Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
ISSN :
2086-6011
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN GULA DI INDONESIA Suriani1) dan Juliansyah Putra2) 1)Dosen
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh FE Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)Alumni
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga gula domestik, harga gula impor, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk terhadap permintaan gula di Indonesia. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan model regresi linear bergand. Hasil estimasi menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi sehingga didapati bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula di Indonesia antara lain harga gula domestik, harga gula impor, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gula adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Hal ini dijelaskan dari jumlah permintaan terhadap gula lebih besar daripada jumlah produksi gula. Sehingga gula impor diperlukan untuk menutupi kekurangan produksi gula domestik. Faktor yang signifikan pengaruhnya pada permintaan gula adalah jumlah penduduk yang berdasarkan pada pengujian secara statistik. Sedangkan harga gula domestik, pendapatan per kapita tidak signifikan secara statistik. Keywords : Permintaan Gula, Harga gula, Pendapatan Per kapita dan Jumlah Penduduk
1. Pendahuluan Berdasarkan data Demografi resmi pemerintah, Kata Kunci : Bonus kiprah koperasi secara kuantitatif menunjukkan grafik yang terus meningkat. Aktivitas koperasi berkembang di berbagai wilayah nusantara. Namun secara kualitatif, partumbuhan koperasi masih perlu dipertanyakan. Tanpa bermaksud memperbandingkan hasil usaha koperasi dengan BUMN atau BUMS, fakta menunjukkan bahwa nilai kontribusi koperasi dibandingkan dengan kedua pelaku ekonomi tersebut masih jauh tertinggal. Masih rendahnya nilai pendapatan ekonomis koperasi tersebut menempatkan lembaga ini hanya menjadi sektor marjinal dalam per-
ekonomian nasional, dan keberadaannya pun kadang kurang diperhitungkan. Indonesia pada periode tahun 1930-an pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar di dunia (pada tahun 1930 produksi gula pasir mencapai sekitar 3 juta ton) namun, mulai sekitar tahun 1967 hingga saat ini telah berubah menjadi negara pengimpor gula yang cukup besar di dunia (Pambudy, 2003). Produksi gula dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sejak tahun 1986, sehingga kekurangan tersebut harus ditutupi dengan gula impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membuat pemerintah memiliki kekhawatiran besar atas impor gula
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
1
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan. Kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang yang berpenduduk besar dengan daya beli masyarakat yang rendah seperti Indonesia. Angka ketergantungan impor telah mencapai 47 persen tahun pada periode 1998-2002, naik pesat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum krisis keuangan di Indonesia. Pada tahun 2005, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri. Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia setelah rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah mempersulit posisi sebagian besar perusahaan gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam industri gula nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, dkk, 2004). Ketika pemerintah memberlakukan kebijakan impor yang liberal yaitu pada saat perjanjian letter of intent (LOI) tahun 1998 pemerintah tidak lagi memberlakukan bea masuk yang mampu melindungi industri dan petani tebu di Indonesia, sehingga pasar gula domestik langsung bersaing dengan pasar gula impor yang jelas lebih baik dari kondisi pasar gula domestik. Impor dalam jumlah yang cukup besar dan harga gula pasir impor relative lebih murah dapat mempengaruhi harga gula pasir di pasar domestik. Kestabilan harga gula pasir di pasar domestik pada tingkat yang dapat menguntungkan produsen (industri gula) dan layak bagi konsumen, merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup industri gula dan mendorong kenaikan produksi gula nasional, serta untuk menjamin terpenuhi kebutuhan akan gula sebagai salah satu bahan pokok masyarakat (Churmen, 2001). Konsumsi gula pasir Indonesia saat ini mencapai 14,23 kilogram per kapita per tahun, dan diperkirakan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat dan perubahan pola konsumsi. Karena pada umumnya semakin maju suatu negara maka peran gula pasir sebagai sumber kalori akan semakin besar (Winarno, 1990). Sejak perusahaan gula diambil alih oleh pemerintah Indonesia (setelah kemerdekaan RI) secara perlahan kinerja industri gula menurun. Meskipun demikian industri gula masih bertahan hidup dan merupakan
ISSN :
2086-6011
industri yang dapat memberikan penghidupan yang terhormat bagi banyak pihak karena industri gula banyak mendapatkan proteksi dan subsidi dari pemerintah. Laju peningkatan produksi masih lebih rendah dari konsumsi gula sehingga kebutuhan impor makin besar (Masyuhuri, 2005). Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan akan gula ini juga mengalami peningkatan. Konsumsi yang semakin bertambah ini harus segera direspon pemerintah tentang bagaimana penyediaannya (dari produksi dalam negeri, impor atu keduanya) untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang terus meningkat pemerintah telah melakukan berbagi usaha mendorong peningkatan produksi gula dalam negeri melalui berbagai kebijakan. Produksi gula pasir dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kekurangan tersebut harus ditutupi gula impor yang terus meningkat lagi dari tahun ke tahun sejak 1990. Periode tahun 1991-2001, industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat dengan laju 16,6 persen per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan laju 2,96 persen per tahun, produksi gula dalam negeri menurun dengan laju 3,03 persen per tahun. Bahkan pada lima tahun 1997-2002 produksi mengalami penurunan dengan laju 6,14 persen per tahun. (DGI dalam Susila, 2005). Ketergantungan impor yang tinggi terjadi karena inefisiensi pada industri gula yang menjadi kendala utama belum bisa teratasi meskipun berbagai upaya telah ditempuh dan bahkan beban cukai telah dihapuskan seluruhnya pada tahun 1995 di mana cukai seluruhnya ditanggung oleh pemerintah atau pemerintah tidak mengenakan cukai lagi. Sapuan, 1998 mengemukakan bahwa intervensi yang dilakukan pemerintah pada umumnya merupakan upaya untuk mencukupi kebutuhan gula bagi masyarakat dengan harga terjangkau dan sekaligus menjaga keberlangsungan industri gula nasional. Pemerintah menerapkan kebijakan pergulaan meliputi berbagai aspek, yaitu bidang produksi, bidang pemasaran, bidang harga, dan bidang pemenuhan kebutuhan gula. Intervensi ini juga merupakan salah satu
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
2
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
penyebab inefisiensi pada industri gula di Indonesia. Proteksi yang dilakukan pemerintah selama ini ternyata tak mampu menahan laju impor gula yang terus meningkat. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh harga gula domestik, harga gula impor, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk terhadap permintaan gula di Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana harga gula domestik, harga gula impor, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk mempengaruhi permintaan gula di Indonesia.
2. Landasan teoritis Dari segi ilmu ekonomi pengertian permintaan sedikit berbeda dengan pengertian yang digunakan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari, permintaan diartikan secara absolut yaitu menunjukkan jumlah barang yang dibutuhkan, sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan efektif. Jika permintaan hanya didasarkan atas kebutuhan saja dikatakan sebagai permintaan absolut (Nicholson, 1995). Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu, pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga barang yang dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan berubah (Sudarsono, 1990). Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh banyak variabel (Nicholson, 1991). Teori permintaan diturunkan dari perilaku konsu-
ISSN :
2086-6011
men dalam mencapai kepuasan maksimum dengan memaksimumkan kegunaan yang dibatasi oleh anggaran yang dimiliki. Sudarsono (1990), mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus di mana permintaan dianggap sebagai kurva. Sementara itu Walras lebih bersifat general karena memasukkan semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut : Qd = f (Pd, Ps, Pk, ……., Y, e) di mana : Qd : jumlah barang yang diminta Pd : harga barang yang diminta. Ps : harga barang substitusi. Pk : harga barang komplementer. Y: pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan. e: faktor lain yang tidak diteliti. Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya. Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan (determinant of demand) adalah : 1) Harga komoditi itu sendiri. 2) Rata-rata penghasilan rumah tangga. 3) Harga komoditi yang berkaitan. 4) Selera (taste). 5) Distribusi pendapatan di antara rumah tangga. 6) Besarnya populasi. Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang diminta jika dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat harga tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler, 2000). dan apabila pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan oleh konsumen juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli oleh konsumen akan meningkat. Peningkatan penghasilan masyarakat akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap barang konsumsi termasuk dianta-
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
3
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
ranya gula. Konsumsi gula Indonesia yang masih lebih rendah dari rata-rata konsumsi gula dunia masih berpotensi untuk terus meningkat seiring peningkatan pendapatan per kapita. Pergeseran kurva permintaan gula ke arah kanan akan terjadi. Dalam permintaan gula di Indonesia ada beberapa penyebab dan memiliki peran penting dalam pertanian di mana masing– masing faktor–faktor yang mempengaruhi permintaan gula (Diesy, 2006). a. Harga barang itu sendiri Sesuai dengan hukum permintaan, jumlah barang yang diminta berubah secara berlawanan dengan perubahan harga. Cara lain untuk mengekspresikan prinsip ini adalah kurva permintaan itu mempunyai nilai kemiringan negatif. Perubahan harga secara nominal menyebabkan pergerakan sepanjang fungsi permintaan tertentu, dan pergerakan tersebut ditunjukkan oleh perubahan jumlah yang diminta secara berlawanan. Jadi, perubahan harga barang itu sendiri mengakibatkan berubahnya jumlah yang diminta (quantity demanded), kurva permintaan tidak berubah. b. harga gula impor. Impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Bank Indonesia,1994). Jika ditelaah lebih lanjut, kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari luar negeri dapat dipandang sebagai suatu fungsi permintaan. Oleh karena itu Indonesia yang juga melakukan impor baik terhadap barangbarang maupun jasa yang dihasilkan oleh negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan terhadap barang dan jasa tersebut. c. Pendapatan Per kapita. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi pula bagi masyarakat, karena mungkin pertumbuhan penduduknya cukup tinggi pula. Tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita lebih menunjukkan perkembangan kemakmuran, sebab bila dilihat dari sudut konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara. variabel
ISSN :
2086-6011
yang digunakan untuk menghitung pendapatan perkapita adalah pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Secara matemati rumus perhitungan pendapatan per kapita adalah (Alam, 2004): Pendapatan per kapita=
Pendapatan Nasional Bruto (GNP) Jumlah Penduduk
d. Jumlah penduduk. Teori Malthus mengatakan bahwa jumlah penduduk senantiasa bertambah banyak sementara pertumbuhan produksi tidaklah banyak sehingga salah satu solusi terbaik adalah adanya pengendalian jumlah penduduk. Malthus sangat khawatir terhadap dampak dari pertambahan penduduk terhadap ekonomi walaupun sebetulnya bisa menjadi asumsi bahwa pertambahan penduduk akan memicu proses industrialisasi (Rusli, 1995). Penelitian sebelumnya Ernawati dan Isang mengemukakan bahwa di dalam persamaan model dasar dan model perdagangan bebas untuk impor gula sama yaitu bahwa variabel impor dipengaruhi oleh harga riil gula dunia (PW), total produksi (P), jumlah populasi (POP), pendapatan (I), nilai tukar (ER) dan impor tahun sebelumnya (QMt-1) dan merupakan penjumlahan dari permintaan gula rumah tangga dan industri. Suparno (2004) menganalisis tentang pengaruh penurunan tarif impor gula pasca liberalisasi perdagangan gula, dan hasil analisisnya mengatakan bahwa penurunan tarif impor akan menyebabkan kenaikan impor gula. Peningkatan impor gula ini akan meningkatkan harga gula impor dengan perbandingan 2,5 kali lipat. Kenaikan harga impor tersebut akan menurunkan harga nominal eceran gula domestik, sehingga akan menurunkan permintaan gula domestik dari rumah tangga dan industri. Widowati (2003) menganalisis tentang pengaruh tarif impor gula terhadap industri gula Indonesia dengan membandingkan tarif impor nol persen dan 25 persen. Pengaruh penetapan tarif impor sebesar 25 persen adalah peningkatan harga eceran gula di pasar domestik, peningkatan luas areal tanam tebu, peningkatan produksi gula domestik dan mampu mengurangi volume impor, apabila dibandingkan dengan tarif impor sebesar nol persen. Pengaruh harga gula di pasar internasional yang naik,
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
4
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
mempengaruhi proses produksi gula di pabrik gula di dalam negeri..
3. Metode Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh untuk mendukung penelitian ini bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Meliputi buku–buku teks teori, maupun artikel–artikel sebagai landasan teori dan petunjuk dalam penulisan penelitian ini. Data yang di gunakan adalah data time series yaitu rangkaian waktu yang terdiri dari jangka waktu tertentu dan digunakan jangka waktu 24 tahun yaitu dari tahun 1986 – 2009. 3.1. Model Analisis. Model yang digunakan adalah regresi linear berganda (Gujarati, 1995). Dengan Rumus : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e di mana; Y = Variabel terikat. α = Konstanta. β1 β2 β3 = Parameter. X1 X2 X3 = Variabel bebas. e = Standar error Model tersebut diformulasikan ke dalam penelitian sebagai berikut: QdG = α + β1PG + β2PGM + β3Y + β4Pop + e di mana : QdG = Jumlah permintaan gula. PG = Harga gula domestik. PGM = Harga gula impor. Y = Pendapatan perkapita. Pop = Populasi penduduk. 3.2. Metode analisis OLS (Ordinary Least Square). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS (Ordinary Least Square): OLS adalah metode analisis regresi ekonometrika yang berusaha mencari hubungan sebab akibat antara dua atau lebih variabel yang sangat berguna untuk mengestimasi model persamaan regresi. Metode OLS mempunyai beberapa keunggulan yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam penarikan interpretasi dan perhitungannya serta penaksir BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
ISSN :
2086-6011
3.3. Uji Asumsi a. Uji multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas berkorelasi dengan variabel bebas lainnya, dengan kata lain suatu variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas antara lain adalah dengan matriks korelasi berderajat nol. (Gunawan Sumodiningrat, 1994) Selain itu juga memperhatikan nilai R2, hasil uji statistik t, hasil uji statistik F dan nilai r2 parsial. Multikolineritas diduga terjadi jika nilai R2 tinggi yaitu antara 0,7 dan 1, korelasi derajat nol juga tinggi, tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial individual yang signifikan secara statistik atas dasar pengujian yang konvensional. Jika R2 tinggi, ini akan berarti bahwa uji F akan menolak hipotesis nol meskipun uji t sebaliknya. (Gujarati, 1988) Nilai toleransi dan VIF digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolineritas dalam model penelitian. b. Uji Heterokedastisitas. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika terjadi heterokedastisitas maka walaupun penaksir tersebut tetap tidak bias dan konsisten, namun tidak efisien (minimum) baik dalam sampel besar maupun kecil. Menurut Gujarati (1988), untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan heterokedastisitas pada model yang di gunakan adalah Pengujian glejser (Glejser test) Kemudian jika hasil regresi menunjukkan bahwa variabel bebas secara signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat, artinya terjadi heteroskedastisitas dalam model tersebut. c. Uji Autokorelasi. Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau pengganggu μ yang dilambangkan dengan F (μi, μj) = 0; i # j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
5
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan (disturbance) yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Tetapi jika ada ketergantungan antara unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain, terdapat autokorelasi yang disimbolkan dengan F (μi, μj) # 0; i # j. Untuk menguji autokorelasi tersebut digunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), dimana jika nilai LM-test < nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada autokorelasi. Namun jika nilai LM-test > nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya ada autokorelasi. 3.4. Definisi Operasional Variabel Variabel–variabel yang dapat diamati dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut 1) Jumlah permintaan gula adalah jumlah permintaan yang dilihat dari jumlah gula yang dikonsumsi (dari tahun 1986-2009) selama 24 tahun yang dihitung berdasarkan satuan ton. 2) Harga gula domestik adalah harga gula yang di produksi di dalam negeri dan di 3) konsumsi di dalam negeri yang dihitung berdasarkan satuan rupiah. 4) Harga gula impor adalah harga gula pasir yang diimpor dari berbagai Negara untuk di konsumsi di dalam negeri yang di hitung berdasarkan satuan rupiah. 5) Pendapatan perkapita adalah pendapatan yang di peroleh oleh warga Negara Indonesia yang di hitung setiap satu tahun dan berdasarkan miliar. 6) Jumlah penduduk adalah jumlah warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing yang berdomisili di Indonesia yang terdata dari tahun 1986-2009 yang di hitung setiap tahun berdasarkan satuan jiwa.
ISSN :
2086-6011
patan per kapita yang nilai T-hitung di bawah 2, dan yang signifikan yaitu variabel harga gula domestik dengan nilai T-hitung di atas 2 dan T-hitung -2,356 > T-tabel 1,7207, harga gula impor T-hitung 2,197 > T-tabel 1,7207 dan jumlah penduduk T-hitung 3,103 > Ttabel 1,7207. Tabel 1. Hasil estimasi OLS dengan 4 variabel. Variabel Konstanta Harga gula domestik Harga gula impor Pendapatan/kapita Jumlah penduduk R² = 0,9097 Adj R² = 0,8907 Hasil data diolah
Koefisien Estimasi
P-Value
Thitung
-11292 -0,70644
0,008 0,029
-2,971 -2,356
0.63555 0,289220
0,041 0,808
2,197 0,2463
0,66902 0,006 3,103 D-W=2,5684 WhiteTest = 0,12257 Ttabel = 1,7207
4.2. Uji Asumsi Klasik dengan 4 Variabel a. Uji multikolinearitas. Dari hasil estimasi diperoleh korelasi yang tinggi antara variabel bebas yaitu variabel PG (harga gula domestik) dan variabel PGM (harga gula impor) dengan tingkat korelasi sebesar 73 persen. Selain itu korelasi tinggi juga terjadi di variabel Y (pendapatan per kapita) dan variabel POP (jumlah penduduk) dengan tingkat korelasi sebesar 64 persen, maka dapat dikatakan dengan tegas terjadi multikolineritas.
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
b. Uji Heterokedastisitas. Berdasarkan hasil dari pengujian heterokedastisitas pada variabel harga gula domestik, harga gula impor, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk maka terlihat ada heterokedastisitas pada variabel tersebut yang dapat dilihat dari hasil pengujian glejser (Glejser Test) yang dapat di lihat dari white test sebesar 0.32192 persen sehingga dengan tegas dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi model tersebut menunjukkan gejala heteroskedastisitas (Gujarati, 1995).
4.1. Analisis Hasil Estimasi Hasil analisis regresi dengan menggunakan model analisis OLS maka diperoleh seperti pada tabel-1. Berdasarkan hasil estimasi OLS di atas yang menggunakan 4 variabel menunjukkan bahwa tidak signifikan pada variabel penda-
c. Uji Autokorelasi. Berdasarkan hasil dari pengujian autokorelasi pada variabel harga gula relatif, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk maka terlihat ada autokorelasi pada variabel tersebut yang dapat dilihat dari nilai DurbinWatson test sebesar 2.5684, dengan menggu-
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
6
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
nakan tabel statistik d dan derajat kepercayaan 5 persen, jumlah observasi sebesar 24, serta jumlah variabel bebas sebanyak 4, maka diperoleh nilai dL = 1,013 dan dU =1,775 Sedangkan untuk nilai 4 - dU = 2,225 dan 4 - dL = 2,987 maka dengan tegas menyatakan ada autokorelasi. Tabel 2. Hasil Estimasi OLS dengan 3 Variabel tanpa harga gula domestik. Variabel
Koefisien PEstimasi Value
Thitung
Konstanta
-3836,1
0,171
-1,420
Harga gula impor
0,70719
0,000
4,818
Pendapatan perkapita
-0,52215
0,554
-0,6017
Jumlah penduduk
0,24243
0,125
1,601
R²
= 0,9767
Adj R² = 0,9732 Hasil data diolah (2011)
D-W= 0,02166 Ttabel
White Test = 0.20986 = 1,7207
Berdasarkan hasil estimasi OLS di atas yang regresi sesama variabel menunjukkan bahwa tidak signifikan pada variabel pendapatan per kapita, jumlah penduduk yang nilai T-hitung di bawah 2 atau T-hitung < T-tabel, dengan P-Value pendapatan per kapita 0,554, jumlah penduduk 0,125 yang signifikan hanya variabel harga gula impor yang nilai T-hitung di atas 2 dan P-Value 0,000 Sehingga perlu melakukan regresi ulang dengan menggunakan 3 variabel yaitu harga gula domestik, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Tabel 3. Hasil Estimasi 3 variabel tanpa harga gula impor Variabel Konstanta Harga gula domestik Pendapatan/kapita Jumlah penduduk R²
= 0,8867
Adj R² = 0,8697 Hasil olah data (2011)
Koefisien Estimasi
PValue
Thitung
-0,14577 -223,61
0,001 0,327
-3,822 -1,004
0,000019449 0,084101
0,062 0,001
1,980 3,836
D-W = 2,0127 Ttabel = 1,7207
White Test = 0,17130
Berdasarkan hasil penelitian seperti diperlihatkan pada Tabel 3 di atas yaitu dengan menggunakan bantuan program shazam, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: QdG = -0,14577 - 223,61 PG + 0,000019449 Y + 0,084101 Pop
ISSN :
2086-6011
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh koefisienkoefisien yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Konstanta sebesar -0,14577 artinya apabila variabel harga gula domestik, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk diasumsikan sama dengan nol (0) maka permintaan gula di Indonesia adalah sebesar 0,14577 ton. 2) Harga gula domestik mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Koefisien variabel harga gula domestik adalah 223,61 artinya adalah apabila terjadi peningkatan harga gula domestik sebesar 1 persen, maka akan menurun permintaan gula sebesar -233,61 Kg, dengan asumsi pendapatan perkapita dianggap konstan, dan faktor-faktor lain juga tetap. Hal ini menunjukkan bahwa harga gula domestik mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan gula di Indonesia 3) Pendapatan perkapita mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia Koefisien variabel pendapatan perkapita adalah 0,000019449 artinya adalah apabila terjadi peningkatan pendapatan perkapita sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan permintaan gula 0,000019449 Kg, dengan asumsi jumlah penduduk dianggap konstan dan faktorfaktor lain juga tetap. Dalam penelitian ini variabel pendapatan perkapita mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan gula di Indonesia. 4) Jumlah penduduk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Koefisien variabel jumlah penduduk adalah 0,084101 artinya adalah apabila terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan permintaan gula 0,084101 Kg, dengan asumsi faktor yang lain dianggap tetap. 5) R² (koefisien determinasi) adalah 0,8867 artinya adalah bahwa sebesar 0,8867 persen perubahan-perubahan yang terjadi di dalam permintaan gula dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam variabel harga gula domestik, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk, Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
7
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
6) Perhitungan adjusted R² adalah 0,8697 artinya adalah bahwa derajat hubungan antara variabel bebas (harga gula relatif, pendapatan perkapita, jumlah penduduk) dengan variabel terikat (permintaan gula) adalah 95 persen. Variabel harga gula domestik, pendapatan perkapita, jumlah penduduk berhubungan signifikan secara statistik dengan permintaan gula. Sedangkan sisanya berhubungan dengan faktor-faktor lain di luar penelitian ini. Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat koefisien estimasi untuk variabel harga gula domestik memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan gula di Indonesia artinya jika harga gula domestik naik maka permintaan gula di Indonesia turun dengan periode selama 1986-2009 yang diperoleh dengan keyakinan sebesar 5 persen. Variabel pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif terhadap permintaan gula di Indonesia artinya jika harga gula impor naik maka permintaan gula di Indonesia juga naik dengan periode selama 1986-2009 yang diperoleh dengan keyakinan sebesar 5 persen, Kemudian Variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap permintaaan gula di Indonesia artinya jika jumlah penduduk naik maka permintaan gula di Indonesia juga naik dengan periode selama 1986-2009 yang diperoleh dengan keyakinan sebesar 5 persen. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan pengaruh variabel harga gula domestik tidak signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Variabel pendapatan perkapita juga tidak signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Kemudian variabel jumlah penduduk signifikan terhadap permintaan gula di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa variabel jumlah penduduk yang signifikan secara statistik.
5. Simpulan Dan Saran a. Simpulan 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula di Indonesia dalam penelitian ini adalah harga gula domestik, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk, dan yang berpengaruh secara signifikan adalah hanya variabel jumlah penduduk dengan tingkat keyakinan kesalahan pada 5 persen. Sedangkan
ISSN :
2086-6011
harga gula domestik, pendapatan per kapita tidak signifikan secara statistik. 2) Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat koefisien estimasi untuk variabel harga gula domestik memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan gula di Indonesia selama 1986-2009 yang diperoleh dengan tingkat keyakinan kesalahan sebesar 5 persen, dan model yang digunakan tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Variabel pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif terhadap permintaan gula di Indonesia selama 1986-2009 yang diperoleh dengan tingkat keyakinan kesalahan sebesar 5 persen. Variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap permintaan gula di Indonesia selama 1986-2009 dan signifikan secara statistik dengan tingkat keyakinan 95 persen. b. Saran 1) Dalam rangka meningkatkan produksi gula di Indonesia, upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan insentif petani dengan memberikan jaminan terhadap harga gula. Pemerintah pusat bertanggungjawab melaksanakan kebijakan harga jual gula. Selain itu, juga dilakukan upaya pembangunan dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana untuk mendukung produksi gula bagi tanaman tebu di Indonesia. 2) Bagi masyarakat khususnya petani tebu untuk lebih giat meningkatkan produksi pertanian khususnya produksi gula. Karena selain sebagai kebutuhan pokok utama selain padi juga dapat memberikan penghasilan bagi mereka.
Daftar Pustaka Alam, S, (2004). Ekonomi SMA untuk Kelas XI Jilid 2 Kurikulum 2004 Arifin, Bustanul, (2008). Jaringan Distribusi Gula. Kompas. 10 November 2008. Deodhar, Y, S dan Pandey, V, (2006). Degree of Instan Competition; Estimation of Market Power in India’s Instan Coffee Market. Journal. Indiana Intitute of Management. Ahmedabd. India. Gujarati, Damonar, (1983). Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zain, Jakarta; Penerbit.
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
8
Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.III No.6 September 2012
Hirshey, (1995). Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan. http: Batavia.co.id, (2010). Busines News. Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D, (1993). Pengantar Mikro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners, (2000). Teori Ekonomi Intermediate. Edisi ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nicholson, Walter, (1998). Microeconomic Theory Basic Principles and Extentions, 7th edition, The Dryden Press. Pambudy, R (2003). Tebu dan Gula Milik Siapa.Dewan Gula Indonesia, Jakarta. Poli, C. (1992). Pengantar Ilmu Ekonomi I. Gramedia, Jakarta. Reksoprayitno, S, (2000). Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit BPFE UGM. Yogyakarta. Richard A, (1993). Teori Mikroekonomi, Edisi Kedua, Terjemahan oleh Gunawan Hutahuruk MBA, Jakarta : Penerbit Erlangga.
ISSN :
2086-6011
Rusli,
Said. (1995). Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES. Sudarman, Ari, (1992). Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, Yogyakarta : BPFEUGM. Soekarwati, (1993). Teori Ekonomi Produksi Analisa Fungsi Cobb-Douglass Suherman, (1991). Pengantar Teori Ekonomi, Edisi Keenam, Surabaya : Duta Jasa Sugiarto, Et, Al, (2000). Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sumodiningrat, Gunawan, (1994). Ekonometrika, Yogyakarta : BPFE - UGM. Susila, Wayan R, (2000). Tarif Impor Gula Indonesia dengan Pendekatan Kompromi, Ekonomi dan Keuangan Indonesia Volume XLVIII No. 2. Sawit, dkk. (2004). Ekonomi Gula.Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta. Riwayat Penulis: Suriani, SE., M.Si Lhir di Sigli, pada tanggal 6 Mei 1975. Staf Pengajar FE Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Juliansyah Putra, SE Lahir di Banda Aceh, 17 Juli 1988. Merupakan Alumni Mahasiswa Studi Ekonomi Pembangunan FE Universitas Syiah Kuala
Suriani dan Juliansyah Putra|Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula di Indonesia
9