Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HAYATI TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH PERTANIAN DI KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI Tjahjo Purtomo, Siti Mujanah & Tiurma Wiliana Susanti P. UNTAG Surabaya e-mail:
[email protected] ABSTRACTS This study aimed to restore soil fertility by improving soil chemical properties using biological organic fertilizer (BOF). This research was conducted in the village of Pelem, District Pare, Kediri using agricultural soil samples using the BOF, and that using BOF between 1 to 7 years. Soil samples were taken at random and some chemical properties have been analyzed, where the content is still new BOF (4 days fermentation) and 1 month also conducted an analysis of its chemical properties. Data were analyzed by ANOVA to determine differences between treatments used LSD at 5% level. The results showed that (a) the BOF is the best that can be used that has undergone fermentation 1 month because it shows stability of organic materials, however, are still new BOF (fermented for 4 days) can already be directly used to add organic matter on the ground/soil even though the results are less than optimal because the results have not shown a stable organic matter (b). The addition of BOF into the ground as much as 2 tonnes/ha showed the value of the optimal content of organic matter from the provision made during the 7 years, and (c). The use of BOF to the soil will increase significantly on pH, the content of P, K, Ca and Mg as well as KTK’s soil since the use of BOF in the first year, but instead may decrease the availability of S04 in the soil. Keyword: Pupuk Organik Hayati (POH), kesuburan tanah, bahan organik
PENDAHULUAN Sejak Revolusi Hijau petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan karena praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas unggul memang membutuhkan hara makro (NPK) yang tinggi dan harus cepat tersedia. Pembangunan pertanian melalui eksploitasi sumberdaya dengan sistem budidaya tanaman berbasis anorganik (kimia) ini memang memiliki keunggulan, namun hal tersebut juga harus ditebus dengan mahal, antara lain kondisi lahan yang semakin marginal, yang ditandai dengan kandungan bahan organik rendah, drainase lambat, aerasi jelek, kandungan Nitrogen rendah, KTK (Kapasitas Tukar Kation) rendah dan keseimbangan mikrobilogi menjadi terganggu.. Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal (Simanungkalit, R.D.M, dkk .,2006). Laju perombakan bahan organik di daerah beriklim tropis jauh lebih besar dibanding daerah subtropis, yang membawa konsekuensi ketersediaan bahan organik dilahan pertanian Indonesia, khususnya Jawa Timur semakin hari semakin berkurang. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1990, 65% tanah di Indonesia khususnya tanah sawah di Jawa memiliki kandungan bahan organik kurang dari 2%. Tahun 1999 ISSN 2302-2612
51
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
makin parah, lebih dari 80% tanah sawah mempunyai kandungan bahan organik sekitar 1,5%, yang berarti hal tersebut jauh dibawah angka kewajaran (2-5%).Sedangkan kandungan bahan organik dalam tanah, berpengaruh pada budidaya tanaman, sehingga dengan menumnnya kandungan bahan organik berakibat menurunnya daya dukung dan produktivitas lahan, bahkan sangat dimungkinkan menyebabkan kegagalan tanam. Tumbuhnya kesadaran pada sebagian masyarakat akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan dan terjadinya penurunan kesuburan tanah telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami. Penambahan bahan organik ke lahan pertanian telah terbukti menurut kajian ilmiah, mampu memperbaiki kualitas fisika, kimia dan biologi tanah antara lain, yaitu (a) Meningkatkan agregat tanah, (b) Memperbaiki transfer oksigen, (c) Menjaga stabilitas air, (d) Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK), (e) Mengaktifkan mikroba indigenus yang menguntungkan, (f) Menggeser keseimbangan mikrobiologis, (g) Proses daur bahan organik berkelanjutan, serta (h) Menyediakan senyawa organik dari perombakan bahan organik. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah (a). Untuk mengetahui unsur-unsur pupuk organik hayati apakah yang mempengaruhi kemampuan masing-masing tanah dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, (b) Untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah melalui upaya perbaikan sifat kimia tanah dengan penggunaan pupuk organik hayati, untuk meningkatkan hasil dan kualitas produksi pertanian Keberhasilan peningkatan produksi tanaman pangan di Indonesia tidak terlepas dari penggunaan pupuk buatan (kimia), pestisida dan varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman. Varietas unggul merupakan jenis tanaman yang membutuhkan masukan pupuk dalam jumlah besar disamping pengairan dan pestisida agar dapat mencapai potensi hasil yang optimal dari tanaman tersebut. Namun penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang berlebihan mengakibatkan struktur tanah dan lingkungan menjadi berubah, yaitu tanah menjadi tandus dan pertumbuhan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan. Banyak usaha dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah yaitu dengan menerapkan pertanian organik dan menghindari pemakaian pupuk dan pestisida kimia. Kandungan hara pupuk kompos rendah (± N: 1,69 %, P205: 0,34 %, K: 2,81 %), namun meskipun kandungan haranya rendah tetapi kandungan senyawa-senyawa organik di dalam kompos ini memiliki peranan yang lebih penting dari pada peranan hara saja, misalnya, asam humik dan asam fulvat. Kedua asam ini memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Kompos diketahui dapat meningkatkan nilai KTK tanah, yang artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara. Tanah yang diberi kompos juga menjadi lebih gembur dan aerasi tanah menjadi lebih baik, karena tanah yang diberi kompos lebih banyak menyimpan air dan tidak mudah kering. Jika diamati lebih jauh, aktivitas mikroba pada tanah yang diberi kompos akan lebih tinggi daripada tanah yang tidak diberi kompos. Mikroba-mikroba ini memiliki peranan dalam penyerapan unsur hara oleh tanaman, dengan demikian, kompos dapat memperbaiki sifat kimia, sifat fisik, dan sifat biologi tanah.(isroi.wordpress.com). Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami (Murbandono, 2002). Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk
52
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla (Simanungkalit, R.D.M,dkk, 2006). Sargiman (2003) telah meneliti tentang penggunaan Azolla sp sebagai pupuk organik untuk memperbaiki lingkungan tanah pertanian. Dari penelitiannya pada berbagai tingkat usia penggunaan Azolla sp sebanyak 1 ton /Ha menunjukkan bahwa semakin lama usia pemakaian Azolla sp mengakibatkan tingkat jumlah dan variasi organisme tanah semakin meningkat, hal ini berarti nilai kesehatan tanah tersebut (Health Soil) semakin baik pada umur penggunaan pupuk Azolla sp yang semakin meningkat lama Tabel 1 Kandungan Unsur Hara Kompos Kotoran Sapi Nama Unsur Kandungan Keterangan Warna coklat hitam, struktur C-organik (%) 3,04 gembur, tekstur halus dan N-total (%) 0,41 berbutir halus P-tersedia 20,56 (ppm) Ktersedia 842,31 (ppm) C/N ratio 7,41 Sumber literatur: Fakultas Pertanian Universitas Udayana, 2008 Tabel 2 Karakteristik Pupuk Organik Hayati - Kadar Karbon
a. b. c.
Nilai C/N Carbon (C) Bahan Organik
< 20 >7% > 25%
- Kandungan Hara
a. b. c.
Makro Primer : N, P, K Makro Sekunder : Ca, Mg, S Mikro : Cu, Zn, Mo, Si, B
- Bahan Ikutan
a. b.
Tidak mengandung senyawa Alelopat Tidak mengandung unsur logam berat
- Mikrobial Probiotik
a. b.
Mikroba Zimogenik Mikroba Fermentatif
- Kadar Air
Sekitar (23 - 25)%
-Ukuran
Cukup lembut (bukan bongkahan/lembaran)
- Bahan Baku
Segar dan kering (lebih diutamakan)
Pupuk hayati merupakan kegiatan memasukkan mikroba ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara.Umumnya digunakan mikroba yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akanditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah.(nasih(q),ugm.ac. id. Pupuk hayati sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses
ISSN 2302-2612
53
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk: (1) menciptakan keterpaduan antara manusia sebagai pecinta lingkungan dan sistem produksi pertanian berkelanjutan yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, serta meningkatkan kepercayaan dalam hubungannya dengan sumber daya yang dapat diperbarui, (2) mengelola proses ekologi, biologi, dan interaksinya sehingga menghasilkan tanaman dengan mutu yang dapat diterima manusia clan ternak, babas hama-penyakit, dan memberikan keuntungan layak untuk manusia dan sumber daya lainnya. Ciri-ciri pertanian organik adalah: (1) melindungi kesuburan tanah dangan mempertahankan kadar bahan organik, dan tidak menggunakan alat-alat mekanisasi secara sembarangan; (2) menyediakan sendiri unsure nitrogen melalui peng-ikatan nitrogen secara biologis dengan tanaman leguminosa; (3) mendaur ulang secara efektif bahan organic dari sisa tanaman dan limbah ternak; (4) membantu perkembangan aktivitas biologi tanah, dan (5) mengendalikan gulma dan hama penyakit dengan rotasi tanaman, predator, dan varietas tanaman yang tahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor)
METODE PENELITIAN Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah pada lokasi/areal pertanaman desa Pelem Kecamatan Pare, dengan kriteria lokasi yaitu area yg belum menggunakan pupuk (O) dan yang telah menggunakan pupuk organik selama 1 tahun (1), 2 tahun (2), tiga tahun (3), empat tahun (4) dan tujuh tahun (7). Pada masing-masing lokasi, sampel tanah diambil dari 5 titik secara acak yang menggambarkan ulangan. Hasil analisa sampel ini kemudian dianalisis secara statitik dengan Anova dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji LSD pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dari POH mengalami penurunan secara nyata selama penyimpanan selama 1 bulan, yaitu dari 13,81% menjadi 10, 45%. Penurunan ini terjadi karena selama penyimpanan Pupuk Organik Hayati tersebut belum dalam keadaan stabil. Hal ini didukung oleh nilai C/N yang meningkat akibat penurunan kandungan nitrogen secara tajam selama fermentasi POH. Kandungan unsur-unsur lain relatif tidak berubah (sepertifosfat, kalium, kalsium, magnesium dan sulfat), kecuali pada KTK dan pH yang mengalami kenaikan selama penyimpanan.
54
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Pupuk Organik Hayati (POH). NO
Pengamatan
POH Baru
POH Lama (1 bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bahan Organik C/N ratio N total Fosfat Kalium Kalsium Magnesium KTK PH Sulfat
13,81a 6,65a 1,20a 1,22a 0,68a 1,94a 0,41a 29,1a 7,68a 0,18a
10,45b 8,63b 0,70b 1,25a 0,66a 2,07a 0,38a 37,06b 7,76b 0,15a
Keterangan : Angka pada baris yang sama dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji LSD pada taraf 5%
Peningkatan KTK ini tampaknya berkaitan dengan semakin meningkatnya nilai kestabilan Pupuk Organik Hayati yang terbentuk. Hal ini berarti bahwa pada awal pembuatan Pupuk Organik Hayati yang terbentuk masih tergolong belum stabil, namun berdasarkan nilai C/N ratio yang lebih rendah dari 10 menunjukkan bahwa Pupuk Organik Hayati tersebut dapat digunakan langsung untuk budidaya tanaman tanpa mempengaruhi ketersediaan Nitrogen di dalam tanah. POH tersebut dapat dikatakan mulai stabil bilamana telah disimpan selama 1 bulan Sifat Kimia Tanah Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat hasil analisis sifat kimia tanah pada beberapa tanah yang sejenis yang mendapatkan penambahan POH mulai dari 0 tahun hingga 7 tahun dengan penggunaan POH sebanyak 2 ton/Ha untuk sekali tanam. Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Tanah pada berbagai taraf penggunaan Pupuk Organik Hayati (POH) No
Pengamatan 0th 1,71a
Penggunaan POH selama 1th 2 th 3 th 4 th 2,14b 2,15b 2,40bc 2,43bc
7 th 2,67c
1
Bahan organic (%)
2 3
C/N ratio Nitrogen (%)
9,55a 0,104a
8,57ab 0,145b
8,77ab 0,150b
7,12b 0,195c
8,70b 0,209c
6,54b 0,235d
4
Fosfat (ppm)
12,25a
34,39b
40,08bc 47,89cd
51,12d
66,29e
5
Kaliurn (cmol)
0,267a
0,290a
0,437b
0,470b
0,490b
0,617c
6
Calsium (cmol)
5,89a
6,86b
6,93b
7,37c
7,68c
8,39d
7
Magnesium (cmol)
0,48a
1,37b
1,96c
2,01c
2,32c
3,14d
8
KTK (cmol)
5,05a
7,89b
9,83b
14,87c
17,93d
21,93e
9 10
PH Sulfat (ppm)
6,33a 8,53a
6,47b 6,77b
6,60b 5,37bc
6,77c 4,08cd
6,85cd 2,76de
6,97d l,82e
Keterangan : Angka pada baris yang sama dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji LSD pada taraf 5%
ISSN 2302-2612
55
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Grafik hubungan antara periode penggunaan POH dengan kenaikan kandungan bahan organik di dalam tanah pada penelitian ini ditunjukkan seperti pada gambar 1. Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa sejak tahun pertama penggunaan POH akan meningkatkan secara nyata terhadap kandungan bahan organik tanah yaitu meningkat dari 1,71% menjadi 2,14% dan baru meningkat secara nyata lagi setelah penggunaan POH selama 3 tahun. Pada tahun-tahun berikutnya juga mengalami peningkatan, walaupun belum menunjukkan perubahan kandungan bahan organik secara nyata. Berdasarkan grafik tersebut dapat kita ketahui bahwa pada pemakaian POH selama 7 tahun dapat dikatakan nilai kandungan bahan organik sudah mencapai jumlah yang maksimal, yaitu sebesar 2,67%. Oleh karena itu sejak penggunaan POH selama 7 tahun maka yang perlu dilakukan adalah mempertahankan kandungan bahan organik di dalam tanah yang sudah ada.
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Periode Penggunaan Pupuk Organik Hayati dengan Kenaikan Kandungan Bahan Organik Dalam Tanah Kandungan nitrogen, fosfat, kalium , kalsium serta magnesium cenderung meningkat sejalan penggunaan POH yang semakin lama. Hal ini dapat dipahami karena di dalam POH kaya akan unsur-unsur tersebut yang jumlahnya di dalam tanah akan semakin meningkat walaupun unsur tersebut berkurang akibat pencucian tanah maupun diambil dari produksi tanaman namun jumlahnya tetap bertambah. Hal ini berarti selama penggunaan POH menunjukkan tingkat kesuburan kimia tanah mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pH tanah semakin meningkat sejalan dengan semakin lamanya penggunaan POH, yang grafik hubungannya dapat kita lihat pada Gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa POH dapat berperan mengurangi sifat kemasaman tanah pada tanah yang bersifat agak asam. Kandungan sulfat dalam tanah tersebut cenderung mengalami penurunan sejalan dengan penggunaan POH yang semakin lama. Hal ini tampaknya terkait dengan perubahan pH tanah yang semakin mendekati ke arah pH netral sehingga menyebabkan kelarutan sulfat akan mengalami penurunan. Berarti pH tanah maksimum yang diperoleh akibat pemupukan POH adalah sebesar 6,97 saat penggunaan POH selama 7,5 tahun. Kondisi tersebut merupakan keadaan pH tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman karena ketersediaan unsur hara tanaman dalam keadaan optimal
56
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Gambar 2.Grafik Hubungan antara Periode Penggunaan Pupuk Organik Hayati dengan pH Tanah Kandungan senyawa-senyawa organik di dalam kompos ini memiliki peranan yang lebih penting dari pada peranan hara saja.Misalnya, asam humik dan asam fulvat, dimana kedua asam ini memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.Kompos diketahui dapat meningkatkan nilai KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara. Tanah yang diberi kompos juga menjadi lebih gembur dan aerasi tanah menjadi lebih baik.Tanah yang diberi kompos lebih banyak menyimpan air dan tidak mudah kering. Jika diamati lebih jauh, aktivitas mikroba pada tanah yang diberi kompos akan lebih tinggi daripada tanah yang tidak diberi kompos. Mikroba-mikroba ini memiliki peranan dalam penyerapan unsur hara oleh tanaman.Singkat cerita, kompos dapat memperbaiki sifat kimia, sifat fisik, dan sifat biologi tanah (isroi.wordpress.com). KESIMPULAN 1. Pupuk organik hayati (POH) yang terbaik diberikan adalah yang telah mengalami fermentasi 1 bulan karena sudah menunjukkan kestabilan bahan organic, namun demikian POH yang masih baru (fermentasi selama 4 hari) sudah dapat langsung digunakan untuk menambah bahan organik di dalam tanah walaupun hasilnya kurang optimal karena belum menunjukkan hasil bahan organik yang stabil 2. Penambahan POH ke dalam tanah sebanyak 2 ton/Ha menunjukkan nilai kandungan bahan organik yang optimal sejak pemberian selama 7 tahun, yaitu sebesar 2,67%. 3. Penggunaan POH ke dalam tanah akan meningkatkan secara signifikan terhadap pH, kandungan P, K, Ca dan Mg serta KTK tanah sejak pemberian POH pada tahun pertama, sebaliknya dapat menurunkan ketersediaan S04 di dalam tanah. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Organic Matter Management. Regents of the University of Minnesota. Minnesota. Budi Santoso, H., 1998. Pupuk Kompos, Kanisius Jakarta Eddy Funderberg. (2001). What does Organic Matter Do in Soil. The Samuel Roberts Noble Foundation, Inc. Isroi, 2008. Kompos, Makalah: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor Mega, IM, IW Dana Atmaja, ID Oka Widya Arshana, IA Suty Adnyani, IN Dibia, Dwi Putra Darmawan (2008). Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik yang Berkualitas dari Limbah Peternakan Sapi dan Babi di Desa Marga Dauhpuri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali. ISSN 2302-2612
57
Jurnal Agroknow Vol. 2 No. 1 Februari 2014
Murbandono, HS. L, 2004. Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta Prihandarini, Ririen, 2004. Manajemen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik, Perpod, Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Email:
[email protected] Sargiman, Gatot. 2003. Peranan Pupuk Organik Azolla dalam Memperbaiki Ekosistem Lahan Persawahan. Saintek. Untag Surabaya. Simanungkalit,R.D.M, Suriadikarta, D.A, Saraswati,R., Setyorini, D., dan Hartatik,W. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Organic Fertilizer and Biofertilizer. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
58
ISSN 2302-2612