JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
i
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 3 No. 1, Oktober 2014 – Maret 2015 Terbit 2 kali setahun pada bulan Oktober dan April. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analisis-kritis dibidang ilmu kesehatan. Susunan Redaksi Jurnal Kesehatan dr. Soebandi No. SK : 878/U.K/X/2013 Pelindung Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember Penasehat Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Penyunting Ketua Khofi Hadidi, S.Kep., Ns. Sekretaris Diana Octania, SH Bendahara Lailil Fatkuriyah, S.Kep., Ns Penelaah Ahli DR. Ah. Yusuf, S.Kp. M.Kes (PPNI Jawa Timur) Penyunting pelaksana Andi Eka Pranata., S.ST Fitria Jannatul Laili, S.Keb., Bd Firdha Novitasari, S.Kep., Ns., M.M Zidni Nuris Yuhbaba, S.Kep., Ns., M.M Dinar Perbawati, S.ST Ai Nurjannah, S.ST Dana dan Usaha Mussia, S.ST Kustin, SKM Marketing Drs. H. M. Fanani Putri Herlidian, S.ST., M.Kes Siti Mudawamah, S.ST Zaida Mauludiyah, S.Keb.Bd Alamat Penyunting : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember, JL. dr. Soebandi No. 99 Jember. Telp (0331) 483536. Fax. (0331) 483536. Email :
[email protected].
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik sesuai dengan format seperti tercantum pada petunjuk dibagian belakang jurnal ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
ii
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 3 No. 1, Oktober 2014 – Maret 2015
DAFTAR ISI ( CONTENT) HALAMAN 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir di Puskesmas Sukorejo. Siti Aisah…………….…………………………………………………........ Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi Pada Siswi Kelas XI Jurusan Akuntansi SMK 1 Pancasila Ambulu Jember Sandi Satria..……........................................................................................... Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Balita Tentang Posyandu di Desa Darsono RT 02 RW 01 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Jember. Dony Setiawan HP………………………………………………………….. Perbedaan Tingkat Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah dilakukan Tindakan Akupressur Pada Penderita Hipertensi Lansia di PSLU Puger Kabupaten Jember. Eko Bagus Santoso…………………………………………………………. Pemenuhan Kebutuhan Tidur Terhadap Tingkat Depresi Lansia di UPT PSLU Bondowoso. Adi Hamsyah Maulana………………………………………………........... Gambaran Faktor Rendahnya Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Stefani Maulidya Restianti….…………………………………………........ Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia/Eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Nabila Istifadah…………..………………………………………………… Hubungan umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta terhadap kajadian abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014 Herlidian Putri.....................................................................................
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
134-139
140-147
148-154
155-161
162-169
170-176
177-184
185-192
iii
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
GAMBARAN KECEMASAN PRIMIPARA DALAM PERAWATAN BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS SUKOREJO Siti Aisah * Moch Wildan** Fitria Jannatul Laili*** *, *** Program DIII Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember ** Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT Anxiety is to gridlock that was not clear and spread, which relate to feeling not certain and not helpless. Many women’s health is worried about her beby, feeling uneasy and guilty that she feels after giving birth to her first child because her own more attention to her beby. To take care of beby was not a difficult but often mother Primipara have concern in fostering baby. According to data collection that will be done at the end of 2012 in the community health center sukorejo Bangsalsari obtained 840 mother giving birth, consisting of 420 mother multipara and mother primipara. In The month of October survey in 2013 mother were obtained from 18 primipara that gave birt to take care of her beby, in both bathe, treat umbilical cord and giving water mother’s milk less true. The aim of the research is to know the picture high anxiety mothers primipara in the care newly born baby in the community Health Center Sukorejo sub-district Bangsalsari Jember Regency. This research is Descritive. The population in this research is mother primipara 1-7 days post in october the mothers 18 primipara. Loding technique a sample total product sampling as many as 18 mother her purifying primipara. Data collection using quistionnaries. Results of research most respondents age of 20-25 of 45 percent, from the factors education most respondents educated junior high school that is 56 percent, and a half- rsondens who does not work ( IRT 50 percent. Most mother 78 percent primipara, anxiety at the time to treat newborn baby. Therefore expected to health workers particularly midwives to improve service obstetric patients at the time that pregnant mother in the gave birth periodid not experience anxiety in fostering newly born baby. Key words : Worry, Primipara, treatment newly born baby PENDAHULUAN Proses persalinan merupakan suatu proses yang alamiah namun membutuhkan banyak tenaga, daya dan upaya dalam setiap tahap. Persalinan dimulai ketika leher rahim (serviks) mulai membuka atau melebar. Uterus berkontraksi dalam jarak waktu teratur, dan perut menjadi keras. Disela-sela JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
kontraksi uterus melemas dan perut melunak. Waktu kelahiran yang tepat cukup sulit untuk diprediksi. Masa prakelahiran disebut “pembukaan”, yaitu saat dimana posisi bayi turun menuju leher rahim. Dalam periode ini, kandung kemih tertekan sehingga frekuensi buang air kecil semakin meningkat. Masa prakelahiran ini berlangsung selama 134
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
beberapa hari atau minggu. Pada masa inilah awal ibu merasakan kecemasan, yang dapat berlanjut hingga pada masa nifas yang sering disebut Depresi Pascapartum (Pratiwi, 2010). Beberapa dampak negatif pada ibu yang terkena kecemasan pascapersalinan, yaitu minat dan ketertarikan ibu pada bayi berkurang dan tidak menunjukan respon yang positif terhadap kehadiran bayi yang baru dilahirkannya. Dalam hal ini, ibu tidak mampu merawat bayinya secara optimal karena ibu merasa tidak berdaya dan kurang percaya diri, sehingga ibu lari dari tanggung jawabnya sendiri. Sedangkan dampak negatif yang dapat terjadi pada bayi, yaitu tumbuh Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir melalui proses kelahiran sampai usia 4 minggu, dengan usia gestasi 38-42 minggu dan mampu menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Pada saat adaptasi tersebut terjadi gangguan-gangguan yang berpotensi menyebabkan kematian dan kesakitan sedangkan perawatan bayi baru lahir meliputi tentang cara menjaga kehangatan bayi (mencegah hipotermi), cara menyusui yang benar, cara mencegah infeksi dan jadwal pemberian imunisasi (Pusdiknakes, 2003,.24). Saifuddin (2006) masa neonatus merupakan masa kristis dari kehidupan bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu persalinan dan 60 % kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir yaitu saat ibu berada pada masa postpartum dini atau early postpartum period. Peran, tugas dan tanggung jawab orang tua dimulai sejak masa kehamilan dan semakin bertambah saat bayi dilahirkan yaitu merawat dan mengasuh bayi. Pada periode awal, orangtua harus mengenali hubungan mereka dengan bayinya, bahwa bayi merupakan pribadi yang belum matang, tidak berdaya dan memiliki sifat tergantung, sehingga perlu perlindungan, perawatan, dan sosialisasi yang ditandai dengan masa pembelajaran JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
yang intensif dan tuntutan untuk mengasuhnya (Bobak, 2005). Who Health Organization (WHO) proporsi kematian bayi baru lahir di dunia sangat tinggi dengan estimasi sebesar 4 juta kematian bayi baru lahir pertahun dan 1,4 juta kematian pada bayi baru lahir pada bulan pertama di Asia tenggara. Hanya sedikit negara di Asia Tenggara yang mempunyai sistem registrasi kelahiran yang baik sehingga tidak diperoleh data yang akurat tentang jumlah kematian bayi baru lahir atau pun kematian pada bulan pertama. Dalam Kenyataannya, penurunan angka kematian bayi baru lahir di setiap negara di Asia Tenggara masih sangat lambat. Perkiraan kematian yang terjadi karena tetanus adalah sekitar 550.000 lebih dari 50 % kematian yang terjadi di Afrika dan Asia Tenggara disebabkan karena Infeksi pada tali pusat pada umumnya menjadi tempat masuk utama bakteri, terutama apabila diberikan sesuatu yang tidak steril (Prawirohardjo, 2008). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka kematian bayi baru lahir sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Sebagian besar penyebab kematian terebut dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat (Depkes, 2007).Bappenas (2004) salah satu penyebab tingginya kematian bayi adalah rendahnya perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Rendahnya perilaku dalam perawatan bayi baru lahir disebabkan kurangnya pengetahuan akan perawatan bayi baru lahir. Hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 menunjukkan adanya kematian bayi sebesar 69 dari 7051 sampel yang disurvey. (Depkes RI, 2008). Dari uraian diatas yang menguraikan begitu pentingnya tentang perawatan bayi baru lahir, berdasarkan kondisi di lapangan masih ada di antara para ibu yang takut dan cemas dalam memberikan 135
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
perawatan bagi bayinya yang baru lahir. Sesuai pendatan yang di lakukan pada tahun 2012 di puskesmas sukorejo bangsalsari di dapatkan 840 orang ibu bersalin, terdiri dari 420 ibu multipara dan ibu primipara. Hasil survey pada bulan Oktober tahun 2013 di dapatkan dari 18 ibu nifas primipara yang melahirkan, dalam merawat bayinya baik memandikan, merawat tali pusat dan memberikan asi kurang benar. Disamping itu peneliti juga melihat bahwa ibu nifas primipara masih tampak kaku dan mempunyai rasa takut untuk memegang dan menggendong bayinya, apalagi memandikan, merawat tali pusat dan memberikan asi. Dengan demikian dapat di pelajari bahwa masih ada para ibu belum mampu memberikan perawatan pada bayi baru lahir. Ketidak mampuan ibu merawat bayi baru lahir normal kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, pekerjaan, peran petugas kesehatan (perawat atau bidan), peran keluarga motivasi dan sosial ekonomi. Pengetahuan ibu nifas primipara dalam merawat bayinya adalah sangat penting karna dengan pengetahuan yang cukup, maka ibu nifas mampu serta berani melakukan perawatan bayinya dengan benar tanpa rasa takut dan kaku. Saat ini belum ditemukan yang pasti tentang penyebab kecemasan ibu pascapersalinan yang cukup berpengaruh terhadap hubungan ibu dan bayi secara intim. Begitu juga terhadap perawatan rutin yang dilakukan ibu pada bayinya. Sensitifitas terhadap perubahan hormonal dianggap hanya sebagai faktor pencetus, sedangkan faktor lainnya hanya karena ibu harus bisa menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai ibu yang bahagia dan percaya diri dalam mengasuh bayinya (Nolan, 2003). Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalamanpengalaman baru seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
bayi. Kecemasan juga merupakan sesuatu yang diperoleh dari belajar ibu pasca bersalin. Hal ini ditunjukkan dengan kesukaran berfikir jernih dan bertindak secara efektif terhadap tuntutan lingkungan. Pengalaman ibu yang baru pertama sekali dalam perawatan bayi baru lahir, sudahlah pasti memiliki tingkat kecemasan yang berat dibandingkan ibu yang telah beberapa kali melahirkan serta telah beberapa kali merawat bayinya dengan sendiri (Ratih Putri Pratiwi, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “ gambaran kecemasan ibu primipara dalam perawatan bayi baru lahir selama post partum di puskesmas sukorejo bangsalsari jember ” sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk manajemen perawatan bayi baru lahir. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan Survey. Rancangan penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. Deskripsi dilakukan secara sistematis dan lebih menekan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena ini disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2009). Populasi penelitian ini adalah semua ibu nifas primipara post partum hari ke 1-7 di Puskesmas Soekorejo Kecamatan Bangsalsari. Tekhnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara nonprobability sampling,dengan metode accidentally.Dengan jumlah sampel 18 orang.
136
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
HASIL A. Data Umum 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan umur di Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013 No 1. 2. 3. 4. 5.
Umur < 20 tahun 20 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun > 35 tahun Jumlah
Jumlah 4 8 4 2 0 18
Presentase (%) 22% 45% 22% 11% 0 100%
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu nifas primipara di Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013. No 1. 2. 3. 4.
Pendidikan SD SMP SLTA Perguruan tinggi / Akademi Jumlah
Jumlah 4 orang 10 orang 4 orang 0 orang 18 orang
Presenttase (%) 22% 56% 22% 0 100 %
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan ibu nifas primipara di Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013. No 1. 2. 3. 4.
Pekerjaan Swasta Wirausaha Petani IRT
Jumlah orang orang orang orang
Presentase 11% 17% 22% 50%
18 orang
100 %
2 3 4 9 Jumlah
B. Data Khusus 1. Gambaran kecemasan ibu primipara dalam perawatan bayi baru lahir. Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan ibu nifas primipara di Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013. No 1. 2. 3.
Kecemasan Kecemasan ringan Kecemasan sedang Kecemasan berat Jumlah
PEMBAHASAN Dari Distribusi Frekuensi Gambaran Kecemasan primipara dalam perawatan bayi baru lahir di Puskesmas Soekorejo Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember. Menunjukkan bahwa sebagain besar responden mengalami JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Jumlah 2 14 2 18 orang
Presentase (%) 11% 78% 11% 100%
kecemasan sedang yaitu sebanyak 14 responden (78%). Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah umur, pendidikan. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 20-25 tahun yaitu 137
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
sebanyak 7 responden (58%). Usia yang di anggap optimal untuk mengambil keputusan adalah usia diatas 20 tahun karena usia kurang dari 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbingan dalam mengambil keputusan atau memilih dan kurangnya pengalaman (Sulaiman, 2005). Dengan demikian responden yang berusia 20-35 tahun merupakan masa dewasa matang, jadi seharusnya responden tidak mengalami kecemasan terhadap perawatan bayi baru lahir. Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa hampir setengah dari responden berpendidikan SMP yaitu sebanyak 10 responden (71%). Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam meningkatkan pengetahuan seseorang tentang sesuatu atau pun sebagian pengalaman hidupnya, notoatmodjo (2003). Disini banyaknya ibu yang berpendidikan sampai SMP di selain di karenakan oleh faktor ekonomi juga dikarenakan oleh budaya sekitar yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena pada akhirnya perempuan tetap akan mengurus rumah tangga. Responden yang berpendidikan lebih tinggi tidak akan mengalami kecemasan pada perawatan bayi baru lahir dari pada responden yang berpendidikan lebih rendah. KESIMPULAN Karakteristik ibu yang mengalami kecemasan Sebagian responden umur 20 – 25 tahun di dapatkan (45%), dari faktor pendidikan sebagian besar responden berpendidikan SMP yaitu (56%). Sebagian besar (78%) ibu nifas primipara mengalami kecemasan pada saat merawat bayi baru lahir. Gambaran kecemasan primipara terhadap perawatan bayi baru lahir di Wilayah Puskesmas Sukorejo Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember didapatkan data bahwa bahwa sebagain besar responden mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 78% responden. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bappenas. 2004. Rencana Stategi Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta .ECG Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : ECG. Depkes Ri. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Depkes. 2007. Profil Kesehatyan Indonesia Tahun 2006. Medan. Farrer Helen. 1999. Keperawatan Maternitas. Jakarta: ECG. Hamilton. 1995. Dasar – dasar Keperawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta: ECG Hana. 2011. Konsep Kecemasan. www.wordpress.com. Diakses tanggal 29 September 2013. Hidayat. 2009. Metode Penelitian Keperawatan & Teknik Analisa Data. Jakarata: Selemba Medika. Keliat, Budi Anna. Dkk. 2011. Konsep Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta. EGC Lowdermilk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : ECG. Luluk A, Zuyina, dkk. 2010. Psikologi Kesehatan. Jogjakarta. Nuha Medika. Mansur,Hera.2009.Psikologi ibu dan anak untuk kebidanan . jakarta: salemba medika Mckenzie.2007. Text Book Of Hematology. USA: William & Walkins. Musbikin. 2005. Panduan Bayi Ibu Hamil Dan Melahirkan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Musbikin. 2006. Kudidik Anakku Dengan Bahagia. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
138
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
Musbikin. 2007.Persiapan Menghadapi Persalinan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Nolan. 2003. Kehamilan Dan Melahirkan. Jakarta: ARCAN. Nursalam. 2009. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika. Pratiwi. 2010. Pengertian Kecemasan, http.//psikologi.or.id./mycontes/u ploads/2013/os/PengertianKecem asanAxiety.P df. ( Diakses pada Tanggal 07 Juli 2013) Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Masa nifas (post partum).www.wordpress.com. Diakses tanggal 27 September 2013. Puadiknakes. 2003. Asuhan Kebidanan Postpartum. Jakarta: Pusdiknakes. Robinson. 2002. Tanya jawab perawatan bayi tahun pertama. Jakarta: ARCA. Rudolf, Abraham. (2006). Buku Ajar Pediatrik. Edisi 20. Jakarta : EGC Saleha. 2009.Asuhan kebidan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika. Sylvia D, Elvira.2006. Depresi Pasca Persalinan. jakarta : FKUI Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC Stuart & Sundeen (1991), Buku saku keperawatan jiwa,buku kedokteran jiwa. Jakarta EGC. Suci. 2007 . Imunisasi bayi 4 bulan pertama. Dibuka pada 29 Juni 2013 dari http://zandecella.wordprees.com/2 007/08/21/imunisasibay4bulanpert ama) Suherni, dkk. 2009. Perawatan masa nifas. Yogyakarta. Fitramaya. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Metodologi Penelitan Kesehatan.: Rineka Cipta, jakarta JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Suririnah.(2009) .Buku pintar kegamilan dan persalinan . jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Varney, Helen. 2008. Buku ajar asuhan kebidanan vol 2.Jakarta Saifudin. 2006. Penyusunan skala psikologis . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.: EGC
139
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI KELAS XI JURUSAN AKUNTANSI SMK I PANCASILA AMBULU JEMBER Sandi Satria.* Kiswati**, Akhmad Efrizal Amrullah*** *, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember ** Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT Adolescence is a period of transition that connects childhood to adulthood, the physical changes seen in young women that is experiencing the menstrual cycle, one of the causes of menstrual cycle disorders are psychological factors such as anxiety, in Indonesia the number of young women who experience anxiety disorder by 20 %. The purpose of this study was to determine the relationship between the level of anxiety with the menstrual cycle. The method used is analytic correlation with cross-sectional design conducted in May 2014, where the population is all class XI student majoring in accounting SMK I Pancasila Ambulu, sampling technique using probability sampling proportionate to the type of random sampling and obtained 110 student population, 78 as a sample. Methods of data collection using questionnaires. The results of this study using the contingency coefficient association test p value = 0.010 (Ho was rejected sig <0.05) means that there is a significant relationship between the level of anxiety with the menstrual cycle and the value of contingency coefficient = 0.308 correlation is weak but definitely means higher levels of anxiety, the more high menstrual cycle disorders. Irregular menstrual cycles is more common in moderate and severe levels of anxiety. It is recommended to treat anxiety, especially in adolescents by means of support or motivation and knowledge of the wider school education, especially for counseling teachers should pay attention to their students with such anxiety can be overcome in order to maintain reproductive health in adolescents. Keywords: Level of anxiety, menstrual cycle. PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun, sedangkan menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, remaja adalah laki-laki dan perempuan yang belum kawin dengan batasan usia meliputi 15-24 tahun (Wijaya, 2009). Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikososialnya. Karena itu sering kali terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap cemas. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, cemas dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku (Semiun, 2006). Remaja tidak saja mengalami perubahan fisik , psikologi tetapi juga sosial, spiritual Perubahan fisik yang tampak dengan bertambahnya hormon 140
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
estrogen dan progesterone , Tanda-tanda awal yaitu tumbuhnya payudara dan rambut pubis. Tubuh tumbuh dengan pesat dan memberi bentuk tubuh wanita. Pubertas mencapai puncak pada awitan menstruasi, periode menstruasi pertama disebut menarche (Proverawati, 2009). Siklus menstruasi merupakan bagian dari proses regular yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulanya untuk kehamilan. Periode pengeluaran darah, dikenal sebagai periode menstruasi (atau mens, atau haid), (Sarwono, 2009). Siklus menstruasi biasanya dimulai pada wanita muda umur 12-15 tahun (menarche) yang terus berlanjut sampai umur 40-50 tahun (menopause) tergantung pada berbagai factor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat badan tubuh relative terhadap tinggi tubuh. Pada umumnya siklus menstruasi berlangsung 28 hari, siklus normal 21-35 hari. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya, dan bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita. Selama siklus menstruasi, ovarium menghasilkan hormone estrogen dan progesteron (Sarwono, 2009). Siklus menstruasi meliputi perubahan siklus didalam endokrin, ovarium, dan uterus. Baik faktor fisiologis individu maupun lingkungan dapat mempengaruhi perubahan siklus ini (Manuaba, 2009). Hipotalamus adalah sumber utama kontrol hipotalamus dan mengatur kelenjer hipofisis anterior melelui jalur hormonal. Sebaliknya, kelanjar hipofisis anterior mengatur ovarium dengan hormon. Akhirnya, ovarium menghasilkan hormon yang mengendalikan perubahan yang terjadi simultan dan selaras. Mood wanita dapat berubah sejalan dengan siklus tersebut karena adanya hubungan yang erat antara hipotalamus dan korteks serebri (Manuaba, 2009). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan siklus JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menstruasi (Sarwono, 2009) adalah: Fungsi hormon terganggu, kelainan sistemik, cemas, kelenjar gondok, hormon prolactin berlebihan, kelainan fisik. Dampak dari gangguan siklus menstruasi seperti: Perdarahan rahim menyimpang, Perdarahan diluar menstruasi. Pada kelainan anatomis terjadi perdarahan diantaranya pada mulut rahim (keganasan, perlukaan, atau polip). Pada badan rahim (mioma uteri [tumor rahim]), pada lapisan dalam rahim keguguran atau penyakit troboblast, keganasan. Sedangkan pada kelainan dapat berupa kehamilan tuba (diluar kandungan) radang saluran telur sampai keganasan tuba (Manuaba, 2009). Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang di tandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan , tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, baik mengalami keretakan pribadian / spliting of personality) , perilaku terganggu tapi masih dalam batas-batas normal. Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik normal atau abnormal mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1, dan diperkirakan antara 2%-4% diantara penduduk suatu saat dalam kehidupan pernah mengalami gangguan cemas (Hawari, 2013). Gejala kecemasan sangat mempengaruhi siklus menstruasi pada wanita, karena pesan sepanjang saraf di dalam otak, tulang belakang dan seluruh tubuh (Sarwono, 2009). Adanya rangsangan stressor psikososial mengakibatkan jaringan neuro di otak ikut serta dalam memberikan sinyal bahaya. Otak dapat secara konstan mengirimi pesan bahwa ada sesuatu yang salah dan memerlukan perhatian segera (Nevid, 2005). Kebanyakan perempuan terutama remaja yang sedang mengalami ketidak-teraturan siklus menstruasi rentan 141
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
sekali terhadap depresi karena situasi tersebut menimbulkan ketidakpastian yang mengakibatkan kecemasan. Rasa khawatir, takut, sedih, cemas dalam dirinya adalah sebagai stressor yang dapat mengakibatkan meningkatnya kecemasan apabila ia tidak dapat mengendalikan kesadaran dan bersifat maladaptif (Hawari, 2013). Berdasarkan data National Institute of Mental Healt (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Di Indonesia jumlah remaja putri yang mengalami gangguan kecemasan sebesar 20% (Putri, 2007). Pada Kabupaten Jember jumlah remaja mengalami gangguan kecemasan setiap tahun meningkat pada tahun 2012 sebesar 20 % dan pada tahun 2013 sebesar 25% terkait masalah pembelajaran disekolah (Dinkes jember, 2013). Data dari Dipuskesmas Ambulu (2013), remaja putri yang mengalami gangguan menstruasi sebesar 30% pada tahun 2013. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Desty Nur Isnaenir mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta mengenai "Hubungan Antara Stress Dengan Pola Menstruasi pada Mahasiswi D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta" diperoleh kesimpulan : Terdapat hubungan positif antara stres dengan pola menstruasi pada mahasiswi D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengenai judul penelitian, subyek penelitian, waktu penelitian, uji statistik penelitian dan instrumen penelitian. Penelitian sebelumnya mengenai stress hubungannya dengan pola menstruasi menggunakan uji spearman rank corelation dengan instrument penelitian DASS 42 yang dimodifikasi. sedangkan penelitian ini meneliti tentang tingkat kecemasan hubungannya dengan siklus JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menstruasi menggunakan uji Koefisien Kontingensi dengan instrumen penelitian HRS-A METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik korelasi, artinya setelah menggambarkan secara keseluruhan kemudian dilakukan analisa dengan pendekatan “Cross Sectional” adalah penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya, tiap subyek penellitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005). HASIL Kegiatan penelitian ini di lakukan SMK I Pancasila Ambulu-Jember dengan menggunakan lembar kuesioner yang diberikan langsung kepada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi pada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember. Responden penelitian ini berjumlah 87 siswi yang diambil secara proposional random sampling dari jumlah populasi sebanyak 110 siswi. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut : 1. Data Umum Responden Data umum responden berisi tentang karakteristik responden yang merupakan hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi, tetapi tidak termasuk dalam variabel penelitian. Variabel yang dimaksud adalah umur siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember 142
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
a. Karakteristik Responden berdasarkan umur Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember Umur Frekuensi Persentase 16 4 4.6% 17 80 92.0% 18 3 3.4% Total
87
100.0%
2. Data Khusus Responden Data khusus responden berisi tentang karakteristik responden yang termasuk dalam variabel penelitian. Karakteristik yang dimaksud meliputi Tingkat Kecemasan, Siklus menstruasi, dan hubungan Tingkat Kecemasan dengan Silkus Menstruasi . a. Tingkat Kecemasan Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase Kecemasan Ringan 6 Siswi 6.9% Kecemasan Sedang 34 Siswi 39.1% Kecemasan Berat 47 Siswi 54.0% Kecemasan Berat Sekali 0 Siswi 0.0% Total 87 Siswi 100%
b. Siklus Mentruasi Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember. Siklus Mentruasi Frekuensi Persentase Teratur 43 siswi 49.4 % Tidak teratur 44 siswi 50.6% Total 87 siswi 100.0%
3. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan Siklus Menstruasi Tabel 5.4. Distribusi hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstuasi pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember. Tingkat Kecemasan Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Cemas berat Sekali Total
6 12 25 0 43
Siklus Menstruasi Teratur Tidak Teratur 0 22 22 0 44
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Persentase 6 (6,9%) 34 (39,1%) 47 (54,0%) 0 (0,0%) 87 (100%)
143
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hubungan tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi. Responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 6 siswi (6,9%) , mengalami siklus menstruasi teratur 6 siswi dan siklus tidak teratur 0 siswi, kecemasan sedang sebanyak 34 siswi (39,1%), mengalami siklus menstruasi teratur 12 siswi dan siklus tidak teratrur 22 siswi, kecemasan berat sebanyak 47 siswi (54,0%), mengalami siklus menstruasi teratur 25 siswi dan siklus tidak teratrur 22 siswi. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Tingkat kecemasan dengan Siklus menstruasi maka dilakukan analisis menggunakan uji asosiasi Koefisien Kontingensi dengan taraf signifikansi (p)<0.05 atau tingkat kepercayaan 95%. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai p = 0,010 (Ho ditolak karena nilai sig <0,05) dan nilai Koefisien Kontingensi = 0,308. Hal ini berarti bahwa ada hubungan secara positif antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi pada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I AmbuluJember. Kriteria hasil nilai koefisien kontingensi dengan kekuatan hubungan rendah/lemah tapi pasti. PEMBAHASAN Tingkat Kecemasan Dari hasil penelitian diperoleh data seperti pada tabel 5.2 tentang tingkat kecemasan siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 6 siswi (6.9%), kecemasan sedang sebanyak 34 siswi (39.1%), kecemasan berat sebanyak 47 siswi (54,0%). Kondisi responden sebagian besar mengalami gangguan kecemasan sedang dan kecemasan berat, dipengaruhi oleh faktor usia remaja sebagai faktor mencari identitas sehingga terjadi perubahan emosional yang tidak stabil, tugas pembelajaran di sekolah dan aktivitas pekerjaan di rumah, merasa tidak mampu menghadapi persoalanpersoalan di dalam kehidupan yang JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
dihadapinya sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan psikologis pada diri remaja yaitu kecemasan . Hal ini sesuai dengan teori managemen kecemasan, ditandai dengan rasa khawatir, takut, sedih, cemas dalam dirinya adalah sebagai stressor yang dapat mengakibatkan meningkatnya kecemasan apabila ia tidak dapat mengendalikan kesadaran dan bersifat maladaptif (Hawari, 2013). Diperlukan tindakan untuk mengatasinya, dengan cara terapi psikososial untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah/kampus, di tempat kerja maupun di lingkungan pergaulan sosialnya. Remaja sebagai masa yang rentan terhadap kecemasan, emosional yang tidak stabil maka dengan melalui pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran dan kedekatan kepada Allah, dzikir dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan positif. Pentingnya peran keluarga pada remaja yang mengalami segala persoalan dengan tugas-tugas nya baik dirumah maupun disekolah untuk memberi dukungan (support), oleh karena itu peran keluarga cukup efektif dalam mengurangi kecemasan, selain itu dengan memberi konseling sehingga kehidupan remaja lebih terarah dan termotivasi untuk lebih baik lagi, konseling dapat dilakukan secara efektif bila ada motivasi dari kedua belah pihak, antara klien (orang yang mendapat konsultasi) dan konselor (orang yang memberikan konsultasi) Kondisi tersebut harus diperhatikan mengenai hal-hal yang menyebabkan kecemasan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai kecemasan dan penanganannya perlu diketahui, dengan harapan dapat teratasi gangguan kecemasan dengan tindakan yang benar, untuk mengatasi kecemasan khususnya 144
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
pada remaja dengan cara mendapat dukungan atau motivasi baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, serta mendapat pengetauhan yang lebih luas dari pendidikan sekolah, khususnya untuk guru konseling harus memperhatikan anak didiknya sehingga dengan demikian gangguan kecemasan pada remaja bisa teratasi. 2. Siklus Menstruasi Berdasarkan tabel 5.3 mengenai siklus menstruasi, sebanyak 43 responden (49.4%), mengalami siklus menstruasi teratur, hal ini bahwa siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur lebih banyak yaitu 44 responden (50.6%). Kondisi ini terjadi pada responden karna kurang memperhatikan asupan mengenai gizi seimbang, kurangnya waktu istirahat sehingga menyebabkan hormon yang dihasilkan oleh tubuh terganggu. Kurangnya perhatian mengenai kecemasan sehingga perempuan mengalami gangguan kecemasan juga dapat mengganggu sistem metabolisme didalam tubuh, bisa saja karena stress/ cemas wanita jadi mulai lelah, berat badan turun drastis, sakit-sakitan, sehingga metabolismenya terganggu. Bila metabolismenya terganggu, siklus menstruasinya pun ikut terganggu. Seorang perempuan khususnya remaja putri sebaiknya lebih memperhatikan siklus menstruasi yang dialami dari periode bulan ke bulan berikutnya, untuk dapat mengetahui teratur dan tidaknya siklus menstruasi, dengan demikian bila mengalami siklus tidak teratur dapat memeriksa keadaan tersebut pada pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut. 3. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi Dari analisis data menggunakan uji asosiasi koefisien kontingensi dengan taraf signifikansi (α) 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%, didapatkan nilai p= JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
0,010 (Ho ditolak nilai sig <0,05) berarti ada hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi dan nilai Koefisien Kontingensi= 0,308 korelasi lemah tapi pasti artinya semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin tinggi gangguan siklus menstruasi pada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember. Kesehatan reproduksi khususnya remaja putri erat kaitannya dengan menstruasi. Dimana tidak setiap remaja mempunyai siklus menstruasi yang teratur, siklus menstruasi yang tidak teratur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagian yaitu usia, asupan gizi dan gangguan psikologis terhadap responden. Dalam pengaruhnya terhadap siklus menstruasi, kecemasan melibatkan system neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. Gangguan pada siklus menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus-hipofisisovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan cemas terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormone dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung 145
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka kecemasan menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Dari yang tadinya siklus menstruasinya normal menjadi oligomenorea atau polimenorea. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejalagejala ini umumnya bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila kecemasan yang ada bisa diatasi, panjang pendeknya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat kecemasan, genetik dan gizi (Wiknjosastro,2005, Octaria,2009). Rata-rata usia responden sekitar 16 – 18 tahun dengan tingkat kecemasan rata-rata pada level kecemasan berat. Jenis aktifitas yang dilakukan oleh responden antara lain mengikuti kegiatan pembelajaran sekolah secara rutin, masalah internal pada dirinya sendiri , mengerjakan tugas-tugas sekolah , ikut dalam organisasi sekolah maupun diluar sekolah , dan mengikuti kursus yang disediakan oleh lembaga sekolah seperti : kursus bahasa jepang , bahasa inggris dan kursus komputer. Oleh itu pengetahuan mengenai kecemasan dan penanganannya perlu diketahui, dengan harapan dapat teratasi gangguan kecemasan dengan tindakan yang benar, untuk mengatasi kecemasan khususnya pada remaja dengan cara mendapat dukungan atau motivasi baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, serta mendapat pengetauhan yang lebih luas dari pendidikan sekolah, khususnya untuk guru bimbingan konseling harus memperhatikan anak didiknya dengan demikian kecemasan bisa teratasi guna menjaga kesehatan reproduksi pada remaja KESIMPULAN 1. Tingkat kecemasan pada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember sebagian besar mengalami kecemasan berat (54,0%). JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
2. Siklus siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember lebih dari separuh sebagian besar mengalami siklus menstruasi tidak teratur (50,6%). 3. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecemasan dengan siklus menstruasi pada siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember kekuatan korelasi lemah tapi pasti dengan kriteria kontingensi = 0.308 artinya semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin tinggi gangguan siklus menstruasi. DAFTAR PUSTAKA Ali, M., & Asrori, M. (2010). Psikologi remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto S. (2010). Proses Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Anonymous. Pelayanan kesehatan perduli remaja (PKPR). (2013) http://www.kesehatananak.depk es.go.id/index.php?option=com_ content&view=article&id=68:pe layanan-kesehatan-peduliremaja-pkpr&catid=39:subdit4&Itemid=82 Diakses tanggal 25 April 2013. Bandiyah, S dan Lukaningsih, Z. (2011). Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Muha Medika Durand V., Barlow D., (2007). Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hidayat A.A., (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medika. Isnaeni, D. N. (2010). Hubungan antara stres dengan pola menstruasi pada mahasiswa D IV kebidanan jalur reguler Unibersitas Sebelas Maret Surakarta. ari http://eprints.uns.ac.id/192/1/165 240109201010581.pdf (Diakses tanggal 25 April) Kurniawan, Deny ., (2008). Kofisien Kontingensi.
146
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
http://inetdeni.wordpress.com (Diakses tanggal 1 Mei 2014) Manuaba I.B.G., (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan. Mahbubah Atik. (2006). Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi pada Wanita Usia 20-29 Tahun di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Skripsi. http://eprints.undip.ac.id (Diakses pada tanggal 25 Maret 2013) Nevid J., Rathus S., Greene B., (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga Nursalam, (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Proverawati. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kandungan Edisi Kedua, Cetakan IV. Jakarta : PT. Yayasan Bina Pustaka. Putri. (2007). “Gangguan Kecemasan”. (Online). (http://www.pikirdongorg./ index.php? option-com, (diakses 28 Maret 2013). Samadi. (2004). Bersahabat dengan Putri Anda. Jakarta: Pustaka Zahra Sarwono sarlito. (2010). Psikoloi remaja: GRAFINDO PERSADA; Jakarta Setiawan, A dan Saryono. (2007). Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Muha Medika. Saryono. (2009). Sindrom Premenstruasi.:NUHA MEDIKA; 2009 Stuart, G W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC. Sugiyono, (2009). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Semiun Y., (2006). Kesehatan Mental 1. Jakarta Kanisius. Wijaya, A (2009). Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.Bersumber darihttp://www.infodokterku.co m. (diakses pada tanggal 1april 2014).
147
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU BALITA DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DESA DARSONO RT 2 RW 1 WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARJASA KABUPATEN JEMBER Dony Setiawan HP*, Zidni Nuris Y**, Firdha Novitasari *** *, **, *** Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRACT Elderly posyandu is an integrated service post for the community elderly in a certain areas that have been agreed, which is driven by the community where they can get health care. The design of this study using a descriptive cross-sectional correlative approach, with variable levels of service satisfaction posyandu elderly and elderly. The population in this study is the elderly who live in the Village I Village Sukorambi Krajan RW Sukorambi Jember District. Lansianya amount is 127 people. The sampling technique used was simple random sampling techniques (simple random sampling). The samples used were as many as 96 elderly people by using simple random sampling technique sampling. Retrieval of data using a questionnaire enclosed with the form of answers to a graduated scale, which is measured at the time of completion of the activity in the elderly posyandu elderly. Based on the analysis of the data processed using spearman rho showed a direct relationship between service satisfaction levels posyandu elderly by the elderly in Hamlet Krajan Work Area Health Center Sukorambi Jember with p-value 0.000. The conclusion of this study is that there is a relationship posyandu elderly with satisfaction levels in elderly Hamlet Village Krajan RW I Sukorambi Work Area Health Center Sukorambi Sukorambi Jember District. Recommendations of this study is posyandu seniors who routinely carried out 1 time a month, can be applied in elderly health care in posyandu elderly. Key words: Elderly Posyandu Services, Elderly, Elderly Satisfaction Levels
PENDAHULUAN Balita adalah anak yang berusia dibawah lima tahun. Masa Balita merupakan usia penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. Pada usia tersebut, pertumbuhan seorang anak sangatlah pesat sehingga memerlukan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi tersebut sangatlah berpengaruh dengan kondisi kesehatan secara berkesinambungan pada masa mendatang (Nursalam,2005:27). Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1990, jumlah balita sebesar 11,3 juta (6,4%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 2000, diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah balita, dan pada tahun 2005, jumlah ini diperkirakan meningkat JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menjadi 18,3 juta (8,5%) (Nugroho, 2008). Secara umum, tingkat kesehatan masyarakat Indonesia terkait erat kaitannya dengan meningkatnya kesejahteraan kesehatan balita. Berdasarkan paparan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah balita yang terus menerus setiap tahunnya membuat tenaga keperawatan berpikir untuk mengatasi kesehatan para balita. Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari program pembangunan secara keseluruhan. Jika dilihat dari kepentingan masyarakat, pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan kegiatan swadaya masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui perbaikan status kesehatan. Jika dilihat dari kepentingan pemerintah, 148
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
maka pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan usaha memperluas jangkauan layanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun swasta dengan peran aktif dari masyarakat sendiri. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan sangat tergantung pada peran aktif masyarakat yang bersangkutan. Dalam rangka menuju masyarakat yang adil dan makmur maka pembangunan dilakukan di segala bidang. Pembangunan di bidang kesehatan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan nasional,khususnya didalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut erat kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai modal dasar pembangunan nasional. Hal ini merupakam suatu upaya yang besar sehingga tidak dapat dilaksanakan hanya oleh pemerintah melaikan perlu peran serta masyarakat. Untuk mempercepat angka penurunan tersebut diperlukan keaktifan peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Posyandu karena Posyandu adalah milik masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan umum. Dimana kegiatan tersebut dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Untuk mewujudkan tujuan posyandu tersebut maka perlu dibarengi dengan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas oleh kader posyandu. Banyak faktor yang mempengaruhi keaktifan kader diantaranya pengetahuan kader tentang posyandu, pengetahuan kader tentang posyandu akan berpengaruh terhadap kemauan dan perilaku kader untuk mengaktifkan kegiatan posyandu, sehingga akan mempengaruhi terlaksananya program kerja posyandu. Perilaku yang didasari pengetahuan akan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Selain pengetahuan kader tentang posyandu, keaktifan kader juga dipengaruhi oleh motivasi baik dari dalam diri kader sendiri ataupun dari pihak luar seperti dukungan yang positif dari berbagai pihak diantaranya kepala desa, tokoh masyarakat setempat, maupun dari petugas kesehatan setempat, fasilitas yang memadai (mengirimkan kader kepelatihan-pelatihan kesehatan, pemberian buku panduan, mengikuti seminar-seminar kesehatan), penghargaan, kepercayaan yang diterima kader dalam memberikan pelayanan kesehatan mempengaruhi aktif tidaknya seorang kader posyandu. Penghargaan bagi kader dengan mengikuti seminarseminar kesehatan dan pelatihan serta pemberian modul-modul panduan kegiatan pelayanan kesehatan. Dengan kegiatan tersebut diharapkan kader mampu dalam memberikan pelayanan kesehatan dan aktif datang disetiap kegiatan posyandu. Berdasarkan penelitian terkait, dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh mahasiswa Program S1 Keperawatan PSIK FK Universitas Sumatra Utara, disitu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pelayanan posyandu balita dengan tingkat kepuasan Ibu Balita. Pelayananan yang diberikan petugas posyandu kepada balita akan memberikan gambaran tentang kepuasan. Kepuasan baik apabila pelayanan yang diterima lebih besar dari harapan. Kepuasan cukup apabila pelayanan yang diterima sama dengan harapan. Kepuasan kurang apabila pelayanan yang diterima lebih kecil/ jauh dari harapan. Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Darsono RT 02 RW 01 bahwa, 26 Ibu Balita mengatakan bahwa sangat membutuhkan sekali adanya pelayanan kesehatan bagi para balita di posyandu balita. Ada 26 ibu balita juga mengatakan bahwa banyak diantara mereka yang 149
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
kesehatan fisiknya terganggu. Berdasarkan paparan di atas maka peneliti mengambil Desa Darsono RT 02 RW 01 sebagai lokasi penelitian, karena Desa Darsono. Jumlah balita yang tercatat dalam daftar anggota posyandu balita di Desa Darsono RT 02 RW 01 dengan jumlah balita 40 orang. Dalam pelaksanaan posyandu bulan Maret, yang datang ke posyandu sejumlah 25 balita. Dari kehadiran balita yang datang ke posyandu balita hanya 25 orang. Berdasarkan paparan diatas peneliti menggambarkan bahwa ada permasalahan terkait dengan perhatian pada balita. Bahwa terdapat 25 balita yang datang dari 40 jumlah balita yang tercatat di Desa Darsono RT 02 RW 01. Posyandu balita ini diaktifkan kembali dan telah berjalan mulai bulan Maret 2011 sampai sekarang. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui seberapa tingkat kepuasan ibu balita tentang pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu balita.
mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antarvariabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variabel yang lain. Sedangkan model pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2009). Pada penelitian yang akan dilakukan, pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik simple random sampling (pengambilan sampel secara acak sederhana). Hakikat dari pengambilan sampel secara acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai responden di Desa Darsono RT 2 RW 1 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Untuk mencari hubungan antara kedua variabel dihitung dengan ”spearman rho” menggunakan program spps for windows dengan derajat kemaknaan α = 0.05
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian korelasional. Penelitian korelasional mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Data Umum Data umum berisi tentang usia ibu balita, tingkat pendidikan, pekerjaan, yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sebagai berikut : a.
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Usia Tabel 5.1 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Usia di Desa Darsono RT 2 RT 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei-Juli 2011 No 1. 2.
b.
Usia (tahun) 20-25 26-35 Total
Jumlah 25 11 36
Persentase (%) 68,75 31,25 100
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
150
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154 Tabel 5.2 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei-Juli 2011 Kriteria Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
c.
Jumlah 20 14 2 0 36
Persen (%) 57,29 26,04 16,67 0 100
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Bekerja/ Tidak Tabel 5.3 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Bekerja/ Tidak Responden di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jemberbulan Mei-Juli 2011 Kriteria Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Jumlah
A.
Jumlah 30 6 36
Persen (%) 72,92 27,08 100
Data Khusus
Data khusus merupakan kelompok data yang terdapat dalam variabel penelitian. Yaitu variabel independen adalah pelayanan posyandu balita dan variabel dependen adalah tingkat kepuasan ibu balita. Variabel-variabel itu Hubungan Pelayanan Posyandu balita Dengan Tingkat Kepuasan ibu balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember serta hubungan antara kedua variabel tersebut. 1. Pelayanan Posyandu Balita Tabel 5.4 Deskripsi Hasil Pelayanan Posyandu Balita Menurut Responden Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011 No. Jumlah Persentase (%) Baik 30 63,8 Cukup 10 21,3 Kurang 7 14,9 Total 47 100
1. Tingkat Kepuasan Balita Tabel 5.5 Deskripsi Hasil Tingkat Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
151
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154 No. Sangat Puas Puas Kurang Puas Total
1.
Jumlah 87 9 0 96
Persentase (%) 90,62 9,38 0 100
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011. Tabel 5.6 Tabel Kontingensi Antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011
Tingkat Kepuasan Balita
Pelayanan Posyandu Balita
Jumlah
Cukup
(%)
Baik
(%)
Puas
2
2,08%
6
6,25%
8
Sangat Puas Total
30 32
31,25%
58 64
60,41%
88 96
PEMBAHASAN Hasil analisis data teknik Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan nilai p ini 0,000 < (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Balita Di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember. Sedangkan untuk hasil perhitungan nilai Rho didapatkan hasil 0,602. Maka jika dihubungkan dengan nilai korelasi menurut Guildford, 1987 dapat diartikan bahwa antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember mempunyai hubungan yang tinggi sekali atau hubungan tidak dapat diabaikan. Setelah melakukan penelitian terhadap Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011 terlihat pada tabel kontingensi (tabel 5.6) yang menunjukkan bahwa dari Pelayanan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Posyandu Balita yang cukup dengan Tingkat Kepuasan Balita yang puas sebanyak 2 responden (2,08%), Pelayanan Posyandu Balita yang baik dengan Tingkat Kepuasan Balita yang puas sebanyak 6 responden (6,25%), Pelayanan Posyandu Balita yang cukup dengan Tingkat Kepuasan Balita yang sangat puas sebanyak 30 responden (31,25%), Pelayanan Posyandu Balita yang baik dengan Tingkat Kepuasan Balita yang sangat puas sebanyak 58 responden (60,41%). Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan harapan dan kinerja (Tjiptono, 2001). Diketahui bahwa ada dua variabel yang menentukan kepuasan pelanggan yaitu expectation dan performance. Dari analisis data teknik Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan nilai p ini 0,000 < (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember, sedangkan untuk 152
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
hasil perhitungan nilai Rho didapatkan hasil 0,602. Maka jika dihubungkan dengan nilai korelasi dapat diartikan bahwa antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember mempunyai hubungan yang kuat atau hubungan tidak dapat diabaikan (Nursalam, 2009). Dari penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa pelayanan posyandu balita yang dilaksanakan dengan baik maka berdampak pada tingkat kepuasan balita yang sangat puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu balita. Dari analisis data teknik Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan nilai p ini 0,000 < (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember, hal ini disebabkan karena hasil daripada pelayanan posyandu balita dengan tingkat kepuasan balita itu adalah sama. Artinya Pelayanan posyandu balita yang baik akan memberikan kepuasan yang sangat puas pada pelanggannya dan itu terbukti di dusun Krajan wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Adapun beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan balita di dusun Krajan wilayah kerja Puskesmas Arjasa, diantaranya adalah umur, pendidikan, bekerja atau tidak, jarak posyandu ke rumah. Variabel inilah yang menyebabkan adanya Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Umur sangat berpengaruh terhadap kriteria untuk dijadikan responden dalam penelitian ini, sehingga sampel yang diambil tepat sasaran untuk dijadikan responden. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap apa yang ditangkap JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
saat mendapatkan pelayanan di posyandu balita, serta kecakapan dalam berkomunikasi dengan petugas posyandu balita. Bekerja atau tidak responden ini juga berpengaruh terhadap adanya hubungan kedua variabel karena jika balita di bekerja maka jelas bahwa balita tersebut memiliki hubungan sosial yang lebih erat dengan orang lain daripada balita yang tidak bekerja yang hanya dirumah. Jarak antara posyandu balita dengan rumah balita sangat penting sekali karena sangat berpengaruh terhadap kedua variabel penelitian ini. Jarak itu menentukan banyak tidaknya balita yang datang ke posyandu balita. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut : 1. Pelayanan posyandu balita di Desa darsono Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember yang terbanyak adalah dalam kategori baik, yaitu 63 responden (65,62%). 2. Tingkat kepuasan ibu balita di Desa darsono Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember yang terbanyak adalah dalam kategori sangat puas, yaitu 87 responden (90,62%). 3. Ada Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Balita di Desa darsonoRW I Desa Arjasa Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC 153
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC MH, Pribadi Zen. 2013. Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal Keperawatan Profesional. Jogakarta: D-Medika Rita Yusnita. 2012. Hubungan Komunikasi Teurapetik Bidan Dengan Kecemasan Ibu Bersalin Di Ruang Kebidanan Dan Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. (Online). (http://www.eprints.undip.ac.id diakses tanggal 1 Mei 2014) Rizky Hardhiyani 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Motivasi Sembuh Pada Pasien Rawat Inap. (Online). (http://journal.unnes.ac.id/sju/ind ex.php/dcp diakses pada tanggal 1 Mei 2014) Rohani & Hingawati Setio. 2013. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT. Citra Aji Pramana Simatupang, Erna Juliana. 2008. Manajemen Pelayanan Kebidanan. Jakarta: EGC Tamsuri, Anas. 2005. Konseling dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Triatmojo. 2007. Mengukur Kepuasan Pelanggan. (Online). (http://www.triatmojo.wordpress. com diakses tanggal 12 April 2014) Wahyudin, Uud. 2009. Membangun Komunikasi Terapeutik. (Online). (http://www.m.kompas.com diakses tanggal 18 Mei 2012)
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
154
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
PERBEDAAN TINGKAT TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN TINDAKAN AKUPRESUR PADA PENDERITA HIPERTENSI LANSIA DI PSLU PUGER KABUPATEN JEMBER Eko Bagus Santoso*, Arif Judi Susilo**, Andi Eka Pranata*** *, *** STIKES dr.Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRACT Problem of hypertension in the elderly is often found to be a major factor for coronary disease. Elderly In Social Institution Puger Jember, there are number of elderly who suffer from hypertension as much as 50%. Penatalaksaan hypertension in the elderly is essential to lower blood pressure by pharmacological therapy and non-pharmacological therapy. One of the non-pharmacological therapy in hypertension by using acupressure. The purpose of the study was to determine differences in the level of blood pressure before and after the act of acupressure in elderly hypertensive patients in PSLU Puger Jember. Preexperimental research design plan design with one group pretest-posttest design. The population in this study as many as 70 people. The sampling technique used is random sampling. According to the experimental sample size Roscoe number of sample members 10 s / d 20, then obtained a sample of 14 people. The results showed that prior to the act of acupressure most respondents have a category of blood pressure levels as much as level 1 (64.3%). Most respondents after acupressure action has a category 1 level of blood pressure levels as much (85.7%). Based on the analysis of matched pairs Wilcoxon test p value = 0.083, p value (<0.05). It can be concluded that Ho accepted levels of blood pressure before and after the action of acupressure are the same. Suggestions for further research should be very familiar with the mechanism of implementation acupressure meridian points are pressed to the right and lead to positive outcomes for the elderly. Keywords: level of blood pressure, acupressure PENDAHULUAN Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai the silent kiler (pembunuh diam-diam) karena penderita tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini karena dapat memicu terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebovaskuler. Hipertensi pada lansia dicirikan dengan hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tetapi tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal, keadaan ini biasanya ditemukan pada orang yang telah berusia 50 tahun ke atas dan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
memastikan hipertensi. (Widyanto & Triwibowo, 2013: 113). Dr Margaret Chan, Direktur Jendral World Health Organization, mengatakan bahwa Setiap tahun tekanan darah tinggi menyumbang kepada kematian hampir 9,4 juta orang. Penyakit hipertensi menjadi penyebab kematian di seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian (Murti, Ismonah dan Wulandari, 2011). Dari 70% penderita hipertensi yang di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia 155
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
(Depkes RI, 2007). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen, di Jawa Timur prevalensi hipertensi didapatkan sebesar 26,2 persen dan di Jember jumlah penderita hipertensi sebanyak 69.000 kasus (RISKESDAS, 2013). Dampak masalah hipertensi pada lanjut usia cenderung kearah penyakit degeneratif. Penyakit jantung iskemik, serebrovaskuler atau penyakit pembuluh darah otak yang menyebabkan kematian urutan pertama, selain penyakit neoplasma dan saluran pernafasan (Nugroho, 2008: 7). Seiring dengan bertambahnya usia juga akan meningkat tekanan darah, apabila seseorang mencapai puncaknya yaitu lansia terjadi pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan (complience) arteri yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah sesuai dengan umur. Selain itu komplikasi yang disebakan oleh hipertensi adalah penyakit jantung koroner, gagal ginjal, stroke dan penyakit pada pembuluh darah. Penatalaksaan hipertensi pada lanjut usia sangatlah penting untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi yang selama ini diberikan di Panti Sosial Lanjut Usia Puger Kabupaten Jember adalah pemberian obat captopril. Efek samping dari pemberian terapi farmakologi adalah pusing, sakit kepala dan lemas. Sedangkan terapi nonfarmakologi yang diberikan adalah senam setiap hari selasa dan jum'at, pengajian setiap hari rabu, dan pemberian teh bunga rosella. Salah satu terapi non farmakologi yang kini sedang di kembangkan adalah dengan akupresur (Hartono, 2012: 3). Akupresur merupakan terapi komplementer untuk menyeimbangkan sistem saraf dan sistem endokrin. Proses akupresur dalam menurunkan tekanan darah yaitu dengan menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, kesemutan, dan perih) pada saat diberikan terapi, apabila sensasi tersebut JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
tercapai maka sirkulasi darah dalam tubuh akan lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin, yaitu hormon sejenis morfin yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk memberikan rasa tenang (Hartono, 2012: 63). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Lanjut Usia Puger Kabupaten Jember, terdapat jumlah lanjut usia sebanyak 140 orang dari total lanjut usia dengan jumlah penderita hipertensi sebanyak 70 orang. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur pada penderita hipertensi lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Puger Kabupaten Jember. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah komparatif dengan pendekatan Pra Experiment Design. menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Dalam desain ini terdapat pretest, sebelum diberi perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di PSLU Puger Kabupaten Jember yang menderita hipertensi, yaitu berjumlah 70 orang. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Probability Sampling. Tehnik Probability Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dengan cara undian (lotre) dari jumlah 70 orang diambil 14 orang sample. Kemuadian responden diberikan perlakuan akupresur selama 10 menit dan diulang selama 6 hari. Setelah itu responden dilakukan post test dengan mengukur tekanan darah nya kembali Alat pengumpulan data untuk tindakan akupresur menggunakan checklist observasi dan untuk tekanan darah menggunakan alat sfigmomanometer merek ABN yang hasilnya ditabulasikan pada lembar observasi. 156
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Uji statisitik yang digunakan adalah uji comparasi dua sampel bepasangan menggunakan uji Wilcoxon Matched
Pairs dengan tingkat kepercayaan 95% (α < 0,05).
HASIL Data Umum Data umum mengenai karakteristik responden meliputi jenis kelamin dan actor herediter hipertensi, Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014 No Jenis Frekuensi Prosentase Kelamin (f) (%) 1 Laki Laki 3 21,4 2 Perempuan 11 78,6 Total 14 100 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Herediter di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014 No Faktor Frekuensi Prosentase Herediter (f) (%) 1 Ya 5 35,7 2 Tidak 9 64,3 Total 14 100
Data Khusus Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Tindakan Akupresur di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014 No Kategori Frekuensi (f) Prosentase (%) 1 Tingkat 1 9 64,3 2 Tingkat 2 4 28,6 3 Tingkat 3 1 7,1 Total 14 100 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014 No Kategori Frekuensi Prosentase (f) (%) 1 Tingkat 1 12 85,7 2 Tingkat 2 1 7,1 3 Tingkat 3 1 7,1 Total 14 100
Perbedaan Kategori Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur Tabel 5.5 Tabel Silang Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur di UPTPSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
157
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Tingkat Tekanan Darah Sebelum Perlakuan Total
Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3
Tingkat Tekanan Sesudah Perlakuan Tingkat Tingkat 2 1 9 0 3 1 0 0
Tingkat 3 0 0 1
9 4 1
12
1
14
1
Darah
Total
Dari hasil hitung manual menggunakan rumus Wilcoxon Matched Pairs didapatkan hasil Z= -1,7320003. Dari hasil uji SPSS menggunakan uji comparasi dua sampel berpasangan yaitu Wilcoxon Matched Pairs dengan nilai α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,083. Berdasarkan nilai p tersebut lebih besar dari α = 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan Ho diterima, yang berarti tidak ada perbedaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur. PEMBAHASAN 1. Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Tindakan Akupresur Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebelum dilakukan tindakan akupresur memiliki kategori tingkat tekanan darah sistolik dan diastolik tingkat 1 sebanyak 9 responden (64,3%). Perubahan struktur jantung dan sistem vaskuler yang terjadi pada lansia mengakibatkan penurunan kemampuan untuk berfungsi secara efisien. katup jantung menjadi lebih tebal dan kaku, jantung dan arteri kehilangan elastisitasnya. Timbunan kalsium dan lemak berkumpul didalam dinding arteri, vena menjadi sangat berkelok-kelok. Meskipun fungsi dipertahankan dalam keadaan normal, tetapi sistem kardiovaskuler berkurang cadangannya, dan kemampuannya dalam merespon stress menurun. Curah jantung saat istirahat (frekuensi jantung x volume sekuncup) menurun sekitar 1 persen per tahun setelah usia 20 tahun. Dalam JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
kondisi stress, baik curah jantung maksimum dan denyut jantung maksimum juga akan berkurang setiap tahun, sehingga perubahan yang terjadi pada sisitem kardiovaskuler ini rentan sekali pada lansia terjadi tekanan darah tinggi (Fatimah, 2010: 4). Tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun dimana lansia mengalami perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah sehingga terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Hipertensi pada lansia juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi diantaranya jenis kelamin dimana laki-laki cenderung mengalami tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita karena laki-laki memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekananan darah. Selain itu, lansia yang mempunyai faktor herediter hipertensi tekanan darahnya lebih tinggi dibandingkan lansia yang tidak mempunyai faktor herediter. Faktor lain yang turut mempengaruhui hipertensi pada lansia yaitu pola makan, obesitas, stress, merokok, kurang olahraga, konsumsi alkohol, konsumsi garam yang berlebih dan kelebihan lemak hal tersebut pula yang menyebabkan lansia mengalami hipertensi. 2. Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur 158
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sesudah dilakukan tindakan akupresur memiliki kategori tingkat tekanan darah sistolik dan diastolik tingkat 1 sebanyak 12 responden (85,7%). Berdasarkan teori bahwa akupresur dapat melancarkan peredaran darah kebagian yang sakit, meningkatkan suplai oksigen dalam darah, meningkatkan fungsi dan kerja sistem peredaran darah dalam tubuh, membersihkan aliran energi yang tersumbat disepanjang meridian, memulihkan ketegangan otot, memulihkan impuls-impuls saraf yang terganggu, mengembalikan keseimbangan kimia atau hormon dalam tubuh, memulihkan kondisi organ maupun bagian tubuh yang mengalami gangguan, menigkatkan aliran energi, sehingga dapat menghilangkan ketegangan mental maupun fisik (Hartati, 2012: 36). Mekanisme akupresur didasarkan pada keseimbangan antara Yin dan Yang serta menganggap meridian sebagai saluran energi, meridian berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi vital. Stimulasi yang dilakukan pada titik-titik tertentu pada akupresur dimaksudkan untuk mengembalikan aliran energi normal pada meridian. Ketika titik akupresur dirangsang dengan tepat maka akan menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, dan kesemutan) maka sirkulasi darah akan lancar. Aktifasi titik tertentu tertentu disepanjang sistem meridian yang di tranmisi melaui serabut saraf besar ke formasi retikularis, thalamus dan sistem limbik akan melepaskan hormon endomorfin (hormon sejenis morfin yang dihasilkan dalam tubuh untuk memberikan rasa tenang) sehingga memilki efek positif dalam tubuh. Sebagai hasil pelepasan hormon endomorfin, tekanan darah menurun dan meningkatkan sirkulasi darah.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur Bedasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa kategori tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur tetap tingkat 1 sebanyak 9 orang, kategori tingkat tekanan darah sebelum dilakukan tindakan akupressur tingkat 2 menjadi turun ke kategori tekanan darah tingkat 1 ketika dilakukan tindakan akupresur sebanyak 3 orang, kategori tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur tetap tingkat 2 sebanyak 1 orang, dan kategori tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur tetap tingkat 3 sebanyak 1 orang. Dari hasil uji SPSS menggunakan uji comparasi dua sampel berpasangan yaitu Wilcoxon Matched Pairs dengan nilai α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,083. Berdasarkan nilai p tersebut lebih besar dari α = 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan Ho diterima, yang berarti tidak ada perbedaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur. Akupesur adalah salah satu bentuk pengobatan Cina yang dalam praktiknya menggunakan jari-jari, jarijari digunakan untuk menekan titik akupresur pada permukaan kulit, serta merangsang kemampuan tubuh secara alami dalam usaha penyembuhan diri sendiri (Hartati, 2012 : 1). Akupresur adalah suatu teknik dengan menggunakan keterampilan tangan untuk melakukan presure melalui titik akupresur yang terdapat dipermukaan tubuh. Teknik ini amat efisien dan relatif cukup aman karena tidak melakukan invasive/melukai kulit tubuh. Teknik dalam terapi ini sama dengan yang digunakan dalam terapi akupuntur tetapi tanpa menggunakan jarum (Hartono, 2012: 3). Berdasarkan teori bahwa akupresur dapat melancarkan peredaran darah kebagian yang sakit, meningkatkan suplai oksigen dalam 159
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
darah, meningkatkan fungsi dan kerja sistem peredaran darah dalam tubuh, membersihkan aliran energi yang tersumbat disepanjang meridian, memulihkan ketegangan otot, memulihkan impuls-impuls saraf yang terganggu, mengembalikan keseimbangan kimia atau hormon dalam tubuh, memulihkan kondisi organ maupun bagian tubuh yang mengalami gangguan, menigkatkan aliran energi, sehingga dapat menghilangkan ketegangan mental maupun fisik (Hartati, 2012: 36). Dari hasil uji SPSS menggunakan uji comparasi dua sampel berpasangan yaitu Wilcoxon Matched Pairs dengan nilai α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,083. Berarti tidak ada perbedaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur. Hal itu dapat disebabkan karena masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat hipertensi pada lansia diantaranya: Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 14 responden sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 11 responden (78,6%). Pria cenderung mengalami tekanan darah yang lebih tingi dibandingkan dengan wanita. Rasio terjadinya hipertensi antara pria dan perempuan sekitar 2,29 mmHg untuk kenaikan tekanan darah sistol dan 3,6 mmHg untuk kenaikan tekanan darah diastol. Laki-laki cenderung memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan perempuan. Tekanan darah pria mulai meningkat ketika usianya berada pada rentang 30-50 tahun. Kecenderungan seseorang perempuan terkena hipertensi terjadi pada saat menopause karena faktor hormonal. Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki faktor herediter yang mempengaruhi hipertensi, yaitu sebanyak 9 responden (64,3%). Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer ternyata memiliki riwayat hipertensi JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
dalam keluarganya. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka risiko terjadinya hipertensi primer 2 kali lipat dibanding dengan orang lain yang tidak mempunyai riwayat hipertensi pada orang tuanya. Faktor genetik yang diduga menyebabkan penurunan risiko terjadinya hipertensi terkait pada kromosom 12p dengan fenotip tubuh pendek disertai brachydactyly dan efek neurovaskuler (Widyanto & Triwibowo, 2013: 116). Hal tersebut yang dapat mempengaruhi kesamaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur karena responden yang saya ambil mayoritas berjenis kelamin perempuan, sehingga pada perempuan lebih sedikit faktor yang dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah. Terdapatnya faktor perancu yang dapat mempengaruhi penurunan tekanan darah pada saat responden diberikan tindakan akupresur yaitu pemberian obat captopril, pembatasan garam, dan pemberian teh bunga rosela yang juga bisa menurunkan tekanan darah. Sehingga hal ini dapat dijadikan penelitian lanjutan terkait tentang hipertensi pada lansia. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tantang perbedaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur pada penderita hipertensi lansia di PSLU Puger Kabupaten Jember dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Tingkat tekanan darah penderita hipertensi sebelum dilakukan akupresur di PSLU Puger Kabupaten Jember tahun 2014 sebagian besar responden sebelum dilakukan tindakan akupresur memiliki kategori tingkat tekanan darah tingkat 1 sebanyak 9 responden (64,3%). 2. Tingkat tekanan darah penderita hipertensi sesudah dilakukan akupresur di PSLU Puger Kabupaten 160
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Jember tahun 2014 sebagian besar responden sesudah dilakukan tindakan akupresur memiliki kategori tingkat tekanan darah tingkat 1 sebanyak 12 responden (85,7%). 3. Tidak ada perbedaan tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan akupresur pada penderita hipertensi lansia di PSLU Puger Kabupaten Jember tahun 2014. Hal ini didapatkan dari nilai p = 0,083. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, Y. (2012). Super Komplit Pengobatan Darah Tinggi. Yogyakarta: Araska. Departemen Kesehatan RI. (2007). Prevalensi Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Gerontik. Jakarta: TIM. Hartati, S. (2012). Dahsyatnya Pijat Akupresur Untuk Sembuhkan 39 Penyakit Ringan dan Ganas. Jakarta: Dunia Sehat. Hartono, R. (2012). Akupresur Untuk Berbagai Penyakit. Yogyakarta: Rapha Publishing Hasan, I. (2004). Analisa Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Herlambang. (2013). Menaklukkan Hipertensi & Diabetes. Jakarta: Tugu Publisher. Notoadmojo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC. RISKESDAS. (2013). Prevalensi Hipertensi di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Santoso & Andar. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Setiawan, A & Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Stanley & Patricia. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA. Tjay & Rahardja. (2008). Obat Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Widyanto & Triwibowo. (2013). Trend Disease "Trend Penyakit Saat Ini". Jakarta: TIM. Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Ahsan. (2006). Pengaruh Akupresur Pada Pergelangan Tangan (Meridian Jantung 7 = Ht 7) Terhadap Penurunan Intensitas Insomnia Pada Lanjut Usia. Malang: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Brawijaya. Didik & Ahmad. (2012). Pengaruh Akupresur Terhadap Berhentinya Diare Pada Anak. Jombang: Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum. Murti, Ismonah, dan Wulandari. (2011). Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi esensial sebelum dan sesudah pemberian relaksasi oto progresif di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang: Stikes Telogorejo. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id /index.php/ilmukeperawatan/article /view/78. Diakses tanggal 12 Maret 2014.
161
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR TERHADAP TINGKAT DEPRESI LANSIA DI UPT PSLU BONDOWOSO Ady Hamsyah Maulana*, Jamhariyah**, Kuhariyadi*** *, *** STIKES dr.Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRAK Di UPT PSLU Bondowoso sebanyak 55,55% memiliki tidur buruk dan 44,44% tidurnya baik. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso. Jenis penelitian korelasional dengan rancangan obsevasional.Sampel penelitian sebanyak 74 lansia menggunakan teknik simpe random sampling dengan maching usia: 1) 60-64; 2) 65-69; 3) 70-74; 4) 75-79; 5) 80-84; 5) 85-89, Dengan kriteria inklusi bersedia menjadi responden dan dapat diukur pemenuhan kebutuhan tidur dan tingkat depresinya. Analisis menggunakan Spearman-rank corellation dengan tingkat kemaknaan α <0,05. Hasil penelitian pemenuhan kebutuhan tidur lansia di UPT PSLU Bondowoso periode Mei-Juni 2014 adalahsebagian besar tidur baik dan buruk masing-masing 30 orang (40,5%), dan sebagian kecil tidur sangat baik sebanyak 3 orang (4,1%). Sebagian besar depresi sedang sebanyak 34 orang (45,9%), dan sebagian kecil tidak depresi dan berat masing-masing sebanyak 4 orang (5,4%). Hasil uji Spearman-rank corellation terdapat hubungan signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso, dengan nilai 0,000 (p<0,05). Saran untuk perawat pelaksana harus menjaga keduanya karena saling berkaitan sehingga dapat menjadi kegiatan preventif dari masalah tersebut. Kata kunci : pemenuhan kebutuhan tidur, tingkat depresi PENDAHULUAN Lansia berisiko mengalami gangguan tidur akibat penuaan. Perubahan pola tidur mencakupketidak teraturan tidur, terbangun dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang (Simson, et all., 1996). Kebutuhan tidur setiap orang berbeda, lansia membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Lansia sering mengeluh terbangun malam hari, memiliki waktu tidur kurang, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et all. 2004). Kebutuhan tidur lansia 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usiasemakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi cukup dengan pola tidur sesuai (Lumbantobing, 2004). Berdasarkan fakta di UPT PSLU Bondowoso, didapatkan lansia memiliki gangguan tidur, lansia tersebut mengungkapkan susah untuk mengawali tidur, sering terbangun saat tidur dan lemas saat terbangun dari tidur. Hal tersebut ditandai dengan mata merah saat melakukan aktivitas, menguap pada pagi hari, dan lansia mengaku lemas saat melakukan aktivitas tersebut. Prevalensi depresi lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan negara di dunia didapat prevalensi rerata depresilansia 162
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
adalah13,5% (Badan Pusat Statistik, 2008). Di Indonesia setiap tahun sekitar 20-50% orang dewasa melaporkan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur serius (Menkokesra, 2010). Prevalensi gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lansia meningkat yaitu 76%. Kelompok lansia lebih mengeluh mengalami sulit tidur sebanyak 40%, sering terbangun malam hari 30% dan sisanya gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lain (Amir, 2007). Di Jawa Timur prevalensi lansia yang mengalami depresi sekitar 15-20% dari 35 juta orang (Darmojo, 2004). Pada pengambilan data awal penelitian di UPT PSLU Bondowoso didapatkan jumlah lansia adalah 90 orang dengan lansia lakilaki sebanyak 35 orang dan lansia perempuan sebanyak 55 orang, 55,55% memiliki pemenuhan tidur buruk dan 44,44% pemenuhan kebutuhan tidur baik. Waktu tidur kurang menyebabkan neurotransmitter terkait patologi depresi, dan pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin rendah, terapi despiran mendukung teori norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Aktifitas dopamine depresi menurun. Hal tersebut tampak pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamine seperti respirin, dan penyakit dengan konsentrasi dopamine menurun seperti parkinson disertai gejala depresi (Kaplan, 2010). Waktu tidur kurang juga dapat mempengaruhi sintesis protein yang berperan memperbaiki sel yang rusak menjadi menurun. Kelelahan, meningkatnya stres, kecemasan serta kurangnya konsentrasi dalam aktivitas sehari–hari adalah akibat yang sering terjadi bila waktu kurang tidur. Tidur malam berlangsung dengan rerata 7 jam, terdiri 2 macam kondisi yaitu REM dan NREM yangbergantian selama 4–6 kali. Seseorang yang kurang cukup menjalani tidur jenis REM maka pada esok harinya menunjukkan kecenderungan untuk hiperaktif, kurang dapat mengendalikan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
diri dan emosinya, nafsu makan bertambah. Tidur NREM yang kurang, akan mengakibatkan esok harinya keadaan fisik menjadi kurang gesit (Potter & Perry, 2005). Menurut Michael Breus dalam Trihendra (2007), ketidak cukupan kualitas dan kuantitas tidur merusak memori dan kemampuan kognitif. Bila ini berlanjut hingga bertahun-tahun, akan berdampak tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, hingga masalah psikologis seperti depresi dan gangguan perasaan lain. Salah satu solusi yang dianjurkan adalah lansia harus melakukan aktivitasnya sesuai jadwal yang telah ditentukan seperti pada pagi harinya lansia harus bangun untuk membersihkan tempat tidur, mandi dan sarapan pagi, dilanjutkan membersihkan area UPT PSLU, siang harinya makan siang dan tidur siang, dan malam harinya harus tidur malam sesuai jam yang telah ditentukan untuk mengurangi terjadinya gangguan aktifitas tidur. METODE PENELITIAN Jenis penelitian menggunakan korelasional dengan rancangan obsevasional yaitu membandingkan pemenuhan kebutuhan tidur pada tingkat depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso. Instrumen pemenuhan kebutuhan tidur menggunakan PSQI yang diadopsi dan dikembangkan dari Buysse, DJ, Reynolds CF, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ. 1989. The Pittsburgh sleep quality index (PSQI): a new instrument for psychiatric research andpractice. Psychiatry Research .Kualitas tidur selama sebulan terakhir diukur menggunakan kuesioner. PSQI) yang telah dimodifikasi terdiri dari 7 pertanyaan. Pertanyaan tersebut dikombinasikan menjadi 7 komponen yaitu kualitas tidur secara subyektif, ketelatenan tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, disfungsional harian, masingmasing komponen memiliki skor 0 sampai dengan 21. Interprestasi akhir dari 163
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
7 komponen pertanyaan adalah dengan menjumlahkan skor dari masing-masing komponen. Menurut Insumar (2009), hasil kuesioner tersebut dapat diinterpretasikan adalah sebagai berikut: 0 (pemenuhan kebutuhan tidur sangat baik); 1–7 (pemenuhan kebutuhan tidur baik); 8–14 (pemenuhan kebutuhan tidur buruk); 15–21 (pemenuhan kebutuhan tidur sangat buruk). Instrumen tingkat depresi menggunakan IDB yang diadopsi dan dikembangkan dari Beck AT, Beck RW: screening depresed patients in family practice (1972). IDB merupakan alat pengukur status mental yang efektif digunakan untuk membedakan jenis depresi yang mempengaruhi suasana hati. Berisikan 20 karakteristik yaitu: alam perasaan, pesimisme, rasa kegagalan, keputusasaan, rasa bersalah, rasa terhukum, kekecewaan terhadap seseorang, kekerasan terhadap diri
sendiri, keinginan menghukum diri sendiri, keinginan untuk menangis, mudah tersinggung, menarik diri, ketidak mampuan membuat keputusan, gambaran tubuh, ganggauan tidur, kelelahan, gangguan selera makan, kehilangan berat badan. IDB berisi tentang 13 gejala dan sikap yang berhubungan dengan depresi. Setelah mengetahui skor total di tentukan tingkatan depresi, dengan penilaian 0-3 dan kriteria: 0–4 (tidak ada gejala depresi); 5–7 (depresi ringan) 8–15 (depresi sedang); ≥16 (depresi berat) (Beck, 1972 dalam Nursalam, 2013). Analisis data penelitian menggunakan uji SPSS dengan Spearman-rank corellation dengan tingkat kemaknaan α <0,05. Uji ini digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso.
HASIL PENELITIAN 1. Usia Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Penyakit Fisik, Lingkungan, Kelelahan, dan Asupan Makanan di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014 No Usia (tahun) Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 60-64 21 28,38 2 65-69 20 27,03 3 70-74 18 24,32 4 75-79 10 13,51 5 80-84 3 4,05 6 85-89 2 2,70 Total 74 100 No Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 Laki-laki 33 44,6 2 Perempuan 41 55,4 Total 74 100 No Penyakit Fisik Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 Memiliki 7 9,5 2 Tidak 67 90,5 Total 74 100 No Lingkungan Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 Bising 19 25,7 2 Tidak Bising 55 74,3 Total 74 100 No Kelelahan Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 Ya 37 50 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
164
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169 2 No 1 2
2.
Tidak Total Asupan Makanan Baik Buruk Total
3 30 30 11 74
4,1 40,5 40,5 14,9 100
Identifikasi Tingkat Depresi Lansia Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014 Tingkat Depresi Lansia Tidak Depresi Ringan Sedang Berat Total
4.
50 100 Persentase(%) 100 0 100
Identifikasi Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014 Pemenuhan Kebutuhan TidurFrekuensi (orang)Persentase(%) Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Total
3.
37 74 Frekuensi (orang) 74 0 74
Frequency 4 32 34 4 74
Percent 5,4 43,2 45,9 5,4 100
Analisis Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Terhadap Tingkat Depresi di UPT PSLU Bondowoso 2014 Tabel 5.4 Hasil Uji Statistik Pemenuhan Kebutuhan Tidur terhadap Tingkat Depresi Lansia Tingkat Depresi Spearman’s Pemenuhan rho Kebutuhan 0,000 Sig. (2Tidur tailed)
Di dapatkan nilai uji Spearman-rank corellation yaitu 0,000 (p<0,05). Maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia. PEMBAHASAN 1. Pemenuhan Kebutuhan Tidur Dari penelitian Armi, dkk. prevalensi insomnia pada lansia di kecamatan Mergangsan Yogyakarta tahun 2004 sebesar 44,26%. Berdasarkan penelitian lansia yang memiliki JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
pemenuhan kebutuhan tidur baik dan buruk masing-masing sebanyak 30 orang (40,5%), dan sangat baik sebanyak 3 orang (4,1%). Lansia berisiko mengalami gangguan tidur akibat penuaan. Perubahan pola tidur mencakup ketidak teraturan tidur, terbangun dini hari, dan 165
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
peningkatan jumlah tidur siang (Simson, et all., 1996). Kebutuhan tidur setiap orang berbeda, lansia membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Jumlah tidur tidak berubah sesuai bertambah usia. Akan tetapi kualitas tidur menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Lansia sering mengeluh terbangun malam hari, memiliki waktu tidur kurang, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et all., 2004). Sehubungan dengan nilai pemenuhan kebutuhan tidur, lebih dari 50% sesuai dengan teori lansia mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur tersebut. Hasil penelitian bahwa lansia yang mengalami kelelahan dalam beraktifitas sebanyak 37 orang (50%), Seseorang yang kelelahan menengah (moderate) biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Suatu kelelahan meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan yang berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut juga dapat membuktikan lansia di UPT PSLU Bondowoso dipengaruhi oleh kelelahan. 2. Tingkat Depresi Dari penelitian Armi, dkk. depresi pada lansia di kecamatan Mergangsan Yogyakarta berjumlah 36,1%. Berdasarkan penelitian di UPT PSLU Bondowoso lansia bahwa sebagian besar lansia memiliki tingkat depresi sedang sebanyak 34 orang (45,9%), dan sebagian kecil lansia tidak depresi dan depresi berat masing-masing sebanyak 4 orang (5,4%). Penyebab depresi adalah faktor biologi, genetik dan psikologis. Ketiga faktor tersebut salah satunya dapat menyebabkan neurotransmitter yang terkait dengan patologi depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah, pada JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu aktivitas dopamine pada depresi adalah menurun. Penelitian genetik dan keluarga menunjukan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat diperkirakan 2-3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Menurut Freud dalam teori psikodinamika, penyebab depresi adalah kehilangan obyek yang dicintai (Kaplan, 2010). Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Sehubungan dengan nilai tingkat depresi didapatkan lebih dari 90% mengalami depresi, sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa lansia pada umumnya memang mengalami depresi yang disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi depresi itu sendiri. Berdasarkan penelitian di Yogyakarta, dari 61 responden 19 orang (31,1%) adalah laki-laki dan 42 orang (68,9%) perempuan. Pada responden laki-laki 5 orang (8,2%) mengalami depresi, 14 orang (22,9%) tidak depresi, 5 orang (8,2%) mengalami insomnia dan 14 orang (22,9%) tidak insomnia. Pada responden perempuan 17 orang (27,9%) mengalami depresi, 25 orang (41%) tidak depresi, 5 orang (8,2%) mengalami insomnia dan 22 orang (22,9%) tidak insomnia. Karena sebagian besar lansia di UPT PLSU Bondowoso adalah perempuan sebanyak 41 orang (55,4%), maka tingkat depresi yang terjadi disana cukup besar hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smet (2004) dalam Utami (2008) menjelaskan bahwa wanita mempunyai resiko depresi dua kali lebih besar dibanding dengan pria, sehingga depresi yang terjadi di UPT PSLU Bondowoso juga di pengaruhi dengan jenis kelamin. 3. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Tidur terhadap Tingkat Depresi 166
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Dari penelitian Armi, dkk. depresi pada lansia di kecamatan Mergangsan Yogyakarta depresi pada lansia di kecamatan Mergangsan Yogyakarta berjumlah 36,1% dan prevalensi insomnia sebesar 44,26%. Terdapat hubungan antara terjadinya depresi pada lansia terhadap insomnia. Berdasarkan uji Spearman-rank corellation yaitu 0,000 (p<0,05). Maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia. Menurut Kryger et all. (2004) lansia sering mengeluh terbangun malam hari, memiliki waktu tidur kurang, dan mengambil tidur siang lebih banyak sesuai dengan hasil penelitian lansia yang memiliki pemenuhan kebutuhan tidur baik dan buruk masing-masing sebanyak 30 orang (40,5%), dan sangat baik sebanyak 3 orang (4,1%), dan sesuai pila dengan teori Michael Breus dalam Trihendra (2007), ketidak cukupan kualitas dan kuantitas tidur yang berlanjut hingga bertahun-tahun, akan menimbulkan masalah psikologis seperti depresi. Berdasarkan penelitian lansia bahwa sebagian besar lansia memiliki tingkat depresi sedang sebanyak 34 orang (45,9%), dan sebagian kecil lansia tidak depresi dan depresi berat masing-masing sebanyak 4 orang (5,4%), ada teori yang mengatakan bahwa stres emosional dapat mengakibatkan orang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Lansia dan juga individu yang lain yang mengalami masalah depresi, sering juga mengalami perlambatan untuk jatuh tidur (Potter & Perry, 2005). Selain depresi kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat menggangu tidur. Stres emosional dapat mengakibatkan orang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Lansia dan juga individu yang lain yang mengalami masalah depresi, sering juga mengalami perlambatan untuk jatuh tidur (Potter & Perry, 2005). Karena sebagian besar lansia di UPT PLSU JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Bondowoso adalah perempuan sebanyak 41 orang (55,4%), maka tingkat depresi yang terjadi disana cukup besar hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smet (2004) dalam Utami (2008) menjelaskan bahwa wanita mempunyai resiko depresi dua kali lebih besar dibanding dengan pria sehingga di UPT PSLU Bondowoso sebagian besar lansia mengalami depresi. Dari beberapa fakta dan teori di atas hasil penelitian sesuai dengan teori yang ada bahwa terdapat hubungan yang signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia.
DAFTAR PUSTAKA Amir, H. 2007.Gangguan Tidur pada Lanut Usia, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. Armi, dkk. 2004. Hubungan Antara Insomnia Dan Depresi Pada Lanjut Usia Di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Mitrothemaks.files. wordpress.com/2012/07hubungan -antara-insomnia-dan-depresipada-lanjut-usia-di-kecamatanmergangsan-ygyakarta.pdf.di akses 2 april 2014. Badan Pusat Statistik. 2008.prevalensi rerata depresi lansia di dunia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. http://www.depsoso.go.id/module s.php/name=news&file.di akses 26 Maret 2014. Beck, A.T.& Beck, R.W. 1972.screening depresed patients in family practice. New York: Guil Ford Press. Buysse, D.J., Reynolds, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., Kupfer, D.J. 1989. The PittsburghSleep Quality Index (PSQI): a newinstrument for psychiatric research andpractice. Psychiatry
167
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Research. Pittsburgh: Psychiatry Res. Darmojo, R.B., 2004. Pola Penyakit dalam Keluhan Golongan Penyakit padaUsia Lanjut agar Tetap Sehat dan Berkualitas.Semarang: FK Undip. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Jakarta: Depkes RI. Departemen Sosial Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang Kesejahteraan No. 13. Jakarta: Depsos RI. Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia. Jakarta: CV. Trans Info Media. Hawari, D. 2013. Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hidayat, A. 2008.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika. Insumar, PR. 2009.Pengaruh Aroma Therapy Lavender terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia Di Wilayah Kupang Praupan RW VII Kelurahan Dr. Soetomo Kecamatan Tegalsari. Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan UNAIR. Tidak dipublikasikan. Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A. 2010.Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid Satu. Editor: Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Angkara. Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A. 2010.Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid Dua. Editor: Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Angkara. Karni, A. 1994. Dependence on REM sleep overnight improvment ofperceptual skil science.New York: Guil Ford Press.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Khair, Y. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasienpre Operasi yang Pertama Kali Dirawat Inap Di Ruang Bedah RSUP Dr. Djamil Padang. Skripsi. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. KNEPK-Depkes RI. 2004. Pedoman Nasional Etika Penelitian Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. Kryger,M., Monjan, A., Bliwise, D. & Ancoli, S. 2004. Bridging the Gap between Science and Cilinical Practice Geriatrics.New York: Mc Graw-Hill. Lumbatobing. 2004. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mahadika, J. 2013. Hubungan Keteraturan Mengikuti Senam Lansia dan Kebutuhan Tidur Lansia di UPT PSLU Pasuruan Di Babat Lamongan .Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. journal.unair.ac.id/filerPDF/Jefry %20M.doc. diakses12 Mei 2014. Mandasari. 2006. Hubungan tingkat Depresi dengan Dukungan Sosial di Sumatera Utara. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.www.repository.usu.ac.id.di akses 26 Maret 2014. Maryam, R., Ekasari, S., Fatma, M., Jubaedi, R., Irawan, A. 2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika. Menkokesra.2010. Lansia Masa Kini dan Masa Mendatang.Jakarta: Menkokesra http:// www.menkokesra.go.id/_pdf.i&id .di akses 26 Maret 2014. Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2014.Gerontik dan Geriatric. Jakarta: EGC. 168
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Papalia, D.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D. 2005.Human Development. 10thed. New York: Mc Graw-Hill. Pieter, H.&Lubis, N. 2010. Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Potter, A. & Perry G. 2005.Buku ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan praktik edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC. Potter, A. & Perry G. 2005.Buku ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan praktik edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC. Samiun. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Muha Medika. Saryono.2010.Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta:Muha Medika. Setiati, S. 2006. Pedoman Praktik Perawatan Kesehatan untuk Pengasuh Orang Usia Lanjut. Jakarta: FKUI. Simson, T., et all. 1996. Patiens Perceptions of Enviromental factor distrub sleep. Soedjono, C. 2009. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri. Jakarta: FKUI. Sugiono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&G. Bandung: Alfabeta. Trihendra, A. 2007. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Panti Bina Daksa Bahagia. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Utami, R. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Balai Pustaka
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
169
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
GAMBARAN FAKTOR RENDAHNYA KONSUMSI TABLET FE IBU HAMIL TRIMESTER III DI DESA KRANJINGAN KECAMATAN SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER
Stefani Maulidya Restianti*, Sutrisno** Fitria Jannatul Laili*** *, *** STIKES dr. Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRAK Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia. Di Jawa Timur diperkirakan Ibu hamil yang anemia sebanyak 37,6%. Di Jember dari 55% ibu hamil yang mengidap anemia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu hamil trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester III berjumlah 59 besar sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang dengan teknik sampling yang digunakan adalah Purposive sampling. Data dianalis menggunakan komputer dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar pendidikan ibu hamil trimester III adalah SMP 23 (62.2%), melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali 15 (40.5%), dan tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori cukup yaitu 22 (59.5%). Faktor penyebab rendahnya konsumsi tablet fe pada ibu hamil trimester III disebabkan karena pendidikan yang rendah, frekuensi pemeriksaan yang kurang dan pengetahuan yang cukup tentang tablet fe. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa kecenderungan rendahnya konsumsi tablet fe karena pendidikan, frekuensi pemeriksaan kehamilan dan pengetahuan. Sehingga perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi kepada petugas kesehatan atau media cetak dan elektronik, serta meningkatkan pemeriksaan kehamilan. Kata kunci : Faktor Konsumsi Tablet Fe PENDAHULUAN Salah satu ciri negara yang sedang berkembang adalah masalah kesehatan yang masih rendah. Di negara Indonesia rendahnya kesehatan ditandai dengan masih tingginya angka kematian pada ibu. Berdasarkan hasil survei demogafi dan kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 terdapat kenaikan angka kematian ibu (AKI) yang cukup drastis dari 228 per 100 ribu kelahiran menjadi 359 per 100 ribu kelahiran. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Menurut WHO, 40% kematian Ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Winkjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Kebanyakan anemia dalam kehamilan 170
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia tahun 2010 adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia (Sunita, 2011). Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%) (Riskesdas, 2013). Di Negara maju kematian Ibu hamil karena anemia mencapai 40%, sedangkan di Indonesia angka kejadian anemia mencapai 63,5%. Sementara di Jawa Timur diperkirakan Ibu hamil yang anemia sebanyak 37,6%. Bahkan dari 55% ibu hamil yang mengidap anemia, 22% dari kelahiran bayi hidup adalah bayi berat lebih rendah (BBLR) di Jember. Tingginya anemia yang menimpa ibu hamil memberikan dampak negatif terhadap janin yang di kandung dari ibu dalam kehamilan, persalinan maupun nifas yang di antaranya akan lahir janin dengan berat badan lahir rendah (BBLR), partus premature, abortus, pendarahan post partum, partus lama dan syok. Selain itu anemia juga dapat mengakibatkan ketuban pecah dini. BBLR sendiri adalah bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2500 gram. Sedangkan bagi hasil konsepsi akan mengakibatkan kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan, dan lain lain (Sarwono, 2003). Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immatur atau prematur), gangguan proses persalinan (atonia, partus lama, perdarahan), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi, stress, dan produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian periinatal, dll) (Yeyeh, 2010).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Suplementasi tablet besi merupakan salah satu cara yang bermanfaat dalam mengatasi anemia. Di Indonesia, suplementasi besi sudah lama diberikan secara rutin pada Ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu, menggunakan tablet yang mengandung 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Afnita, 2004). Pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia karena defisiensi besi. Kebutuhan zat besi pada saat kehamilan meningkat. Beberapa literatur mengatakan kebutuhan zat besi meningkat dua kali lipat dari kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume darah meningkat 50%, sehingga perlu lebih banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Selain itu, pertumbuhan janin dan plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat besi. Dalam keadaan tidak hamil, kebutuhan zat besi biasanya dapat dipenuhi dari menu makanan sehat dan seimbang. Tetapi dalam keadaan hamil, suplai zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga dibutuhkan suplemen berupa tablet besi (Depkes RI, 2009). Namun dalam kenyataanya tidak semua ibu hamil yang mendapat tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini disebabkan karena faktor ketidaktahuan akan pentingnya mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilannya (Herlina, 2007). Kebutuhan tablet fe ibu hamil selama kehamilan minimal 90 tablet. Setiap tablet Fe mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 1.25 mg (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan 171
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Kabupaten Jember Puskesmas Gladak Pakem merupakan salah satu daerah dengan tingkat konsumsi Tablet Fe paling rendah hanya mencapai 59.30% atau sekitar 475 dari 801 jumlah ibu hamil. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti pada 11 ibu hamil trimester III pada bulan Juli 2014 diperoleh hasil bahwa 63.6% ibu tidak tuntas dalam mengkonsumsi tablet fe, dan 36.4% tuntas. Ketuntasan ibu hamil trimester III dalam mengkonsumsi tablet fe dikarenakan mengetahui mengenai manfaat tablet fe bagi kehamilan. Sementara ibu yang tidak tuntas dalam mengkonsumsi tablet fe disebabkan karena beberapa alasan seperti rasanya yang tidak enak, cenderung tidak mengetahui manfaatnya, menganggap tablet fe tidak penting bagi kehamilan dan sebagainya. Karena masalah anemia pada anemia pada ibu hamil merupakan masalah penting yang erat hubungannya dengan masalah mortalitas maternal, maka dianggap penting untuk dilakukannya suatu identifikasi mengenai gambaran faktor rendahnya konsumsi
tablet fe ibu hamil trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu hamil trimester III di desa Kranjingan kabuptaen Jember. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III pada bulan tanggal 29 Juli 2014 di Desa Kranjingan Kabupaten Jember yang dilakukan pada tiga Posyandu berjumlah 37 orang. Sampel penelitian dalam penelitian ini dengan kriteria inklusi sebagai berikut Ibu hamil trimester III, mengisi kuesioner dengan lengkap, domisili di Desa Keranjingan, bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani informed consent. Teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2008) sampling jenuh adalah pengambilan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi.
HASIL Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui persentase dari masing data penelitian. Adapun data yang tersaji adalah pendidikan ibu hamil trimester III, pemeriksaan kehamilan ibu hamil trimester III, dan pengetahuan ibu hamil trimester III. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pendidikan ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 1 SD 4 10.8 2 SMP 23 62.2 3 SMA 9 24.3 4 Perguruan Tinggi 1 2.7 Jumlah 37 100 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember No Pemeriksaan kehamilan Frekuensi Prosentase (%) 1 1 kali 7 18.9 2 2 kali 15 40.5 3 3 kali 8 21.6 4 4 kali 5 13.5 5 > 4 kali 2 5.4 Jumlah 37 100 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
172
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember No Pengetahuan Frekuensi Prosentase (%) 1 Baik 8 21.6 2 Cukup 22 59.5 3 Kurang 7 18.9 Jumlah 37 100 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagain besar pendidikan ibu ibu Hamil trimester III adalah 24-30 Tahun 23 (62.2%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh ibu berada pada kategori dasar atau rendah. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi – potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku itu sebetulnya adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh individu, baik yang bisa dilihat oleh orang lain maupun tidak. Sementara pendidikan merupakan kegiatan pemberian informasi dari orang lain. Sementara itu Sofa (2008) menyatakan bahwa pada dasarnya perilaku masing-masing individu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor personal dan situasional. Faktor personal terdiri dari faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sarana kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat adalah pendidikan. Pendidikan seorang individu sangat mempengaruhi perilakunya di masyarakat, khususnya dalam memanfaatkan sarana kesehatan Pendidikan menunjukkan jumlah informasi yang diperoleh seseorang. Pendidikan memiliki andil besar membentuk perilaku seseorang karena didalam pendidikan baik formal ataupun JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
informal terdapat sejumlah informasi. Informasi ini akan menjadi dasar bagi ibu dasar berperilaku, artinya perilaku seseorang akan ditentukan dengan informasi yang dimilikinya. Jika ibu mengetahui tentang pentingnya konsumsi tablet fe maka memungkinkan ibu akan bertindak atau berperilaku sesuai dengan informasi yang diperoleh Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagain ibu hamil trimester III melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali 15 (40.5%). Hal ini menjelaskan bahwa kunjungan yang dilakukan ibu kurang dari standart yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan yaitu 4x selama kehamilan. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ibu merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan atau asuhan pemeriksaan kehamilan. Hasil penelitian ini sesuai dnegan pendapat Notoatmodjo, (2003:58). Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku. Menurut Lawrence Green, faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku ada 3 yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya : pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan nilai. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung adalah ketersediaan sarana-sarana kesehatan, dan yang terakhir yang termasuk faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. 173
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat juga sebaliknya yaitu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau di posyandu. Ibu hamil tersebut harus sering dikunjungi jika terdapat masalah, dan ia hendaknya disarankan untuk menemui petugas kesehatan bilamana ia merasakan tandatanda bahaya atau jika ia khawatir. Semakin sering frekuensi pemeriksaan kehamilan yang dilakukan ibu memungkinkan akan semakin banyak informasi berkaitan dengan masalah kehamilan yang dihadapi ibu. Keadaan tersebut akan memotivasi ibu dalam berperilaku sesuai dengan informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan kehamilan. Ibu yang mengetahui bahwa dirinya diindikasikan anemia, maka ibu akan memiliki kecenderungan untuk berupaya mengkonsumsi makanan yang dapat mengurangi anemia. Informasi yang diperoleh ibu selama melakukan pemeriksaan kehamilan akan menjadi dasar bagi ibu dalam berperilaku sesuai dengan yang disarankan dalam pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagain besar tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori cukup yaitu 22 (59.5%). Pengetahuan Ibu Hamil trimester III tentang tablet fe merupakan segala sesuatu yang diketahui ibu terkait dengan tablet fe. Menurut Notoadmodjo (2002) pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, hal ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang didapat di sekolah maupun non formal. Pengetahuan merupakan faktor yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini dikuatkan oleh Notoadmodjo, (2002). mengungkaplan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut Simanungkalit (2011), perilaku seseorang atau masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, dan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya adalah pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah pula ia menerima informasi, dan pada akhirnya, makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika tingkat pendidikan seseorang rendah, itu akan menghambat perkembangan perilakunya terhadap penerimaan informasi dan nilainilai yang baru diperkenalkan. Pengetahuan seseorang bisa diperoleh dari beragam cara seperti bertanya kepada petugas kesehatan, dari media cetak dan elektronik dan bisa dari pengalaman. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang tablet fe memungkinkan ibu akan semakin termotivasai dalam mengkonsumsi tablet fe, hal ini ini disebabkan ibu telah mengetahui mengenai manfaat tablet fe bagi kehamilan ataupun masalah dalam kehamilannya. Sehingga perilaku merupakan manifestasi dalam segala yang diketahuinya. KESIMPULAN 1. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar pendidikan ibu hamil trimester III adalah SMP 23 (62.2%). 2. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain ibu hamil trimester III melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali 15 (40.5%).
174
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
3. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori cukup yaitu 22 (59.5%). DAFTAR PUSTAKA Alimul, Hidayat. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika Almatsier, Sunita, dkk. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta,. PT Gramedia Pustaka Utama Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku. Kedokteran Jakarta: EGC Bobak; Lowdermilk; Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Alih bahasa : Renata Komalasari. Jakarta : EGC Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta De Maeyer, E. M. 2003. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiens Besi. Alih Bahasa : Arisman,MB, Widya Medika: Jakarta. Fatimah, dkk. 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Haemoglobin Pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, Makara Kesehatan Vol. 15 No 1. Herlina, Nina. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. diambil 12 Juli 2014, dari http://www.bppsdmk.depkes.g o.id Indriantoro, Nur, dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian. Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit BPFE Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Latipun, 2001, Psikologi Konseling, Malang: Universitas Muhammadiyah. Manuaba IBG. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Manuaba, Ida Ayu Chandranita, 2009. Gadar Obstetri & Ginekologi & Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta, EGC Mansjoer, Arief. 2011, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta Notoatmodjo, Soekidjo . 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Prawirohardjo, Sarwono., 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina. Pustaka. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka Saifuddin, AB, 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC.
175
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta’ Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : CV. Sagung Seto. Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama : Yogyakarta Varney,H., 2006. Buku ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
176
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB PRE EKLAMPSIA/ EKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALISAT KABUPATEN JEMBER Nabila Istifadah *, Mussia**, Nur Riska Rahmawati*** *,**,*** STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRACT One of the cause of morbidity, maternal and fetal mortality is preeclampsia [PE] which, according to the WHO range between 0.51% - 38.4%. In the eastern Java at 34.71% of pregnant women die from preeclampsia / eclampsia. In Kalisat health centers are 248 cases of high risk pregnant women and 35 cases with preeclampsia / eclampsia (7.44%), the purpose of this study is to describe the factor in preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency. This type of research is descriptive. The populations in this study were 35 pregnant women with the sampling technique used is the total sampling. Data were analyzed using frequency tables using statistical product and service solution (SPSS). The results of this study indicated that the factors cause preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency based mostly maternal age <20 or> 35 years 22 (62.9%), had children 1-2 is 22 (62.9%), had a history of hypertension 20 (57.1%), had over weight body is 23 (65.7), not because of a history of diabetes mellitus is 4 (11.4%), and not because of pregnancy gemeli is 1 (2.9%). The conclusion of this study is the trend factor in preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency is overweight so it is necessary for balancing input and output of energy / calories. Keywords: preeclampsia / eclampsia, maternal PENDAHULUAN
Banyaknya kasus preeklampsia/eklampsia membuat kondisi kesehatan perempuan Indonesia masih sangat rendah, ini jelas sangat berpengaruh pada ibu saat melahirkan selain juga berdampak pada janin. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. (Sudhaberta, 2001).Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai penyebab preeclampsia adalah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Salah satu penyebab morbilitas dan mortalitas ibu dan janin adalah preeklamsia (PE) yang menurut WHO JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
berkisar antara 0,51%-38,4% (Amelda, 2006). Menurut survey SDKI 2012 menunjukkan bahwa penyebab langsung Angka Kematian Ibu antara lain: perdarahan 42%, eklampsia/preeklampsia 13%, abortus 11%, infeksi 10%, partus lama/partus macet 9%, dan penyebab lain 15%. Di Jawa Timur sebesar 34,71 % ibu hamil meninggal karena preeklampsia/eklampsia (Dinkesjatim, 2012). Sedangkan dari data dari Dinas Kesehatan Jember tahun 2012 menunjukkan bahwa Puskesmas Kalisat menduduki peringkat tertinggi pada kasus ibu hamil dengan resiko tinggi. Di Puskesmas Kalisat terdapat 248 kasus resiko tinggi pada ibu hamil dan 35 kasus dengan preeclampsia/eklampsia (7,44%). Faktor penyebab preeklampsia/eklampsia dalam kehamilan di Puskesmas Kalisat berdasarkan data yang diperoleh tahun 177
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
2012 disebabkan oleh umur ibu lebih dari 35 tahun 64,4% sisanya 35,6% usia 20-30 tahun, memiliki paritas primigravida 69,5%, frekuensi kehamilan kurang dari 4 kali sebesar 30,5%. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/ eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan (Cunningham, 1995). Sumber lain mengatakan penyebab terjadinya preeklampsia tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia dan eklampsia (multiple causation). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2007). Begitu seriusnya masalah preeklampsia/eklampsia jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kejang dan menurunnya kesadaran sampai koma. Untuk mengatasinya, ibu hamil harus memeriksakan kehamilan secara teratur dan lebih ketat. Laksanakan nasehat dokter/bidan yang menangani agar keluhan penyakit ini dapat ditangani secepatnya. Sebagai informasi, AKI akibat preeklampsia/eklampsia masih tinggi terutama di Negara yang sedang berkembang (Mellyna, 2001) Menurut Manuaba (2008), pencegahan preeklampsia yaitu bagaimana penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Karena itu, pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia dapat terdeteksi cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
yang lebih fatal. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan dilakukan oleh orang yang sama misalnya bidan atau dokter. Preeklampsia disebut sebagai “the disease of theoris”. Skrining untuk deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil dilakukan pemeriksaan dengan cara: anamnese untuk menanyakan keluhan utama atau keluhan yang dirasakan saat ini, kemudian ditanyakan seluruh riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang termasuk pemeriksaan ginekologi dan obstetri. Pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan yang dilakukan untuk meninjau apakah kondisi fisik ibu hamil ada masalah atau tidak dan dilakukan secara komprehensif atau lengkap dan detail dilakukan secara head to toe (dari kepala ke kaki) serta dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi (Rukiyah, 2011). Dalam pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan, bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya (Meilani, 2009). METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah macammacam metode yang digunakan dalam penelitian kesehatan. Jenis penelitian ini adalah jenis kuantitatif. Desain pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Rancangan penelitian retrospektif.
178
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
HASIL PENELITIAN Data Umum Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pendidikan ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 No Pendidikan Frek Persentase (%) 1 Dasar 14 40.0 2 Menengah 16 45.7 3 Tinggi 5 14.3 Jumlah 35 100
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan ibu hamil yang menderita preeklamsia/ eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 No Pekerjaan Frek Pers(%) 1 Bekerja 14 40.0 2 Tidak Bekerja / IRT 21 60.0 Jumlah 35 100 Data Khusus Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Usia ibu hamil yang menderita preeklamsia/ eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 No
Usia Usia resiko tinggi <20 1 atau > 35 Tahun Usia resiko 2 rendah 20-35 Tahun Jumlah
Frek
Pers(%)
22
62.9
13
37.1
35
100
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Paritas ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 No
Paritas Paritas rendah 1 1 –2 2 Paritas tinggi > 2 Jumlah
Frek
Pers(%)
22
62.9
13 35
37.1 100
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Riwayat Hipertensi ibu hamil yang menderita preeklamsia/ eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 Riwayat Hipertensi 1 Ya 2 Tidak Jumlah No
Frek
Pers(%)
20 15 35
57.1 42.9 100
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
179
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berat Badan ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 No
Berat Badan Normal (11,251 15,75 kg) Lebih dari 2 normal (.15,75 kg) Jumlah
Frek
Pers (%)
12
34.3
23
65.7
35
100
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Riwayat Diabetes Mellitus ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 Riwayat Diabetes Mellitus 1 Ya 2 Tidak Jumlah No
Frek
Pers (%)
4 31 35
11.4 88.6 100
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kehamilan Gemeli ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 Kehamilan Gemeli 1 Ya 2 Tidak Jumlah No
Frek
Pers (%)
1 34 35
2.9 97.1 100
PEMBAHASAN Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Usia Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh bahwa sebagain besar usia ibu usia resiko tinggi <20 tahun atau > 35 tahun adalah 22 orang atau sekitar (62.9%). Hal ini mengindikasikan bahwa kejadian preeklamsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar berusia < 20 atau > 35 tahun. Menurut Bobak (2004), usia yang rentan terkena preeklamsia adalah usia < 18 atau > 35 tahun. Seperti yang telah dijelaskan Manuaba (1998), pada usia < 18 tahun, keadaan alat reproduksi belum siap untuk menerima kehamilan. Hal ini akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk preeklamsia dan eklamsia. Sedangkan pada usia 35 tahun atau lebih, menurut Rochjati, P (2003), JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
rentan terjadinya berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi, dan eklamsia. Hal ini menurut Rochjati, P (2003) disebabkan karena tenjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, hal ini menurut Potter, PA (2005), juga diakibatkan karena tekanan darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sehingga pada usia 35 tahun atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia. Hal ini berarti bahwa dalam maternitas umur ibu yang ekstrim yaitu dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun akan mempunyai resiko kehamilan. Pada usia dibawah 20 tahun masih mungkin mencapai pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan kehamilan, sedangkan pada usia > 35 tahun sudah mulai terjadi penurunan fungsi pada uterus. Pengawasan pada ibu hamil dengan usia 180
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
dibawah 20 tahun perlu diperhatikan karena sering terjadi anemia, hipertensi menuju preeklamsia, persalinan dengan berat badan lahir rendah, kehamilan disertai infeksi dan penyulit persalinan yang diakhiri dengan tindakan operasi. Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Paritas Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh hasil bahwa sebagain besar ibu memiliki anak lebih dari 2 yaitu 22 (62.9%). Hal ini mengindikasikan bahwa kejadian preeklamsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar ibu adalah memiliki 1-2 anak. Menurut Wiknjosastro, H. (2002), frekuensinya lebih tinggi terjadi pada primigravida dari pada multigravida. Berdasarkan teori immunologik yang disampaikan Sudhaberata, K (2005), hal ini dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi pembentukan “blocking antibodies” terhadap antigen tidak sempurna. Selain itu menurut Angsar, D (2004), pada kehamilan pertama terjadi pembentukan “Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA)” yang berperan penting dalam modulasi respon immune, sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga terjadi preeklamsia. Pada primigravida sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap semua stresor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan darah. Pada wanita dengan preeklamsia/eklamsia, tidak terjadi penurunan sensitivitas JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Pada primigravida frekuensi terjadinya preeklamsia lebih tinggi dibandingkan dengan multi gravida karena pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibody terhadap antigen plasenta belum sempurna sehingga respon immune yang tidak menguntungkan histoin kompabilitas plasenta namun jika timbul lagi pada kehamilan berikutnya, ini tidak dapat dijelaskan secara teoritis tetapi hanya dapat digambarkan bahwa multigravida 3 ke atas dapat pula merupakan salah satu keadaan yang kelak dapat menimbulkan komplikasi kehamilan. Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Riwayat Hipertensi Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh hasil bahwa sebagain besar ibu memiliki riwayat hipertensi yaitu 20 (57.1%). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya preeklamsia pada ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 dimungkinkan karena ibu memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Menurut Cunningham, (2006) riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria atau edema. Salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para 181
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak. Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Berat Badan Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebagain besar ibu memiliki kenaikan berat badan lebih dari normal (lebih dari 15,75 kg) saat hamil yaitu 23 (65.7%). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya preeklamsia pada ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 dimungkinkan karena faktor berat badan ibu Menurut Sunita (2002) obesitas akan menyebabkan pergeseran pembuluh darah yang diikuti dengan rusaknya dinding pembuluh darah. Pinggirpinggir pembuluh darah menjadi tidak rata akibat tekanan darah yang tinggi. Akibatnya berbagai zat yang terlarut dalam darah (kolesterol dan kalsium) akan mengendap pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kerja jantung menjadi berat dan dapat menyebabkan preeklamsia ringan. Pendapat senada juga disampaikan oleh Soemilah, (2000) orang dengan obesitas akan mudah terkena hipertensi 10 kali lebih besar. Wanita dengan obesitas pada usia 30 tahunan mempunyai resiko terserang hipertensi 7x lipat dibandingkan wanita langsing pada usia yang sama. Dan pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantug dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi yang berat badannya normal. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Pola hidup yang tidak seimbang dari makanan yang dikonsumsi dengan energi yanmg dibutuhkan untuk beraktifitas akan menyebabkan berat badan menjadi naik atau bertambah sehingga dapat menyebabkan obesitas, sehingga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kerja jantung menjadi berat dan dapat menyebabkan preeklamsia ringan. Pola makan sehat akan menurunkan dan mempertahankan berat badan menjadi ideal, sehingga dianjurkan untuk menyeimbangkan asupan kalori dengan kebutuhan energi total dengan membatasi konsumsi makanan yang mengandung kalori tinggi dan atau makanan yang kandungan gula dan lemaknya tinggi agar tidak terjadi preeklampsia ringan. Disamping itu, agar melakukan aktifitas fisik yang cukup untuk mencapai kebugaran jasmani yang baik dengan menyeimbangkan pengeluaran dan pemasukan energi/kalori. Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Diabetes Mellitus Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa sebagain besar ibu tidak memiliki riwayat diabetes mellitus yaitu 31 (88.6%). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya preeklamsia pada ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 dimungkinkan bukan karena faktor riwayat diabetes mellitus Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Cunningham (2005), bahwa penyakit diabetes mellitus terjadi peningkatan substansial risiko pada ibu dan janin. Risiko pada ibu mencakup kerusakan retina, ginjal, dan jantung, infeksi saluran kemih, ketoasidosis diabetes, dan seksio sesarea. Hipertensi sering dijumpai dan wanita diabetes dengan penyakit ginjal sehingga beresiko tinggi mengalami preeklampsia. Pendapat ini juga diperkuat oleh Saifudin (2009), bahwa diabetes mellitus gestasional merupakan gangguan metabolisme pada 182
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
kehamilan yang ringan, tetapi hiperglikemia ringan dapat memberikan penyulit pada ibu berupa preeklampsia. Hal ini terjadi dimungkinkan karena adanya riwayat kejadian preeklampsia yang lalu untuk ibu hamil multipara dan grandemultipara yaitu pada kehamilan yang dulu mempunyai riwayat preeklampsia sehingga beresiko terjadinya preeklampsia untuk kehamilan selanjutnya. Identifikasi Faktor Penyebab Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan Kehamilan Kembar / Gemeli Berdsarkan tabel 5.8 diketahui bahwa sebagain besar ibu tidak memiliki kehamilan gemeli yaitu 34 (97.1%). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya preeklamsia pada ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013 dimungkinkan bukan karena faktor kehamilan Menurut Karkata, (2006). Preeklampsia lebih besar kemungkinan terjadi pada kehamilan kembar. Selain itu, hipertensi yang diperberat karena kehamilan banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat dari segi teori hiperplasentosis, kehamilan kembar mempunyai resiko untuk berkembangnya preeklampsia. Kejadian preeklampsia pada kehamilan kembar meningkat menjadi 4-5 kali dibandingkan kehamilan tunggal. Selain itu, dilaporkan bahwa preeklampsia akan meningkat pada kehamilan kembar tiga dan seterusnya Hal ini berbeda dengan teori yang menyebutkan kehamilan ganda (Gemelli) memperlihatkan kejadian preeklampsia 13% yang secara bermakna tinggi. Selain itu wanita dengan kehamilan ganda dan hipertensi akibat kehamilan memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk dari pada mereka dengan janin tunggal. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan usia dimungkinkan karena sebagian besar ibu usia resiko tinggi <20 atau > 35 Tahun yaitu 62.9%. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan paritas dimungkinkan karena sebagian besar ibu memiliki anak 1sampai 2 yaitu 62.9%. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan riwayat hipertensi dimungkinkan karena sebagian besar ibu memiliki riwayat hipertensi 57.1%. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan berat badan dimungkinkan karena sebagian besar ibu memiliki badan lebih yaitu 65.7%. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan riwayat diabetes mellitus sebagain besar ibu memiliki riwayat diabetes mellitus yaitu 11.4%. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember berdasarkan kehamilan gemeli, sebagaian besar ibu memiliki kehamilan gemeli yaitu 2.9%. Faktor dominan penyebab preeklamsia/eklampsia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember adalah berat badan ibu.
DAFTAR PUSTAKA A d r i a n s z , h a n a f i a h . 2 0 0 8 . Diagnosis Kehamilan, dalam buku Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Cunningham, F. G. (2006). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
1. Faktor penyebab preeklamsia/ eklampsia Pada Ibu Hamil di JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
183
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
Cunningham, A. 1995. The Science And Culture Of Nutrition 1840-1940. Edition Rodopi. Amsterdam. Dinkes Jawa Timur. 2012. Profil Dinas Kesehatan Jawa timur. Diunduh dari: http://dinkes.jatimprov.go.id/userfi le/dokumen/1380615402_PROFIL _KESEHATAN_PROVINSI_JAW A_TIMUR_2012.pdf Hani, Ummi. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Salemba Medika. Jakarta. Hidayat, Aimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Huliana,Mellyna. 2001, Panduan Menjalani Kehamilan Sehat, Jakarta : Puspa Swara. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Manuaba. 2008. Buku ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. EGC; Jakarta. Manuaba, I. DKK. 2007. Pengantar Ilmu Obstetri. EGC. Jakarta. Meilani, Niken dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya. Maulana M, 2008, Cara Cerdas Menghadapi Kehamilan dan Mengasuh Bayi, Yogyakarta, Katahati Mutiara, Tia. 2008. Buku Ilmu Pengetahuan Alam. Erlangga: Jakarta Nursalam. 2009.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. YBP-SP. Jakarta.
Rossa, Amelda, 2006. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil dengan Preeklampsia di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Mei 2005-Mei 2006. Diunduh dari: http://library.helvetia.ac.id/gdl.php ?mod=browse&op=read&id=supth elpp--ameldaross-7 Rukiyah,Aiyeyeh.dkk.2010.Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta:Trans Info Media Saifuddin, Abdul Bahri. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka. Siswono. 2007. Pengaruh Nutrisi Dan Gaya hidup. Sumber: Replubik Sudhaberta, K. 2001. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. (Online) diunduh 28 Juli 2014. (Online) diunduh 28 Juli 2014. Available from URL: HYPERLINKwww.kalbe.co.id/files/cd k/.../cdk_133_obstetri_dan_ginekologi . Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta Sugiono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Sembilan. CV Alvabeta; Bandung. Varney, H. DKK. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta. Wibisono, dr. Hermawan. 2009. Solusi Sehat Seputar Kehamilan. Agro media pustaka. Jakarta Selatan. Winkjosastro, Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari, Rachimhadhi, Trijatmo. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prihardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
184
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
HUBUNGAN UMUR, PENDIDIKAN, PARITAS, PENYAKIT PENYERTA TERHADAP KEJADIAN ABORTUS DI INSTALASI RAWAT INAP KEBIDANAN RSD KALISAT JEMBER 2014 Herlidian Putri* *Dosen Prodi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRAK Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr. Salah satu jenis abortus adalah abortus inkomplit. jumlah pasien abortus inkomplit di RSD Kalisat januari- februari 2014 yatu 146. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan umur, pendidikan, paritas dan penyakit penyerta dengan terjadinya abortus inkomplet di Instalasi Rawat inap kebidanan RSD Kalisat Jember tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mengalami abortus inkomplit yang dirawat di ruang kebidananan RSD Kalisat Jember tahun 2014 yang tercatat di rekam medikdengan sampel sebanyak 107. Analisis menggunakan Chi-Square. Dari analisis hubungan umur dengan abortus inkomplit didapatkan nilai signifikansi 0,004<0,05, hubungan pendidikan dengan abortus inkomplit nilai signifikansi 0,000<0,05, hubungan paritas dengan abortus inkomplit nilai signifikansi 0,000<0,05, hubungan penyakit penyerta dengan abortus inkomplit nilai signifikansi 0,000<0,05, sehingga terdapat hubungan antara umur dengan abortus inkomplit, pendidikan dengan abortus inkomplit, paritas dengan abortus inkomplit, penyakit penyerta dengan abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Diharapkan ibu memperhatikan pentingnya status umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta pada saat hamil. Kata Kunci: umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta, abortus inkomplit
PENDAHULUAN Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, ratarata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara itu, laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan pada 2013 sebanyak 5019. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estiminasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak. (Ruslan K, 2013) Penyebab langsung kematian ibu terkait kehamilan dan persalinan terutama adalah perdarahan. Adapun beberapa penyebab yang lain yaitu eklamsia, infeksi, partus lama dan abortus. Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin <
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. (saifudin, 2006) Di Indonesi diperkirakan sekitar 22,5% juga mengalami keguguran setiap tahun. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus yaitu faktor janin, faktor ibu, faktor imunologis dan faktor ayah dimana masingmasing faktor mempunyai masalah-masalah tersendiri yang dapat menyebabkan abortus. Faktor ayah tidak banyak yang diketahui dalam terjadinya abortus spontan. Faktor janin yang dapat menyebabkan terjadinya abortus antara lain perkembangan zigot yang abnormal.(Nugroho, 2010) Faktor dari ibu yang dapat menyebabkan abortus adalah umur ibu, usia kehamilan, paritas, tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, status perkawinan, riwayat abortus, berbagai penyakit medis, kondisi 185
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
lingkungan, dan kelainan perkembangan . Penyakit infeksi akut dapat menimbulkan gugurnya kehamilan hingga terjadi abortus atau partus prematurus. Anemia yang diderita oleh ibu dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya abortus. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) maka akan mempengaruhi sirkulasi jaringan pada ibu dan bayi, dimana fungsi dari hemoglobin adalah mengikat oksigen. Kelainan endokrin pada ibu juga dapat menyebabkan abortus. Beberapa faktor yang merupakan penyebab terjadinya abortus adalah (Nugroho, 2010) Faktor usia ibu saat hamil dan jumlah kehamilan (paritas) ikut berkontribusi dalam penyebab kejadian abortus. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun, abortus juga sering terjadi pada wanita berusia 30 tahun. Kejadian abortus sulit diketahui karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan, keguguran spontan diperkirakan sebesar 10%- 15%. Faktor imunologis yang dikaitkan dengan kejadian abortus adalah faktor autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri) dan faktor aloimun (imunitas terhadap orang lain). (Manuaba, 2003) Salah satu kategori dari abortus spontan adalah abortus inkompletus. Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dan sebagian lainnya (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. (Saifudin, 2006) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marito Yani Panggabean di RS Haji Medan pada Januari 2008 – April 2010 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu, paritas dan riwayat penyakit ibu dengan kejadian abortus inkompletus. Namun penelitian yang dilakukan oleh Firman Gustina pada RSUD Soreang Bandung tahun 20082010 didapatkan hasil bahwa terdapat JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus tetapi tidak didapatkan hubungan antara paritas dengan kejadian abortus, pada penelitian tersebut hanya dibuktikan bahwa paritas hanya sebagai faktor risiko saja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis didapatkan jumlah kejadian abortus di RSD Kalisat Jember yang terbanyak adalah abortus inkomplit . jumlah pasien abortus inkomplit di RSD Kalisat januarifebruari 2014 yatu 146. Berdasarkan studi pendahuluan yang penyebab abortus inkomplit yang sering adalah dari faktor maternal, yaitu: umur, pendidikan, paritas, penyakit yang menyertai. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin menganalisa faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya abortus inkomplit di RSD Kalisat Jember. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan umur, pendidikan, paritas dan penyakit penyerta dengan terjadinya abortus inkomplet di Instalasi Rawat inap kebidanan RSD Kalisat Jember tahun 2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang mengalami abortus inkompletus yang dirawat di RSD Kalisat Jember bulan Januari – Desember 2014 sebanyak 146. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mengalami abortus inkomplit yang dirawat di ruang kebidananan RSD Kalisat Jember tahun 2014 yang tercatat di rekam medik sebanyak 107 dengan proporsional random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta, dan variabel terikat adalah abortus inkomplit. Analisis data mencangkup univariat dan bivariat Analisis data mencakup analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis Univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data yang dapat disajikan 186
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable independen dan dependen dengan uji statistik yang digunakan Chi square dengan derajat kemaknaan 5 % atau (0,05). HASIL PENELITIAN Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur Paritas di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014 Umur
Jumlah
Persentase
Beresiko
39
36,6%
Tidak beresiko
68
63,6%
Jumlah
55
100%
Sumber : Data Sekunder 2014 Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan umur responden dengan kategori umur beresiko sejumlah 39 orang (36,6%), kategori usia beresiko sejumlah 68 orang (63,3%). Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014 Pendidikan Jumlah Persentase Dasar (SD dan SMP)
93
86,9%
Menengah (SMA)
14
13,1%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014 Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan pendidikan responden dengan kategori pendidikan dasar (SD dan SMP) sejumlah 93 orang (86,9%), kategori pendidikan menengah (SMA) sejumlah 14 orang (13,1%). Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi responden Berdasarkan paritas di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014 Pendidikan Jumlah Persentase Grande multipara 7 6,5% Multipara
99
92,5%
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Primipara
1
9%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014 Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan paritas responden dengan kategori grande multipara sejumlah 7 orang (6,5%), kategori multipara sejumlah 99 (92,5%) dan primipara sejumlah 1 orang (9%). Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi responden Berdasarkan penyakit penyerta di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014 Pendidikan Jumlah Persentase Ada 22 20,6% Tidak ada
85
79,4%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014 Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan responden yang mempunyai penyakit penyerta sejumlah 22 orang (20,6%), responden tanpa penyakit penyerta sejumlah 85 orang (79,4%). Tabel 5.5 Hubungan umur dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Obs Exp Res Chi- Df Asy erve ecte idua Squar mp. Umur d N d N l e(a) Sig. Beres 53, iko 39 14, 5 5 ,00 tidak 7,860 1 53, 14, 4 beres 68 5 5 iko Total 107
Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Chi Square 1 sample didapatkan diperoleh nilai 7,860 > 3,841 dan nilai signifikansi 0,004. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa 187
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
signifikansi (0,004) < 0,05 maka H1 diterima atau H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Tabel 5.6 Hubungan pendidikan dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. As Obs Exp Chiym Pendi Resid erve ecte Squar Df p. dikan ual dN dN e(a) Sig . SD 53, dan 93 39,5 5 SMP 58,32 ,00 1 SMA 53, 7 0 14 -39,5 5 Total 107
Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Chi Square 1 sample didapatkan diperoleh nilai 58,327 > 3,841 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1 diterima atau H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Hasil penelitian hubungan paritas dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Tabel 5.7 Hubungan paritas dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Obs Exp ChiAsy erve ecte Resid Squar Df mp. Paritas d N d N ual e(a) Sig. grande 35, 7 -28,7 7 169,1 ,00 2 96 0 multi 35, 99 63,3 7 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
primi Total
1
35, 7
-34,7
107
Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Chi Square 1 sample didapatkan diperoleh nilai 169,196 > 3,841 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df=2. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1 diterima atau H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Tabel 5.8 Hubungan penyakit penyerta dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Peny ChiAsy akit Obs Exp Res Squar Df mp. Peny erve ecte idua e(a) Sig. erta d N d N l Ada 53, 22 31, 5 5 37,09 1 ,000 tidak 53, 31, 3 85 ada 5 5 Total 107
Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Chi Square 1 sample didapatkan diperoleh nilai 37,093 > 3,841 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1 diterima atau H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyakit penyerta dengan kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. PEMBAHASAN
188
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
6.1 Hubungan umur dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Usia dibawah 16 tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna, hal ini tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan persalinan. Hal ini disebabkan karena pada usia kurang 16 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan, namun pre eklampsiaeklampsia sering terjadi pada usia lebih dari 35 tahun dimana fungsi organ reproduksi sudah mulai menurun (Sarwono, 2003), dikatakan juga oleh Wahyudi (2000) saat terbaik bagi seorang perempuan untuk hamil adalah saat berusia 20-35 tahun, sel telur telah diproduksi sejak lahir namun baru terjadi ovulasi ketika masa pubertas. Sel telur yang berhasil keluar hanya satu setiap bulan, ini menunjukkan adanya unsur seleksi yang terjadi sehingga diasumsikan sel telur yang berhasil keluar adalah sel telur yang unggul. Oleh karena itu semakin lanjut usia maka kualitas sel telur sudah berkurang hingga berakibat juga menurunnya kualitas keturunan yang dihasilkan, sementara usia dibawah 20 tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna yang tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan persalinan. Sedangkan kehamilan pada usia diatas 35 tahun mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan antara lain perdarahan yang dapat mengarah pada terjadinya abortus, pre eklampsia, ketuban pecah dini, hipertensi dalam kehamilan, distosia dan partus lama. Hipertensi pada kehamilan paling sering mengenai wanita yang lebih tua, yaitu dengan bertambahnya usia menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis mengahadapi resiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi (Manuaba,2003). JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Usia ibu sangat mempengaruhi kesiapan ibu dalam menyiapkan kehamilan juga persalinan karena ibu perlu kesiapan fisik dan mental. Bila fisik juga mental telah siap, resiko terhadap masalah juga komplikasi dapat dihindari. Maka untuk setiap wanita bila ingin hamil harus bisa mempertimbangkan kapan waktu yang baik bagi seorang wanita itu perlu hamil dan melahirkan. Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang disebutkan oleh Cuningham (951:2006) tentang hubungan usia dengan kejadian abortus pada ibu, dimana resiko terjadi abortus spontan menurut (Warburton dan Fraser,1964;Wilson dkk,1986), lebih sering dengan umur ibu yang tergolong beresiko. Oleh karena itu secara teoritis umur ibu mempengaruhi proses kehamilan bahkan berpengaruh pada kehamilan yang beresiko, terutama adanya kemungkinan terjadi abortus. 6.2
Hubungan pendidikan dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saifudin, dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kejadian abortus, yaitu tertinggi pada golongan berpendidikan SMA, secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya. Martadisoebrata dan Wahyuni (2012) menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan untuk pengembanan diri dan meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan sehingga meeka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana 189
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya. Selain itu pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Notoatmodjo (1993), yaitu tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku hidup sehat, semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin baik dalam bertingkah laku hidup sehat, tetapi sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin kurang baik dalam bertingkah laku hidup sehat.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden yang mengalami abortus tingkat pendidikannya yang pling banyak adalah pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. 6.3
Hubungan paritas dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Paritas tinggi atau grandemultipara mempunyai komplikasi persalinan yang tinggi, karena semakin sering wanita mengalami persalinan, terjadi penurunan fungsi reproduksi otototot uterus lebih regang sehingga kontraksi uterus menjadi lemah dan vaskularisasi akan berkurang atau terjadi perubahan atrofi pada desidua akibat yang lalu sehingga akan merugikan kesehatan ibu dan perkembangan janin, lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal, resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan dapat dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. (Wiknjosastro, 2002). Berdasarkan paritas institute of medicine (1990) menyatakan bahwa ibuibu dengan paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3x) cenderung mengalami komplikasi dalam kehamilan yang akhirnya berpengaruh pada hasil persalinan terutama juga pada nulipara yang berumur belasan tahun. Paritas 2-3 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan neonatal. Sedangkan paritas 1 dan >4 merupakan paritas yang memerlukan suatu pengawasan kehamilan dan proses persalinan yang memadai. Sesuai dengan pernyataan berdasarkan karakteristik untuk ibu paritas yang tinggi juga kemungkinan mempunyai riwayat obstetri, seperti riwayat persalinan < bulan, riwayat abortus atau primi tua. Paritas tinggi kemungkinan yang lebih besar terjadi gangguan involusi karena kontraksi uterus yang kurang maksimal. Riwayat obstetri ini dapat meningkatkan angka kematian dan morbiditas ibu dan bayi (Rachmat, 2009). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Cunningham et al (2009), bahwa resiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya paritas. Pada kehamilan, rahim ibu akan teregang oleh adanya janin dan bila terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah sehingga rentan dan beresiko untuk terjadinya keguguran. Bila ibu telah melahirkan 4 orang anak atau lebih, maka harus waspada adanya gangguan kehamilan, persalinan dan nifas. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Lukitasari (2010) di RS H.M Ryacudu Kotabumi Lampun Utara menunjukkan adanya hubungan signifikan antara frekuensi prsalinan dengan kejadian abortus. 6.4
Hubungan penyakit penyerta dengan Kejadian abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Saat ibu sedang hamil kebutuhan akan oksigen dan zat-zat makananakan bertambah, karena itu merupakan keperluan untuk janinnya yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Status kesehatan ibu sebelum/ pada saat hamil berpengaruh besar terhadap kemampuan ibu dalam menghadapi komplikasi. Status kesehatan meliputi: status gizi, penyakit 190
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
infeksi, penyakit menahun. Ada beberapa faktor penyakit yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus yaitu: anemia, asma, gagal jantung, diabetus militus, infeksi, status gizi. Pada hasil penelitian didapatkan penyakit penyerta yang terbanyak adalah anemia sebanyak 18 orang, anemia pada kehamilan adalah karena kekurangan zat besi untuk meningkatkan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Anemia defisiensi merupakan keadaan yang sering dijumpai pada kehamilan. (irwan 2008). Anemia dapat menyebabkan abortus, hal ini didukung dengan hasil penelitian bahwa penyakit penyerta tertinggi adalah anemia disamping masih ada penyakit penyerta yang lain yaitu hipertensi, jantung, dan TB. DAFTAR PUSTAKA Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. Azwar. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2000. Budiarto, Eko. 2002. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Dalam: Arlinda Sari Wahyuna. 2007. Statistika Kedokteran Cunningham dkk. (2005). Obstetri William. Jakarta:EGC Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta Derek Liewollyn dan Jones. 2002. Dasardasar obstetri dan Ginekologi. Jakarta. Hipokrates Hartanto. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Irwan Budiono. 2008. Prevalensi dan Determinan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Studi Pada Keluarga Nelayan di Mangkang Semarang. Laporan Penelitian Dosen Muda DP2M Dikti
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Universitas Negeri Semarang tahun 2008 Lukitasari, Eli. 2010. Skripsi Kejadian Abortus Inkomplit yang Berkaitan Faktor Resiko Pada Ibu Hamil di RSU H.M Ryacudu Kotabumi Kabupaten Lampung Utara. Jakarta. Perpus UI Mansjoer,Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga, jilid I, hlm: 260 FKUI Jakarta: Media Aesculapius Manuaba, Ida bagus Gde dkk. (2004). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC Manuaba, Ida bagus Gde dkk. (2003). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC Martadisoebrata. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Edisi Pertama. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo: 2015. ISBN 9798150198 Notoatmojo, Soekijo. (2002). Metodologi Penilitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasahannya. Yogyakarta: Nuha Medika Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya: Salemba Medika; 2003. Prawiroharjo, Sarwono. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP Rahmat. 2007. Komplikasi Kehamilan Resiko Tinggi (high risk). http:// www.info-wikipedia.co.id. Diakses tanggal 4 maret 2010 Rozikin. 2007. Abortus Inkomplit. Jevuska Academia Edu Sastroasmoro. Dasar- dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Setu 2006. Setiawan. Metodologi Penelitian Kebidanan D III, D IV, S1, dan S2. Nuha Medika. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.
191
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta; 2008. Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2006. Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Suyanto. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Bandar Lampung: Mitra Cendekia; 2008. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
192
PANDUAN UNTUK MENULIS NASKAH Jurnal hanya menerima naskah asli yang belum diterbitkan di dalam maupun di luar negeri. Naskah dapat berupa hasil penelitian, konsep-konsep pemikiran inovatif hasil tinjauan pustaka yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan ilmu, pendidikan dan praktik ilmu kesehatran secara profesional. Naskah ditulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris dalam bentuk narasi dengan gaya bahasa yang efekfif dan akademis. Naskah hasil penelitian hendaknya disusun menurut sistematika sebagai berikut : 1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris. Penulis diharapkan mencantumkan judul ringkas dengan susunan 40 karakter/ketukan beserta nama penulis utama yang akan dituliskan sebagai judul pelari (running title). 2. Nama penulis, tanpa gelar disertai catatan kaki tentang instansi tempat penulis bekerja. Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 2 orang, maksimal 4 orang. 3. Alamat, berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat pos lengkap dan alamat email (untuk penulis korespondensi) 4. Abstrak, ditulis dalam bahasa inggris, minimal 100 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan, meliputi : masalah, tujuan, metode, hasil dan simpulan (IMRAD: introduction, mMethod, Result, Analysis, Discussion). An=bstrak ditulis dengankalimat penuh. Dibawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words). 5. Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian dan harapan untuk waktu yang akan datang. Panjang tidak akan lebih dari 2 halaman ketik. 6. Bahan dan metode, berisi penjelasan tentang bahan-bahan dan alat yang digunakan, waktu, tempat, tehnik dan rancangan percobaan. Metode harus dijelaskan selengkap mungkin agar peneliti lain dapat melakukan uji coba ulang. Acuan (kepustakaan) diberikan pada metode yang kurang jelas. 7. Hasil, dikemukakan dengan jelas dalam bentuk narasi dan data yang dimasukkan berkaitan dengan tujuan penelitian, bila perlu disertai dengan ilustrasi (lukisan, gambar, grafik, diagram), tabel atau foto yang mendukung data, sederhana dan tidak terlalu besar. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu dijelaskan panjang lebar dalam teks. 8. Pembahasan, minimal 800 kata yang menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi : fakta, teori, dan opini. 9. Simpulan, berupa kesimpulan hasil penelitian dalam bentuk narasi yang mengacu pada tujuan penelitian. 10. Kepustakaan, referensi yang ditulis dalam teks harus diikuti nama penulis dan tahun penerbitan. Referensi yang digunakan 80% diantaranya diantaranya adalah artikelartikel ilmiah yang berasal dari jurnal. Kepustakaan disusun menurut Harvard System sebagai berikut : 1. Jurnal : Nursalam, Haryanto, & I Ketut Dira, 2006, “The Effect Of Kegel Management Of Urine Elimination Problems For Elderly”. Folia Medika Indonesiana, Vol. 42 No. 2 Hal. : 102-106 2. Buku : Smelzer & Suzane C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner And Suddart. Edisi 8. EGC; Jakarta 3. Tesis/desertasi : Yuwanto. Mahmud Ady, 2009. Pengaruh Masasse Plexus Sacralis Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Posr Partum Normal Di JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
193
11. 12.
13.
14.
Ruang Nifas RSD dr. Soebandi Jember. Skripsi tidak diterbitkan. Jember: Universitas Jember 4. Website : snowdon, CT, 1997. Significance Of Animal Behaviour Research, http://www.csun.edu/~vcpsy00h/valueofa.htm., Diakses tanggal 15 desemder 2009, Jam 18.30 WIB Persamaan matematis, dikemukakan dengan jelas. Angka desimal ditandai dengan koma untuk bahasa indonesia dan titik untuk bahasa inggris. Tabel, diberi nomor dan diacu berurutan dalam teks, judul harap dijelaskan pada catatan kaki. Garis-garis vertikal maupun horisontal dalam tabel dibuat seminimal mungkin untuk memudahkan penglihatan (tanpa garis bantu). Ilustrasi, dapat berupoa lukisan, gambar, grafik, atau diagram diberi nomor dan diacu berurutan pada teks. Keterangan diberikan dengan singkat dan jelas dibawah ilustrasi (tidak didalam ilustrasinya). Pada ilustrasi atau foto dibuat tanpa menggunakan border. Foto hitam putih/berwarna, harus kontras, tajam, jelas dan sebaiknya diambil dalam format JPEG, atau format digitl lain yang bisa diedit.
Naskah yang dikirim ke redaksi hendaknya diketik dalam CD, disertai cetakan sebanyak 2 eksemplar pada kertas HVS dengan program microsoft office word, ukuran A4 (210x279 mm) dengan jarak 1 spasi, font 12 pts, jenis huruf Times New Roman, panjang tulisan berkisar antara 15-20 halaman (1 kolom) atau 5-8 halaman (2 kolom), batas kertas 3 cm dari tepi kiri, 2,5 cm dari tepi bawah, kanan dan atas. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat :
[email protected]. Naskah akan diedit oleh dewan redaksi tanpa mengubah isinya unttuk disesuaikan dengan format penulisan yang telah ditetapkan oleh Jurnal dr. Soebandi. Naskah yang telah diterima beserta semua ilustrasi yang menyertainya menjadi milik sah penerbit. Semua data, pendapat atau pertanyaan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung jawab dari penulis. Penerbit, dewan redaksi dan seluruh staf Jurnal dr. Soebandi tidak bertanggung jawab atau tidak bersedia menerima kesulitan maupun masalah apapun sehubungan dengan plagiatisme, konsekuensi dari ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat maupun pertanyaan tersebut.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
194
Contoh outline artikel (2 kolom) sebagai berikut JUDUL Nama Pengarang/Peneliti Alamat Pengarang/Peneliti ABSTRACT Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxx PENDAHULUAN Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxx
PEMBAHASAN Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxx
BAHAN DAN METODE Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxx
KESIMPULAN Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxx
HASIL Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxx (lihat tabel 1.1)
KEPUSTAKAAN
Tabel 1.1 xxxxxxxxxxxxxxxxx No. Pengetahuan Sikap Tindakan Resp (%) (%) (%) 1 25 30 45 2 40 25 70 dst Total Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xx (lihat gambar 1.1) Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxx
Gambar 1.1 xxxxxxx
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
195