JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
SURVEY STATUS KEHALALAN MENU DAGING AYAM YANG DIJUAL DI RUMAH MAKAN DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH Halal Status Survey of Chicken Menu Provided at Restaurants in Banda Aceh City Reva Diana Yanti1, T. Reza Ferasyi2, Fahrurrazi3 1Program
Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, BandaAceh 3Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, BandaAceh
Email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan status kehalalan menu daging ayam yang dijual di rumah makan dalam wilayah Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk survey lapangan. Selanjutnya mewawancarai produsen atau pemilik rumah makan yang terpilih dengan menggunakan kuisioner terstuktur 14 responden diwilayah Kota Banda Aceh. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan pemilik Rumah makan terhadap status kehalalan menu daging ayam yang dijual tergolong baik. Kemudian Sikap produsen atau pemilik Rumah makan menu daging ayam yang dijual dalam wilayah Kota Banda Aceh sudah menunjukkan kehalalan. Namun Tindakan keadaan Rumah makan menu daging ayam yang dijual dalam wilayah Kota Banda Aceh yang tergolong cukup baik. ABSTRACT This study was aimed to measure the knowledge, attitude and practice of halal status of food processing using chicken meat in several reastaurants in Banda Aceh. The research was conducted using survey approach. The information were gathered using structured questionnaire. The respondents for this survey were the owner or worker of targeted restaurants. A number of 14 respondents were interviewed in this study. The data obtained were analysed descriptively. The results of this research showed that the knowledge and attitude of respondent on halal were categorised good. On the other hand, their practice were categorised very good.
PENDAHULUAN Kehalalan suatu produk pada Pasar Global mengalami peningkatan di seluruh dunia yang terstandarisasi dan tersertifikasi halal. Hal ini dikarenakan populasi Muslim diperkirakan sekitar 2 miliar atau seperempat dari populasi di seluruh dunia, (Alam 2006), ini menunjukkan bahwa permintaan mereka khususnya mengenai makanan yang halal mulai memiliki dampak yang signifikan pada pasar global. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam memberikan jaminan halal dalam suatu produk terutama kehalalan makanan (Vander dkk., 2012). Penelitian sebelumnya juga mengungapkan bahwa agama dapat mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen pada umumnya, terutama dalam keputusan pembelian makanan dan kebiasaan makan (Assadi, 2003, Bonne dkk., 2007, Delener, 1994, Pettinger dkk., 2004). Saat ini Bahan Pangan Asal Hewan (BPAH) yang diolah dari hasil daging unggas, ruminansia kecil, maupun ruminansia besar banyak dijual di rumah-rumah makan sebagai menu sajian yang dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini juga banyak dijumpai di Kota Banda Aceh sebagai daerah yang dijuluki sebagai Kota Madani dengan penerapan Syari’at Islam, sehingga setiap rumah makan diwajibkan menyajikan makanan yang halal. Pilihan makanan biasanya mencerminkan aspek gaya hidup, budaya, agama, diet dan kesehatan.
169
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
Dari sudut pandang agama muslim, keputusan untuk memilih suatu makanan tergantung pada kehalalannya (Nakyinsige dkk., 2012). Al-Qur’an mewajibkan setiap muslim untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan baik (QS. 2: 168). Berkaitan dengan daging dan produk daging, muslim hanya dapat mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan dan disembelih sesuai dengan syari’at Islam. Halal berarti disembelih dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam. produksi halal makanan tidak hanya bermanfaat untuk umat Islam, tetapi juga untuk produsen makanan non-Muslim (Jusmaliani dan Hanny Nasution, 2009). Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, bahan pangan yang beredar di masyarakat harus sesuai hukum dan syariat Islam, hal ini berarti harus ada keterangan perbedaan antara makanan yang halal dikonsumsi dan makanan yang haram untuk dikonsumsi (Sitompul, 2014). Kriteria makanan halal menurut para ahli di LP POM MUI didasarkan pada bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi dan jenis pengemas produk makanan. Produk halal yang dimaksud yaitu tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi, tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya, Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari’at Islam, Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur dalam syari’at Islam (Depag, 2003). Syarat-syarat produk pangan halal menurut syariat Islam adalah halal dzatnya, halal cara memperolehnya, halal dalam memprosesnya, halal dalam penyimpanannya, halal dalam pengangkutannya, dan halal dalam penyajiannya (Depag, 2003). Peningkatan permintaan konsumsi daging terutama daging sapi di masyarakat tidak mampu diimbangi dengan peningkatan produksi daging sapi. Hal ini memicu kenaikan harga daging sapi. Keadaan tersebut menyebabkan maraknya pemalsuan dan pencampuran daging sapi dengan daging lainnya terutama daging babi pada produk olahan. Pemalsuan ini sangat sering dilakukan karena harga daging babi yang relatif lebih murah dibanding daging sapi serta warna dan bentuk kedua daging yang serupa (Sitompul, 2014). Kasus kecurangan yang terjadi pada produk pangan asal hewan tidak hanya pada produk sapi saja namun, juga pada produk pangan asal unggas, yaitu beredarnya daging glonggongan dan daging ayam tiren (bangkai) di pasar-pasar. Isu ini tentu saja melanggar persyaratan keamanan pangan ASUH, terutama pada aturan kehalalan dimana pelanggaran aturan halal terjadi karena daging babi, daging glonggongan dan daging ayam tiren (bangkai) merupakan daging yang haram dikonsumsi oleh umat muslim (Martindah dan Saptati, 2012). Dalam operasionalisasinya program persyaratan dasar kehalalan meliputi program sanitasi program cara berproduksi secara baik dan halal. program sanitasi yang diperlukan dalam rangka mencegah terjadinya kontaminasi bahaya yang menyebabkan tidak aman dan tidak halalnya produk pangan. program persyaratan dasar ini telah dilaksanakan dan didokmentasi oleh RPH yang dituangkan dalam dokumen SOP Halal (Wiwit dkk., 2006), oleh karena itu Rumah Potong Hewan (RPH) diharapkan dapat menghasilkan produk daging sesuai dengan selera konsumen dan halal, namun juga jaminan kehalalan makanan yang di konsumsi oleh konsumen harus diperhatikan oleh 170
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
penjual rumah makan itu sendiri dalam menjual makanan yang baik kepada kosumen. Terkait dengan hal itu, kurangnya tingkat kesadaran penjual makanan di rumah makan menyebabkan keraguan status kehalalan terutama produk pangan asal hewan. Di daerah kota Banda Aceh terdapat sejumlah rumah makan menjual produk pangan menu daging ayam kepada konsumen. Namun demikian, belum pernah dilakukan penelitian tentang survey status kehalalan produk menu daging ayam yang halal sesuai standar. MATERI DAN METODE Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam bentuk survei lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai pemilik rumah makan yang terpilih sebagai responden penelitian. Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur. Prosedur Penelitian Jenis dan sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data kualitatif berupa pertanyaan, kalimat, alasan-alasan pemilik yang tidak dapat diukur (dihitung) seperti alasan, tujuan dan pengetahuan pemilihan pembelian produk pangan asal hewan serta data lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Data kuantitatif berupa angka-angka berdasarkan kuesioner mengenai identitas responden (umur dan tanggungan keluarga) dan data kualitatif yang diubah ke dalam bentuk angka-angka. Sumber data yang digunakan adalah : a. Data primer yaitu data yang bersumber dari jawaban responden yang diperoleh dari hasil kuesioner. Dalam hal ini pemilik di Rumah Makan di dalam Kota Banda Aceh. b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari data penelitian sebelumnya, literatur dan jurnal, serta dokumen yang menyangkut topik yang sedang diteliti. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pemilik Rumah makan di dalam Kota Banda Aceh. Jumlah sampel responden pada penelitian ini adalah sebanyak 14 rumah makan. Kriteria inklusi responden sebagai sampel penilaian adalah sebagai berikut: a. Berumur ≥ 20 tahun. b. Pemilik Rumah makan di lokasi penelitian (Khalek, 2014). Kriteria eksklusi adalah pemilik Rumah makan di luar Kota Banda Aceh Desain kuesioner Tahap awal pelaksanaan penelitiaan adalah melakukan persiapan kuesioner untuk pengumpulan data penelitian. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 20 pertanyaan dengan dua bagian yaitu: 1. Bagian A berupa identitas responden terdiri dari: a. Nama b. Umur 171
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
c. Agama d. Pendidikan terkahir e. Pekerjaan pokok f. Jumlah penghasilan per bulan 2. Bagian B berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang preferensi pemilik dalam membeli daging berdasarkan pertimbangan kehalalan thayyiban dan ekonomi responden. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah diperoleh hasil mengenai gambaran status kehalalan menu daging ayam yang dijual di Rumah Makan dalam wilayah.Hasil tersebut diuraikan pada bagian dibawah ini. Gambaran Demografi Responden Dari Penelitian ini telah diperoleh keragaman gambaran demografi pada pemilik Rumah Makan menu daging ayam di dalam wilayah.Secara keseluruhan diperoleh sejumlah 14 responden. Sebagian besar yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah kaum laki-laki (78,6%).Sedangkan untuk kaum perempuan hanya sebesar 21,4% (Tabel 1). Selanjutnya katagori umur adalah ≤25 Tahun(35,7%), >35-45 Tahun (35,7%) dan >25-≤35 Tahun (28,6%). Kemudian presentase responden yang berpendidikan pada tingkat SMA/ sederajat sebanyak 71,4% sementara itu responden yang berpendidikan tinggi hanya 28,6%. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa responden terbanyak adalah yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebesar 100%. Dari penelitian yang telah dilakukan juga diketahui pemilik/manager rumah makan berasal dari Banda Aceh sebesar 78,57% dan sebagiannya berasal dari luar Kota Banda Aceh sebesar 21,42%.Sementara itu dari hasil yang diperoleh juga diketahui bahwa pendapatan responden kebanyakan sebesar 42,85% dibawah standar UMR dan hanya14,28% diatas standar UMR. Penelitian ini terlihat ada perbedaan dalam pertimbangan kehalalan.Gambaran umum dari hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Profil responden (Pemilik atau Manager) di rumah makan dalam wilayah Jumlah karakteristik Kategori Responden Persentase ( % ) (Orang) Laki-laki 11 78,6 Jenis kelamin Perempuan 3 21,4 ≤ 25 Tahun 5 35,7 >25 - ≤ 35 Tahun 4 28,6 Umur > 35 - ≤ 45 Tahun 5 35,7
172
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
Pendidikan pekerjaan Tempat tinggal
Penghasilan
ISSN : 2540-9492
SMA / Sederajat Pendidikan Tinggi Wiraswasta Kota Banda Aceh Diluar Kota Banda Aceh ≥ 1.000.000 -≤ 2.500.000 ≥ 2.500.000 - ≤ 3.500.000 >3.500.000 - ≤ 5.000.000 >5.000.000
10 4 14 11 3 6 6 2 -
71,4 28,6 100 78,6 21,4 42,8 42,8 14,3 -
Berdasarkan Tabel 2 dibawah ini bahwa sebagian kecil yang menyembelih daging ayam sendiri yaitu sejumlah14,3%. Sebaliknya sebagian besar yaitu sejumlah 85,7% tidak menyembelih sendiri. Responden lebih banyak mengambil daging ayam berasal dari pasar yaitu sejumlah 64,3%. Daripada Rumah Potong Hewan (RPH) yaitu sejumlah 50%. Selanjutnya sebagian besar responden yang menjamin daging ayam yang dibeli halal untuk dikonsumsi yaitu sejumlah92,9%. Sebaliknya sebagian kecil yang tidak menjamin halal hanyasejumlah 7,1%. Sebagian besar respoden yang yakin ayam disembelih secara halal yaitu sejumlah 92,9%. Sedangkan yang tidak tahu yaitu sejumlah 7,1%. Tabel 2. Pertimbangan responden terhadap pertimbangan kehalalan di rumah makan. Pertanyaan Apakah daging ayam disembelih sendiri Jika disembelih sendiri siapa yang melakukan nya Anda membeli daging dari pasar Apakah membeli daging ayam dari (RPH) Daging ayam yang anda beliterjamin halal untuk dikomsumsi Menurut anda daging ayam yang anda beli disembelih secara halal dasar keyakinan halal apakah disembelih oleh orang beragama
Ya
Jumlah Responden ( Orang ) 2
Tidak
12
85,7
Saya sendiri Karyawan Lainnya Ya Tidak Ya
2 12 9 5 7
14,3 85,7 64,3 35,7 50
Tidak
7
50
Ya
13
92,9
Tidak
1
7,1
Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu
13 1 14 -
92,9 7,1 100 -
Pilihan jawaban
173
Persentase (%) 14,3
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
islam
Halal karena disembelih oleh orang beragama islam asar keyakinan Daging ayam yang disembelih di RPH memenuhi syarat Dirumah makan ini daging ayam memiliki warna yang bagus Untuk meyakinkan daging ayam penyembelihan harus disaksikan Penyembelih menjalan ibadah agama Islam dengan baik Tempat penyembelihan harus memiliki sertifikat halal Tanpa sertifikat halal dapat dianggap halal Pengolahan daging ayam dengan alkohol Minyak yang digunakan halal Keyakinan kehalalan minyak yang digunakan Mendapatkan logo halal di rumah makan Pernah dinilai oleh pihak berwenang Bersedia Jika dilakukan penilaian oleh pihak berwenang
Mengenal penyembelihnya Mengenal penjualnya Melihat langsung penyembelihnya Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Ya Tidak Tidak tahu Lebel halal Bahan tumbuha Lainnya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
3
21,4
5
35,7
6
42,9
7 1 6 11 1 2
50 7,1 42,9 78,6 7,1 14,3
8 5 1 13 1 10 2 2 4 7 3 14 13 1 8 6 11 3 13 1 14 -
57,1 35,8 7,1 92,9 7,1 71,4 14,3 14,3 28,6 50 21,4 100 92,9 7,1 57,1 42,9 78,6 21,4 92,9 7,1 100 -
Yusuf Qardhawi (2000) mendefinisikan istilah halal sebagai segala sesuatu yang boleh dikerjakan, syariat membenerkan dan yang melakukannya tidak dikenai sanksi dari Allah Swt, haram berarti segala sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara” ( hukum islam), jika perkara tersebut dilakukan akan menimbulkan dosa dan jika ditinggalkan akan berpahala, yang dimaksud dengan makanan halal itu sendiri mencakup
174
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
dari proses pemotongan atau penyembelih dilakukan yang menjalankan ibadah dengan baik, penyajiannya. Sebagian besar responden yaitu 50,00%yakin bahwa daging ayam yang disembelih di RPH telah memenuhi syarat sebaliknya (7,1%) yang tidak yakin daging ayam yang disembelih di Rumah potong hewan (RPH) memenuhi syarat. Sedangkan (42,4%) yang tidak mengetahui apakah daging ayam yang di RPH cara penyembelihannya memenuhi syarat atau tidak. Sebagian besar responden yaitu 78,6% daging ayam yang dihidangkan memiliki penampilan warna yang bagus.Kemudian sebagian kecilyaitu 7,1%menyatakan bahwa daging yang dihidangkan memiliki warna yang tidak bagus.Sedangkan yaitu 14,3%tidak mengetahui tampilan warna daging ayam yang bagus.Sebagian besar responden yaitu 57,1%menyakini bahwa kehalalan daging ayam harus disaksikan langsung. Sebaliknya sebagian kecil responden yaitu sejumlah 35,8%menunjukkan bahwa untuk meyakini kehalalan daging ayam tidak harus menyaksikan secara langsung. Sedangkan sebagian besar responden yaitu sejumlah 7,1% tidak mengetahui untuk meyakinkan kehalalannya penyembelihan daging ayam harus disaksikan secara langsung. Selanjutnya sebagian besar responden mengatakan 92,9% untuk memastikan daging ayam halal untuk dijual maka harus disembelih oleh orang yang beragama islam dan menjalankan ibadah dengan baik, Namun sebagian kecil responden7,1% tidak mengetahui untuk memastikan kehalalan daging ayam maka harus disembelih oleh orang yang beragama islam dan orang yang menjalankan ibadah agama dengan baik. Kemudiansebagian respondenyaitu 71,4%mengatakan setiap tempat penjualan daging ayam harus memiliki sertifikat halal. Sebaliknya sebagian kecil responden yaitu 14,3% berpendapat bahwa setiap tempat penjualan daging ayam tidak harus memiliki sertifikat halal. Selanjutnyarespondenyaitu (14,3%) tidak mengetahui setiap tempat penjualan daging ayam harus memiliki sertifikat halal. Kemudian sebagian besar responden yaitu 28,6% mengatakan daging ayam yang dijual tanpa sertifikat dapat dianggap daging ayam halal, sebaliknya sebagian besar responden yaitu 50,00% mengatakan daging ayam yang dijual tanpa sertifikat dapat ditanyakan daging ayam yang tidak halal. Selanjutnya responden yaitu 21,4%tidak mengetahui. Kemudian Sebagian besar responden yaitu 100,00% menjawab dalam pengolahan daging ayam tidak ada menambahkan bahan atau bumbu seperti alkohol. Penentuan kehalalan suatu bahan pangan adalah tidak mengandung alkohol atau komponen yang memabukkan,bukan hewan yang buas, bertaring, berkukupanjang dan babi. Untuk bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan ikan dijamin kehalalannya, yang menjadi titik kritis keharamannya dari alat dan bahan yang ditambahkan ketika pengolahan juga kemasan. Sedangkan untuk bahan pangan yang berasal dari hewan yang dihalalkan untuk dikonsumsi, yang menjadi titik kritisnya adalah cara penyembelihan, alat dan bahan yang digunakan atau ketika pengolahan, juga pengemasannya. (Ramli, 2012) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Religion (agama) dapat mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen secara umum (Assadi 2003; Bonne dkk, 2007; Delener, 1994; Pettinger dkk, 2004) khususnya pada keputusan pembelianmakanan dan kebiasaan makan (Bonne dkk, 2007). Delener (1994) menyatakan bahwa religiositymerupakan salah satu aspek budaya terpenting yangmempengaruhi perilaku konsumen.Itulah sebabnyamengapa religiousnesssebagai nilai yang pentingdalam struktur kognitif konsumen individu, dapatmempengaruhi perilaku seseorang. Hasil penelitianJusmaliani dan Hanny Nasution (2008) menjelaskantentang pengaruh aspek religiusitas terhadap minatuntuk membeli 175
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
produk halal, dan perilaku membelibukan semata-mata merupakan fungsi rasa dan harga,namun juga mempertimbangkan religi (agama).Secara khusus, penelitian ini memberikan buktiempiris mengenai aspek yang mempengaruhi minat untuk mengkonsumsi daging halal. Selanjutnya sebagian besarresponden yaitu92,9% meyakinkan minyak yang digunakan halal untuk dikonsumsi. Kemudiansebaliknya hanya 7,1% tidak mengetahui minyak yang digunakan halal atau tidak. Namun kemudian sebagaian besar responden yaitu 57,1%meyakini kehalalan pada minyak yang digunakan disebabkan oleh label halal. Sebagian responden hanya 42,9%menyatakan keyakinan kehalalan pada minyak yang digunakan olahan bahan dari tumbuhan. Kemudian sebaian besar responden yaitu 78,6% yang mendapatkan logo halal di rumah makan. Sedangkan sebagian kecil responden hanya 21,4% yang tidak mendapatkan logo halal di rumah makan. Sebagian besar responden yaitu 92,9% mengatakan Rumah Makan pernah dinilai oleh pihak berwenang. Namun sebaliknya hanya 7,1% responden yang mengatakan Rumah Makan yang belum pernah dinilai oleh pihak berwenang. Kemudian Sebagian besar responden yaitu 100% bersedia jika dilakukan penilaian kehalalan di rumah makan oleh pihak berwenang. Sebaliknya tidak ada responden yang tidak bersedia jika dilakukan penilaian oleh pihak berwenang. Label berkaitan erat dengan kemasan. label merupakan bagian dari suatuproduk dan penjual. sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang digantungkan pada produk. Labelmerupakan salah satu bagian dari ciri sebuah produk yang memberikan informasi kepada konsumen, maka penjual sudah selayaknya juga merancang label sebaikmungkin yang bisa memuaskan konsumen dalam mencari informasi melalui labeldan tentunya juga disesuaikan dengan perundang-undangan tentang pelabelan pada produk tertentu. Philip Kotler (1999) menyebutkan beberapa fungsi dari pada label antara lain; Mengidentifikasi produk atau merek, menggolongkan produk, menjelaskan beberapa hal mengenai sebuah produk (pembuat, waktu membuat, tempat membuat, isi produk, cara pemakaian, petunjuk keamanan). Walaupun telah disebutkan makanan halal lebih banyak daripada yang haram, namun dengan semakin majunya teknologi pengolahan makanan menjadi tidak mudah lagi untuk dapat mendeteksi secara langsung akan kehalalan makanan yang akan kita konsumsi bahkan untuk mendeteksi daging yang dipotong sesuai syariah, disitulah pencantuman sertifikat/label halal menjadi penting. Pencantuman label/ sertifikat tentunya akam menambahkan keyakinan konsumen untuk tidak ragu lagi mengkonsumsinya (Yusuf Qardhawi, 2000). Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam.Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal. Pemberian tanda halal dalam bentuk label halal merupakan upaya perlindungan konsumen muslim yang merupakan konsumen terbesar di Indonesia. Untuk itu, kewajiban pencatuman label halal dapat sangat membantu konsumen muslim untuk dapat memilih produk yang akan dikonsumsinya. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa pencantuman label halal baru dapat dilakukan oleh perusahaan manakala produk yang dimilikinya telah mendapatkan Sertifikat Halal dari MUI. Selain itu, bentuk logo halal yang khas dan seragam sangat di dambakan konsumen mengingat saat ini belum ada keseragaman logo halal sehingga dapat membingungkan mana logo halal yang didukung oleh Sertifikat Halal dan mana yang tidak (Girindra,2006). 176
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas.Makna yang sebenarnya dari RPH adalah kompleks bangunan dengan desain tertentu yang dipergunakan sebagai tempat memotong hewan secara benar bagi konsumsi masyarakat luas serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis tertentu.Dengan demikian diharapkan bahwa daging yang diperoleh dapat memenuhi kriteria ASUH (aman, sehat, utuh, halal) dan berdaya saing tinggi (Septina, 2010). KESIMPULAN 1. Pengetahuan pemilik rumah makan terhadap status kehalalan menu daging ayam yang dijual diwilayah Kota Banda Aceh tergolong baik. 2. Sikap pemilik rumah makan terhadap status kehalalan menu daging ayam yang dijual di wilayah Kota Banda Aceh tergolong baik. 3. Tindakan pemilik rumah makan terhadap status kehalalan menu daging ayam yang dijual di wilayah Kota Banda Aceh tergolong cukup baik. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2012. Pengembangan Produk Halal pada Industri Peternakan. http://bangazul.com/pengembangan-produk-halalpadaindustripeternakan.html. 8 Maret 2016. Alam, F. 2006. I’m lovin’ It-Halal Style. Retrieved from. http://commentisfree.guardian.co.uk. 8 Mei 2016. Anil, M.H. 2012. Religious slaughter: A current controversial animal welfare issue. Animal Frontiers. 3(2):64-67. Apriyantono, A.G., Hermanianto, dan Nurwahid. 2003. Pedoman Produksi Halal. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. Assadi, D. 2003. Do religions influence customer behavior confronting religious rules and marketing concepts. Cahiers du. 5:2-13. Assadi, D. 2003. Do religions Influence Customer Behavior Confronting religious rules and CEREN. Journal. 5:2-13. Bahri, S., Yuningsih, R. Maryam, dan P. Zahari. 1994. Cemaran aflatoksin pada pakan ayam yang diperiksa di laboratorium toksikologi Balitvet tahun 1991-1998. Penyakit Hewan. 26(47):39-42. Bonne, K., I. Vermeir, Bergeaud-Blackler, and W. Verbeke. 2007. Determinants of halal meat consumption in france. British Food Journal. 109(5):367-386. Bonne, K., Iris, V., Florence, B., Wim, V. 2007. Determinants of halal meat consumption in france. British Food Journal. 9(5): 367-386. Delener, N. 1994. Religious contrasts in consumer decision behaviour patterns: their dimensions and marketing implications. European Journal of Marketing. 28(5):36-53.
177
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
Departemen Agama RI. 2003. Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Tanya Jawab Seputar Produk Halal, Jakarta. Departemen Agama RI. 2003. Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji. Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta. Endang. 2010. Perilaku Konsumsi Muslim dalam Mengkonsumsi Makanan Halal. Pusat penelitian ekonomi (LIPI), Jakarta. Girinda, Aisjah. 2006. Manjamin kehalalan dengan label halal. Perspektif food Review Indonesia 1(9):12-13. Jusmaliani dan H. Nasution. 2009. Religiosity Aspect in Consumer Behavior: Determinants of Halal Meat Consumption. Asean Marketing Journal. 2(1):1-2. Khalek, A.A. 2014. Young consumers’ attitude towards halal food outlets and jakim’s halal certification in Malaysia. Procedia Social and Behavioral Sciences. 121:26-34. Martindah, E. dan R.A. Saptati. 2012. Kesehatan dan keamanan pangan produk hewani. Jurnal Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia. 2(2):1-7. Murdiati, T.B. 2006. Jaminan keamanan pangan asal ternak: dari kandang hingga piring konsumen. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(1): 22-30. Nakyinsige, K., Y.B. Che Man, A.Q. Sazili, 2012. Halal authenticity issues in meat and meat products. Journal Meat Science. 91:207-214. Philip, K. 1999. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol, Jilid I PT. Prenhalindo, Jakarta. Pettinger, C., M. Holdsworth, and M. Gerber, 2004. Psycho-social influences on food choice in southern france and central england. Appetite. 42:307-316. Pettinger, C., Holdsworth, M., Gerber, M. 2004. Psycho-social influences on food choice in Southern France and Central England. Appetite. 42(3):307-316. Qardhawi, Yusuf., Surabaya : P.T. Bina Ilmu, 2000 Risnajati, Dede. 2010. Penagruh lam penyimpanan dalam lemari Es terhadap PH.Daya Ikat Air,dan Susut Masak Karkas Boiler yang DikemasPlastik Polyethylen. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei,2010,Vol.XIII, No.6. Ramli, Anuar. AIzat Jamaluddin, Mohammad. 2012. Syeikh Muhammad Arshad b.Abdullah al-Banjari”s contribution of figh of foods in sabil al-muhtadin. Jurnal Al-Tamaddun Bil.7(2):61-76 Sitompul, Y.Y. 2014. Pengembangan Metode Multipleks PCR Gen MT-12s r-RNA untuk Mendeteksi Cemaran Daging Babi pada Produk Olahan Asal Daging Sapi. Skripsi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 2008. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Septina. 2010. Rumah Potong Hewan (RPH) sapi. http://septina.blogspot.com/2010/03/27 rumah potong hewan.html. (Diakses Tanggal 20 September 2016). Thahir, R., S.J. Munarso, dan S. Usmiati. 2005. Review hasil-hasil penelitian keamanan pangan produk peternakan. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian., Bogor. 178
JIMVET. 01(2): 169-179 (2017)
ISSN : 2540-9492
Undang-undang Republik Indonesia nomor 33 tahun 2014. Tentang jaminan produk halal. Vander, S.M., H.J. Van Der Fels-Klerx, P. Sterrenburg, S.M.van Ruth, I.M.J. ScholtensToma and E.J. Kok. 2012. Halal assurance in food supply chains: Verification of halal certificates using audits and laboratory analysis. Journal Trends in Food Science dan Technology. 27:109-119. Wiradarya, T.R . 2005 . Keamanan produk peternakan ditinjau dari aspek pascapanen; Permasalahan dan solusi (ulasan). Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan.14:28-33 Yustinus dan Marsono. 2007. Prospek pengembangan makanan fungsional. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 7(1):2-9. Zulfanita, D. Hanung, Arifin, dan Priyono. 2013. Keamanan dan pengamanan pangan produk daging sapi bermutu dan halal Di Indonesia. Surya Agritama. 2(1):2-13. Wawasan digital on line . 2007. Daging Glonggongan Susut 40% dan Cepat Busuk. http://www.wawasan. Digital.com. Diakses 16 Maret 2016. Wiwit, E., R. Syarief, dan J. Hermanianto. 2006. Pengembangan konsep sistem jaminan halal di rumah potong ayam (studi kasus pada industr daging ayam). Jurnal Teknol dan Industry Pangan. 16(3):1-8.
179