JANGGAM, MAKHLUK PERENGGUT NYAWA (Bagian 1) DUSUN KURUNGAN NYAWA hanya memiliki belasan rumah dengan jumlah penduduk puluhan jiwa saja. Penduduknya rata-rata bekerja sebagai petani palawija, juga peternak sapi, kerbau, kambing, dan ayam. Panorama dusun Kurungan Nyawa begitu indah menakjubkan, tenang dan damai. Para bujang dan gadis serta anak-anak mandi di sungai yang amat jernih airnya. Mereka bersenda gurau sambil memainkan air sungai nan bening. Betapa ceria dan semaraknya suasana dusun terpencil ini. Sanyoto duduk di kursi yang ada diteras rumahnya sambil merokok. Kelihatannya orang tua ini sedang memikirkan sesuatu, entah apa. Karminah menghampiri suaminya sambil membawa segelas kopi panas. Begitu melihat Sanyoto melamun, ia segera menegurnya seraya tersenyum. ”Ada apa sih, Pak? Beberapa hari ini Ibu lihat Bapak murung terus? Ayo diminum dulu kopinya, biar nggak ngantuk!” Karminah meletakan kopi buatannya di atas meja, di hadapan suaminya. Sanyoto menyeruput sedikit kopinya, lalu menarik napas panjang seraya mengelus-elus pegangan kursi yang didudukinya. ”Ada apa toh, Pak?” tanya Karminah, sambil duduk di sisi suaminya. ”Beberapa malam ini...” kata Sanyoto sambil memandang jauh ke depan, kemudian ia melanjutkan. ”Bapak seringkali mimpi buruk, Bu. Sepertinya dusun kita akan tertimpa suatu musibah!” ”Ah! Bapak kebanyakan tidur sih. Lagipula yang namanya mimpi nggak bisa dipercaya, Pak! Orang bilang itu cuma kembang tidur!” sahut istrinya seraya tertawa. ”Tapi...” Sanyoto kembali menghela napas. ”Beberapa malam ini, aku sering terbangun tengah malam, Bu. Begitu terbangun, aku jadi takut sekali!” ”Usiamu sudah hampir enam puluh, Pak. Masa’ cuma mimpi begitu saja kamu takut!” Karminah tertawa geli mendengar ucapan suaminya. ”Betul, Bu!” Sanyoto tampak serius sekali. ”Selama ini Bapak tidak pernah merasa ketakutan seperti ini. Tapi kali ini...” ”Pak...” Karminah menatap suaminya. ”Sebenarnya mimpi seperti apa yang Bapak alami itu?”
”Sosok hitam! Sosok hitam yang menyeramkan! Mahkluk itu muncul dari dalam tanah!” jawab Sanyoto, sambil terus memandang jauh ke depan. ”Ooh, benarkah?” Karminah tampak penasaran. ”Lalu, kenapa Bapak terus-menerus memandang ke arah bukit itu?” ”Aku bermimpi... Mahkluk hitam mengerikan itu muncul dari balik bukit, Bu!” jawab Sanyoto, sambil menunjuk ke arah bukit. ”Selama ini kita, juga warga lainnya sama sekali tidak pernah ke sana! Tapi...” Karminah lantas tersenyum. ”Sudahlah, Pak. Itu kan hanya mimpi. Semoga saja bukan kenyataan. Jangan terlalu dipikirkan!” ”Yaah...” Sanyoto menarik napas panjang. ”Aku juga berharap begitu. Mudah-mudahan saja mimpiku cuma sekedar kembang tidur.” *** MALAM HARINYA, Dusun Kurungan Nyawa ditimpa hujan lebat disertai angin kencang nan dahsyat. Kilat menyambar-nyambar disertai dentuman suara petir yang menggelegar, memekakkan telinga. ”Ooh...tidaaak!” teriak Sanyoto. Lelaki tua ini lantas terjaga dari tidurnya. ”Ada apa, Pak?” tanya Karminah. ”Mimpi buruk lagi?” ”Ya. Mimpi itu datang lagi, Bu!” Sanyoto bangun, kemudian duduk di pinggir ranjang. ”Mimpi kali ini lebih menyeramkan!” ”Hujan malam ini deras sekali, Pak!” Karminah memberitahukan. ”Ya, rasanya hampir tidak pernah terjadi hujan sederas ini, Bu. Suara petir juga...” Sanyoto tampak takut sekali. ”Ada apa gerangan? Apakah akan terjadi sesuatu di dusun kita?” ”Sudahlah, Pak!” Karminah menepuk bahu suaminya. ”Sebaiknya kita tidur lagi. Jangan mikirin yang bukan-bukan!” Sanyoto membaringkan tubuhnya kembali, lalu memejamkan mata berusaha tidur lagi. Karminah menatap suaminya lekat-lekat. Wanita tua itu pun menggelengkan kepala. Namun tak berapa lama, mendadak Sanyoto berteriak lagi dan langsung terbangun dengan napas memburu. ”Pak!” Karminah tersentak kaget. ”Apa yang terjadi?” ”Sosok hitam itu...!” Wajah Sanyoto memucat. “Sosok hitam itu akan mendatangi dusun kita, dan membunuh kita semua!” ”Jangan ngawur, Pak!” Karminah menarik napas, lalu mengambil segelas air putih untuk suaminya.
”Minumlah dulu. Bapak mimpi lagi, jangan takut!” Sanyoto meneguk air itu sampai habis. Setelah tuntas gelas yang kosong itu diberikannya lagi pada sang istri. ”Bapak harus tenang,” kata Karminah, sambil menaruh gelas kosong itu diatas meja. ”Sosok hitam itu...” Sanyoto kembali memandang keluar jendela. Bibirnya gemetar seperti terserang demam nan hebat. ”Pak, Pak...!” Lagi-lagi Karminah menghela napas. ”Sampean itu sudah aki-aki, tapi masih juga takut dengan mimpi! Kita ini sudah bau tanah, Pak!” ”Sosok hitam itu mengerikan sekali, Bu!” gumam Sanyoto. ”Sepasang matanya merah menyala, seperti bola api!” ”Sudahlah, Pak...” Karminah mengernyitkan keningnya. Sudah puluhan tahun menjadi istri Sanyoto, selama itu belum pernah suaminya takut pada apapun. Tapi kali ini... Karminah mendekati jendela. Ia buka sedikit daun jendela itu dan mengintip keluar. Suasana diluar tampak gelap gulita. Hujan deras masih terus mengguyur, angin tak hentihentinya berhembus kencang. Kilat terus menyambar, sesekali memancar, menerangi tempat yang gelap gulita. Tidak tampak apa pun di sana. Tiba-tiba petir menggelegar dahsyat, seakan-akan ingin membelah bumi. Betapa terkejutnya Karminah. Maka buru-buru dia menutup daun jendela. Ia mendekati suaminya dan duduk di sisinya. Napasnya setengah memburu, bahkan ketakutan. ”Malam ini aneh sekali. Benar-benar menyeramkan...” gumam Karminah dengan tubuh menggigil. Rupanya ia mulai terpengaruh. Sementara itu dibalik bukit, terjadilah sesuatu yang tak lazim. Tanah di sana bergoncanggoncang hebat, disertai petir yang terus-menerus menggelegar. Mendadak tanah pada salah satu bagian bukit itu terbelah. Makin lama semakin melebar saja. Kilat terus-menerus menyambar, dan petir pun menggelegar tak henti-hentinya. Tiba-tiba dari dalam tanah yang terbelah itu muncul sosok hitam mengerikan. Begitu sampai dipermukaan tanah, sosok hitam itu pun mengeluarkan suara yang tak kalah menyeramkan. Suara aneh mengerikan itu segera saja disambut dengan lolongan panjang anjing hutan. Ketika sosok hitam itu muncul dari dalam tanah, terjadi pula gempa bumi yang menggoncangkan semua rumah-rumah serta pepohonan di dusun kurungan Nyawa. Penduduk dusun Kurungan Nyawa yang tengah terlelap itu serentak bangun, namun tidak seorang pun dari mereka yang berani keluar untuk melihat apa yang terjadi. Mereka hanya
meringkuk di atas kasur, saling peluk dengan keluarga mereka masing-masing, menahan ketakutan yang tak terkira. Sementara itu sosok hitam dengan wujud mengerikan, yang muncul dari dalam tanah di balik bukit itu mulai melangkah menuju dusun Kurungan Nyawa. Sepasang matanya tampak merah menyala bagaikan sepasang bola api. Rupanya lebih mengerikan dari anjing serigala, memiliki gigi-gigi tajam berkilat disertai lendir yang menetes. Rambut panjangnya yang semraut bagaikan ijuk kian menambah kengerian. Bukan itu saja, terdengar pula desah napasnya yang berat menyeramkan. *** TAMPAK BEBERAPA WARGA dari dusun Banjar Agung melangkah di jalan setapak. Dua pria mengikuti mereka sambil menengok ke sana-sini. Kedua pria itu bernama Demmy Nugroho dan Jeffry Budiman. Demmy adalah detektif handal dari kota Menarabatu, sedangkan Jeffry adalah polisi yang juga merupakan teman baiknya. Mereka ditugaskan ke dusun Kurungan Nyawa untuk memeriksa para penduduk yang mati secara mengenaskan. Karena mereka tidak tahu jalan, maka warga dari dusun Banjar Agung pun mengantar mereka ke dusun Kurungan Nyawa. ”Apakah perjalanan kita masih jauh?” tanya Demmy sambil menyeka keringat yang mengucur dikeningnya. ”Sebentar lagi juga sampai!” sahut salah seorang warga. Kemudian lelaki setengah baya itu menambahkan, ”Sekarang Dusun Kurungan Nyawa sudah musnah! Semua penduduknya mati secara mengerikan!” ”Memangnya penduduk dusun itu dirampok?” tanya Demmy, menyela. ”Bukan!” ”Diserang binatang buas barangkali?” ”Sepertinya juga bukan! Pokoknya Bapak lihat saja nanti!” Mereka terus melangkah. Setelah melewati jalan berliku, sampailah mereka di dusun Kurungan Nyawa. Semua rumah penduduk telah musnah terbakar. Para penghuninya sendiri, baik tua, muda maupun anak-anak, semua mati secara mengenaskan. Puluhan mayat bergelimpangan. Demmy dan Jeffry menggeleng tak percaya melihat pemandangan mengerikan itu. Selanjutnya, mereka mulai memeriksa kondisi mayat-mayat mengenaskan itu. Ada satu hal yang amat mengherankan. Para lelaki mati terbakar, dan di bagian dada mereka terdapat bekas terbakar. Ada sesuatu yang lebih mengherankan, yaitu pada dada seluruh mayat lelaki terdapat lubang, namun tidak terdapat bercak darah dibagian itu.
Sementara itu mayat kaum wanitanya tak kalah mengerikan. Mereka terlihat pucat pias seperti kehabisan darah. Cara kematian mereka pun berbeda dengan kaum lelaki. Begitu pula halnya dengan kondisi mayat para bujang dan gadis, cara kematian mereka juga sama seperti itu. ”Aneh sekali?” gumam Demmy pelan. ”Kematian mereka benar-benar nggak masuk akal. Misterius, sekaligus mengerikan!” ”Ya.” Jeffry tampak manggut-manggut. ”Pada dada laki-laki yang mati itu seperti tertembus peluru. Tapi anehnya nggak menembus punggung dan juga nggak ada bercak darah. Sedangkan mayat wanita itu...” ”Mereka mati kehabisan darah!” sambung Demmy spontan dengan kening berkerut. ”Bukan itu saja. Semua hewan peliharaan mereka juga terbakar. Pada dada hewan ternak itu juga terdapat lubang! Ah, bagaimana mungkin kita dapat mengungkap kasus kematin aneh ini?” ”Ya.” Jeffry kembali mengangguk. ”Nggak ada saksi mata dan nggak ada seorang pun dari mereka yang selamat.” ”Ayo kita periksa mayat-mayat wanita itu!” ajak Demmy pada rekannya. ”Oke!” Jeffry kembali mengangguk. Mereka mulai memeriksa mayat-mayat itu. Sedangkan beberapa warga dari dusun Banjar Agung hanya berdiri mematung dengan wajah ketakutan. ”Benar-benar aneh! Semua mati kehabisan darah. Tapi nggak ada luka sedikit pun di tubuh mereka! Kenapa mereka bisa mati dengan cara seperti itu?” Demmy tetap penasaran. ”Kematian yang...” Mendadak mata Jeffry terbelalak dan berseru seketika. ”Coba lihat lengan mereka!” Demmy segera memperhatikan lengan mayat wanita yang sedang diperiksanya. Ternyata pada urat lengan kiri itu terdapat dua titik lubang kecil, kelihatan seperti bekas gigitan. ”Mayat wanita yang lainnya juga begitu!” ujar Jeffry memberitahukan. ”Urat nadi pada lengan kiri mereka dua lubang kecil!” ”Ya!” Demmy lantas menangguk. ”Itu adalah lubang kecil bekas gigitan!” ”Mungkinkah wanita-wanita ini digigit sejenis binatang buas?” tanya Jeffry sambil mengernyitkan kening. ”Kalau kaum wanita digigit semacam binatang buas, lalu bagaimana dengan kematian kaum prianya? Kenapa mereka mati hangus dengan dada berlubang, jelas itu bukan bekas gigitan!”
”Benar-benar kematian misterius!” Jeffry amat penasaran. ”Sungguh malang para penduduk dusun ini!” ”Rasanya kita nggak mampu mengungkap kasus kematian aneh ini!” Demmy lantas menarik napas. ”Kamu benar, Dem!” Jeffry mengangguk. ”Kita harus segera melaporkan kasus ini pada Pak Simon. Lalu kasus kematian ini ditutup begitu saja!” ”Apa boleh buat!” Demmy kembali menarik napas. ”Sekarang kita harus gali lubang besar untuk mengubur mayat-mayat itu secara massal!” Jeffry mengangguk, lalu mengajak beberapa warga dusun Banjar Agung untuk membantu menggali lubang. Kemudian puluhan mayat dengan kondisi mengerikan itu dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Mereka dikubur secara massal. Setelah itu, barulah kedua lelaki yang sama-sama bertubuh tegap itu meninggalkan dusun Kurungan Nyawa yang telah musnah dan meninggalkan jejak misteri yang belum terpecahkan. *** DEMMY DAN JEFFRY menghadap Simon. Beliau adalah Kasat Reserse di kota Menarabatu. ”Bagaimana? Kapan kalian pulang?” tanya Simon dari kursi mejanya. ”Lapor, Pak!” Jeffry segera memberi hormat. ”Silakan duduk!” Simon tersenyum. ”Ceritakan apa yang terjadi di dusun Kurungan Nyawa?” ”Para penduduk di dusun itu mati secara mengenaskan!” jawab Jeffry memberitahukan sambil menghempaskan pantatnya pada kursi. ”Begitu pula dengan hewan peliharaan mereka.” ”Ohh!” Simon mengangkat alisnya. ”Bagaimana cara kematian penduduk di dusun itu?” ”Benar-benar tidak masuk akal, sekaligus mengerikan, Pak!” kata Jeffry. ”Kaum lelaki mati dalam keadaan hangus, sedang para wanitanya mati kehabisan darah!” ”Apa?!” Mata Simon terbelalak. ”Apa benar begitu?” ”Benar, Pak!” sahut Jeffry. ”Saya bersama Demmy sudah memeriksa kondisi mayatmayat itu!” ”Ohh!” Kening Kasat Reserse itu tampak berkerut-kerut. ”Cara kematian apa itu?” ”Di dada para lelaki yang hangus itu terdapat sebuah lubang,” Jeffry menjelaskan. ”Sementara itu pada kengan kiri mayat wanitanya terdapat dua titik lubang kecil.” ”Haah?!” Simon melongo tak percaya. “Kenapa bisa begitu? Apakah para lelaki di dusun itu mati tertembak?”
“Saya rasa bukan, Pak!” jawab Jeffry. ”Sebab di dada mereka yang berlubang itu tidak ada noda darah.” “Lalu bagaimana dengan dua titik lubang kecil yang ada pada mayat wanita itu?” tanya Simon. “Seperti bekas gigitan taring!” ”Mungkinkah para wanita itu mati akibat digigit sejenis binatang buas?” tanya Simon makin penasaran. Baru kali ini hal itu didengarnya. ”Maaf, Pak!” jawab Jeffry. ”Mengenai hal itu saya tidak berani memastikannya!” ”Aneh? Benar-benar tidak masuk akal! Sebuah peristiwa kematian yang mengerikan!” gumam Simon. ”Penduduk dusun itu semuanya mati mengenaskan. Bahkan hewan peliharaan mereka juga ikut mati! Betul-betul kejadian tidak masuk akal!” ”Memang tidak masuk akal, Pak!” sela Demmy, yang diam saja sejak tadi. ”Menurut saya, di dusun itu muncul semacam binatang buas penghisap darah!” ”Agak masuk akal. Tapi...mayat-mayat lelaki itu? Tentunya mereka bukan mati lantaran digigit binatang penghisap darah! Ya, kan?” ”Ya, Pak!” Demmy segera mengangguk. ”Hal itu sangat membingungkan! Mau dibilang mati tertembak, kenapa tubuh mereka bisa hangus. Lagi pula dada mereka sama sekali tidak ada bercak darah! Senjata apa yang telah membunuh mereka? Bagaimana mungkin di dusun terpencil seperti Kurungan Nyawa ada senjata secanggih itu?” ”Yaah...!” Simon menarik napas. ”Kita tidak mampu mengungkap kasus kematian misterius itu. Kita hanya bisa turut berduka cita atas kematian para penduduk dusun itu!” ”Betul, Pak!” Demmy kembali mengangguk. ”Selain turut berduka cita, kita sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa!” ”Sungguh malang penduduk dusun itu,” gumam Simon sambil menggelengkan kepala. ”Apa boleh buat, kasus kematian itu terpaksa kita tutup!” ”Oya, Pak!” Jeffry memberitahukan. ”Kami juga sudah mengubur mayat-mayat itu secara massal!” ”Hmm, bagus!” Simon manggut-manggut. ”Cepat atau lambat dusun terpencil itu akan dilupakan orang!” Apa yang dikatakan Simon memang benar. Dalam waktu beberapa bulan saja dusun Kurungan Nyawa yang mengalami kemusnahan itu telah dilupakan orang, begitu pula dengan kematian tragis para penduduk di dusun terpencil itu. ***