JANGKAUAN MEDIA, PENGETAHUAN DAN SIKAP SIAGA BENCANA DI DAERAH RAWAN BENCANA KABUPATEN BANDUNG
FITRIA KHOIRUNNISAK
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya pihak lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Fitria Khoirunnisak NIM. I24070062
ABSTRAK FITRIA KHOIRUNNISAK. Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Indonesia secara geografis memiliki resiko bencana alam yang sangat tinggi, sehingga diperlukan upaya meminimalisasi dampak dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap siaga bencana. Penelitian ini bertujuan menganalisis sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan dan sikap siaga bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian di Desa Cipelah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali, dan Desa Kutawaringin, Desa Sukamulya, Kecamatan Kutawaringin, dengan jumlah 200 keluarga dipilih secara purposive. Sosialisasi bencana tergolong masih rendah dengan media informasi terbanyak melalui media berbasis manusia (tatap muka langsung) oleh petugas penyuluh. Kepercayaan dan penerimaan informasi responden terhadap aparat desa dinilai baik. Pengetahuan siaga bencana 53.5% persen berada pada kategori rendah dan sikap siaga bencana 81.0 persen berada pada kategori tinggi. Pendidikan, frekuensi dan durasi penggunaan media serta pengetahuan siaga bencana memiliki hubungan positif signifikan dengan sikap siaga bencana. Usia dan pendapatan perkapita memiliki hubungan negatif signifikan dengan sikap siaga bencana. Uji regresi menunjukkan sikap siaga bencana dipengaruhi pengetahuan, dan pendapatan per-kapita. Kata kunci: siaga bencana, bencana longsor, jangkauan media, pengetahuan, sikap. FITRIA KHOIRUNNISAK. Media Outreach, Knowledge and Attitudes Disaster Preparedness on Disaster-Prone Areas In Bandung Regency. Supervised by RETNANINGSIH and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. ABSTRACT Indonesia is geographically at risk of natural disasters is very high, so it takes effort to minimize the impact by increasing knowledge and disaster preparedness. This study aims to analyze the social-economic, media outreach, knowledge and disaster preparedness in disaster prone regions of Bandung regency. Study sites in the village Cipelah, Sukaresmi Village, District Rancabali, and Kutawaringin Village, Village Sukamulya, District Kutawaringin, the number of 200 families were selected purposively. Socialization disaster is still relatively low with most information media through human-based media (face to face) by the extension workers. Trust and acceptance of information respondents to village officials considered good. Knowledge of disaster preparedness 53.5% percent are in the low category of disaster preparedness and 81.0 percent are in the high category. Education, frequency and duration of use of the media as well as knowledge of disaster preparedness has a significant positive relationship with disaster preparedness. Age and income per capita has a significant negative relationship with disaster preparedness. Regression test showed influenced disaster preparedness knowledge, and per-capita income. Keywords: disaster preparedness, disaster landslide, media outreach, knowledge, attitude.
RINGKASAN FITRIA KHOIRUNNISAK. Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Kabupaten Bandung merupakan wilayah perbukitan atau pegunungan dengan lereng terjal dan curah hujan cukup tinggi, sehingga potensi kerawanan tanah longsor tinggi. Beberapa wilayah di Kabupaten Bandung sering terjadi longsor dengan skala kecil sampai besar yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur, terganggunya kegiatan sosial ekonomi dan terancamnya keselamatan penduduk. Upaya pemerintah meminimalisasi dampak bencana dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap siaga bencana. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana pada keluarga daerah rawan bencana Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tujuan Khusus adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, (2) Menganalisis hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana, (3) Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian strategis nasional DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa” tahun 2011-2012 oleh Krisnatuti, Retnaningsih, dan Rahmayani. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Cipelah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali, dan Desa Kutawaringin, Desa Sukamulya, Kecamatan Kutawaringin, dengan jumlah 200 keluarga dipilih secara purposive. Jumlah contoh pengambilan data masing-masing desa 50 keluarga tercatat sebagai keluarga yang mengalami dampak bencana alam dan tinggal di daerah rawan bencana (longsor) dan bersedia diwawancara. Total contoh pengambilan data terdapat 200 keluarga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga juli 2012. Data dikumpulkan melalui metode wawancara dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan persentase tertinggi (72.0%) keluarga termasuk kategori keluarga kecil. Persentase tertinggi usia suami (47.9%) berada pada kategori dewasa madya (41–65 tahun) dan istri (61.7%) berada pada kategori dewasa muda (18-40 tahun). Rata-rata usia istri (39.0 tahun) lebih muda dari pada rata-rata usia suami (44.4 tahun). Lama pendidikan suami-istri masih rendah dengan tingkat pendidikan suami-istri di dominasi tamatan SD (suami 68.1% dan istri 68.9%). Pekerjaan buruh merupakan pekerjaan utama yang paling banyak (46.5%) dilakukan suami. Sejumlah 48.1 persen istri bekerja, dengan 23.8 persen memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Pendapatan per-kapita berada pada kategori di atas garis kemiskinan BPS (2012), dengan pendapatan per-kapita minimal yang dimiliki sebesar Rp 50 000 sedangkan pendapatan per-kapita maksimal Rp 804 800, dan rata-rata pendapatan per-kapita Rp 322 903.25.
Pengalaman sosialisasi bencana masih rendah. Aparat desa sebagai salah satu bentuk media berbasis manusia bersifat internal, yang dipercaya hampir keseluruhan contoh (83.5%). Sumber informasi eksternal televisi sebagai media berbasis audio-visual lebih dipercaya 61.0 persen contoh. Hal tersebut menjelaskan, kepercayaan dan penerimaan informasi contoh dari aparat desa cukup tinggi, namun keluarga sebagian besar hanya menggunakan 1 jenis media dan pada jenis media informasi, yang disukai 58.5 persen contoh cenderung lebih menyukai televisi. Jenis acara yang paling disukai 41.0 persen contoh dari 98.0 persen pengguna televisi lebih menyukai sinetron/drama. Media lain yang digunakan adalah radio (14.5%) dengan lebih menyukai musik (13.5%), majalah (2.0) dengan rublik pendidikan (1%) dan rublik fasion (1%), serta Koran (5%) dengan rublik olahraga (2.5%). Pengetahuan siaga bencana yang dimiliki keluarga masih tergolong rendah, akan tetapi sikap positif mampu ditunjukkan keluarga. Penguasaan setiap pertanyaan pengetahuan siaga bencana tergolong rendah, karena dari 15 pertanyaan pengetahuan, 7 diantaranya berada pada skor dibawah 60. Sikap siaga bencana masih terdapat satu pernyataan sikap negatif sebesar 10.3 persen contoh, yaitu pernyataan sikap untuk tidak panik saat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin sering keluarga menonton TV dan membaca Koran. Semakin tinggi usia suami-istri maka semakin sering menggunakan media komunikasi dan lebih mempercayai informasi dari pihak internal. semakin baik pendapatan keluarga maka semakin sering memperoleh informasi dan menggunakan media Koran-radio. Semakin lama menempuh pendidikan kemudian semakin sering frekuensi dan lama durasi menggunakan media informasi atau semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki contoh, sehingga semakin banyak sikap positif siaga bencana yang ditunjukkan contoh. Semakin tua usianya maka semakin rendah pengetahuan siaga bencana yang dimiliki dan semakin negatif sikap siaga bencana yang ditunjukkan. Semakin banyak mengikuti sosialisasi bencana dan semakin banyak penggunaan media maka semakin baik tingkat pengetahuan siaga bencana. Semakin semakin tinggi pendapatan perkapita maka sikap siaga bencana semakin negatif. Pendapatan perkapita memiliki pengaruh nyata secara negatif terhadap sikap siaga bencana, sedangkan pengetahuan siaga bencana berpengaruh nyata secara positif terhadap siaga bencana. Saran yang diberikan kepada pemerintah berdasarkan hasil penelitian adalah sosialisasi bencana lebih dapat dimaksimalkan melalui aparat desa dan televisi. Materi yang perlu diberikan adalah pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana, bentuk siaga bencana, program desa/pemerintah yang berkaitan dengan upaya siaga bencana, dan lembaga-lembaga pemerintah yang membantu dalam kesiapsiagaan bencana. Pemerintah perlu membuat peta jalur evakuasi dan memasang rambu jalur evakuasi, (Desa Sukaresmi yang hampir tidak memiliki jalur evakuasi) karena terdapat sikap negatif pada sebagian besar masyarakat yang panik ketika bencana terjadi sehingga proses penyelamatan diri cenderung tidak memperhatikan jalur evakuasi. Kata kunci: siaga bencana, bencana longsor, jangkauan media, pengetahuan, sikap.
JANGKAUAN MEDIA, PENGETAHUAN, DAN SIKAP SIAGA BENCANA DI DAERAH RAWAN BENCANA KABUPATEN BANDUNG
FITRIA KHOIRUNNISAK
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung Nama : Fitria Khoirunnisak NIM : I24070062
Disetujui oleh,
Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing 1
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. Pembimbing 2
Diketahui oleh,
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan selama proses penyelesaian skripsi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian program Dikti yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa”, tahun 20112012. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Retnaningsih, M.Si. dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir Ujang Sumarwan, M.Sc. sebagai ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.F.S.A. sebagai pembimbing akademi, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS sebagai penguji sidang, serta para dosen dan Staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bimbingan, dukungan, kerjasama, dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa Departemen IKK, IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kedua Orangtua yang tidak hentinya berjuang, memberikan semangat dan doa untuk mendukung penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi. Selain itu adik-adik tersayang yang selalu memberikan semangat, dukungan dan keceriaan. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan masa depan. Demikian skripsi ini disusun semoga bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Fitria Khoirunnisak
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Contoh Jenis Dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan Dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian Karakteristik Keluarga Contoh Jangkauan Media Pengetahuan Siaga Bencana Sikap Siaga Bencana Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media, Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media, Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 4 4 4 6 6 6 7 7 10 11 11 12 15 18 19 21 21 22 25 25 26 26 36
DAFTAR TABEL Tabel 1 Variabel dan Kategori Data Tabel 2 Nilai minimal, maksimal, dan rataan Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami-istri Tabel 5 Sebaran contoh menurut lama pendidikan suami-istri Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan Tabel 9 Sebaran contoh menurut pengalaman sosialisasi bencana Tabel 10 Sebaran contoh menurut jumlah penggunaan media
9 13 13 13 14 14 15 15 16 17
Tabel 11 Sebaran contoh menurut penggunaan media Tabel 12 Sebaran contoh menurut frekuensi penggunaan media Tabel 13 Sebaran contoh menurut durasi penggunaan media Tabel 14 Persentase responden yang menjawab benar pada item pertanyaan pengetahuan Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan yang dimiliki Tabel 16 Persentase responden yang setuju dengan item pernyataan sikap siaga bencana Tabel 17 sebaran contoh berdasarkan kategori sikap siaga bencana Tabel 18 Hubungan karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan, dengan sikap siaga bencana Tabel 19 Pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan terhadap sikap siaga bencana
17 17 18 19 19 20 21 21 22
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Pemikiran Gambar 2. Mekanisme pengambilan contoh penelitian
5 7
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan sumber informasi (internal dan eksternal), bentuk perolehan informasi, media yang disukai (%) Lampiran 2 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan rublik (koran dan majalah) dan acara (radio dan TV) yang disukai (%) Lampiran 3 Gambar lokasi penelitian 1 Lampiran 4 Gambar lokasi penelitian 2 Lampiran 5 Hasil uji kolerasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan, dan sikap siaga bencana
31 32 33 34 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Letak Indonesia secara astronomis dilewati garis katulistiwa, secara geografis Indonesia terletak dipertemuan dua samudra (Pasifik dan Hindia), dua benua (Asia dan Australia). Indonesia terdapat pertemuan jalur gunung berapi aktif (Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania), pertemuan lempeng (Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik), dan pertemuan pergerakan angin barat dan timur (angin berasal dari dataran Asia bersifat panas dengan angin dari dataran Australia bersifat dingin), serta kontur topografi Indonesia dominan dengan dataran tinggi, dan perbukitan atau pegunungan. Kondisi tersebut dapat membuat Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi rawan terhadap bencana, terlebih dengan luas lautan Indonesia lebih besar dari daratannya. Kejadian bencana alam di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2011-2012, intensitas atau curah hujan tinggi dan berjangka lama mengakibatkan bencana alam sering terjadi. Terlebih wilayah dengan kondisi tanah tidak berpenahan, drainase air buruk, terjadinya pencemaran alam, perilaku manusia merusak alam (seperti buang sampah sembarangan, mendirikan rumah di daerah resapan air, dan sebagainya). Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 1815-2012, pulau jawa memiliki tiga provinsi yang memiliki intensitas terjadi bencana terbanyak, dengan urutan yaitu provinsi Jawa Tengah, provinsi Jawa Barat, dan provinsi Jawa Timur. Tercatat 1.700 kejadian bencana di provinsi Jawa Barat. Total kejadian dari tahun 2000-2012 di Indonesia adalah 12.614 kejadian bencana dengan 188.045 korban meninggal dunia. Bencana di Indonesia mengalami peningkatan tahun 2008 sebesar 47 persen, terlihat peningkatan korban bencana dari 624 jiwa (2008) menjadi 2.611 jiwa pada tahun 2009. Upaya pemerintah meminimalisasikan dampak bencana alam, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana, melalui program sosialisasi bencana, pelatihan siaga bencana, dan peringatan dini bencana oleh BPBD atau Tagana. Kebijakan pemerintah sebagai bentuk keseriusan penanganan bencana diperkuat dengan adanya mandat pengurangan resiko bencana Undang-undang No. 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana alam dan Undang-undang No. 21 tahun 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menciptakan ketahanan masyarakat. Tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana bertujuan menciptakan kesejahteraan sosial masyarakat sesuai Undang-undang No. 11 tahun 2009. Peningkatan pengetahuan yang dilakukan bertahap dan berkesinambungan dapat mengembangkan potensi diri, merubah sikap dan perilaku sesuai tujuan pembelajaran secara aktif terhadap masyarakat sebagai target atau sasarannya. Upaya tersebut memerlukan komunikasi efektif dengan media yang tepat sebagai perantara. Pengetahuan bahaya bencana alam didapatkan melalui berbagai sumber informasi, baik dari luar atau dari dalam desa yang berisiko bencana. Pihak-pihak luar yang terlibat dalam transmisi pengetahuan adalah guru, wartawan atau pihak berwenang setempat. Sumber internal meliputi orang yang di tuakan maupun orang yang di hormati. (Maarif, Pramono, Kinseng, Sunarti, 2012).
2
Media massa adalah bentuk komunikasi yang sasarannya berjumlah banyak dan beragam dengan jangkauan luas serta pesan dapat diterima audiens secara serempak dengan jumlah relatif banyak. Menurut Leshin, Pollock dan Reigeluth (1992), mengklasifikasikan media menjadi lima kelompok, yaitu media berbasis manusia (tatap muka langsung), media berbasis cetak, media berbasis audio-visual, dan media berbasis computer. Media massa yang sifat pesan atau informasinya begitu kuat dan diulang-ulang dengan frekuensi serta durasi tinggi akan dapat mendorong perubahan pemikiran penerima pesan. Hal tersebut menjelaskan dampak dan proses sebuah persuasi yang datang dari media massa juga mampu memegang peran penting dalam merubah cara penerima pesan atau informasi dalam berpikir, bersikap, maupun berperilaku. Namun, terkadang efek media terjadi tidak secara langsung dan perlu termediasi dengan pendapat para pakar atau individu kharismatik yang dipercaya dalam komunitas sosial dalam penyampaian informasi (Severin, W. J., dan Tankard, J, W., 2007). Media massa lebih daripada sekadar pemberi informasi dan opini. Media massa mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan (Cohen, 1963). Dampaknya Menurut Severin, W. J., dan Tankard, J, W., (2007), penggunaan media dapat menyebabkan perubahan pendapat, nilai, moral, dan tata cara kehidupan. Maka perlu adanya evaluasi isi dan informasi dari media yang digunakan khalayak dalam menilai realita sosial yang dihadapi, agar tidak terjadi perubahan nilai-nilai positif menjadi negatif. Namun, menurut Klapper (1960), komunikasi massa pada umumnya bukan penyebab utama dari timbulnya efek bagi penerima pesan, melainkan lebih merupakan fungsi antara faktor mediasi dan pengaruh. Sehingga efektif dalam penyebaran informasi, pengetahuan, dan kesadaran dasar, serta kurang efektif dalam mengubah pendapat-pendapat khusus, bahkan tidak efektif untuk mengubah sikap dan perilaku. Sikap merupakan ungkapan perasaan yang menunjukkan positif atau negatif, setuju atau tidak setuju, dan suka atau tidak suka. Sikap siaga bencana positif diperlukan untuk menentukan tindakan atau perilaku yang lebih baik dalam mengurangi dampak bencana alam. Sikap positif secara tidak langsung maupun secara langsung dapat terjadi ketika pengetahuan siaga bencana dimiliki masyarakat melalui media massa sebagai perantara informasi. Perumusan Masalah Kabupaten Bandung merupakan wilayah perbukitan atau pegunungan dengan lereng terjal dan curah hujan cukup tinggi, sehingga potensi kerawanan tanah longsor tinggi. Beberapa wilayah di Kabupaten Bandung sering terjadi longsor dengan skala kecil sampai besar yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur, terganggunya kegiatan sosial ekonomi dan terancamnya keselamatan penduduk. Penyebab bencana tanah longsor adalah kondisi geologi, topografi, jenis litologi, tata ruang dan konversi hutan menjadi tanaman pangan atau perkebunan. Pemukiman penduduk yang banyak dibangun pada daerah yang berlereng, mengakibatkan sangat rawan terhadap ancaman longsor. Zona kerentanan tanah longsor tinggi mempunyai tingkat kecenderungan terjadinya gerakan tanah tinggi yang aktif bergerak akibat pengaruh curah hujan yang tinggi. (Naryanto, 2011). Pengaruh curah hujan dalam menghasilkan longsor adalah suatu
3
yang jelas, sehingga radio local dan TV dapat memberikan peringatan dini ketika terjadi hujan dengan intensitas dan durasi tinggi (Hasnawir, 2012). Kabupaten Bandung menduduki peringkat ketiga skala nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor. Menurut BPS (2011), penduduk Jawa Barat berjumlah kurang lebih 44 juta jiwa dan sebanyak 28 juta bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Wilayah di Kabupaten Bandung yang terindikasi masuk dalam daerah rawan bencana berada di bagian tengah dan selatan (BPLHD, 2010). Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin berada di Kabupaten bagian selatan yang masuk ke kategori rawan bencana. Hal ini karena termasuk daerah tersebut dikelilingi tebing dengan kecuraman tinggi yang rawan longsor. Dampak terjadinya bencana alam dapat menimbulkan korban jiwa, psikologis, dan ekonomi. Bencana alam dapat menyebabkan krisis keluarga yang kehilangan pekerjaan, dan berkurangnya pendapatan. Pengurangan dampak bencana alam dengan meningkatkan pengetahuan melalui sosialisasi bencana, peringatan dini, memberikan pendidikan kebencanaan di sekolah sejak dini. Upaya pemerintah dalam penanganan bencana hasilnya tidak dapat dirasakan optimal oleh masyarakat apabila terjadi perbedaan pendapat masyarakat dan pemerintah. Hal itu disebabkan dari cara berkomunikasi yang tidak tepat, pemilihan media komunikasi yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat, serta terbatasnya pengetahuan dan kesadaran untuk bersikap atau perilaku menghargai alam yang dimiliki masyarakat. Akibat dari kesenjangan masyarakat dengan pemerintah dapat mempengaruhi penerimaan masyarakat dalam penanganan bencana yang dilakukan pemerintah berjalan lamban. Keterbatasan media yang digunakan masyarakat dapat menghambat akses kinerja dari penanggulangan bencana melalui proses pembelajaran mengenai kesiapsiagaan bencana. Hal tersebut dapat diatasi melalui komunikasi antar pribadi menggunakan peran aktif aparat desa, pemuka adat, orang dituakan maupun penerima pesan pemerintah lainnya yang dipercaya masyarakat. Bentuk investasi ketahanan masyarakat yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan peningkatan kualitas masyarakat dalam menghadapi bencana (kesiapsiagaan bencana) dan pengenalan alam Indonesia melalui proses pembelajaran atau pendidikan. Menurut Everett (1973) mass media akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pibadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesanpesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan (belief) audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka. Sesuai dengan pemaparan permasalahan di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin? 2. Bagaimana hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana? 3. Apakah ada pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin?
4
Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana pada keluarga daerah rawan bencana Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung Bagian Selatan, Jawa Barat Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin. 2. Menganalisis hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan menganalisa suatu permasalahan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki, serta memperkaya wawasan dan studi kepustakaan mengenai bidang konsumen. permasalahan sikap kesiapsiagaan bencana pada keluarga daerah rawan bencana dengan jangkauan media, dan pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang dapat digunakan sebagai referensi literature dan dapat sebagai masukanmasukan untuk penelitian selanjutnya. Partisipasi aktif masyarakat secara tidak langsung dijadikan bahan pertimbangan dan masukan untuk lembaga terkait pengurangan resiko bencana atau penanggulangan bencana atas desakan kebutuhan masyarakatnya. Penelitian ini dapat menjadi masukan pembuatan program-program pemerintah dalam peningkatan pengetahuan masyarakat, perubahan sikap, dan perilaku masyarakat sebagai wujud kesuksesan mengenai penanganan bencana dengan orientasi kesiapsiagaan bencana. KERANGKA PEMIKIRAN Resiko bencana tinggi perlu perlu penanganan dan antisipasi yang tepat pada daerah-daerah prioritas. Berbagai upaya meminimasisasi dampak dilakukan pemerintah, salah satunya dengan kesiapsiagaan bencana, peningkatan pengetahuan, dan perubahan sikap positif. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan sosialisasi bencana, pelatihan bencana, pembelajaran atau pendidikan serta pemanfaatan media massa dengan baik dan efektif. Menurut Naryanto (2011), Korban bencana alam akan kehilangan pekerjaan, sehingga kekurangan keuangan keluarga dan dapat menurunkan perekonomian daerah. Kerusakan infrastruktur dapat melumpuhkan pemasukan retribusi, potensi pendapatan, serta fasilitas sosial. Pembangunan tempat tinggal oleh masyarakat dan fasilitas publik oleh pemerintah perlu memperhatikan faktor ancaman longsor.
5
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan dengan realitas-realitas yang tetap dan senantiasa berubah. Proses pembelajaran pada peningkatan pendidikan selain peran pemerintah, dan pendidik perlu komunikasi baik, jelas dan tepat sasaran, dengan menggunakan jangkauan media massa sehingga mampu menembus suatu wilayah tanpa terikat lagi keterbatasan ruang dan waktu yang dimiliki sebuah komunikasi. Media merupakan sarana perantara informasi atau pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan secara audio, visual, maupun audiovisual. Dampak adanya media massa adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat yang menerima informasi, terbentuknya opini publik atau persepsi dalam masyarakat yang menerima informasi, adanya perubahan sikap masyarakat serta dapat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat yang menerima informasi (Agustin, 2011). Media massa akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pribadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesan-pesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka. Sikap seseorang terbentuk dengan perubahan cara pandang dan peningkatan pengetahuan yang melalui pengalaman sebelumnya maupun pembelajaran. Upaya pemerintah dalam pencegahan atau mitigasi bencana jangka panjang dengan memberikan pendidikan kebencanaan sebagai mata pelajaran di sekolah sejak dini, sehingga pengetahuan masyarakat mengenal alam atau lingkungan sekitarnya akan semakin meningkat (Andayani, 2011). Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga : 1. Usia suami-istri 2. Besar Keluarga 3. Pendidikan suami-istri 4. Pekerjaan suami-istri 5. Pendapatan
PENGETAHUAN SIAGA BENCANA JANGKAUAN MEDIA
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
SIKAP SIAGA BENCANA
6
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian berjudul Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, merupakan bagian dari penelitian strategis nasional DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa” tahun 2011-2012 oleh Krisnatuti, Retnaningsih, dan Rahmayani. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yakni penelitian dengan mempelajari objek riset hanya pada satu waktu tertentu atau tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang (single periode in time). Pemilihan tempat Kabupaten Bandung dengan Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin dilakukan secara purposive sampling dengan alasan sebagai daerah rawan bencana, kondisi topografi pegunungan dan terdapat patahan darat aktif (sumber peta topografi BPBD Kabupaten Bandung). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga juli 2012. Teknik pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di daerah rawan bencana Kabupaten Bandung bagian selatan. Cara pemilihan contoh menggunakan metode purposive dengan kriteria keluarga pernah mengalami bencana alam sehingga memiliki pengetahuan setidaknya berdasarkan pengalaman bencana alam. Responden penelitian merupakan istri atau kepala keluarga di lokasi penelitian yang bersedia memberikan informasi sebagai data penelitian. Tahap pertama, berdasarkan data BNPB kejadian bencana per-provinsi 1815-2012, Provinsi Jawa Barat menjadi urutan kedua terbanyak bencana alam. Tahap kedua, daerah Kabupaten Bandung bagian selatan memiliki topografi pegunungan dengan patahan darat aktif yang merupakan daerah rawan bencana terutama longsor. Tahap ketiga, terdapat patahan darat aktif (retakan tanah atau pergeseran tanah) dan bencana alam terutama longsor di Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin, serta merupakan daerah dengan korban bencana terbanyak. Tahap keempat, Desa Cipelah, Desa Sukaresmi, Desa Kutawaringin, dan Desa Sukamulya dipilih dengan alasan pada data dan peta topografi BPBD Kabupaten Bandung berwarna merah bata serta pernah terjadi longsor dan retakan tanah. Jumlah contoh pengambilan data masing-masing desa 50 keluarga tercatat sebagai keluarga yang mengalami dampak bencana alam dan tinggal di daerah rawan bencana (longsor) dan bersedia diwawancara. Total contoh pengambilan data terdapat 200 keluarga. Mekanisme pengambilan contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Jawa Barat
Purposive
Kabupaten Bandung Selatan
Purposive
Kecamatan Rancabali N= 48449 Desa Cipelah (N= 8028 n=50)
Kecamatan Kutawaringin N= 92036
Desa Sukaresmi (N=9315 n=50)
Desa Kutawaringin (n=50)
Desa Sukamulya (n=50)
Purposive
Purposive
Gambar 3. Proses pengambilan contoh penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah wawancara dengan kuesioner terstruktur yang dibuat sendiri. Data primer meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga (usia, pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, dan pendapatan keluarga), jangkauan media (penggunaan media, nama koran/majalah/radio/TV, rublik/acara yang disukai, frekuensi dan durasi, pengalaman sosialisasi bencana dan kepercayaan terhadap informasi), pengetahuan siaga bencana, serta sikap siaga bencana. Hasil uji reliabilitas menunjukkan masing-masing variabel jangkauan media α= 0.638, pengetahuan α= 0.741, dan sikap siaga bencana memiliki α=0.752. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007, Statistic Program for Sosial Science (SPSS) versi 16.0 for windows, dan minitab versi 15.0 melalui tahapan proses editing, coding, scoring, entrying, dan cleaning data. Editing meliputi pengecekan mengenai kelengkapan isi yang dapat diterima pada kuesioner serta konsistensi jawaban antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Coding berupa penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Scoring adalah sistem skoring yang dilakukan dengan menjumlahkan dan mengkategorikan. Entrying adalah memasukkan data penelitian yang sudah dilakukan coding maupun scoring kedalam program Microsoft Excel 2007. Cleaning adalah pengecekan kesesuaian data. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif merupakan metode penelahan data menggunakan rataan, median, nilai maksimum, dan nilai minimum untuk dapat menggambarkan data menjadi lebih dipahami. Data yang dianalisis deskriptif meliputi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana. Analisis deskriptif menggunakan alat uji descriptive statistics. Teknik scoring secara normatif
8
merupakan sistem scoring yang dilakukan dengan menjumlahkan dan mengkategorikan data menggunakan cut off point dengan interval Khomsan (2007) yaitu rendah (<60%), sedang (60%-80%) dan tinggi (>80%), digunakan untuk variabel pengetahuan siaga bencana dan sikap siaga bencana. Analisis inferensia digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana yang menggunakan Uji Regresi, berikut merupakan pengolahan data pada setiap variabel: Pengolahan data setiap variabel adalah, karakteristik sosial ekonomi terdiri dari usia, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga. Berdasarkan Hurlock (1998), Usia dibagi menjadi tiga kategori. Pendidikan diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti dan lama pendidikan yang pernah ditempuh. Jenis pekerjaan merupakan pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan yang dilakukan untuk menghidupi keluarga (pekerjaan kepala keluarga dan pekerjaan istri). Pendapatan keluarga per-bulan diperoleh dari pendapatan utama, pendapatan tambahan, bonus perusahaan, kiriman anak yang ditotalkan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori sesuai UMR (Upah minimum Regional). Menurut SK Gub. 561/KEP.1540-BANGSOS/2011 (UMK seJABAR), Upah Minimum Regional Kabupaten Bandung tahun 2012 sebesar Rp 1 223 800. Pendapatan per-kapita diperoleh dari total pendapatan keluarga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang ditanggung yang kemudian diklasifikasikan menurut BPS (2012) Rp 228 577. Berdasarkan data BKKBN (1998) besar keluarga dibagi menjadi tiga kelompok. Jangkauan media yang diteliti adalah penggunaan media, frekuensi penggunaan dalam seminggu, durasi menggunakan dalam satu hari, macam acara atau rublik yang disukai, pengalaman sosialisasi bencana, pihak/sumber informasi internal dan eksternal yang dipercaya, bentuk perolehan informasi, media informasi paling disukai. Penggunaan media di skoring berdasarkan jumlah penggunaan jenis media cetak dan media elektronik, dan macam acara atau rublik yang disukai, ditanyakan kemudian di coding. Frekuensi penggunaan dalam seminggu menggunakan pertanyaan terbuka yang kemudian dihitung total frekuensi. Durasi penggunaan dalam satu hari diperoleh dari pertanyaan terbuka yang kemudian satuan menit diubah menjadi jam dan dihitung total durasi penggunaan. Pengalaman sosialisasi bencana menggunakan teknik scoring. Sumber pengalaman sosialisasi bencana, pihak/sumber informasi yang dipercaya (internal dan eksternal), bentuk perolehan informasi, dan media informasi paling disukai, menggunakan pertanyaan terbuka yang diolah dengan mengelompokkannya sesuai coding yang dibuat. Kuesioner pengetahuan siaga bencana yang digunakan memiliki 15 pertanyaan terbuka dan dibuat dengan acuan website BNPB, buku pengenalan karakteristik bencana dan upaya mitigasinya di Indonesia (Harjadi, Triutomo, Widjaja, dan Amri, 2007) dan Undang-undang No 24 tahun 2007. Sikap siaga bencana memiliki 20 pernyataan, dengan 8 pernyataan sebelum bencana, 6 pernyataan saat bencana dan 6 pernyataan sesudah bencana. Pernyataan sikap siaga bencana diolah dengan teknik skoring. Penanggulangan bencana merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada saat sebelum terjadinya bencana serta penyelamatan pada saat bencana, rehabilitasi dan rekronstruksi setelah terjadinya bencana
9
(BAKORNAS, 2009). Menurut Fothergill, alice, and lori peek (2004) menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana terdiri atas kesiapsiagaan yaitu peringatan bahaya. Selanjutnya adalah tanggap darurat, pemulihan, dan terakhir rekonstruksi. Tabel 1 Variabel kategori data dan skala data NO 1.
2.
Variabel Karakteristik sosial ekonomi Usia
Satuan
Skala Data
Tahun
Rasio
Pendidikan Lama pendidikan
Tahun
Rasio
Pendapatan
Rupiah per bulan
Rasio
Besar Keluarga
Orang
Rasio
Jumlah
Rasio
Frekuensi
Kali dalam seminggu
Rasio
Durasi
Jam dalam sehari
Rasio
Jangkauan Media Penggunaan media
Pengalaman bencana
sosialisasi Tidak = 0 Iya = 1
Ordinal
3.
Pengetahuan Siaga Bencana
(0) Tidak menjawab/Jawaban salah (1) Menjawab/Jawaban benar
Ordinal
4.
Sikap Siaga Bencana
(0) Tidak Ordinal (1) Ya Kecuali, pertanyaan kedua sebelum bencana dan pertanyaan keenam saat bencana (0) Ya (1) Tidak.
Regresi versi Galton adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) terhadap satu atau lebih variabel independen (variabel bebas), dengan tujuan mengestimasi dan/atau memprediksi rataan populasi atau nilai rataan variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003). Asumsi klasik regresi yang harus dipenuhi agar dapat menentukan model uji regresi yang baik, apabila tidak ada autokolerasi data, tidak ada multikoliniaritas dan homokedastisitas. Regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh atau hubungan sebab-akibat secara linear antara dua atau lebih variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Persamaan regresi linear berganda dinyatakan dalam rumusan sebagai berikut :
10
Y = a + b1X1 + b2X2 + ….+ bnXn Keterangan : Y X1 dan X2 a b
= variabel dependen (nilai yang diprediksi) = variabel independen = konstanta (parameter intercept) = koefisien regresi (kemiringan/gradien) peningkatan ataupun penurunan.
mengetahui
nilai
Pengambilan data penelitian dari 200 contoh, yang dapat diolah secara regresi adalah 185 contoh setelah diuji kenormalan dengan program minitab versi 15.0. H0: residual menyebar normal, H1: residual tidak menyebar normal, hasil uji kenormalan p-value 0.010 < alpha 5%, artinya tolak H0, karena residual tidak menyebar normal. Selanjutnya menghilangkan beberapa data yang heterogen dan large standardized residual. Hasilnya tidak ada autokolerasi positif (1.608 < dw <1.862, dw= 1.781). Variabel karakteristik sosial ekonomi yang digunakan untuk analisis regresi ini adalah pendidikan, pendapatan, besar keluarga, dan usia. Pertanyaan yang digunakan pada variabel Jangkauan media untuk analisis yaitu, penggunaan media, frekuensi, durasi, dan pengalaman sosialisasi bencana. variabel pengetahuan yang memiliki pertanyaan terbuka bersifat kualitatif diubah menjadi kuantitatif dengan scoring dan ditotalkan serta variabel sikap juga diubah menjadi scoring dan ditotalkan. Definisi Operasional Jangkauan Media adalah jenis media yang dipilih dan digunakan sesuai frekuensi dan durasi penggunaan media. Jenis Media adalah ragam media baik cetak maupun elektronik yang membantu proses penyampaian informasi atau pesan seperti koran, majalah, radio, dan televisi. Frekuensi adalah ukuran dari berapa kali dalam seminggu (acara dan rublik media) dilihat, dibaca maupun didengarkan contoh. Durasi adalah ukuran dari berapa lama contoh dalam sehari (menit dan jam) melihat, membaca, atau mendengarkan informasi atau pesan tersebut dari media. Nama media adalah macam nama Koran, nama Majalah, nama saluran Radio, dan nama Channel TV. Pengetahuan Siaga Bencana adalah hasil penginderaan dengan media sumber informasi dilakukan contoh yang menghasilkan pemahaman dalam proses belajar, terhadap segala aspek tentang bencana alam, tanda bahaya, resiko bencana alam, penyebab bencana alam, aparat pemerintahan, dan persiapan langkah menghadapi bencana alam. Sikap siaga Bencana adalah reaksi positif negatif terhadap pernyataan siaga bencana (sebelum bencana, saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana).
11
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Secara geografis terletak pada koordinat 60 41' sampai dengan 70 19' lintang selatan dan diantara 1070 22' sampai dengan 1080 5' bujur timur. Batas wilayah Kabupaten Bandung: a. Utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang, b. Timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut, c. Selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, d. Barat : Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kabupaten Bandung secara morfologi berupa daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng antara nol sampai delapan persen, delapan sampai lima belas persen hingga diatas 45 persen. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1762.39 kilometer persegi atau 179238.67 Ha. Kabupaten Bandung beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata antara 1 500 Mm hingga 4 000 Mm, suhu udara berkisar 120 celcius sampai 240 celsius, serta kelembaban 78 persen pada musim hujan dan 70 persen musim kemarau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 267 desa, dan 9 kelurahan. Secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai 3 299 988 jiwa dengan proporsi penduduk terbesar laki-laki sebanyak 1 682 208 jiwa (51%) dan sisanya perempuan sebanyak 1 617 780 jiwa (49%). Wilayah Kabupaten Bandung menempati rangking 3 nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung, Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin memiliki retakan tanah dengan tingkat bahaya tinggi. Desa Sukaresmi memiliki Kampung Pondok Datar sebagai pemukiman pegawai perkebunan teh yang wilayahnya dikelilingi lereng dan tidak terdapat jalur evakuasi. Retakan tanah di Desa Cipelah dan Kampung Pondok Datar Desa Sukaresmi mengancam 500 jiwa yang tinggal disekitarnya. Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten yang terkena dampak terparah dengan korban jiwa terbanyak saat terjadinya bencana gempa tahun 2009 yang berpusat di Tasikmalaya. Total korban gempa dan tanah longsor di Jawa Barat tahun 2009 sekitar 959 jiwa (BNPB, 2011). Kejadian bencana tahun 2009 merusak bangunan milik warga dan terdapat ratusan korban jiwa. Dua desa di Kecamatan Rancabali yang rawan terhadap bencana longsor yaitu Desa Cipelah dan Desa Sukaresmi (lampiran 3), sedangkan dua desa di Kecamatan Kutawaringin yang rawan terhadap bencana longsor yaitu Desa Kutawaringin dan Desa Sukamulya (lampiran 4).
12
Kecamatan Rancabali Kecamatan Rancabali berupa daerah pegunungan atau perbukitan seluas 148.37 Km2 atau sekitar 11 219.20 Ha. Jarak tempuh Kecamatan Rancabali dari ibukota provinsi Jawa Barat lebih kurang 46 kilometer. Sedangkan jarak dari ibukota Kabupaten Bandung lebih kurang 29 kilometer. Kecamatan Rancabali memiliki lima desa yaitu, Desa Alamendah, Desa Cipelah, Desa Indragiri, Desa Patengan, dan Desa Sukaresmi. Populasi penduduk Kecamatan Rancabali berdasarkan BPS tahun 2011 adalah 48 449 jiwa dan kepadatan penduduk 327 jiwa per kilometer. Jumlah penduduk Kecamatan Rancabali yang berjenis kelamin laki-laki 24 507 jiwa (50.58%), dan perempuan 23 942 jiwa (49.42%), dengan rasio jenis kelamin Kecamatan Rancabali mencapai 102. Kecamatan tersebut memiliki 281 RT, 82 RW dan 17 dusun. Kecamatan Kutawaringin Kutawaringin merupakan kecamatan di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat yang menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.18 Tahun 2007 tanggal 12 Desember 2007 terbentuk dari pemekaran Kecamatan Soreang. Kecamatan Kutawaringin merupakan daerah yang cenderung berbukit-bukit atau dataran tinggi di sebelah barat, sedangkan wilayah sebelah timurnya adalah dataran dengan daratan persawahan cukup luas membentang sampai muara Sungai Ciwidey. Kecamatan Kutawaringin terdapat stadion kebanggaan masyarakat Bandung, yaitu Stadion Si Jalak Harupat. Luas wilayah Kecamatan Kutawaringin lebih kurang 47.30 Km2 atau sekitar 4 430.90 Ha dan tercatat memiliki 11 Desa, 171 RW, dan 529 RT. Populasi penduduk Kecamatan Kutawaringin berdasarkan data BPS 2011 sebesar 92 036 jiwa dan kepadatan penduduk 1 946 jiwa per kilometer. Karakteristik Keluarga Contoh Contoh penelitian di Desa Sukaresmi terdapat 3 responden yang tidak memiliki suami, Desa Kutawaringin terdapat 6 responden tidak memiliki suami dan 2 responden tidak memiliki istri, Desa Sukamulya terdapat 3 responden tidak memiliki suami dan 5 responden tidak memiliki istri. Jumlah contoh 200 orang dengan responden salah satu istri/kepala keluarga yang bersedia menjawab wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia istri lebih muda dari pada usia suami dengan usia maksimal istri (85 tahun) lebih tua dan nilai minimal istri (19 tahun) lebih muda dibandingkan usia maksimal-minimal suami. Rata-rata pendidikan suami lebih lama menempuh pendidikannya dibandingkan rata-rata pendidikan istri, dengan pendidikan maksimal istri (17 tahun) lebih lama dari pada pendidikan maksimal suami (16 tahun). Rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp 1 188 015 dan rata-rata pendapatan perkapitanya Rp 322 903.25. Jumlah minimal anggota keluarga 1 orang dan maksimal 9 orang, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga antara 3 hingga 4 orang. Variabel nilai minimal, maksimal, dan rataan karakteristik keluarga dapat dilihat pada tabel 1.
13
Tabel 2 Nilai Minimal, Maksimal, Rataan karakteristik keluarga Variabel (satuan) Usia responden (th) Usia suami (th) Usia istri (th) Lama pendidikan responden (th) Lama pendidikan suami (th) Lama pendidikan istri (th) Pendapatan keluarga (Rp/bln) Pendapatan per kapita (Rp/bln) Jumlah anggota keluarga (org)
Min 19 22 19
Max 85 80 85
Rataan ±standar deviasi (%) 39.5245 ± 12.51617 43.659 ± 12.64196 38.6089 ± 11.94007
0
17
6.1471 ± 2.41056
0
16
6.4798 ± 2.51181
0
17
6.16 ± 2.385
200 000
3 000 000
1 179 222.70 ± 696 565.910
50 000
782 500
319 117.84 ± 180 921.254
1
7
3.84 ± 1.185
Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia suami berkisar 22 tahun sampai 80 tahun, sedangkan usia istri berkisar 19 tahun hingga 85 tahun. Rata-rata usia istri (39.0 tahun) lebih muda dari pada rata-rata usia suami (44.4 tahun). Persentase tertinggi usia suami (47.9%) berada pada kategori dewasa madya (41– 65 tahun) dan istri (61.7%) berada pada kategori dewasa muda (18-40 tahun). Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri Suami
Usia (tahun)
n 84 90 14 188
Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Total Minimum-Maksimum Rataan
Istri % 44.7 47.9 7.4 100
n 119 68 6 193
22 – 80 44.4
% 61.7 35.2 3.1 100 19 – 85 39.0
Keterangan : Dewasa muda (18 - 40 tahun), Dewasa madya (41 – 65 tahun), dan Dewasa lanjut (>65 tahun)
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan suami-istri di dominasi tamatan SD (suami 68.1% dan istri 68.9%). Namun masih ada yang tidak bersekolah (suami-istri 2.1 persen). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami-istri Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD/MI Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS Tamat SMA/MA Akademi/Diploma/PT Total
Suami n 4 18 128 17 18 3 188
Istri % 2.1 9.6 68.1 9.0 9.6 1.6 100
n 4 25 133 20 8 3 193
% 2.1 12.9 68.9 10.4 4.1 1.6 100
14
Lama Pendidikan Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase tertinggi berada pada kategori rendah, dengan suami sebesar 80.3 persen dan istri sebesar 85.5 persen. Suamiistri sebesar 1.6 persen menempuh lama pendidikan lebih dari 12 tahun, sedangkan suami yang menempuh 9 tahun hingga 12 tahun sebanyak 18.1 persen dan 12.9 persen istri. Rata-rata lama pendidikan usia suami lebih tinggi (6.6 tahun) dari pada rata-rata lama pendidikan istri (6.2 tahun). Tabel 5 Sebaran contoh menurut lama pendidikan suami-istri Lama Pendidikan (Tahun) Rendah Sedang Tinggi Total Minimum-Maksimum Rataan
Suami n 151 34 3 188
Istri % 80.3 18.1 1.6 100
n 165 25 3 193
% 85.5 12.9 1.6 100
0 – 17 6.18 ± 2.381
0 - 16 6.59 ± 2.667
Keterangan : Rendah (<9 tahun), Sedang (9 – 12 tahun), dan Tinggi (>12 tahun)
Besar Keluarga Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga contoh (72.0%) termasuk kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 3 sampai 4 orang (3.86), dengan jumlah minimal anggota keluarga 1 orang dan maksimal 9 orang. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Total Minimum – maksimum (orang) Rataan
Total n 144 49 7 200
% 72.0 24.5 3.5 100 1–9 3.86
Keterangan : Keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 – 6 orang), dan Keluarga besar (≥7 orang)
Pekerjaan Utama Contoh penelitian ini terdapat 12 responden tidak memiliki suami dan 7 responden tidak memiliki istri. Oleh sebab itu responden yang tidak memiliki suami (12 istri) berubah menjadi kepala keluarga dan pekerjaannya dimasukkan ke dalam tabel pekerjaan kepala keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 99.0 persen kepala keluarga memiliki pekerjaan, dan hampir setengahnya (46.5%) bekerja sebagai buruh. Sejumlah 48.1 persen istri bekerja, dengan 23.8 persen memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Data secara rinci disajikan pada tabel 7.
15
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama Pekerjaan Utama Tidak bekerja Petani Buruh Wiraswasta Karyawan (swasta/negeri) Guru PNS / ABRI Pensiunan Lainnya Total
Kepala Keluarga n % 2 1.0 19 9.5 93 46.5 46 23.0 31 15.5 2 1.0 2 1.0 4 2.0 1 0.5 200 100
Istri n 94 1 31 43 8 3 1 0 0 181
% 51.9 0.6 17.0 23.8 4.4 1.7 0.6 0 0 100
Pendapatan Tabel 8 menunjukkan bahwa 63.5 persen keluarga contoh memiliki pendapatan berada dibawah UMR Rp 1 223 800. Pendapatan diatas UMR pada kategori rentang Rp 1 223 800 - Rp 2 447 600 terdapat 28.0 persen. Sebanyak 8.5 persen keluarga contoh memiliki pendapatan di atas Rp 2 447 600. Rata-rata pendapatan perbulan Rp 1 188 015, dengan minimal pendapatan Rp 200 000 dan maksimal pendapatan perbulan Rp 4 341 700. Hasil penelitian menunjukkan 60.0 persen berada pada kategori tidak miskin. Pendapatan per-kapita minimal yang dimiliki sebesar Rp 50 000 dan pendapatan per-kapita maksimal Rp 804 800, dengan rata-rata pendapatan perkapita Rp 322 903.25. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan Tingkat Pendapatan (rupiah) Rendah (< Rp 1 223 800) Sedang (Rp 1 223 800 – Rp 2 447 600) Tinggi (> Rp 2 447 600) Total Minimum – maksimum (rupiah) Rataan (rupiah) < Rp 228 577 (miskin) >Rp 228 577 Total Minimum – maksimum (rupiah) Rataan (rupiah)
Total N % 127 63.5 56 28.0 17 8.5 200 100 Rp 200 000 – Rp 4 341 700 1 188 015.00 ± 725 109.12 80 40 120 60 200 100 Rp 50 000 – Rp 804 800 322 903.25 ± 186 468.470
Jangkauan Media Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh (74.0%) belum pernah mendapatkan informasi melalui penyuluhan atau sosialisasi bencana. Selanjutnya, 26.0 persen contoh yang memiliki pengalaman sosialisasi bencana, 40.4 persen contohnya mendapatkan dari petugas penyuluh, 28.8 persen dari TV, dan 30.8 persen dari aparat desa.
16
Tabel 9 Sebaran contoh menurut pengalaman sosialisasi bencana Variabel Pengalaman sosialisasi bencana Iya Tidak Informasi bencana Aparat Desa Televisi Petugas Penyuluh
n
%
52 148
26.0 74.0
16 15 21
30.8 28.8 40.4
Sumber Informasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan contoh (83.5%) memiliki pilihan pertama sumber informasi internal yang dipercayai adalah aparat desa (S1, Nomor 2, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 82.0 persen contoh hanya percaya pada 1 sumber informasi internal dan 5.0 persen contoh tidak percaya sama sekali dengan sumber informasi internal (S1, Nomor 1, Lampiran 1). Lebih dari setengah contoh (61.0%) percaya pada televisi (S2, Nomor 10, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 75.0 persen contoh hanya percaya pada 1 sumber informasi eksternal (S2, Nomor 7, Lampiran 1). Pilihan pertama 43.5 persen contoh selama ini lebih menyukai memperoleh informasi dengan pertemuan bersama atau tatap muka (S3, Nomor 13, Lampiran 1) dan 22.0 persen contoh lebih menyukai memperoleh informasi dengan pemberitahuan langsung oleh petugas (S3, Nomor 15, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 70.0 persen contoh hanya menyukai bentuk perolehan pilihan pertamanya dan 1.0 persen contoh tidak menyukai memperoleh informasi dalam bentuk-bentuk tersebut (S3, Nomor 12, Lampiran 1). Lebih dari setengah contoh (58.5%) cenderung menyukai bentuk media televisi sebagai pilihan pertama (S4, Nomor 20, Lampiran 1), dan 34.0 persen contoh lebih menyukai pertemuan warga dalam mendapatkan informasi (S4, Nomor 22, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 73.0 persen contoh hanya menyukai media dari pilihan pertama (S4, Nomor 18, Lampiran 1). Spanduk merupakan media sumber informasi yang paling tidak disukai baik sebagai pilihan pertama maupun pilihan kedua (S4, Nomor 23, Lampiran 1). Penggunaan Media
Media yang digunakan untuk mendapatkan informasi terdiri atas 4 jenis yaitu, koran, majalah, radio, dan TV. Tabel 10 menunjukkan bahwa 83.0 persen contoh hanya menggunakan 1 jenis media, 14.5 persen contoh menggunakan 2 jenis media, dan 2.5 persen contoh menggunakan 3 jenis media. Minimal contoh menggunakan 1 jenis dan maksimal menggunakan 3 jenis media. Rata-rata penggunaan media sebanyak 1 jenis media hingga 2 jenis media.
17
Tabel 10 sebaran contoh menurut jumlah penggunaan media Variabel n Penggunaan Media (jenis) 1 166 2 29 3 5 4 0 Total 200 Minimal – Maksimal 1-3 Rataan ± std 1.20 ± 0.456
% 83.0 14.5 2.5 0 100
Tabel 11 menunjukkan hampir keseluruhan contoh (98.0%) menggunakan media televisi. Persentase pembaca koran sebanyak 5.0 persen, pendengar radio sebanyak 14.5 persen contoh, dan majalah merupakan media yang paling sedikit digunakan (2.0%). Tabel 11 Sebaran contoh menurut penggunaan media Variabel Penggunaan Media Koran Majalah Radio TV
n
%
10 4 29 196
5.0 2.0 14.5 98.0
Contoh (2.5%) paling sering membaca koran dengan rublik olahraga (M1, Nomor 4, Lampiran 2), sedangkan rublik majalah yang paling sering dibaca adalah fasion dan pendidikan (M2, Nomor 9 dan 10, Lampiran 2). Contoh (13.5%) paling sering mendengarkan radio dengan acara musik (M3, Nomor 13, Lampiran 2). Hampir setengah contoh (41.0%) paling sering menonton TV acara sinetron atau drama (M4, Nomor 17, Lampiran 2), dan 24.0 persen contoh lebih sering menonton berita (M4, Nomor 16, Lampiran 2). Tabel 12 menunjukkan sebanyak 90.0 persen contoh menonton televisi lebih dari 5 kali dalam seminggu dengan rata-rata 13 kali seminggu. Sebanyak 10 persen contoh mendengar radio lebih dari 5 kali seminggu, dan rata-rata menggunakan sekali dalam seminggu. Frekuensi membaca majalah sebanyak 3 kali seminggu oleh 1.5 persen contoh dan rata-rata penggunaan majalah sebesar 0.06. Frekuensi membaca koran antara 1 sampai 4 kali dalam seminggu oleh 4.0 persen contoh, dan rata-rata membaca koran 0.16 seminggu. Tabel 12 Sebaran contoh menurut frekuensi penggunaan media Frekuensi Koran (kali per n % minggu) 0 190 95.0 1–4 8 4.0 ≥5 2 1.0 Rataan ± std 0.16 ± 1.106 Minimal – maksimal Rataan ± std
Majalah n
Radio %
196 98.0 3 1.5 1 0.5 0.06 ± 0.462
n
TV %
171 85.5 9 4.5 20 10.0 1.00 ± 2.741 1 – 38 14.21 ± 7.261
n
%
4 2.0 16 8.0 180 90.0 13.00 ± 6.612
18
Tabel 13 menunjukkan 85.0 persen contoh menonton televisi dengan durasi 0.25 sampai 5.65 jam dalam sehari. Durasi 5.0 persen contoh membaca Koran berada pada 0.1 sampai 2 jam dalam sehari. Majalah memiliki pembaca paling sedikit dan lama membacanya (2.0%) antara 0.1 sampai 2 jam dalam sehari. Radio banyak didengarkan setiap hari selama 0.1 sampai 2.65 jam oleh 10.0 persen contoh. Rata-rata lama penggunaan media sebesar 4.0295 dala sehari dengan minimal penggunaan 0.25 jam perhari dan maksimal penggunaan 12 jam dalam sehari. Tabel 13 Sebaran contoh menurut durasi penggunaan media Variabel
n % Durasi (jam dalam sehari)
Koran
Rataan ± std 0.0322 ± 0.17938
0 0.1 – 0.65 >0.65
190 8 2
95.0 4.0 1.0
Majalah
0.0175 ± 0.15972 0 0.1 – 0.65 >0.65
196 2 2
98.0 1.0 1.0
0 0.1 – 2.65 >2.65
171 20 9
85.5 10.0 4.5
0 0.1 – 5.65 >5.65 Total durasi media Minimal – maksimal Rataan ± std
4 170 26
2.0 85.0 13.0
Radio
0.3088 ± 0.93286
TV
4.0295 ± 2.26635
805.90 0.25 – 12 4.0295 ± 2.26635
Pengetahuan Siaga Bencana Pertanyaan pengetahuan yang paling banyak diketahui contoh (93.0%) yaitu pengetahuan terkait jenis bencana. Akan tetapi terdapat 92.5 persen contoh kurang mengetahui lembaga yang menjalankan program siaga bencana pemerintah pusat maupun daerah seperti BNPB, BPBD, dan Tagana. Sebanyak 7 pertanyaan pengetahuan berada pada kategori rendah (46.7%). Hal tersebut mampu memperlihatkan pertanyaan pengetahuan yang cukup dikuasai oleh 200 contoh. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
19
Tabel 14 Persentase responden yang menjawab benar pada item pertanyaan pengetahuan Pertanyaan Pengetahuan
n
%
Pengertian siaga bencana Bentuk siaga bencana longsor Program siaga bencana desa/pemerintah Lembaga siaga bencana BNPB, BPBD, TAGANA Bentuk tanda bahaya Pihak yang terlibat tim siaga bencana desa Manfaat siaga bencana Tugas relawan Perilaku penyebab bencana longsor Dampak bencana longsor Tindakan ketika ada tanda bahaya Perilaku pencegah bencana longsor Jenis bencana alam Penyebab bencana longsor Ciri-ciri daerah rawan longsor
30 43 45 15 72 94 99 120 137 148 140 156 186 163 167
15.0 21.5 22.5 7.5 36.0 47.0 49.5 60.0 68.5 74.0 70.0 78.0 93.0 81.5 83.5
Tingkat pengetahuan diukur dari seberapa banyak pertanyaan pengetahuan yang dijawab benar oleh responden. Hasil penelitian tabel 18 menunjukkan pengetahuan yang dimiliki contoh lebih banyak berada pada kategori rendah (53.5%). Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan siaga bencana yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki Tingkat pengetahuan siaga bencana Rendah Sedang Tinggi Total Min-max Rataan
n 107 80 13 200
% 53.5 40.0 6.5 100 0 - 100 58.8313 ± 20.91992
Keterangan : Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), dan Tinggi (>80%)
Sikap Siaga Bencana Hasil penelitian menunjukkan sikap positif terjadi pada pernyataan sikap sebelum bencana dan pernyataan sikap setelah bencana. Sikap saat terjadi bencana terdapat satu pernyataan sikap negatif sebesar 10.3 persen contoh, yaitu pernyataan sikap untuk tidak panik saat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Data secara rinci disajikan pada Tabel 16.
20
Tabel 16 Persentase responden yang setuju dengan item pernyataan sikap siaga bencana Sikap siaga bencana
Sebelum terjadi bencana
Saat terjadi bencana
Setelah Bencana
Pernyataan Sikap Pentingnya mengenal kondisi lingkungan sekitar Tidak perduli adanya larangan penebangan pohon liar*) Pentingnya mengetahui tanda bahaya longsor Keterlibatan warga dalam aksi perduli lingkungan dapat mengurangi resiko bencana Melaporkan ke aparat desa jika terjadi tanda bahaya longsor Pentingnya mengikuti kegiatan siaga bencana yang disosialisasikan aparat desa/pemerintah Yakin bahwa relokasi tempat tinggal merupakan satu-satunya jalan mengurangi dampak bencana alam Bersedia untuk direlokasi tempat tinggal apabila kondisi membahayakan keluarga Keinginan ada warga yang memberikan tanda bahaya ketika ada bencana Saling memberitahu kepada tetangga saat ada tanda bencana sangat penting untuk keselamatan bersama Tidak panik ketika menyelamatkan diri dari bencana longsor Berusaha menyelamatkan anak dan keluarga ketika terjadi longsor Mencari tempat perlindungan untuk menyelamatkan diri dari bencana longsor Pentingnya menyelamatkan barang dan surat berharga ketita terjadi bencana*) Berusaha menenangkan hati anggota keluarga untuk mengurangi trauma akan bencana Lebih waspada ketika terdapat tanda bahaya longsor Bersedia mengikuti instruksi dari pemerintah untuk pengamanan pasca bencana Membantu kegiatan relawan untuk membantu korban bencana yang lain Segera meminta bantuan ke pihak lain setelah terjadi bencana Akan lebih mencintai lingkungan
n
%
196
98.0
176
88.0
191 181
95.5 90.5
188
94.0
190
95.0
182
91.0
183
91.0
192
96.0
195
97.5
20
10.0
188
94.0
198
99.0
133
66.5
175
87.5
197
98.5
198
99.0
165
82.5
156 198
78.0 99.0
Tabel 17 kategori sikap menunjukkan tidak ada responden yang memiliki sikap dengan kategori rendah. Tingkat sikap responden terhadap bencana hampir dari seluruhnya (81.0%) menunjukkan kategori tinggi, sisanya berada pada kategori sedang (19.0). Rata-rata sikap siaga bencana sebesar 87.55 dengan skor minimal 60 dan skor maksimal sikap siaga bencana 100.
21
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap Kategori sikap siaga bencana n Rendah 0 Sedang 38 Tinggi 162 Total 200 Min-max 60 – 100 Rataan 87.55 ± 8.020 Keterangan : Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), dan Tinggi (>80%)
% 0 19.0 81.0 100
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media dan Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara lama pendidikan istri (r=0.199**), frekuensi penggunaan media (r=0.232**), durasi penggunaan media (r=0.170*) dan pengetahuan siaga bencana (r=0.311**) dengan sikap siaga bencana. Artinya, semakin lama pendidikan, semakin banyak frekuensi penggunaan media, semakin lama durasi penggunaan media, dan semakin tinggi pengetahuan siaga bencana maka semakin positif sikap siaga bencana. Akan tetapi, semakin tua usia responden dan usia suami-istri serta semakin tinggi pendapatan per-kapita yang dimiliki maka memiliki sikap siaga bencana akan semakin negatif. Tabel 18 Hubungan karakteristik dengan jangkauan media, pengetahuan, dan sikap siaga bencana Variabel Besar keluarga Usia responden Usia suami Usia istri Lama pendidikan responden Lama pendidikan suami Lama pendidikan istri Pendapatan per-kapita Pengalaman sosialisasi Penggunaan media Frekuensi penggunaan media Durasi penggunaan media Pengetahuan siaga bencana **. Korelasi signifikan pada p<0.01.
Sikap siaga bencana 0.085 -0.268** -0.259** -0.257** 0.086 0.108 0.199** -0.166* -0.071 0.060 0.232** 0.170* 0.311** *. Korelasi signifikan pada p<0.05.
Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media dan Pengetahuan Terhadap Sikap Siaga Bencana Hasil uji pengaruh menghasilkan model regresi yang dapat memberikan gambaran pengaruh besar keluarga, usia suami, lama pendidikan suami, pendapatan per-kapita, pengalaman sosialisasi, penggunaan media, total frekuensi media, total durasi media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana. Tabel 19 menunjukkan bahwa pendapatan per-kapita berpengaruh
22
negatif signifikan terhadap sikap siaga bencana sebesar -0.1112. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan seratus ribu rupiah pendapatan maka akan menurunkan sikap siaga bencana sebesar 0.1112 poin. variabel lain dalam penelitian yang berpengaruh adalah pengetahuan (β=0.105, p=0.001). Artinya setiap peningkatan satu skor benar pengetahuan siaga bencana maka akan meningkatkan sikap siaga bencana sebesar 0.095 poin, Nilai adjusted R-Square menunjukkan bahwa model tersebut menjelaskan 14.9 persen pengaruh besar keluarga, usia suami, lama pendidikan suami, pendapatan, pengalaman sosialisasi, penggunaan media, total frekuensi media, total durasi media, dan pengetahuan terhadap sikap siaga bencana. Sisanya 85.1 persen dipengaruhi variabel yang tidak diteliti. Tabel 19 Pengaruh karakteristik, jangkauan media, dan pengetahuan terhadap sikap siaga bencana Variabel Besar keluarga (org) Usia responden (th) Lama pendidikan responden (th) Pendapatan per-kapita (00000 rupiah) Pengalaman sosialisasi (ya=1, tidak=0) Penggunaan media (jumlah) Frekuensi media (kali/mgg) Durasi media (jam/hari) Pengetahuan (benar=1, salah=0) Adj R2 R2 Sig. F
Sikap Siaga bencana Β unstandardized Beta standardized 0.015 0.007 -0.013 -0.143 -0.036 -0.076
Sig. 0.926 0.061 0.361
-0.1112
-0.170
0.017
-0.303
-0.116
-0.111
-0.084 0.019 0.005 0.095
-0.034 0.120 0.011 0.252
0.668 0.254 0.916 0.002 0.149 0.436a 0.000a 4.574
PEMBAHASAN Usia suami berada pada kategori dewasa madya, usia istri dewasa muda, pendidikan suami-istri termasuk rendah (tamatan SD), dan Pendapatan total perbulan 63.5 persen berada di bawah UMR Rp 1 223 800, dan pendapatan perkapita 60 persen berada di atas Garis Kemiskinan. Pengalaman sosialisasi bencana masih rendah. Aparat desa sebagai salah satu bentuk media berbasis manusia bersifat internal, yang dipercaya hampir keseluruhan contoh (83.5%). Sumber informasi eksternal televisi sebagai media berbasis audio-visual lebih dipercaya 61.0 persen contoh. Hal tersebut menjelaskan, kepercayaan dan penerimaan informasi contoh dari aparat desa cukup tinggi (S1, Nomor 2, Lampiran 1), namun keluarga sebagian besar hanya menggunakan 1 jenis media dan pada jenis media informasi yang disukai, 58.5 persen contoh cenderung lebih menyukai televise (S4, Nomor 20, Lampiran 1). Jenis acara yang paling disukai 41.0 persen contoh dari 98.0 persen pengguna televisi lebih menyukai sinetron/drama (M4, Nomor 17, Lampiran 2). Keberhasilan penggunaan media dalam mengurangi dampak bencana dapat dikarenakan pertimbangan seseorang dan kepercayaan seseorang terhadap sumber informasi utama yang memberikan pengaruh meningkatkan
23
pengetahuan dan pemahaman siaga bencana bahkan sikap dan/atau perilaku siaga bencana. Media lain yang digunakan adalah radio (14.5%) dengan lebih menyukai musik (13.5%) (M3, Nomor 13, Lampiran 2), majalah (2.0) dengan rublik pendidikan (1%) (M2, Nomor 10, Lampiran 2) dan rublik fasion (1%) (M2, Nomor 9, Lampiran 2), serta Koran (5%) dengan rublik olahraga (2.5%) (M1, Nomor 4, Lampiran 2). Pengetahuan yang dimiliki rendah, namun sikap positif ditunjukkan keluarga. Usia akan menunjukkan tahapan seseorang mampu menyelesaikan masalah dan meningkatkan cara berfikir atau bersikap sesuai tahapan usianya (Hultsch dan Deutsh, 1981). Tingkat pengetahuan yang dimiliki contoh lebih banyak berada pada kategori rendah (53.5%). Penguasaan pertanyaan pengetahuan contoh termasuk kategori rendah (46.7%) dengan 7 pertanyaan memiliki skor dibawah 60. Sikap siaga bencana masih terdapat satu pernyataan sikap negatif sebesar 10.3 persen contoh, yaitu pernyataan sikap untuk tidak panik saat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Menurut Jurenzy (2011), pengetahuan mengenai lingkungan dan kebencanaan yang masih rendah dengan sikap memperlihatkan positif. Akan tetapi masih terdapat sikap masyarakat yang panik saat terjadi bencana dan pasrah terhadap keadaan alam, kurangnya perhatian serta kesadaran mengenai pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, sehingga perlu kelembagaan BNPB, BPBD, TAGANA, relawan dan RT/RW membantu dalam hak penyiapan semua hal yang berkaitan dengan bencana, seperti peringatan dini, evakuasi dengan sigap dan distribusi bantuan. Semakin lama pendidikan suami-istri maka semakin tinggi pengetahuan siaga bencana yang dimiliki, sedangkan semakin tua usianya maka semakin rendah pengetahuan siaga bencana yang dimiliki. Semakin banyak mengikuti sosialisasi bencana dan semakin banyak penggunaan media maka semakin baik tingkat pengetahuan siaga bencana. Keluarga yang mengikuti sosialisasi bencana masih rendah sehingga pertanyaan pengetahuan siaga bencana yang dapat dijawab berada pada kategori rendah dan persentase tingkat pengetahuan yang dimiliki contoh juga berada pada kategori rendah. Sikap siaga bencana memiliki hubungan positif signifikan dengan lama pendidikan, frekuensi dan durasi penggunaan media informasi, serta pengetahuan siaga bencana. Hal ini menunjukkan semakin lama menempuh pendidikan kemudian semakin sering frekuensi dan lama durasi menggunakan media informasi atau semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki contoh, sehingga semakin banyak sikap positif siaga bencana yang ditunjukkan contoh. Usia dan pendapatan per-kapita memiliki hubungan negatif dengan sikap siaga bencana. Semakin tua usianya dan semakin tinggi pendapatan per-kapita maka semakin negatif sikap siaga bencana yang ditunjukkan. Penggunaan media berhubungan positif signifikan dengan pengetahuan siaga bencana, dan pengetahuan siaga bencana berpengaruh nyata secara positif terhadap sikap siaga bencana. Tingkatan sikap siaga bencana 81.0 persen berada pada kategori tinggi, sedangkan tingkatan pengetahuan siaga bencana 53.5 persen berada pada kategori rendah. Hal ini karena sosialisasi bencana masih rendah, dan media yang banyak digunakan hanya 1 jenis dengan televisi sebagai media terbanyak dan sinetron sebagai tayangan favorit (penggunaan media masih terbatas sebagai fungsi hiburan).
24
Komponen jangkauan media memiliki hubungan positif signifikan dengan beberapa karakteristik keluarga. Hal ini terlihat dari semakin banyak anggota keluarga maka semakin sering keluarga menonton TV dan membaca Koran. Semakin tinggi usia suami-istri maka semakin sering menggunakan media komunikasi dan lebih mempercayai informasi dari pihak internal. Pendapatan perkapita memiliki hubungan positif signifikan bentuk perolehan informasi dan total frekuensi durasi Koran-radio. Sehingga, semakin baik pendapatan keluarga maka semakin sering memperoleh informasi dan menggunakan media Koran-radio. Pengetahuan memiliki hubungan positif signifikan dengan lama pendidikan suami-istri dan hubungan negatif signifikan dengan usia suami-istri. Sehingga semakin lama menempuh pendidikan maka semakin tinggi pengetahuannya, dan semakin muda usia seseorang maka semakin baik pengetahuannya. Usia dewasa muda memiliki pendidikan rendah, pendapatan diatas garis kemiskinan, penggunaan media rendah, pengalaman sosialisasi rendah sehingga minim sekali mendapatkan informasi untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga pengetahuan rendah, akan tetapi sikap positif ditunjukkan keluarga terhadap siaga bencana karena keyakinan dan situasi yang akan dihadapi keluarga. Hal ini menjelaskan secara tidak langsung penggunaan media dapat menyebabkan perubahan pendapat, nilai, moral, dan tata cara kehidupan untuk menghasilkan sikap positif. Maka perlu adanya evaluasi isi dan informasi dari media yang digunakan khalayak dalam menilai realita sosial yang dihadapi, agar tidak terjadi perubahan nilai-nilai positif menjadi negatif (Severin, W. J., dan Tankard, J, W., 2007). Pengetahuan didapat dari informasi yang disimpan dalam ingatan termasuk pengalaman pribadi, dapat membantu seseorang mengambil keputusan rasional dan efisien dalam penyelamatan diri ketika terjadi bencana, sehingga mengurangi resiko atau memperkecil ketidak pastian sikap dan perilaku ketika terjadi bencana (Sumarwan, 2011). Peningkatan pengetahuan diperlukan agar dapat membuat perubahan sikap siaga bencana lebih baik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan sarana meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang yang dilakukan menggunakan jangkauan media komunikasi (BPS 2011). Menurut Everett (1973) mass media akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pibadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesan-pesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan (belief) audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka. Komunikasi antar pribadi bisa melalui aparat desa, aparat kecamatan, tokoh agama, tokoh masyarakat (tokoh yang dituakan/kepala adat), dan tetangga atau saudara. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000), keterlibatan individu dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang sudah dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, dan kemampuan berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menganalisis masalah, mencari informasi yang dibutuhkan, menentukan sikap positif, dan kemampuan individu membuat keputusan tepat saat dihadapkan situasi yang tidak diinginkan. Seluruh pengetahuan bersifat dinamis, terus berubah, berkembang dan beradaptasi karena respon masyarakat pada perubahan lingkungannya. Identifikasi kekuatan masing-masing dasar pengetahuan dan mengintegrasikannya akan memperkuat masyarakat lokal dalam mempersiapkan dan upaya mitigasi
25
menghadapi ancaman bencana yang tinggi (Maarif, Pramono, Kinseng, Sunarti, 2012). Tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Sikap terhadap siaga bencana merupakan kesepahaman pendapat dan keyakinan contoh terhadap upaya penanggulangan bencana dan menjadi dasar untuk memberikan respon dengan cara tertentu yang dipilihnya (Swastha dan Handoko, 2002). Sikap siaga bencana terdiri dari tiga kelompok sebelum terjadinya bencana, saat terjadinya bencana, dan setelah terjadinya bencana. Sikap seseorang terbentuk dengan perubahan cara pandang dan peningkatan pengetahuan melalui pengalaman dan pembelajaran. Menurut Bilson Simamora (2008), teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Pavlov, Skinner dan Hull menyatakan sikap hingga perilaku seseorang merupakan hasil belajar dari akumulasi pengalaman hidupnya. Pendapatan perkapita berpengaruh nyata secara negatif terhadap sikap siaga bencana sedangkan pengetahuan siaga bencana berpengaruh nyata secara positif terhadap siaga bencana. Sesuai dengan dampak adanya media massa adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat yang menerima informasi, terbentuknya opini publik atau persepsi dalam masyarakat yang menerima informasi, secara tidak langsung adanya perubahan sikap masyarakat serta dapat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat yang menerima informasi (Agustin, 2011). Saudara atau kekerabatan yang sangat erat dan gotong royong yang baik dapat membantu masyarakat dalam penanggulangan bencana melalui kesiapsiagaan bencana dan berbasis masyarakat (Nasution, 2005). Program desa tangguh bencana dapat menjadi pilihan program pemerintah dalam mengurangi resiko bencana dengan melakukan pengorganisasian, identifikasi potensi dan resiko bencana, penyusunan rencana penanggulangan bencana, edukasi masyarakat, serta proses pemberdayaan ekonomi dan kelembagaan yang menangani bencana (Saptadi, G. dan Djamal, H., 2012). Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya mewawancarai istri atau kepala keluarga tanpa melibatkan anggota keluarga, sehingga dalam beberapa hal peneliti mengalami kendala dalam memperoleh informasi terkait kondisi keluarga dalam penggunaan media, pengetahuan yang dimiliki, serta sikap yang ditunjukkan. Penelitian ini dilakukan tiga tahun pasca bencana terjadi, sehingga sumber informasi berdasarkan pengalaman pribadi tidak terlalu membantu dalam menjawab pertanyaan pengetahuan siaga bencana, dan sosialisasi bencana oleh pemerintah dilakukan pasca bencana 3 tahun lalu, sehingga terdapat keterbatasan contoh dalam mengingat pengetahuan yang didapat dari pengalaman sosialisasi bencana. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Usia suami berada pada kategori dewasa madya dan istri berada pada kategori dewasa muda, tingkat pendidikan suami-istri tamat SD, dan besar keluarga tergolong keluarga kecil. Pekerjaan kepala keluarga mayoritas sebagai buruh dengan pendapatan per kapita keluarga berada di atas Garis Kemiskinan
26
(Rp 228 577). Sumber informasi dipercaya adalah aparat desa dan televisi. Bentuk perolehan informasi yang selama ini diterima dan disukai adalah pertemuan tatap muka, sedangkan media informasi yang disukai adalah televisi. Media terbanyak yang digunakan adalah televisi. Tingkat pengetahuan siaga bencana berada pada kategori rendah. Akan tetapi sikap siaga bencana yang dimiliki keluarga tergolong positif. Faktor yang berhubungan dengan sikap siaga bencana adalah lama pendidikan, frekuensi penggunaan media, durasi penggunaan media, dan pengetahuan siaga bencana, dengan sikap siaga bencana. Semakin lama pendidikan yang ditempuh contoh, semakin banyak frekuensi dan semakin lama durasi penggunaan media, semakin tinggi pengetahuan siaga bencana yang dimiliki contoh maka semakin positif sikap siaga bencana yang ditunjukkan contoh. Akan tetapi, terdapat faktor yang berhubungan negatif dengan sikap siaga bencana adalah usia suami–istri, dan pendapatan per-kapita. Semakin tua usia suami-istri maka keluarga tersebut memiliki sikap siaga bencana cenderung negatif. Semakin tinggi rendah pendapatan per-kapita maka semakin positif sikap siaga bencana. Kurangnya pengalaman sosialisasi bencana yang didapat mengakibatkan rendahnya pengetahuan siaga bencana. Faktor yang mempengaruhi sikap siaga bencana adalah pendapatan perkapita dan pengetahuan. Pendapatan per-kapita berpengaruh negatif signifikan terhadap sikap siaga bencana, sedangkan pengetahuan berpengaruh positif terhadap sikap siaga bencana. Model uji regresi menjelaskan variabel yantg diteliti berpengaruh terhadap sikap siaga bencana 14.9 persen. Pengetahuan tentang bencana akan mempengaruhi sikap dalam memperkecil dampak bencana, diperkuat dengan pengalaman bencana serta penggunaan media. Saran Sosialisasi bencana lebih dapat dimaksimalkan melalui aparat desa dan televisi. Materi yang perlu diberikan adalah pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana, bentuk siaga bencana, program desa/pemerintah yang berkaitan dengan upaya siaga bencana, dan lembaga-lembaga pemerintah yang membantu dalam kesiapsiagaan bencana. Pemerintah perlu membuat peta jalur evakuasi dan memasang rambu jalur evakuasi, (Desa Sukaresmi yang hampir tidak memiliki jalur evakuasi) karena terdapat sikap negatif pada sebagian besar masyarakat yang panik ketika bencana terjadi sehingga proses penyelamatan diri cenderung tidak memperhatikan jalur evakuasi. Hal ini sesuai dengan mandat pengurangan resiko bencana Undang-undang No. 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana alam dan Undang-undang No. 21 tahun 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menciptakan ketahanan masyarakat. Mayoritas keluarga masih menjadikan televisi sebagai sumber hiburan dan belum menjadikan sebagai sumber informasi. Sehingga perlu diadakan sosialisasi dari pemerintah sebagai upaya menambah informasi yang didapat keluarga. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
27
Agustin, R. 2011. Peranan dan Pengaruh Surat Kabar terhadap Perkembangan Informasi Masyarakat. [makalah]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Andayani, T. T. 2011. Dana Sumbangan Masyarakat Untuk Pembangunan Ekonomi Pasca Bencana Merapi. Jurnal Penanggulangan Bencana. Juni [Internet]. [diunduh 2013 Sep 9]; Vol 2(1). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/379.pdf [BAKORNAS]Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 2009. Pedoman Penanganan Pasca Gempa. [diunduh 2013 Jan 11]. www.bappenas.go.id/files/.../babiv__20091213102221__2486__5.doc
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2008. Kesejahteraan Keluarga Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://www.bkkbn.go.id [BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2011. Indeks Kerawanan Bencana Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/441.pdf . 2011. Data dan Informasi Bencana di Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11].http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&con tinue=y&lang=ID [BPBD] Badan Penanggulangan Bencana Daerah. 2007. Undang-undang No.24 Tahun 2007 : Penanggulangan Bencana. [diunduh 2013 Jan 11]. http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/1.pdf . 2011. Kebencanaan Kabupaten Bandung. [diunduh 2013 jan 11]. http://www.bandungkab.go.id/arsip/2200/informasi-publik-badanpenanggulangan-bencana-daerah [BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. 2010. Kerentanan Bencana Jawa Barat. [diunduh 2013 Mar 12]. http://www.bplhdjabar.go.id [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Pendidikan di Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=28 . 2011. Kependudukan di Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=12 . 2012. Kondisi Kemiskinan di Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=23 Cohen, B.C. 1963. The Press and Foreign Policy. Princeton, N.J: Princeton university Press. Elton, L. 2007. Pengaruh pemberitaan surat kabar terhadap persepsi masyarakat pengguna jasa transportasi udara di Surabaya (Kasus studi kecelakaan pesawat adam air). Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Juli [Internet]. [diunduh 2013 Sep 9]; Vol 1(2). http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/2433.pdf Engle J. F, Blackwell R. D, Miniard P. W. 1994. Perilaku Konsumen (edisi 6) jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. (alih bahasa: F.X. Budiyanto). Everett, R. M. 1973. Communication Strategies For Family Planning. New York: Free Press. [diunduh 2013 Agt 10]. http://www.jstor.org/discover/10.2307/2777455?uid=3738224&uid=2129 &uid=2&uid=70&uid=4&sid=21104095103231 Fothergill, Alice and Lori, A. P. 2004. Poverty and Disaster in The United States: A Review Of Recent Sosiological Findings. first Canadian ed. Canada: Nelson education.
28
Ghozali, I. 2011. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang: Universitas Diponegoro Press. Gujarati, D. N. 2003. Ekonometrika Dasar, Jakarta: Erlangga (alih bahasa: Sumarno Zain). Handoko, H. 1999. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Harjadi, Triutomo, Widjaja, dan Amri. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia Edisi ke-2. [diunduh 2013 Jan 12]. http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/470.pdf Hasnawir. 2012. Ambang Batas Curah Hujan untuk Bencana Sedimen di Kaldera Bawakaraeng Sulawesi Selatan. Jurnal Penanggulangan Bencana. Juni [Internet]. [diunduh 2014 Juni 9]; Vol 3(1). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/480.pdf Hawkins, Best, and Coney. (2001). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy 8th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Hurlock, E. B. 1988. Psikologi Perkembangan Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. (alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo). Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jurenzy, T. 2011. Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat Dalam Kaitannya Dengan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana Di Daerah Rawan Bencana (Studi Kasus: Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Khomsan, A. 2007. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Klapper, J. T. 1960. The Effects of Mass Communication. New York: Free Press. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran: Edisi Milenium, jilid 1. Jakarta: Prenhalindo. Maarif, S., Pramono, R., Kinseng, R. A., Sunarti, E. 2012. Konsentasi Pengetahuan dan Pemaknaan tentang Ancaman Bencana Alam (Studi Kasus ancaman Bencana Gunung Merapi). Jurnal Penanggulangan Bencana. Juni [Internet]. [diunduh 2014 Juni 9]; Vol 3(1). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/480.pdf McCombs, M. E, dan Shaw, D. L. 1972. The Agenda Setting Function of Mass Media. The Public Opinion Quarterly. [Diunduh 2013 Nov 10]; Vol 36 (2). http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Mass%2 0Media/Agenda-Setting_Theory/ Naryanto, H. S. 2011. Analisis Resiko Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Penanggulangan Bencana. Juni [Internet]. [diunduh 2013 Sep 9]; Vol 2(1). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/379.pdf Nasution, M. S. 2005. Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas, Studi Kasus Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Komunitas Daerah Rawan Bencana Alam Tanah Longsor di Desa Kidangpananjung Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. [Thesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
29
Firdausi, K. N. 2010. Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga Terhadap Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Peter, P. J, dan Olson J. C. 1999. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran jilid 1 Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga (alih bahasa: Sihombing D.). Saptadi, G., Djamal, H. 2012. Kajian Model Desa Tangguh Bencana dalam Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Bersama BPBD DIY. Jurnal Penanggulangan Bencana. Oktober [Internet]. [diunduh 2014 Jun 9]; Vol 3(2). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/481.pdf Sarwono, J. 2009. Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Melakukan Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16 .Yogyakarta: Penerbit ANDI. Severin, W. J, dan Tankard, J. W. 2007. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana. (alih bahasa: Sugeng Hariyanto). . 2011. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana. (alih bahasa: Sugeng Hariyanto). Simamora, B. 2008. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka. Slamet, Y. 1993. Analisis Kualitatif Untuk Data Sosial. Surakarta: Dabara. . 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo. Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
30
Lampiran 1 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan sumber informasi (internal dan eksternal), bentuk perolehan informasi, media yang disukai (%) No (S1) 1 2 3 4 5 6 (S2) 7 8 9 10 11 (S3) 12 13 14 15 16 17 (S4) 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Variabel Sumber informasi internal yang dipercaya Yang tidak percaya Aparat desa Aparat Kecamatan Tokoh agama Tokoh masyarakat Tetangga/saudara Sumber informasi eksternal yang dipercaya Yang tidak percaya Petugas penyuluh Media cetak TV Radio Bentuk perolehan informasi Tidak ada Pertemuan bersama/tatap muka Media cetak Pemberitahuan langsung oleh petugas Forum warga (arisan, pengajian, dll) Televisi Media perolehan informasi yang disukai Tidak ada Pamflet Televisi Pemberitahuan surat Pertemuan warga Spanduk SMS Media cetak Petugas datang kerumah
Pilihan 1 %
n
10 167 2 7 9 5
5.0 83.5 1.0 3.5 4.5 2.5
Pilihan 2 n
%
174 1 3 6 7 9
87.0 0.5 1.5 3.0 3.5 4.5
31 44 2 122 1
15.5 22.0 1.0 61.0 0.5
181 0 0 19 0
90.5 0 0 9.5 0
2 87 20 44 32 15
1.0 43.5 10.0 22.0 16.0 7.5
142 0 1 27 13 17
71.0 0 0.5 13.5 6.5 8.5
146 0 2 1 39 1 4 6 1
73.0 0 1.0 0.5 19.5 0.5 2.0 3.0 0.5
0 1 117 10 68 0 2 1 1
0 0.5 58.5 5.0 34.0 0 1.0 0.5 0.5
31
Lampiran 2 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan rublik (koran dan majalah) dan acara (radio dan TV) yang disukai (%) No (M1) 1 2 3 4 5 6 7 (M2) 8 9 10 (M3) 11 12 13 14 (M4) 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Variabel
Rublik Koran Tidak membaca koran Berita Humor Olahraga Kesehatan Fasion Pendidikan Rublik Majalah Tidak membaca Majalah Fasion Pendidikan Acara Radio Tidak mendengarkan Radio Berita Musik Siraman Rohani Acara TV Tidak menonton TV Berita Sinetron/Drama Komedi Infotaiment Reality Show Musik Siraman Rohani Acara Anak Seni dan Budaya Olahraga
Pilihan 1 n %
Pilihan 2 n
%
190 3 1 5 0 0 1
95.0 1.5 0.5 2.5 0 0 0.5
196 1 0 1 1 1 0
98.0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0
196 2 2
98.0 1.0 1.0
200 0 0
100 0 0
171 0 27 2
85.5 0 13.5 1.0
194 3 2 1
97.0 1.5 1.0 0.5
4 48 82 17 6 9 8 3 7 1 15
2.0 24.0 41.0 8.5 3.0 4.5 4.0 1.5 3.5 0.5 7.5
61 49 41 22 5 6 3 5 3 0 5
30.5 24.5 20.5 11.0 2.5 3.0 1.5 2.5 1.5 0 2.5
32
Lampiran 3 Gambar lokasi penelitian 1 Desa Cipelah, Kecamatan Rancabali
Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali
33
Lampiran 4 Gambar lokasi penelitian 2 Desa Kutawaringin, Kecamatan Kutawaringin
Desa Sukamulya, Kecamatan Kutawaringin
34
34
Lampiran 5 Hasil uji korelasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan, dan sikap siaga bencana S1
1
S2
-0.042
1
S3
-0.013
0.901**
1
S4
-0.016
0.999**
0.890**
1
S5
0.135
-0.373**
-0.413**
-0.345**
S6
0.186**
-0.336**
-0.287**
-0.296** 0.626**
1
S7
0.125
-0.346**
-0.391**
-0.345** 1.000**
0.606**
1
S8
-0.182**
-0.012
-0.023
-0.052
0.244**
0.206**
0.799**
1
M1
0.079
0.032
0.099
0.034
-0.055
0.095
-0.057
0.057
1
M2
0.032
-0.055
-0.059
-0.033
0.177**
0.137
0.177*
0.116
0.115
1
M3
0.100
-0.201**
-0.220**
-0.205** 0.186**
0.207**
0.094
0.032
0.011
0.390
1
M4
0.091
-0.221**
-0.238**
-0.209** 0.176**
0.226**
0.176*
0.089
0.003
0.386**
0.693**
1
P
0.124
-0.217**
-0.222**
-0.217**
0.89**
0.69**
0.304**
0.015
0.258**
0.248**
0.361**
0.254**
1
Skp
0.132
-0.268**
-0.253**
-0.261**
0.081
0.083
0.086
-0.070
0.019
0.113
0.243**
0.170*
0.296**
Keterangan : S1 : Besar keluarga (orang) S2 : Usia responden (tahun) S3 : Usia suami (tahun) S4 : Usia istri (tahun)
1
S5 : Lama pendidikan responden (tahun) S6 : Lama pendidikan suami (tahun) S7 : Lama pendidikan istri (tahun) S8 : Pendapatan per-kapita
M1 : Pengalaman sosialisasi (iya= 1, tidak=0) M2 : Penggunaan media (jumlah) P : pengetahuan M3 : Frekuensi (kali per minggu) Skp : Sikap M4 : Durasi (jam per hari)
1
35
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2007. Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 11 Oktober 1988 dari pasangan Supardi S.Pd. dan Dwi Nur A. S.Pd. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Sewon Yogyakarta, yang selanjutnya masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa maupun kepanitiaan. Tahun 2008-2009 penulis menjabat sebagai sekretaris komisi II, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (DPM FEMA IPB). Tahun 2009-2010 penulis menjadi anggota DPM FEMA IPB. Tahun 2009 penulis menjadi pengawas dari DPM FEMA untuk kegiatan penerimaan mahasiswa baru angkatan 45 (MPF). Tahun 2009 penulis menjadi panitia kegiata ESPENSA sebagai divisi acara. Tahun 2009 penulis menjadi koordinator divisi perencanaan di organisasi FORSIA IPB. Tahun 2010 penulis menjadi bendahara divisi kewirausahaan di organisasi FORSIA IPB.