Journal of Psychoanalytic Histeria Tokoh Utama “Aku” dalam Novel Catatan Dari Penjara Perempuan Karya Nawal el-Saadawi
Salwa 1110021000044 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan histeria tokoh utama “aku” pada Novel Catatan dari Penjara Perempuan Karya Nawal El-Saadawi. Novel Catatan dari Penjara Perempuan menggambarkan bahwa terdapat gangguan psikis pada perempuan Mesir yang tidak disadari oleh masyarakat. Nawal elSaadawi seorang aktifis sekaligus psikolog mencoba memperlihatkan keadaan tersebut di dalam novelnya. Novel ini menceritakan seorang perempuan yang di penjara karena kritikannya terhadap pemerintah Mesir pada masa Anwar Sadat dan selama di penjara ia mengalami ketertekanan psikis yang dipendamnya sejak kecil, ia merasakan adanya perlawanan di dalam dirinya sejak ia kecil tetapi tidak pernah dapat ia keluarkan dari dirinya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori semiotik Rolland Barthes dengan analisis sintagmatik paradigmatik dan teori psikoanalisa Sigmund Freud dengan analisis struktur kepribadian dan gejala-gejala histeria guna mengungkap histeria tokoh utama “aku”. Dari hasil pembahasan diperoleh temuan sebagai berikut: Terdapat gangguan psikis pada tokoh “aku” yang terjadi selama di dalam penjara dan keadaan psikis tokoh “aku” tersebut didiagnosa sebagai penyakit psikis yang disebut histeria dengan memperlihatkan kecemasan, ketakutan, kesakitan, dan kelemahan. Hal ini menyebabkan timbulnya beberapa gejala baik fisik maupun psikis dalam histeria diantaranya dyspnea (sesak nafas), disfungsi laring (suara serak), migrain, dan depresi.
ﳎﻠﺔ اﻟﺘﺤﻠﻴﻞ اﻟﻨﻔﺴﻲ ﻟﻸدب
ﻫﺴﺘﻴﺮﻳﺎ ﻓﻲ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ اﻟﺮﺋﻴﺴﻴﺔ "أﻧﺎ" ﻓﻲ رواﻳﺔ ﻣﺬﻛﺮاﺗﻲ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ اﻟﻨﺴﺎء ﻟﻨﻮال اﻟﺴﻌﺪاوي
ﺳﻠﻮى ١١١٠٠٢١٠٠٠٠٤٤ ﻛﻠﻴﺔ اﻵداب واﻟﻌﻠﻮم اﻹﻧﺴﺎﻧﻴﺔ ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺷﺮﻳﻒ ﻫﺪاﻳﺔ اﷲ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ
[email protected]
ﻣﻠﺨﺺ
ﻳﻬﺪف ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ إﱃ اﻟﺘﻔﺼﻴﻞ واﻟﺒﻴﺎن ﻋﻦ ﻫﺴﺘﲑﻳﺎ ﰲ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ اﻟﺮﺋﻴﺴﻴﺔ "أﻧﺎ" ﰲ
رواﻳﺔ ﻣﺬﻛﺮاﺗﻲ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ اﻟﻨﺴﺎء ﻟﻨﻮال اﻟﺴﻌﺪاوي.
ﺗﺼﻮرت رواﻳﺔ ﻣﺬﻛﺮاﺗﻲ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ اﻟﻨﺴﺎء وﺟﻮد اﻻﺿﻄﺮاب اﻟﻨﻔﺴﻲ ﰲ اﻟﻨﺴﺎء ﲟﺼﺮ
اﻟﱵ ﱂ ﳛﺲ
.وﲢﺎول ﻧﻮال اﻟﺴﻌﺪاوي أن ﺗﻈﻬﺮ اﳊﺎﻟﺔ ﰲ ﻫﺬﻩ اﻟﺮواﻳﺔ وﻫﻲ ﻧﺎﺷﻄﺔ
وﻃﺒﻴﺒﺔ ﻧﻔﺴﺎﻧﻴﺔ .وﲢﻜﻲ اﻟﺮواﻳﺔ اﻣﺮأة ﰲ اﻟﺴﺠﻦ ﺑﺴﺒﺐ اﻧﺘﻘﺎدﻫﺎ ﻟﻠﺤﻜﻮﻣﺔ اﳌﺼﺮﻳﺔ ﰲ ﻋﻬﺪ اﻧﻮر اﻟﺴﺎدات وﻫﻨﺎك ﺗﻌﺎﻧﻴﻬﺎ اﻻﺿﻄﺮاب اﻟﻨﻔﺴﻲ اﻟﱵ ﲢﺘﻤﻞ داﺋﻤﺎ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻣﻨﺬ ﻃﻔﻮﻟﺘﻬﺎ وﺗﺸﻌﺮ ﲟﻘﺎوﻣﺔ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻣﻨﺬ ﻃﻔﻮﻟﺘﻬﺎ وﻟﻜﻦ ﻟﻦ ﲣﺮج ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻬﺎ. وﰲ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ اﺳﺘﺨﺪﻣﺘﻬﺎ اﻟﺒﺎﺣﺜﺔ ﰲ اﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻫﺴﺘﲑﻳﺎ ﰲ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ اﻟﺮﺋﻴﺴﻴﺔ "أﻧﺎ" ﻧﻈﺮﻳﺔ اﻟﺴﻴﻤﻴﻮﺗﻴﻚ ﻟﺮوﻻن ﺑﺎرت ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ اﳌﺮﻛﺐ واﻟﻨﻈﺎم وﻧﻈﺮﻳﺔ اﻟﺘﺤﻠﻴﻞ اﻟﻨﻔﺴﻲ ﻟﺴﻴﺠﻤﻮﻧﺪ ﻓﺮوﻳﺪ ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ ﺗﻜﻮﻳﻦ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ وأﻋﺮاض اﳍﺴﺘﲑﻳﺎ. ﺑﻌﺪ أن ﳛﻠﻞ اﳌﻮﺿﻮع ﻇﻬﺮت ﻧﺘﺎﺋﺞ اﻟﺒﺤﺚ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻠﻲ :ﺗﻮﺟﺪ اﻻﺿﻄﺮاب اﻟﻨﻔﺴﻲ اﻟﱵ ﺗﻌﺎﻧﻴﻬﺎ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ "أﻧﺎ" اﻟﱵ وﻗﻌﺖ ﰲ اﻟﺴﺠﻦ وﻫﺬﻩ اﳊﺎﻟﺔ اﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻟﺘﺸﺨﻴﺺ ﻣﺮض ﻧﻔﺴﻲ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﳍﺴﺘﲑﻳﺎ ﻳﻈﻬﺮ اﻟﻘﻠﻖ ،واﳋﻮف ،واﻷﱂ ،واﻟﻌﺠﺰ ،وﺗﺴﺒﺐ ﻇﻬﻮر اﻷﻋﺮاض اﻟﺒﺪﻧﻴﺔ واﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﰲ ﻫﺴﺘﲑﻳﺎ ﻣﻨﻬﺎ اﻟﺰﻟﺔ ،واﳓﺒﺎس اﻟﺼﻮت ،واﻟﺸﻘﻴﻘﺔ ،واﻻﻛﺘﺌﺎب.
A. Pendahuluan Perubahan psikologis adalah fenomena dalam kehidupan manusia, hal ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan di mana ia tinggal, situasi ini adalah keadaan yang dapat membuat terganggu psikologis seseorang, dan kita melihat rezim di Mesir seperti dikatakan Nawal El Saadawi (2002: 172-174) dalam Pergolakan Pemikiran dan Politik Perempuan: “Ketika masyarakat mengagung-agungkan kaum ibu, masyarakat tidak pernah memberikan kaum ibu yang bekerja di luar rumah kebebasan untuk dapat mengasuh anak-anak mereka. Bahkan seorang ibu yang bekerja di luar rumah tidak diberikan waktu yang cukup untuk dapat menyusui anak-anaknya ketika ia bekerja. Ataupun, masyarakat juga tidak pernah membolehkan perempuan mengambil cuti dengan waktu yang cukup setelah ia melahirkan. Perempuan Arab yang mendapat pendidikan yang layak dan pekerjaan yang upahnya setara dengan yang diterima oleh kaum laki-laki, biasanya suaminya akan mengendalikan dan menguasai hasil jerih payahnya itu. Sang suami biasanya akan mengancam si isteri dengan kata-kata “cerai” jika ia menolak untuk menaatinya. Perkawinan bagi perempuan Arab masih menjadi penjaga bagi akhlak, kejiwaan, dan kehidupan sosial bagi mereka. Hal itu karena nilai-nilai patriarkhal masih berlaku di dalam rumah, jalanan, sekolah, pekerjaan, masjid, radio, dunia perfilman, media massa, majalah, dan di tiap tempat yang ada. Sebagian perempuan Eropa dan Amerika ada yang menggambarkan bahwa kaum perempuan yang hidup di negara Arab hidup di zaman kekuasaan tentara Barbar. Di mana di sana masih berlaku kebiasaan seperti kewajiban khitan perempuan, padahal hal itu adalah bukti akan perlakuan zalim dan kesewenangwenangan terhadap kaum perempuan. Sigmund Freud adalah laki-laki yang dikenal berusaha menghubungkan kehidupan seks perempuan dengan kewajiban dan psikologis mereka, yaitu ketika berusaha membuat teori psikologis kaum perempuan. Ia menetapkan bahwa clitoris adalah bagian dari zakar perempuan. Kegiatan seksual yang dilakukan clitoris adalah tahapan permulaan. Tidak sehatnya perempuan secara psikologis akan mengakibatkan clitoris tak bisa melakukan kewajibannya, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas seksual berubah menjadi kemandulan. Tidak diragukan lagi, bahwa melakukan pemotongan clitoris tampaknya tidak terlihat menakutkan daripada gangguan kejiwaan. Padahal sebenarnya, akibat yang ditimbulkan adalah sama, yaitu clitoris tak lagi bisa melakukan tugasnya, sehingga keberadaannya sama saja dengan ketiadaannya. Bahkan, mengalami gangguan kejiwaan terkadang lebih membahayakan, karena bisa menipu seorang perempuan, perempuan merasa seolah-olah ia memiliki anggota tubuh yang sempurna. Padahal kesempurnaan anggota tubuh yang dimilikinya itu tidak dibarengi dengan kemampuan anggota tubuh tersebut melakukan tugasnya masing-masing. Atau, bisa dikatakan membuatnya membayangkan bahwa ia adalah perempuan yang merdeka, padahal sebenarnya tidak; atau merasa dirinya bahagia, padahal sebenarnya tidak bahagia. Perasaan seperti itu
adalah perasaan yang paling membahayakan seorang perempuan. Karena, perasaan seperti itu akan merampas senjata yang dimilikinya dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaannya, yaitu kepekaan dan kesadaran bahwa ia masih terjajah.” Dan juga terjadi pada masa pemerintahan Anwar Sadat di Mesir, tahun 1980 merupakan tahun frustrasi dan keresahan yang semakin meningkat. Pada tahun 1981, berlangsung ketegangan di Mesir memuncak. Pada tanggal 3 September terjadilah penangkapan besar-besaran. Penangkapan tersebut meliputi tiga ribu orang dan ada nama-nama baru yang ditambahkan ke dalam daftar setiap menit. Beberapa penangkapan terdiri dari kalangan mahasiswa muda, anggota kelompok agama, beberapa politisi, intelektual, dan sejumlah tokoh agama Islam dan Kristen. (Haikal, 1988: 365 dan 394-395). Masyarakat Mesir merasa takut terhadap penangkapan tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan psikis masyarakat di Mesir, terutama mereka yang berada di bawah penangkapan. Penulis menunjukkan kondisi psikis ini dalam karya-karyanya, salah satunya adalah novel. Dalam sebuah novel kadang-kadang penulis fokus pada emosi karakter, dan analisa perasaan psikologis dan emosional. Memberikan perhatian terhadap penyebab psikologis dan konsekuensinya. Menjelaskan pahlawan dari dalam daripada mengurus keadaan dari luar, dan menunjukkan kebiasaan dan perilaku mereka di masyarakat. (Altounji,1999: 395) Dan salah satu novel yang memperlihatkan gangguan psikologis adalah catatan dari penjara perempuan. Novel ini adalah salah satu karya sastra Nawal El Saadawi. Novel ini mencoba menunjukkan adanya konflik dalam psikologis tokoh utama, "Aku." "Aku" adalah seorang dokter dan aktivis perempuan yang kritis terhadap pemerintah pada waktu itu, tapi kritikannya telah menyebabkan namanya tertulis dalam daftar kemarahan penguasa. Karena itu, ia dimasukkan ke dalam penjara tanpa investigasi dan hal ini membuat ia sakit, dan banyak kejadian yang dialami olehnya selama di penjara, ia merasa cemas, gugup, dan ketakutan. Jika seorang peneliti melakukan penelitian dengan ilmu psikologi dari gangguan psikis yang dialami oleh tokoh "Aku", maka penyakit ini disebut histeria, menurut Freud (dalam Percival Bailey, 1999: 250) histeria adalah neurosis yang ditandai kecemasan tanpa pembenaran dan munculnya gejala tanpa adanya penyakit anatomi seperti kelumpuhan fungsional yang dapat diobati secara psikologis Tidak seperti kelumpuhan organik. Psikologi memiliki pengaruh terhadap novel ini, dan dapat dilihat dari karakter yang memiliki gangguan psikis. Kemudian peneliti mencoba untuk menganalisis melalui teori psikoanalisa.
B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah Library Research. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikoanalisa Sigmund Freud karena sesuai dengan tema penelitian ini, dan analisis tokoh utama dengan melihat struktur kepribadian diantaranya Id, Ego, dan Superego dan analisis gejala histeria diantaranya sesak nafas, suara serak, migrain dan depresi.
Sebelum menganalisis novel Catatan dari Penjara Perempuan melalui perspektif psikoanalisa, peneliti ingin menganalisis dengan menggunakan analisis struktural dan analisis struktural dari setiap karya sastra pasti dibangun oleh beberapa aspek dan oleh karena itu peneliti menggunakan teori Rolland Barthes dalam analisis struktural pada novel Catatan dari Penjara Perempuan. dalam penulisan penelitian ilmiah ini, peneliti menggunakan cara penulisan penelitian yang diterbitkan oleh Jurusan bahasa dan sastra Arab Fakultas Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul:
"
"
“Pedoman Penulisan Skripsi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013”
C. Analisis Histeria pada Tokoh Utama “Aku” 1. Analisis Struktur Kepribadian 1.1. Id Prinsip Id adalah untuk membawa keluar seseorang dari kondisi yang tidak menyenangkan kepada kondisi yang menyenangkan. Hal ini juga berlaku untuk "aku". Ia sering membiarkan id dalam dirinya untuk menghapus situasi yang baginya tidak menyenangkan. Seperti cara ia bermimpi, membayangkan hal-hal di masa kecilnya, dan mengingat masa-masa kecilnya itu. “Di penjara aku jadi mengenal kedua hal ekstrem itu sekaligus. Aku mencapai puncak kesedihan dan kegembiraan, keindahan, serta keburukan yang paling hebat. Pada saat-saat tertentu kubayangkan menjalani kisah cinta baru. Di penjara hatiku jadi terbuka kembali bagi cinta kasih – bagaimana ini terjadi, entahlah – seolah aku kembali berada pada permulaan masa puber. Di penjara aku terkenang kembali bagaimana aku spontan ketawa ketika masih kanak-kanak, sementara kurasakan pula derai air mata akibat saat paling kasar dan berat yang mengecewakanku. Di penjara kualami kembali seluruh masa kanak-kanakku. Mendengar bunyi sendok di dalam cangkir the, aku bertepuk tangan dan menari-nari kegirangan. Tehnya laksana campuran tanah hitam dan jerami; gulanya terdiri dari butir-butir berwarna cokelat hitam yang dijalari oleh semut, namun segera setelah terbangun pagi hari serta menghirup uap air the dalam poci the, aku meloncat bangun.” (Nawal el Saadawi, 2000: 73) 1.2. Ego Kondisi "aku" dapat dilihat dari perilaku yang tercermin karena kecemasannya. “Rasa pacul di tanganku serta gerakan lenganku yang naik dan turun memberiku perasaan senang sekali. Kuhantam tanah dengan seluruh tenagaku sampai keringat bercucuran dari tubuhku. Suatu rasa senang yang sangat dekat dengan rasa mabuk memenuhi badan dan pikiranku.
Semenjak masa kanak-kanakku aku tak pernah lagi memegang pacul. Kakak laki-lakiku dan aku biasanya berusaha saling mendahului mengambilnya. Sekalipun ia berbadan lebih besar, dan kakinya lebih panjang, biasanya aku lebih cepat sampai ke tempat pacul itu, aku sangat senang gerakan penuh gairah yang melatih seluruh otot badan, aku senang sekali wangi tanah di sebelah bawah., aku membelahnya dan memasukkan benih ke dalam celah-celah tanah. Air yang mengalir dalam saluran-saluran panjang membawa aroma lumpur, aroma ladang-ladang yang luas, dari tanaman kehijau-hijauan di bawah sinar matahari.” (Nawal el Saadawi, 2000: 137) 1.3. Superego Kehidupan "aku" di penjara sangat berbeda dengan realita kehidupannya dan ia berusaha untuk beradaptasi dengan kehidupan di penjara. “Dalam penjara kuketahui hal yang tak pernah kupelajari di Fakultas Kedokteran, yaitu: tokek itu telah merayapi badanku, namun tak ada yang yang terjadi denganku. Kecoak telah melintas di tubuhku, namun tak ada yang terjadi. Selama ini aku telah hidup dalam ketakutan terhadap makhluk-makhluk kecil yang bergerak dengan luar biasa gemulai waktu malam hari, mencari makanan dalam sampah serta celah-celah dalam dinding, dan setelah ketakutanku sekaran sirna, akhirnya aku mampu tidur nyenyak dan memulihkan tenaga, sementara makhluk-makhluk tersebutmenari di sekelilingku, tanpa mencederai diriku.” (Nawal el Saadawi, 2000: 65)
2. Gejala Histeria Gejala histeria yang diteliti adalah gejala histeria ringan dengan gejala fisik maupun psikis, diantaranya dyspnea (sesak nafas), disfungsi laring (suara serak), migrain, dan depresi. 2.1. Dyspnea (Sesak Nafas) Hal ini dapat dilihat ketika ia menghindar dan menjauh dari bau di hidungnya, tetapi sebenarnya tidak ada bau tersebut, dan ini disebabkan oleh kecemasan yang ia rasakan karena ia tidak mampu untuk berada di sana. “Dalam saat itu juga kupikir bahwa lewat mataku aku sedang menghirup udara yang tak sanggup diserap oleh dadaku. Mungkin inilah sebabnya maka aku tak jadi mati. Sekalipun aku masih sanggup merasa dan melihat, dadaku tak dapat bergerak.” (Nawal el Saadawi, 2000: 63) “Kusembulkan hidungku di luar jeruji-jeruji baja …. melaluinya aku menghindari bau gas terbakar, sampah membusuk di pojok jeruji-jeruji baja, dan kelembaban lantai dan ubin semen. Aku tetap berdiri di belakang jeruji baja; kurasakan kelelahan dalam tubuhku akibat berdiri terlalu lama. Aku membungkukkan badan, lalu duduk di atas tanah yang keras. Kusandarkan badanku pada jeruji-jeruji baja. Aku tetap duduk, diam seperti dinding. Waktu pun seperti dinding.” (Nawal el Saadawi, 2000: 208)
2.2. Disfungsi Laring (Suara Serak) Hal ini terlihat ketika ia ingin mengabarkan kondisinya kepada suaminya, lalu ia mempercayai suratnya kepada Fathiyah tapi Fauqiyah mengatakan bahwa Fathiyah adalah seorang mata-mata. “Dinding-dinding dan jeruji-jeruji baja menekuk ke arahku dari segala jurusan. Rasa sangsi dan gas terbakar mencekik leherku. Aku tak melihat wajah-wajah manusia, melainkan bidang-bidang hitam saja, lobanglobang yang memprlihatkan mata menerawang semerah mata setan.” (Nawal el Saadawi, 2000: 212)
2.3. Migrain Hal ini terlihat ketika ia merasakan perasaan alami, cemas dan penantian yang selalu muncul. “Aku kehilangan seluruh keseimbangan dan ketenanganku. Aku tak bisa lagi berkonsentrasi melakukan apa pun. Aku bahkan tak mampu menulis lagi. Segera setelah kupegang penaku, wajah suamiku mulai terbayang-bayang di depan mataku, sebagaimana juga wajah putraku. Dengan menjinjing koperku, terbayang aku berdiri di depan pintu rumahku, membunyikan bel pintu masuk……..mereka lalu membuka pintu….” (Nawal el Saadawi, 2000: 276)
2.4. Depresi Hal ini terlihat ketika ia tidak mampu berada di penjara, ia merasa penjara seperti sebuah makam. “Hatiku terasa berat…. berapa lama waktu terbentang bagi kami di kuburan ini?” (Nawal el Saadawi, 2000: 209) Teman-temannya diam dan sedih dalam sel. “Aku mulai menyadari beratnya pemenjaraan. Di sekitarku, rekanrekanku satu sel berdiam diri dan sedih. Setiap kali kesedihan dan kesengsaraan kami berkembang mencapai ukuran-ukuran teramat besar, kami percaya bahwa ia akan berkuasa selama-lamanya. Pasti kami akan mati di penjara dan dikuburkan di bawah dinding.” (Nawal el Saadawi, 2000: 261) Kesedihan itu tidak mampu membuatnya tenang. “Aku jadi tak mampu duduk tenang, atau berdiri, atau tetap tenang, bahkan untuk beberapa saat saja. Tubuhku bergerak secara otomatis. Aku duduk, bangun, berjalan mondar-mandir di dalam sel, tak pernah diam. Kalau ada suara yang menyerukan sesuatu, aku langsung berpaling, membayangkan bahwa suara itu memanggilku dan ada orang yang menyuruhku menyiapkan koperku.” (Nawal el Saadawi, 2000: 276)
Pada akhirnya, ia merasa seolah-olah menunggu giliran untuk mati. “Hatiku berat. Jauh dalam lubuk hatiku ada terjadi pergulatan melawan penyakit, maut dan pesimisme. Akan tetapi, wajah-wajah sekelilingku menjadi kabur, dan mata mereka kehilangan api yang menandai kemarahan, diganti oleh tatapan sayu dan pasrah, seolah-olah menunggu giliran untuk mati.” (Nawal el Saadawi, 2000: 283)
Gejala histeria yang timbul dari tokoh utama "aku" membuktikan bahwa "aku" menderita histeria dan kecemasan yang ditunjukkan dalam dirinya melalui rasa sakit fisik, meskipun pada dasarnya rasa sakit fisik bukan karena kelumpuhan fungsi anggota tubuhnya, tetapi karena penyakit psikis. Ia mengalami histeria disebabkan oleh masa lalunya ketika ia selalu merepresikan apapun di dalam dirinya, setelah sekian lama ia berusaha untuk menyimpan segala sesuatu yang bertentangan itu di dalam dirinya dan datang kondisi yang tidak lagi mampu merepresikan seluruh situasi tersebut, ia mengalami penyakit psikis yang disebut histeria. Titik akhir penyakit ini adalah depresi, perasaan ketidakmampuan, lemah untuk bergerak, sampai ia merasa dikelilingi oleh kematian. D. Hasil Penelitian Analisis histeria pada tokoh utama "aku" dalam Catatan dari Penjara Perempuan karya Nawal El Saadawi, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: Pertama, setelah melihat keadaan psikis yang dialami tokoh “aku” dalam novel tersebut, peneliti mencoba mendiagnosa bahwa itu adalah penyakit psikis yang dinamakan histeria. Kedua, setelah peneliti mengetahui keadaan tokoh “aku”, keadaan psikis tokoh “aku” tersebut didiagnosa sebagai penyakit psikis yang disebut histeria dengan memperlihatkan kecemasan, ketakutan, kesakitan, dan kelemahan. Hal ini menyebabkan timbulnya beberapa gejala baik fisik maupun psikis dalam histeria diantaranya dispnea (sesak nafas), disfungsi laring (suara serak), migrain, dan depresi. Ketiga, Peneliti menemukan bahwa keadaan sosial Mesir memiliki kontribusi terhadap penulisan novel tersebut. di dunia arab khususnya mesir ada pergolakan psikis yang mengakibatkan masyarakat mesir tertekan secara psikis dan hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sistem pemerintahan yang tidak adil terhadap pendapat masyarakat.
E. Saran Peneliti berharap bahwa dapat berkembang studi dalam ilmu psikoanalisa terutama teori Freud. Setelah peneliti menulis karya ilmiah ini, peneliti menunjukkan beberapa pandangan sebagai berikut: Pertama, peneliti mengusulkan adanya kajian mendalam dari ilmu psikoanalisa teori Freud di waktu mendatang karena memiliki banyak manfaat, diantaranya melihat kasus tokoh dalam karya sastra dari titik terdalam melalui pandangan psikoanalisa.
Kedua, peneliti mengusulkan adanya kajian mendalam dari ilmu psikoanalisa karya sastra karena dalam seorang tokoh memiliki inti yang mendasari diri tokoh tersebut. Kata terakhir peneliti, Semoga Allah SWT selalu mendekati kepada hal-hal yang benar.
Daftar Pustaka A. Arabiyah ‘Izzu al-Din Ismail. Al-Adab wa Fununuhu Dirasah wa Naqd. Cet. 9. Kairo: Dar alFikr al-Arabi. 2004. _______________. Al-Tafsir al-Nafs li al-Adab. Cet. 4. Kairo: Dar Gharib. Tt. Abdu al-Azhim Muhammad Ramadhan. Tathowur al-Harkah al-Wathaniyyah fi Misr. Cet. 2. Kairo: Maktabah Madbuuli. 1983. Abdu al-Hamid Hasan. Anwar Sadat – al-Bahs an al-Zat Qisah Hayaatii. Abdu al-Rahman al-Rafi’i. Taarikhina al-Qaumi fi Sab’i Sanawaah 1952-1959. Cet. 2. Kairo: Dar al-Ma’arif. 1989. Abdullah Muhammad al-Ghazali. Al-Nash al-Adabi min al-Istijabah ila al-Ta’wil. Cet. 1. Kuwait: Maktabah Aafaq. 2011. Ahmad Syarif. “Nawal el-Saadawi….ay fitnah fi ardhi mishr?”. Artikel ini diakses pada 28 Maret 2014 melalui http://www.aljaml.com/ Al-Idarah al-‘Amah li al-Mu’jamaah. Mu’jam Ilmi an-Nafs wa al-Tarbiyyah al-Juz alAwwal. Kairo: Al-Hainah al-‘Amah li Syunuun al-Muthoba’ al-Amiiriyah. 1984. Barsifel Bieli. Naqd Nazhariyah al-Tahlil al-Nafsi Tarjamah wa Ta’liq ala al-Kitab Sygmund al-Qalq ma’sah fi Tsalatsah Masyaahid. Cet. 1. Ttp: Dar al-Manahij. 1999. Husein Abdu al-Fatah al-Ghamidi. “Madrasah al-Tahlil an-Nafsi awwalan: Nazhariyah Freud fi al-Tahlil al-Nafsi”.“Madrasah al-Tahlil al-Nafsi” Universitas Ummul Qura. Ibrahim al-Kailani. Al-Awraaq-Maqaalah Mukhtaarah fi al-Adab wa al-Fan wa alIjtima’. Cet. 7. Damaskus: Wizaaroh ats-Tsaqaafah fi al-Jumhuriyah al-Suriah. 2003. Ibrahim Muhammad al-Syatawi. Al-Sura’ al-Hadhary fi al-Riwayah al-Mishriyyah (1973-1990). Cet. 1. Riyadh: Fahrasah Maktabah al-Mulk fahd al-Wathaniyah Atsna al-Nasyr. 2002. Kamal Wahbi – Kamal Abu Syahdah. Muqaddimah fi Tahlil al-Nafs. Cet. 1. Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi. 1997. Muhammad al-Tunji. Al-Mu’jam al-Mufasshal fi al-Adab (al-Juz al-Tsani). Cet. 2. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1999. Muhammad Husnein Haikal. Kharif al-Ghadab. Cet. 1. Ttp: Markaz al-Ahram li alTarjamah wa al-Nasr. 1988. Muhammad Sayyid Abdu al-Rahman. Nazhariyah al-Syakhshiyyah. Cet. 1. Kairo: Dar Quba. 1998.
Nawal el Saadawi wa Syarif. “An Nawal el Saadawi wa Muallifatiha al-Adabiyah wa al-Fikriyah”. Artikel ini diakses pada 27 Maret 2014 melalui http://www.nawalsaadawi.net Nawal el Saadawi. “Al-Syarh al-‘Amiq fi al-Syakhsiyyah”. Artikel ini diakses pada 28 Maret 2014 melalui http://www.almasryalyoum.com/news/details/49485 ______________. Mudzakkiraati fi Sijn al-Nisa. Cet. 1. Beirut: Dar al-Adab. 2000. ______________. Qadhaya al-Mar ah wa al-Fikr wa al-Siyasah. Cet. 1. Kairo: Maktabah Madbuuli. 2002. Nusah. “Hysteria…Mard ‘Aqliy am ‘Ishabiy?”. Artikel ini diakses pada 12 Maret 2014 melalui http://majdah.maktoob.com/vb/majdah97013 Samr Ruuhi al-Faishal. Al-Sijn al-Siyaasii fi al-Riwayah al-Arabiyah. Cet. 2. Libanon: Jarus Bars. 1994. Sayyid Qutb. Al-Naqd al-Adabi Usuluhu wa Manahijuhu. Cet. 9. Kairo: Dar alSyuruq. 2006. Sigmund Freud. Al-Mujaz fi al-Tahlil al-Nafsi. Ttp: Maktabah al-Usrah. 2000. ____________. Al-Tahlil al-Nafsi li al-Hysteria (Halah Dauran). Cet. 1. Beirut: Dar al-Thaliah li al-Thaba’ah wa al-Nasr. 1981. Taha Waadi. Al-Riwayah al-Siyasiyah. Cet. 1. Kairo: Dar al-Nasr li al-Jami’aah. 1996.
B. Ajnabiyyah Minderop, Albertine, Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2011. Zaimar, Okke K.S.. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Cet. 1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.