Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 4 No.1, Oktober 2015 – Maret 2016 HALAMAN Hubungan Antara Konseling Asi Eksklusif Pada Ibu Hamil Trimester III Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember 212-218 Khusnul Khotimah………………………………………………................................................... 2. Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik dan Dampaknya Pada Pencapaian Index Prestasi Dalam Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mahasiswa 219-228 Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember Akhmad Efrizal Amrullah........................................................................................ 3. Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat Dengan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan Di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember 229-237 Nurul Aini ………………………………………………………….................................................... 4. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di PSLU Bondowoso 238-244 Tri Farisa Bheli Putra Ahmadiyanto……………………………………………………………………….. 5. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Setelah Olahraga Jalan Kaki Pada Lansia Dengan Riwayat Hipertensi 245-253 Hosen……………………………………………………………………………………………………………………. 6. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Cacingan Pada Anak Usia Sekolah Di SD Negeri Blindungan IV Kabupaten Bondowoso 254-261 Yuyun Tri Wahyuni……………………………………………………………………………………………….. 7. Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil Kepada Akseptor KB Pil Di Wilayah Puskesmas Patrang Kabupaten Jember 262-265 Helen Eka Nadia Sari…………………………………………………………………………………………..... 8. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini Di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso 266-273 Dina Nur Oktavia………………………………………………………………………………………………….. 9. Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan Tentang Amenore Sekunder Akibat Pemakaian KB Suntik 3 Bulan Di Puskesmas Mumbulsari 274-279 Uswatun Hasanah………………………………………………………………………………………………… 10. Gambaran Faktor Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi Di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember 280-284 Zayniyyatul Ma’rufah……………………………………………………………………………………………. 11. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kanker Payudara Dengan Pelaksanaan Breast Self Examination (Bse)/ Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) 285-294 Fitria Jannatul Laili......................................................................................... 1.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
213
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
HUBUNGAN ANTARA KONSELING ASI EKSKLUSIF PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER Khusnul Khotimah*, IGA. Ayu Karnasih**, Zidni Nuris Yuhbaba*** *, **Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember ***Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRACT Mother's milk (ASI) is the best food a baby at the early age of life. Exclusive breastfeeding means that the infant receives only breast milk. Although exclusive breastfeeding is so important, but not all mothers do. In Jember coverage of exclusive breastfeeding at 66.37% while achieving the target of 80% is one Arjasa districts. Based on the obtained results of the survey 60% of mothers do not exclusively breastfeed their infants. The purpose of this study was to analyze the relationship between counseling in third trimester pregnant women with exclusive breastfeeding in the Arjasa district of Jember 2014. This type of research is the correlation. The population in this study was all the third trimester pregnant women gestational age> 36 weeks in the Arjasa district of Jember 2014 amounted to 63 people. The sample size in this study are 54 people with the sampling technique used is random sampling. Data analyzed using a computer with the Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for Windows. The results of the frequency distribution of the respondents obtained the result that most of the third trimester maternal age was 22-27 years (64.8%), secondary education (51.9%). Mothers who receive counseling are largely exclusive breastfeeding in infants for 24 hours ie (74.04%), mothers were not given counseling on exclusive breastfeeding in infants for 24 hours ie (33.33%). Based on chi square x2 values obtained count (9012)> x2 tables (3,481), with a significance value of 0.003> 0.05, so that there is a relationship between the provision of counseling with a third trimester pregnant women exclusively breastfeeding babies for 24 hours. While the value of contingency coefficient of 0.378, meaning that the relationship is at a low or weak category is uncertain. The conclusion of this research there is a relationship between exclusive breastfeeding in mothers who were counseled by the closeness of the relationship is at a low or weak category is uncertain. Keywords: Counseling, exclusive breastfeeding PENDAHULUAN Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindumgi bayi dari infeksi praktek menyusui dinegara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun (Amirudin, 2006). Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi hanya menerima ASI. Tidak ada cairan atau padatan lain diberikan, JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
bahkan air, dengan pengecualian dari larutan rehidrasi oral, atau tetes / sirup vitamin, mineral atau obat-obatan. WHO merekomendasikan bahwa bayi harus ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapai pertumbuhan optimal, pembangunan dan kesehatan. Setelah itu, bayi harus menerima nutrisi makanan pendamping yang memadai dan aman, sambil terus menyusui sampai dua tahun atau lebih. (WHO, 2003).
212
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lain seperti formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, susu (Utami, 2000). Pemberian ASI Eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi di Indonesia (Prasetyono, 2009). ASI Eksklusif mendapat dilegitimasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif, dan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 tahun 2010 tentang ASI Eksklusif. Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana sepenuhnya, diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara optimal. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun 2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif justru meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (Yuliarti 2010). Dari hasil penelitian United Nation Child‟s Fund (UNICEF) dari tahun 2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan anak diberikan ASI Eksklusif sehingga usia 23 bulan didapati 50%. Tetapi persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sehingga usia 23 bulan (UNICEF, 2011). Di Provinsi Jawa Timur tahun 2012 target pencapaian 67%, sementara pemberian ASI Eksklusif baru mencapai sebesar 64,08% , artinya tidak mencapai target (Dinkes Jatim, 2012). Berdasarkan laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
2013 diketahui bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2013 adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%. Menurut data profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2012 dari jumlah bayi yang diperiksa berjumlah 40,299 bayi usia 0-6 bulan, sebesar 66.37% mendapatkan ASI Eksklusif sementara target pencapaian sebesar 80% (Dinkes Jatim, 2013). Berikut data lima daerah dengan persentase terendah pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jember meliputi Puskesmas Arjasa (21.96%), Pukesmas Kencong (32.22%), Puskesmas Klatak (38.71%), Puskesmas Gladak (42.56%), dan Puskesmas Kalisat (43.07%) (Dinkes Jember, 2012). Berdasarkan hasil survei awal yang peneliti lakukan pada 10 orang ibu nifas, di Kecamatan Arjasa, diperoleh gambaran bahwa sebanyak 60% ibu telah memberikan makanan selain ASI pada bayinya dengan alasan yang beragam, diantaranya karena ASI-nya tidak keluar dan tidak mencukupi kebutuhan bayinya, sebagain karena sudah menjadi kebiasaan dilingkungan tersebut, artinya bayi diberi makan selain ASI seperti pisang, kelapa muda, dan nasi. Kebiasaan ini masih dipertahankan oleh sebagian besar ibu yang memiliki bayi dengan alasan sudah menjadi warisan budaya yang tidak bisa ditingalkan sebab jika ditinggalkan memungkinkan bayi akan mengalami sakit seperti yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Terdapat pula ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif karena persalinannya tidak ditolong bidan atau tenaga kesehaan sehingga tidak mendapatkan informasi mengenai ASI sehingga ibu lebih diorientasikan pada cara-cara pemberian susu botol. Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif mengeluhkan bahwa bayinya sering mengalami mencret/diare. Sementara 40% ibu memberikan ASI Ekskluasif pada bayinya dikarena mengetaui manfaat dan dampak yang dapat ditimbulkan dengan memberikan MPASI 213
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
terlalu dini. Perilaku ini disebabkan karena itu mengetahui informasi tersebut dari penolong persalinan. Menurut ibu bayinya tidak pernah mengalami diare, hanya sekedar demam biasa. Menurut Notoatmojo (2003) Tenaga kesehatan seharusnya menjadi tokoh panutan dibidang kesehatan. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan. Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh ibu mengenai ASI Ekskluasif menuturkan bahwa sebagain ibu mendapatkan informasi dari bidan dan petugas kesehatan lainnya mengenai ASI, sebagian lainnya mengakui bahwa jarang melakukan kosultasi berkaitan dengan ASI sehingga mereka kurang memahami mengenai ASI eksklusif, dan beberapa menuturkan jika bidan hanya menyarakan memberikan ASI selama 6 bulan berturut-turut tanpa menginformasikan mengenai dampaknya terhadap bayi, sehingga mudah bagi ibu memberikan bayinya susu formula. Tingkat keberhasilan pemberian ASI bisa berhasil sukses salah satunya dengan adanya peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan praktik menyusi pada ibu. Dukungan petugas kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif sangat diperlukan yaitu dengan mengingatkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan kemampuan melalui pendidikan dibidang kesehatan (Depkes RI, 2011). Manifestasi dari peran tenaga kesehatan dalam upaya mendukung pemberian ASI eksklusif bisa dilakukan salah satunya adalah dengan konseling. Konseling adalah bantuan yang diberikan
pada seorang klien untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan cara wawancara (face to face) dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi klien untuk mencapai kesejahteraannya (Walgito, 2010). Berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif berdampak terhadap sikap ibu yang kemudian akan berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan konseling ASI Eksklusif pada ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI ekslusif di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tahun 2014. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi, karena bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan (Nursalam, 2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling, variabel terikat adalah pemberian ASI ekslusif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III yaitu usia kehamilan >36 minggu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Tahun 2014 berjumlah 63 orang. Teknik sampling yang digunakan oleh adalah random sampling. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin berjumlah 54 sampel. Penelitian ini dilakukan bulan Juni tahun 2014. Analisis data menggunakan uji Chi Square.
HASIL Hasil penelitian akan dipaparkan sebagai berikut. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Ibu Hamil Trimester III di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
214
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
No Usia Frekuensi 1 16-21 Tahun 5 2 22-27 Tahun 35 3 28-33 Tahun 14 Jumlah 54 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Prosentase (%) 9.3 64.8 25.9 100
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar usia ibu hamil trimester III adalah 22-27 Tahun (64.8%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil Trimester III di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 1 Dasar 25 46.2 2 Menengah 28 51.9 3 Tinggi 1 1.9 Jumlah 54 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil trimester III berpendidikan menengah yaitu 28 orang (51.9%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi pemberian ASI ekslusif pada ibu yang diberikan konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No Konseling Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah ∑ % ∑ % ∑ % 1 Konseling 20 74.07 7 25.93 27 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Ekslusif Pada Ibu Yang Tidak Diberikan Konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No Konseling Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah ∑ % ∑ % ∑ % 1 Tidak Konseling 9 33.33 18 66.67 27 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa ibu yang tidak diberikan memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%).
konseling
Tabel 5 Distribusi Silang antara Pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang diberikan konseling dan tidak diberikan konseling di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No Pemberian ASI Eksklusif Tidak Eksklusif Jumlah Konseling ∑ % ∑ % ∑ % 1 Konseling 20 37.04 7 12.9 27 50 2 Tidak Konseling 9 16.67 18 33.33 27 50 Jumlah 29 53.7 25 46.29 54 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
215
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa ibu trimester III yang mendapatkan konseling sebesar (50%) diantaranya sebesar (37.04%) ibu memberikan ASI secara Ekslusif pada bayinya, dan 12.9% ibu tidak memberikan ASI secara Eksklusif pada bayinya. Berdasarkan uji chi square dengan bantuan SPSS diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung (9.012) > x2 tabel (3.481), dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < 0.05, sehingga pada penelitian ini hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Sementara berdasarkan nilai koifisien kongtingensi sebesar 0.378, artinya keeratan hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam berada pada kategori rendah atau lemah tidak pasti. PEMBAHASAN Konseling merupakan proses pemberian informasi objektif dan lengkap tentang ASI Ekslusif kepada ibu hamil trimester III yang dilakukan secara sistematis bertujuan untuk membantu ibu hamil trimester III mengenali masalah dan menemukan jalan keluarnya atas masalah yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%). Hasil penelitian ini menjelaskan jika konseling berperan penting bagi ibu hamil trimester III dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Hasil penelitian senada dengan hasil pendapat Trismiati, (2004) Konseling adalah suatu bentuk wawancara untuk menolong (membantu) orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya (keinginannya, sikapnya, kekhawatiran, dan sebagainya) dalam usahanya untuk
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Ibu yang tidak diberikan konseling berarti ibu tidak diberikan sejumlah informasi yang lengkap tentang pemberian ASI secara Ekslusif pada bayi selama 24 jam. Jumlah informasi yang diperoleh ibu akan menambah tingkat pengetahuan yang dimilikinya, semakin banyak jumlah informasi yang diperoleh maka memungkinkan akan semakin baik pula tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahun yang dimiliki ibu hamil trimester III merupakan dasar bagi ibu dalam bertindak, ataupun berperilaku. Sebab pada dasarnya perilaku seseorang merupakan manifestasi dari apa yang diketahuinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang tidak diberikan konseling memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%). Hasil penelitian ini menjelaskan jika ibu yang tidak diberikan konseling cenderung tidak memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam. Keadaan ini dimungkinkan karena ibu tidak mengetahui mengenai manfaat pemberian ASI secara eksklusif pada bayi selama 24 jam. Akibat ketidaktahuan ibu maka ibu tidak memberikan ASI secara Ekslusif paa bayi. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang baru pada subjek dapat menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahuinya itu. Sikap yang didasari dengan pengetahuan yang baik cenderung akan positif jika dibandingkan dengan sikap yang didasari oleh pengetahuan yang kurang. Perilaku melalui suatu proses didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Berdasarkan uji chi square dengan bantuan SPSS diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung (9.012) > x2 tabel (3.481), 216
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < 0.05, nilai koifisien kongtinensi 0.378, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konseling dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam dengan kekuatan hubungan rendah dan tidak pasti. Dalam kegiatan konseling terdapat pemberian informasi dari konselor pada konseli, jumlah informasi yang diterima konseli tentang ASI akan meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Semakin banyak informasi yang diterima, memungkinkan ibu akan memiliki pengetahuan yang baik pula. Pengetahuan ini yang pada akhirnya akan menjadi dasar ibu dalam bertindak ataupun berperilaku. Perilaku seseorang merupakan manifestasi dari pengetahuan yang dimiliki. Seseorang cenderung bertindak sesuai dengan segala yang diketahuinya, begitu pula dengan pemberian ASI secara Ekslkusif. Ibu yang mengetahui dengan pasti mengenai penting ASI bagi bayi akan cenderung memberikan ASI secara eksklusif dengan asumsi tidak ada faktor lainnya seperti ASI tidak keluar dll. Sehingga kegiatan konseling diharapkan dapat menambah pengatahuan ibu tentang ASI. Hasil penelitian ini senada dengan pendapat Rulina. (2010) Dukungan dari para profesional di bidang kesehatan sangat diperlukan bagi ibu, terutama primipara. Pendidikan tentang pentingnya menyusui sudah harus diberikan sejak masa antenatal, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan baik bidan maupun dokter. Bila semua petugas kesehatan menerapkan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui, maka dijamin dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak, sesuai dengan MDGs (Millenium Development Goals). Peran tenaga kesehatan di ruang perawatan ibu dan bayi sangat besar, agar setiap bayi yang dipulangkan harus menyusui. Menurut Suhermi (2009) Dukungan bidan dalam pemberian ASI dapat mencegah atau JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
menghindari berbagai kesulitan umum dalam pemberian ASI eksklusif. Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif dapat diberikan dengan meyakinkan ibu bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya serta membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri. Menurut Sigit, (2010) Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI, belum dipahaminya ASI secara tepat dan benar oleh ibu dan keluarga/lingkungan, kekeliruan persepsi tentang susu formula, kurangnya pembekalan pengetahuan dari petugas kesehatan dapat menyebabkan ibu memutuskan tidak menyusui atau memberikan makanan pendamping terlalu cepat. Ketersediaan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi peningkatan keberhasilan pemberian ASI. Oleh karenanya, setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan RS tersedia konselor menyusui akan membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI. Selain ketersediaan konselor menyusui, aspek lain yang perlu mendapat perhatian adalah komunikasi. Dengan komunikasi yang baik, pesan tentang manfaat pemberian ASI akan makin cepat sampai ke masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan melalui media massa atau memanfaatkan jaringan elektronik berupa website dan jaringan internet. Komunikasi merupakan bagian penting dalam melindungi, mempromosikan dan mendukung kegiatan menyusui. Bantuan dan komitmen yang tinggi dari para konselor akan dapat meningkatkan cakupan pemberian ASI dan akhirnya dapat diciptakan generasi penerus yang berkualitas. Pemberian ASI yang tepat, tidak saja meningkatkan asupan gizi sehingga anak tumbuh dan berkembang optimal, juga penting dalam memelihara kesehatan sebagai suatu investasi bangsa yang sangat tinggi di masa kini dan masa yang akan datang. 217
Hubungan Antara Konseling ASI Ekslusif Pada Ibu Hamil…………….Khusnul Khotimah, hal. 212 - 218
KESIMPULAN Ibu yang mendapatkan konseling sebagian besar memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (74.04%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan konseling memiliki kecenderungan memberikan ASI Eksklusif pada bayi. Keadaan ini mengindikasikan bahwa perilaku ibu cenderung didasari oleh informasi yang diketahuinya. Ibu yang tidak diberikan konseling memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ibu yang tidak mendapatkan konseling memiliki memiliki kemungkinan memberikan ASI Eksklusif pada bayi. Hal ini diduga ibu mengentahui manfaat ASI Eksklusif dari sumber lainnya. Berdasarkan uji chi square diperoleh hasil bahwa nilai x2 hitung (9.012) > x2 tabel (3.481), dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < 0.05, sehingga pada penelitian ini hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam. Sementara berdasarkan nilai koefisien kontingensi sebesar 0.378, artinya keeratan hubungan antara pemberian konseling ibu hamil trimester III dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 24 jam berada pada kategori rendah atau lemah tidak pasti.
Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak. Dinkes Jember, (2013). Profil Kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2012. Jember, Jawa Timur. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat ed.1, Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo,S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nursalam, (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta, Salemba Medika Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif. Jogjakarta : DIVA Press. UNICEF. (2011). ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia dalam http://situs.kesrepro.info/kia/agu/2 006/kia03.htm Utami, Roesli. (2000), Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Tubulus Agriwidya. WHO. (2003). Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva. Yuliarti, N. (2010). Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta. Penerbit Andi.
KEPUSTAKAAN Amiruddin, R. (2006). Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan. Di ambil Tanggal 5 Maret 2014. http://www.artikeilmiah.com.html Depkes RI. 2005. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta. Depkes RI, (2011). Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Bagi Bayi. Jakarta:
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
218
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
PENGARUH STRESSOR TERHADAP STRESS AKADEMIK DAN DAMPAKNYA PADA PENCAPAIAN INDEX PRESTASI DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES DR. SOEBANDI JEMBER Akhmad Efrizal Amrullah*, Toni Herlambang**, Yusron Rozzaid*** *Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember **, *** Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRACT Lecture proccess to STIKES dr. Soebandi nursing students since the academic year 2013/2014 using competency-based curriculum where students should be able to reach the target of at least 3.00 of Performance Index. Preliminary studies showed a decrease in the achievement of PI for 3 semesters of lectures caused stressors experienced by students, among others: self ability, finance, security, comfort, college expenses, lectures time, coursework, learning methods, evaluation methods and infrastructure. The purpose of this study was to analyze the effect of stressors on the academic stress and its impact on the achievement of PI. The study design used is non-experimental design with a descriptive, where the cross-sectional approach. It was held on May to July 2015 and located in STIKES dr. Soebandi Jember. Sample was taken by used Non-Probability Sampling with 132 respondents. Analysis of data using test instruments, classic assumption test, path analysis, and t test to test the hypothesis. The test results showed the instrument is valid to r-count < 0.05 and reliable on the value of alpha > r table (0.900 > 0.70). Classical assumption qualify as Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) with Asymp. Sig. (2-tailed) of 804 > 0.70 so that data is normal, there is no multicollinearity with VIF values < 10, while the value of Tolerance < 0.10 or > 10 and there are no heteroskesdastisitas with t table < t. Hypothesis testing showed four variables stressor effect on the incidence of academic stress, namely: self ability, coursework, learning methods and infrastructure to the value t count > t table. T test results showed academic stress variables affect the achievement of the Performance Index with the value t count > t table. From the findings can be put forward several suggestions: 1. The admissions process to be more selective based on ability and academic self sufficient and given a briefing before following the lecture. 2. Provision of the coursework to students in order to adjust to the academic load and bustle of students. 3. Choose the method of learning more precise. 4. Completing the facilities and infrastructure. 5. Further research by adding the object in the variable. 6. Adding the variables that have not been covered in this study. Keywords: Stressors, Academic Stress, Performance Index. PENDAHULUAN Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang meliputi program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dimana bertujuan menyiapkan peserta JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
didik untuk menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan akademik atau kemampuan profesional dan menggunakan kemampuan tersebut sesuai bidangnya. Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, lembaga pendidikan harus ditunjang beberapa hal, 219
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
antara lain: tenaga pengajar yang kompeten, tersedia fasilitas belajar dan sumber dana yang memadai, manajemen pembelajaran yang efektif dan efisien serta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak menimbulkan stress dalam pembelajaran atau stress akademik (Daryanto, 2013 dan Rao, 2013). Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember mulai tahun akademik 2013/2014 menerapkan sistem pembelajaran menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada sistem pembelajaran KBK, target pencapaian Indeks Prestasi (IP) yang ditetapkan oleh institusi minimal 3,00 sehingga di akhir proses pembelajaran mahasiswa harus mampu mencapai target IP yang telah ditentukan. Selama proses pembelajaran banyak stressor yang dihadapi oleh mahasiswa keperawatan sehingga mengalami stress akademik dan jatuh dalam kondisi distress yang berakibat pencapaian IP di bawah standar. Beberapa permasalahan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yaitu selain pada perubahan dokumen juga harus disiapkan dari segi pelaksanaan pembelajaran, penciptaan suasana belajar, serta metode evaluasi pembelajaran disertai banyaknya target yang harus dicapai oleh mahasiswa (Dikti, 2008). Berbagai macam stressor yang dirasakan mahasiswa meliputi: kemampuan diri, keuangan, keamanan dan kenyamanan, dosen, beban kuliah, tugas kuliah, waktu perkuliahan, metode belajar, metode evaluasi dan sarana maupun prasarana perkuliahan adalah tuntutan dari pembelajaran menggunakan KBK. Hal ini menimbulkan stress akademik yang berdampak pada pencapaian Indeks Prestasi. Stress akademik yang dirasakan mahasiswa tidak sama satu dengan yang lain, terbagi menjadi tingkat stress akademik sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Berdasarkan fakta tersebut peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh stressor terhadap stress akademik dan dampaknya pada pencapaian IP mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain adalah non–experimental design dengan jenis deskriptif, di mana pendekatannya secara cross sectional, yaitu data diambil satu kali. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Cross-Section, data primer dalam penelitian ini adalah jawaban responden dari kuesioner yang diberikan sedangkan data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari lembaga yang menjadi objek penelitian. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner dan mengambil lokasi di STIKES dr. Soebandi Jember. Populasi penelitian ini adalah semua mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember semester III yang memulai perkuliahan pada tahun akademik 2013/2014. Jenis sampel dalam penelitian ini adalah Non-Probability Sample menggunakan metode Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 132 mahasiswa HASIL PENELITIAN 1. Data umum a. Deskrispi responden berdasarkan usia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember No
Usia
Jumlah
1 2
18-20 tahun 21-23 tahun Jumlah
94 38 132
Persentase (%) 71.2 28.8 100
Sumber : Data Sekunder 2015
220
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh hasil bahwa usia responden sebagian besar adalah 18-20 tahun (71.2%). b. Deskrispi responden berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah 26 106 132
Persentase (%) 19.7 80.3 100
Sumber : Data Sekunder 2015 Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (80.3%). 2. Data Khusus UJI HIPOTESIS a. Pengaruh Variabel Kemampuan Diri (X1) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.260 sedangkan signifikansi = 0.026< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti kemampuan diri(X1) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik. b. Pengaruh Variabel Keuangan (X2) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 1.492sedangkan signifikansi = 0.138> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Keuangan (X2) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik. c. Pengaruh Variabel Keamanan Kenyamanan (X3) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -1.304sedangkan signifikansi = 0.195> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Keamanan Kenyamanan (X3) JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik. d. Pengaruh Variabel Dosen (X4) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -.524 sedangkan signifikansi = 0.601> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Dosen (X4) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z). e. Pengaruh Variabel Beban Studi (X5) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = -.267sedangkan signifikansi = 0.790> = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Beban Studi (X5) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik. f. Pengaruh Variabel Waktu Kuliah (X6) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 1.151 sedangkan signifikansi = 0.252 > = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung < ttabel sehingga Ha ditolak dan Ho diterima berarti Waktu Kuliah (X6) tidak berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z). g. Pengaruh Variabel Tugas Kuliah (X7) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.429 sedangkan signifikansi = 0. 017< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Tugas Kuliah (X7) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z). h. Pengaruh Variabel Metode Belajar (X8)terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.231 sedangkan signifikansi = 0.028< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Metode Belajar (X8) berpengaruh 221
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z). i. Pengaruh Variabel Metode Evaluasi (X9) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 2.470sedangkan signifikansi = 0.015< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Metode Evaluasi (X9 berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik (Z). j. Pengaruh Variabel Sarana Prasarana (X10) terhadap Stresss Akademik (Z) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 4.095 sedangkan signifikansi
= 0.000< = 0,05 dan df (n-k) = 121 diperoleh nilai ttabel = 1.97976 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Sarana Prasarana (X10) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap stresss akademik. k. Pengaruh Variabel Stresss Akademik (Z) terhadap Indeks Prestasi (Y) Dari hasil analisis data diperoleh nilai thitung = 9.133 sedangkan signifikansi = 0.000< = 0,05 dan df (n-k) = 130 diperoleh nilai ttabel = 1.97838 jadi thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti Stresss Akademik (Z) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap Indeks Prestasi (IP).
ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) Nilai koefisien jalur dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7 Hasil Analisis Jalur Pengujian
Z
Y
Variabel Kemampuan Diri (X1) Keuangan (X2) Aman dan Nyaman (X3) Dosen (X4) Beban Studi (X5) Waktu Kuliah (X6) Tugas Kuliah (X7) Metode Belajar (X8) Metode Evaluasi (X9) Sarana Prasarana (X10) Stresss Akademik (Z)
B 0.298 0.217 -0.229 -0.101 -0.037 0.193 0.330 0.384 0.395 0.709 1.119
thitung 2.260 1.492 1.304 -.524 -.267 1.151 2.429 2.231 2.470 4.095 9.13 3
Sig 0.026 0.138 0.195
Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
0.601 0.790 0.252 0.017 0.028 0.015 0.000 0.000
Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber: Data primer diolah tahun 2015 Perhitungan Jalur Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur pada lampiran, tampak bahwa total pengaruh variabel Kemampuan Diri (X1) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 63.15% dengan rincian pengaruh langsung sebesar 29.8% dan pengaruh tidak langsung sebesar 33.35%. Total pengaruh variabel Dosen (X4) terhadap Stress Akademik (Z) hanya memilik pengaruh tidak langsung adalah sebesar 146.5%. Total pengaruh variabel Tugas Kuliah (X7) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 69.92% dengan rincian JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
pengaruh langsung sebesar 33% dan pengaruh tidak langsung sebesar 36.92%. Total pengaruh variabel Metode Belajar (X8) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 81.37% dengan rincian pengaruh langsung sebesar 38.4% dan pengaruh tidak langsung sebesar 42.97%. Total Pengaruh variabel Metode Evaluasi (X9) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 83.7% dengan rincian pengaruh langsung sebesar 39.5% dan pengaruh tidak langsung sebesar 44.20%. Total pengaruh variabel Sarana Prasarana (X10) terhadap Stress Akademik (Z) adalah sebesar 150.24% dengan rincian 222
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
pengaruh langsung sebesar 70.9% dan pengaruh tidak langsung sebesar 79.34%. Berdasarkan pada perhitungan di atas, variabel independen yang mempunyai pengaruh paling kuat terhadap variabel stress akademik (Z) adalah variabel sarana dan prasarana (X10) yaitu sebesar 70.9% secara langsung dan 150.24% secara tidak langsung. PEMBAHASAN 1. Pengaruh kemampuan diri (X1) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel kemampuan diri berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Kemampuan diri merupakan modal awal bagi seorang mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan. Kemampuan diri meliputi aspek fisik dalam hal ini kesehatan dan aspek non fisik yang meliputi pengetahuan, sikap dan prilaku yang dimiliki mahasiswa yaitu ketakutan akan ketidakmampuan, kelelahan dan menurunnya daya konsentrasi tercermin pada mahasiswa sewaktu mengikuti perkuliahan. Dengan demikian hipotesis kemampuan diri terhadap stress akademik diterima. 2. Pengaruh keuangan (X2) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan keuangan, terutama dalam hal membayar biaya kuliah maka akan berpotensi menyebabkan stress. Pada kenyataannya, apabila ada mahasiswa yang mengalami kesulitan keuangan maka pihkan kampus mengeluarkan kebijakan dalam hal tenggang waktu pelunasan pembayaran atau mahasiswa bisa mengikuti kegiatan akademik dengan catatan tentang kesanggupan melunasi biaya yang ditanggung. Pada akhirnya mahasiswa bisa mengikuti sebagian atau beberapa kegiatan akademik. Hal ini bisa JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
menurunkan stress akademik yang dialami mahasiswa. Dengan demikian hipotesis keuangan berpengaruh terhadap stress akademik ditolak. 3. Pengaruh keamanan kenyamanan (X2) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, variabel keamanan kenyamanan tidak berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Keamanan dan kenyamanan yang dirasakan mahasiswa tidak terlepas dari kondisi lingkungan pembelajaran. Pada mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi pada awal perkuliahan menyatakan faktor keamanan dan kenyamanan kurang terpenuhi, hal ini bisa dimengerti bahwa sebagai kampus baru faktor keamanan dan kenyaman menjadi masalah yang umum terjadi. Seiring waktu, pembenahan banyak dilakukan oleh pihak kampus termasuk penambahan fasilitas yang mendukung kenyamanan ketika menjalani perkuliahan, perbaikan sistem kemananan terhadap barang milik mahasiswa sehingga bisa menekan tingkat stress akademik dan pada proses pembelajaran faktor keamanan dan kenyamanan belakangan bukan menjadi masalah yang serius, meskipun ada beberapa mahasiswa yang masih mengeluhkan tentang faktor keamanan dan kenyamanan. Dengan demikian hipotesis keamanan kenyamanan berpengaruh terhadap stress akademik ditolak. 4. Pengaruh dosen (X4) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian, variabel dosen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Kemampuan interpersonal ini meliputi penguasaan terhadap materi perkuliahan yang diberikan, kemampuan memberikan perkuliahan dengan cara yang baik dan professional, kemampuan menerapkan kurikulum yang ditetapkan dan kemampuan mengembangkan metode belajar yang relevan. Dengan demikian hipotesis 223
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
dosen berpengaruh stress akademik ditolak. 5. Pengaruh beban studi (X5) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian, variabel beban studi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Dalam pembelajaran KBK yang menjadi hambatan adalah apabila mahasiswa tidak mampu memenuhi target beban SKS dalam semester tertentu, maka hal tersebut akan menjadi penghalang untuk mengambil jumlah mata kuliah di semester berikutnya, karena mahasiswa harus lulus dalam beban SKS yang dibebankan terlebih dahulu supaya bisa mengikuti semua mata kuliah pada semester yang berikutnya. Akan tetapi pada mahasiswa keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember yang menerapkan sistem KBK apabila mahasiswa tidak lulus pada mata kuliah tertentu, maka bisa ditempuh dalam semester pendek atau mengulang pada tahun akademik beriktunya. Dari hasil kuesioner mayoritas mahasiswa menyatakan beban studi yang ditempuh banyak tetapi bisa dijalani semua, apabila terdapat mata kuliah yang tidak lulus atau nilai kurang dari standar minimal maka mahasiswa cenderung mengikuti semester pendek, sehingga hal tersebut bisa mengurangi tingkat stress akademik. Dengan demikian hipotesis beban studi berpengaruh terhadap stress akademik ditolak. 6. Pengaruh waktu kuliah (X6) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian, variabel waktu kuliah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Meskipun pada kuesioner mahasiswa yang menyatakan menghabiskan banyak waktu kuliah di kampus tidak berarti mereka mengalami stress akademik. Hal tersebut bisa dikarenakan mahasiswa menghabiskan waktu kuliah di kampus tidak dalam proses pembelajaran atau cenderung menghabiskan waktu luang di kampus JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
atau hal-hal lain yang tidak mengarah kepada kegiatan akademik. Karena tidak adanya pengaruh yang signifikan antara waktu kuliah dengan stress akademik maka hipotesis waktu kuliah berpengaruh terhadap stress akademik ditolak. 7. Pengaruh tugas kuliah (X7) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel tugas kuliah berpengaruh sangat signifikan terhadap stress akademik. Hal ini dikarenakan banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen akan sangat menyita waktu mahasiswa untuk beristirahat sehingga mahasiswa selalu terfokus untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Tugas kuliah ini sangat diperlukan untuk menunjang nilai dari masing-masing mata kuliah yang bersangkutan shingga semakin banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan maka semakin tinggi stress akademik yang dialami. Dengan demikian hipotesis tugas kuliah berpengaruh terhadap stress akademik diterima. 8. Pengaruh metode belajar (X8) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel metode belajar berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Penerapan metode belajar yang kurang tepat akan mengakibatkan kebingungan dalam proses perkuliahan sehingga mahasiswa tidak bisa mengerti dan memahami apa yang dipelajari. Sesuai dengan penerapan kurikulum, metode belajar dalam KBK menggunakan Student Centered Learning (SCL) yang menuntut mahasiswa harus mampu menguasai kompetensi yang telah ditetapkan sesuai metode pembelajaran yang dirasa paling sesuai (Dikti, 2008) dimana hal tersebut bisa meningkatkan stress akademik. Dengan demikian hipotesis metode belajar berpengaruh terhadap stress akademik diterima. 9. Pengaruh metode evaluasi (X9) terhadap stress akademik (Z)
224
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
Berdasarkan hasil pengujian, variabel metode evaluasi berpengaruh secara signifikan terhadap stress akademik. Peserta didik dalam evaluasi pada pembelajaran konsep KBK dinilai berdasarkan proses dan hasil belajar baik kegiatan kurikulum, ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler. Secara umum metode evaluasi yang diterapkan ada tiga, yaitu: uji tulis, uji lisan/response, dan uji praktik dimana masing-masing persiapan menjelang evaluasi dan pelaksanaan evaluasi dari suatu proses pembelajaran juga menyebabkan stress akademik (Dobson, 1979, Kohn and Frazner, 1986). Dengan demikian hipotesis metode evaluasi berpengaruh terhadap stress akademik ditolak. 10. Pengaruh sarana prasarana (X9) terhadap stress akademik (Z) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel sarana prasarana berpengaruh signifikan terhadap stress akademik. Hal ini bisa dipahami, sebagai kampus baru kelengkapan sarana prasarana sangat vital untuk menunjang proses perkuliahan. Kelengkapan dan pengelolaan sarana prasarana sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pembelajaran karena akan mempengaruhi intelektual dan emosional peserta didik (Daryanto, 2013). Tidak adanya satu atau beberapa sarana prasarana yang diperlukan maka akan berdampak pada terjadinya stress akademik karena mahasiswa tidak atau kurang mengerti dan memahami materi perkuliahan yang disampaikan, sehingga akan berakibat terjadinya stress akademik. Dengan demikian hipotesis sarana prasarana berpengaruh terhadap stress akademik diterima. 11. Pengaruh stresss akademik (Z) terhadap IP (Y) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa variabel stress akademik berpengaruh signifikan terhadap pencapaian IP. Evaluasi hasil pembelajaran dinyatakan dalam IP (Indeks Prestasi). Indeks prestasi JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
merupakan suatu ukuran untuk menilai keberhasilan mahasiswa di dalam pembelajaran dan dihitung setiap semester. Mahasiswa dengan tingkat stressor yang rendah memiliki IP yang tinggi dibandingkan mahasiswa dengan tingkat stressor yang tinggi. Dengan demikian hipotesis stress akademik berpengaruh terhadap pencapaian IP diterima. KESIMPULAN Berdasarkan analisa yang dilakukan pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel kemampuan diri berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP. 2. Variabel tugas kuliah berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP. 3. Variabel metode belajar berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP. 4. Variabel sarana prasarana berpengaruh signifikan terhadap stress akademik dan pencapaian IP. DAFTAR PUSTAKA Agolla, Joseph E.&Henry Ongori. 2009. An Assessment of Academic Stress Among UndergraduateStudents: The Case of University of Botswana. Educational Research and Review. Vol. 4 (2) pp. 063-070. Bataineh, Marwean Zaid, 2013. Academic Stress Amoung Undergraduate Students: The Caseof Education Faculty at King Saud University, Vol. 2, hal. 8287., diakses 15 April 2014 (http://www.iijoe.org/journal) Benson, Herbert. 1975. The Relaxation Respon. New York: Morrow, Harvard Medical School. Busari, A. O., 2012. Identifying Difference in Perceptions of Academic Stress and Reaction to Stressors Based on Gender among First Year University Students. Vol. 225
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
2, No. 14. diakses 15 April 2014 (http://www.ijhssnet.com/journals) Calaguas, Glenn M. 2011. College Academic Stress: Difference along Gender Lines. Diambil pada tanggal 27 Februari 2015 dari http://www.ifrnd.org Cohen, S. (1980). After effects of stress on human performance and social behavior: A review of research and theory.Psychological Bulletin, 88, 82–108. Chen, Jie et al., 2013. The Impact os Academic Stress on Medical Students Attending College in the Inner Mongolia Area of China. Vol. 3, No. 2, hal. 149-154 diakses 15 April 2014 (http://www.scriporg/journal) Daryanto & Tasrial, 2012. Konsep Pembelajaran Kreatif. Yogyakarta: Gava Media. Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalamMemahami P sikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta Dobson, C.B. 1979: Sources of sixth form stress, Journal of Adolescence, 3, pp.65-76. Edmunds, G.J. 1984: Needs Assessment Strategy for Back students: An examination of stressors and programme implications, Journal of non-white concerns in Personal and Guidance, 12 (2), pp.48-56. Ekpenyong, Christopher E., 2013. Associations Between Academic Streesors, Reaction to Stress, Coping Strategies and Musculoskeletal Disorders Among College Students, Vol. 23 (2), hal.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
98-112 diakses 15 April 2014 (http://www.iijoe.org/journal) George James, M. and Others. 1987: Correlates of Dental Student Stress, Journal of Dental Education, 51(8), pp. 481-485. Hanim, Nur Faridah. 2007. Kesan Stress Terhadap Pencapaian Akademik dan Personaliti Pelajar Politeknik Universiti Tun Hussein Onn Malaysia. (http://eprints.uthm.edu.my/822/1/2 4). Hanina, et.al. 2010. Stress dan Pencapaian Akademik Mahasiswa Pembangunan Manusia di Universiti Putra Malaysia. Jurnal Personalia Pelajar Bil. 13/Juni 2010. (http://www.ukm.my/personalia/wp content/uploads/2015/06/4Hanina-H.pdf). Ippolitive, F.V. 1980: Academic Overloading of High School Students, Voprosy Psikholigii, 2, pp.160-165. Jacobson, Edmund. 1978. You Must Relax: Practical Methods for Reducing the Tensions of Modern Living. New York: McGraw Hill. Kariv, D. & Heiman, T. 2005. Stressors, stress and coping in dual-demand environments: the case of working „back to schoolers‟. Journal of Adult and Continuing Education, 11(10), 91-110. Mahfar, M., Zaini, F., Nordin, N. A. 2007. Analisis Faktor Penyebab Stres di Kalangan Pelajar. Jurnal Kemanusiaan.bil.9, Jun 2007. hal 62-72. http://www.fppsm.utm.my/journallist/cat_view/13-jurnalkemanusiaan/24-bil-09-jun2007.html. di akses tanggal 14/02/2015 jam 08.00 WIB Meichenbaum, Donald. (1977). Cognitive Behavior Modification: An Integrative Approach. New York: Plenum Press. 226
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
Meichenbaum, D. & Cameron, R. 1983. Stress Inoculation Training: Toward A General Paradigm for Training Coping Sklills. New York: Plenum Press. Nandamuri, Purnabhakar & Gowthami Ch., 2011. Sources of Academic Stress: A Study on Management Students. Vol. 1, hal. 31-40 diakses 15 April 2014 (http://jmsnonolimpictimes.org/arti cle) Neil, Niven. 2002. Health Psychology For Health Care Professional. New York : Churchill Livingstone. Notoatmodjo Soekidjo (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Nugroho, Yohanes Anton. 2011. It‟s Easy, Olah Data Dengan SPSS. Yogyakarta: PT. Skripta Media Creative Pukar, K.R., Lamb, J.M. and Bartolovic, M. 1993: Examining the common stressors and coping methods of rural adolescents, Nurses Practitioner, 11, p.50. Rahman M, Rahman A , Flora MS, et al. 2013. Depression and Associated Factors in Diabetic Patients Attending an Urban Hospitals of Bangladesh. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health; 3(1) : 65- 76. Rafidah, K., Azizah, A., Norzaid, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I. & Noraini, I. 2009. The Impact of Perceived Stress and Stress Factors on Academic Performance of PreDiploma Science Students: A Malaysian Study. International Journal of Sc ientific Research in Education, V ol. 2(1), 13-26. Racmah, Dwi Nur, 2012. Hubungan Self Efficacy, Coping Stress dan Prestasi Akademik. Jurnal Ecopsy Vol. 1, No. 1 hal. 6-11 diakses 17 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Maret 2014 (http://ejournalunlam.ac.id/article) Ramamalini, D. 1993: Academic Stress, Quality of Family Support And Intelligence In A Selected Group of High School Girl Students, Unpublished Master Thesis, S.V.U. Tirupati. Rao, Balaji, 2013. A Study of Academic Stress & Adjustment Styles of Teacher Trainees. Disertasi Doctor of Philosophy, Acharya Nagarjuna University, India. Ross, SE, Nielbling BC, Heckert TM. 1999. Sources of Stress Among College Students. Daimbil pada tanggal 31 Maret 2015 dari http://web.ebscohost.com Saxena, P.C. 1978: Adjustment of over and under achievers, Indian Journal of Psychometry and Education, 9, pp.25-33. Sekaran, Uma. 2003. Research Methodes for Bussiness, A Skill Building Approach.Fourth Edition, John Willey & Sons, Inc. Shahmohammadi & Elias. 2011. Stres Akademik, (Online), (http://konselingkita.com, diakses 27 Februari 2015). Singh, Bhupinder Pal, 2011. Study and Analysis of Academic Stress of B. Ed. Students. Vol. 1, No. 2, hal. 119-127 diakses 15 April 2014 (http://www.ripublication.com/ijepa .htm) Sobri, Ahmad, 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Ciputat Press. Tarmidi, 2010. Peranan Kurikulum Berbasis Kompetensi Terhadap Pembentukan Softskill Mahasiswa. Universitas Sumatra Utara diakses 5 April 2014 (http://repository.usu.ac.id/bitstrea m) Thomas, 1987: Adolescent Suicide: The Clinical Manifestation of Alienation, High School Journal, 69 (1), pp.55-60. 227
Pengaruh Stressor Terhadap Stress Akademik…………………..Akhmad Efrizal Amrullah, hal. 219 - 228
Villanova Peter and David Bownas. 1984. Dimensions Of College Student Stress, Paper Presented At A Conference Of South-Eastern Psychological Association. Wulandari, Lita Hadiati. 2011. Gambaran Stres Di Bidang Akademik Pada Pelajar Sindrom Hurried Child Di Sekolah Candra Kusuma. Diakses pada tanggal 12 April 2015 dari http://repository.usu.ac.id Yamane, Taro. 1973. Statistic an Introductory Analysis. Third Edition, Aoyama Gakuin University. Yumba, Wycliffe, 2008. Academic Stress: A Case of the Undergraduate Students. Linkoping University. diakses 15 April 2014 (http://www.divaportal.org/smash/get)
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
228
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
HUBUNGAN MOTIVASI MASYARAKAT BEROBAT DENGAN PEMILIHAN TEMPAT PELAYANAN KESEHATAN DI DESA PACE KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER Nurul Aini*, Said Mardijanto**, Firdha Novitasari*** *, **, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRAK Pasien termotivasi dan percaya untuk berobat ke non nakes dikarenakan non nakes dinilai mampu mengobati penyakit. Pengobatan non nakes A tahun 2012 mengalami peningkatan sekitar 30% dari tahun 2012 jumlah kunjungan mencapai 80 pasien, mencapai 104 pasien pada tahun 2013. Sedangkan pengobatan non nakes B tahun 2013 mengalami peningkatan sekitar 19% dari 90 pasien meningkat 107 pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi dengan populasi 960 KK. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu masyarakat yang berobat ke tenaga non nakes sebanyak 96 KK. Variabel yang diukur adalah motivasi masyarakat berobat dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang 68,8%, motivasi kuat 20,8%, motivasi lemah 10,4%. Sedangkan masyarakat memilih tempat pelayanan non tenaga kesehatan 60,4% dan yang memilih tenaga kesehatan 39,6%. Dari hasil uji analisa data dengan menggunakan Spearman Rank didapatkan pvalue 0,000, pada taraf signifikan p α (alpha) 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat. Saran yang diberikan adalah perlunya peningkatan kegiatan penyuluhan tentang pengobatan medis dan prosedur pengurusan Jamkesmas oleh tenaga kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Desa Pace. Kata Kunci : Motivasi Masyarakat Berobat, Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan. PENDAHULUAN Undang – Undang Kesehatan Pasal 3 menyebutkan bahwa “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis” (UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, 2010). JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Usaha-usaha perlindungan diri dan penyembuhan penyakit sudah diupayakan sejak dulu kala. Salah satu pengetahuan mendasar manusia dan masyarakat saat itu mencegah dan menyembuhkan suatu jenis penyakit secara tradisional yang berbeda jauh dengan konsep penyembuhan secara modern. Awalnya pelayanan kesehatan sangat tergantung dari pengalaman turun temurun kemudian mengalami perkembangan dengan melalui pembuktian ilmiah. Pelayanan kesehatan yang berdasar pengalaman 229
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
turun temurun dikenal sebagai pengobatan tradisional, sedangkan pelayanan kesehatan yang melalui pembuktian ilmiah dikenal sebagai pengobatan formal atau konvensional (Soenardi, 2007). Perilaku manusia untuk melakukan pencarian pengobatan mencakup tiga pertanyaan pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang menurut masyarakat dapat mengobati sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan bagaimana prosesnya dalam memilih sumber pengobatan tersebut. Pada tahun 2008 WHO (World Health Organization) mencatat 68% penduduk dunia masih menggunakan sistem pengobatan tradisional untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pengobatan tradisional memiliki arti penting yaitu mendukung kehidupan dan mempunyai potensi yang progresif untuk dikembangkan (Saifudin A, 2011). Walaupun pelayanan kesehatan modern di Indonesia telah berkembang, masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional masih tetap tinggi. Hasil Susenas (2013) dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan persentase penggunaan obat tradisional dalam pengobatan sendiri yaitu 15,59% (2010), 30,24% (2011), 29,73% (2012), 65,01% (2013). Dari data tersebut terlihat penurunan pada tahun 2012 dari 30, 24% menjadi 29, 73% tetapi terjadi kenaikan yang signifikan penggunaan obat tradisional dalam pengobatan sendiri pada tahun 2013 yaitu dari 29,73% % menjadi 65, 01%. Selain mahalnya pengobatan modern adanya isu kembali ke alam (back to nature) memicu penggunaan pengobatan tradisional (Supardi, 2013). Penggunaan pengobatan tradisional di Indonesia menyebar di seluruh wilayah provinsi. Hasil Susenas tahun 2013 masyarakat yang menggunakan obat tradisional cara pengobatan tradisional JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
terbesar di Provinsi Jawa Timur walaupun tidak menempati urutan pertama dalam menggunakan obat tradisional dan cara pengobatan tradisional dalam mengatasi masalah kesehatannya, juga mempunyai persentase pengguna obat tradisional sebanyak 14% dan penggunaan obat tradisional untuk mendukung kesehatannya sebanyak 5% (Supardi, Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional, dan Cara Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia, 2005). Motivasi dan kepercayaan pasien untuk berobat non nakes dapat mengobati penyakit kronis dan ketidakpercayaan pasien terhadap pengobatan konvensional karena dianggap gagal dalam mengobati penyakitnya. Ketakutkan tindakan operasi serta ketidakpuasan terhadap pengobatan konvensional serta kepercayaan bahwa mengkonsumsi obatobatan akan memberi dampak bagi organ tubuh juga memberi motivasi pasien berobat ke non nakes. Selain pengobatan non nakes lebih menguntungkan dari pengobatan konvensional juga tuntas, murah dan alami hanya kerugian pengobatan non nakes menurut pasien obatnya tidak praktis, tidak enak serta kebersihannya terjamin. Ketentuan mengenai pengobatan tradisional ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076 tahun 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Hal ini bertujuan membina upaya pengobatan tradisional, memberikan perlindungan kepada masyarakat dan menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis, dan cara pengobatannya. Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Berdasarkan studi pendahuluan peneliti pada bulan Maret 2014 di dua tempat pengobatan non nakes dari data 230
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
jumlah kunjungan di setiap tempat pengobatan non nakes setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Di tempat pengobatan non nakes A menunjukkan tempat pengobatannya mengalami peningkatan sekitar 30% yaitu pada tahun 2012 jumlah kunjungan mencapai 80 pasien sedangkan pada tahun 2013 mencapai 104 pasien. Sedangkan di tempat pengobatan non nakes B menunjukkan bahwa di tahun 2013 mengalami peningkatan sekitar 19% dari 90 pasien meningkat 107 pasien. Dari peningkatan jumlah pengunjung tiap tahunnya tersebut dapat terlihat bahwa minat masyarakat terhadap pengobatan non nakes di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember mengalami peningkatan. Sedangkan dari studi pendahuluan pada 20 orang dengan metode wawancara didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pengobatan non nakes 12 orang (60%) dengan alasan sudah turun temurun, dekat dengan rumah, lebih murah. Sedangkan 8 orang (40%) memilih nakes. Jumlah penduduk di Desa Pace sejumlah 16.567 jiwa, pelayanan kesehatan hanya dilayani pelayanan non nakes. Untuk pelayanan nakes masyarakat berobat ke wilayah kecamatan Silo. Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin mengetahui “Hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember”. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi untuk mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan dengan metode cross sectional dimana penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
independen dan dependen hanya satu kali, pada satu saat. Dimana rancangan penelitian ini digunakan untuk mendapatkan hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Untuk mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian maka penelitian ini digunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan disajikan hasil tentang penelitian mengenai hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Pada penelitian ini dilakukan penyebaran kuisioner dengan kriteria Inklusi yang ada pada responden sejumlah 96 orang kemudian dilakukan tabulasi data dengan menggunakan tabel distribusi. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka pada penelitian ini di sajikan data umum yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan. Data khususnya yaitu motivasi masyarakat berobat dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Data Umum Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Usia Frekuensi 20-25 tahun 3 26-30 tahun 28 31-35 tahun 43 36-45 tahun 22 Total 96 Sumber : Data Primer 2014
% 3,1% 29,2% 44,8% 22,9% 100%
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak responden berusia 3035 tahun sejumlah 43 orang (44,8%), sisanya usia 25-30 sejumlah 28 orang (29,2%), usia 35-45 tahun sejumlah 22 orang (22,9%), usia 20-25 tahun sejumlah 3 orang (3,1%). Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Pace 231
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014 Pendidikan Frekuensi SD 41 SMP 26 SMA 22 PT 7 Total 96 Sumber : Data Primer 2014
% 42,71% 27,08% 22,92% 7,29% 100
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak berpendidikan SD sejumlah 41 orang (42,71%), sisanya SMP sejumlah 26 orang (27,08%), SMA sejumlah 22 orang (22,92%), PT sejumlah 7 orang (7,29%).
Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014 Pekerjaan Frekuensi PNS 7 Petani 30 Wiraswasta 34 Buruh 25 Total 96 Sumber : Data Primer 2014
% 7,3% 31,3% 35,4% 26,0% 100
Dari tabel diatas menunjukkan jumlah terbanyak pekerjaan responden sebagai wiraswasta sejumlah 34 orang (35,4%), sisanya petani sejumlah 30 orang (31,3%), Buruh sejumlah 25 orang (26%), PNS sejumlah 7 orang (7,3%).
Tabel
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Data Khusus Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Masyarakat Berobat di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014 Motivasi Masyarakat Frekuensi Berobat Motivasi Lemah 10 Motivasi Sedang 66 Motivasi Kuat 20 Total 96 Sumber : Data Primer 2014
% 10,4% 68,8% 20,8% 100
Dari tabel diatas menunjukkan sebagian besar motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang sejumlah 66 orang (68,8%), sisanya motivasi kuat sejumlah 20 orang (20,8%), motivasi lemah sejumlah 10 orang (10,4%). Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014 Pemilihan Tempat Frekuensi Pelayanan Kesehatan Non Pelayanan 58 Kesehatan Pelayanan Kesehatan 38 Total 96 Sumber : Data Primer 2014
% 60,4% 39,6% 100
Dari tabel diatas menunjukkan sebagian besar masyarakat memilih tempat pelayanan non pelayanan kesehatan sejumlah 58 orang (60,4%) dan yang memilih pelayanan kesehatan sejumlah 38 orang (39,6%).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat Dengan Pemilihan Tempat Pelayanan Kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
232
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237 Motivasi Masyarakat Berobat Motivasi Lemah Motivasi Sedang Motivasi Kuat Total
Pemilihan Tempat Palayanan Kesehatan Non Pelayanan Pelayanan % % Kesehatan Kesehatan 8 80 2 20 45 68,2 21 31,8 5 25 15 75 58 60,4 38 39,6
Total
%
P Value
10 66 20 96
100 100 100 100
0,000
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan mayoritas motivasi lemah lebih memilih tempat non pelayanan kesehatan sejumlah 8 orang (80%) dan motivasi kuat 7 orang atau 75% lebih memilih pelayanan kesehatan. Pada motivasi sedang 45 orang atau 68,2% memilih non pelayanan kesehatan. Sedangkan 5 orang atau 25% adanya motivasi kuat yang memilih non pelayanan kesehatan. Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Spearman Rank (Rho) didapatkan p-value 0,000, pada taraf signifikan p α (alpha) 0,05 sehingga Hipotesa nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini berarti adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat. PEMBAHASAN Identifikasi motivasi masyarakat berobat di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar motivasi masyarakat berobat dengan motivasi sedang sejumlah 66 orang (68,8%), sisanya motivasi kuat sejumlah 20 orang (20,8%), motivasi lemah sejumlah 10 orang (10,4%). Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi itu mendorong manusia untuk JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
berbuat/bertindak, motivasi menentukan arah perbuatan yakni perwujudan suatu tujuan/cita-cita mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, motivasi menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat, sedangkan untuk ciri motivasi berprestasi tinggi yaitu melakukan sesuatu dengan sebaikbaiknya, melakukan sesuatu dengan sukses, ingin lebih dari orang lain, menyelesaikan sesuatu yang sukar (Hamalik, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa masyarakat di Desa Pace Kecamatan Silo masih menggunakan tenaga non medis, hal ini dikarenakan budaya masyarakat Desa Pace mengannggap pengobatan secara tradisional mampu mengatasi penyakit yang diderita. Selain masyarakat masih terkendala biaya pengobatan medis yang terlalu tinggi meskipun masyarakat mendapat Jamkesmas. Penggunaan Jamkesmas pada masyarakat Desa Pace kurang efektif dikarenakan masyarakat masih kurang tahu prosedur penggunaanya. Sedangkan masyarakat yang berobat ke medis jika kondisi penyakit yang kronis. Masyarakat beranggapan bahwa berapapun tarif yang digunakan untuk berobat ke tenaga non medis lebih murah di banding ke tenaga medis. Dari data-data umum yang telah disajikan sebelumnya tampak bahwa lebih separuh dari responden jumlah terbanyak berusia 31-35 tahun sebanyak 44,8%, hal ini yang menyebabkan sulit 233
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
untuk dilakukan modifikasi mengenai penemuan-penemuan terbaru karena semakin dewasa seseorang maka kepercayaan akan pengetahuan yang dianutnya juga akan semakin kuat, misalnya kepercayaan mengenai ”pengobatan secara tradisional mampu mengatasi penyakit yang diderita”. Menurut Notoatmodjo (2010) usia seseorang akan terasa semakin susah bagi tenaga kesehatan untuk mensosialisasikan program berobat ketenaga medis, jika yang mereka hadapi adalah orang-orang yang usianya tidak muda lagi. Mereka akan lebih memegang teguh apa yang mereka pahami dan yakini daripada informasi-informasi terbaru yang mereka terima, apalagi yang menyampaikan adalah seseorang yang lebih muda dari mereka. Motivasi masyarakat Desa Pace dalam berobat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, pendidikan, pekerjaan seseorang. Faktor pendidikan, pendidikan juga mempunyai pengaruh penting terhadap rendahnya motivasi seseorang tentang pengobatan medis. Dari data umum didapatkan bahwa responden terbesar mempunyai pendidikan SD 42,71%, sehingga masyarakat Desa Pace kurang tahu akan pengobatan medis yang mereka anggap rumit dalam pengobatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa dalam pendidikan terhadap proses pembelajaran, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin banyak pula pengetahuan seseorang. Bila seseorang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai pengobatan medis maka motivasi mereka untuk melakukan pengobatan medis juga semakin baik. Faktor pekerjaan, Menurut Nursalam dan Siti Pariani (2003) bekerja merupakan suatu kegiatan yang menyita waktu. Hal ini ada kesesuai dengan data umum dalam hasil penelitian ini yaitu sebagian besar ibu rumah tangga 47%. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sebagai mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki motivasi sedang tentang pengobatan non medis. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden telah mempunyai keinginan yang positif dan mempunyai harapan yang tinggi, namun keyakinan untuk mencapai tujuan masih rendah. Faktor lain yang juga mempengaruhi motivasi masyarakat adalah faktor pekerjaan. Sebagain besar masyarakat Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember adalah masyarakat yang bekerja dan tidak menganggur, dengan demikian warga masyarakat mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini ditunjang oleh data penelitian yang menunjukkan dari 96 responden 34 responden (53,4%) adalah bekerja di sektor wiraswasta, petani sejumlah 30 orang (31,3%), buruh sejumlah 25 orang (26%), PNS sejumlah 7 orang (7,3%). Motivasi pada responden yang bekerja cenderung lebih baik, hal ini disebabkan karena responden yang bekerja memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan. Responden yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi yang didapatpun lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Apabila informasi dari lingkungannya kurang maka pengetahuannyapun kurang, apalagi bila responden tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. Identifikasi pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar masyarakat 234
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
memilih tempat pelayanan non pelayanan kesehatan sejumlah 58 orang (60,4%) dan yang memilih pelayanan kesehatan sejumlah 38 orang (39,6%). Menurut (Notoatmodjo, 2010), perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan bahkan pula dapat dipelajari. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif ataupun aktif. Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari empat unsur pokok, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti beropini bawah masyarakat Desa Pace sebagian besar memilih non pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan masyarakat cukup besar bagi rendahnya pemilihan pelayanan kesehatan, karena semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin sulit bagi seseorang untuk menerima informasi tentang pemilihan pelayanan yang ada. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian sebagian besar tingkat pendidikan SD sejumlah 42,7%. Dalam teori dikatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pendidikan rendah akan mempengaruhi pengetahuan, terutama pengetahuan tentang pemilihan tempat pelayanan kesehatan. Pada responden yang berpendidikan rendah, adanya ilmu baru mereka kurang bisa menerima informasi atau kurang mengikuti sebelum mereka mengetahui adanya bukti bahwa pemeriksaan ada manfaatnya.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Upaya yang sudah dilakukan antara lain dengan memakai cara dan metode yang tepat untuk memberikan informasi mengenai pelayanan kesehatan yang harus disesuaikan dengan karakteristik pendidikan masyarakat. Seperti memberikan penyuluhan dengan menggunakan bahasa adat dan istilah – istilah yang mudah diingat serta contoh – contoh yang menarik. Juga harus dihindari untuk menggunakan istilah medis yang berlebihan sehingga mudah diterima, diingat, dan tidak memusingkan untuk dimengerti. Analisis hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Dari hasil uji data dengan menggunakan analisis Spearman Rank (Rho) didapatkan p-value 0,00, pada taraf signifikan p α (alpha) 0,05 sehingga Hipotesa nol (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini berarti adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember tahun 2014. Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat Peneliti beramsumsi bahwa salah satu hal yang mempengaruhi motivasi masyarakat berobat dalam memilih tempat pelayanan kesehatan dikarenakan motivasi yang postif tentang pelayanan kesehatan. Motivasi masyarakat memegang peranan penting dalam melakukan pemilihan tempat pelayanan kesehatan apabila terjadi sesuatu terhadap anggota keluarga ataupun dirinya bila sakit. Selain itu masyarakat di Desa Pace masih ada yang menggunakan cara pengobatan tradisional bila mengalami suatu penyakit (sakit), langkah pertama yang mereka lakukan adalah mengobati sendiri dengan membeli obat di warung. Bila penyakit mereka parah baru kemudian memanfaatkan pelayanan 235
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
kesehatan Puskesmas. Adapun alasan masyarakat yang memilih pengobatan sendiri adalah bedasarkan informasi yang diperoleh dari pengobatan yang dilakukan oleh keluarga, dalam hal ini keluarga sebelumnya juga menderita penyakit yang sama, sehingga keluarga tersebut menganjurkankan untuk mencobanya. Alasan lain memilih pengobatan sendiri karena pengalaman dan informasi dari tetangga. Masyarakat Desa Pace sebagian besar bersuku Madura, jadi sifat masyarakat disana Homogen dimana saling mempercayai antara kerabat-kerabat atau keluarga dekat, baik itu istri, orang tua, tetangga dan saudara-saudara lainnya. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana mereka menentukan pengobatan seperti apa yang mereka pilih. Untuk itu dalam upaya mensukseskan program-program yang terkait dengan masalah kesehatan dan sosial hendaknya memberikan penyuluhan dan informasi yang baik kepada masyarakat akan pentingnya peran serta masyarakat dalam kegiatan kemasyarakat, baik kegiatan sosial budaya, dan keagamaan. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa peran serta masyarakat secara aktif dalam proses dan tahapan, pelaksanaan dan pengawasan serta implementasi dari suatu program secara optimal akan mensukseskan setiap program yang direncanakan. KESIMPULAN 1. Didapatkan hasil penelitian sebagian besar motivasi masyarakat sedang berobat sejumlah 68,8%. 2. Didapatkan hasil penelitian sebagian besar memilih non nakes sejumlah 60,4%. 3. Dapat diketahui bahwa adanya hubungan motivasi masyarakat berobat dengan pemilihan tempat pelayanan kesehatan di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Dimana KK didapatkan 0,35 yang mempunyai hubungan moderat yang artinya pemilihan tempat pelayanan kesehatan di pengaruhi oleh motivasi masyarakat berobat sebesar 32% . SARAN 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberi informasi pada masyarakat tentang pentingnya memilih sarana pengobatan atau upaya dalam memberikan pengobatan dan masyarakat termotivasi untuk lebih memperhatikan manfaat dan keuntungan dan mau mendatangi pelayanan kesehatan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan mau melakukan berobat. 2. Bagi Dinas Kesehatan Peran petugas kesehatan dalam memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, dalam pencarian pengobatan informan cenderung mengatakan bahwa peran petugas kesehatan adalah dengan menganjurkan ke Puskesmas, bila tidak ada perubahan dari pengobatan yang diberikan. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan sebagai referensi kepustakaan untuk penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan ilmu keperawatan. DAFTAR PUSTAKA . UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Indonesia Legal Center Publishing, Environmental 2010 Depkes. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. (2003). Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota . Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 236
Hubungan Motivasi Masyarakat Berobat………………………………………............Nurul Aini, hal. 229 - 237
Hamalik, U. (2007). Metode Belajar dan Kesulitan - Kesulitan Belajar. Bandung: Tansito. Hamzah, B. U. (2006). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumu Aksara. Notoatmodjo. (2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Saifudin A, R. V. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Media. Soenardi. (2007). Bentuk-Bentuk Pengobatan Tradisional di daerah Jawa Tengah. Dalam Lokakarya tentang Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional. Sugiyono. (2009). Statistik Non Parametrik. Jakarta: CV. Alfabeta. Supardi. (2005). Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional, dan Cara Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan Volume 33 No.4-2005 halaman 192-198. Supardi. (2013). Penggunaan Obat Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007). Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 2, 2010: 80–89.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
237
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PSLU BONDOWOSO Tri Farisa Bheli Putra Ahmadiyanto*, Lulut Sasmito**, Khofi Hadidi*** *, *** Progam Studi Ilmu Keperawatan Stikes dr. Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRAK Depresi adalah kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama yang disertai oleh perasaan tidak berharga. Penyebab depresi yaitu kurangnya penguat positif khususnya pada Lanjut usia yang kurang mendapat dukungan dari keluarganya sering dihubungkan dengan sindroma depresi. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di UPT PSLU Bondowoso. Jenis penelitian korelasional dengan rancangan obsevasional. Sampel penelitian sebanyak 46 lansia menggunakan teknik simpe random sampling dengan maching usia: 1) 60-64; 2) 6569; 3) 70-74; 4) 75-79; 5) 80-84; 6) 85-89, Dengan kriteria inklusi bersedia menjadi responden dan dapat diukur dukungan keluarga dan tingkat depresinya. Analisis menggunakan Spearman-rank corellation dengan tingkat kemaknaan α <0,05. Hasil penelitian dukungan keluarga lansia di UPT PSLU Bondowoso periode MeiJuni 2014 adalah sebagian besar dukungan keluarga baik sebanyak (10,9%) dan dukungan keluarga sedang sebanyak (80,5%), dan dukungan keluarga kurang sebanyak (8,7%). Sebagian besar depresi ringan sebanyak (54,3%), dan sebagian kecil tidak depresi sebanyak (8,7%) dan depresi sedang sebanyak (37,0%) dan tidak ada depresi berat. Hasil uji Spearman-rank corellation terdapat hubungan signifikan hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di PSLU Bondowoso, dengan nilai 0,000 (p<0,05). Saran untuk keluarga harus memberikan dukungan yang penuh pada lansia yang ada di keluarga tersebut supaya memberikan ruang lingkup untuk bersosialisasi. Kata kunci : dukungan keluarga, tingkat depresi Latar Belakang Depresi adalah kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama yang disertai oleh perasaan tidak berharga. Jadi depresi lebih di dominasi oleh perasaan–perasaan yang tidak mengenakkan dan intensitasnya cukup kuat serta berlangsung lama (Grasha dan Kirchenbaum 1980 dalam Saam dan Wahyuni 2013). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2011). Penyebab depresi yaitu kurangnya penguat positif, tidak berdayaan yang JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
dipelajari, berfikir negatif, regulasi diri yang tidak adekuat, dan dukungan keluarga (Saam dan Wahyuni 2013). Salah satunya dengan menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri dan promosi terhadap kontrol diri melalui dukungan sosial terutama dari keluarga sebagai orang-orang terdekat (Potter& Parry, 2005). Lanjut usia yang kurang mendapat dukungan dari keluarganya sering dihubungkan dengan sindroma depresi. Hal ini didukung oleh penelitian dari Pattern, (2006) tentang hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di PSLU Bondowoso, menyebutkan bahwa apabila 238
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
seorang lanjut usia yang tidak mempunyai seseorang untuk menceritakan masalah atau perasaan pribadinya, juga tidak mempunyai seseorang untuk dimintai pertolongan dalam kondisi kritis, tidak ada seseorang untuk dimintai nasehat dalam mengambil keputusan penting, dan tidak ada seseorang dalam hidup mereka yang membuat mereka merasa dicintai dan diperhatikan ternyata lebih mudah menderita depresi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miller(2004) menyebutkan bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kemampuan lansia untuk mencegah terjadinya stres dan depresi dalam kehidupannya, dan meningkatkan kemampuan fungsional, diantaranya kemampuan kognitif. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan para lanjut usia dalam menyesuaikan diri menghadapi stresorpsikososial terutama stresor yang berhubungan dengan kehilangan. Tetapi dalam kenyataannya, banyak juga lansia yang lebih memilih untuk tinggal sendiri. Lansia memilih untuk tinggal sendiri karena privasi akan lebih terjaga sehingga bebas melakukan apapun daripada harus tinggal bersama keluarga (Gonyea, 2010). Penyebab lain kesulitan dalam mengenal depresi pada lansia adalah baik lansia maupun keluarga sering tidak memperdulikan gejala-gejala depresif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoyer & Roodin (2004), menyebutkan bahwa mereka menganggap bahwa gejala-gejala tersebut normal bagi orang yang telah mencapai usia tua. Lansia sendiri sering gagal mengenali depresi yang terjadi pada dirinya. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di PSLU Bondowoso dengan jumlah lansia 90 orang di dapatkan lansia yang mengalami depresi sebanyak 30 orang lansia. Dua Puluh diantaranya tidak memiliki keluarga sedangkan 10 orang lansia yang mengalami depresi memiliki keluarga. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Hasil wawancara didapatkan penyebab depresi lansia adalah merasa diabaikan keluarga atau kurangnya dukungan keluarga. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di PSLU Bondowoso. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian ini adalah korelatif, yaitu menghubungkan antara variabel bebas (dukungan keluarga) dengan variabel terikat (depresi) pada lansia. Sedangkan pendekatan atau rancangan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat yang bersamaan (sekali waktu) (Arikuntoro, 2006) Instrumen dalam penelitian ini menggunakan IDB yang diadopsi dan dikembangkan dari beck AT, Beck RW : screning depresed patients in family practice (1972). IDB merupakan alat pengukur status mental yang efektif digunakan untuk membedakan jenis depresi yang mempengaruhi suasana hati. Berisikan 21 karakteristik yaitu : alam perasan, pesimisme, rasa kegagalan, keputusaan, rasa bersalah, rasa terhukum, kekecewaan terhadap seseorang, kekerasan terhadap diri sendiri, keinginan menghukum diri sendiri, keingian untuk menangis, mudah tersinggung, menarik diri, ketidak mampuan membuat keputusan, gambaran tubuh, gangguan tidur, kelelahan, gangguan selera makan, kehilangan berat badan, IDB berisikan tentang 13 gejala dan sikap yang berhubungan dengan depresi. Analisa data dalam penilitian ini Peneliti ini menggunakan uji Spearman Rank Korelasi karena sakla ukur data ordinal dan ordinal yang memiliki dua sampel yang independen.
239
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
HASIL PENELITIAN Data Umum 1. Usia Tabel 5.1 Destribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Usia di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. No Usia (tahun) Frekuensi (orang) peresentase (%) 1 60-64 11 23,91 2 65-69 10 21,73 3 70-74 10 24-32 4 75-79 10 13,51 5 80-84 3 4,05 6 85-89 2 2,70 Total 46 100
Tabel 5.1 menunjukan bahwa usia lansia yang berada dalam rentan 60-64 sebanyak 11 orang (28,38%). Dan 85-89 sebanyak 2 orang (2,7%). 1. Jenis Kelamin Tabel 5.2 Destribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. No Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase(%) 1 Laki-laki 25 54,3 2 Perempuan 21 45,7 Total 46 100 Tabel 5.2 menunjukkan lansia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (54,3%), dan perempuan sebanyak 21 orang (45,7%). 2. Tingkat Pendidikan Tabel 5.3 Destribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Tingkat pendidikan di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. No Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 42 91,3 2 Sekolah 4 8,7 Total 46 100 Tabel 5.3 menunjukkan lansia tidak bersekolah sebanyak 42 orang (91,3,%), dan bersekolah sebanyak 4 orang (8,7%). 3. Status Perkawinan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Status Perkawinan di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. No Status Perkawinan Frekuensi (orang) Persentase (%) 1 Janda 21 45,7 2 Duda 25 54,3 Total 46 100 Tabel 5.4 menunjukkan lansia yang janda sebanyak 21 orang (45,7%) dan duda sebanyak 25 orang (54,3%). JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
240
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
4.
Status Fungsional Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Status Fungsional di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. No Status Fungsional Frekuensi (orang) Persentase (%) 1 Memiliki 46 100 Tabel 5.5 menunjukkan lansia memiliki sebanyak 46 orang (100%).
A. DATA KHUSUS 1. Identifikasi Dukungan Keluarga Tabel 5.6 Distrubusi Frekuensi Dukungan Keluarga di UPTPSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. Dukungan Keluarga Frekuensi (orang) Persentase (%) Kurang 4 8,7 Sedang 37 80,4 Baik 5 10,9 Total 74 100 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa lansia sebagian besar memiliki dukungan keluarga sedang sebanyak 37 orang (80,4%), dan sebagian kecil kurang sebanyak 4 orang (8,7%). 2. Identifikasi Tingkat Depresi Lansia Tabel 5.7 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Tingkat Depresi Lansiadi UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. Tingkat Depresi Lansia Frekuensi (orang) Persentase (%) Tidak Depresi 4 8,7 Ringan 25 54,3 Sedang 17 37,0 Berat 0 0 Total 46 100 Tabel 5.7 menunjukan bahwa lansia sebagian besar depresi ringan sebanyak 25 orang (54,3%), dan tidak ada depresi berat. 3. Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014. Tabel 5.8 Hasil Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di UPT PSLU Bondowoso Correlations DUKUNGAN TINGKAT KELUARGA Correlation Coefficient 1.000 Dukungan keluarga Sig. (2-tailed) . Spearman's rho N 46 Correlation Coefficient -.621** 1.000Tingkat Depresi Sig. (2-tailed) .000 . N 46
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
DEPRESI -.621** .000 46
46
241
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
Pada penelitian ini di dapatkan nilai dari uji Spearman-rank Corellation yaitu 0,000 (p<0,05). Pengambilan keputusan dilakukan dengan tingkat kemaknaan (α=0,05), maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan sebesar -,621 (-,621 atau sebesar 62,1%), artinya semakin baik dukungan keluarga maka semakin rendah tingkat depresi PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian lansia yang memiliki dukungan keluarga kurang sebanyak 8,7%, sedang sebanyak 80,4%, baik sebanyak 10,9%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miller (2004) menyebutkan bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kemampuan lansia untuk mencegah terjadinya stres dan depresi dalam kehidupannya, dan meningkatkan kemampuan fungsional, diantaranya kemampuan kognitif. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan para lanjut usia dalam menyesuaikan diri menghadapi stresorpsikososial terutama stresor yang berhubungan dengan kehilangan.Sesuai denganteori yang ada, di UPT PSLU Bondowoso dukungan keluarganya mayoritas sedang sehingga depresinya bervariasi. Berdasarkan penelitian lansia yang tidak depresi sebanyak 8,7%, dan lansia yang memiliki tingkat depresi ringan sebanyak 54,3%, sedang sebanyak 37,0%, dan tidak ada yang depresi berat. Penyebab depresi adalah faktor biologi, genetik dan psikologis. Ketiga faktor tersebut salah satunya dapat menyebabkan neurotransmitter yang terkait dengan patologi depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah, pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologis depresi. Selain itu aktivitas dopamine pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamine JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
seperti respiring, dan penyakit dimana konsentrasi dopamine menurun seperti parkinson disertai gejala depresi (Kaplan,2010). Sehubungan dengan nilai tingkat depresi didapatkan lebih dari 90% mengalami depresi, sehingga peneliti dapat menarik simpulan bahwa lansia pada umumnya memang mengalami depresi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi depresi itu sendiri. Lansia tidak bersekolah sebanyak 91,3, dan bersekolah sebanyak 8,7%. Menurut Miller (2004) menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin buruk koping seseorang untuk menanggapi stresor. Sesuai dengan teori di UPT PSLU Bondowoso banyak lansia yang tidak bersekolah sehingga menimbulkan masalah depresi yang cukup besar. Lansia berkelamin laki-laki sebanyak 54,3% dan perempuan sebanyak 45,7%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smet (2004) dalam Utami (2008) menjelaskan bahwa wanita mempunyai resiko depresi dua kali lebih besar dibanding dengan pria, sebagai bukti bahwa wanita lebih banyak yang datang ke psikolog untuk berkonsultasi atau menceritakan permasalahannya pada orang lain untuk membantu mendapatkan penyelesaian. Wanita lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi. Lansia di UPT PSLU Bondowoso mayoritas berjenis kelamin wanita sehingga banyak yang mengalami depresi. Berdasarkan uji Spearman-rank Corellation yaitu 0,000 (p<0,05). Pengambilan keputusan dilakukan dengan tingkat kemaknaan (α=0,05). Karena p<0,05, maka Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miller (2004) menyebutkan bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kemampuan lansia untuk mencegah terjadinya stres 242
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
dan depresi dalam kehidupannya, dan meningkatkan kemampuan fungsional, diantaranya kemampuan kognitif. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan para lanjut usia dalam menyesuaikan diri menghadapi stresorpsikososial terutama stresor yang berhubungan dengan kehilangan Lansia tidak bersekolah sebanyak 91,3 dan bersekolah sebanyak 8,7%. Menurut Miller (2004) menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin buruk koping seseorang untuk menanggapi stresor. Sesuai dengan teori di UPT PSLU Bondowoso banyak lansia yang tidak bersekolah sehingga menimbulkan masalah depresi yang cukup besar. Lansia berkelamin laki-laki sebanyak 54,3 dan perempuan sebanyak 45,7%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smet (2004) dalam Utami (2008) menjelaskan bahwa wanita mempunyai resiko depresi dua kali lebih besar dibanding dengan pria, sebagai bukti bahwa wanita lebih banyak yang datang ke psikolog untuk berkonsultasi atau menceritakan permasalahannya pada orang lain untuk membantu mendapatkan penyelesaian. Wanita lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi. Lansia di UPT PSLU Bondowoso mayoritas berjenis kelamin wanita sehingga banyak yang mengalami depresi. Hal ini sesuai dengan teori menyebutkan bahwa dukungan keluarga berhubungan timbal balik dengan depresi sehingga dapat ditarik simpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan sebesar -,621 (-,621 atau sebesar 62,1%), artinya semakin baik dukungan keluarga maka semakin rendah tingkat depresi. KESIMPULAN 1. Tingkat Depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso periode Mei-Juni 2014 adalah ringan 54,3%, dan tidak depresi 8,7%. 2. Hubungan Dukungan Keluarga di UPT PSLU Bondowoso periode MeiJURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Juni 2014 adalah dukungan keluarga sedang 80,4% dan kurang 8,7%. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di UPT PSLU Bondowoso. Semakin Baik Dukungan Keluarga maka Semakin Rendah Tingkat Depresi pada Lansia dan Sebaliknya. DAFTAR PUSTAKA Darmojo, dan Martono, 2004 Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta : FKUI. Friedman. M. 1998. Keperawatan Keluarga. Ed.3. Jakarta: EGC. Huwari. D. 2013. Menejemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A. 2010.Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid Dua. Editor: Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Angkara. Lumbatobing, 2004. Neurogeriatri, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Maryam, R., Ekasari, S., Fatima, M., Jubaidi, R., Irawan, A. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta : Salemba Medika. Miller. 2004. Nursing for Wellnes in Older Adult. TRheory and Practice. (4th Edition) Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2014. Gerontik dan Geriatric. Jakarta:EGC. Nursalam, 2013. Metodelegi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Novalina Efitri S dan Rusdi Iwan. 2010. Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Jurnal penelitian. Medan : Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. 243
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi........Tri Farisa Bheli Putra A., hal. 238 - 244
Rahma, Fajar Maimuman. 2011. Hubungan Antara Tingkat Religius Dan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran UMS. Saryono, 2010. Metodelegi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Muha Medika. Samiun, 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Muha Medika. Sugiono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA. Trihendra, 2007. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Panti Bina Daksa Bahagia. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Mandasari, 2006. Hubungan Tingkat Depresi dengan Dukungan Sosial di Sumatera Utara Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. www.repository.usu.ac.id di akses 26 Maret 2014. Menkokesra, 2010. Lansia Masa Kini dan Masa Mendatang. htt :// www.menkokesra.go.id/_pdf.i&id . Di akses 26 Maret 2014. Setiadi, 2007. Hubungan Tipe Kepribadian dengan Kejadian Depresi pada Lansia di UPT Panti Sosial Lanjut Usia Pasuruan. Jurnal Kesehatan. Surabaya : Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
244
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SETELAH OLAHRAGA JALAN KAKI PADA LANSIA DENGAN RIWAYAT HIPERTENSI *Hosen, **Said Mardijanto, ***Firdha Novitasari *, **, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRACT The difference in blood pressure before and after exercise walking in elderly people with a history of hypertension in the Sumberbaru Health Center District of Jember recidence Elderly is the process of becoming older with age reaching 45 years of age or older. The number of elderly in Indonesia amounted to 19.3 million (8.37%) of the total population of Indonesia), the number of elderly in Jawa Timur 11.16%. in Sumberbaru health centers in February 2014 there were as many as 45 elderly people suffering from hypertension. The aim of this study was to analyze differences in blood pressure before and after exercise walking in elderly people with a history of hypertension. The research is a QuasiExperiment with design one group pre-test post-test design. The population in this study amounted to 45 people. Sample size is 12 people with porpusive sampling technique. Research results obtained by the average blood pressure before walking downhill after walking 1.7611 by 0.083 into 1.528, Based on the paired t test obtained results that the significance value of 0.000> 0.05, meaning that there is a difference walking on blood pressure. The conclusion of this study there was no difference in blood pressure before and after exercise walking in elderly people with a history of hypertension in the Sumberbaru Health Center District of Jember recidence
Keywords: blood pressure, hypertension PENDAHULUAN Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Pujianti, 2003). Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya (Soejono, 2000). Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada lansia yang dapat menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit, seperti perubahan kardiovaskuler yaitu menurunnya elastisita spembuluh darah, perubahan pada respirasi yaitu menurunnya kekuatan otot-otot pernafasan, serta perubahan pada JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
pendengaran dan perubahan pada penglihatan. Terdapat beberapa macam penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner, stroke, katarak, dan lain sebagainya Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Jumlah lansia di Indonesia berjumlah 19,3 Juta (8,37 %) dari total keseluruhan penduduk indonesia) target untuk Usia Harapan Hidup (UHH) pada tahun 2014 adalah 72 tahun, jumlah lansia di jawa timur 11,16%. Berdasarkan Data rekam medik di puskesmas Sumber Baru pada bulan Februari 2014 terdapat 245
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
lansia sebanyak 45 orang menderita hipertensi. Hipertensi merupakan terjadinya peningkatan secara abnormal dan terus menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi pada usia lanjut sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST). Hiperten sisistolik terisolasi adalah hipertensi yang terjadi ketika tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg namun tekanan diastolic dalam batas normal (Nugroho, Levine & Fodor, 2003, 2006 Wahid, 2008, Kuswardhani, 2006) Prevalensi kejadian hipertensi sangat tinggi pada lansia, yaitu 60%-80% pada usia diatas 65 tahun. Tidak sedikit orang yang menganggap penyakit hipertensi pada lansia adalah hal biasa. Sehingga mayoritas masyarakat menganggap remeh penyakit ini. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain gagal jantung dan stroke (Muhammad, 2010). Berdasarkan data Depkes (2008) Penderita Hipertensi pada Lansia dari tahun 2007 ke tahun 2013 terjadi peningkatan antara 2,8 % 3,7 %. Seperti terlihat pada kelompok usia 55-64 tahun, kenaikan sekitar 2,8%, kelompok usia 65-74 tahun proporsi penderita Hipertensi meningkat 3,6% dan kelompok usia 75 th ke atas meningkat sekitar 3,7%. Bahkan secara tren usia di kedua hasil riset tersebut menunjukkan bahwa makin meningkat usia, cenderung makin meningkat proporsi penderita Hipertensi. Di Jawa Timur sendiri jumlah lansia dengan hipertensi pada tahun 2011 sebanyak 174.041 jiwa sedangkan di 3 Kabupaten Ponorogo sejumlah 8.721 jiwa dan di Kecamatan Kesugihan sebanyak 402 jiwa dan didesa pomahan paling banyak yaitu sejumlah 365 jiwa (Dinkes, 2011). Berdasarkan data rekam medik di Puskesmas Sumber Baru ditemukan lansia sebanyak 45 orang dari data yang
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
ditemukan pada bulan Februari 2014 menderita hipertensi. Menurut catatan Hipertensi dapat terjadi dari berbagai faktor, diantaranya yaitu gaya hidup dan pola makan. Hipertensi juga dapat terjadi akibat obstruksi pada arteri dan kelemahan otot jantung untuk memompa darah. Hal itu disebabkan karena padausia lanjut terjadi penurunan massa otot, kekuatan dari laju denyut jantungmaksimal, dan terjadinya peningkatan kapasitas lemak tubuh. Penyebab dari itu semua dapat dicegah dengan cara berolahraga secara teratur baik dari semasamuda hingga masa tua. Olahraga dan latihan pergerakan secara teratur dapatmenanggulagi masalah akibat perubahan fungsi tubuh (Muhammad, 2010). Menurut Stanley dan Patricia (2007) dengan penurunan aktivitas fisik maka terjadi penurunan masa otot dan tonus otot, kehilangan massa otot yang digantikan dengan jaringan berlemak menyebabkan aktifitas fisik lansia berkurang dan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakitpada lansia. Jalan kaki selama 10-15 menit dan meningkat 30-45 selama 3-4 kali perminggu bermanfaat karena terjadi peningkatan denyut jantung dan peningkatan curah jantung untuk mensirkulasi darah ke seluruh bagian tubuh. Latihan fisik yang dianjurkan bagi lansia penderita hipertensi salah satunya adalah jalan kaki. Mamfaat jalan kaki sendiri sebagai pencegahan sangat baik untuk mengatasi proses – proses degenerasi tubuh. Sebagai pengobatan penyakit yang dapat dikurangi ataupun di sembuhkan seperti hipertensi, dengan jalan kaki secara rutin yang merupakan suatu aktifitas, bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot dan sendi. Jalan kaki dilakukan secara teratur akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhaadap tubuh. Jalan kaki dengan 246
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat kesegaran jasmani. Olah raga teratur juga dapat mengurangi berat badan dan juga dapat mengelola stres yang menrupakan dua faktor yang mempertinggi angka kejadian hipertensi (Sustrani, 2004). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti, perbedaan tekanan darah sebelum dan setelah olahraga jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi di puskesmas Sumber Baru. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment
(eksperimen semu) dengan rancangan one-group pre-test post-test design (rancangan pra-pasca test dalam satu kelompok), dimana tekanan darah lansia diukur sebelum dan setelah aktifitas fisik yaitu jalan kaki. Teknik sampling merupakan cara ditempuh dalam pengambilan sampel yang benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian. Sampling dalam penenlitian ini menggunakan porpusive sampling. Porpusive sampling adalah teknik penentuan sampel sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Sugiyono, 2011;68)
HASIL Data Umum 1. Lansia berdasarkan Usia Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi lansia berdasarkan usia di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember tahun 2014 No Usia Frekuensi Prosentase (%) 1 49 Tahun 1 8.3 2 50 Tahun 1 8.3 3 54 Tahun 1 8.3 4 55 Tahun 1 8.3 5 59 Tahun 1 8.3 6 61 Tahun 1 8.3 7 63 Tahun 1 8.3 8 65 Tahun 3 25.0 9 66 Tahun 1 8.3 10 67 Tahun 1 8.3 Jumlah 12 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
2. Lansia berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi lansia berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember tahun 2014 No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%) 1 Laki-laki 10 83.3 2 Perempuan 2 16.7 Jumlah 12 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Data Khusus 1. Perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
247
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
Tabel 5.6 Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Jalan Kaki Pada Lansia Dengan Riwayat Hipertensi di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sistolik 160 140 160 140 130 160 170 190 150 150 140 180
Sebelum Diastolik 90 80 90 100 80 90 90 90 100 80 100 80
% 8.33 8.33 16.7 8.33 8.33 25 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 16.7
Sistolik 140 130 140 130 120 130 120 180 120 150 120 140
Sesudah Diastolik 90 80 90 100 80 90 90 90 100 80 100 80
Selisih 8.33 16.7 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 16.7 8.33 8.33 8.33 16.7
0.22 0.13 0.22 0.1 0.13 0.33 0.56 0.11 0.3 0 0.2 0.5
2. Sumber : Data primer diolah tahun 2014 PEMBAHASAN A. Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian 1. Tekanan Darah Sebelum Jalan Kaki pada Lansia dengan Riwayat Hipertensi di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tekanan darah sebelum jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi rata-rata 1.7611. Hal ini berarti bahwa sebelum lansia melakukan aktifitas fisik atau jalan kaki tekanan darah adalah stabil. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. Menurut pendapat Guyton dan Hall, (2002) Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen. Pada posisi tidak melakukan aktifitas jalan kaki, maka pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna 248
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002). Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu . Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. 2.
Tekanan Darah Sesudah Jalan Kaki pada Lansia dengan Riwayat Hipertensi di Puskesmas Sumber
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember. Tekanan darah sesudah jalan kaki mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tekanan darah sesudah jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi nilai rata-rata 1.528. Jalan kaki diklaim dapat menyehatkan jantung, karena jalan kaki secara teratur dapat menurunkan risiko hipertensi, yaitu salah satu faktor pencetus penyakit jantung. Jalan kaki juga membantu menurunkan mengurangi tekanan darah, jika dilakukan secara rutin. Penelitian dr. Duncan membuktikan, latihan atau olahraga seperti jalan kaki atau joging, yang dilakukan selama 16 minggu akan mengurangi kadar hormon norepinefrin (noradrenalin) dalam tubuh, yakni zat yang dikeluarkan sistem saraf yang dapat menaikkan tekanan darah. Berat badan yang berlebih juga merupakan biang keladi tekanan darah tinggi karena orang yang kegemukan akan mengalami kekurangan oksigen dalam darah, hormon, enzim, serta kurang melakukan aktivitas fisik dan makan berlebihan. Terlalu banyak lemak dalam tubuh dapat menyebabkan badan memerlukan lebih banyak oksigen. Jadi, jantung harus bekerja lebih keras (Selamiharja: 2013.) Bagi penderita hipertensi faktor yang harus diperhatikan adalah tingginya tekanan darah. Semakin tinggi tekanan darah semakin keras kerja jantung, sebab untuk mengalirkan darah saat jantung memompa maka jantung harus mengeluarkan tenaga sesuai dengan tingginya tekanan tersebut. Jantung apabila tidak mampu memompa dengan tekanan setinggi itu, berarti jantung akan gagal memompa 249
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
darah. Latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik pada usia tengah baya yang sehat dan juga mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi ringan. Latihan olahraga tidak secara signifikan menurunkan tensi pada penderita yang mengalami hipertensi berat, tetapi paling tidak olahraga membuat seseorang menjadi lebih santai. 3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Jalan Kaki pada Lansia dengan Riwayat Hipertensi di Puskesmas Sumber Baru Kecamatan Sumber Baru Kabupaten Jember. Berdasarkan uji t berpasangan dengan bantuan SPSS diperoleh hasil bahwa tekanan darah sebelum jalan kaki diperoleh rata-rata 1.7611. Sementara tekanan darah sesudah jalan kaki diperoleh ratarata 1.5282. Berdasarkan uji t berpasangan diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.000<0.05, artinya ada pengaruh jalan kaki terhadap tekanan darah. Latihan aerobik yang dilakukan agar dapat berpengaruh terhadap efisiensi kerja jantung, sebaiknya latihan berada pada intensitas sedang yaitu denyut jantung 150170 per menit. Intensitas sedang kurang lebih sama dengan 70-80% dari kapasitas aerobik maksimal (Bompa, 1994 78). Orang yang tidak pernah melakukan olahraga menurut penelitian Ralph Paffenharger, Ph.D., punya risiko mendapat tekanan darah tinggi 35% lebih besar. Hasil penelitian lain menyimpulkan orang yang tidak pernah berlatih olahraga risikonya bahkan menjadi 1,5 kalinya. Latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan olahraga dapat melemaskan pembuluh-pembuluh darah, JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Latihan olahraga juga dapat menyebabkan aktivitas saraf, reseptor hormon, dan produksi hormon-hormon tertentu menurun. Berjalan kaki adalah salah satu bentuk aktivitas fisik yang tidak mungkin tidak dilakukan setiap hari. Berjalan kaki sebenarnya dapat menjadi salah satu pilihan bentuk olahraga intensitas rendah hingga sedang yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Jalan kaki juga bermanfaat mengontrol tekanan darah dan melawan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dengan berjalan kaki melatih otot-otot di paha, bokong dan kaki sehingga lebih kuat. Sirkulasi darah menjadi lancar, otak mendapat asupan oksigen dan memperbaiki fungsi otak. KESIMPULAN Berdasarkan pada pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: a. Tekanan darah sebelum jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi rata-rata 155/89 mmhg. b. Tekanan darah sesudah jalan kaki pada lansia dengan riwayat hipertensi nilai rata-rata 135/89 mmhg. c. Berdasarkan uji t berpasangan diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.00<0.05, artinya ada perbedaan jalan kaki terhadap tekanan darah. Penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dan distolik rata-rata 20.8/0 mmhg. SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pengembangan Bidang Kesehatan 250
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
Dalam rangka pengembangan ilmu bidang kesehatan memerlukan upaya preventif mengurangi resiko terjadinya hipertensi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan beragam informasi kesehatan terutama yang bersifat non farmakologis pada lansia dengan riwayat penderita hipertenasi. 2. Bagi Bidang Pendidikan Pendidikan diupayakan untuk semakin inovatif dan kreatif dalam meningkatakan SDM, melalui system pembelajaran yang bermutu dan berbasis pada persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. 3. Bagi Lansia Lansia dengan riwayat hipertensi diharapkan dengan mengetahui hasil dari penelitian ini dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar resiko hipertensi dapat dikurangi. 4. Bagi peneliti Dengan mengetahui hasil dari penelitian ini maka diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, terutama berperan dalam meningkatkan pola hidup sehat pada masyarakat terutama pada lansia dengan riwayat hipertensi 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat mengkaji variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini seperti pola makan, dan sebagainya. Dengan mengetahui lebih banyak faktor yang berkaitan dengan hipertensi diharapkan resiko terjadi hipertensi dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA Anderson, A. (2011). Caring holistically older adult. British: Medicus Media. Anggraini, A. D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., & Siahaan, S. S. (2003).Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Riau:
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Faculty of Medicine-University of Riau. Amin, Zulkifli .,dan Bahar , Asril., (2007). Pulmonologi. Dalam : Sudoyo, Aru, W., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 988 – 994. Armilawaty. (2007). Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi. ,Diunduh pada tanggal 30 Mei 2014 melalui www.ridwanuddin.com Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. (2002). Buku Keperawatan Medical Bedah Brunner and Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC. Burnside., John, W., & Thomas, M. (2004). Adams diagnosis fisik edisi 17. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta. Depkes RI, (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 1439/MENKES/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan. Darmojo & Boedhi,R.(2006), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia. Lanjut , FKUI, Jakarta Elsanti, Salma. (2009).Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi& Serangan Jantung. Yogyakarta : Araska G. Miller. Dan Jarvis, J. (2010). Chese In Diet and Health. Dairy Foods. Gunawan, lany. (2005). Hipertensi tekanan darah tinggi. Yogyakarta : Kanisius. Hanns Peter, W. (2008). Hipertensi, PT Bhuana Ilmu Populer, Gramedia, Jakarta. Hidayat, Alimul, A. Aziz (2007) , Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data ,. Penerbit Salemba medika.
251
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
Isselbacher, Kurt (2009), Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam:(Harrison's Principles of Internal Medicine); Volume 1 .penerbit bukukedokteran Jakarta JNC-7. (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 289:2560-2571 Kozier, Barbara et. al. (2009). Fundamentals of nursing, concept, process, and practice. New Jersey, U.S.A : Multi Media. Kuswardhani, Tuty. (2006). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut. Diunduh pada tanggal 23 April 2014 dari http://www.google.co.id/#hl=id&bi w=1366&bih=568&q=perkembang an+tekanan+darah+usia+2560+tahun&aq=f&aqi=&aql=&oq= &fp=1d5091427d9c3ba Martuti, A. (2009) Hipertensi Merawat dan Menyembuhkan Penyakit Tekanan Darah Tinggi. Penerbit Kreasi Kencana Perum Sidorejo Bumi Indah (SBI) Blok F 155 Kasihan Bantul, pp.10-12 Marliani L, dk. (2007). 10 Question & Answers Hipertensi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, Gramedia. Maryam R, Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta. Salemba Medika Muhammadun.(2010). Hidup Bersama Hipertensi. Jogjakarta : in-Books Nursalam, (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta Salemba Medika Notoatmodjo.S (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo,S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Palmer, dkk (2007). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Stanley, M & Patricia, G.B. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: EGC. Sustrani, Lanny. (2004). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saputri, D.E. (2009). Pengaruh keaktifan olahraga senam jantung sehat terhadap tekanan darah pada lanjut usia hipertensi di klub senam jantung sehat Martoyudan Magelang. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Selamiharja, Nanny, aktifitas fisik menurunkan hipertensi di akses dari : http://www.indomedia.com pada tanggal 15 Agustus 2014. Sustrani, Lanny. (2004). Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Stockslager, J. dan Liz Schaeffer. (2008). Buku saku : Asuhan keperawatan geriatric. Edisi 2. Alih bahasa Nike B.S. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). (2003). Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 107-112 Sheps, Sheldon G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama Tambayong Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Tamher, S. dan Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Wahjudi Nugroho, B. S. (2006). Keperawatan Gerontik & Geriartik.Edisi 3.Buku Kedokteran.Jakarta:EGC
252
Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Olah Raga.............................Hosen, hal. 245 - 253
World Health Organization (WHO). 2005. Deaths from Coronary Heart Disease. Available from : http://www.who.int/cardiovascular_ diseases/en/cvd_atlas_14_deathHD. pdf.diakses pada tanggal 12 April 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
253
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
HUBUNGAN KEBIASAAN CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN CACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SD NEGERI BLINDUNGAN IV KABUPATEN BONDOWOSO Yuyun Triwahyuni*, Lulut Sasmito**, Lailil Fatkhuriyah*** *, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRAK Penyakit kecacingan dapat menginfeksi semua golongan umur, tetapi prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur sekolah dasar. Jika dilihat dampak jangka panjangnya kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar pada penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebiasaan cuci tangan berdampak terhadap kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso pada tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif sampel sebanyak 46 orang. Kebiasaan cuci tangan yang dilakukan oleh anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso jarang dilakukan sehingga menjadi salah satu faktor terjadinya kejadian cacingan. Dengan tingkat persentase jarang melakukan cuci tangan sebanyak 58,7%. Kejadian Cacingan di SD Blindugan 4 Kabupaten Bondowoso dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa siswa di SD Blindungan 4 masih banyak yang menderita cacingan dengan persentase sebanyak 56,5% dengan hasil positif. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso. Kejadian cacingan sering terjadi pada anak yang jarang melakukan cuci tangan sebelum makan, sesudah bermain dan sesudah buang air besar. Sehingga dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua anak yang melukan cuci tangan sebelum makan, sesudah bermain dan sesudah buang air besar masih ada yang terinfeksi cacingan, sedangkan pada anak yang jarang melakukankebiasaan cuci tangan sebelum makan, sesudah bermain dan sesudah buang air besar kejadiannya lebih banyak. Untuk itu diperlukan penyuluhan cuci tangan kepada anak usia sekolah sebagai salah satu pencegahan terjadinya cacingan dan penyediaan sarana unuk mencuci tangan di sekolah. Kata Kunci : cuci tangan, kejadian kecacingan PENDAHULUAN Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah infeksi penyakit cacingan (Rehulina, 2005). Prevalesi infeksi cacingan sangat tinggi terutama pada penduduk yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2006:3). JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Infeksi cacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan masalah masyarakat di Indonesia. Infeksi cacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang diperhatikan, penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala kronis dan dampak yang ditimbulkan baru terlihat dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak. Penyebab cacingan adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichura, Necator 254
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
americanus. Penyakit cacingan tersebar luas baik di pedesaan maupun perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda (Departement Kesehatan RI, 2008). Infeksi penyakit cacing banyak ditemui pada anak berumur 5-14 tahun (Widoyono, 2005). STH (Soil Transmitted Helminths) sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar karena masih sering kontak dengan tanah (Depkes, 2004). Program pencegahan dan pemberatasan di prioritaskan pada anak – anak (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2006:3). Penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmited Helminthes) adalah infeksi umum yang termasuk dalam kelas Nematode dan banyak melibatkan penduduk di dunia. Estimasi terbaru 795 juta orang menderita Trichuris trichura, satu milyar orang menderita infeksi Ascaris lumbricoides, dan 740 juta orang menderita infeksi cacing Necator americanus (WHO, 2011). Sedangkan tingginya angka prevalensi cacingan di Indonesia yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides 60-80%, Trichuris trichura 30-90% dan cacing tambang 40% hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang menjaga kebersihan lingkungan, serta perilaku hidup bersih dan sehat (Gandahusada, 2006). Menurut penelitian Jawa Timur mempunyai angka prevalensi cacingan 80,69% ( Dinkes Jawa Timur, 2012). Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 maret 2014 jumlah siswa di SD Negeri Blindungan 4 berjumlah 53 orang yang tersebar dari kelas 1 sampai kelas 5. Dari hasil Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan terdapat 20 orang siswa yang tidak memiliki fasilitas sumber air minum yang bersih dirumahnya untuk keperluan minum orang tua siswa menimba air ke tetangga, 15 orang siswa masih buang air besar ke JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
sungai karena di rumahnya tidak memiliki jamban. Dari hasil wawancara pada siswa ditemukan, kebiasaan dalam menjaga kebersihan personal hygiene seperti tidak memakai alas kaki saat bermain, jarang mencuci tangan setelah bermain tanah ditemukan pada siswa sebanyak 20 orang. Dari hasil wawancara kepada orang tua siswa didapatkan siswa yang pernah mengalami cacingan sebanyak 40 orang siswa. Orang tua siswa juga mengatakan tidak pernah memberikan obat cacing tiap 6 bulan sekali untuk pencegahan penyakit cacingan. Di daerah tempat penelitian tidak terdapat data penyakit cacingan pada anak, karena sarana kesehatan berupa Puskesmas tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang menunjang untuk skrining dari penyakit cacingan. Dampak dari cacingan yang terjadi pada anak usia sekolah dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Surat Kepetusan Menteri Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2006). Sehubungan dengan tingginya angka prevalensi cacingan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu pada daerah iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang tempat, bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, dan cuci tangan (Rampengan, 2007). Pada umumnya larva cacing yang inaktif masuk ke dalam tubuh karena masuk tertelan melalui pencernaan atau terhirup melalui saluan nafas yang kemudian menjadi aktif di dalam usus (Widoyono, 2008). Pencegahan penyakit cacingan pada umumnya dilakukan dengan cara memutus mata rantai dari penyakit dengan cara menghilangkan sumber infeksi. Hal ini dapat dilakukan dengan pencegahan infeksi melalui pendidikan 255
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
kesehatan, kebersihan makanan, pembuangan tinja dan cuci tangan (Jalanudin, 2009). Cuci tangan adalah salah satu prosedur terpenting dalam pengendalian infeksi, hygiene tangan dapat dicapai dengan mencuci tangan menggunakan sabun cair atau sabun detergent antiseptik dan air. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso. Penulis akan melakukan penelitian dengan melakukan pengambilan feses pada siswa untuk mengetahui ada atau tidak telur cacing pada feses siswa yang digunakan sebagai indikator dari penegakan diagnosa cacingan. Penulis
juga akan memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa sebagai langkah efektif pencegahan penyakit cacingan.
HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Respoden Penelitian ini dilakukan terhadap 46 orang siswa dari kelas I-V di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso pada tanggal 4 Juni 2014. Penelitian ini mencakup kebiasaan cuci tangan yang dilakukan oleh siswa dan kejadian cacingan. Teknik pengumpulan sampel
menggunakan metode simple random sampling, yaitu jumlah sampel disesuaikan dengan distribusi siswa pada masing-masing kelas. Karekteristik dalam penelitian ini terbagi atas kelompok usia, jenis kelamin, dan tingkat kelas. Frekuensi masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian deskriptif korelatif, yaitu menghubungkan antara variabel bebas (kebiasaan cuci tangan) dengan variabel terikat (infeksi cacing) pada anak usia sekolah dasar. Desain penelitian menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat yang bersamaan (sekali sewaktu) (Arikunto, 2006).
Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan kelas di SD Blindungan 4 Tahun 2014 Tingkat Kelas I II III IV V Total
Frekuensi 8 11 8 11 8 46
Persentase (%) 17,4 23,9 17,4 23,9 17,4 100
Tabel 5.2 Karakteristik Respoden Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa di SD Blindungan 4 Tahun 2014 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 22 24 46
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Persentase (%) 47,8 52,2 100
256
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Siswa di SD Blindungan 4 Tahun 2014 Usia (Thn) 7 8 9 10 11 12 Total
Frekuensi 8 9 6 14 5 4 46
Persentase (%) 17,4 19,6 13 30,4 11 8,6 100
B. Analisis Univariat 1. Kebiasaan Cuci Tangan Berdasarkan Hasil penelitian dengan menggunakan Kuesioner dengan teknik wawancara terpimpin didapatkan distribusi data sebagai berikut : Tabel 5. 4 Kebiasaan Cuci Tangan di SD Blindungan 4 Tahun 2014 Kebiasaan Cuci tangan Jarang Selalu Total
Frekuensi 27 19 46
Persentase (%) 58,7 41,3 100
Dari hasil tabulasi data kebiasaan cuci tangan pada siswa di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso disimpulkan bahwa siswa yang jarang melakukan cuci tangan sebelum makan, setelah bermain dan setelah buang air besar sebanyak 58,7% yang tersebar dari kelas I-V dan yang selalu melakukan cuci tangan sebelum makan, setelah bermain dan setelah buang air besar tersebar dari kelas I-V sebanyak 41,3%. 2. Kejadian Cacingan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di SD Blindungan 4 dengan total sampel sebanyak 46 orang dengan menngunakan fases siswa yang dibawa ke laboratorium di dapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 5.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Telur Cacing Siswa di SD Blindungan 4 Tahun 2014 Hasil Laboratorium Positif Negatif Total
Frekuensi 26 20 46
Persentase (%) 56,5 43,5 100
Dari tabel hasil pemeriksaan feses didapatkan siswa yang terbukti mengalami cacingan sebanyak 56,5% responden dan yangtidak mengalami cacingan sebanyak 43,5%. C. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso. Analisis bivariat menggunakan uji Koefisien Kontingensi dengan tingkat signifikasi 5%.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
257
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
1. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Cacingan Pada Anak Usia Sekolah Di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso Tabel 5.6 Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Kejadian Cacingan Pada Anak Usia Sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso Tahun 2014 KEBIASAAN CUCI TANGAN DAN KEJADIAN CACINGAN KEJADIAN CACINGAN Total positive
negative
KEBIASAAN CUCI
JARANG
21
6
27
TANGAN
SELALU
5
14
19
26
20
46
Total
Tabel 5.6 menunjukkan hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso menunjukkan responden yang jarang melakukan cuci tangan mengalami cacingan sebanyak 21 orang dan yang tidak mengalami cacingan sebanyak 6 orang. Sedangkan responden yang selalu melakukan cuci tangan mengalami cacingan sebanyak 5 orang yang tidak mengalami cacingan sebanyak 14 orang. Hasil dari uji Chi Square diperoleh nilai x² hitung sebesar 10,015 lebih besar dai 3,841. Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, sehingga disimpulkan ada hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso. PEMBAHASAN Dari Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso dapat dijabarkan hasil dan pembahasan sebagai berikut : Hasil analisa univariate menunjukkan bahwa kebiasaan cuci tangan yang dilakukan oleh siswa SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso dari kelas I-V menunjukkan bahwa disimpulkan bahwa siswa yang jarang melakukan cuci tangan sebelum makan, setelah bermain dan setelah buang air besar sebanyak 58,7% . Cuci tangan memakai sabun merupakan kebiasaan untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Cuci tangan merupakan cara yang efektif dan sederhana sebagai upaya pencegahan penularan penyakit infeksi. Hal tersebut disebabkan cuci tangan dapat mencegah seseorang terpajan dengan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandora seorang dokter di Divisi penyakit menular pada Rumah Sakit Anak Boston, menunjukkan bahwa jumlah kasus diare turun hingga 59% setelah anak-anak di Rumah Sakit tersebut mencuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik (CDC, 2005). Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari dengan menggunakan air dan sabun untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Hal ini dilakukan karena tangan sering menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun tidak langsung (Wikipedia, 2009). Mencuci tangan yang baik membutuhkan beberapa peralatan berikut : sabun antiseptik, air bersih, dan handuk atau lap tangan bersih. Untuk hasil yamg maksimal disarankan untuk mencuci
258
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
tangan 20-30 detik (PHBS-UNPAD, 2010). Dari hasil penelitian peneliti dapat menyimpulkan kebiasaan cuci tangan yang dilakukan oleh anak sekolah dasar di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso jarang dilakukan karena kurangnya informasi tentang pentingnya mencuci tangan sebelum makan, sesudah bermain, dan sesudah buang air besar. Kebiasaan cuci tangan yang jarang dilakukan oleh siswa merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya cacingan. Sehingga perlu diadakan penyuluhan yang terus menerus kepada anak usia sekolah agar terbiasa mencuci tangan sebagai salah satu pencegahan penularan penyakit. Selain itu, perlu disediakan sarana bagi siswa untuk mencuci tangan. Hasil analisis data dari tabel 9. hasil pemeriksaan feses didapatkan siswa yang terbukti mengalami cacingan sebanyak 56,5%. Data terebut didapat dari jumlah sampel yang sudah ditentukan dari kelas I-V. Dari hasil penelitian didapatkan yang siswa yang jarang melakukan cuci tangan yang berpotensi lebih tinggi terkena cacingan daripada siswa yang selalu melakukan cuci tangan. Cacingan dapat menginfeksi pada sebagian besar anak yaitu berumur anatara 3-8 tahun karena anak-anak masih kurang memperhatikan kebersihan dirinya sendiri (Widoyono, 2005). Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kejadian cacingan salah satunya adalah kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan buang air besar disembarang tempat, tidak memakai alas kaki, dan tidak mencuci tangan sebelum makan (Rampengan, 2007). Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbsi) dan metabolisme makanan (Depkes, 2006). Parasit cacing yang merupakan penyebab infeksi cacingan adalah parasit golongan Nematode. Parasit jenis tersebut masuk ke dalam tubuh karena kontak dengan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
tanah (Pheter et al, 2004). Keadaan yang serius pada cacingan dapat menyebabkan ileus obstruktif. Cacingan dapat menurunkan kecerdasan siswa dan juga dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga siswa mudah terserang penyakit lainnya (Surat Keptusan Menteri Kesehatan No.424/Menkes/SK/VI/2006). Dari hasil penelitian peneliti menyimpulkan bahwa masih tingginya kejadian cacingan pada anak usia sekolah dari kelas I-V di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso karena kebiasaan yang tidak sehat yang dilakukan oleh siswa seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, setelah bermain, dan setelah buang air besar, dan saat bermain pada jam istirahat siswa juga jarang memakai alas kaki. Siswa yang terinfeksi cacing banyak ditemukan pada anak yang jarang mencuci tangan. Dampak cacingan dapat menurunkan kecerdasan pada siswa, dari hasil penelitian pada siswa yang terinfeksi cacingan sebanyak 10 orang dari jumlah sampel yang tersebar dari kelas I-V pernah tidak naik kelas. Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan kepada siswa untuk membisakan pola hidup sehat dan juga perlu untuk bekerja sama dengan sistem pelayanan kesehatan terdekat yakni puskesmas untuk pemeriksaan infeksi cacing pada anak dan pemberian pengobatan sehingga jumlah kejadiaan cacingan dapat berkurang angka kejadiannya. Dari hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa kejadian cacingan yang disebabkan karena jarangnya mencuci tangan menunjukkan hasil yang lemah. Tetapi, kebiasaan cuci tangan juga merupakan salah satu faktor terjadinya kejadian cacingan pada siswa di SD Blidungan 4 Kabupaten Bondowoso. Oleh sebab itu, perludiketahuiadanya faktor lain yang menjadi penyebab terjadi cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso seperti jarang memakai alas kaki saat
259
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
bermain, makan-makanan yang terinfeksi cacing dan lain-lain. KESIMPULAN Kebiasaan cuci tangan yang dilakukan oleh anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso jarang dilakukan sehingga menjadi salah satu faktor terjadinya kejadian cacingan. Dengan tingkat persentase jarang melakukan cuci tangan sebanyak 58,7% . Kejadian Cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindugan 4 Kabupaten Bondowoso dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa siswa di SD Blindungan 4 masih banyak yang menderita cacingan. Dengan persentase sebanyak 56,5%. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian cacingan pada anak usia sekolah di SD Blindungan 4 Kabupaten Bondowoso. Kejadian cacingan sering terjadi pada anak yang jarang melakukan cuci tangan sebelum makan, sesudah bermain dan sesudah buang air besar. SARAN Hasil penelitian ini dapat menjadi penambah wawasan tentang pentingnya untuk memberikan penyuluhan PHBS ( Perilaku Hidup Sehat Dan Bersih) kepada anak usia sekolah, sehingga siswa dapat merubah pola hidup menjadi lebih sehat dan perlu monitoring yang terus menerus dari petugas kesehatan. Aplikasi lain yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan pemberantasan cacinganmisalnya dengan pembangunan MCK umum sehingga anak-anak yang dirmahnya tidak memiliki MCK tidak ke sungai lagi. Sekolah hendaknya menyediakan sarana untuk mencuci tangan sehingga kebiasaan cuci tangan dapat direalisasikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Mengajarkan dan membiasakan kepada anaknya tentang pentingnya mencuci tangan sebelum makan, sesudah bermain, dan setelah buang air besar. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Peneliti yang ingin meneliti dengan objek yang sama hendaknya meningkatkan cakupan penelitian, misalnya meneliti pada anak usia sekolah di kota yang memiliki latar belakang orang tua dengan SDM yang lebih baik dan kondisi epidemiologi yang lebih baik daripada di desa, serta menambah faktorfaktor yang lain yang turut berhubungan dengan kajadian cacingan pada anak usia sekolah misalnya status nutrisi pada anak, pengetahuan orang tua, keteraturan minum obat cacing setiap 6 bulan sekali. DAFTAR PUSTAKA Ana loudes et al. 2014. http//www.piossntds.org/article/inf o%3Adoi%Fio.1371% Fjournal.pntd.002653. Diakses tanggal 17 Maret 20014 Akhzin Zulkoni. 2007. Parasitologi. Yogyakarta: Mutia Medika Batanoa J. 2008. Kebiasaan Cuci tangan dengan kejadian diare.http//222.164.132/web/detail php?Sid = 162887 and actmenu = 46. Diakses tanggal 17 maret 2014 Departement Kesehatan RI. 2008. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di Era Desentralisasi Fatonah Siti. 2005. Hygiene dan Sanitasi makanan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press Fewtrell I, Kaufan RB et al. 2005. http//www.Promosi Kesehatan.com/?=article and Id=424. Diakses tanggal 17 maret 2014 Hurlock, E.B. 2008. Psikologi Perkembangan. Edisi V. Jakarta: Erlangga Jalahudin. 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal hygiene dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Biang mangat kota Lhokseumawe. Thesis. Medan : Universitas Sumatra Utara
260
Hubungan Kebiasaan Cuci Tngan Dengan Kejadian Cacingan.......Yuyun Tri Wahyuni, hal. 254 - 261
Keputusan Menteri Kesehatan No.424.2006. Pedoman Pengendalian Kecacingan. [versi elektronik]. Diakses pada tanggal 17 maret 2014,dari http://www.hukor.depkes.go.id.pro d.kepmenkes/KMK Notoatmodjo.2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Peter J. Hotes. 2004. Soil Transmitted Helminth Infection The Nature, Cause and Burden of The Condition. WHO: Departement of Microbiologi and Tropical Medicine The george Washing Pinanrdi Hadidjaja. 2008. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. FKUI: Jakarta Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi II. Manado: EGC Rehulina . 2005. Infeksi Parasit Cacingan. [versi elektronik]. Diakses pada tanggal 17 maret 2014, dari http://pdpersi.co.id Setyaningsih. 2008. Metodelogi Penelitian.Edisi Revisi.Malang: STIE Malang Srisasi Gandahusada. 2006. Parasitologi Kedokteran .Edisi III. FKUI: Jakarta Sudoyo aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI Sugiyono.2007. Metodelogi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta WHO. 2011. Prevention and Control of Schistosomiasis and Soil Transmitted Helminthes. [versi elektronik]. Diakses pada tanggal 18 Maret 2014, dari http://www.WHO.Int/enity/wormco ntrol/documents/joint statements/en/ppc UNICEFfinal report WHO.2009. WHO Gudelines on Hand hygiene in Health Care Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Pencegahan dan Pemberantasan. Jakarta: Erlangga
261
Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil.......................Helen Eka Nadia Sari, hal. 262 - 265
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG KONTRASEPSI PIL KEPADA AKSEPTOR KB PIL DI WILAYAH PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER Helen Eka Nadia Sari*, Nur Riska Rahmawati**, Ai Nur Zannah*** *,**,*** Program Studi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember ABSTRACT Contraception is an attempt of preventing a pregnancy which is available in temporary or permanent. The oral contraceptive pill/hormonal contraceptive pill are one of the contraceptive devices. It contains hormonal agents and is taken at a single dose of one pill every day. It is readily available at nearby drugstores, thus allowing acceptors to obtain it very easily without necessarily having to consult to their midwives. The objective of this research is to identify the level of knowledge regarding the contraceptive pill device to the acceptors of Contraceptive pill device at the coverage area of Patrang Local Health Center. This research employs descriptive design. The population of this research is the entire mothers registered at Patrang Local Health Center who consume contraceptive pill device during August 2014. The sample of this research is taken using accidental sampling technique, numbering 84 respondents. Data is tabulated using the frequency tabulation and later, presented in the form of percentage figures along with narration. The results of this research reveal that the knowledge of contraceptive pill acceptors at the coverage area of Patrang Local Health Center Jember Regency is as follow: moderate (60,71%), good (27,39%), and poor (11,90%). It is expected that the knowledge regarding the contraceptive pill be mastered by the acceptors in order that to promote more effective use of the pill, respectively. Keywords: Knowledge, Acceptors of Contraceptive Pil PENDAHULUAN Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara ataupun menetap. (Mansjoer, 2009:350). Konseling awal pada akseptor kontrasepsi merupakan tindak lanjut KIE. Bila seorang telah termotivasi melalui KIE, maka selanjutnya ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot konseling yang diberikan sudah tentu tergantung pada tingkatan KIE yang telah di terimanya. (Hartanto, 2006:28) Penelitian tentang gambaran konseling awal terhadap akseptor pil KB telah dilakukan oleh Ita Eurusia (2013). Penelitian ini dilakukan di desa Rafae kabupaten Belu, NTT. Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2013 pada 17 wanita usia subur, 7 orang telah JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
menggunakan KB dan 10 orang belum menggunakan KB. Responden yang telah menggunakan KB menyatakan mereka mengetahui KB dari tenaga kesehatan sebanyak 6 orang dan 1 orang yang mengatakan mengetahui tentang KB dari tetangga. Responden yang tidak menggunakan KB memberikan beberapa alasan, yaitu masih ingin mempunyai anak, tidak tahu tentang KB, dan takut menjadi gemuk. Berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2012 kontrasepsi terdiri dari suntik 17,46%; pil 47,08%; IUD 14,39%; susuk 17,46%; tubektomi 1,84%; vasektomi 0,13%. Dan pemakaian alat kontrasepsi aktif di jember pada tahun 2012 adalah KB suntik sebesar 50,38%; KB pil 31,81%; IUD 11,4%; KB susuk 4,90%; 262
Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil.......................Helen Eka Nadia Sari, hal. 262 - 265
MOW 1,13%; MOP 0,13%. Ternyata Pil menduduki peringkat ke dua, karena pil KB termasuk metode yang efektif untuk mencegah kehamilan dan salah satu metode yang paling disukai karena kesuburan langsung kembali bila penggunaan dihentikan. Kontrasepsi oral (pil KB) Pil KB mengandung hormon, baik dalam bentuk kombinasi progestin dengan estrogen atau progestin saja(Mansjoer,2009:360). Pil KB mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi (pelepasan sel telur oleh ovarium) dan menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma.(Hanafi,2002:104). Kelebihan pil kombinasi, antara lain: efektifitasnya tinggi, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, sedikit efek samping (Saifuddin2006:MK-42). Data yang diperoleh dari Posyandu Alamanda didapatkan jumlah akseptor KB pada bulan Mei-Juni tahun 2014 sebanyak 160 akseptor dengan pengguna pil KB sebanyak 25 orang (15,6%). Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10 responden akseptor KB pil di Posyandu Alamanda ditemukan 9 orang (90%) tidak pernah bertemu atau berkonsultasi dengan bidan dan mendapatkan pil KB dari apotek sedangkan 1 orang (10%) yang berkonsultasi dengan bidan dan mendapat pil KB dari bidan. Berdasarkan uraian tersebut, maka judul dalam penelitian ini adalah Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil Kepada Akseptor KB Pil Di Wilayah Puskesmas Patrang Kabupaten Jember Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi Pil kepada akseptor KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian ini adalah deskriptif studi kasus yaitu mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi Pil kepada akseptor KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang. Teknik sampling JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan ada atau tersedia yang sesuai dengan kriteria penelitian. Besar sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 84 akseptor KB pil di Wilayah Puskesmas Patrang Kabupaten Jember tahun 2014. Penelitian dilaksanakan di wilayah puskesmas patrang kabupaten jember pada tanggal 22-26 September 2014 Data dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder dan primer, kemudian diolah dan dianalisis dengan tabel frekuensi (data dengan skala nominal dan ordinal). HASIL 3. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur tentang Gambaran Pengetahun tentang Kontrasepsi Pil kepada Akseptor Pil Kb di Wilayah Puskesmas Patrang 2014. No
Umur
1 20-30 tahun 2 31-40 tahun Jumlah
Frekuensi 55 29 84
Persentase (%) 65,48% 34,52% 100%
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.1 tersebut diketahui umur responden pada kelompok kasus yaitu umur antara 20-30 tahun, yaitu sebanyak 55 responden (65,48%) dan berada pada kategori umur 31-40tahun, 29 responden (34,52%). 4.
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan tentang Gambaran Pengetahun tentang Kontrasepsi Pil kepada Akseptor KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang 2014.
263
Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil.......................Helen Eka Nadia Sari, hal. 262 - 265 No
Pendidikan
1 SD 2 SMP 3 SMA Jumlah
Frekuensi 42 32 10 84
Persentase (%) 50% 38,10% 11,10% 100%
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.2 tersebut dapat diketahui bahwa 42 responden (50%) berpendidikan SD, 32 responden (38,10%) berpendidikan SMP, 10 responden (11,90%) berpendidikan SMA. 5.
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Respon Berdasarkan Pekerjaan tentang Gambaran Pengetahuan tentang Kontrasepsi KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang 2014 No
Pekerjaan
1 IRT Jumlah
Frekuensi 84 84
Persentase (%) 100% 100%
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.3 tersebut dapat diketahui jumlah responden berdasarkan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga 84 responden (100%) 6. Karakteristik responden berdasarkan informasi Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Informasi tentang Gambaran Pengetahun tentang Kontrasepsi Pil Kepada Akseptor KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang 2014. No
Informasi
1 Nakes 2 Non nakes Jumlah
Frekuensi 65 19 84
Persentase (%) 77,39% 22,61% 100%
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa 84 responden paling banyak mendapatkan informasi dari nakes 65
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
responden (77,39%) sedangkan masyarakat 19 responden (22,61%) 7.
dari
Pengetahuan Ibu
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Kepada Akseptor KB Pil di Wilayah Puskesmas Patrang No
Pengetahuan
1 Baik 2 Cukup 3 Kurang Jumlah
Frekuensi 23 51 10 84
Persntase (%) 27,39 60,71 11,90 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui gambaran pengetahuan tentang pil KB di Wilayah Puskesmas Patrang, yang berpengetahuan baik sebanyak akseptor 23 (27,39%), berpengetahuan cukupa kseptor 51 (60,71%), dan yang berpengetahuan kurang akseptor 10 (11,90%). PEMBAHASAN 1. Identifikasi Akseptor KB Pil berdasarkan Umur berdasarkan hasil penelitian diketahuai bahwa sebagian besar usia ibu antara 20-30 tahun 55 (65,48%) 2. Identifikasi Akseptor KB Pil berdasarkan Pendidikan Ibu Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagain besar pendidikan ibu adalah SD 42 (50%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh ibu berada pada kategori kurang. 3. Identifikasi Akseptor KB Pil berdasarkan Pekerjaan Ibu Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian ibu adalah IRT 84 (100%). Hasil penelitian ini menjelasakan bahwa ibu sebagai IRT 4. Identifikasi Akseptor KB Pil berdasarkan Informasi Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian ibu mendapat informasi dari nakes 65 (77,39%) 264
Gambaran Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Pil.......................Helen Eka Nadia Sari, hal. 262 - 265
5. Identifikasi Akseptor KB Pil berdasarkan Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian ibu berpengetahuan cukup 51 (60,71%) KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: Dari hasil penelitian gambaran pengetahuan kepada akseptor KB pil di Wilayah Puskesmas Patrang dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan tentang kontrasepsi pil kepada akseptor KB pil di Wilayah Puskesmas Patrang termasuk dalam kategori cukup yaitu responden 51 (60,71%). SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan variabel penelitian dan sampel penelitian lebih banyak tentang pengetahuan akseptor KB pil. a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang lebih lanjut mengenai KB pil misalnya efek samping KB pil. b. Wilayah Puskesmas Patrang Diharapkan bidan dapat memberikan informasi atau penyuluhan secara efektif kepada calon akseptor KB pil. c. Bagi Responden Diharapkan menambah informasi tentang pengetahuan KB pil, supaya lebih siap dalam menghadapi masalah yang mungkin terjadi
Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Hartanto, Hanafi.2002. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Hogan, Hulk. 2011. Akseptor. http://wikiindonesia.org. [di akses tanggal: 26 Agustus 2014] Imbarwati. 2009. Beberapa faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan KB PIL pada peserta KB PIL Di Kecamatan Padurungan Semarang. http://IMBARWATI.pdf. [di akses tanggal 27 September 2014] Mansjoer, Arif, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Medika Salemba. Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Zannah, Ai. 2012. Siklus Menstruasi Mahasiswa DIII Kebidanan Tingkat III( KTI). Jember: AKBID dr. Soebandi Jember ______, 2006. Alat Bantu Pengambil Keputusan Ber-KB. Jakarta: Keluarga Berencana
DAFTAR PUSTAKA Hidayat, A. aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
265
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI DI DESA PAKISAN KECAMATAN TLOGOSARI KABUPATEN BONDOWOSO Dina Nur Oktavia*, Mashun**, Herlidian Putri*** *, ***Program Studi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember **Yayasan Jember international School ABSTRAK Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia.Terlepas pengetahuan yang kurang akibat dari pendidikan yang rendah, seluruh wanita yang menikah pada usia dini sebanyak 53 orang wanita yang menikah yang ada di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso.Tujuan Penelitian: untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pernikahan usia dini di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso tahun 2013.Penelitian ini menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif dengan pendekatan crossectional.Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang melakukan pernikahan dini tahun 2013 sebear 53 orang, dan yang menjadi sampel juga sebanyak 53 orang. Penelitian ini dilakukan di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso, dilakukan pada tanggal 22 September sampai 27 September 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner Hasil Penelitian : dari hasil 53 responden didapat, bahwa responden (66,03%) tingkat pendidikan berada pada kategori menengah pertama, (62,27%), memiliki pengetahuan kurang tentang pernikahan dini, (73,59%) responden memiliki penghasilan kurang dan (88,68) berada pada kategori budaya tradisional.Dari 53 responden yang menjadi sampel hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab pernikahan dini yang paling dominan adalah budaya.Saran: dari hasil penelitian didapatkan faktor penyebabnya iyalah salah Stunya pendidikan yang berada dalam taraf SMP dll menurut peneliti perlu diadakan sosialisasi lebih baik lagi tentang pernikahan dini misalnya diadakan penyuluhan bagi masyarakat agar pola pikir maasyarakat bisa dirubah dan lebih maju. Kata kunci : Pernikahan usia dini, Pendidikan, Pengetahuan, Sosial ekonomi dan budaya PENDAHULUAN Pernikahan sejatinya merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga,melanjutkan keturunan (Puspita, 2006). Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
(Jamali, 2006). Pernikahan menurut islam adalah hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimtaa’) dan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan membangun masyarakat yang bersih (Utsaimin, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang sakinah sehingga dapat membangun masyarakat yang bersih. 266
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 tentang pernikahan, menetapkan bahwa pernikahan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun tetapi undang-undang ini direvisi tahun 2002 dengan adanya undang-undang tentang perlindungan anak dan undang-undang minimum perkawinan oleh yayasan kesehatan perempuan(YKP). Sedangkan BKKBN mempertegas bahwa seorang pria yang menikah kurang dari 25 tahun dan seorang wanita yang menikah kurang dari 20 tahun dapat dikatakan telah melakukan pernikahan dini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pernikahan diusia dini baru dapat dilakukan bila usia seorang remaja sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Indonesia masih masuk dalam katagori penduduk yang mempunyai umur pernikahan dini. Dari hasil SDKI 2002/2003 rata-rata umur kawin bagi perempuan adalah umur 19,5 tahun dari rata-rata umur yang menikah. Fenomena di masyarakat menunjukan bahwa pernikahan pada usia kurang dari 25 tahun bagi pria dan usia kurang dari 20 bagi wanita masih banyak kita jumpai. Data yang dilansir Badan Pemberdayaan Perempuan Jawa Timur pada tahun 2010 cukup mencengangkan. Di beberapa kabupaten di Jawa Timur terungkap angka pernikahan pertama penduduk perempuan bawah umur 17 tahun memperlihatkan di atas 50% dari total pernikahan di daerahnya, seperti Kabupaten Jember mencapai 56%, Bondowoso 73,9%, Probolinggo 71,5%, Lamongan 52,5%, Sampang 63,8%, Pamekasan 59,2%, dan Kabupaten Sumenep 60%. Berdasarkan data di atas, bahwa ada 7 kabupaten di Jawa Timur yang memiliki angka pernikahan dini di atas 50%. Salah satu kabupaten yang memiliki angka pernikahan dini paling tinggi adalah Kabupaten Bondowoso yaitusebesar 73,9 %. Rekapitulasi pernikahan dini Kantor Kementrian JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Agama Bandowoso pada tahun 2013 menunjukan bahwa ada tiga kecamatan yang angka pernikahan dininya tinggi, yaitu kecamatan Wringin, Tlogosari, dan Cerme. Wanita yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Wringin adalah 367 orang, di Kecamatan Tlogosari 244 orang, dan di Kecamatan Cerme 218 orang. Pernikahan dini menjadi titik awal permasalahan bagi Indonesia, selain menambah cepat laju pertumbuhan penduduk juga terlihat terus meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI) setiap tahun. Selain menambah AKI, menikah di usia dini juga dapat meningkatkan resiko pada wanita terserang kanker rahim. Menurut Subakti (2008), pernikahan dini disebabkan oleh peraturan budaya, pendidikan yang rendah, kecelakaan, keluarga cerai, sosial ekonomi dan pengetahuan yang rendah. Selain itu dampak dari pernikahan dini bagi perempuan yang menikah usia <20 th yaitu dari segi kesehatan adalah kanker leher rahim karena sel-sel rahim belum matang,dengan demikian apabila sel-sel tersebut terpapar HPV maka pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker(Nouvan dkk 2010) Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud meneliti tentang pernikahan dini dengan judul “Gambaran Faktorfaktor Penyebab Pernikahan dini METODE PENELITIAN Desain penelitian pada penelitian ini adalah analitik Deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran suatu variabel, baik satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkannya dengan variabel lain. Desain penelitian ini bersifat cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif Ada dua jenis data yang diambil dalam penelitian ini, yaitu: Data Primer 267
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
yang diperoleh dari wawancara dan kuisioner. Pengambilan data primer dilakukan secara langsung dengan melakukan kunjungan rumah, sebelumnya peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian. Jika bersedia menjadi responden maka diberi kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dan mendampingi responden saat pengisian dimana responden memberikan atau memilih jawaban yang sudah tersedia. Data Sekunder yang diperoleh dari data kementerian agama Bondowoso mengenai angka pernikahan dini terbesar, setelah itu ke KUA Tlogosari meminta data pernikahan dini pada tahun 2013 HASIL PENELITIAN Pengumpulan dan penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan menentukan prosentase untuk mengetahui faktor penyebab pernikahan dini ditinjau dari faktor pendidikan faktor pengetahuan, faktor sosial ekonomi, faktor budaya. Data Umum 1. Umur 7; 13,31%
3; 5,66%
Tidak Bekerja Tani Swasta 26; 49,05%Dll
21; 39,62%
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini Ditinjau Dari Segi Pekerjaan di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Berdasarkan diagram 5.2 dari 53 responden tampak bahwa tingkat pengetahuan ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu, sebagian besar responden pekerjaannya adalah bertani 26(49,05%). Data Khusus 1. Pendidikan 3; 5,67%
0%
4; 7,54%
15; 28,30%
Tidak Sekolah SD SMP
12-14 15-17 17-19 31; 58,49%
Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini Ditinjau Dari Segi Umur Menikah di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Berdasarkan diagram 5.1 dari 53 responden tampak bahwa umur ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu, sebagian besar responden dalam kategori umur 15-17 sebesar (58,49%). 2.
3; 5,66%
35; 66,03%
11; 20,76%
SMA
Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini Ditinaju Dari Segi Pendidikan Di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso tahun 2013 Berdasarkan diagram 5.3 dari 53 responden tampak bahwa tingkat pendidikan ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu, didapatkan Sebagian besar responden memiliki pendidikan SMP sebesar 35 orang (66,03%).
Pekerjaan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
268
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
2.
Pengetahuan
4.
Budaya
9; 16,98% 11; 20,76%Baik
6; 11,32% Modern
Cukup
Tradisional
Kurang 47; 88,68%
33; 62,27%
Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini di Tinjau dari Segi Pengetahuan Di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso tahun 2013 Berdasarkan diagram 5.4 dari 53 responden tampak bahwa tingkat pengetahuan ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu,sebagian besar responden dalam kategori kurang sebesar 33(62,27%). 3. Sosial Ekonomi 2; 3,77%
12; 22,64% Baik Cukup Kurang
39; 73,59%
Tabel 1.5 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini di Tinjau dari Segi Sosial Ekonomi Di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso tahun 2013 Berdasarkan diagram 5.5 dari 53 responden tampak bahwa Sosial Ekonomi ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu,pada taraf sosial ekonomi sebagian besar dalam kategori kurang 39(73,59%).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Tabel 1.6 Distribusi Frekuensi Pernikahan Dini di Tinjau dari Segi Budaya di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso tahun 2013 Berdasarkan diagram 5.6 dari 53 responden tampak bahwa Sosial Ekonomi ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 sebagian besar responden mengangkat budaya tradisional sebesar 47(88,68%). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil data yang didapatkan dari Kantor Kementrian Agama Bondowoso dan KUA Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso pada tahun 2013 terdapat 224 kasus pernikahan di usia dini di Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso dan terdapat angka 53 pernikahan dini di Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso.Pada bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ada pada bab pendahuluan, yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 53 orang di Wilayah Desa Pakisan Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso.Hasil penelitian ini meliputi “Gambaran faktor-faktor penyebab pernikahan dini dan tujuan khusus untuk meneliti tentang faktor-faktor penyebab pernikahan dini dari beberapa faktorfaktor penyebab ditinjau dari segi 269
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
pendidikan,pengetahuan, sosial ekonomi dan budaya. Pada penelitian sebelumnya Nandang Mulyana, 2007 dengan judul Faktorfaktor Yang Berhubungan dengan Usia Menikah Muda Pada Wanita Dewasa Muda Di Kelurahan Mekawarwangi Kota Bandung dari hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian menikah muda pada wanita dewasa muda di kelurahan Mekarwangi Kota Bandung dengan derajat hubungan sedang dan resiko sebesar 7.667 kali lipat. Ada hubungan antara umur orang tua saat menikah dengan kejadian menikah muda pada wanita dewasa muda di kelurahan Mekarwangi Kota Bandung dengan derajat hubungan rendah dan resiko sebesar 3.286 kali lipat.Ada hubungan antara pendidikan individu dengan kejadian menikah muda pada wanita dewasa muda di kelurahan Mekarwangi Kota Bandung dengan derajat hubungan rendah dan resiko sebesar 4.259 kali lipat.Tidak ada hubungan antara pengetahuan individu dengan kejadian menikah muda pada wanita dewasa muda di kelurahan Mekarwangi Kota Bandung.Tidak ada hubungan antara sikap individu dengan kejadian menikah muda pada wanita dewasa muda di kelurahan Mekarwangi Kota Bandung. 1. Pendidikan Tingkat pendidikan ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu, didapatkan Sebagian besar responden memiliki pendidikan menengah pertama sebesar 35 orang (66,03%). Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan dan kecerdasan pengetahuan. Dalam artian, pendidikan baik yang formal maupun informal,tingkah laku (Azrul Aswar).pendidikan merupakan suatu yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
2.
mendewasakan seseorang berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan cepat.Peneliti berpendapat bahwasanya Pendidikan memang merupakan salah satu penyebab responden melakukan pernikahan dini karena dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting untuk menunda pernikahan hingga usia dewasa.Peran pendidikan dari individu itu sendiri yang mempunyai peran besar. Jika seorang anak yang putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu mereka dengan bekerja. Saat anak mulai berpenghasilan sendiri dan merasa cukup mandiri, sehingga merasa sudah mampu menghidupi diri sendiri maka mereka lebih percaya diri untuk menikah di usia dini hal ini juga terjadi pada anak yang belum bisa bekerja ataupun menganggur dalam keadaan putus sekolah mereka biasanya jenuh tanpa pikir panjang anak tersebut merasa dirinya tidak melakukan kegiatan apapun dan ingin mengisi kekosongan dengan menikah. Pendidikan erat kaitannya dengan pernikahan dini, seseorang yang menempuh pendidikan sebagian besar usia remajanya digunakan untuk bersekolah. Sedangkan, seseorang yang tidak menempuh pendidikan di bangku sekolah maka akan terjerat dalam pernikahan dini. Pengetahuan Dari 53 responden tampak bahwa tingkat pengetahuan ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu,sebagian besar responden dalam kategori kurang sebesar 33(62,27%). Pengatahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan 270
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
3.
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa (Notoadmojo, 2007). Pengetahuan didapatkan dari pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistematis (Azwar, 1996). Peneliti menyatakan bahwa dari hasil penelitian sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang pernikahan dini pada seluruh responden, pengetahuan erat kaitannya dengan wawasan dan pengalaman yang diperolah dari pendidikan karena pendidikan para responden masih rendah, hal ini berdampak pada pengetahuan atau pemahaman pada hal-hal yang bersifat teori,ilmu pengetahuan,maupun pemahaman dalam menuangkan pikiran yang ada kemudian diaplikasikan dalam tindakan. Pernikahan Dini salah satunya juga disebabkan oleh Faktor pengetahuan Pengetahuan Individu mengenai Pernikahan dini Juga mengambil peran penting karena individu tersebut belum tau tentang makna ataupun tujuan pernikahan hal ini berdampak pada kesiapan pernikahan itu sendiri. Sosial Ekonomi dari 53 responden tampak bahwa Sosial Ekonomi ibu yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yaitu,Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktifitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. (wikipedia bahasa
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
4.
Indonesia). pendapat yang dikemukakan oleh Alfiyah (2010) yang menyatakan bahwa perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orangorang yang dianggap mampu.Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktifitas ekonomi,pendidikan serta pendapatan. Hasil penelitian juga memaparkan bahwa faktor Pernikahan dini salah satu pemicunya adalah sosial ekonomi yang disebabkan oleh faktor sosial ekonomi,dari sampel 53 responden bisa dilihat dari pertanyaan yang diberikan pada kuisioner mengenai penghasilan atau kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari didapatkan jawaban yang terhitung tingkat sosial ekonomi sebagian besar dalam taraf rendah. Pernikahan dini yang disebabkan oleh faktor sosial ekonomi biasanya dilakukan oleh keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah karena anak yang putus sekolah karena ketidakmampuan orang tua dalam membiayai kebutuhan sekolah sehingga mereka menganggur. Suatu desakan ekonomi pada keluarga sehingga para orang tua mempunyai pemikiran bahwasanya melakukan pernikahan dini sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Budaya Berdasarkan diagram diatas dari 53 responden tampak bahwa Sosial Ekonomi wanita yang menikah dini di wilayah desa Pakisan Kecamatan Tlogosari tahun 2013 yang mengangkat budaya modern sebesar 6 orang(11,32%),Tradisional sebesar 47 orang(88,68%).
271
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
Budaya adalah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akar” atau semua hal-hal yang berkaitan dengan akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,moral atau kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Darmawan ,2010) yang menyatakan bahwa perkawinan usia dini terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga harus segera di nikahkan. Dari hasil penelitian awal pada studi pendahuluan didapatkan jawaban yang unik dari responden yaitu melakukan pernikahan dini bahwa dari sebagian besar responden mengungkapkan melakukan pernikahan dini karena memang adat ditempat mereka hal ini sudah terbentuk dari orang tua individu dan lingkungan sehingga para wanita yang melakukan pernikahan dini sudah terbentuk pola pikirnya. Hal ini secara jelas menjadi faktor pemicu pernikahan dini.faktor sosial budaya, masih banyak lingkungan masyarakat yang mempunyai pandangan bahwa anak gadis yang sudah menstruasi dianggap sudah dewasa dan siap untuk berkeluarga. Bahkan ada pandangan bahwa kedewasaan seorang gadis dinilai dari status perkawinannya, status janda dianggap lebih baik dari pada status perawan tua dan ini menjadi beban keluarga. Sehingga anak gadis disini tidak mempunyai pilihan lain selain menikah sesegera mungkin agar keluarga dipandang negatif. Solusinya untuk menekan angka kejadian pernikahan dini anak muda harus mengisi kekosongan waktu dengan hal-hal produktif, orang tua maupun institusi pendidikan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
mengajarkan tentang dampak dari pernikahan dini. KESIMPULAN 1. Faktor penyebab pernikahan dini ditinjau dari pendidikan Sebagian besar pendidikan dalam tingkat menengah pertama sebanyak (66,03%) responden 2. Faktor penyebab pernikahan dini ditinjau dari pengetahuan sebagian besar dalam kategori kurang sebanyak (962,27%) responden. 3. Faktor penyebab pernikahan dini ditinjau dari tingkat sosial ekonomi sebagian besar responden dalam kategori kurang sebanyak (73,59%) responden. 4. Faktor penyebab pernikahan dini ditinjau dari budaya sebagian besar berada pada katagori tradisional sebanyak (88,68%) responden. SARAN Jika dilihat dari faktor penyebab pernikahan dini ternyata dari hasil penelitian dari segi pendidikan terbesar dalam taraf SMP dan pengetahuan responden masih kurang terhadap pernikahan dini dari faktor pemicu lain iyalah ekonomi yang menjadi sebab karena ekonomi di desa tersebut masih tergolong dalam taraf yang rendah setelah itu disusul oleh faktor budaya dimana masyarakat masih mempercayai budaya peninggalan leluhur mereka atau kental dengan adat budaya tradisional yang maih melekat dalam tradisi masyarakat Desa Pakisan.Menurut peneliti berkaitan dengan faktor-faktor penyebab pernikahan dini di Desa Pakisan perlu diadakan Sosialisasi lebih baik lagi tentang pernikahan dini misalnya diadakan penyuluhan bagi masyarakat setempat tentang materi pernikahan dini baik dari segi penyebab maupun dampak pernikahan dini agar masyarakat dapat merubah pola pikir mereka yang lebih maju dan baik, maupun kebiasaan yang sudah melekat sehari-hari tentang 272
Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini.......................Dina Nur Oktavia, hal. 266 - 273
pernikahan dini dengan harapan agar bisa diperbaiki. DAFTAR PUSTAKA Eddy dan Shinta, 2009, Pernikahan Usia Dini Dan Permasalahannya, Sari Pediatri,Vol.11, No.2, Jakarta Ellya, Eva, dkk, (2010), Buku Saku Metodologi Untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Manuaba,(1998), Buku Sinopsis Obstetri Jakarta:Penerbit buku kesehatan UUD perkawinan, hukum.ub.ac.id/wpcontent/JP45.pd Jayadiningrat ,2006 Pernikhan dini pada mayarakat Indonesia,Jakarta:PT Rineka Cipta Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 1 juli 2014 Ellya, Eva, dkk, (2010), Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : Penerbit Buku Kesehatan. Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung : Mujahid Press BKKBN. 2005. AKI Angka Kematian Ibu. http: //id.google.co.id/BKKBN /AKI. Glasier, 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi .EGC, Jakarta. Notoatmodjo, 2009, Pengembangan Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo, ( 2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta.: Penerbit Rineka Cipta. Nugroho , Taufan, dkk, (2010), Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya, Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika. Nursalam, (2003), Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Penerbit Info Medika. Nursalam. (2011). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Keperawatan Pedoman Skripsi Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono, (2010) , Statistika Untuk Penelitian., Bandung: Penerbit Alfabeta. Abdurrahman, (2011)., Dasar-Dasar Metode Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Penerbit cv.pustaka setia Sarwono, S.W. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Manuaba, 2005, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Penerbit Arcan, Jakarta.
273
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KB SUNTIK 3 BULAN TENTANG AMENORE SEKUNDER AKIBAT PEMAKAIAN KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS MUMBULSARI Uswatun Hasanah*, Moch. Wildan**, Mussia*** *, *** Program Studi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember **Poltekkes Kemenkes Malang ABSTRACT Given the injectable contraceptive method is one effective way of family planning, and the more the number of selected users, but still many are also obtained syringes acceptor kontrasepasi samping.Tujuan effects experienced researchers to determine the level of knowledge of family planning acceptors injecting 3 months of amenorrhea side effects in the village of Taman Sari Subdistrict Mumbulsari in good level, pretty and less. The research used a descriptive quantitative research. The sampling technique used in this study is sampling saturated. The tools used for data collection was a questionnaire. According Nursalam (2003), the results to determine the level of knowledge acquisition are categorized according to the following data: Good: 76100%, Enough: 56-75%, Poor: <56% Based on the level of knowledge of family planning acceptors injecting 3 months in the village of Taman Sari subdistrict Mumbulsari 2014 namely, (Both 18.18%), (Simply 36.36%), (less 45.45%). Mother's knowledge about the side effects of amenorrhea can affect acceptor in using injectables 3 months, the knowledge can be influenced by age and education. Mother's education level affects the acceptor knowledge about the side effects injectables ie 3 months of amenorrhea. Based on the conclusions of this Scientific Writing in response to the research objectives is the level of knowledge of family planning acceptors injecting 3 months in the village of Taman Sari subdistrict Mumbulsari 2014 namely, Well 18.18%, 36.36% Enough, Less 45.45%. This is influenced by the majority of respondents elementary education and not school. Keywords: Injectable contraception, side effects amenorrhea PENDAHULUAN Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindarkan kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan dalam jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).
KB mempunyai peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan melalui pendewasan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan bila anak dianggap cukup. Setiap wanita berhak memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap metode KB yang mereka pilih efektif, aman, terjangkau dan juga metode-metode pengendalian kehamilan yang tidak bertentangan dengan hukum dan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
274
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
perundang-undangan yang berlaku (Pinem, 2009). Macam-macam metode kontrasepsi tersebut adalah intra uterine devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (tubektomi), metode operatif untuk pria (vasektomi), dan kontrasepsi pil (Mansjoer, 2001). Semua metode kontrasepsi mempunyai efek samping (akibat) pemakaian KB, bukan gejala suatu penyakit, yang harus diketahui oleh pemakai (akseptor) sebelum memakainya. Sebagian besar para pasangan usia subur di Indonesia menggunakan kontrasepsi suntik (Suzzane, 2009). Ini di sebabkan karena aman, efektif, sederhana, dan murah. Cara ini mulai di sukai masyarakat kita dan diperkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan. Namun demikian KB suntik juga mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spotting (35%) (bercak darah), dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai pula keluhan mual, sakit kepala (<1-17%) (pusing), galaktorea (90%), perubahan berat badan (7-9%) (Hartanto dkk, 2005). World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pengguna kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 4.000.000 orang. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011), prevalensi kontrasepsi menurut alat atau cara kontrasepsi berdasarkan hasil survey peserta aktif tahun 2011, menunjukan bahwa prevalensi pengguna kontrasepsi di Indonesia 75,96%, alat atau cara kontrasepsi yang dominan dipakai adalah suntik (46,47%), pil (25,81%), IUD (11,28%), implant (8,82%), MOW (3,49%), MOP (0,71%), dan kondom (2,96%). Peserta program Keluarga Berencana (KB) di Jawa Timur terus mengalami kenaikan. Bila di tahun 2010, JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
peserta KB 1.171.619 orang atau 109,86% dari PPM (Prakiraan Permintaan Masyarakat) 1.066.462 orang, namun untuk tahun 2011, jumlah peserta KB baru naik menjadi 1.317.768 orang atau 110,42 %. Dari data BKKBN Jatim, tercatat total jumlah KB aktif hingga Desember 2011 di Provinsi Jatim sebanyak 6.150.153 peserta atau 126, 46% dengan prevalensi 76,95% terhadap jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) sebanyak 7.992.674 peserta. Dan dari 6.150.153 peserta KB aktif itu, terbanyak adalah menggunakan KB suntik (48,2%). Kemudian, Pil (21,01%), IUD/Spiral (14%), Implan (8,5%), medis operatif wanita (5%), medis operatif pria (0,4%), dan kondom (1,5%). Sedangkan dari data Puskesmas Mumbulsari, tercatat total jumlah KB aktif hingga bulan Desember tahun 2013 didapatkan 113.393 peserta, jumlah PUS sebanyak 13517 peserta. Dari 113.393 akseptor KB aktif itu, total terbanyak hingga bulan Desember tahun 2013 di Desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari adalah menggunakan KB Pil (51304 akseptor). Kemudian, Suntik (45463 akseptor), Implan (7025 akseptor), IUD/Spiral (6499 akseptor), Kondom (1950 akseptor), Medis Operatif Wanita (960 akseptor), dan Medis Operatif Pria (192 akseptor). Calon akseptor maupun akseptor KB harus mengetahui efek samping maupun tanda bahaya dari metode kontrasepsi yang dipakainya, terutama akseptor KB suntuk 3 bulan. Hal ini diperlukan agar akseptor mampu memecahkan yang berhubungan dengan penatalaksanaan efek samping dari KB dan terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian diri. Pengetahuan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelestarian peserta KB. (Hartanto, 2004). Mengingat metode kontrasepsi suntik merupakan salah satu cara KB yang efektif, terpilih dan banyak jumlah penggunanya, namun masih banyak juga 275
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
didapatkan akseptor kontrasepasi suntik yang mengalami efek samping sehingga para akseptor mengalami kekhawatiran, kecemasan yang berlebihan, sehingga sebaiknya sebelum menggunakan kontrasepsi suntik satu bulan akseptor harus mengetahui dan memahami tentang efek samping yang ditimbulkannya sehingga tidak menimbulkan drop out bagi akseptor kontrasepsi suntik. Dari Pemakaian KB Suntik (45.463 akseptor) yang mengalami efek samping bejumlah (404 orang), dari 404 orang yang mengalami efek samping itu, yang mengalami amenorea sekunder terdapat 33 orang. Dan dari data diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping amenore akibat pemakaian KB suntik 3 bulan di Desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini “Bagaimana tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping amenore akibat pemakaian KB suntik 3 bulan di Desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari?”. METODE PENELITIAN Ditinjau dari segi tujuan penelitian yang hendak dicapai, penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2010). Kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk angka (Riwidikdo, 2009). Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini menggambarkan tentang tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor KB suntik 3 bulan di Desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari Jember sebanyak 404 responden. Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel 404 responden. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari Jember. Penelitian dilaksanakan pada bulan September. PEMBAHASAN A. Interprestasi dan Diskusi Hasil Penelitian Berdasarkan tingkat pengetahuan, tampak bahwa tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan di wilayah desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari tahun 2014 yaitu, (Baik 18,18%), (Cukup 36,36%), (Kurang 45,45%). Menurut Hartanto (2004) periode usia istri 20-35 tahun ini merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun. Pada masa usia ini perempuan sedang ada pada masa puncak kesuburan pada masa puncak ini perempuan akan lebih peka dan sensitif dan pada usia subur ini perempuan akan mengalami peningkatan berat-badan. Pada usia ini juga sangat cocok bagi wanita untuk hamil dan melahirkan karena organ reproduksinya yang masih berfungsi dengan baik. Pada usia ini diperlukan jenis kontrasepsi yang mempunyai efektivitas cukup tinggi, reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 2-4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang direncanakan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur ibu yang menggunakan KB suntik 3 bulan rata-rata paling banyak usia antara 20-35 adalah 15 orang (45,45%). Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani 276
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
(pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian pendidikan ibu adalah SD 15 orang (45,45%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan ibu berada pada kategori rendah. Menurut pendapat Notoadmodjo (2007) yang menyatakan bahwa pendisikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seorang makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pendidikan menunjukkan jumlah informasi yang diperoleh seseorang. Pendidikan memiliki andil besar membentuk perilaku seseorang karena didalam pendidikan baik formal ataupun informal terdapat sejumlah informasi. Informasi ini akan menjadi dasar bagi ibu dasar berprilaku, artinya prilaku seseorang akan ditentukan dengan informasi yang dimilikinya. Pengetahuan Ibu tentang Efek Samping Amenore Akibat Pemakaian KB Suntik 3 Bulan adalah Menurut Wiknjosastro (2005), amenore yaitu keadaan apabila seorang wanita pernah mengalami haid, tetapi kemudian tidak haid lagi. Amenorea lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi dan lain-lain. Amenore pada akseptor kontrasepsi suntik terjadi karena ketidakseimbangan hormon, menyebabkan endometrium mengalami perubahan histologi berupa degenerasi atau atropi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori kurang 15 orang (45,45%).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Menurut Notoadmodjo (2002) pengetahuan adalah hasil tahu, hal ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang didapat di sekolah maupun non formal. Pengetahuan merupakan faktor yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Sunoto (2001) yang mengungkapkan bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoadmodjo,2002). Pengetahuan Ibu tentang Efek Samping Amenore dapat mempengaruhi ibu dalam menggunakan KB Suntik 3 Bulan. Semakin baik pengetahuan Ibu tentang keunggulan dan kelemahan KB Suntik 3 Bulan, ibu akan terdorong untuk menggunakan KB Suntik 3 Bulan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah pengetahuan ibu tentang keunggulan dan kelemahan, maka semakin sedikit pula ibu yang akan menggunakan KB Suntik 3 Bulan. Pengetahuan merupakan dasar terbentuk perilaku seseorang, orang cenderung bertindak atau berprilaku sesuai dengan apa yang dia ketahui. Berdasarkan teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa efek samping penggunaan KB suntik 3 bulan salah satunya adalah amenore (Hanafi, 2002). Pengetahuan ibu tentang efek samping amenore dapat mempengaruhi ibu dalam menggunakan KB suntik 3 bulan, pengetahuan bisa dipengaruhi oleh umur dan pendidikan. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap pengetahuan akseptor mengenai efek samping KB suntik 3 bulan yaitu amenore. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuannya.
277
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penulisan pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kesimpulan dari Karya Tulis Ilmiah ini sebagai jawaban dari tujuan penelitian adalah tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan di wilayah desa Taman Sari Kecamatan Mumbulsari tahun 2014 yaitu, Baik 18,18%, Cukup 36,36%, Kurang 45,45%. Hal ini dipengaruhi oleh mayoritas pendidikan responden SD dan Tidak Sekolah. SARAN 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan agar dapat melanjutkan penelitian dengan variabel lain yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping amenore. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan di perpustakaan, sehingga dapat dijadikan bekal mahasiswa sehubungan dengan tingkat pengetahuan akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping amenore. 3. Bagi Puskesmas Diharapkan kepada petugas kesehatan setempat dapat meningkatkan kualitas pelayanan dengan melakukan penyuluhan kepada akseptor KB mengenai efek samping KB suntik 3 bulan. 4. Bagi masyarakat Diharapkan ibu akseptor KB suntik 3 bulan menanyakan kepada petugas kesehatan mengenai efek samping KB suntik 3 bulan sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar mengenai efek samping kontrasepsi KB suntik 3 bulan. DAFTAR PUSTAKA Arief Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran 1, Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Arikunto, S. (2006). Prosedur JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta: EGC. Burhanudin. (2011). Perempuan Miliki 12 Hak Reproduksi. Bersumber dari: http://garutnews.com/ (diakses tanggal 20 Juli 2014). Depkes RI. (2011). Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dinkes Jawa Timur. (2011). Data Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Departemen Kesehatan Jawa Timur. Glasier, Anna, Ailsa Gebbie. (2006). Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Hartanto. (2003). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: CV. Mulia Sari. ___________. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Cetakan ke 5, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hasan, Alwi. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hidayat. (2007). Metode Pendidikan Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. ___________. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. ___________. (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Mahmudah, Anggia R.J. (2012). Hubungan Jenis dan Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Dengan Gangguan Menstruasi di BPS (BidanPraktek Swasta) Wolita M. J. Sawong 278
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Suntik 3 Bulan......................... Uswatun Hasanah, hal. 274 - 279
Kota Surabaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1, No.1, Juni 2012. Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR. Surabaya: FKM Universitas Airlangga. Notoatmodjo. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. (2010). Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pinem, Saroha. (2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: KDT. Riwidikdo. (2007). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program dan SPSS.Yogyakarta: Pustaka Rihama. ___________. (2009). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program dan SPSS.Yogyakarta: Pustaka Rihama. ___________. (2010). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program dan SPSS.Yogyakarta: Pustaka Rihama. Saifuddin. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. ___________. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saldana, Johnny. (2009). The Coding Manual for Qualitative Researchers. London: Sage Publications. Setiawan, A. dan Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika. Siswosudarmo, Moch. Anwar, Ova Emilia. 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Strauss, Anselm L. (1987). Qualitative Analysis for Social Scientist. JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Cambridge: Cambrigde University Press. Suratun, dkk. (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. ___________. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Wikipedia.org. Pengertian Pengetahuan. http://id.wikipedia.org/wiki/Penget ahuan (diakses tanggal 20 Juli 2014). Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Varney, Hellen (et.all). 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC
279
Gambaran Faktor Pemberian ASI Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah, hal. 280 - 284
GAMBARAN FAKTOR PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA BAYI DI DESA KEMUNING LOR KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER Zayniyyatul Ma’rufah*, Mussia**, Zaida Mauludiyah*** *,**,*** Program Studi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember ABTRACT Breastfeeding is the best food for a baby at the early of life. When breastfeeding is very important, but not all mothers do. Exclusive coverage of breastfeeding in Jember is 66.37% while attainment targets is 80% one of them in Arjasa. Based on the survey result obtained 60% mother is not exsclusively breastfeed their baby. Purpose of this research is identify factors of exclusive breastfeeding in Kemuning Lor Village Arjasa Sub District Jember City. This type of researchis descriptive. Population in this research are all the mothers have baby aged 7-12 months is 31 people with the sampling technique is random sampling. Analyzed file using a computer with statistical product and service solution (SPSS) 16.0 for windows. Exclusive of breastfeeding in Kemuning Lor Village, Arjasa SubDistrict, Jember City. Tends do by mothers with the last school is high school (51,6%) housewife 13 (41,9%) and mother with a good level of knowledge 16 (51,6%). The conclusion in this research that breasfeeding in Kemuning Lor Village, Arjasa SubDistrict, Jember City tends do by mother with secondary education, the mother doesn‟t work, and has a good knowledge. Keyword : exclusive of breastfeeding PENDAHULUAN ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan alami pertama untuk bayi dan menyediakan semua vitamin, nutrisi dan mineral yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan enam bulan pertama, tidak ada cairan atau makanan lain yang diperlukan. ASI terus tersedia hingga setengah atau lebih dari kebutuhan gizi anak pada tahun pertama, dan sampai tahun kedua kehidupan. Selain itu, ASI mengandung antibodi dari ibu yang membantu memerangi penyakit (Roesli, 2000). ASI eksklusif didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang diterima oleh bayi yang berasal hanya dari Air Susu Ibu (ASI) tanpa tambahan dari makanan atau minuman lainya termasuk air putih kecuali pemberian cairan melalui mulut baik dalam bentuk tetes atau pun sirup yang terdiri dari vitamin, mineral maupun obat yang diberikan kepada bayi sejak lahir (usia 0 bulan)
hingga bayi berusia 6 bulan (WHO, 2009). Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi hanya menerima ASI. Tidak ada cairan atau padatan lain diberikan, bahkan air, dengan pengecualian dari larutan rehidrasi oral, atau tetes / sirup vitamin, mineral atau obat-obatan. WHO merekomendasikan bahwa bayi harus ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapai pertumbuhan optimal, pembangunan dan kesehatan. Setelah itu, bayi harus menerima nutrisi makanan pendamping yang memadai dan aman, sambil terus menyusui sampai dua tahun atau lebih. (WHO, 2003). Pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif yang selama ini telah dianjurkan diberikan selama 6 bulan nyatanya belum dapat terlaksana dengan baik. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun 2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
280
Gambaran Faktor Pemberian ASI Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah, hal. 280 - 284
justru meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (Yuliarti 2010). Hasil penelitian United Nation Child‟s Fund (UNICEF) dari tahun 2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan anak diberikan ASI Eksklusif sehingga usia 23 bulan didapati 50%. Tetapi persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sehingga usia 23 bulan (UNICEF, 2011). Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2013 menunjukkan, cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia baru mencapai angka 42 persen. Jika dibandingkan dengan target organisasi kesehatan dunia atau WHO yang mencapai 50 persen, maka angka tersebut masihlah jauh dari target. Meski menunjukkan tren kenaikan jika dibanding dengan hasil Riskesda 2007, angka cakupan ASI Eksklusif ini masih dinilai jauh dari harapan. Di Provinsi Jawa Timur tahun 2012 target pencapaian 67%, sementara pemberian ASI Eksklusif baru mencapai sebesar 64,08%, artinya tidak mencapai target (Dinkes Jatim, 2012). Berdasarkan laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2013 diketahui bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2013 adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%. Menurut data profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2012 dari jumlah bayi yang diperiksa berjumlah 40,299 bayi usia 0-6 bulan, sebesar 66.37% mendapatkan ASI Eksklusif sementara target pencapaian sebesar 80% (Dinkes Jember, 2013). Berikut data lima daerah dengan persentase terendah pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jember meliputi Puskesmas Arjasa (21.96%), Pukesmas JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Kencong (32.22%), Puskesmas Klatakan (38.71%), Puskesmas Gladak pakem (42.56%), dan Puskesmas Kalisat (43.07%) (Dinkes Jember, 2012) Tingkat keberhasilan pemberian ASI bisa berhasil sukses erat kaitannya dengan beberapa faktor seperti pemahaman masyarakat, rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, faktor sosial budaya, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan gencarnya pemasaran susu formula (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Beberapa upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif telah dilaksanakan dengan langkah kegiatan manajemen laktasi yang dilakukan: 1) pada masa kehamilan dengan memberikan konseling laktasi, 2) pada saat segera setelah persalinan dengan insiasi menyusu dini, 3) pada masa neonatus dengan rawat gabung, 4) pada masa menyusui selanjutnya dengan konseling untuk tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kecukupan gizi dan dukungan keluarga (Depkes RI, 2005). Pentingnya ASI eksklusif memang harus menjadi perhatian, dan tanggung jawab sebagai orang tua juga harus mulai menyadari akan dampak pada si bayi jika ASI eksklusif ini tidak di berikan pada bayi dengan maksimal. Pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan bisa sangat terhambat dan kemungkinan besar juga bayi anda tidak sehat. Perhatian akan pentingnya ASI eksklusif juga harus datang dari lingkungan sekitar, ini agar pemberian ASI eksklusif di terapkan dalam kebiasaan atau budaya yang harus di lestarikan. Rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi dimungkinkan karena ibu tidak mengetahui mengenai manfaat, keunggulan dan sebagainya, sehingga keadaan ini mendasari peneliti ingin 281
Gambaran Faktor Pemberian ASI Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah, hal. 280 - 284
mengetahui lebih jauh pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uraian tersebut, maka judul dalam penelitian ini adalah gambaran faktor pemberian ASI ekslusif pada bayi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran faktor pemberian ASI ekslusif pada bayi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah deskriptif retrospektif yaitu mengidentifikasi gambaran faktor pemberian ASI ekslusif pada bayi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tahun 2014.. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling yaitu dengan mengambil semua populasi sebagai sampel. Besar sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 31 ibu yang memiliki bayi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tahun 2014. Penelitian dilaksanakan di desa kemuning lor kecamatan arjasa kabupaten jember pada tanggal 17-20 september 2014 Data dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder dan primer, kemudian diolah dan dianalisis dengan tabel frekuensi (data dengan skala ordinal nominal dan ordinal). HASIL 8. Pendidikan Ibu Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan ibu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No 1 2 3
Pendidikan
SD SMP SMA Perguruan 4 Tinggi Jumlah
3 11 16
Persentase (%) 9.7 35.5 51.6
1
3.2
31
100
Frekuensi
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagain besar pendidikan ibu adalah SMA 16 (51.6%), SMP 11 (35.5%), SD 3 (9.7%), dan Perguruan tinggi 1 (3.2%). Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar pendidikan ibu berada pada kategori menengah. 9. Pekerjaan Ibu Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan ibu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No
Pekerjaan
Frekuensi
1 PNS 2 Buruh 3 Petani 4 Wiraswasta 5 IRT Jumlah
1 6 3 8 13 31
Persentase (%) 3.2 19.4 9.7 25.8 41.9 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa hampir setengahnya ibu adalah IRT 13 (41.9%), wiraswasta 8 (25.8%), buruh 6 (19.4%), petani 3 (9.7%), dan PNS 1( 3.2%). Hal ini berarti banyak ibu yang tidak bekerja. 10.
Pengetahuan Ibu
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ibu di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember No
Pengetahuan
1 Baik 2 Cukup 3 Kurang Jumlah
Frekuensi 16 13 2 31
Persntase (%) 51.6 41.9 6.5 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagain besar tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori baik yaitu 16 (51.6%), cukup 13 (41.9%), dan kurang 2 (6.5%). Hal ini berarti ibu banyak mengetahui tentang ASI eksklusif.
Sumber : Data primer diolah tahun 2014 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
282
Gambaran Faktor Pemberian ASI Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah, hal. 280 - 284
PEMBAHASAN 1. Identifikasi Pemberian ASI Eksklusif berdasarkan Pendidikan Ibu Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagain besar pendidikan ibu adalah SMA 16 (51.6%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh ibu berada pada kategori menengah. 2. Identifikasi Pemberian ASI Eksklusif berdasarkan Pekerjaan Ibu Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian ibu adalah IRT 13 (41.9%). Hasil penelitian ini menjelasakan bahwa ibu sebagian besar adalah tidak bekerja (IRT). Ibu rumah tangga memiliki banyak kesempatan bersama anak dibandingkan dengan ibu yang berkeja. 3. Identifikasi Pemberian ASI Eksklusif berdasarkan Pengetahuan Ibu dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama enam bulan pertama. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagain besar tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori baik yaitu 16 (51.6%). KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian ASI Eksklusif di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember cenderung dilakukan oleh ibu dengan pendidikan terakhir adalah SMA 16 (51.6%). 2. Pemberian ASI Eksklusif di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember cenderung dilakukan oleh ibu rumah tangga (IRT) 13 (41.9%). 3. Pemberian ASI Eksklusif di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember cenderung dilakukan oleh ibu dengan tingkat pengetahuan baik yaitu 16 (51.6%).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Dengan mengetahui hasil dari penelitian ini maka diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, terutama berperan dalam meningkatkan pemberian ASI secara esklusif pada masyarakat 2. Bagi Masyarakat Masyarakat diupayakan untuk dapat meningkatkan informasi mengenai pemberian ASI secara dengan bertanya kepada petugas kesehatan atau dari media lainnya seperti internet, majalah dll 3. Bagi Tenaga Kesehatan Dalam rangka pengembangan ilmu bidang kesehatan memerlukan upaya preventif mengurangi pemberian MPA-ASI secara dini kepada bayi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan beragam informasi baik berupa penyuluhan dan sebagainya agar masyarakat dapat mengetahui mengenai pentingnya ASI bagi bayi. Tenaga kesehatan memiliki peran besar mengupayakan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang penting ASI bagi bayi. Kegiatan ini bisa dialkukan melalui kegiatan posyandu dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Alimul, Hidayat. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika Alimul Hidayat, A.Aziz. 2005.Pengantar ilmu keperawatan anak 1.Jakarta: Salemba Medika Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Umum.
283
Gambaran Faktor Pemberian ASI Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah, hal. 280 - 284
Ambarwati Retna Eny .2008. Asuhan kebidanan (Nifas), Jogjakarta: Mitra Cendikia Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI Huliana, Mellyna. 2003. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta : Puspa. Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Tahun 2010-2014. Jakarta Kristiyansari, W., 2009. ASI:Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika Kurniawan, B. 2013 Determinan Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 4, Agustus 2013 Madjid, 2003, Hubungan antara Karakteristik dengan Praktik Pemberian ASI di Kecamatan Sidorame Semarang, Tesis, Undip, Semarang Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Nursalam, Dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta : Salemba Medika Partino, Idrus, 2009. Statistik deskriptif, Yogyakarta: Safiria Insania Press.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Prasetyono, D. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jogjakarta : Dwa Press Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC. Purwanti.2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Bandung : Cendekia Pudjiadi Solihin, 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya Rulina, Suradi, dkk. 2010. Indonesia Menyusui. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika Sanyoto, Dien dan Eveline PN.2008. Air Susu Ibu dan Hak Bayi. Bedah ASI.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta Soetjiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya UNICEF. 2011. ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia dalam http://situs.kesrepro.info/kia/ag u/2006/kia03.htm Yuliarti, 2010. Keajaiban ASI, Yogyakarta: Penerbit Andi
284
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN PELAKSANAAN BREAST SELF EXAMINATION (BSE)/ PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) Fitria Jannatul Laili*, Ai Nur Zannah**, Siti Mudawamah*** *, **, *** STIKES dr. SOEBANDI Jember ABSTRACT Introduction: breast cancer is the second most frequent cancer among worldwide and the leading form of cancer among women. Its incidence having increased significantly over recent decades. Early detection and effective treatment are the most important factors that can reduce the morbidity and mortality associated with breast cancer. One of the methods of early detection is bse. Midwifery students have responsibility not only for improvement knowledge and care of women about prevention breast cancer, in particular with bse, but also improvement of own health. Bse as a health behaviour is influenced of many factors, for example is knowledge. The purpose: to know correlation between knowledge of breast cancer and bse of midwifery student on medicine faculty airlangga university. Methodology: this study was analitical method by cross-sectional in its design to see correlation between knowledge of breast cancer as independent variable and bse as a dependent variable. Populations in this study were midwifery students which are consisted of 100 people. Sample was taken by probability sampling with amount 88 respondents. The instrument for collecting data was questioner. Data analysis was used coefficient correlation spearman rank. Results: those were 25% respondents who had lack knowledge about breast cancer remainder had enough (43,18%) and knowledgeable (31,82%). Beside that, most of respondents had performed bse (48%) but only 7,95% who had performed bse regularly. This study showed that be found moderate correlation and significant between knowledge of breast cancer and bse of midwifery students (p-value=0.003; α=0.05) with coefficient correlation spearman rank was 0.26. Conclusion: knowledge about breast cancer has contribution approximately 28,57% to perform bse. There is hoped that midwifery students can perform bse regularly and always improve about knowledge of breast cancer so they can educate other women about this important preventive procedure. Besides that it is also expected to be conducted a furthermore research about factors that influence to bse. Key word: knowledge, breast cancer, breast self examination (BSE)
PENDAHULUAN Kanker payudara adalah kanker yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara (Purwatiningsih, 2007). Kanker payudara merupakan kanker tersering kedua di seluruh dunia dan merupakan kanker terbanyak yang menyerang wanita. Insiden kanker ini meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir (Carelli, 2007). Data dari negara barat menyebutkan bahwa 1 dari setiap 8 orang berisiko terkena kanker payudara dan kanker payudara ini merupakan penyebab kematian tertinggi akibat kanker pada wanita (American Cancer Society, 2000
dalam Aydin, 2008). Kocer, 2009 menyebutkan bahwa saat ini, kanker merupakan penyebab kematian tersering kedua (22%) di negara maju setelah penyakit kardiovaskuler sedangkan kanker payudara merupakan tipe kanker tersering yang menyebabkan kematian pada wanita baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut WHO dalam Njoto 2008, 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara dalam hidupnya. Di Kanada tahun 2005 penderita kanker payudara diperkirakan mencapai 21.600 wanita dan 5.300 orang akan meninggal dunia, demikian sebuah laporan di Canadian
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
285
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
Cancer Society. Sedangkan Australian Institute of Health and Welfare melaporkan, 1 dari 11 wanita di Australia menderita kanker payudara sebelum usia 75 tahun (Kusminarto, 2009). Selain itu, lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan di berbagai negara berkembang setiap tahunnya dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena penyakit ini (Njoto, 2008). Menurut survei terakhir di dunia, setiap tiga menit ditemukan seorang penderita kanker payudara baru dan setiap 11 menit ditemukan seorang wanita meninggal karena kanker payudara (Purwatiningsih, 2007). Menurut data patology based cancer registry yang dilakukan oleh ikatan patologi anatomi Indonesia yang bekerjasama dengan yayasan kanker Indonesia, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker yang sering dijumpai dan menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita (Luwia, 2004). Sebuah perhitungan ekstrapolasi statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia yang terdapat di Website Imagints the Breast Health Resource menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876.665 (Kusminarto, 2009). Menurut Yayasan Kanker Payudara Jakarta, 10 dari 10.000 wanita terkena kanker jenis ini. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia, insidensi kanker payudara sebesar 18 per 100.000 penduduk wanita atau 180 per 100.000 penduduk, sedangkan pada pria kemungkinannya 1:100 dari wanita. Di Surabaya, menurut Fierman 2006, kasus kanker payudara menjadi perhatian khusus karena dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah kasus baru meningkat hampir 12 persen per tahun dan usia penderita pun semakin muda. Semakin banyak perempuan usia 20-an yang terkena, bahkan di usia remaja. Menurut dr Heru Purwanto SpB (K) Onk., kepala Poliklinik Onkologi RSU dr Soetomo yang dilansir Jawa Pos dalam JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Fierman, 2006 mengungkapkan bahwa, peningkatan jumlah kasus baru pertahun bukanlah fenomena yang mengejutkan tetapi yang mengejutkan adalah ketika kanker (payudara) ini mampu menggeser kanker mulut rahim. Peningkatan jumlah kasus baru yang didapat Jawa Pos dari RS Onkologi Surabaya (RSOS) antara 1995 hingga 2005 lalu, peningkatannya konsisten, yaitu 11,94 persen per tahun. Data 2 tahun terakhir dari RSOS juga mencatat bahwa pada tahun 2007 pasien baru kanker payudara sebanyak 194 dengan 5329 kunjungan dan meningkat menjadi 207 pada tahun 2008 dengan kunjungan sebanyak 5281. Problem kanker payudara ini menjadi lebih besar lagi karena lebih dari 50-70% penderita datang ke fasilitas kesehatan pada stadium yang sudah lanjut. Akibatnya penanganan kanker payudara hanya berkisar pada tujuan valiatif atau meringankan gejala saja. Hal itulah yang menyebabkan insiden, morbiditas dan mortalitas akibat kanker payudara di Indonesia masih cukup tinggi. Padahal, jika dideteksi sejak dini, penyakit ini sebetulnya bisa diobati sampai sembuh (Luwia, 2004). Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi menurut Moningkey dan Kodim dalam Wikipedia 2009 terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya adalah faktor reproduksi, penggunaan hormon, penyakit fibrokistik, konsumsi lemak, radiasi, serta riwayat keluarga dan faktor genetik. Beberapa upaya pencegahan dapat dilakukan seperti upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko. Melaksanakan pola hidup sehat seperti merubah kebiasaan hidup (lifestyle) konsumsi lemak tinggi, menggunakan proteksi terhadap bahan karsinogenik, menggunakan bahan/makanan yang dapat mencegah proses karsinogenik dll. juga 286
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
merupakan salah satu upaya pencegahan primer (Gilang, 2000). Selain itu, masih menurut Gilang, 2000 bahwa sangat penting juga melakukan upaya pencegahan sekunder atau disebut juga skrining/deteksi dini karena setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Skrining ini dianggap sebagai upaya paling rasional untuk menurunkan angka kematian akibat kanker payudara. Penelitian skrining terhadap kanker payudara ini dilakukan pertama kali oleh Health Insurance Plan of Greater New York tahun 1963, hasilnya mampu menurunkan angka kematian antara 20 hingga 25 persen pada kelompok umur lebih dari 50 tahun. Cara pemeriksaan untuk pelaksanaan skrining terdiri dari Breast Self Examination (BSE) atau Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI), Clinical Breast Examination (CBE) atau pemeriksaan oleh tenaga kesahatan dan pemeriksaan penunjang atau mamografi (American Cancer Society, 2000 dalam Aydin, 2008 dan Memis, 2009). Umumnya, kanker payudara stadium awal tidak memberikan gejala yang berarti, tetapi penemuan sedini mungkin kanker payudara yang didiagnosa dan diobati secara betul dan optimal pada stadium I akan menambah harapan hidup dan kesembuhan 5 tahun untuk stadium I 90-98%, untuk stadium II 60-90%, stadium III 40-70 % dan 520% untuk stadium IV (Purwanto dalam Soetantini, 2009). Sehingga, usaha satusatunya untuk meningkatkan angka penyembuhan pasien kanker payudara ialah dengan menemukan kanker tersebut pada stadium sedini mungkin. Semakin dini diketahui keberadaannya, semakin besar kemungkinan dapat disembuhkan dengan penanganan yang lebih tepat. American Cancer Society menyarankan bahwa setiap wanita harus tahu bagaimana keadaan payudara yang normal dan mengenali apabila ada JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
perubahan pada payudaranya sehingga dengan segera dapat menghubungi petugas kesehatan. Menurut Carelli, 2008, walaupun saat ini mammografi diakui sebagai metoda terbaik dalam mendeteksi secara dini kanker payudara, tetapi di negara-negara berkembang metoda ini tidak cukup tersedia untuk seluruh wanita sebagaimana disarankan secara internasional. Sebagai salah satu metoda alternatif, BSE/SADARI merupakan cara yang cukup penting, murah dan efektif untuk dapat mendeteksi secara dini kanker payudara dan memungkinkan wanita segera mendapatkan penanganan. BSE/SADARI telah direkomendasikan American Cancer Society dan banyak perkumpulan medis internasional meskipun efek dalam menurunkan kematian masih menjadi kontroversi. Desiminasi pelaksanaan BSE/SADARI masih sangat penting terutama pada negara-negara dengan fasilitas dan pelayanan yang masih terbatas. BSE/SADARI menjadi suatu metode untuk menstimulasi wanita agar menggunakan fasilitas kesehatan sehingga BSE/SADARI masih menjadi metoda yang cocok dan penting untuk mendeteksi secara dini kanker payudara karena hampir 86% benjolan di payudara ditemukan oleh penderita sendiri (Carelli et all, 2007). Foster dan Constanta dalam Wikipedia 2009 menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan BSE/SADARI dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas BSE/SADARI dalam mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%. Hacker 2001, menyebutkan bahwa meskipun BSE/SADARI merupakan suatu teknik penyaringan/deteksi dini yang sederhana dan baik untuk penyakit payudara serta tidak mahal, tidak nyeri, nyaman dan 287
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
tidak berbahaya namun hanya sekitar dua pertiga wanita mempraktekkannya sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan hanya sepertiga yang mempraktekkannya setiap bulan seperti yang dianjurkan. Dari wanita yang melakukan teknik itu, hanya sekitar setengahnya yang melakukan dengan benar. Tetapi, apabila dianjurkan oleh petugas kesehatan, maka semakin banyak wanita yang mempraktikkan BSE/SADARI secara teratur dan semakin besar proporsi yang melakukan teknik tersebut dengan benar. Sebagai provider kesehatan, bidan memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar kepada para wanita untuk dapat melakukan BSE/SADARI dengan benar dan secara reguler/teratur. Penelitian di Turki menunjukkan bahwa 53% mahasiswa bidan sudah melaksanakan BSE/SADARI. Sementara itu, data tentang pelaksanaan BSE/SADARI pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI belum tersedia. Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI dari 12 orang yang dilakukan wawancara, hanya 2 orang saja yang rutin melakukan BSE/SADARI setiap bulan. Padahal, selain sangat baik untuk diri sendiri juga untuk dapat menjadi role model yang baik bagi klien, mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI sebaiknya mempraktikkan BSE/SADARI itu sendiri sebelum memberikan nasehat/saran kepada klien karena, selain memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesehatannya sendiri. Menurut Carelli dkk 2007, efektifitas pelaksanaan BSE/SADARI itu sendiri dipengaruhi oleh pengetahuan pemeriksa, petunjuk yang mereka terima dan kebiasaan dalam melaksanakan JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
BSE/SADARI. Selain itu, teori perilaku yang diungkapkan oleh Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2007, juga menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perilaku kesehatan dari faktor predisposing selain dari sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai. Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI merupakan bidan dan calon bidan serta merupakan salah satu provider kesehatan yang memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan dan kepedulian wanita terhadap usaha-usaha pencegahan seperti deteksi dini kanker payudara, khususnya dengan BSE/SADARI ini untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat kanker payudara. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang kanker payudara dengan pelaksanaan BSE/SADARI pada mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasional untuk melihat seberapa besar hubungan pengetahuan tentang kanker payudara sebagai variabel independent dengan pelaksanaan BSE/SADARI sebagai variabel dependent. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Cross Sectional, yaitu pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Populasi yang dijadikan subjek penelitian ini adalah mahasiswa STIKES dr. SOEBANDI yang berjumlah 100 orang. Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan dipilih dijadikan populasi karena merupakan bidan dan calon bidan yang memiliki peran yang penting dalam upaya promotif dan preventif, khususnya terhadap pelaksanaan BSE/SADARI sebagai metoda skrining untuk kanker 288
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
payudara. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Prodi DIII Kebidanan dengan jumlah 100 responden yang memenuhi kriteria Inklusi Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan yang bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria Ekslusi: Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan yang sedang sakit atau cuti pada saat dilakukan penelitian (pengambilan data) dan Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan yang tidak menandatangani lembar informed consent (tidak bersedia menjadi responden) HASIL Hasil penelitian akan dipaparkan sebagai berikut. Data ini menggambarkan karakteristik responden yang menjadi sampel penelitian meliputi usia, pendidikan terakhir, dan status perkawinan. Responden adalah mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia Usia < 20 tahun 20-35 tahun Jumlah
f 42 46 88
% 47,72 52,27 100
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, dapat dilihat bahwa usia responden sebagian besar (52.27%) berada pada usia reproduksi sehat yaitu antara 20-35 tahun. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan terakhir f % SMU sederajat 88 100 Jumlah 88 100
Jika dilihat dari tabel 5.2, seluruh responden yaitu sebanyak 100% memiliki latar belakang pendidikan terakhir SMU. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan f % Belum menikah 86 97,72 Menikah 2 2,27 Jumlah 88 100 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden dalam penelitian ini belum menikah yaitu sebesar 97,72% dan hanya sebagian kecil saja yaitu 2,27% yang sudah menikah. Pengetahuan Responden tentang Kanker Payudara Data dibawah ini menggambarkan pengetahuan responden tentang kanker payudara. Jumlah responden berdasarkan pengetahuannya tentang kanker payudara dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Kanker Payudara pada Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI Tahun 2014 Pengetahuan f % Baik 28 31,81 Cukup 38 43.18 Kurang 22 25 Jumlah 88 100
Dengan melihat tabel 5.4, ternyata masih ditemukan sebagian kecil (25%) mahasiswa yang memiliki pengetahuan kurang tentang kanker payudara. Hal tersebut berdasarkan skor pilihan responden terhadap pernyataanpernyataan yang diajukan dalam angket penelitian mengenai pengetahuan tentang kanker payudara. Pelaksanaan BSE/SADARI oleh Responden Untuk pelaksanaan BSE/SADARI yang dilakukan oleh responden dalam 6 bulan terakhir dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan BSE/SADARI pada Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI Tahun 2014 Pelaksanaan f % BSE/SADARI Tidak pernah (0 kali) 33 37,5 Tidak regular (1-5 kali) 48 54,54 Regular (≥ 6 kali) 7 7,96 Jumlah 88 100
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 88 responden, hanya sebagian kecil saja (7,96%) mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI yang telah melaksanakan BSE/SADARI secara 289
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
regular (melaksanakan tiap bulan). Tetapi dari keseluruhan responden, sebagian besar (54,54%) telah melaksanakan BSE/SADARI walaupun masih ada 37,5% yang tidak melakukan BSE/SADARI dalam 6 bulan terakhir.
BSE/SADARI Hubungan antara pengetahuan tentang kanker payudara dengan pelaksanaan BSE/SADARI pada mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI dapat dilihat pada tabel silang berikut ini:
Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Payudara dengan Pelaksanaan Tabel 5.6 Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Payudara dengan Pelaksanaan BSE/SADARI pada Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI tahun 2014 Pengetahuan Pelaksanaan BSE/SADARI Total tentang kanker Tidak pernah Tidak reguler Reguler payudara f % f % f % f % Baik 10 30.3 16 33.33 2 28.57 28 31.82 Cukup 12 36.36 22 45.83 4 57.14 38 43.18 Kurang 11 33.33 10 20.83 1 14.29 22 25 Jumlah 33 37.5 48 54.55 7 7.95 88 100
Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan BSE/SADARI secara reguler jumlahnya hanya 28,57%. Sedangkan untuk melihat derajat hubungan antara variabel pengetahuan tentang kanker payudara dengan variabel pelaksanaan BSE/SADARI digunakan korelasi Rank-Spearman. Dari Output software SPSS didapatkan nilai koefisien korelasi Rank-Spearman sebesar 0,260 dan p-value yang diperoleh sebesar = 0.003. PEMBAHASAN Pengetahuan Responden tentang Kanker Payudara Pengetahuan tentang kanker payudara dalam penelitian ini meliputi definisi, stadium, faktor risiko, tanda dan gejala, serta pencegahan termasuk didalamnya tentang BSE/SADARI. Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan tentang kanker payudara pada mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI cukup bervariasi. Mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 31,82%, sedangkan yang memiliki pengetahuan cukup 43.18% dan masih ada mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 25%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa semakin cukup umur, pengetahuan responden khususnya tentang kanker payudara semakin meningkat sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa khususnya dalam hal berfikir seperti dinyatakan oleh Hurlock, 1998 dalam JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Nursalam, 2001. Selain itu juga risiko terjadinya kanker payudara terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian Uzun tahun 2003 menunjukkan lebih dari setengah mahasiswa perawat dan bidan di Turki, mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan informasi tentang kanker payudara dan BSE/SADARI dari kurikulum pendidikan dan sumber tertulis seperti buku, majalah dan brosur sebagai sumber informasi terpenting (Memis 2009). Menurut Nursalam, 2001, pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang kanker payudara adalah responden yang belum menikah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena 290
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
belum adanya kepedulian terhadap kesehatan payudara disamping masih ada anggapan bahwa payudara merupakan hal tabu, apalagi bagi wanita yang belum menikah. Selain juga kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti kepercayaan, lingkungan, sumber daya yang dimiliki seperti fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Pelaksanaan BSE/SADARI BSE/SADARI adalah suatu upaya deteksi dini kanker payudara yang tidak mahal, tidak nyeri, nyaman dan tidak berbahaya (Hacker, 2001) Keefektifan BSE/SADARI dalam menemukan massa pada payudara sebagian besar tergantung dari ketelitian dan kecermatan dalam melakukan pemeriksaan. Misalnya pemeriksaan harus dilakukan secara regular dengan teknik inspeksi dan palpasi yang benar (Khatib & Motjtabai, 2006 dalam Memis 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar (61.6%) mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI telah melaksanakan BSE/SADARI. Hasil penelitian yang didapatkan ini juga hampir serupa dengan penelitian Memis dkk yang dilakukan pada mahasiswa bidan dan perawat di Turki yang menunjukan bahwa sebagian besar responden (n=129, 53%) sudah melakukan BSE/SADARI. Penelitian Budden dalam Kocer 2009 mencatat bahwa sekitar 96% mahasiswa perawat melaksanakan BSE/SADARI dalam satu tahun tetapi hanya 46% (kurang dari setengahnya/hampir setengahnya) yang melaksanakan BSE/SADARI secara rutin tiap bulan. Begitu pula beberapa hasil penelitian dari Persson, Svensson & Ek, 1997; Aslan et al; Fung, 1998; Odusanya & Taylor, 2001; Cavdar et al, 2007 dalam Memis 2009 menyebutkan bahwa walaupun sebagian besar (54-62%) wanita melaksanakan BSE/SADARI
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
tetapi hanya sekitar 11-46% saja yang melakukan secara regular. Hasil-hasil penelitian tersebut diatas sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa walaupun sebagian besar (61.6%) mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI telah melakukan BSE/SADARI tetapi hanya sekitar 14.4% saja dari seluruh responden yang melakukan BSE/SADARI secara regular (melaksanakan tiap bulan). Menurut Baig & Ali, 2006 dalam Memis 2009, keefektifan BSE/SADARI itu sendiri tergantung dari pendidikan, pelaksanaan, konsistensi, dan regularitasnya. Beberapa alasan yang diungkapkan responden berkaitan dengan pelaksanaan BSE/SADARI yang tidak dilakukan secara rutin/regular adalah karena tidak mengetahui secara pasti praktik BSE/SADARI yang benar dan tepat, mengalami kesulitan mendeteksi perubahan pada payudara, takut apabila menemukan benjolan yang lain dari biasanya, lupa dan rasa malas. Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Payudara dengan Pelaksanaan BSE/SADARI Untuk melihat derajat hubungan antara pengetahuan tentang kanker payudara dengan pelaksanaan BSE/SADARI digunakan korelasi RankSpearman. Dari output software SPSS, dihasilkan nilai koefisien korelasi RankSpearman’s (rs) sebesar 0,26. Artinya derajat hubungan antara pengetahuan tentang kanker payudara dengan pelaksanaan BSE/SADARI adalah sebesar 0,26 atau 26%. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.26 tersebut, menurut Riyanto, 2009 kedua variabel tersebut memiliki tingkat hubungan yang sedang. Dari hasil output software SPSS juga didapatkan nilai p-value sebesar 0.003. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kanker payudara memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan pelaksanaan 291
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
BSE/SADARI. Nilai kontribusi pengetahuan tentang kanker payudara terhadap pelaksanaan BSE/SADARI dapat dilihat dengan koefisien 2 determinasi ( R ) yaitu sebesar 0,0676 atau 6.76%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa FK UII Jogjakarta angkatan 2004 yang menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan tentang SADARI terhadap pelaksanaan SADARI (Junita, 2009). Tetapi hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Lestari tahun 2009 yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kanker payudara dengan perilaku SADARI pada wanita usia 30-66 tahun di desa Parean Kangin, Tabanan-Bali. Hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kanker payudara dengan perilaku BSE/SADARI dalam penelitian ini sesuai dengan beberapa teori tentang perilaku kesehatan yang sudah ada. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya tentang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku menyebutkan bahwa perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti: pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan lain sebagainya. Pengetahuan juga merupakan faktor predisposisi yang penting dalam membentuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan berdasarkan teori Green. Selain dua teori diatas, teori WHO juga menyimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pemikiran dan perasaan orang tersebut yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan nilai. Sementara itu, teori Snehandu B. Kar salah satunya menitikberatkan pada ada tidaknya sumber informasi tentang kesehatan yang akan menentukan perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat. Jadi dapat diambil kesimpulan dari beberapa teori JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
diatas dan dari hasil penelitian ini bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Dengan pengetahuan yang dimiliki, khususnya pengetahuan tentang kanker payudara, diharapkan terjadinya proses perubahan perilaku atau perilaku seperti pelaksanaan BSE/SADARI didasarkan pada kesadaran akan manfaat suatu perilaku tersebut sehingga pelaksanaan BSE/SADARI pada individu tersebut dapat bersifat langgeng. Sementara itu, walaupun keefektifan BSE/SADARI dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kanker payudara masih diperdebatkan, namun pada negara-negara yang mayoritas kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut, maka BSE/SADARI masih menjadi hal yang potensial untuk dapat mendeteksi adanya perubahan pada payudara terkait dengan kanker payudara. Sehubungan dengan hal tersebut dan keterbatasan dari penelitian ini, maka penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk melihat faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh/hubungan terhadap pelaksanaan BSE/SADARI serta sejauhmana keefektifan BSE/SADARI dalam mendeteksi secara dini kanker payudara. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa masih ada sebagian kecil yaitu sekitar 24.8% mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang kanker payudara. Sementara itu, sudah sebagian besar (61.6%) mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI yang telah melaksanakan BSE/SADARI tetapi hanya sekitar 14.4% saja yang melakukan BSE/SADARI secara reguler (setiap bulan). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan 292
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
yang sedang tetapi signifikan antara pengetahuan tentang kanker payudara dengan pelaksanaan BSE/SADARI pada mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES dr. SOEBANDI (p-value=0.003) dengan nilai koefisien korelasi Spearman 0.26 serta pengetahuan tentang kanker payudara memiliki nilai kontribusi sebesar 6.75% terhadap pelaksanaan BSE/SADARI . DAFTAR PUSTAKA A Kocher, G. Ertem, 2009. “Breast self examination among nurses and midwives in Odemis health district in Turkey”. Diakses dari ProQuest: Indian Journal of Cancer. Mumbai: 2009. Volume 46. Edisi 3; pg. 208, 5 pg. Anonim, 2009. Kanker Payudara. Diakses tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.kanker payudara.wikipedia.htm Arikunto, Suharsimi, 2007. Manajemen Penelitian. Cetakan kesembilan Jakarta: PT. Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT. Asdi Mahasatya Aydin, ilknur, 2007, “Factors associated with breast self examination practice and beliefs in female workers at Moslem community” Diakses dari ScienceDirect: European Journal of Oncologic Nursing, volume 12, issue 2, April 2008, pp. 127-133 Carelli, Ivo; Pompei, Luciano Melo; Matos, Clarissa Santiago; Ferreira, Helosoisa Garcia; Fernandes, Cesar Eduardo; and Peixoto, Sergio 2007, “Knowledge, attitude and practice of breast care examination in female population of metropolitan Sao Paulo”. Diakses dari ScienceDirect: The Breast, Journal volume 17, Issue 3, June 2008, pp. 270-274 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Dahlan, Sopiyudin, 2004. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Uji Statistik dengan menggunakan SPSS Program 12 Jam. Cetakan pertama. Jakarta: PT ARKANS Fierman, 2006. Perangi Kanker Payudara. Diakses: tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.google.com/Aceh Forum Comunity Perangi Kanker Payudara-RSOS.htm Gilang, 2000. Kanker Payudara, Momok bagi Setiap Wanita. Diakses: tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.Pusat Data & Informasi PERSI.htm Hacker, F Neville, 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Hipokrates. hal.483-484, 490-491 Hasan, Iqbal, 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Cetakan pertama. Jakarta: PT Bumi Aksara Hidayat, Alimul Azis, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Medika Junita, Ratna Sari, 2009. Pengaruh pengetahuan tentang SADARI terhadap perilaku SADARI. Abstrak Karya Tulis Ilmiah FK UII Jogjakarta. Diakses tanggal 1 Desember 2009 dari http://www.google.co.id/pengaruh -pengetahuan-tentang-SADARIterhadap-perilaku-SADARI.htm Kusminarto 2009. Deteksi Sangat Dini Kanker Payudara, Jawaban Untuk Menghindar. Diakses tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.depkes.co.id/Deteksi Sangat Dini Kanker Payudara, Jawaban Untuk Menghindar.htm Lestari, Ni Luh Putu Sri, 2009. Hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker payudara terhadap perilaku pemeriksaan payudara sendiri pada wanita umur 30-66 tahun di desa Parean 293
Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kangker........................ Fitria Jannatul Laili, hal. 285 - 294
Kangin Baturiti Tabanan Bali. Abstrak Karya Tulis Ilmiah. Diakses tanggal 1 Desember 2009 dari http://www.google.co.id/ Luwia S, Melissa, 2004. Problematik dan Perawatan Payudara. Cetakan kedua. Jakarta: Kawan Pustaka. hal.13, 37-57 Lusa, 2009. Pemeriksaan Payudara Sendiri. Diakses tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.google.com/gambar sadari.htm Memis, Sakine; Balkaya, Nevin Akdolun; Demirkiran, Fatma, 2009. “Knowledge, Attitudes, and Behaviour of Nursing and Midwifery Student Regarding Breast Self Examination in Turkey”. Diakses dari ProQuest: Oncology Nursing Forum. Pittsburgh: Jan 2009. Volume 36, Edisi 1; pg. E39, 8 pg Njoto, Suwanto, 2008. Misteri Kanker Payudara. Diakses: tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.google.com/Misterikanker payudara/atmcellfood2u.com Notoatmojo, Soekidjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan kedua. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam dan Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV. Infomedika. Otto, E Sherley, 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Cetakan pertama. Jakarta: EGC hal.100101 JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 4 No. 1
Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. hal. 1303-1307 Purwatiningsih, Wahyu, 2007. Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Payududara dengan Motivasi Penderita untuk Memeriksakan Diri Secara Dini di Klinik Bedah Onkologi RSU Dr. Soetomo Surabaya. Buletin Penelitian RSUD DR. Soetomo Vol 11, N0. 1, Maret 2009 Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah/SKRIPSI Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-Surabaya Tahun 2009 Pedoman Pendidikan Universitas Airlangga Tahun 2009-2010 Rahayu, Titah, 2009. Periksa Payudara Sendiri, Yuk. Diakses tangal 18 Oktober 2009 dari http://www.google.com/Rumah kanker/sadari,yuk.htm Soetantini, Noer, 2009. Kasus Kanker Payudara di Indonesia Semakin Tinggi. Diakses: tanggal 19 Oktober 2009 dari http://www.suarasurabaya.netKasus Kanker Payudara di Indonesia Semakin Tinggi.htm. Suyanto & Salamah, Ummi, 2009. Riset Kebidanan: Metodologi dan Aplikasi. Cetakan Keempat. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Utaminingsih, Dwi Fitri, 2008. Studi Pengaruh Self Efficacy dan Intensi SADARI terhadap Perilaku SADARI pada Wanita Dewasa dengan Faktor Risiko Kanker Payudara. Skripsi Wilensky-Lincoln, Jackie, 2008. Kanker Payudara: Diagnosis dan Solusinya. Cetakan pertama.
294