pertambangan batubara pada periode pengamatan 2010 hingga 2012. Sampel yang digunakan berjumlah 6 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari enam perusahaan, terindikasi sangat berpotensi mengalami kebangkrutan. Satu perusahaan berada dalam kondisi rawan bangkrut, dan dua lainnya berada dalam kondisi sehat. Kata kunci: Z-Score, perusahaan pertambangan batubara, prediksi kebangkrutan PENDAHULUAN Di Indonesia, sektor pertambangan batubara memiliki peran yang penting sebagai salah satu sumber penerimaan negara, sumber energi primer, dan sebagai sumber bahan baku industri. Secara nasional pertambangan batubara bersama-sama dengan tambang mineral menyumbang produk domestik bruto (PDB) sekitar 3% serta memberikan kontribusi besar pada penerimaan negara (www.sohibuliman.net). Masalah sumber energi sedang menjadi fokus utama pemerintah berkaitan dengan naiknya harga minyak bumi. Pada dasarnya, cadangan batubara Indonesia memang jauh lebih besar dibandingkan dengan cadangan minyak bumi maupun gas alam sehingga pemerintah kini mulai melihat batubara sebagai sumber energi alternatif yang murah. Dengan potensi besar ini, ternyata sektor bisnis batubara tidak selalu berada dalam posisi yang aman; tingkat permintaan ekspor dari negara asing serta kondisi perekonomian dunia tentunya juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kestabilan harga batubara di pasar dunia, dan bagi kelangsungan hidup perusahaan. Indonesia dikenal sebagai eksportir batubara terbesar kedua di dunia, setelah Australia, dengan total ekspor 150,38 juta ton pada tahun 2009. Pada periode 2011, harga rata-rata batubara tercatat mencapai level US$ 127,05 per ton. Namun krisis ekonomi yang melanda dunia menyebabkan tingkat permintaan batubara menurun yang pada akhirnya turut memberi dampak terhadap penurunan harga jual batubara. Pada tahun 2012, harga tertinggi batubara adalah US$ 112,87 per ton, sementara pada tahun 2013 harga tertinggi berada pada level US$ 90,09 per ton (http://mobile.kontan.co.id). Turunnya harga jual ini membuat perusahaan-perusahaan batubara menderita kerugian karena harga jual batubara dimungkinkan tidak dapat menutupi biaya operasional perusahaan. Merujuk pada fakta tersebut, sejumlah analis menilai bahwa dalam jangka
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
99
pendek harga batubara belum menunjukkan tanda-tanda untuk kembali ke peringkat yang lebih baik, dan sebagai tambahan, kondisi ini diramalkan akan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Jika harga batubara tidak menunjukkan kenaikan, maka keadaan tersebut akan berpengaruh buruk terhadap kondisi keuangan perusahaan. Sejumlah perusahaan telah mengalami penurunan perolehan laba bersih di periode tahun 2012, diantaranya adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam Persero, PT Bayan Resources, PT Adaro Energy, PT Indo Tambangraya Megah, dan PT Harum Energy. Sedangkan di tahun 2013, BEI melakukan delisting pada beberapa perusahaan dalam sub sektor yang berbeda, termasuk diantaranya adalah PT Cipendawa Tbk (CPDW) yang bergerak pada kategori pertambangan batubara. Kebangkrutan merupakan masalah serius yang harus diwaspadai oleh perusahaan, karena jika perusahaan mengalami ketidakpastian profitabilitas perusahaan atau kesulitan keuangan, besar kemungkinan perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan usaha. Maka dari itu, perusahaan perlu mengadakan analisis untuk meramalkan potensi kebangkrutan perusahaan sebagai tindakan antisipasi dalam menghindari atau mengurangi risiko kebangkrutan yang ada. Kemungkinan kebangkrutan dapat diprediksi dengan mengamati memburuknya rasio keuangan dari tahun ketahun. Untuk menganalisis kebangkrutan perusahaan diperlukan sejumlah prosedur perhitungan melalui laporan keuangan. Riyanto (dalam Sukhemi) menjelaskan bahwa dalam menganalisis rasio keuangan pada dasarnya dapat dilakukan dengan 2 macam perbandingan, yaitu;
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu (rasio historis) dari perusahaan yang sama. Dengan cara perbandingan tersebut akan dapat diketahui perubahan-perubahan dari rasio tersebut dari tahun ketahun. 2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan/ company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/rasio rata-rata/rasio standar) untuk waktu yang sama. Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industri akan dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan dalm aspek keuangan tertentu berada diatas rata-rata industri (above average), berada pada rata-rata (average) atau terletak dibawah rata-rata (below average). Altman mengkombinasikan berbagai rasio keuangan kedalam suatu model untuk memprediksi apakah suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau tidak. Dari mengkombinasikan beberapa rasio keuangan tersebut Altman menghasilkan suatu rumusan yang dapat memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menggunakan Z–Score model. Analisis Z-Score merupakan salah satu analisis dengan menggunakan dua variabel atau lebih secara bersamasama dalam satu persamaan atau bisa disebut juga dengan analisis multivariate. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana memprediksi kebangkrutan perusahaan pertambangan batubara yang listing di BEI pada periode 2010-2012 dengan menggunakan model analisis Altman’s Bankrupcty Prediction Model (Z-Score).
KAJIAN PUSTAKA Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
100
Kebangkrutan Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Pada pasal 1 butir 1 UU No. 37 Tahun 2004 dipaparkan “Kebangkrutan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UndangUndang.” Indikasi yang ditemukan dalam tanda-tanda kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan telah disebutkan oleh Teng (dalam Salatin, Darminto dan Sudjana: 2013), bahwa tanda-tanda paling jelas akan datangnya kegagalan sebuah perusahaan adalah sebagai berikut: a. Profitabilitas yang negatif/menurun. b. Merosotnya posisi pasar. c. Posisi kas yang buruk/negatif/ ketidakmampuan melunasi kewajiban-kewajiban kas. d. Tingginya perputaran karyawan/rendahnya moral. e. Penurunan volume penjualan. f. Penurunan nilai penjualan. g. Ketergantungan terhadap utang. h. Kerugian yang selalu diderita dari operasinya Menurut Surifah (dalam Sukhemi) perusahaan dapat dikatakan bangkrut apabila perusahaan tersebut mengalami kerugian lebih dari 50% modal disetor, tidak membagi deviden selama tiga tahun dan tidak ada transaksi selama enam bulan atau perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi total kewajibannya.
Model Prediksi Altman (Z-Score) Z-Score merupakan suatu persamaan yang dapat memprediksi tingkat kebangkrutan atau tingkat kesehatan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Prediksi kebangkrutan Z-score menggunakan lima common ratio bisnis,dengan sistem pembobotan atau parameter yang dihitung menggunakan persamaan Altman untuk menentukan kemungkinan perusahaan bangkrut. Formula perhitungan Z-Score adalah sebagai berikut Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5 (Harahap, 2008:353)
Keterangan: X1 = Modal Kerja/Total Aktiva X2 = Laba Ditahan/Total Aktiva X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva X4 = Nilai Pasar dari Modal/Nilai Buku Total Hutang X5 = Penjualan/Total Aktiva Dengan kriteria penilaian sebagai berikut: Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan. 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan. Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
101
Adapun variabel keuangan yang digunakan dalam analisis model Altman tersebut, secara rinci diterangkan sebagai berikut (Cahyono): a. X1 (modal kerja terhadap total aktiva) Rasio modal kerja terhadap total aktiva (X1) merupakan rasio aktivitas yang mengukur sejauh mana modal kerja yang ada dapat digunakan untuk membiayai total aktivanya. Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva jangka pendek. Modal didefinisikan sebagai aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Aktiva lancar merupakan aktiva dangan tingkat likuiditas tinggi daripada aktiva lainyang dimiliki perusahaan. Besarnya nilai rasio ini merupakan gambaran seberapa efektif perusahaan menggunakan modal kerja yang tersedia untuk membiayai aktifitas perusahaan dan nilai rasio ini tergantung dari nilai modal kerja dan total aktiva itu sendiri. Semakin besar nilai rasio modal kerja terhadap total aktiva, berarti semakin besar pula dana yang tertanam dalam aktiva lancar. Apabila aktiva lancar lebih kecil dari kewajiaban lancar, maka nilai yang dihasilkan rasio ini akan negatif. Aktiva lancar yang lebih besar dari kewajiban lancar, menunjukkan kepercayaan kepada kreditor pihak perusahaan sehingga kelangsungan opersi perusahaan akan lebih terjamin dengan dana pinjaman dari kreditor. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva yang menyebabkan rasio ini ikut mengalami penurunan. b. X2 (laba ditahan terhadap total aktiva) Pada dasarnya tujuan rasio laba ditahan/total aktiva profitabilitas yang mengukur akumulasi selama laba perusahaan beroprasi, sehingga umur
perusahaan juga berpengaruh pada rasio tersebut. Saldo laba mmerupakan bagian ekuitas yang bermakna perusahaan telah menerima/menahan laba dan tidak membayarkannya kepada pemegang saham selama periode tertentu. Semakin lama perusahaan beroperasi, berarti semakin besar pula kemungkinan untuk memperbesar akumulasilaba ditahan. Laba ditahan merupakan sumber dana modal sendiri. Semakin besar dari hasil rasio ini menunjukan semakin besarnya laba ditahan dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan dana perusahaan dan mengurangi besarnya sumber dana eksternal. Rasio laba ditahan terhadap total aktiva menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan dijamin oleh saldo laba ditahan. c. X3 (laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasikan laba dari aktiva yang digunakan (rasio provitabilitas). Rasio ini dinilai memberikan kontribusi terbesar dari model prediksi kebangkrutan diskriminan Altman. Laba sebelum bunga dan pajak adalah laba operasional perusahaan sebelum dikenakan pajak dan kebijakan keuangan lainnya. Dapat diartikan bahwa rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dari aktiva yang digunakan (earning power). Rasio ini mengukur efektifitas perusahaan dalam mempergunakan seluruh sumber dana (seluruh aset yang dimiliki) dan merupakan hasil pengembalian (sebelum dikurangi bunga dan pajak) terhadap total aktiva. d. X4 (nilai pasar dari modal terhadap nilai buku total hutang)
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
102
Rasio nilai pasar modal saham/nilai menunjukkan efektifitas penggunaan buku utang merupakan rasio seluruh aktiva perusahaan dalam solvabilitas. Modal yang dimasukkan rangka menghasilkan penjualan adalah gabungan dari nilai pasar dari bersih yang dapat dihasilkan oleh modal biasa dan nilai pasar dari setiap Rp1,00 yang diinvestasikan saham preferen. Nilai pasar modal dalam bentuk aktiva perusahaan. sendiri dihitung dengan mengalikan harga saham yang beredar dengan harga penutupan saham. Rasio ini METODE PENELITIAN mengukur kemampuan permodalan Berdasarkan tujuan penelitian, maka perusahaan dalam menanggung penelitian ini merupakan jenis penelitian seluruh beban hutangnya. Rasio ini deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. menambahkan nilai pasar yang tidak Populasi dalam penelitian ini adalah ditentukan oleh studi mengenai seluruh perusahaan go public yang kebangkrutan lainnya dengan alasan terdaftar di BEI dalam sub sektor bahwa nilai pasar ekuitas lebih akurat pertambangan batubara pada periode untuk mengetahui tingkat pengamatan 2010 hingga 2012. Sebagai kesehatan/kinerja perusahaan sampel penelitian, dipilih sebanyak 6 daripada nilai buku ekuitasnya, atau perusahaan setelah mengeliminasi perusahaan mengadalkan goodwill beberapa perusahaan yang tidak dalam menentukan nilai pasar modal memenuhi kriteria yang ditentukan oleh sendiri terhadap nilai buku total peneliti. Kriteria pengambilan sampel kewajiban menunjukkan setiap dalam penelitian ini adalah: Rp1,00 dari total kewajiban a. Perusahaan telah melakukan IPO digunakan untuk membiayai modal sebelum tahun 2010. saham. b. Perusahaan tidak mengalami e. X5 (Penjualan Terhadap Total Aktiva) penghentian sementara perdagangan Total penjualan/total aktiva saham efek (suspensi) pada periode merupakan rasio aktivitas yang 2010 atau sesudahnya. mengukur kemampuan manajemen c. Perusahaan yang diteliti tidak dalam menggunakan aktiva untuk mengganti sektor bisnis pada periode menghasilkan penjualan. Rasio ini yang bersangkutan. mencerminkan seberapa efektif d. Mengeluarkan laporan keuangan perusahaan memanfaatkan seluruh perusahaan. sumber dana yang ada. Hasil dari rasio ini menunjukkan perputaran Berikut adalah 6 perusahaan yang saham menghadapi persaingan. Rasio dijadikan sampel, disajikan dalam tabel penjualan terhadap total aktiva berikut ini. Tabel 1 Daftar Perusahaan No Nama Perusahaan Kode . ADR 1. PT Adaro Energy O BYA 2. PT Bayan Resources N PT Indo Tambangraya 3. ITMG Megah 4. PT Petrosea PTRO Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
103
5.
PT Tambang Batubara Bukit Asam
PTBA
6.
PT Darma Henwa
DEW A
Sumber: Data diolah
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dengan metode dokumentasi, yaitu dengan melihat dan melakukan analisis terhadap laporan keuangan setiap perusahaan yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari website Indonesian Stock Exchange (www.idx.co.id). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini meliputi: 1. Melakukan perhitungan rasio perusahaan sesuai dengan variabelvariabel dalam model yang digunakan (X1, X2, X3, X4, X5). Dalam penelitian ini digunakan metode Altman (Z-Score) yang khusus digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur.
Rumus Model Altman adalah sebagai berikut:
2. Menghitung Z-score perusahaan berdasarkan persamaan model Altman. 3. Mengklasifikasikan kondisi perusahaan sesuai dengan interval yang telah ditentukan. 4. Mengambil kesimpulan mengenai kinerja keuangan perusahaan dan prediksi kebangkrutan dari hasil analisis data yang ada. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada tabel dibawah ini disajikan hasil penerapan model prediksi kebangkrutan dengan model Altman (ZScore) pada perusahaan pertambangan batubara yang terdiri dari enam perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010 sampai tahun 2012, dari tabel tersebut dapat terlihat kondisi perusahaan, apakah perusahaan dalam kondisi yang sehat, rawan bangkrut atau sedang dalam kondisi yang buruk.
Z= 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5
Tabel 2 Hasil Perhitungan Z-Score Z-Score Kode Perusahaan 2010 2011 2012 ADRO 1,5118 1,8593 1,3392 BYAN 2,0624 1,9775 1,4542 ITMG 3,4557 4,5197 4,3527 PTRO 2,4219 1,9016 1,9844 PTBA 4,1779 3,6860 3,4269 DEWA 2,0255 0,0277 0,9082 Sumber: Data diolah
Keterangan: Perusahaan dalam kondisi sehat Terindikasi rawan bangkrut Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
104
Risiko bangkrut sangat tinggi (potensial bangkrut) Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa diantara keenam perusahaan sampel yang diteliti, hanya dua perusahaan yang berada dalam kondisi sehat, yaitu ITMG (PT Indo Tambangraya Megah) dan PTBA (PT Tambang Batubara Bukit Asam) dengan angka Z-Score di atas 2,99 selama tiga tahun berturut-turut. Sementara keempat perusahaan lainnya berada pada klasifikasi rawan dan berpotensi bangkrut. Dalam tabel 2 dapat dilihat bahwa diantara keempat perusahaan yang tersisa, PT Petrosea (PTRO) mempunyai kondisi yang lebih stabil dibandingkan tiga perusahaan lainnya dengan Z-Score 2,4219 pada tahun 2010; 1,9016 pada tahun 2011; dan 1,9844 di tahun 2012. Berdasarkan kriteria penilaian, PTRO masih dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan yang terindikasi rawan bangkrut, meskipun dengan Z-Score yang menurun setiap tahunnya. Besarnya Z-Score PT Adaro Energy (ADRO) pada tahun 2010 hingga 2012 mengalami fluktuasi pada dua score area, dimana perusahaan sejak tahun 2010 telah mengalami kesulitan keuangan dengan ditunjukkan oleh angka perhitungan Z-Score sebesar 1,5118. Di tahun 2011 kondisi keuangan membaik hingga Z-Score dapat berada di grey area (Z-Score 1,8593), akan tetapi seperti dibahas sebelumnya bahwa pada tahun 2012 ADRO mengalami kerugian yang cukup besar, dan hal ini tergambar dalam hasil perhitungan Z-Score yang bahkan lebih rendah dibandingkan dengan angka Z-Score tahun 2010, yaitu 1,3392. Pada tahun 2010 dan 2011 PT Bayan Resources (BYAN) berada pada grey area, dengan 1,81 < Z-Score < 2,99, yaitu pada kelompok perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan,
mempunyai kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya bergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan. Namun pada faktanya, hasil perhitungan Z-Score yang semakin rendah (tahun 2010; 2011;2012 -- Z-Score 2,0624; 1,9775; 1,4542) menunjukkan bahwa pada tahun berikutnya, kondisi perusahaan justru semakin memburuk. Perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai risiko kebangkrutan yang sangat besar adalah PT Darma Henwa (DEWA) dengan Z-Score paling kecil selama 2010 hingga 2012 (Z- Score 2,0255; -0,0277; -0,9082). Berdasarkan data dalam laporan keuangan, diketahui bahwa selama dua tahun berturut-turut (2011 dan 2012) pembayaran beban operasional melebihi angka penjualan pada periode yang bersangkutan sehingga akhirnya perusahaan mengalami kerugian yang besar, yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Jika kerugian terus menerus dialami oleh perusahaan, maka besar kemungkinan bahwa sesuai dengan prediksi, PT Darma Henwa akan mengalami kebangkrutan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan metode Altman (Z-Score) pada perusahaan pertambangan batubara yang listing di BEI periode 2010-2012 diketahui hal-hal berikut; (1) Terdapat dua perusahaan yang selalu berada dalam kondisi sehat, yaitu PT Indo Tambangraya Megah dan PT Tambang Batubara Bukit Asam, yang mempunyai Z-Score relatif stabil selama tahun 2010 hingga 2012 pada rentang nilai di atas 2,99 (2) Satu perusahaan berada pada
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
105
area abu-abu selama tiga tahun berturutturut dengan Z-Score yang menurun setiap tahunnya, yaitu PT Petrosea, Sedangkan nilai Z tiga perusahaan lainnya masih berpotensi mengalami kebangkrutan (3) Potensi kebangkrutan terbesar diprediksi pada PT Darma Henwa, hasil perhitungan menggunakan Model Altman (Z-Score) menunjukkan penurunan batas nilai Z dari rawan kebangkrutan menjadi potensial bangkrut pada periode 2011 hingga 2012 dengan nilai negatif. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, Wijaya Adi. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batubara yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2012 dengan Menggunakan Analisis Model ZScore Altman. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Forddatta, Dityasa dan Barratut Taqiyah. 2013. Badai Menerpa, Emiten Batubara Mencoba Bertahan, (Online), (http://mobile.kontan.co.id).
Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Grafindo Persada. Iman, Mohamad Sohibul. Posisi Strategis dan Realitas Batu Bara Nasional, (Online), (http://www.sohibuliman.net). Safitra, Kertahadi dan Handayani. 2013. Analisis Metode Altman (Z-Score) Sebagai Alat Evaluasi Guna Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi pada Industri Rokok yang Terdaftar di BEI Periode 2007-2011). Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Salatin, Darminto dan Sudjana. 2013. Penerapan Model Altman (ZScore) untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang Terdaftar di BEI Periode 20092011. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Sari, Novita Intan. 2013. 5 Perusahaan Batu Bara yang Alami Penurunan Laba Tahun Lalu, (Online), (http://www.merdeka.com/uang.ht ml). Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004. http://idx.co.id
Makro, Jurnal Manjemen & Kewirausahaan, Volume 1 N0. 15
106