Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
10
HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DI BRSUD WALED KABUPATEN CIREBON Rinela Padmawati 1) Pepi Hapitria 2) Nur Fitriani 3) 1,2,3)
Politeknik Kesehatan Tasikmalaya Program Studi Kebidanan Kemenkes Cirebon Jl. Pemuda No. 38 Cirebon e-mail:
[email protected] ABSTRAK Berat badan lahir merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah penyakit yang diderita ibu selama hamil yaitu preeklampsia. Preeklampsia juga ikut berperan dalam menyumbang Angka Kematian Ibu di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi karena masih tingginya angka kejadian preeklampsia dan berat badan lahir rendah. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cohort retrospective. Subjek penelitian ini adalah ibu bersalin di RSUD Waled Kabupaten Cirebon periode 1 Januari – 25 Mei 2013 di ekslusikan pada usia kehamilan yang termasuk dalam kriteria eksklusi dan inklusi. Data yang diambil merupakan data primer dan sekunder dengan jumlah sampel sebanyak 1728 orang ibu bersalin. Hasil penelitian menunjukkan, 20,9 % ibu yang mengalami preeklampsia sedangkan 70,1 % ibu yang tidak mengalami preeklampsia. Hasil uji statistik diperoleh p value 0,0013 (≤0,05), t test -3,229, beda rerata (-113,178) (CI) 95% (-181,91-(-44,4)). Simpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon periode 1 Januari – 25 Mei 2013. Dengan beda mean -113,178, maka ibu dengan preeklampsia akan menurunkan berat badan lahir bayinya sebesar 113 gram. Bidan dalam peran fungsinya sebagai pengelola, pelaksana dan pendidik diharapkan mampu memberikan pelayanan berkualitas untuk mencegah dan mendeteksi dini adanya preeklampsia sehingga dapat menekan kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah. Kata Kunci : Preeklampsia, Berat Badan Lahir Bayi
ABSTRACT Birth weight is one of health indicator of the newborn. Numerous risk factor would be affect of birth weight is the disease suffered pregnant woman such as preeclamsia. Preeclamsia alsohave a role of mother’s death rate in Indonesia. The goal from this study to knowing the relevancy between preeclamsia and birth weight because the incidence of preeclampsia and low birth weight is still high. This study is one of analytical study and using cohort retrospective. Subject of this study is woman in labor at Waled hospital period 1 January – 25 May 2013 and apply of purposive sampling. Use primary and secondary data as number of sample amount 1728 respondents. The result of this study shows that the incidence of mother with preeclamsia was 20,9% and 70,1% for mother without preeclamsia. Statistical test show this study has p value 0,0013 (≤0,05), t test -3,229, mean difference (-113,178), CI 95% (-181,91-(-44,4)). The conclusion of this study is preeclampsia has
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
11
significant effect of birth weight or there is a relevancy between preeclampsia and birth weight in Waled Hospital periode 1 January – 25 May 2013. Therefore mother with preeclampsia potentially delivering low birth weight baby. Midwife have role function as manager, executive and educator will be expected to provide the qualified services, prevent and doing the early detection of preeclampsia can contribute to reduce theincidence of low birth weight. Key word : preeclampsia, birth weight PENDAHULUAN Berat lahir bayi merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Berat bayi lahir normal (usia gestasi 3742 minggu) adalah 2500- 4000 gram. Berat bayi lahir normal merupakan suatu hal yang sangat penting karena akan menentukan kemampuan bayi untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru sehingga tumbuh kembang bayi akan berlangsung secara normal(Koesim, 2008). Salah satu dampak dari tidak sempurnanya tumbuh kembang janin dalam rahim adalah berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga ikut berperan dalam menyumbang Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI), meskipun AKB menurun dari 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007, namun masih termasuk urutan lima besar tertinggi di Jawa Barat (rri.co.id) dan belum mencapai target yang disepakati dalam Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup. Preeklampsia adalah sekumpulan gejala spesifik yang hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan oedem (Varney, 2007). Penyakit yang merupakan the disease of theory ini, menyumbang 5-15 % penyulit kehamilan dan termasuk salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas maternal dan janin/ neonatal. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas dari preeklampsia masih tinggi, hal ini terlihat dengan sumbangsih penyakit tersebut dalam Angka Kematian Ibu (AKI) yang menunjukkan masih rendahnya tingkat kesehatan perempuan di Indonesia. Meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan AKI diantaranya dengan program Safe Motherhood sejak tahun 1988, gerakan sayang ibu tahun 1996, dan Making Pregnancy Safer (MPS) namun pada kenyataannya AKI di Indonesia masih merupakan tertinggi di Asia yaitu 228 per 100.000 per kelahiran hidup pada tahun 2007. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di RSUD Waled Kabupaten Cirebon, dari 3734 persalinan tercatat ada 330 kasus preeklampsia ringan dan 738 kasus preeklampsia berat yang terjadi dalam periode 2012. Selain itu preeklampsia merupakan urutan ketiga dalam kasus terbanyak yang terjadi di ruang bersalin BRSUD Waled. Wanita yang mengalami preeklampsia akan mengalami vasokontriksi pembuluh darah sehingga menyebabkan berkurangnya transport O2 dan nutrisi ke janin. Oleh karena itu, hal ini dapat menyebabkan ibu dengan preeklampsia dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal serupa diungkapkan dalam penelitian Zahariah (2011), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara preeklampsia
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
berat dengan kejadian BBLR di RSU Dr. Soetomo Surabaya, dimana ibu dengan preeklampsia berat memiliki risiko 2,143 kali untuk melahirkan BBLR jika dibandingkan preeklampsia ringan (Zahariah, 2011). Namun tidak semua ibu dengan preeklampsia akan melahirkan bayi BBLR. Penelitian yang dilakukan di Alberta, Canada, menunjukkan bahwa ibu yang menderita preeklampsia dan melahirkan cukup bulan ( at term ) akan melahirkan bayi dengan berat badan normal (Xiong et al., 2002). Hal ini bertentangan dengan teori penurunan perfusi uteroplasental yang akan berdampak pada berat badan yang dilahirkan. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di BRSUD Waled dari tahun 2010 - 2012 angka kasus preeklampsia ringan mengalami peningkatan yaitu dari 93 kasus pada tahun 2010, 319 pada tahun 2011 dan akhirnya menjadi 330 kasus pada tahun 2012. Sama halnya dengan kasus preeklampsia berat yang mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga tahun 2012 yaitu dari 176 kasus pada tahun 2010, 513 kasus pada tahun 2011, hingga 738 kasus pada tahun 2012. METODE Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah survei analitik melalui pendekatan cohort retrospective. Survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Dilanjutkan dengan melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena baik antara faktor risiko dengan faktor efek. Faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor risiko,
12
sedangkan faktor risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan efek (pengaruh). Kohort retrospektif adalah desain penelitian yang mengidentifikasi faktor risiko dan efek pada kohort yang telah terjadi di masa lalu namun kejadian efek ditelusuri prospektif dilihat dari pajanan risiko(Sastroasmoro and Ismael, 2010). Penelitian dilakukan di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon. Populasi dan sampel penelitian adalah seluruh ibu bersalin di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon periode 1 Januari25 Mei 2013 sebanyak 1728. Data yang digunakan adalah data primer dengan melakukan pengukuran langsung pada bayi baru lahir. Pengukuran menggunakan timbangan baby scale untuk berat badan bayi baru lahir, dan lembar isian untuk pengisian data. Pengukuran dilakukan dengan cara memposisikan terlebih dahulu jarum diangka 0 lalu menimbang kain yang akan dipergunakan bayi. Hasil penimbangan bayi akan dikurangi berat kain yang diukur di awal pengukuran. Pengukuran dibantu oleh 5 enumerator. Analisis data dalam penelitian ini memakai sistem komputerisasi dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 18 meliputi univariat dan bivariat. Karena dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah kategorikal dan numerik, maka teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda dua mean (independent sample t-test), yaitu untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda.
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
X1 X 2
t12
SD =
13
SD12 SD2 2 n 1 1 n2 1
∑ మ
− (ܺത)ଶ
X = Rata-rata
SD = Standar Deviasi Hasil didapatkan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Nilai pada t tabel dengan alfa = 0,05. Apabila nilai t hitung t > nilai t tabel maka Ho ditolak, namun apabila didapatkan hasil hitung t < nilai tabel maka Ho diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN ഥ
Analisis pertama dilakukan dengan maksud untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti. Hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Kejadian Preeklampsia dan Berat Badan Lahir Bayi di BRSUD Waled Periode 1 Januari – 25 Mei 2013 Karakteris tik
n (%)
n
(mean ±
SD)
min
maks
Preeklam psia Ya Tidak
362 (20,9) 1366 (79,1)
Berat Badan ( 2968,75 1728 594,44) 400 4700 Lahir ± lahir normal merupakan suatu hal Hasil penelitian menunjukkan, dari bayi 1728 Bayi orang ibu bersalin, terdapat 362 yang sangat penting karena akan orang yang mengalami preeklampsia menentukan kemampuan bayi untuk (20,6%) dan terdapat 1366 orang yang dapat menyesuaikan diri terhadap tidak mengalami preeklampsia (79,1%), lingkungan baru sehingga tumbuh serta memiliki berat badan lahir bayi kembang bayi akan berlangsung secara rerata 2968,75 gram. Bayi yang lahir normal. Secara umum, bayi berat lahir tersebut memiliki berat badan terkecil rendah dan bayi dengan berat berlebih 400 gram dan terbesar 4700 gram. lebih besar risikonya untuk mengalami Berat badan merupakan salah satu masalah. indikator kesehatan bayi baru lahir. Pada penelitian ini rerata berat Menurut Koesim (2008) berat lahir bayi badan lahir bayi adalah 2968,75 gram, adalah berat bayi yang ditimbang dalam yang termasuk dalam kategori berat waktu 1 jam pertama setelah lahir. Berat badan lahir cukup atau normal (2500-
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
4000 gram). Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa tingkat kesehatan bayi baru lahir di BRSUD Waled sudah cukup baik. Namun berdasarkan penelitian ini, peneliti juga menemukan bahwa terdapat berat badan lahir bayi dengan nilai terendah yaitu 400 gram dan nilai tertinggi 4700 gram. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat bayi yang memiliki tingkat kesejahteraan yang kurang bila dilihat dari berat badan lahir. Hal serupa dituliskan oleh Damanik yang disitasi dari buku Neonatologi IDAI oleh Koesim (2008) bahwa bayi berat lahir rendah dan bayi dengan berat berlebih lebih besar risikonya untuk mengalami masalah seperti ketidakstabilan suhu, kesulitan pernafasan, kelainan gastrointestinal dan nutrisi, imaturitas hati, dan lain-lain. Dan dari masalah tersebut, pihak Rumah Sakit memerlukan sarana dan sumber daya yang memadai dalam penanganan masalah. Variabel lain yang diteliti adalah preeklampsia. Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu dengan ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria(Varney, 2007). Di Indonesia, perkiraan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 6-12 % serta sangat bervariasi dari masingmasing daerah dan hasil penelitian setiap rumah sakit (Manuaba, 2007). Hal tersebut dapat dijadikan suatu acuan dalam penanganan preeklampsia, mengingat bahwa preeklampsia masih termasuk dalam penyumbang tertinggi Angka Kematian Ibu di Indonesia setelah perdarahan dan infeksi. Berdasarkan hasil penelitian dari 1728 persalinan, terdapat 20,9 % ibu yang menderita preeklampsia dan 79,1% ibu yang tidak menderita preeklampsia. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat angka preeklampsia dan masih
14
merupakan urutan ketiga kasus terbanyak setelah KPD dan serotinus. Di RSUD Waled sendiri angka kejadian penyakit yang disebut the disease of theory ini mengalami perubahan dalam 3 tahun terakhir, dimulai pada tahun 2010 sebanyak 269 kasus preeklampsia, 832 kasus pada tahun 2011, dan 1068 kasus pada tahun 2012. Dengan adanya program EMAS (Expanding Maternal and Newborn Survival) yang dilaksanakan di RSUD Waled, diharapkan akan terjadinya penurunan kejadian preeklampsia sehingga berpengaruh pada penurunan AKI di wilayah Cirebon khususnya. Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk melihat adakah hubungan antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi dengan menggunakan uji statistik independent t test. Hasil penelitian menunjukkan, dari 1728 orang ibu bersalin, berat badan rerata dari ibu yang mengalami preeklampsia adalah 2879,28 gram, sedangkan berat badan rerata bayi pada ibu yang tidak mengalami preeklampsia adalah2992,46. Hasil uji statistik diperoleh p = 0,0013 (p < 0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon periode 1 Maret – 25 Mei 2013. Dapat dilihat dari tabel diatas terdapat beda rerata (-113,178) dan nilai t (3,229). Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Banyak faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi, salah satu faktor tersebut adalah penyakit yang dialami ibu seperti preeclampsia (Manuaba, 2007). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 1728 orang ibu bersalin, terdapat 362 orang ibu yang mengalami preeklampsia (20,9%) dengan berat
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
badan lahir bayi rata-rata 2879,28 gram, dan 1366 orang ibu yang tidak mengalami preeklampsia (70,1%) dengan berat badan lahir bayi rata-rata 2992,46 gram. Meskipun tidak mengalami perbedaan yang signifikan antara rerata berat badan lahir pada ibu yang menderita preeklampsia dengan rerata berat badan lahir bayi pada ibu yang tidak menderita preeklampsia, dan masih termasuk dalam batas normal, namun tetap saja masih ada bayi dengan berat badan lahir rendah. Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil statistik yaitu p value 0,0013 (p < 0,05) dan t test -3,229. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon periode 1 Januari – 25 Mei 2013. Maka hipotesis yang didapatkan adalah ibu yang menderita preeklampsia akan lebih beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak mengalami preeklampsia. Tidak hanya itu saja, berdasarkan nilai beda rerata yang didapatkan yaitu sebesar -113,178, dapat disimpulkan bahwa ibu yang menderita preeklampsia akan menurunkan sebesar 113,178 gram berat badan bayi yang dilahirkannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Zahariah, Sultanah (2011) tentang preeklampsia dan BBLR di RSU Dr. Soetomo, dari 242 ibu preeklampsia, sebagian besar (62,4%) merupakan preeklampsia berat dan hanya sebagian kecil yang melahirkan BBLR (22,1%), dan ternyata risiko melahirkan BBLR hanya meningkat pada ibu dengan preeklampsia berat (OR = 2,143, CI 0,144, p 0,036). Hal serupa juga diungkapkan dalam penelitian Khoriyah, Yayah (2010) dan Tunggal Dewi, Fitri (2011) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
15
signifikan antara preeklampsia dengan berat badan lahir rendah. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan Poole dalam Bobak (2005) yang menuliskan bahwa preeklampsia akan berpengaruh terhadap degenerasi plasenta lebih dini dan memungkinkan terjadinya IUGR pada janin. Secara lebih jauh pula Bobak (2005) menjelaskan bahwa preeklampsia berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan seperti peningkatan volume plasma darah misalnya. Pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ menurun, termasuk perfusi ke unit janinuteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Pada ibu hamil dengan preeklampsia mengalami vasokontriksi pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi plasenta dalam bentuk iskemia uteroplasenter. Aliran darah yang berisi nutrisi maupun oksigen sangat penting artinya untuk tumbuh kembang janin dalam uterus. Dengan demikian dapat terjadi gangguan tumbuh kembang janin (Manuaba, 2007). Di dalam uterus, vasokontriksi yang disebabkan oleh hipertensi akan menurunkan aliran darah uterus dan lesi vasikular terjadi di dasar plasenta, menyebabkan terjadinya abrupsio plasenta yang mengakibatkan terjadi retriksi pertumbuhan janin. Keluarnya hormon juga terganggu dengan menurunnya fungsi plasenta dan keadaan ini memiliki komplikasi yang serius terhadap kehidupan janin. Kombinasi tersebut sering mengakibatkan kelahiran prematur dan
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
berkontribusi pada berat badan lahir bayi (Fraser and M, 2009). Penyebab gangguan pertumbuhan intrauterin yang paling akhir ditemukan adalah penyalahgunaan kokain selama kehamilan. Obat dengan mudah masuk ke plasenta sehingga konsentrasinya dalam darah janin sama dengan konsentrasi dalam darah ibu. Kokain adalah suatu stimulant sistem saraf pusat (SSP) dan menghambat konduksi saraf perifer. Konduksi syaraf perifer yang terbatas diakibatkan oleh hambatan pengambilan kembali neurotransmitter, akibatnya konsentrasi neurotransmitter ini dalam serum meningkat sehingga menyebabkan vasokontriksi, takikardi dan hipertensi. Hal tersebut berpengaruh pada penurunan berat badan janin hingga kematian janin (Koesim, 2008). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Xu Xiong et al (2002) dalam penelitiannya di Alberta, Canada, menunjukkan bahwa ibu yang menderita preeklampsia dan melahirkan cukup bulan ( at term ) akan melahirkan bayi dengan berat badan normal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Ghana (2006) di Korle Bu Teaching Hospital mengenai perbedaan antara preeklampsia pada ibu hamil cukup bulan dan kurang bulan (>20 minggu < 37 minggu) dengan berat badan lahir bayi. Penelitian dengan desain longitudinal prospektif ini menyebutkan bahwa ibu yang menderita preeklampsia pada usia kehamilan cukup bulan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal, namun sebaliknya ibu yang menderita preeklampsia pada atau sejak kehamilan kurang bulan maka berat badan lahir bayinya akan lebih kecil atau mengalami IUGR (Ghana, 2006). Penelitian tersebut serupa dengan teori yang dikemukakan Damanik yang disitasi dari buku Neonatologi IDAI oleh Koesim (2008) yang menyebutkan
16
bahwa pertambahan berat plasenta sejalan dengan pertambahan berat janin. Hal tersebut berhubungan dengan luas permukaan villus plasenta yang bertugas menyerap nutrisi dan oksigen dari maternal. Bila preeklampsia terjadi pada trimester kedua atau kurang bulan dimana terjadi gangguan dalam jalannya destruksi sel trofoblas ke dalam arteri spiralis dan arteriolinya, maka sangat memungkinkan bila terjadi retriksi pertumbuhan janin. Namun bila preeklampsia terjadi pada usia kehamilan cukup bulan, maka fungsi plasenta telah cukup kokoh untuk tetap mengalirkan nutrisi dan oksigen meskipun terjadi vasokontriksi. Hal tersebut yang menyebabkan preeklampsia pada usia kehamilan cukup bulan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir yang relatif normal. Damanik dalam buku Neonatologi IDAI juga menyebutkan bahwa walaupun setiap organ dapat dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan intrauterin, efeknya pada tiap organ tidak sama. Jika preeklampsia yang menyebabkan gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan, pertumbuhan jantung, otak dan rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, limfa dan timus akan akan sangat berkurang. Hal tersebut disebut dengan pertumbuhan asimetris (Koesim, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi meliputi, faktor janin yaitu faktor genetik, kehamilan tunggal atau ganda dan faktor kelainan kongenital, faktor maternal yaitu umur ibu, kebiasaan ibu saat hamil seperti merokok, minum beralkohol, umur kehamilan, dan penyakit yang diderita ibu, serta faktor plasenta.. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai preeklampsia dengan berat badan lahir dengan melihat faktorfaktor yang lain.
Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013
SIMPULAN Berdasarkan hasil dari pembahasan yang telah disampaikan maka penelti dapat membuat simpulan sebagai berikut: 1. Angka kejadian ibu bersalin dengan preeklampsia lebih rendah dibandingan ibu yang tidak mengalami preeklampsia di RSUD Waled Kabupaten Cirebon Periode 1 Januari – 25 Mei 2013 2. Berat Badan lahir bayi rerata di RSUD Waled Kabupaten Cirebon Periode 1 Januari – 25 Mei 2013 dalam kategori normal. 3. Terdapat hubungan antara preeklampsia dengan berat badan lahir bayi di RSUD Waled Kabupaten Cirebon Periode 1 Januari – 25 Mei 2013. Ibu yang mengalami preeklampsia lebih berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami preeklampsia di RSUD Waled KAbupaten Cirebon Periode 1 Januari – 25 Mei 2013. UCAPAN TERIMAKSIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Fraser & M, D. (2009) Myles Buku Ajar Bidan, Jakarta: EGC. Ghana (2006) Birth weight and preeclampsia: A comparative Study. NCBI. Koesim, e. a. (2008) Neonatologi, Jakarta: IDAI. Manuaba (2007) Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta: EGC.
17
Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2010) Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta: Sagung Seto. Varney, H. e. a. (2007) Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta: EGC. Xiong, X., Demianczuk, N. N., Saunders, L. D., Wang, F.-L. & Fraser, W. D. (2002) Impact of Preeclampsia and Gestational Hypertension on Birth Weight by Gestational Age. Am J Epidemiol 155: 203-9. Zahariah, S. (2011) Hubungan antara preeklampsia dengan BBLR di RSU dr. Soetomo tahun 2009. UNAIR.