PENGARUH CUTTING SPEED DAN RASIO L/D TERHADAP KESILINDRISAN BENDA KERJA HASIL FINISHING PADA PROSES PEMBUBUTAN TIRUS DIVERGEN DENGAN ALUMINIUM 6061
JURNAL KONSENTRASI TEKNIK PRODUKSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh: WAHYU DWI ANGGORO NIM. 0910623069-62
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2013
PENGARUH RATIO L/D DAN CUTTING SPEED TERHADAP KESILINDRISAN BENDA KERJA HASIL FINISHING PADA PROSES PEMBUBUTAN TIRUS DIVERGEN DENGAN BAHAN ALUMUNIUM 6061 Wahyu Dwi Anggoro, Endi Sutikno, Erwin Sulistyo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail:
[email protected] ABSTRACT Machining Proccess is one of the main processes in the metal manufacturing industry. The quality characteristic of the ideal geometry is considered as an evaluation of the product. Cutting Parameters and the geometry of the workpiece has influence on the results of the process of lathe (turning). In this research was done lathe process using CNC EMCO Turn 242 as machine that which is purposed to know influence of Ratio L/D and Cutting Speed to cylindrical of a workpiece by using aluminium 6061 as material of workpiece. Cutting speed is used 87.92 mm/min, 100.48 mm/min, 113.04 mm/min and 125,6 mm/min with ratio L/D 3.37, 3.87 and 4.37. From this research are obtained data of the cylindrical from the workpiece. From this research are obtained too the value of upper and lower limit control of the cylindrical from each line. On the line one the value of upper control limit = 0.06 mm and the value of lower control limit = 0.02 mm, on the line two the value of upper control limit = 0.11 mm and the value of lower control limit = 0.04 mm, on the line three the value of upper control limit = 0,11 mm and the value of lower control limit = 0.04 mm, on the line four the value of upper control limit = 0.11mm dan the value of lower control limit = 0.04 mm. The lowest of cylindrical value is cutting speed 87.92 mm/min and ratio L/D 3.37 = 0.016 mm. While The highest of cylindrical value is cutting speed 125.6 mm/min dan ratio L/D 4.37 = 0.0576 mm. So the more larger Cutting speed then the value of cylindrical will be increasing and the more larger ratio L/D then the value of cylindrical will be more increase too. Keyword: aluminium 6061,
ratio L/D, cutting speed, cutting force, cylindrical ideal (ukuran/dimensi yang teliti, bentuk yang sempurna, posisi yang tepat, dan permukaan yang sangat halus) tidak mungkin dapat terpenuhi terutama pada hasil produksi yang mempunyai bentuk dengan tingkat kerumitan yang tinggi, karena selama proses pembuatan produk, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan yang tidak dapat dihindari, sehingga terjadinya penyimpangan karakteristik geometri kemungkinan besar akan berpengaruh pada karakteristik fungsional seperti: kekuatan dan perkiraan umur. Pada proses pembubutan terdapat beberapa parameter seperti kecepatan pemakanan, kecepatan pemotongan, kedalaman pemotongan, geometri pahat dan rasio L/D. Semua parameter tersebut berpengaruh pada hasil akhir produk seperti kekasaran permukan dan juga kesilindrisan pada suatu poros. Kualitas hasil produk komponen dapat dicapai
PENDAHULUAN Latar Belakang Proses Pembubutan merupakan salah satu bagian proses utama dalam industri manufaktur logam. Dalam proses pembubutan suatu produk dapat terjadi penyimpangan terhadap karakteristik geometri yang telah ditentukan. Proses pembubutan sendiri tentu dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki karakteristik geometri yang ideal dan waktu produksi yang singkat. Suatu Produk memiliki karakteristik geometri yang ideal apabila produk tersebut memiliki dimensi yang tepat, bentuk yang sempurna serta permukaan yang halus. Karakteristik geometri mempunyai pengaruh yang besar atas karakteristik fungsional, tetapi bukan sebagai ukuran kemampuan mesin. Suatu karakteristik fungsional tertentu direncanakan dengan suatu mesin. Karakteristik geometrik yang 1
2 dengan merubah cutting speed dan ratio L/D yang merupakan parameter di dalam proses permesinan bidang manufaktur. Kemampuan mencapai kesilindrisan pada suatu produk, merupakan tujuan utama pada proses pembubutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan kebulatan benda kerja dengan parameter dasar pada proses pembubutan khususnya pembubutan tirus divergen. Dari beberapa penelitian sebelumnya Anang Nirmadi (2007). "Analisa Pengaruh Kecepatan Potong Tinggi Pada Proses Bubut CNC Dengan Tailstock Terhadap Kesilindrisan Produk", dan B.Budi Mariatanto. (1996). "Pengaruh Kecepatan Pemotongan Dan Gerak Makan Terhadap Penyimpangan Diameter Dan Kebulatan Produk Hasil Permesinan CNC ET 242". Berdasarkan uraian tersebut perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh parameter dasar pada proses pembubutan terhadap kesilindrisan benda kerja pada proses pembubutan tirus divergen, dimana parameter dasar pembubutan yang akan diteliti meliputi pengaruh ratio L/D dan cutting speed terhadap kesilindrisan benda kerja, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ratio L/D dan cutting speed terhadap kesilindrisan benda kerja hasil finishing pada proses pembubutan tirus divergen. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Proses Pemesinan Definisi proses pemesinan adalah proses pembentukan geram (chips) akibat perkakas (tools), yang dipasangkan pada mesin perkakas (machine tools), bergerak relatif terhadap benda kerja (work piece) yang dicekam pada daerah kerja mesin perkakas (Rochim Taufiq, 2007;1). Proses pemesinan termasuk dalam klasifikasi proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong, mengupas, atau memisah. Tergantung pada cara pemotongannya
-
maka seluruh proses pemotongan logam dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok dasar yaitu: -Proses pemesinan dengan mesin las -Proses pemesinan dengan mesin press -Proses pemesinan dengan mesin perkakas -Proses pemesinan non konvensional (Electric Discharge Machining dan sebagainya). Pembubutan Tirus Suatu benda kerja dikatakan tirus apabila terdapat perbedaan dimensi pada kedua ujung sisi pada benda yang memiliki bentuk silindris. Pembubutan tirus (Taper), yaitu proses pembuatan benda kerja berbentuk konis. Pembubutan tirus Divergen adalah proses pembubutan benda kerja berbentuk konis yang dimulai dari diameter terkecil dahulu kemudian diameter terbesar. sedangkan. Pembubutan tirus Konvergen adalah proses pembubutan benda kerja berbentuk konis yang dimulai dari diameter terbesar dahulu kemudian diameter terkecil. Parameter Pemesinan Pada proses bubut terdapat tiga parameter yaitu kecepatan potong (V), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Elemen dasar pada proses bubut dapat diketahui menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan gambar 1 berikut ini.
Gambar 1: Proses bubut Sumber: Rochim, 1993
Benda Kerja do = diameter awal (mm)
3
dm = diameter akhir (mm) lt= panjang pemesinan (mm) Pahat ; kr= sudut potong utama (°) γo = sudut geram (°) Mesin Bubut ; a = kedalaman potong (mm)
Tabel 1 Sifat-sifat fisik aluminium
(1) f = gerak makan (mm/rev) n = putaran poros utama (rpm)
Sumber: tata surdia (1984:134) Tabel 2 Sifat-sifat mekanik aluminium
Kecepatan Speed)
Pemotongan
(Cutting (2)
dengan: = Kecepatan pemotongan (m/min) d = Diameter benda kerja (mm) n = Putaran spindel (rpm)
Kecepatan Gerak Makan (Feed Rate) vf = f . n (mm/min)
(3)
dengan: vf = Kecepatan pemakanan (mm/min) f = Pemakanan (mm) n = Putaran spindel (rpm)
Sumber: tata surdia (1984:134) Toleransi Toleransi adalah perbedaan dua batas ukuran , sehingga ukuran pada benda kerja boleh terletak antara dua batas yang diizinkan. terdapat 3 macam toleransi yaitu toleransi liniear, toleransi sudut dan toleransi geometri.
Kedalaman Pemakanan (Depth Of Cut) (4) dengan : a = kedalaman pemotongan (mm) D = diameter awal (mm) d = diameter akhir (mm)
Aluminium Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi dan hantaran listrik yang baik. Selain untuk peralatan rumah tangga, aluminium dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dsb (Surdia, 1984:129).
Gambar 2: Toleransi Bentuk Sumber : Sato (1999 : 168) Kesilindrisan Kebulatan adalah bentuk melingkar dengan jari-jari yang sama dan berpusat pada satu titik. Suatu benda dapat dikatakan bulat apabila jarak dari semua titik pada keliling benda tersebut terhadap pusatnya (jari-jari) mempunyai panjang yang sama. Kesilindrisan adalah harga kebulatan yang besarnya relativ sama di sepanjang selimut silinder atau pada tiap
4 titik dari diameter awal dan diameter akhir. Kesilindrisan dapat dicari menggunakan persamaan berikut : ERROR = R1 - R2 Sumber : Sato (2008 : 159) dengan : ERROR R1 R2
E = Modulus elastisitas bahan (N/m2) I = Momen inersia (m4) L = Panjang batang (m)
(5)
= Nilai Kesilindrisan = Nilai jari - jari terbesar (mm) = Nilai jari - jari terkecil (mm)
Defleksi Defleksi adalah perubahan bentuk pada jarak pusat kelengkungan batang atau balok terhadap sumbu utama normal batang atau balok akibat adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya defleksi (Munandar, 2011 : 2) yaitu : 1. Kekakuan batang. 2. Besar kecilnya gaya yang diberikan. 3. Jenis tumpuan yang diberikan. 4. Jenis beban yang terjadi pada batang.
Gambar 4 : Defleksi Pada Jenis Tumpuan Engsel Sumber : Diktat Kuliah Mekanika Kekuatan Material Hendri Ariful Ansori = ML (7) dengan : M = Momen (Kg m2) E = Modulus elastisitas bahan (N/m2) I = Momen inersia (m4) L = Panjang batang (m)
Gambar 5 : Defleksi Pada Proses Pembubutan Dengan Menggunakan Tail Stock Gambar 3 : Balok Kantilever dengan Beban P Sumber : William (1999) Jika sebuah balok kantilever diberi beban maka akan terdapat defleksi (a). Untuk mengetahui besarnya defleksi, maka dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut (Timoshenko, 1996 : 144) a = PL3 3EI (6) dengan : P = Beban terpusat (N)
Total = a -
(8)
Pada proses pembubutan dengan menggunakan tail stock benda kerja dicekam pada chuck yang menunjukkan pada proses ini benda mengalami tumpuan jepit dan tumpuan engsel pada tail stock dan dikenai gaya oleh pahat, maka benda kerja pada proses pembubutan juga akan mengalami defleksi. Defleksi yang terjadi pada saat proses pembubutan tersebut berpengaruh pada kekasaran permukaan dan kesilindrisan yang dihasilkan.
5
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Metode penelitian eksperimental yaitu melakukan pengamatan untuk mencari data sebab akibat dalam suatu proses melalui eksperimen sehingga dapat mengetahui pengaruh ratio L/D dan cutting speed terhadap kesilindrisan benda kerja pada proses pembubutan. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas Cutting Speed : 87.92 mm/min, 100.48 mm/min, 113.04 mm/min dan 125.6 mm/min Ratio L/D (mm) : 3.37, 3.87 dan 4.37 2. Variabel terikat Kesilindrisan 3. Variabel kontrol Depth of Cut (a) : 0,5 mm Feeding (f) : 0,05 mm/rev Cutting Fluid : Soluble Oil - Tipe : Martol Soluble 1 00 - Viskositas : 164 Ns/ Dimensi Benda Kerja a. Sebelum pembubutan
Gambar 8 : Panjang Awal Pembubutan Dengan Rasio L/D 4.37 Keterangan : 100 mm : Panjang benda kerja yang akan dibubut. 25 mm : Panjang benda kerja yang dicekam. 10 mm ; 30 mm ; 50 mm : Panjang benda kerja tersisa di luar pencekam. b.
Saat Proses Pembubutan
Gambar 9 : Instalasi Proses Pembubutan Dengan Rasio L/D 3.37
Gambar 10 : Instalasi Proses Pembubutan Dengan Rasio L/D 3.87
Gambar 6 : Panjang Awal Pembubutan Dengan Rasio L/D 3.37 Gambar 11 : Instalasi Proses Pembubutan Dengan Rasio L/D 4.37
Gambar 7 : Panjang Awal Pembubutan Dengan Rasio L/D 3.87
6 c.
Setelah Pembubutan
Tabel 4. Data nilai penyimpangan kesilindrisan pada segmen 1 di baris2. Cutting Speed
87.92
Gambar 12 : Benda Kerja Hasil Proses Pembubutan 100.48
Bahan Penelitian : Material yang digunakan yaitu Aluminium 6061 dengan diameter awal sebelum dilakukan proses pembubutan 38 mm dengan desain yang sama pada setiap spesimen dengan panjang tirus 50 mm dan sudut ketirusan 9º. HASIL dan PEMBAHASAN Untuk mendapatkan data penyimpangan kesilindrisan, dilakukan pengambilan data dan pengukuran menggunakan dial indicator. Pengukuran dilakukan pada 2 segmen yang terdiri dari 4 baris pada setiap spesimen dan setiap diameter awal dan diameter akhir dengan 3 kali pengulangan untuk memberikan tingkat ketelitian data pengukuran yang diperoleh, kemudian diambil rata – rata dari data hasil pengukuran tersebut.
113.04
87.92
100.48
3.87
4.37
15.0108
15.0144
15.0172
15.0102
15.0142
15.0166
15.0108
15.014
15.0266
15.0216
15.0224
15.0236
15.0204
15.0216
15.0236
15.0198
15.0222
15.024
15.024
15.0248
15.0256
15.0238
15.0252
15.0272
15.0236
15.0256
15.026
15.0336
15.0378
15.0464
125.6
15.0346
15.0372
15.0464
15.0314
15.037
15.0398
total
180.2646
180.2964
180.343
113.04
135.2258
135.3442
540.904
20.0312
20.026
20.0264
20.0312
20.0236
20.0276
20.0284
20.034
20.038
20.0392
20.0336
20.0376
20.0384
20.0348
20.0348
20.0376
20.038
20.0388
20.0404
20.038
20.0396
20.04
20.0384
20.0396
20.0396 20.052
20.0496
20.0524
20.04
20.0496
20.05
total
240.4192
240.458
240.48
total
180.2456
180.328
180.3524
180.432 721.358
Tabel 5. Data nilai penyimpangan kesilindrisan pada segmen 2 di baris 3. Cutting Speed
87.92
100.48
total
135.1992
20.0272
20.0496
total
135.1348
20.024
20.0436
125.6
Rasio L/D
4.37
20.0452
Tabel 3. Data nilai penyimpangan kesilindrisan pada segmen 1 di baris1. 3.37
3.87
125.6
113.04
Cutting Speed
Rasio L/D 3.37
Rasio L/D 3.37
3.87
4.37
30.0262
30.027
30.0302
30.0262
30.0274
30.0314
30.0264
30.0266
30.0338
30.0344
30.0352
30.0394
30.0344
30.0352
30.04
30.0342
30.0388
30.0376
30.042
30.0444
30.0488
30.0412
30.044
30.0488
30.0414
30.0448
30.044
30.0488
30.0512
30.0544
30.0488
30.0516
30.0552
30.0468
30.0516
30.0536
360.4508
360.478
360.517
total
270.2552
270.32924
270.3994
270.462 1081.44584
7 Tabel 6. Data nilai penyimpangan kesilindrisan pada segmen 1 di baris1. Cutting Speed
87.92
100.48
113.04
125.6
Rasio L/D 3.37
3.87
4.37
35.0266
35.0302
35.033
35.0266
35.0282
35.034
35.0286
35.0316
35.0316
35.039
35.043
35.0408
35.0402
35.0384
35.0402
35.039
35.0414
35.0436
35.0424
35.0466
35.0476
35.0418
35.0458
35.0474
35.0436
35.0458
35.0514
35.0498
35.0548
35.0576
35.0504
35.0544
35.0576
35.0516
35.054
35.0576
420.4796
420.514
420.542
total
315.2704
yang ditimbulkan oleh pertambahan panjang benda kerja karena peningkatan nilai rasio L/D semakin meningkat dan karena pencekaman benda kerja yang tidak stabil yang menyebakan benda bergeser saat proses pembubutan yang karena semakin meningkatnya cutting speed.
315.3656
315.4124
315.4878 1261.5362
Gambar 13 : Grafik Hubungan Interaksi Antara Cutting Speed dan Rasio L/D Dengan Kesilindrisan Rata- Rata Pada Baris 1 Dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan rata-rata pada segmen 1 di baris 1terlihat bahwa terjadi interaksi antara cutting speed dan rasio L/D terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja pada segmen 1 di baris 1. Semakin besar cutting speed dan rasio L/D, maka penyimpangan kesilindrisan pada permukaan benda kerja segmen 1 di baris 1 akan semakin meningkat. Nilai kesilindrisan terendah didapat pada variasi cutting speed 87,92 mm/min dan rasio L/D 3,37 sebesar 0.016 mm. Sedangkan Nilai kesilindrisan tertinggi didapat pada variasi cutting speed 125,6 mm/min dan rasio L/D 4,37 sebesar 0.0442 mm. Hal ini dikarenakan defleksi
Gambar 14 : Grafik Hubungan Interaksi Antara Cutting Speed dan Rasio L/D Dengan Kesilindrisan Rata- Rata Pada Baris 2 Dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan rata-rata pada segmen 1 di baris 2 terlihat bahwa terjadi interaksi antara cutting speed dan rasio L/D terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja pada segmen 1 di baris 2. Semakin besar cutting speed dan rasio L/D, maka penyimpangan kesilindrisan pada permukaan benda kerja segmen 1 di baris 2 akan semakin meningkat. Terjadi peningkatan nilai kesilindrisan di baris 2 dibanding nilai kesilindrisan di baris1. Hal ini dikarenakan posisi baris2 lebih dekat dengan chuck (pencekaman) sehingga defleksinya lebih besar daripada baris1, yang menyebabkan nilai kesilindrisannya meningkat. Nilai kesilindrisan terendah didapat pada variasi cutting speed 87,92 mm/min dan rasio L/D 3,37 sebesar 0.0245 mm. Sedangkan Nilai kesilindrisan tertinggi didapat pada variasi cutting speed 125,6 mm/min dan rasio L/D 4,37 sebesar 0.0515 mm.
8
Gambar 15: Grafik Hubungan Interaksi Antara Cutting Speed dan Rasio L/D Dengan Kesilindrisan Rata- Rata Pada Baris 3
Gambar 16 : Grafik Hubungan Interaksi Antara Cutting Speed dan Rasio L/D Dengan Kesilindrisan Rata- Rata Pada Baris 4
Dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan rata-rata pada segmen 2 di baris 3 terlihat bahwa tidak terjadi interaksi antara cutting speed dan rasio L/D terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja pada segmen 3 di baris 2. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan ratarata pada segmen 2 di baris 3 yang cenderung sejajar. Semakin besar cutting speed dan rasio L/D, maka penyimpangan kesilindrisan pada permukaan benda kerja segmen 2 di baris 3 akan semakin meningkat namun tidak signifikan dibanding pada segmen 1. Hal ini dikarenakan selisih antara nilai kesilindrisan pada diameter awal (r1) dan diameter akhir (r2) tidak terlalu besar. Terjadi peningkatan nilai kesilindrisan di baris 3 dibanding nilai kesilindrisan pada segmen 1. Hal ini dikarenakan posisi baris 3 lebih dekat dengan chuck (pencekaman) sehingga defleksinya lebih besar daripada segmen 1, yang menyebabkan nilai kesilindrisannya meningkat. Nilai kesilindrisan terendah didapat pada variasi cutting speed 87,92 mm/min dan rasio L/D 3,37 sebesar 0.0263 mm. Sedangkan Nilai kesilindrisan tertinggi didapat pada variasi cutting speed 125,6 mm/min dan rasio L/D 4,37 sebesar 0.0544 mm.
Dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan rata-rata pada segmen 2 di baris 4 terlihat bahwa tidak terjadi interaksi antara cutting speed dan rasio L/D terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja pada segmen 3 di baris 4. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan interaksi antara cutting Speed dan Rasio L/D terhadap kesilindrisan ratarata pada segmen 2 di baris 4 yang cenderung sejajar. Semakin besar cutting speed dan rasio L/D, maka penyimpangan kesilindrisan pada permukaan benda kerja segmen 2 di baris 3 akan semakin meningkat namun tidak signifikan dibanding pada segmen 1. Hal ini dikarenakan selisih antara nilai kesilindrisan pada diameter awal (r1) dan diameter akhir (r2) tidak terlalu besar. Nilai kesilindrisan pada baris 4 memiliki nilai yang paling besar dibandingkan dengan semua baris pada tiap segmennya . Hal ini dikarenakan posisi baris 4 yang paling dekat dengan chuck (pencekaman) sehingga defleksinya lebih besar paling besar dibandingkan dengan semua baris pada tiap segmennya, yang menyebabkan nilai kesilindrisannya meningkat. Nilai kesilindrisan terendah didapat pada variasi cutting speed 87,92 mm/min dan rasio L/D 3,37 sebesar 0.0273 mm. Sedangkan Nilai kesilindrisan tertinggi didapat pada variasi cutting speed 125,6 mm/min dan rasio L/D 4,37 sebesar 0.0576 mm.
9 KESIMPULAN Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Cutting Speed berpengaruh terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja hasil finishing pada proses pembubutan tirus pada Aluminium 6061. Rasio L/D berpengaruh terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja hasil finishing pada proses pembubutan tirus pada Aluminium 6061 Interaksi antara Cutting Speed dan Rasio L/D berpengaruh secara nyata terhadap kesilindrisan permukaan benda kerja hasil finishing pada proses pembubutan tirus pada Aluminium 6061. Pada Cutting Speed yang rendah, yaitu pada variasi cutting speed 87.92 mm/min dan rasio L/D 3.37 sebesar 0.0106 mm . Sedangkan Nilai kesilindrisan tertinggi didapat pada variasi cutting speed 125.6 mm/min dan rasio L/D 4.37 sebesar 0.0576 mm. SARAN Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh cutting speed dan Rasio L/D terhadap gaya yang terjadi selama proses pemotongan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh cutting speed dan Rasio L/D terhadap kekasaran permukaan benda kerja dengan setting nilai parameter pemesinan yang tinggi.
Daftar Pustaka Arizal. 2013. Penagruh kecepatan dan panjang pemotongan terhadap kebulatan poros S45C proses bubut konvesional. Mariatanto, Budi. 1996. Pengaruh kecepatan pemotongan dan gerak makan terhadap penyimpangan dan kebulatan produk hasil pemesinan cnc turn 242. Nirmadi, Anang. 2007. Analisa pengaruh kecepatan potong tinggi pada proses bubut cnc dengan tail stock terhadap kesilindrisan produk. Rilley,William F., Sturges, Leroy D. danMorris, Don H. 1999. Mechanic of Materials,,fifth edition, New York : John Willey & Sons, Inc. Rochim, Taufiq. 2007. Klasifikasi proses, gaya dan daya pemesinan, buku 1, Bandung : ITB. Sato G. Takhesi & H. N. Sugiarto. 1999. Menggambar Mesin Menurut Standar ISO, edisi kedelepan, Jakarta : PT. Parandya Paramita. Siregar, Syofian. 2012. Statistik parametrik untuk penelitian kuantitatif, Jakarta : PT. Bumi Aksara. Sumitomo, 20 Insert D-Type-Positive Catalog. Japan : sumi-tomo site. Tata Surdia, Shinroku Saito, “ Pengetahuan Bahan Teknik “, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1995. Walpole, Ronald. 1992. Pengantar statistika, edisi ketiga, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Widarto, Sentot B., Wijanarka, Sutopo, Paryanto. 2008. Teknik Pemesinan, Jalarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahDirektorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruanDepartemen Pendidikan Nasional. www.sumitomotool.com/upload/katalog/2 011/START.pdf www.stembayocnc.com/files/panduanbelajar-bubut.pdf