PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN PADA HULU BENDUNG DAN PENGGUNAAN KOLAM OLAK TIPE SOLID ROLLER BUCKET TERHADAP LONCAT AIR DAN GERUSAN SETEMPAT (Effect of Inclination Variation At Upstream Dam and Usage of Stilling Basin Solid Roller Bucket Type To Hydraulic Jump and Local Scouring) perpustakaan.uns.ac.id
SKRIPSI
digilib.uns.ac.id
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
JATI IRAWAN NIM : I 1107057
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Jati Irawan, 2011, Pengaruh Variasi Kemiringan Pada Hulu Bendung dan Penggunaan Kolam Olak Tipe Solid Roller Bucket Terhadap Loncat Air dan Gerusan Setempat, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bendung merupakan bangunan air yang berfungsi meninggikan muka air sungai, di beberapa tempat, hulu bendung sering dibuat miring dengan variasi 3:1, 3:2 dan 3:3. Akibat didirikanya bendung terjadi loncat hidrolis yaitu perubahan aliran subkritis menjadi superkritis dan kembali lagi menjadi subkritis, proses ini mengakibatkan gerusan lokal di hilir bendung. Untuk mengurangi gerusan tersebut di bagian hilir bendung ditambah bangunan peredam energi atau kolam olak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kemiringan hulu bendung dengan kolam olak solid roller bucket terhadap bentuk gerusan dan kedalaman air di hilir bendung. Penelitian dilakukan di Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS. Penelitian ini menggunakan flume dengan ukuran 8 x 25 x 500 cm, bendung tipe ogee dan kolam olak. Sedimen yang digunakan pasir yang berukuran 1,18 mm. Dari hasil penelitian dapat diketahui beberapa kesimpulan. Pertama, kedalaman air saat awal loncat hidrolis lebih rendah dibandingkan setelah loncatan, tetapi energi spesifik saat awal loncat hidrolis lebih besar dibanding setelah loncatan. Kemudian pada saat kedalaman kritis terjadi energi spesifik minimum. Kedua, semakin besar debit yang dialirkan pada saluran semakin besar pula kedalaman gerusan lokal. Ketiga, saat terjadi peristiwa loncat hidrolis, dengan bertambahnya kedalaman air dan menurunnya kecepatan, kondisi aliran berangsur-angsur berubah dari superkritis menjadi subkritis. Kesimpulan yang terakhir, dengan debit yang sama, bentuk gerusan yang terjadi pada masing-masing variasi kemiringan relatif sama.
Kata kunci : bendung, kolam olak, loncat hidrolis, gerusan lokal,
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Jati Irawan, 2011, Effect of Inclination Variation At Upstream Dam and Usage of Stilling Basin Solid Roller Bucket Type To Hydraulic Jump and Local Scouring, Final Project of Civil Engineering Departement of Faculty Engineering of Sebelas Maret University. Dam is the water building functioning to elevate the river water surface in several places, the dam upstream is frequently made obliquely with 3:1, 3:2 and 3:3 variations. As a result of dam building, hydraulic jump occurs, namely the change of sub-critical flow into super-critical one and into sub-critical one anymore, this process results in local scouring in the dam downstream. In order to reduce such the abrasion the energy dissipator building is added to the dam downstream or stilling basin. The objective of research is to find out the effect of dam upstream slope with solid roller bucket type of stilling basin on the water abrasion and depth in dam downstream. This research was taken place in Hydraulic Laboratory of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of UNS. This study used flume with 8 x 25 x 500 cm dimensions, ogee type of dam and stilling basin. The sediment used is 1.18 mm in size. From the result of research, several conclusions can be drawn. Firstly, water depth during initial hydraulic jump is lower than that after the jump, but specific energy during initial hydraulic jump is larger than that after the jump. Then, in critical depth, the minimum specific energy occurs. Secondly, the higher the debit flowed to the channel, the deeper the local abrasion depth is. Thirdly, during hydraulic jump event, with the increased water depth and decreased speed, the condition of flow changes gradually from super-critical to sub-critical. The final conclusion is that with the same debit, the form of abrasion occurring in individual slope variations relatively the same.
Keywords: dam, stilling basin, hydraulic jump, local scouring.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
2
1.3. Batasan Masalah
2
1.4. Tujuan Penelitian
3
1.5. Manfaat Penelitian
4
BAB 2. LANDASAN TEORI
5
2.1. Tinjauan Pustaka
5
2.2. Landasan Teori
9
2.2.1. Aliran Air Pada Bendung
9
2.2.2. Debit Aliran
11
2.2.3. Bilangan Froude
12
2.2.4. Mercu Pelimpah
13
2.2.5. Kolam Olak Solid Roller Bucket
16
2.2.6. Loncat Air
18
2.2.7. Energi Spesifik commit to user
21
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.8. Gerusan Lokal
23
2.2.9. Program Surfer 8.0
24
BAB 3. METODE PENELITIAN
26
3.1. Umum
26
3.2. Lokasi Penelitian
26
3.3. Peralatan dan Bahan
26
3.4. Tahap Penelitian
32
3.4.1. Tahap Persiapan Sedimen
32
3.4.2. Tahap Persiapan Alat
32
3.4.3. Tahap Running Pelaksanaan Penelitian
33
3.4.4. Tahap Pengambilan Data
33
3.4.5. Tahap Pengolahan Data
34
3.4.5.1. Pembuatan Pemodelan Tiga Dimensi dengan
34
Software Surfer 8.0 3.4.6. Tahap Pembahasan
39
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
42
4.1. Analisis Sedimen
42
4.2. Hasil Pengujian (Running Model)
42
4.2.1. Data Pengujian Aliran Pada Pelimpah
42
4.2.2. Data Pengujian Gerusan
44
4.3. Pengolahan Data
52
4.4. Pembahasan Data
63
4.4.1. Hubungan Kedalaman Air dengan Energi Spesifik
63
dari Loncat Hidrolis 4.4.2. Hubungan Debit (Q) dan Kedalaman Maksimal
66
Gerusan (Z maks) dengan Kemiringan Pada Hulu Bendung 4.3.3. Hubungan Kedalaman Air (Y) dengan bilangan Froude (Fr) commit to user
ix
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3.4. Hubungan Variasi Debit (Q) dan Kemiringan Pada Hulu
Bendung
Terhadap
Panjang
70
Maksimal
Gerusan Yang Terjadi (X maks) BAB 5. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan
72
5.2. Saran
72
DAFTAR PUSTAKA
74
LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Air merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi untuk kelangsungan hidup bagi semua makhluk, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi pemanfaatan air semakin meningkat, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), industri dan irigasi, untuk menunjang dan memudahkan itu semua dibuat bangunan air seperti waduk, pintu air, saluran irigasi atau drainase, dan bendung.
Bendung merupakan bangunan air yang terletak di sungai dan posissinya melintang bertujuan untuk meninggikan muka air, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk irigasi. Selain itu bendung juga berfungsi sebagai pengendali sedimen dan mengatur pola aliran debit agar biota didalam air sungai tetap terjaga. Bendung terdiri dari beberapa bagian, seperti mercu pelimpah, tubuh bendung, pondasi dan kolam olak atau apron. Peninggian muka air karena adanya pembendungan akan mengakibatkan adanya aliran yang deras di bagian hilir. Jika dalam suatu aliran terjadi perubahan jenis aliran dari super kritis ke subkritis, maka akan terjadi suatu loncatan hidrolis air yang disebut Hidraulic Jump. Tinggi loncatan hidrolis tergantung pada kecepatan dan banyaknya air yang mengalir. Loncatan hidrolis terjadi di daerah antara hulu sampai dengan hilir bangunan air.
Loncatan hidrolis ini menyebabkan turbulensi, yang melepaskan energi cukup besar. Turbulensi ini merupakan olakan air yang membawa aliran berbalik arah vertikal, sehingga mampu membawa material-material dasar saluran di hilir bangunan. Jika debit air besar, dan selisih permukaan di hulu dengan di hilir tinggi, maka turbulensi yang terbentuk sangat besar dan mampu membawa material sedimen lebih banyak, sehingga muncul gerusan lokal (local scouring) di dasar hilir pelimpah. Bila gerusan ini besar, maka akan berbahaya bagi bangunan commit to user air di atasnya. 1
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan bangunan peredam energi di hilir bendung atau kolam olak. Penelitian ini menggunakan kolam olak tipe solid roller bucket yang bentuknya setengah lingkaran dan bendung tipe ogee dengan variasi kemiringan 3:1, 3:2 dan 3:3. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat sejauh mana pengaruh variasi kemiringan hulu bendung dengan penggunaan kolam olak solid roller bucket terhadap loncatan hidrolis dan karakteristik gerusan.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana hubungan antara kedalaman air di hilir pelimpah dengan energi spesifik akibat loncat hidrolis pada berbagai variasi kemiringan bagian hulu pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olak solid roller bucket ? 2. Bagaimana Hubungan debit dan kedalaman maksimal gerusan sedimen dengan penggunaan variasi kemiringan pada hulu bendung dan kolam olak tipe solid roller bucket? 3. Bagaimana hubungan debit terhadap bilangan froude saat terjadinya loncat hidrolis akibat variasi kemiringan hulu pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olakan tipe solid roller bucket? 4. Bagaimana bentuk gerusan yang terjadi di hilir akibat variasi kemiringan hulu pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olak tipe solid roller bucket?
1.3
Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut : 1.
Percobaan dalam perencanaan ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret dengan menggunakan alat saluran/flume dari bahan flexy glass berukuran 8 cm x 25cm x 500cm,
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Percobaan hanya menggunakan lima macam variasi debit yang akan dialirkan ke saluran/flume. debit yang digunakan adalah 0,3 x 10-3 m3/s, 0,429 x 10-3 m3/s, 0,536 x 10-3 m3/s, 0,750 x 10-3 m3/s dan 0,938 x 10-3 m3/s,
3.
Kemiringan dasar saluran 1%,
4.
Percobaan hanya menggunakan tiga macam variasi kemiringan tubuh bendung, yaitu 3:1, 3:2, dan 3:3,
5.
Kekasaran saluran tidak ditinjau,
6.
Tanah dasar untuk mengukur gerusan yang terjadi pada percobaan ini menggunakan butiran tanah dengan diameter 1,18 mm,
7.
Pengamatan dilakukan setelah aliran stabil,
8.
Pengamatan dilakukan selama 5 menit per variasi kemiringan tubuh bendung,
9.
Software pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah Surfer 8.0.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari percobaan penelitian ini adalah untuk : 1.
Mengetahui hubungan antara kedalaman air di hilir pelimpah dengan energi spesifik akibat loncatan hidrolis pada pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olak solid roller bucket.
2.
Mengetahui hubungan debit dan kedalaman maksimal gerusan sedimen dengan penggunaan variasi kemiringan pada hulu bendung dan kolam olak tipe solid roller bucket.
3.
Mengetahui hubungan debit terhadap bilangan froude saat terjadinya loncatan hidrolis akibat variasi kemiringan hulu pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olak tipe solid roller bucket.
4.
Mengetahui bentuk gerusan yang terjadi di hilir akibat variasi kemiringan hulu pelimpah ogee dengan penggunaan kolam olak tipe solid roller bucket.
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
1.5
digilib.uns.ac.id
Manfaat Penelitian
Manfaat dari percobaan penelitian ini diharapkan untuk : 1. Memberikan masukan dan ide yang dapat dikembangkan secara lebih lanjut kepada
praktisi
di
bidang
keairan,
khusunya
mengenai
model
bendung/pelimpah hulu miring dengan kolam olakan tipe bak tenggelam (roller bucket type). 2. Memberikan alternatif model bendung, sehingga dapat mempertimbangkan bentuk bendung yang paling efektif dan ekonomis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Pada bagian hilir bendung, terutama bagian hilir kolam olak terdapat fenomena perubahan aliran dari aliran superkritis menjadi subkritis yang menyebabkan terjadinya loncatan hidrolis. Akibat loncatan hidrolis sering menimbulkan gulungan ombak atau pusaran besar yang menyebabkan gerusan pada dasar saluran, terutama bagian hilir yang tidak diberi pelindung atau proteksi. A. J. Peterka dalam Hydraulic Design of Stilling basins and energy dissipators (1984) telah melakukan penelitian tentang penggunaan bermacam – macam bentuk kolam olak tipe bucket terhadap loncatan hidrolis dan pengaruhnya terhadap gerusan sedimen yang dihasilkan.
Umumnya loncatan hidrolis berhubungan dengan pengaturan aliran hilir (aliran subkritis) dan pengaturan aliran hulu (aliran superkritis). Bermula dari aliran subkritis di hulu bangunan air dalam hal ini bangunan air yang dipakai adalah pelimpah yang tenang, karena memang aliran subkritis identik dengan aliran yang tenang, Fr < 1. Kemudian karena adanya pelimpah, berarti dasar saluran berubah secara tiba-tiba, menyebabkan aliran berubah menjadi superkritis dengan Fr > 1. Aliran tadi kemudian ingin menyesuaikan diri dengan kondisi saluran hilir, maka aliran berubah kembali menjadi subkritis. Perubahan ini memunculkan olakan air disertai dengan pelepasan energi yang cukup besar, dikarenakan muka air yang berubah drastis. Menurut Chow VT (1992) dalam Dimas Bayu (2008), pelepasan energi secara mendadak pada aliran air di saluran terbuka terjadi jika aliran mengalami perubahan tiba-tiba baik pada kecepatan atau kedalamannya.
Loncatan hidrolis menimbulkan penghancuran energi yang mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring). Legono (1990) dalam Dimas Bayu (2008) menjelaskan bahwa gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai commit to user 5
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai. Gerusan merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di dasar sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai yang berbentuk tikungan dan penyempitan aliran sungai atau adanya bangunan air seperti bendung, pilar jembatan dan pintu air. Menurut Raudkivi (1991) dalam Jaji Abdurrosyid (2009) mendefinisikan gerusan yang terjadi pada suatu struktur dapat dibagi berdasarkan dua kategori yaitu :
1. Tipe Gerusan a. Gerusan umum (general scour) merupakan gerusan yang terjadi akibat dari proses alami dan tidak berkaitan sama sekali dengan bangunan yang ada di sungai b. Gerusan di lokalisir (constriction scour) merupakan gerusan yang disebabkan oleh penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat c. Gerusan lokal (local scour) merupakan gerusan akibat langsung dari struktur pada alur sungai. Proses terjadinya gerusan lokal biasanya dipicu oleh tertahannya angkutan sedimen yang dibawa bersama aliran oleh struktur bangunan dan peningkatan turbulensi aliran akibat adanya gangguan dari suatu struktur.
2. Gerusan dalam perbedaan kondisi angkutan a. Kondisi clear water scour dimana gerusan dengan air bersih terjadi jika material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak terangkat. b. Kondisi live bed scour dimana gerusan yang disertai dengan angkutan sedimen material dasar saluran.
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Kedalaman Gerusan Sebagai Fungsi Waktu (Richardson dkk,1990)
Menurut Syeh Qomar (2003) gerusan lokal adalah gerusan yang biasa terjadi apabila sungai atau saluran dibangun penghalang atau penghambat laju aliran (seperti jembatan,bendung dan pintu air) sampai terjadi perubahan yang mendadak pada arah aliranya. Gerusan lokal dimaksudkan sebagai pengikisan dasar saluran atau sungai yang terjadi pada cakupan luasan yang kecil di sekitar bangunan air. Menurut Pragnjono Mardjikoen (1987) dalam Dimas Bayu (2008) bahwa penentuan ukuran sedimen menggunakan berbagai macam cara sesuai jenis sedimennya, yaitu : a. Batu, kerakal, kerikil : pengukuran langsung dari isi atau beberapa diameter b. Kerikil, pasir
: analisis saringan
c. Pasir halus, lumpur : analisis mikroskopik atau sedimentasi
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rapat massa butiran sedimen (< 4 mm) umumnya tidak banyak berbeda. Karena pasir yang paling bayak terdapat di sedimen alam, rata-rata dapat dianggap rapat massanya ρs = 2650 kg/m3.
Tabel. 2.1. Klasifikasi Butiran Menurut AGU. Ukuran (mm) Klas 4000-2000 Very large boulder 2000-1000 Large bulder 1000-500 Medium boulder 500-250 Small boulder 250-130 Large cobles 130-64 Small cobles 64-32 Very coarse gravel 32-16 Coarse gravel 16-8 Medium gravel 8-4 Fine gravel 4-2 Very fine gravel 2-1 Very coarse sand 1-0,5 Coarse sand 0,5-0,25 Medium sand 0,25-0,125 Fine sand 0,125-0,062 Very fine sand 0,062-0,031 Coarse silt 0,031-0,016 Medium silt 0,016-0,008 Fine silt 0,008-0,004 Very fine silt 0,004-0,002 Coarse clay 0,002-0,001 Medium clay 0,001-0,0005 Fine clay < 0,0005 Very fine clay (Sumber: American Geophysical Union)
commit to user
Keterangan Boulder
Cobles
Gravel
Sand
Silt
Clay
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Aliran Air Pada Bendung
Aliran air pada saluran dapat berupa aliran saluran muka air bebas dan aliran dalam pipa. Aliran pada saluran muka air bebas mempunyai muka air yang bebas dimana tekanan pada permukaan air sama dengan tekanan atmosfir. Aliran dalam pipa tidak mempunyai muka air bebas sehingga tidak mempunyai tekanan atmosfir langsung tetapi mempunyai tekanan hidrolik.
K.G Ranga Raju (1986) membedakan saluran terbuka menurut asalnya menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak sungai di pegunungan, sungai besar, sampai ke muara sungai. Saluran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran banjir, saluran pembangkit listrik, dan saluran irigasi.
Klasifikasi aliran dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu : 1. Berdasarkan fungsi waktu, Aliran dapat dibedakan sebagai berikut : a. Aliran tetap (steady flow) Apabila kedalaman dan kecepatan aliran tidak berubah atau konstan sepanjang waktu tertentu.Contoh dari aliran tetap adalah perencanaan saluran irigasi dan drainase untuk periode yang panjang.
b. Aliran tidak tetap (unsteady flow) Apabila kedalaman dan kecepatan aliran berubah sepanjang waktu tertentu. Contoh dari aliran ini adalah sungai selama banjir dengan perbedaan debit yang besar.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Berdasarkan fungsi ruang, Aliran dapat dibedakan sebagai berikut : a. Aliran Seragam (Uniform flow) Aliran seragam adalah aliran yang tidak mengalami perubahan baik besar maupun arah, dengan kata lain tidak terjadi perubahan kecepatan rata-rata, kedalaman air, debit dan penampang lintasan. b. Aliran Tidak Seragam (Non Uniform Flow) Aliran tidak seragam adalah suatu aliran yang mengalami perubahan kedalaman, kecepatan rata-rata dan debit. Contoh dari aliran ini adalah sungai yang memiliki tampang lintang yang berubah-ubah.
Chow VT(1989) dalam M. Yushar (2010), menyatakan bahwa aliran seragam (Uniform flow) adalah aliran yang mempunyai kecepatan konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan sejajar, dan distribusi tekanan adalah hidrostatis serta luas penampang tidak berubah terhadap ruang, baik besar maupun arahnya.
Selain itu aliran juga dapat dibedakan berdasarkan tipe alirannya, yaitu subkritis, kritis, dan superkritis. 1. Aliran subkritis Apabila gaya berat lebih besar daripada gaya inersia, sehingga air akan mengalir dengan kecepatan rendah. Pada aliran subkritis Fr < 1, jika kecepatan perambatan gelombang lebih besar daripada kecepatan rata – rata aliran, makaa gelombang dapat bergerak ke arah hulu. 2. Aliran superkritis Apabila gaya berat sangat lemah dibandingkan dengan gaya inersia, sehingga air akan mengalir dengan kecepatan tinggi. Pada aliran superkritis Fr > 1, jika kecepatan perambatan gelombang lebih kecil daripada kecepatan rata – rata aliran, maka gelombang hanya bergerak ke arah hilir. 3. Aliran kritis Antara keadaan subkritis dan superkritis terdapat aliran kritis. Pada aliran kritis Fr = 1. commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.2 Debit Aliran Debit aliran dalam Dimas Bayu (2008) merupakan fungsi dari kecepatan dan luas penampang basah, dapat dinyatakan dengan volume aliran per satuan waktu atau jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satu satuan waktu. Debit aliran pada umumnya diberi notasi Q, dengan satuan meter kubik per detik (m3/dt). Bila tampang lintang saluran tegak lurus dengan aliran adalah A (m2), maka debit aliran ditulis :
Q=A.v
(2.1)
dengan : Q = debit aliran (m3/dt), A = Luas penampang basah (m2), v = kecepatan aliran (m/s).
Debit aliran sirkulasi pada flume juga di ukur secara manual dengan cara menakar volume aliran pada interval waktu tertentu. Alat ukur yang digunakan menyatu dengan bak penampung air. Debit aliran diukur dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan T (detik) untuk menampung volume air V (liter), sehingga debit aliran ditulis sebagai :
Q=
扨
(2.2)
dengan : Q = debit aliran (liter/dt), v = Volume air (liter), t = Waktu (detik) .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12
digilib.uns.ac.id
2.2.3 Bilangan Froude
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran subkritis, kritis, dan super kritis. Aliran disebut sub kritis apabila gangguan (misalnya batu dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan geombang) yang terjadi di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Dalam hal ini kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Penentuan keadaan aliran dapat dilihat dari bilangan Froude yang ditentukan sebagai berikut: 扨 Fr = (2.3) 猪 . dengan : Fr
= bilangan Froude,
v
= kecepatan aliran (m/s),
g
= percepatan gravitasi (9,8 m/s2),
Y
= kedalaman aliran (m).
Gambar 2.2 Pola Penjalaran Gelombang di Saluran Terbuka (M. Yushar, 2010) commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 menunjukkan perbandingan antara kecepatan aliran dan kecepatan rambat gelombang karena adanya gangguan. Pada Gambar 2.2.a gangguan pada air diam (v = 0) akan menimbulkan gelombang yang merambat ke segala arah. Gambar 2.2.b menunjukkan aliran sub kritis dimana gelombang masih bisa menjalar ke arah hulu. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr < 1. Gambar 2.2.c adalah aliran kritis dimana kecepatan aliran sama dengan kecepatan rambat gelombang. Dalam keadaan ini Fr = 1. Sedangkan Gambar-2.2.d adalah aliran super kritis dimana gelombang tidak bisa merambat ke hulu karena kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan rambat gelombang. Keadaan ini bilangan Froude Fr > 1.
2.2.4 Mercu Pelimpah Pelimpah atau bendung adalah bangunan air yang berfungsi untuk meninggikan muka air agar dapat dimanfaatkan untuk irigasi atau keperluan lainnya. Biasanya pelimpah dilengkapi dengan bangunan intake yang kemudian berhubungan dengan saluran irigasi primer. Kadang juga masyarakat mengambil air dari pelimpah tidak melalui saluran irigasi, melainkan langsung dari sumber tampungan air di pelimpah dengan menggunakan pompa sedot. Beberapa orang sering menyamakan istilah bendung atau pelimpah ini dengan bendungan. Padahal secara fungsi berbeda. Tabel berikut menjelaskan perbedaan fungsi beberapa bangunan air yang seringkali rancu di masyarakat.
Tabel 2.2. Perbedaan Check Dam, Bendung, dan Bendungan. Nama Check Dam
Fungsi Utama
Lokasi
Menahan material dari daerah Zona produksi pegunungan
Bendung
Menaikkan muka air
Bendungan
Menampung dan meninggikan Zona muka air, mengendalikan banjir
Zona transportasi produksi,
zona
transportasi, zona sedimen
Penjelasan zona-zona di atas divisualisasikan dalam gambar : commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Zona Zona Sedimen
Transportasi
Laut
Zona Produksi
Gambar 2.3. Pembagian Zona Daratan Berkaitan Dengan Bangunan Air.
Pelimpah sendiri terdiri dari bermacam – macam tipe. Kadang setiap negara memiliki tipe-tipe yang berbeda. Secara umum, yang menjadi dasar pembedaan pelimpah-pelimpah tersebut adalah bentuk mercu pelimpahnya. Mercu adalah bagian paling atas pelimpah, yang berinteraksi langsung dengan aliran air yang melimpas. Sehingga bentuk mercu menentukan karakteristik aliran yang terjadi di hilir kemudian. Di Indonesia umunya digunakan dua tipe mercu untuk bendung pelimpah yaitu : tipe Ogee dan tipe Bulat.
Gambar 2.4 Bentuk Mercu Tipe Ogee dan Tipe Bulat (KP-02)
Pada penelitian ini penyusun menggunakan mercu tipe ogee. Mercu ogee berbentuk tirai luapan bawah (flow nape) diatas bendung ambang tajam oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir/tekanan negatif
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ditimbulkan limpasan air di bawah tirai air pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana (KP-02).
Kelebihan–kelebihan yang dimiliki mercu ogee : 1) Karena peralihannya yang bertahap, bangunan pengatur ini tidak banyak mempunyai masalah dengan benda–benda terapung. 2) Bangunan pengatur ini dapat direncana untuk melewatkan sedimen yang terangkut oleh saluran peralihan. 3)
Bangunan ini kuat sehingga tidak mudah rusak.
Gambar 2.5 Bentuk – Bentuk Bendung Mercu Ogee (KP-02). Untuk merencanakan permukaan mercu ogee bagian hilir, dipakai perencanaan dari Design For Small Dam (1987) dengan Hd adalah tinggi air rencana di atas mercu pelimpah.
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.6 Grafik Perencanaan Mercu Ogee (Design For Small Dam, 1987)
2.2.5 Kolam Olak Solid Roller Bucket
Pada umumnya kolam olak tipe ini digunakan untuk mengatasi bendung yang mengangkut bongkahan batuan besar (sebesar kelapa) dengan dasar sungai yang relatif mampu menahan gerusan. Kolam olak ini berbentuk setengah lingkaran pada ruang lantai bertujuan untuk batuan besar yang terbawa arus akan terpelanting ke arah hilir.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7 Kolam Olak Tipe Solid Roller Bucket (A. J. Peterka, 1984)
Perilaku hidrolis peredam energi tipe ini menghasilkan dua buah pusaran air, satu pusaran permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah jarum jam di atas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan terletak di belakang ambang ujung.
Gambar 2.8 Gambar Pusaran Air Pada Kolam Olak Solid Roller Bucket (A. J. Peterka, 1984)
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak pusaran sebagaimana diberikan oleh USBR (Peterka, 1984) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan bendung dengan tinggi energi rendah. Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis.
2.2.6. Loncatan Air Loncat air terjadi akibat adanya perubahan aliran dari aliran super kritis menjadi aliran subkritis. Umumnya loncat air terjadi pada saat air keluar dari suatu pelimpah atau pintu air.
United State Bureau of Reclamation (USBR) telah membuat penelitian mengenai tipe loncat air berdasarkan angka froude yang berbeda, yaitu : 1. Loncatan berombak (undular jump) apabila bilangan Froude Fr = 1 – 1,7 dimana muka air menunjukan gelombang
.Gambar 2.9 Bilangan Fr = 1 – 1,7
2. Loncatan lemah (weak jump) apabiala bilangan Fr = 1,7 – 2,5 dimana terjadi gulungan kecil dari permukaan loncatan, dan muka air cukp tenang.
Gambar 2.10 Bilangan Fr = 1,7 – 2,5
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Loncat berossilasi (oscillation jump) apabila bilangan Fr = 2,5 – 4,5 dimana terdapat pancaran getaran masuk dari dasar ke permukaan dan tidak memiliki periode yang teratur. Masing-masing getaran menghasilkan gelombang besar yang periodenya tidak teratur dan dapat berjalan pada jarak yang jauh, serta dapat menyebabkan erosi tanggul.
Gambar 2.11 Bilangan Fr = 2,5 – 4,5
4. Loncat tetap (steady jump) apabila bilangan Fr = 4,5 – 9,0 dimana loncatan cukup berimbang
dan permukaan air di hilir loncatan agak halus,
peredaman eenergi 45% - 70%
Gambar 2.12 Bilangan Fr= 4.5 – 9,0 5. Loncatan kuat (strong jump) apabila bilangan Fr > 9,0 dimana terjadi pusaran yang keras menyebabkan gelombang di hilir. Peredaman energi dapa mencapai 85%
Gambar 2.13 Bilangan Fr > 9,0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20
digilib.uns.ac.id
Pengukuran loncatan hidrolis-untuk mempermudah pengamatan dan perhitungandidasarkan pada panjang loncatan hidrolis dan bilangan Froude. Panjang loncatan hidrolis didefisinikan sebagai jarak antara permukaan depan loncatan hidraulik sampai suatu titik pada permukaan gulungan ombak yang segera menuju ke hilir. Bilangan Froude dapat menunjukkan kepada kita tentang karakteristik aliran, apakah superkritis atau subkritis. Melalui bilangan Froude ini, kita bisa mengklasifikasikan loncatan hidrolis dari yang memiliki olakan paling lemah, hingga turbulensi tinggi. Menurut Chow VT(1992) dalam Dimas Bayu (2008) Suatu loncatan hidrolis akan terbentuk pada saluran, jika bilangan Froude aliran Fr, kedalaman aliran Yu dan kedalaman akhir loncatan air Y2, memenuhi persamaan berikut : 蓸
Yu
= (1/2 (√1
dengan :
8 洐u - 1)
(2.4)
Y2 = Kedalaman akhir loncatan air (m), Yu = Kedalaman air saat awal loncatan (m), Fr = Bilangan froude.
Ranga Raju (1986) mengemukakan bahwa panjang loncatan air dapat didefinisikan sebagai jarak antara permukaan depan loncatan hidrolis sampai suatu titik pada permukaan gulungan ombak yang segera menuju ke hilir. Panjang loncatan sukar ditentukan secara teoritis, tetapi telah diselidiki dengan cara percobaan oleh beberapa ahli. USBR dalam Dimas Bayu (2010) telah melakukan penelitian tentang hubungan bilangan Froude terhadap panjang loncatan hidrolik dalam bentuk grafik.
Gambar 2.14 Grafik Hubungan Panjang Loncatan Hidrolik Hasil Penelitian commit to user USBR
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bambang Triadjmojo (Hidraulika 1,1992) telah merumuskan panjang loncatan hidrolis air dapat dihitung sebagai berikut :
Lj = C (Y2-Yu)
(2.5)
dengan : C = Bilangan antara 5 sampai 7, Lj = Panjang loncatan hidrolis (m), Y2 = kedalaman akhir loncatan air (m), Yu = Kedalaman air saat awal loncatan (m).
2.2.7 Energi Spesifik Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai energi air setiap pori pada setiap penampang saluran, diperhitungkan terhadap dasar saluran. Energi spesifik menjadi (untuk saluran yang kemiringannya kecil dan a = 1), Es = Y +
扨蓸
(2.6)
g
yang menunjukkan bahwa energi spesifik sama dengan jumlah kedalaman air dan tinggi kecepatan. Secara sederhana persamaan di atas bisa menjadi : Es = Y + dengan :
蓸
(2.7)
gA
E
: energi spesifik
(m),
Y
: kedalaman air
(m),
v
: kecepatan aliran
(m/dt),
Q
: debit aliran
(m3/dt),
A
: luas penampang saluran
(m2),
g
: percepatan gravitasi (9.81) (m/dt2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.15 Lengkung Energi Spesifik Pada Penampang Melintang Saluran Terbuka (Chow, 1992) Kemudian, saat keadaan kritis, maka kedua kedalaman ini seolah-olah menyatu, dan dikenal sebagai kedalaman kritis (critical depth) Yc. Bila dalamnya aliran melebihi kedalaman kritis, kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis untuk suatu debit tertentu, maka disebut aliran subkritis. Bila dalamnya aliran kurang dari kedalaman kritis, aliran disebut superkritis. Dengan demikian Yu merupakan kedalaman aliran super-kritis dan Y2 adalah kedalaman aliran subkritis (Chow, 1992) dalam Dimas Bayu (2008) . Keadaan kritis dari suatu aliran adalah ketika bilangan Fr = 1 atau saat energi spesifiknya untuk suatu debit tertentu adalah minimum. Kondisi ini bisa diperjelas dengan rumus-rumus : Yc =
蓸
(2.8)
dengan q= keterangan : Yc = Kedalaman kritis (m), q = Debit aliran per satuan lebar (m3/s/m), B = Lebar Saluran (m), 2 commit to user g = percepatan gravitasi (9.81m/s ).
(2.9)
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemudian untuk mendapatkan energi spesifik diperlukan parameter kecepatan aliran saat kritis (vc), kecepatan kritis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : vc = 猪g . Yc
(2.10)
Maka bila Persamaan 2.10 disubstitusikan pada Persamaan 2.6, persamaan tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut : Esc = Yc + Esc = Yc +
蓸
g
Yc = 2/3 Esc
(2.11)
Jadi, saat kondisi kritis, besarnya kedalaman air adalah 2/3 energi spesifik.
Gambar 2.16 Sketsa Energi Spesifik Pada Penampang Melintang Saluran Terbuka (Chow, 1992)
2.2.8 Gerusan Lokal (Local Scour)
Variabel gerusan yang digunakan dalam perhitungan dan untuk mempermudah pengamatan adalah kedalaman gerusan (Z) dan panjang gerusan (X). Kedalaman gerusan disini didefinisikan sebagai jarak antara permukaan dasar saluran dengan cekungan terdalam dari gerusan, sedangkan panjang gerusan adalah panjang commit to user cekungan gerusan dari ujung yang satu ke ujung yang lain.
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.17 Sketsa Pengamatan Kedalaman Gerusan Dan Panjang Gerusan
2.2.9 Program Surfer 8.0
Surfer 8.0 merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk membuat peta kontur dan pemodelan 3 dimensi. Perangkat lunak surfer melakukan plotting data tabular X, Y, Z tidak beraturan menjadi lembar titik-titik segi empat (grid) yang beraturan. Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horizontal yang dalam Surfer berbentuk segi empat yang menjadi dasar pembentuk kontur dan surface / permukaan tiga dimensi. Pada titik perpotongan grid disimpan nilai Z berupa titik ketinggian atau kedalaman. Gridding merupakan proses pembentukan rangkaian nilai Z yang teratur dari sebuah data X Y Z (Nanang, 2011).
Pembuatan peta kontur ataupun model tiga dimensi dengan Surfer diawali pembuatan data tabular X Y Z. Pembuatan data X, Y, Z dapat dibuat pada Microsoft Excel dan kemudian disimpan dalam bentuk.xls. Dapat juga menggunakan data DEM (Digital Elevation Models) sebagai pengganti data X Y Z. Data excel yang telah disimpan selanjutnya diinterpolasikan dalam sebuah file grid. Proses kedua ini sering disebut grid-ding yang menghasilkan sebuah file grid untuk digunakan sebagai dasar pembuatan peta kontur dan model 3 dimensi.
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.18 Contoh Gambar Pemodelan Dari Surfer 8.0 (Nanang, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Umum Metode yang dipakai untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan percobaan langsung atau eksperimen di laboratorium. Eksperimen dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini dilalui dengan serangkaian kegiatan pendahuluan, untuk mencapai validitas hasil yang maksimal. Kemudian, untuk mendapatkan kesimpulan akhir, data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan kelengkapan studi pustaka.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian kali ini ada 2 laboratorium, yaitu : 1. Laboratorium Mekanika Tanah, sebagai tempat untuk uji butiran pasir yang akan digunakan sebagai bahan sedimen. Uji tersebut meliputi pengayakan untuk mendapatkan butiran seragam. 2. Laboratorium Hidrolika sebagai laboratorium utama karena hampir 90 % kegiatan penelitian dilakukan di sini, yaitu penelitian mengenai karakteristik aliran, variasi tipe pelimpah dan karakteristik gerusan lokal yang terjadi.
3.3. Peralatan Dan Bahan Peralatan yang dipakai di Laboratorium Mekanika Tanah meliputi : 1. Ayakan pasir Ayakan yang digunakan adalah 1 set ayakan standar dengan nomor 4, 8, 16, 20, 40 dan pan. Ayakan tersebut disusun urut, paling atas mulai dari yang memiliki lubang diameter 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,425 mm, commit to user 26
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hingga pan paling bawah. Ayakan ini digunakan untuk mendapatkan butiran seragam dari pasir yang akan dijadikan sebagai bahan sedimen.
2. Mesin penggetar Mesin ini digunakan untuk menggetarkan 1 set ayakan yang sudah disusun di atasnya, sehingga proses pengayakan lebih efisien.
Gambar 3.1. Alat Uji Analisis Saringan (Sieve Analysis)
Peralatan di laboratorium Hidrolika adalah : 1. Open Flume Merupakan alat utama dalam percobaan loncatan hidrolis, gerusan. Flume ini, sebagian besar komponennya terbuat dari fiber dan memiliki bagian-bagian penting, yaitu : a. Saluran air, tempat utama dalam percobaan ini untuk meletakkan pelimpah, balok kayu, dan sedimen. Berupa talang air dengan ukuran 8x25x500 cm.
3 Gambar 3.2 Open commit to Flume user 8x25x500 cm
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Bak penampung yang berfungsi menampung air yang akan dialirkan ke talang maupun yang keluar dari saluran. c. Pompa air, berfungsi untuk memompa air,dilengkapi dengan tombol on/off otomatis. d. Kran debit, merupakan kran yang berfungsi mengatur besar-kecilnya aliran air yang keluar dari pompa.
Jack
Kran Bak penampung air
Pompa Air Gambar 3.3 Perlengkapan Alat Open flume
e. Jack terletak di hilir saluran yang bisa diputar secara manual untuk mengatur kemiringan dasar saluran (bed slope) yang diinginkan. Dalam percobaan ini, kemiringan dasar ditentukan sebesar 1%
2. Tail Gate Diletakkan di bagian hilir Open Flume, untuk menjaga ketinggian air di hilir di dalam flume, agar loncatan hidrolis terbentuk di depan pelimpah.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tail Gate
Gambar 3.4 Tail Gate 3. Saringan penangkap sedimen Dipakai untuk menangkap sedimen yang masuk kebak penampung air, agar sedimen tidak masuk pompa dan mengganggu kelancaran aliran air. 4. Pelimpah Ogee Pelimpah Ogee dengan tiga variasi kemiringan 3:!, 3:2 dan 3:3 yang terbuat dari bahan kayu, dengan terlebih dahulu menghitung dimensi permukaan mercu menggunakan grafik dari Design for Small Dam. 5. Kolam olak Solid Roller Bucket kolam olak tipe solid roller bucket terbuat dari bahan kayu. Bentuk dan dimensi kolam olak seperti dalam gambar di bawah ini :
Gambar 3.5 Pelimpah Ogee dan Kolam Solid Roller Bucket commitOlak to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Ember yang digunakan sebagai penampung air sebanyak 15 liter untuk mengukur volume pada perhitungan debit aliran.
Gambar 3.6 Ember Pengukur Volume 7.
Meteran dengan ukuran 1,5 m
sebagai penanda panjang sedimen untuk
mempermudah dalam menentukan ordinat sumbu X. 8.
Besi sepanjang 25 cm untuk mengukur ketinggian sedimen yang tergerus pada hilir kolam olak.
Mistar ukur
Besi 25 cm
Gambar 3.7 Besi Pengukur Kedalaman Gerusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
9. Stopwatch Stopwatch dipakai untuk mengukur waktu pada perhitungan debit aliran. 10. Mistar ukur Mistar ukur digunakan untuk mengukur ketinggian air di hulu dan hilir pelimpah. 11. Perata Pasir Alat ini digunakan untuk meratakan pasir kedalam flume agar sedimen di hilir kolam olak dapat rata hingga ujung saluran flume.
Bahan-bahan yang dipakai selama penelitian yaitu : 1. Air bersih Aliran air yang digunakan adalah air bersih yang diusahakan tidak membawa kotoran. 2. Pasir Pasir sebagai bahan sedimen non-cohesive, yang lolos ayakan no 8 dengan butiran seragam diameter 1,18 mm. Pasir ini telah melalui proses pencucian terlebih dahulu.
Gambar 3.8 Pasir Yang Ditempatkan commit Di to Hilir user Kolam Olak Sebagai Sedimen
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Malam (lilin) Sebagai pelapis yang menutupi celah antara pelimpah dengan dasar atau dinding Flume dan celah antara balok kayu dengan dinding Flume.
3.4. Tahapan Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan Sedimen Persiapan sedimen dilakukan dengan pengukuran diameter butiran sedimen (pengayakan). Langkah-langkah pengukuran diameter butiran adalah sebagai berikut : 1. Membersihkan ayakan dan menyusunnya sesuai nomor urut, 2. Masukkan pasir ke dalam ayakan, 3. Letakkan susunan ayakan yang sudah berisi pasir tadi di atas mesin penggetar kemudian mulailah mengayak secara otomatis, 4. Pisahkan sedimen terpilih dari ayakan, 5. Ulangi pengayakan sampai kebutuhan butiran sedimen terpenuhi.
Setelah kita melakukan kegiatan di atas, maka kita telah mendapatkan pasir butiran seragam 1,18 mm yang siap digunakan untuk pengamatan gerusan. Pasir tersebut harus disimpan di tempat yang kering.
3.4.2 Tahap Persiapan Alat Alat yang membutuhkan persiapan khusus adalah flume, karena alat ini harus dimodifikasi dengan alat-alat lain agar dapat digunakan secara sempurna. Langkah-langkah untuk menyiapkan glume adalah sebagai berikut : 1. Membersihkan flume dengan ditergen agar kotoran-kotoran yang melekat akibat
percobaan-percobaan
sebelumnya
tidak
penelitian. Membersihkan flume ini meliputi : a. Menguras air di bak penampung air, b. Membersihkan talang air dan dinding kacanya, commit to user
mengganggu
jalannya
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Memastikan kemiringan
dasar saluran pada
flume sebesar 1 % dengan
memutar hydraulic jack, 3. Mengisi bak penampung air dengan air bersih, 4. Memasang saringan penangkap sedimen di bak penampung air 5. Memasang pelimpah pada tempat yang sudah disediakan dan melapisi malam di celah-celah antara pelimpah dengan dinding dan dasar saluran, 6. Memasang sedimen hingga ujung flume, untuk mengantisipasi jarak terjauh pergerakan sedimen yang tergerus.
3.4.3 Tahap Running Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan selesai kemudian flume mulai dialiri air dimulai dari debit paling kecil saat awal mulai terjadinya gerusan pada sedimen dengan variasi kemiringan hulu pada pelimpah pertama dengan penambahan kolam olak. Setelah aliran stabil, kemudian diukur volume air yang keluar dari flume menggunakan ember penampung air. Setelah 10 menit kemudian aliran dimatikan dan dilakukan pengambilan data ketinggian sedimen. Setelah selesai kemudian dilakukan pergantian tipe variasi pelimpah dan meratakan kembali sedimen untuk kemudian dialiri air pada debit air yang sama pada Q1. Setelah ketiga variasi kemiringan hulu selesai pada Q1, kemudian debit mulai dinaikkan pada Q2 dan dilakukan pengambilan data kembali. Debit dinaikkan secara bertahap sampai 5 kali variasi debit dengan tiga variasi kemiringan pelimpah kemudian dilakukan pengambilan data lagi begitu seterusnya.
3.4.4 Tahap Pengambilan Data Pengambilan data yang dilakukan dengan dua tahap, pada tahap pertama mengukur ketinggian air di hulu dan di hilir bendung, volume air yang keluar dari flume dan tertampung dalam ember, serta waktu yang diperlukan. Dilakukan sebanyak 3 kali trial untuk mendapatkan data waktu rata-rata. Pengambilan data pada tahap kedua dimulai setelah 5 menit running, kemudian diukur kedalaman sedimen dan panjang gerusan yang terjadi sampai pada jarak tidak lagi terjadi commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pergerakan sedimen. Pengambilan data gerusan sedimen ini ditabulasikan dalam bentuk data X, Y, Z untuk selanjutnya dapat diolah oleh software Surfer 8.0
3.4.5 Tahap Pengolahan Data
Data yang diperlukan adalah tinggi bendung, lebar bendung, tinggi muka air di hulu dan hilir, kecepatan aliran, debit aliran, kedalaman gerusan dan panjang gerusan. Data-data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan Ms Excel untuk perhitungan hidrolis dan menggunakan program Surfer 8.0 untuk mengetahui bentuk gerusan yang terjadi pada saluran flume tersebut.
3.4.5.1 Pembuatan Pemodelan Tiga Dimensi Dengan Software Surfer 8.0
Pengukuran terhadap bentuk, kontur dan tampak permukaan gerusan sangat dibutuhkan untuk menghasilkan data yang akurat. Software yang digunakan dalam menganalisis gerusan adalah surfer 8.0. penggunaan software surfer 8.0 akan diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Memulai program surfer 8.0. Untuk memulai program surfer 8.0 dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Klik dua kali icon surfer (
) pada desktop computer.
b.
Buka start menu, kemudian pilih Golden Software Surfer 8.0 dan kemudian klik icon surfer 8.0
Tampilan window awal program surfer 8.0 dapat dilihat seperti gambar di bawah
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3.9 Tampilan Awal Surfer 8.0
2.
Masukkan Data a.
Untuk memasukkan data tabulasi X, Y, Z, klik ikon New kemudian pilih Worksheet
Gambar 3.10 Tampilan Data Dalam Bentuk Worksheet
b.
Untuk mengisi data X, Y, Z dapat dilakukan menggunakan langsung dalam worksheet surfer 8.0 atau dapat menggunakan worksheet Ms. commit to user Excel. (Dalam tahap ini penulis menggunakan worksheet Ms. Excel)
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Kemudian pilih File dengan Extension Speadsheet,(xls), klik Open
Gambar 3.11 Tampilan Untuk Memasukan Data Kontur
d.
Kemudian pilih worksheet sumber yang sesuai, lalu klik OK.
Gambar 3.12 Tampilan untuk memilih variasi kemiringan hulu
e.
Kemudian simpan worksheet
yang telah dipilih dalam bentuk file
ekstensi .dat
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f.
Buka kembali file ekstensi .dat yang telah tersimpan dengan memilih ikon New, pilih Plot Document, kemudian klik Grid – Data – Cari file tersebut lalu klik Open
g.
Setelahnya akan muncul kotak dialog, tentukan output data pada surfer. Pada kolom Gridding Method pilihlah Kriging atau yang lainya untuk menyesuaikan metode penarikan garis kontur yang kita inginkan.
Gambar 3.13 Tampilan Box Dialog
h.
Lalu akan muncul report mengenai data yang telah dimasukkan
Gambar 3.14commit Tampilan Gridding Report to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Penggambaran plot data Data yang sudah dimasukkan dalam surfer dapat diplot menjadi gambar. a.
Klik ikon contour map (
), pilih data file hasil grid-ding
dengan ekstensi .grd kemudian klik Open.
Gambar 3.15 Tampilan Contour Map
b.
Klik ikon Wareframe map (
), pilih data file hasil grid-ding,
klik Open.
Gambar 3.16 commit Tampilan Map 3D to Wireframe user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.4.6 Tahap Pembahasan Pada tahap ini data yang telah diolah, dibahas dengan bantuan grafik-grafik melalui Ms Excel dan gambar bentuk gerusan melalui software surfer 8.0, kemudian ditarik kesimpulan sementara yang berhubungan dengan tujuan penelitian meliputi : 1. Hubungan kedalaman air dengan energi spesifik akibat dari loncatan hidrolis. 2. Hubungan debit aliran dengan kedalaman maksimal gerusan. 3. Hubungan kedalaman maksimal gerusan l dengan panjang gerusan maksimal. 4. Gambar bentuk gerusan yang terjadi di hilir kolam olak.
Untuk lebih jelasnya, bagan alur penelitian dapat dilihat di bawah ini.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai
Studi Pustaka
Kajian terhadap Sedimen (Penelitian dan penentuan gradasi butiran)
Syarat gradasi butiran 1,18 mm
Tidak
Ya
Persiapan Alat Open flume, pelimpah, kolam olak, mistar ukur, sedimen, ember, stopwatch.
1. 2. 3. 4. 5.
Peninjauan Suhu air, dimensi pelimpah
Pengambilan Data penelitian Tinggi muka air di hulu dan hilir Debit aliran Kecepatan aliran Kedalaman gerusan Panjang gerusan
commit Ato user
Penetapan jumlah dan jenis running
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A Hasil berupa energi spesifik, bilangan Froude, konfigurasi dasar sedimen dalam bentuk tabulasi X, Y, Z
Analisis dan pengolahan bentuk gerusan yang terjadi menggunakan program Surfer 8.0
Kesimpulan Dan Saran
Selesai Gambar 3.17 Bagan Alir Penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Sedimen Penelitian ini menggunakan 1 jenis sedimen, yaitu pasir butiran seragam ukuran 1,18 mm atau lolos ayakan nomor 16 dan tertahan pada ayakan nomor 20. Pasir yang digunakan merupakan pasir yang sudah mengalami proses penyaringan dan pencucian, sehingga relatif bersih, tidak bercampur dengan kotoran-kotoran atau butiran-butiran lain. Sedimen butiran seragam ini didapatkan dengan pengayakan. Ayakan disusun sesuai dengan standar urutan pengayakan, yaitu ayakan no 4, 8, 16, 20, 40, dan pan. Masing-masing ayakan tersebut memiliki lubang diameter 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,425 mm, dan pan sebagai tampungan paling bawah. Setelah ayakan disusun sedemikian rupa, masukkan sedimen dari atas lubang ayakan no 4, kemudian digetarkan. Sedimen yang lolos ayakan nomor 16 (1,18 mm) dan tertampung di nomor 20 (0,85 mm) adalah sedimen yang diambil untuk penelitian ini. Pengalaman di lapangan memang sangat sulit untuk menentukan butiran seragam 1,18 mm, sehingga butiran yang lolos nomor 8 dan tertampung nomor 16 dianggap mendekati ukuran 1,18 mm. Sedimen butiran 1,18 mm merupakan butiran halus (pasir), yang karakteristiknya non-cohesive, mudah terangkat oleh aliran air yang deras sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan. 4.2. Hasil Pengujian (Running Model)
4.2.1. Data Pengujian Aliran Pada Pelimpah Pengujian aliran pada pelimpah dilakukan dengan melewatkan air sepanjang flume melewati pelimpah ogee dengan 5 jenis variasi debit dengan menggunakan 1 buah pompa air. Besarnya debit yang lewat diatur dengan mengatur bukaan kran pada Hydarulic bench dan mengukur waktu yang diperlukan air untuk mengisi ember.
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Mengingat tidak mungkin menampilkan semua perhitungan dan pengolahan data, maka sebagai contoh perhitungan, kita menggunakan data dari variasi debit ke-1 pada variasi kemiringan hulu bendung 3:1, untuk perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran B. Data pertama yang kita dapatkan adalah volume air yang tertampung pada ember penampung air (jerigen) sebanyak 15 Liter atau 0.015 m3. Dilakukan sebanyak 3 kali trial untuk mendapatkan waktu rata – rata volume sebanyak 0.015 m3 yang tertampung dalam jerigen. waktu (t) = waktu (t) =
ᝈ1 ᄌ ᝈ2 ᄌ ᝈ3 3
50ᄌ52ᄌ48 = 50 detik 3
Untuk menghitung debit yang mengalir di saluran menggunakan rumus Persamaan 2.2: Debit (Q) =
Debit (Q) =
Volume (m Waktu (detik) i,i.
50 detik
= 3.10-4 m3/detik
Data hasil perhitungan debit dan uji aliran yang dilakukan pada model pelimpah ogee dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Uji Aliran Melalui Mercu Pelimpah Ogee Variasi Debit ke-
1
2
Kemiringan
Volume 3
Waktu
Debit -4
H1 (m)
H2 (m)
3
(m )
(s)
(10 m /s)
3:1
0,015
50
3
0,165
0,013
3:2
0,015
50
3
0,165
0,013
3:3
0,015
50
3
0,165
0,013
3:1
0,015
35
4,29
0,167
0,014
3:2
0,015
35
4,29
0,167
0,014
3:3
0,015
35
4,29
0,167
0,014
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Variasi Debit ke-
3
4
5
Kemiringan
Volume 3
Waktu
Debit -4
H1 (m)
H2 (m)
3
(m )
(s)
(10 m /s)
3:1
0,015
28
5,36
0,170
0,016
3:2
0,015
28
5,36
0,170
0,016
3:3
0,015
28
5,36
0,170
0,016
3:1
0,015
20
7,50
0,174
0,022
3:2
0,015
20
7,50
0,174
0,022
3:3
0,015
20
7,50
0,174
0,022
3:1
0,015
16
9,38
0,179
0,027
3:2
0,015
16
9,38
0,179
0,027
3:3
0,015
16
9,38
0,179
0,027
4.2.2. Data Pengujian Gerusan
Pada percobaan ini, ketebalan sedimen ditetapkan 5 cm diatas dasar saluran, sejajar dengan ketinggian pada kolam olak solid roller bucket. Bentuk gerusan yang terjadi diolah oleh program Surfer 8 dengan terlebih dahulu menentukan kontur koordinat kordinat x, y, z dengan : x = Panjang gerusan (cm), y = Lebar saluran (cm), z = Tinggi sedimen (cm).
Untuk selanjutnya disajikan bentuk gerusan yang terjadi dari keseluruhan percobaan dapat dilihat secara lengkap pada gambar di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
1. Percobaan Ke-1 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-1, Kemiringan Hulu 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.1. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -1 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1%
2. Percobaan Ke-2 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-1, Kemiringan Hulu 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.2. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -1 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
3. Percobaan Ke-3 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-1, Kemiringan Hulu 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.3. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -1 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1%
4. Percobaan Ke-4 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-2, Kemiringan Hulu 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.4. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -2 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
5. Percobaan Ke-5 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-2, Kemiringan Hulu 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.5. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -2 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1%
6. Percobaan Ke-6 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-2, Kemiringan Hulu 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.6. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -2 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
7. Percobaan Ke-7 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-3, Kemiringan Hulu 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.7. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -3 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1%
8. Percobaan Ke-8 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-3, Kemiringan Hulu 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.8. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -3 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
9. Percobaan Ke-9 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-3, Kemiringan Hulu 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.9. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -3 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1%
10.Percobaan Ke-10 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-4, Kemiringan Hulu 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.10. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -4 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
11.Percobaan Ke-11 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-4, Kemiringan Hulu 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.11. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -4 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1%
12.Percobaan Ke-12 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-4, Kemiringan Hulu 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.12. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -4 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
13.Percobaan Ke-13 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-5, Kemiringan Hulu 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.13. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -5 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:1, Kemiringan Dasar Saluran 1%
14.Percobaan Ke-14 Gerusan Lokal Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-5, Kemiringan Hulu 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.14. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -5 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:2, Kemiringan Dasar Saluran 1%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
15.Percobaan Ke-15 Gerusan Local Yang Terjadi Pada Variasi Debitke-5, Kemiringan Hulu 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1% Selama 5 Menit
Gambar 4.15. Bentuk Gerusan Pada Variasi Debit Ke -5 Dengan Kemiringan Hulu Pelimpah 3:3, Kemiringan Dasar Saluran 1%
4.3. Pengolahan Data
Dari data hasil uji aliran (running model) pada Tabel 4.1, dan hasil bentuk gerusan yang terjadi kemudian dilakukan analisa data dengan menggunakan data hasil pengujian dan pengukuran secara langsung pada model. Analisis tersebut meliputi mengukur tinggi muka air diatas mercu pelimpah bendung (Hd), menghitung kecepatan aliran yang lewat pada hulu pelimpah bendung (v1), dan menghitung kecepatan aliran yang lewat pada hilir pelimpah bendung (v2) dari masing-masing variasi debit dan variasi kemiringan hulu bendung.
Dari hasil analisis tersebut
kemudian dapat dihitung tinggi energi diatas mercu pelimpah dan di hilir pelimpah (He1 dan He2), kecepatan awal loncatan air (vu), Kedalaman awal loncatan air (Yu), Bilangan Froude (Fr), kedalaman akhir loncatan air (Y2), Ketinggian kritis (Yc),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Panjang loncatan air (Lj), Kedalaman maksimal sedimen (Z maks), dan panjang maksimal gerusan (X maks).
Karena tidak mungkin menampilkan semua perhitungan dan pengolahan data, maka sebagai contoh perhitungan kita menggunakan data dari variasi debit ke-1 pada variasi kemiringan hulu bendung 3:1, untuk perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran A. Mengitung tinggi muka air diatas mercu (Hd) digunakan persamaan berikut : Hd = H1 (tinggi muka air di hulu) – P (tinggi pelimpah) Hd = 0,165 m – 0,15 m Hd = 0,015m
Untuk menghitung kecepatan aliran air pada hulu dan hilir bendung digunakan Persamaan 2.1: v=
夸
v1 = v1 =
v2 = v2 =
t .i
H1 x B ) t .i
0,165 x 0,08 )
= 0,022727 m/s
t .i
H2 x B ) t .i
0,013 x 0,08 )
= 0,288462 m/s
Data hasil perhitungan tinggi air diatas mercu (Hd), kecepatan aliran air di hulu (v1) dan hilir pelimpah (v2) dapat dilihat pada Tabel 4.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Hd,v1 dan v2 Variasi
Hd
v1
v2
(m)
-2
(10 m/s)
.-1
(10 m/s)
0,013
0,015
2,2727
2,88462
0,165
0,013
0,015
2,2727
2,88462
3
0,165
0,013
0,015
2,2727
2,88462
4,29
0,167
0,014
0,017
3,2079
3,82653
4,29
0,167
0,014
0,017
3,2079
3,82653
4,29
0,167
0,014
0,017
3,2079
3,82653
5,36
0,168
0,060
0,020
3,9391
4,18527
5,36
0,168
0,060
0,020
3,9391
4,18527
5,36
0,168
0,060
0,020
3,9391
4,18527
7,50
0,170
0,064
0,024
5,3879
4,26136
7,50
0,170
0,064
0,024
5,3879
4,26136
7,50
0,170
0,064
0,024
5,3879
4,26136
9,38
0,174
0,066
0,029
6,5468
4,34028
9,38
0,174
0,066
0,029
6,5468
4,34028
9,38
0,174
0,066
0,029
6,5468
4,34028
Debit
H1 (m)
H2 (m)
3
0,165
3
-4
3
(10 m /s)
Debit ke-
1
2
3
4
5
Untuk menghitung tinggi energi air di hulu dan hilir pelimpah digunakan Persamaan 2.6: He =
襈
n
He1 =
n,n n .i
+ hd
He1 =
n,n n .i
+ 0,015 = 1,50263.10-2 m
He2 =
n,寰寰
n
,寰.
n
,寰.
n
n.i
,寰.
+ (H2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
He2 =
n,寰寰
n.i
n
+ (0,013) = 1,72411.10-2 m
,寰.
Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Tinggi Energi Di Hulu dan Hilir Pelimpah Variasi v1
debit
v2
He1
He2
-2
(10 m/s)
(m)
(10 m)
(10-2 m)
3
2,2727
2,88462
0,015
1,50263
1,72411
4,29
3,2079
3,82653
0,017
1,7052
2,14630
5,36
3,9391
4,18527
0,020
2,0079
2,49279
7,50
5,3879
4,26136
0,024
2,4148
3,12555
9,38
6,5468
4,34028
0,029
2,9218
3,66014
3
(10 m /s)
-1
Hd
(10 m/s)
-4
-2
Untuk menghitung kecepatan aliran saat awal loncat air, digunakan rumus sebagai berikut : vu = vu =
2
ᄌ
2
)
9,81 0,15 ᄌ 0 015)
vu = 1,79925 m/s
Dengan mengetahui kecepatan aliran saat awal mulai loncat air, maka dapat dihitung ketinggian air saat awal loncat air dengan menggunakan rumus : Yu = Yu =
Q B x vu t .i
0,08 x 1,79925
= 2,084.10-3 m
Setelah parameter vu dan Yu diketahui, kemudian dapat dihitung bilangan Froude dengan Persamaan 2.3 : vu Fr = u
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Fr =
1,79925 √ ,寰.
i,iini寰
= 12,58308
Loncat hidrolis dengan bilangan Froude sebesar 12,58308 maka termasuk dalam kategori loncatan kuat. Lebih jelasnya bisa dilihat di Gambar 4.7.
Gambar 4.16. Grafik Hubungan Panjang Loncat Hidrolik Hasil Penelitian USBR.
Dengan mengetahui bilangan Froude (Fr), dan ketinggian aliran air saat awal loncat hidrolis, maka kedalaman akhir loncatan dapat diperoleh menggunakan rumus Persamaan 2.4 : Y2 Yu
= (1/2 (√1 ᄌ 8
Y2 = (1/2 (√1 ᄌ 8
)n - 1)
)n - 1) x Yu
Y2 = (1/2 ( 1 ᄌ 8 12,58308n - 1) x 2,084 10-3 m Y2 = 3,6061.10-2 m
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Kecepatan Awal Loncat Air (vu), Ketinggian Awal Loncatan (Yu), Bilangan Froude (Fr), Kedalaman Akhir Loncatan (Y2) Variasi
Q
vu
Yu
debit
(10-4 m3/s)
(m)
(10-3 m)
1
3
1,79925
2,084
12,58
3,6061
2
4,29
1,81012
2,960
10,62
4,3308
3
5,36
1,82631
3,667
9,63
4,8133
4
7,50
1,84767
5,074
8,28
5,6493
5
9,38
1,87403
6,253
7,57
6,3859
Fr
Y2 (10-2 m)
Untuk mencari energi spesifik (Es) pada awal loncat dan saat akhir loncat hidrolis dapat diperoleh dari Persamaan 2.6 : Pada titik saat awal loncat air Es1 = Yu +
vu n
Es1 = 2,084. 10-3 +
1,79925 = 0,167084m n ,寰.
Untuk mencari energi spesifik pada akhir loncat air maka terlebih dahulu dihitung kecepatan alirannya (vy2) dengan rumus Persamaan 2.1 : v=
夸
vy2 = vy2 =
t .i
Y2 x B ) t .i
0,036061 x 0,08 )
= 0,103990 m/s
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Kemudian energi spesifik pada akhir loncat hidrolis dapat dihitung dengan rumus Persamaan 2.6: s
Es2 = Y2+
n
Es2 = 3,6061. 10-2 +
i,.it n
,寰.
i
= 3,6612. 10-2 m
Untuk menghitung kedalaman kritis (kondisi dimana aliran air mengalami peralihan dari superkritis menjadi subkritis) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Persamaan 2.8: Yc =
q= q=
夸
t .i
= 3,750. 10-3 m3/s /m
i,i寰
t,
Yc =
.i
,寰.
= 0,011275 m
Untuk mencari energi spesifik pada titik saat kedalaman kritis maka terlebih dahulu dihitung kecepatan alirannya (vc) dengan rumus Persamaan 2.1 : vc = vc =
vc =
夸
t .i
Yc x B ) t .i
0,011275 x 0,08 )
= 0,332582 m/s
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Kemudian energi spesifik pada akhir loncat air dapat diperoleh dengan rumus Persamaan 2.6 : Esc = Yc +
n
Esc = 1,1275.10-2 +
i,ttn 寰n n
,寰.
= 1,6913.10-2 m
Perhitungan secara lengkap pada semua variasi debit dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Energi Spesifik Pada Awal Loncat Air (Es1), Energi Spesifik Pada Akhir Loncat Air (Es2), Kedalaman Kritis (Yc), Energi Spesifik Pada Kedalaman Kritis (Esc) Q
Yu
vu
Es1
Y2
vy2
Es2
(10-4 m/s)
(10-3 m)
(m/s)
(m)
(10-2 m)
(m/s)
3
2,084
1,79925
0,16708
3,6061
0,10390
3,6612
4,29
2,960
1,81012
0,16996
4,3008
0,124561
5,36
3,667
1,82631
0,17366
4,8113
7,50
5,074
1,84767
0,17907
9,38
6,253
1,87403
0,18525
Yc
vc
Esc
(m/s)
(10-2 m)
1,1275
0,33258
1,691
4,3799
1,4302
0,37457
2,145
0,139122
4,9120
1,6596
0,40349
2,489
5,6943
0,164367
5,8325
2,0770
0,45138
3,115
6,3859
0,183509
6,5576
2,4101
0,48624
3,615
(10-2 m) (10-2 m)
Panjang Loncat air (Lj) dapat diperoleh dengan rumus Persamaan 2.5: Lj = 6 (Y2-Yu) Lj = 6 (3,6061.10-2-2,084.10-3) = 0,203862 m
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Hasil perhitungan secara lengkap pada semua variasi debit dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Panjang Loncat Hidrolis (Lj) Q
Yu
Y2
(10-4 m/s)
-3
(10 m)
-2
(10 m)
Fr
Kategori loncatan
3
2,084
3,6061
12,58
Loncatan kuat
0,203862
4,29
2,960
4,3008
10,62
Loncatan kuat
0,240291
5,36
3,667
4,8113
9,63
Loncatan kuat
0,266801
7,50
5,074
5,6943
8,28
Loncatan tetap
0,311217
9,38
06,253
6,3859
7,57
Loncatan tetap
0,345636
Lj (m)
Panjang loncat air (Lj) juga dapat dihitung dengan menggunakan grafik hubungan panjang loncat hidrolis hasil penelitian USBR pada Gambar 4.16. Contoh pada debit ke-1 dengan nilai Fr sebesar 12,58, kemudian ditarik garis keatas pada grafik hingga memotong garis hubungan panjang loncat hidrolis hasil penelitian USBR. Titik tersebut kemudian ditarik garis ke kiri sampai memotong sumbu ordinat Lj/Y2 dengan nilai sebesar 6.01 , lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17. Contoh Perhitungan Panjang Loncat Hidrolik Menggunakan Grafik USBR.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Setelah mendapat nilai Lj = 6.01 . y2
껨
n
: 6.01 maka loncat hidrolis dapat dihitung
Lj = 6.01 . 3,6061.10-2 Lj = 0.216727 m Secara lengkap hasil perhitungan dengan menggunakan grafik USBR dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Panjang Loncat Hidrolis (Lj) Menggunakan Grafik USBR Q (10-4 m/s)
Fr
Lj
Y2 (10-2 m)
2
(m)
3
12,58
3,6061
6,01
0,216727
4,29
10,62
4,3008
6,03
0,259338
5,36
9,63
4,8113
6,1
0,293489
7,50
8,28
5,6943
6,13
0,349061
9,38
7,57
6,3859
6,15
0,392733
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan data panjang maksimal gerusan (X maks) dan kedalaman maksimal gerusan (Z maks), data hasil pengamatan secara lengkap pada semua variasi debit dan kemiringan hulu bendung dapat dilihat pada Tabel 4.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Tabel 4.8. Pengamatan Panjang Maksimal Gerusan (X maks) dan Kedalaman Maksimal Gerusan (Z maks) Variasi Debit ke1
2
3
4
5
Z maks
X maks
(10 m /s)
(m)
(m)
3:1
3
0,025
0,14
3:2
3
0,024
0,13
3:3
3
0,025
0,12
3:1
4,29
0,038
0,17
3:2
4,29
0,035
0,18
3:3
4,29
0,033
0,19
3:1
5,36
0,038
0,20
3:2
5,36
0,038
0,26
3:3
5,36
0,039
0,20
3:1
7,50
0,047
0,30
3:2
7,50
0,050
0,30
3:3
7,50
0,050
0,28
3:1
9,38
0,050
0,35
3:2
9,38
0,050
0,41
3:3
9,38
0,050
0,52
Kemiringan
Debit -4
3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
4.4. Pembahasan Data Semua data hasil olahan diplot kedalam grafik untuk kemudian dianalisis. Ada 3 fokus analisa untuk data-data di atas. Berikut pembahasan hasil pengolahan data.
4.4.1 Hubungan Kedalaman Air dengan Energi Spesifik dari Loncat Hidrolis Berdasarkan grafik dalam Gambar 4.18 dapat dilihat hubungan antara kedalaman air dengan kehilangan energi yang terjadi akibat loncatan hidrolis. Sebagai sampel pembahasan, digunakan data dari variasi debit ke-1.
Hubungan Antara Ketinggian Air (Y) Dengan Energi Spesifik (Es) Untuk Variasi Debit Ke-1
0.1 0.09 0.08
Garis Linear sudut 45
0.07
Y (m)
0.06
Debit 1
0.05 0.04
2
0.03 0.02
y = -10.113x2 + 1.7995x - 0.0163
C
0.01
1
45
0 0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
Es (m)
0.14
0.16
0.18
0.2
Gambar 4.18. Grafik Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Energi Spesifik (E) Pada Variasi Debit Ke-1
Kurva yang terbentuk adalah pola lengkung parabola atau polynomial yang memiliki puncak lengkung, karena persamaan hubungan antara kedalaman air dengan energi spesifik merupakan persamaan kuadrat. Setiap titik dalam kurva ini merupakan integrasi posisi ordinat yang menyatakan kedalaman air sepanjang loncat hidrolis dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
absis menyatakan energi spesifik yang diurai dari loncatan hidrolis. Cara membaca kurva parabolik ini dimulai dari titik 1, C dan 2. Titik 1 sebagai awal kurva, yang ordinatnya mewakili kedalaman air di titik 1 dan absisnya menunjukkan besarnya energi spesifik di titik 1. Terlihat, untuk debit yang sama, ketika kedalaman air semakin naik seiring dengan energi spesifik yang semakin turun. Sampai kemudian kurva ini melewati titik puncak atau titik kritis di C. Kedalaman air di titik kritis ini disebut kedalaman kritis (critical depth), lebih besar dari kedalaman di titik 1 (Yu), dan lebih kecil dari kedalaman di titik 2 (Y2). Saat kedalaman kritis inilah, energi spesifik adalah minimum. Hal ini sesuai dengan pendapat Chow, bahwa keadaan kritis dari suatu aliran adalah keadaan aliran dimana energi spesifiknya–untuk suatu debit tertentu–adalah minimum. Setelah itu, energi spesifik kembali merangkak naik nilainya, sampai akhirnya berhenti di titik 2. Titik 2 menjelaskan kedalaman air setelah loncatan hidrolis, yang merupakan kedalaman maksimum dengan energi spesifiknya yang lebih rendah dibanding energi di titik 1.
Hubungan antara
kedalaman air dan energi spesfifik ini sesuai dengan formula keduanya yaitu :
Es = Y +
v2 2g
Besar nilainya titik C atau saat kondisi aliran mencapai keadaan kritis di Tabel 4.5, yaitu kedalaman air (Yc) adalah 0,011275, dan energi spesifik (Es) adalah 0,016913. Jika dihubungkan 2 angka ini maka : 0,011275 = 2/3 x 0,016913. Hal ini sesuai Rumus 2.11 pada bab II, yaitu : Yc = 2/3 Es. Analisis di atas berlaku juga untuk variasi debit yang lain. Sedangkan perbandingan antar grafik dari semua variasi debit dapat dilihat pada Gambar 4.19.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Hubungan Antara Ketinggian Air (Y) Dengan Energi Spesifik (Es)
0.1 0.09 0.08
Garis Linear sudut 45
Y (m)
0.07
Y5 = -12.29x2 + 2.601x - 0.053
0.06
Debit 1
Y4 = -11.90x2 + 2.396x - 0.042
0.05
Debit 2
2
Y3 = -11.15x + 2.127x - 0.029
0.04
Debit 3
Y2 = -10.78x2 + 1.988x - 0.023
0.03
Debit 4
Y1 = -10.11x2 + 1.799x - 0.016
0.02
Debit 5
0.01 0 45 0.000
0.050
0.100
Es (m)
0.150
0.200
Gambar 4.19. Grafik Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Energi Spesifik (Es) Seluruh Variasi Debit Berdasarkan Gambar 4.19, dapat dilihat perkembangan grafik yang semakin membesar, seiring debit yang semakin besar pula. Secara lengkap, grafik hubungan kedalaman air (Y) dengan energi spesifik (E) dari masing-masing variasi debit dapat dilihat di lampiran B.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
4.4.2. Hubungan Debit (Q) dan Kedalaman Maksimal Gerusan Sedimen (Zmaks) dengan Kemiringan Pada Hulu Bendung
Berdasarkan grafik dalam Gambar 4.20 dapat dilihat hubungan antara debit aliran (Q) dengan kedalaman maksimal gerusan pada sedimen (Zmaks) yang terjadi dengan penggunaan kemiringan pada hulu bendung. Sebagai sampel pembahasan, digunakan data dari variasi kemiringan hulu 3:1. Kurva yang terbentuk adalah pola linier karena persamaan hubungan antara debit dengan kedalaman maksimal gerusan (Zmaks) merupakan persamaan linier : Y= 36.13x+0,018. Dari grafik, terlihat, untuk debit yang semakin besar, maka kedalaman maksimal gerusan pun juga semakin tinggi. Analisis di atas berlaku juga untuk variasi debit yang lain. Sedangkan perbandingan antar grafik dari semua variasi kemiringan hulu bendung dapat dilihat pada Gambar 4.21 Hubungan Debit (Q) Dengan Maks Gerusan Sedimen Pada Seluruh Variasi Debit Dan Kemiringan Hulu Bendung 3:1 0.06
Z maks (m)
0.05
y = 36.132x + 0.0183
0.04 0.03 kemiringan 3:1 0.02 0.01 0.00 0.E+00
2.E-04
4.E-04
6.E-04
Q
8.E-04
1.E-03
(m3/s)
Gambar 4.20. Grafik Hubungan Antara Debit Aliran (Q) Dengan Kedalaman Maksimal Gerusan Pada Sedimen (Zmaks)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Hubungan Debit (Q) Dengan Maks Gerusan Sedimen Pada Seluruh Variasi Debit Dan Kemiringan Hulu Bendung 0.06 y = 40.875x + 0.0153
Z maks (m)
0.05 0.04
y = 40.96x + 0.0152 y = 36.132x + 0.0183
0.03
kemiringan 3:1 kemiringan 3:2
0.02
kemiringan 3:3
0.01 0.00 0.E+00
2.E-04
4.E-04
6.E-04
8.E-04
1.E-03
Q (m3/s)
Gambar 4.21. Grafik Hubungan Antara Debit Aliran (Q) Dengan Kedalaman Maksimal Gerusan Pada Sedimen (Zmaks) Pada Berbagai Kemiringan Hulu Bendung
Berdasarkan Gambar 4.21, dapat dilihat bentuk grafik yang dari tiap masing-masing kemiringan hulu bendung bahwa tidak terlalu terlihat perbedaan yang berarti antar tiap masing-masing kemiringan hulu bendung dengan debit aliran yang sama terhadap kedalaman maksimal gerusan . Secara lengkap, grafik hubungan antara debit aliran (Q) dengan kedalaman maksimal gerusan pada sedimen (Zmaks) dari masingmasing variasi kemiringan hulu bendung dapat dilihat di lampiran B.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
4.3.3. Hubungan Kedalaman Air (Y) dengan bilangan Froude (Fr) Berdasarkan grafik pada Gambar 4.24 dapat dilihat Hubungan kedalaman air (Y) dengan bilangan froude (Fr) terjadi akibat adanya variasi debit (Q). Sebagai sampel pembahasan, digunakan data dari variasi kemiringan hulu 3:1. Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Bilangan Froude Pada Variasi Debit Ke-1 14
Bilangan froude (Fr)
12 10 8 6
y = 17270x2 - 840.96x + 9.4942
Debit 1
4 2 0 -2 0.000
0.010
0.020 Y (m)
0.030
0.040
Gambar 4.22. Grafik Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Bilangan Froude (Fr) Pada Variasi Debit Ke-1 Grafik kurva yang terbentuk adalah pola lengkung parabola atau polynomial, karena persamaan hubungan antara kedalaman air dengan bilangan froude merupakan persamaan kuadrat : Y= 17270x2 - 840.9x + 9.494. Dari grafik, terlihat, kedalaman air yang semakin bertambah saat loncat hidrolis maka besarnya bilangan froude semakin turun dari kondisi superkritis hingga melewati titik kedalaman kritis atau bilangan Fr = 1 kemudian menjadi subkritis. Analisis di atas berlaku juga untuk variasi debit yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Bilangan Froude Pada Seluruh Variasi Debit 14 12 10
Bilangan froude (Fr)
8
Debit 1
y = 3562.6x2 - 326.51x + 7.294
Debit 2
6
y= 391.42x + 7.608 2 y = 7622.9x - 514.11x + 8.2222
Debit 3
4
y = 10446x2 - 620.22x + 8.6577
Debit 5
2
4866.7x2 -
Debit 4
y = 17270x2 - 840.96x + 9.4942
0 -2 0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
Y (m)
Gambar 4.23 Grafik Hubungan Kedalaman Air (Y) Dengan Bilangan Froude (Fr) Pada Seluruh Variasi Debit Dan Variasi Kemiringan Hulu Bendung
Berdasarkan Gambar 4.23, dapat dilihat bentuk grafik yang dari tiap masing-masing variasi debit (Q) bahwa setiap bertambahnya debit, bilangan froude saat awal loncat hidrolis yang dihasilkan semakin kecil. Secara lengkap, grafik hubungan kedalaman air (Y) dengan bilangan Froude (Fr) pada seluruh variasi debit (Q) dapat dilihat di lampiran B.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
4.4.4 Hubungan Variasi Debit (Q) dan Kemiringan Pada Hulu Bendung Terhadap Panjang Maksimal Gerusan Yang Terjadi (X maks)
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.24 dapat dilihat hubungan antara panjang gerusan (X maks) dengan variasi debit akibat penggunaan kemiringan pada hulu bendung. Sebagai sampel pembahasan, digunakan data dari variasi kemiringan hulu 3:1.
Hubungan Variasi Debit (Q) Dengan Panjang Gerusan Lokal Maksimal (X Maks) Pada Kemiringan Hulu 3:1 0.60 0.50 y = 490.8x + 0.0401
X (m)
0.40 0.30
Kemiringan 3:1
0.20 0.10 0.00 0.E+00
2.E-04
4.E-04
6.E-04
8.E-04
1.E-03
Q (m3/s)
Gambar 4.24 Grafik Hubungan Variasi Debit (Q) Dengan Panjang Gerusan Lokal Maksimal (X Maks) Pada Kemiringan Hulu 3:1
Grafik kurva yang terbentuk adalah pola linier yaitu posisi ordinat yang menyatakan panjang gerusan dan absis yang menyatakan variasi debit dengan persamaan linier : Y= 490,8x + 0,040. Dari grafik, terlihat, untuk bertambahnya debit aliran, panjang gerusan yang terjadi semakin panjang. Analisis di atas berlaku juga untuk variasi debit yang lain. Sedangkan perbandingan antar grafik dari semua variasi kemiringan hulu bendung dapat dilihat pada Gambar 4.25.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
0.60
Hubungan Variasi Debit (Q) Dengan Panjang Gerusan Lokal Maksimal (X maks) Pada Seluruh Variasi Kemiringan Hulu Bendung y = 440.23x + 0.07
0.50
y = 402.53x + 0.0883
0.40 X (m)
y = 490.8x + 0.0401
0.30
Kemiringan 3:1
0.20
Kemiringan 3:2 Kemiringan 3:3
0.10 0.00 0.E+00
2.E-04
4.E-04
6.E-04
8.E-04
1.E-03
Q (m3/s)
Gambar 4.25 Grafik Hubungan Variasi Debit (Q) Dengan Panjang Gerusan Lokal Maksimal (X Maks) Untuk Seluruh Variasi Kemiringan Hulu.
Berdasarkan Gambar 4.25, dapat dilihat bentuk grafik yang dari tiap masing-masing kemiringan hulu bendung bahwa tidak terlalu terlihat perbedaan yang berarti antar tiap masing-masing kemiringan hulu bendung dengan debit aliran yang sama terhadap panjang gerusan maksimal. Secara lengkap, grafik Hubungan variasi debit (Q) dengan panjang gerusan lokal maksimal (X maks) dari masing-masing variasi kemiringan hulu bendung dapat dilihat di lampiran B.
commit to user
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Setelah semua data diolah dan dianalisa, ada 4 kesimpulan dari penelitian ini, sesuai perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan rumusan masalah yang ada. Kesimpulannya adalah : 1. Dengan debit yang sama, kedalaman air di hilir hampir tidak terjadi perbedaan pada setiap variasi kemiringan hulu bendung ogee. Kedalaman air saat awal loncatan hidrolis lebih rendah dibandingkan setelah loncatan, tetapi energi spesifik saat awal loncatan hidrolis lebih besar dibanding setelah loncatan. Energi spesifik maksimal terjadi pada saat awal loncatan air dengan debit tertinggi 9,38.10-4 m3/s, energi spesifiknya mencapai 0.1853 m. 2. Semakin besar debit yang dialirkan pada saluran maka kedalaman maksimal gerusan lokal juga semakin besar. Kedalaman gerusan maksimal terjadi saat debit tertinggi 9,38.10-4 m3/s yakni mencapai kedalaman 0,050 m. 3. Bilangan froude semakin kecil dengan bertambahnya kedalaman air dan menurunnya kecepatan aliran air saat terjadi proses loncatan hidrolis dan berubah dari kondisi superkritis menjadi subkritis, kemudian dengan bertambahnya debit, dan bertambahnya kedalaman air, grafik bilangan froude semakin mendatar. Bilangan froude maksimal terjadi saat debit terendah 3.10-4 m3/s yakni bilangan froude mencapai 12,6. 4. Penggunaan variasi kemiringan hulu bendung dengan 5 macam variasi debit yang telah ditentukan peneliti antara 3.10-4 m3/s sampai 9,38.10-4 m3/s, tidak berpengaruh signifikan pada bentuk gerusan.
5.2. Saran
1. Penelitian ini diharapkan bisa dicoba untuk tipe pelimpah atau bangunan air yang lain, semisal tipe mercu pelimpah yang dimodofikasi seperti mercu bentuk gergaji dan penggunaan kolam olak tipe USBR, Vlughter, dan yang lain sehingga
72
commit to user
akan diketahui bentuk ideal bangunan air untuk mengurangi gerusan lokal dan timbunan lokal di hilir. 2. Pengamatan terhadap perkembangan gerusan sedimen di hilir, sebaiknya memperhitungkan aspek waktu. Sehingga kita dapat memperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk gerusan yang terjadi. 3. Diperlukan adanya modifikasi alat pada Hydraulic bench dan flume dapat lebih mudah untuk melakukan pengamatan perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Seluruh penelitian ini menggunakan kemiringan dasar saluran 1 %. Hal ini bisa dikembangkan kembali, untuk variasai kemiringan dasar saluran, mulai dari maximum positive bed slope +3,0 % hingga maximum negative bed slope –1,0 %. 5. Diperlukan peningkatan kapasitas debit pompa, agar variasi debit yang digunakan lebih beragam dan jarak interval debit lebih besar.
73
commit to user