JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
SKRIPSI
Oleh: FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM E1A008117
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
i
Lembar Pengesahan Skripsi JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
Disusun Oleh : FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM E1A008117
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan Pada tanggal
Juli 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Penguji
Sutikno,SH. NIP. 19480704 198003 1 001
Sri Hartini, SH., MH NIP. 19630926 199002 2 001
Hj. Setiadjeng Kadarsih, SH.,MH NIP. 19491003 198203 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, SH.,MS NIP.19520603 198003 2 001
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya, Nama
: FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
NIM
: E1A008117
Judul Skripsi
: JAMINAN PADA
PT.
PEMELIHARAAN KERETA
API
KESEHATAN INDONESIA
(PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto,
Juli 2012
Ferlita Yuniar Setyaningrum E1A008117
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada : 1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H,.M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Sutikno, S.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala bantuan, arahan, dukungan, waktu, masukan dan kebaikan selama penulisan skripsi ini. 3. Ibu Sri Hartini, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing II Skripsi atas segala bantuan, arahan, dukungan, masukan, menyediakan waktu dan kebaikan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini. 4. Ibu Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. selaku dosen penguji Skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi penulis. 5. Bapak Supriyanto, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi Negara atas semua bantuannya.
iv
6. Bapak Waidin, S.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas kebaikannya kepada penulis selama berproses kuliah di Fakultas Hukum. 7. Seluruh dosen dan staf akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 8. Vice President PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Bapak Sugriyatno selaku Assistant Manager Hiperkes dan Keselamatan Kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto atas bantuan dan waktunya. 10. Kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah mendukung dan selalu memberi semangat kepada penulis. 11. Mohamad Abd. Maulana yang senantiasa mendampingi dalam kondisi apapun. 12. Tetehku juga sahabatku, Anissa Rahayuningtyas yang selalu mendukung dan memberi semangat selama ini. 13. Teman-temanku Wiwit, Dian, Cathy, Sasa, Lilis, Dini, Dita, Puput, Desy, Mimizz, Nina, Bangkit, Tari, dll. 14. Seluruh rekan-rekan Fakultas Hukum Unsoed Angkatan 2008. 15. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
v
Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Skripsi ini hanya karya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Purwokerto,
Juli 2012
Ferlita Yuniar Setyaningrum E1A008117
vi
ABSTRAK JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO OLEH FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM E1A008117 Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan satu-satunya program Jamsostek yang dapat diselenggarakan secara mandiri asalkan diselenggarakan dengan manfaat lebih baik. Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan sendiri Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi pegawainya adalah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto. Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah bagaimanakah penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) di DAOP 5 Purwokertoserta hambatan normatif apakah yang timbul dari penerapan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif normatif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto dilaksanakan berdasarkan surat Keputusan Direksi Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Jaminan Pemeliharaan Kesehatan berdasarkan keputusan direksi tersebut telah sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) PP Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek karena mempunyai manfaat yang lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Hambatan normatif yang timbul dari penerapan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tersebut terletak pada Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) PP Nomor 84 Tahun 2010. Seharusnya besaran dari iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan disesuaikan dengan yang ditentukan dalam peraturan pemerintah tersebut dan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
Kata Kunci : Tenaga Kerja, Jamsostek.
vii
ABSTRACT THE HEALTH INSURANCE PROGRAM IN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO BY FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM E1A008117 The Health Insurance Program is one of the social security program that can help workers and their family to solve their healthy problems. This is the only social program that can be conducted independently, but it has to be held to get the better benefits. One of the company that organized the health insurance program for their workers by themselves is PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto. The points of this research are, “How does the implementation of the health insurance program for the workers of PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto?”, and “What does the normative barrier from the implementation of this program?”. This research method was normative judicial approach with normative description as the research’s spesification. The source of this research was primary law material, secondary law material, and tertiary law material. Based on the research’s result, the health insurance program in PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto was held based on Director Decree Number KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 about health insurance facility in PT. Kereta Api Indonesia (Persero)’s region. This has been being suitable with article 2 paragraph (4) PP Number 84 year 2010 about the implementation of the social security program, because it has the better benefits than the basic health insurance package by PT. Jamsostek (Persero). A normative barrier that appears from the implementation of the health insurance program is on Article 9 paragraph (1d) and paragraph (2) PP Number 84 year 2010. The health insurance fee must be appropriate with that government rules and should be covered by the company. Keywords: Manpower, The Social Security Program, Healthy.
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv ABSTRAK .............................................................................................................vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................................1 B. Perumusan Masalah .................................................................................11 C. Tujuan Penelitian .....................................................................................11 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia ...................................................13 1. Pengertian dan Sumber Hukum Ketenagakerjaan .............................13 1.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan............................................. 13 1.2. Sumber Hukum Ketenagakerjaan ................................................17 2. Pihak-Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan ..................................... 18 3. Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama…28 3.1. Hubungan Kerja ............................................................................ 28 ix
3.2. Perjanjian Kerja ............................................................................. 29 3.3. Perjanjian Kerja Bersama ..............................................................32 B. Jaminan Sosial Tenaga Kerja ................................................................... 35 1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja ........................................... 35 2. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja................................... 38 3. Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja ........................................ 44 C. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ...........................................................48 1. Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan .............................................................................................48 2. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan............................................. 50 3. Prosedur Pemberian Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan..53 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mandiri ........................................ 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .................................................................................59 B. Spesifikasi Penelitian .............................................................................. 59 C. Lokasi Penelitian .....................................................................................60 D. Sumber Data ............................................................................................60 E. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 63 F. Metode Penyajian Data ............................................................................ 63 G. Metode Analisis Data .............................................................................. 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................................64 x
B. Pembahasan .............................................................................................106 BAB V PENUTUP A. Simpulan .................................................................................................. 121 B. Saran ......................................................................................................... 122 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto. Lampiran 2. Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA). Lampiran 3. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Beserta Keluarga; Lampiran 4. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: kep.u/kp.503/II/28/ka-2011 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Lampiran 5. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero); Lampiran 6. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012;
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan nasional dilaksanakan secara merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta benar-benar harus dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2) UUD 1945.1 Pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi warganya telah berusaha untuk melaksanakan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut dengan 1
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1.
2
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi warga negara untuk memilih bidang kerja yang diinginkan. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk melindungi tenaga kerja serta pemerataan kesempatan kerja di berbagai bidang. Hal ini disebabkan karena rakyat Indonesia juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga perlu dilindungi hak-haknya yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi dirinya maupun keluarganya, seperti yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Tenaga kerja merupakan elemen yang sangat penting, yakni menjadi pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan perusahaan. Sumber daya ini harus dipastikan dikelola dengan sebaik mungkin. Dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja agar mampu memberi kontribusi secara optimal pada upaya pencapaian tujuan perusahaan, maka kepada tenaga kerja dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya. Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa: 1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilainilai agama. 2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3
3. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Keberadaan tenaga kerja semakin diperhatikan, mengingat besarnya kontribusi bagi kelangsungan hidup suatu negara. Tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya juga mempunyai suatu tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab ini juga akan melahirkan suatu risiko. Risiko tersebut terdapat dalam berbagai bidang, dan jika dilihat dari sudut “akibatnya” dapat digolongkan dalam dua kelompok utama yaitu risiko fundamental dan risiko khusus. Risiko fundamental ini sifatnya kolektif dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti risiko politis, ekonomis, sosial, hankam, dan internasional, sedangkan risiko khusus sifatnya lebih individual karena dirasakan oleh perorangan, seperti risiko terhadap harta benda, terhadap diri pribadi, dan terhadap kegagalan usaha.2 Selain itu, dari segi objek yang dapat terkena risiko, menurut Emmy Pangribuan Simanjuntak, risiko terdiri dari: a. Risiko perorangan (personal risk); b. Risiko harta kekayaan (property risk); dan c. Risiko tanggung jawab (liability risk).3 Ketiga jenis risiko tersebut ada yang mempunyai hubungan dengan jaminan sosial tenaga kerja, yaitu risiko perorangan. Dikatakan sebagai risiko perorangan karena risiko jenis ini menyangkut saat kematian atau saat seseorang tidak 2
Zainal Asikin, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Jakarta: Grafindo Persada, hal.
3
Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jamsostek. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada ,
77. hal.24.
4
mendapatkan penghasilan yang biasa diperoleh. Risiko jenis ini timbul baik karena seseorang itu sakit, kecelakaan, atau meninggal dunia. Upaya-upaya dalam menanggulangi risiko tersebut dapat dilaksanakan dalam bentuk
perlindungan
dan
perbaikan
kesejahteraan
tenaga
kerja
dengan
menyelenggarakan pertanggungan sosial sebagai wujud dari program Jaminan Sosial. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Sesuai
kondisi
kemampuan
keuangan
Negara,
Indonesia
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak dapat melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya.4 Pada perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja atau buruh bukan hanya berupa pembayaran saja, tetapi juga berupa pelayanan, bantuan, dan lain sebagainya, oleh karena itu dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas: “Jaminan Sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya atau bertambahnya
4
Iman Soepomo, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, hal. 138-139.
5
pengeluaran karena risiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko sosial lainnya.”5 Di Indonesia, sistem jaminan sosial diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dasar untuk mendapatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal 34 ayat (2) UUD 45 menyebutkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Berdasarkan amanat tersebut kemudian disusunlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut merupakan undang-undang “payung” yang akan melandasi penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia. Salah satu bentuk upaya untuk melindungi dan memelihara kesejahteraan tenaga kerja adalah dengan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992. Program Jamsostek merupakan pengganti dari program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang didirikan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977.7 Jaminan sosial tenaga kerja merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang 5
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 35. Kurniawan Triwibowo, 2011, Konsep Pengaturan Jaminan Sosial Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia, tersedia di website http://www.pengacara_online.com/konsep-pengaturan-jaminan-sosial-dalam-undang-undang-nomor40-tahun-2004-tentang-sistem-jaminan-sosial-nasional-di-indonesia.htm. diakses tanggal 29 Maret 2012. 7 Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undangundang Nomor 13 Tahun 2003, Cet. 1, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 69. 6
6
Nomor 3 Tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.8 Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya atas penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang kemungkinan bisa hilang, oleh karena itu jaminan sosial tenaga kerja ini dikatakan mempunyai beberapa aspek, antara lain: a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya; b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga kerja dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja. Program Jamsostek ini sangat bermanfaat bagi pekerja maupun bagi pengusaha. Bagi pekerja, program ini dapat memberikan rasa aman baik bagi pekerja itu sendiri maupun
keluarganya,
karena
telah
terjamin
keselamatan,
kesehatan,
dan
kesejahteraannya sehingga pekerja tidak perlu khawatir apabila mengalami suatu keadaan yang tidak diinginkannya seperti sakit, mengalami musibah kecelakaan, dan sebagainya. Bagi pengusaha, program ini sangat bermanfaat karena pengusaha tersebut menyadari bahwa keberadaan pekerja sangatlah penting dalam suatu perusahaan karena perusahaan tidak dapat berjalan tanpa adanya pekerja, sehingga untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka pengusaha yang bersangkutan melaksanakan
8
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 185-186.
7
program Jamsostek. Jenis-jenis jaminan dalam program Jamsostek yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek meliputi: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 2. Jaminan Kematian (JKM) 3. Jaminan Hari Tua (JHT) 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Pada prinsipnya, modal utama dalam upaya mensejahterakan tenaga kerja bukan hanya terletak dari tingkat pendapatan (upah) yang diberikan oleh pihak perusahaan saja, tetapi ada beberapa faktor lainnya. Salah satunya adalah adanya perhatian dari para pengusaha berkaitan dengan masalah jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja. Jaminan
pemeliharaan
kesehatan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
produktivitas pekerja, sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif).9 Di samping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan pekerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian, diharapkan tercapainya derajat kesehatan pekerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk pekerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.10 Tujuan umum program jaminan pemeliharaan kesehatan adalah memberikan perlindungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan
99
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika,
hal.140. 10
Ibid, hal. 141.
8
keluarganya, sedangkan tujuan khususnya adalah memberikan perlindungan kesehatan bagi tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas baik kualitas maupun kuantitasnya.11 Pada kenyataannya masih dijumpai beberapa permasalahan yang antara lain: pelaksanaan law enforcement tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan; sosialisasi belum dilaksanakan secara optimal sehingga masih cukup banyak pekerja/buruh belum memahami program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek; pengelolaannya belum transparan; peserta jaminan pemeliharaan Jamsostek didaftarkan perusahaan hanya sebagian upahnya (tidak sebenarnya); pelayanan masih dilakukan oleh pihak ketiga dengan mutu pelayanannya masih rendah.12 Sudah tentu kesalahan tidak semua terletak pada PT Jamsostek, karena yang sering dikeluhkan adalah pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan (PPK), mutu obat, dan pembayaran klaim, karena hal tersebut berkaitan dengan PPK dan main provider yang ditunjuk oleh PT Jamsostek. Walaupun penyebabnya timbul pada tingkat main provider dan PPK, tetapi yang jelas konsekuensinya akan memperburuk citra Jamsostek sebagai satu-satunya perusahaan yang diamanatkan undang-undang menjadi badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja. Pelayanan Jamsostek dianggap kurang baik, sehingga sebagian perusahaan melaksanakan jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri.13 Dalam rangka menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan, perusahaan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan ketentuan dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau lebih baik daripada Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja, seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) PP No. 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dengan demikian, pengusaha tidak berkewajiban untuk mengikutsertakan pekerjanya
11 Yuli Ratnasari, 2004, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada PT. Nyonya Meneer di Semarang, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hal. 65. 12 Adrian Sutedi, Op.cit. hal.199. 13 Loc.cit.
9
dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan secara mandiri program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya adalah PT. Kereta Api Indonesia (Persero). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya Daerah Operasi 5 Purwokerto merupakan salah satu BUMN terbesar di Indonesia yang memiliki ribuan tenaga kerja. Sebagai suatu perusahaan yang berhubungan dengan masyarakat dalam hal jasa angkutan umum, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuan terbesar yaitu peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa kereta api, dengan tetap mengutamakan keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan kenyamanan. Sebelumnya, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah menggunakan Asuransi Kesehatan (ASKES) sebagai badan penyelenggara program jaminan pemeliharaan kesehatan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas, maka berdasarkan PP Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero), penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai dan penerima pensiun beserta keluarganya dilakukan oleh PT. Asuransi Kesehatan (Persero) dengan iuran dan program yang sama sebagaimana berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan hasil evaluasi oleh Pengurus dan Anggota Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dinilai penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) oleh
10
PT. ASKES (Persero) dalam pelayanannya sangat tidak memuaskan dan tidak efektif. Jenis pelayanannya yang diterima ternyata lebih rendah dari yang didapat oleh PNS. Salah satu contohnya adalah pelayanan dalam hal perawatan, di mana kelas perawatan yang didapat hanya kelas I dan II saja, sedangkan PNS bisa mendapatkan kelas utama. Selain itu dalam hal mendapat rujukan, pegawai juga mendapat kesulitan dalam pengurusannya. Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) pada saat dikelola oleh PT. ASKES (Persero) ternyata terdapat berbagai kendala, sehingga diusulkan bahwa penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai aktif dan penerima pensiun beserta keluarganya dikelola sendiri melalui Unit Kesehatan (UK) PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengingat bahwa selama ini penyelenggaraan JPK tersebut dibiayai oleh perusahaan, iuran pegawai dan pensiunan (tidak dibiayai oleh Pemerintah), dan dilakukan revisi terhadap PP nomor 64 tahun 2007 pasal 14 ayat (2) yang dimaksud. Berdasarkan usulan dari Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) tersebut, maka berdasarkan Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tanggal 13 Desember 2010 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) beserta Keluarga, untuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja dan penerima pensiun beserta keluarganya diselenggarakan sendiri oleh Unit Usaha Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), sedangkan pelaksanaan dari Surat Keputusan tersebut
diatur dalam Keputusan Direksi PT. Kereta Api
11
Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Berdasarkan uraian tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) di DAOP 5 Purwokerto? 2. Hambatan normatif apakah yang timbul dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) di DAOP 5 Purwokerto. 2. Untuk mengetahui hambatan normatif yang timbul dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan.
12
D. Kegunaan Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan antara lain : 1. Kegunaan Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
sebagai
instrumen
pengembangan
ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan dan menjadi acuan ilmiah bagi pengembangan Hukum Ketenagakerjaan di masa mendatang, serta dapat memberikan atau menambah perbendaharaan wacana bagi pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan khususnya mengenai penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan dan hambatan normatif yang timbul dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang ilmu hukum ketenagakerjaan. Selain itu untuk bahan kajian dan referensi mengenai penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan dan hambatan normatif yang timbul dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan, khususnya bagi pekerja pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia 1. Pengertian dan Sumber Hukum Ketenagakerjaan 1.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung jawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya, karena harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut. Kaitannya dengan Hukum Perburuhan bukanlah orang yang bekerja atas usaha sendiri, tetapi yang bekerja pada orang atau pihak lain. Ketentuan tersebut sangat luas sehingga diadakan pembatasan-pembatasan tentang pekerjaan yang tidak tercakup dalam hukum perburuhan. Menurut G. Karta Sapoetra, pembatasan tersebut yakni sebagai berikut: Hukum Perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara
14
buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.14 Dalam Hukum Perburuhan atau Hukum Ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam, seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, majikan atau pengusaha.15 Secara yuridis dalam hubungan antara buruh dan majikan, buruh adalah bebas karena prinsip negara kita tidak seorangpun dapat diperbudak maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluran dan perhambaan dilarang, tetapi kenyataannya buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya. Terkadang buruh terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Hubungan antara buruh/pekerja dan pengusaha dalam suatu perusahaan menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang timbul secara timbal balik dan semuanya itu diatur dalam Hukum Ketenagakerjaan. Secara prinsip pengertian Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan
jelas berbeda, istilah
Ketenagakerjaan lebih luas pengertiannya daripada Hukum Perburuhan. Hanya saja keduanya berasal dari kata Arbeidsrecht yang diterjemahkan sebagai hukum perburuhan.
14
G. Karta Sapoetra dan RG. Widianingsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Cet.1, Bandung: Amico, hal. 2. 15 Abdul Khakim, Op.cit. hal. 1.
15
Para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan, tetapi pada prinsipnya mempunyai arti yang sama. Berikut ini pendapat beberapa ahli hukum mengenai pengertian hukum perburuhan: a. Molenaar Arbeidsrecht adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh serta antara buruh dengan penguasa. b. Iman Soepomo Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. c. Soetiksno Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutan dengan hubungan kerja tersebut. Dewasa ini, sesungguhnya penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan dan sebagainya sudah digantikan dengan istilah ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah hukum ketenagakerjaan untuk menggantikan istilah hukum perburuhan.16
16
Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Teori, Bogor: Ghalia Indonesia, hal. 4.
16
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.17 Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.18 Menurut Abdul Khakim, istilah Hukum Ketenagakerjaan lebih tepat dibanding dengan istilah Hukum Perburuhan, mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang amat luas dan untuk menghindarkan adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan hubungan industrial. Abdul Khakim merumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu: 1) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis; 2) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan; 3) Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa; 4) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi: masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.19
17
Ibid, hal. 5. Lalu Husni, 2010, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet.10, Jakarta: Rajawali Pers, hal. 35. 19 Ibid, hal. 5-6. 18
17
Hukum ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan mengenai: 1) Swapekerja 2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan 3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan. 1.2. Sumber Hukum Ketenagakerjaan Sebagaimana halnya dengan sumber hukum pada umumnya, hukum ketenagakerjaan mempunyai sumber yang tidak jauh berbeda. Sumber hukum adalah segala apa yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.20 Sumber hukum itu sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Berbicara mengenai sumber hukum ketenagakerjaan maka jelas yang dimaksudkan adalah sumber hukum formil, sebab sumber hukum ketenagakerjaan dalam artian materiil adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Adapun sumber-sumber hukum ketenagakerjaan dalam artian formil tersebut adalah sebagai berikut: 1) Undang-undang
20
CST Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, hal. 46.
18
2) Peraturan lain yang lebih rendah kedudukannya dengan Undang-undang 3) Kebiasaan 4) Putusan 5) Perjanjian 6) Traktat 7) Doktrin / Pendapat Para Ahli Saat ini yang berlaku sebagai sumber hukum yang digunakan untuk mengatur sekaligus sebagai pedoman mengenai masalah ketenagakerjaan di Indonesia
adalah
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan.
2. Pihak-pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Dalam hukum ketenagakerjaan, terdapat pihak-pihak yang bersangkutan bukan hanya buruh/pekerja dengan pengusaha saja, melainkan juga badan-badan lain seperti organisasi pekerja/buruh, organisasi pengusaha, dan badan-badan pemerintah. a. Buruh/pekerja Istilah buruh digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada zaman penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar yang disebut sebagai Blue Collar, sedangkan yang melakukan pekerjaan di
19
kantor pemerintah atau swasta disebut sebagai “karyawan/pegawai” (White Collar). Setelah merdeka, semua orang yang bekerja di sektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah “barangsiapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah” (Pasal 1 ayat 1 a).21 Sampai saat ini, istilah buruh masih sering dipakai sebagai sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang memperjuangkan program organisasinya. Seiring dengan perkembangan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja. Alasan pemerintah mengganti istilah tersebut karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan, bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 angka 3 dapat dilihat pengertian dari pekerja/buruh yaitu : Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
21
Lalu Husni, Op.cit. hal. 43-44.
20
Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.22 Di sini jelas pengertiannya terkait dalam hubungan kerja, bukan di luar hubungan kerja. Dalam praktek istilah pekerja sering dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja, seperti pekerja kontrak, pekerja borongan, pekerja harian, pekerja honorer, pekerja tetap, dan sebagainya. Istilah yang sepadan dengan pekerja ialah karyawan, yakni orang yang berkarya atau bekerja, yang lebih diidentikkan pada pekerjaan nonfisik, sifat pekerjaannya halus atau tidak kotor. Di samping istilah tersebut, masih terdapat istilah tenaga kerja yang mengandung pengertian yang lebih luas yang meliputi pejabat negara, pegawai negeri sipil, militer, pengusaha, buruh, swapekerja, penganggur, dan lain-lain.23 Pengertian tenaga kerja menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah: Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
22 23
Ibid, hal. 45. Abdul Khakim, Op.cit. hal. 2.
21
Istilah tenaga kerja digunakan baik di luar maupun di dalam hubungan kerja, sedangkan pekerja khusus di dalam hubungan kerja. Berarti setiap pekerja sudah pasti tenaga kerja, tetapi setiap tenaga kerja belum tentu pekerja.24 b. Pengusaha Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah majikan sangat dikenal karena perundang-undangan pada zaman dahulu menggunakan istilah majikan. Namun, sekarang ini istilah majikan sudah diganti dengan istilah pengusaha. Sebagaimana halnya dengan istilah buruh, istilah majikan kurang sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai kelompok penekan dari buruh, padahal antara buruh dan majikan secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama. Karena itu lebih tepat jika disebut dengan istilah pengusaha.25 Hardijan
Rusli
dalam
bukunya
Hukum
Ketenagakerjaan
2003
memberikan pengertian pengusaha. Menurutnya, secara umum pengertian pengusaha
mencakup orang pribadi, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan.26 Dalam
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, pengertian pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 24 25 26
17.
Ibid, hal.3. Ibid, hal. 46. Hardijan Rusli, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.
22
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga memberikan pengertian mengenai pemberi kerja dalam Pasal 1 angka 4 yakni : Orang perorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Selain itu, pengertian perusahaan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah : a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan buruh/pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk apapun; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. c. Organisasi Pekerja/Buruh Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.27 Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945. 27
Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 22.
23
Dalam rangka menjamin kelangsungan dan menikmati perlindungan hakhak pekerja/buruh sejak dahulu telah diupayakan pekerja/buruh memperkuat kedudukan dengan cara berorganisasi. Kehadiran organisasi pekerja/buruh merupakan salah satu sarana untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja dan keluarganya serta ikut serta dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Terwujudnya hal tersebut sangat tergantung dari kesadaran para pekerja itu sendiri dalam mengorganisasikan dirinya, karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau organisasi. Di samping itu, dimaklumi bahwa pekerja/buruh sifatnya lemah, baik dari segi ekonomi maupun segi kedudukan dan pengaruhnya terhadap pengusaha. Akibatnya, pekerja/buruh tersebut tidak mungkin bisa memperjuangkan hakhaknya ataupun tujuannya secara perorangan tanpa mengorganisasi dirinya dalam suatu wadah untuk mencapai tujuannya. Wadah yang dimaksud itu sekarang disebut serikat pekerja/serikat buruh. Hak berserikat bagi pekerja/buruh, diatur dalam Konvensi International Labor Organization (ILO) Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, serta Konvensi ILO Nomor 98 tentang Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Kedua konvensi tersebut sudah diratifikasi oleh Indonesia sehingga konsekuensi yuridisnya Indonesia menjadi terikat untuk melakukan isi peraturan internasional tersebut dan diimplementasikan
24
menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.28 Salah satu implementasi dari konsekuensi yuridis tersebut adalah telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang merupakan undang-undang yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh. Kehadiran undang-undang tersebut diharapkan sebagai sarana pembaruan hukum di bidang ketenagakerjaan, khususnya organisasi ketenagakerjaan di Indonesia. Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, yang mengatur tentang pengertian/konsepsi serikat pekerja/serikat buruh ditentukan bahwa: Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan serikat pekerja/buruh sangat penting artinya dalam rangka memperjuangkan, membela dan melindungi hak dan
kepentingan
pekerja/buruh
serta
melakukan
upaya-upaya
untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
28
Djumadi, 2005, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 3.
25
d. Organisasi Pengusaha Sama
halnya
dengan
pekerja
yang
memiliki
wadah
untuk
memperjuangkan hak-haknya, pengusaha juga memiliki wadah untuk meningkatkan keikutsertaannya dalam kegiatan pembangunan nasional. Di Indonesia terdapat dua wadah bagi organisasi pengusaha yakni KADIN dan APINDO. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1973 membentuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN). KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian. KADIN merupakan organisasi yang berbentuk kesatuan, bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah, bukan organisasi politik dan merupakan bagian yang dalam melakukan kegiatannya mencari keuntungan material. Untuk mencapai tujuannya Kamar Dagang dan Industri mempunyai tugas pokok : 1) Membina serta mengembangkan kerjasama yang serasi antara ketiga unsur pelaku ekonomi antar pengusaha besar, pengusaha menengah, dan pengusaha kecil. 2) Memupuk dan meningkatkan kesadaran nasional dan patriotisme pengusaha nasional dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosialnya sebagai warga masyarakat. Organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Asosiasi Pengusaha Indonesia adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha
26
yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam sunia usaha melalui kerja sama yang terpadu dan serasi antar pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Tujuan dibentuknya APINDO ialah untuk: 1) Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan pelayanan kepentingannya didalam bidan hubungan industrial. 2) Menciptakan
dan
memelihara
keseimbangan,
ketenangan
dan
kegairahan kerja serta usaha dalam pembinaan hubungan industrial dan ketenagakerjaan.29 Eksistensi organisasi pengusaha lebih ditekankan sebagai wadah untuk mempersatukan para pengusaha Indonesia dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis menyangkut pekerjaan/kepentingannya. Hal ini juga dikemukakan oleh Iman Soepomo bahwa dasar dan tujuan organisasi pengusaha adalah kerja sama antara anggota-anggotanya dalam soal-soal teknis dan ekonomis belaka tidak juga semata-mata merupakan badan yang mengurus soal-soal perburuhan, baik atas dasar inisiatif sendiri maupun atas desakan dari buruh atau organisasi buruh.30 Meskipun demikian, organisasi pengusaha tetap memberi manfaat dalam hubungan ketenagakerjaan yakni sebagai anggota tripartit yang berperan sama dengan serikat pekerja dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi, karena itu
29
seyogyanya perhatian organisasi pengusaha tidak hanya
Kurnianingsih, 2010, Bab VI Organisasi Pengusaha, tersedia di website http://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2010/04/18/bab-vi-organisasi-pengusaha/ diakses tanggal 12 Mei 2012. 30 Lalu Husni, Op.cit. hal. 57.
27
memperjuangkan kepentingannya tetapi juga kepentingan pekerja sebagai salah satu komponen produksi yang eprlu mendapatkan perlindungan hukum. e. Pemerintah Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan adalah meupakan faktor yang sangat penting, karena dengan adanya campur tangan pemerintah maka hukum ketenagakerjaan akan menjadi adil. Hal tersebut karena apabila hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai. Berdasarkan alasan tersebut, pemeritah akhirnya turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak. Pengawasan terhadap peraturan di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja yang sekarang namanya diubah menjadi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Secara normatif, pengawasan perburuhan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 jo. UndangUndang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pengawasan perburuhan. Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja, yang pada gilirannya mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu, pengawasan ketenagakerjaan juga akan dapat mendidik pengusaha dan pekerja untuk selalu
28
taat menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.
3. Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja, dan Perjanjian Kerja Bersama 3.1. Hubungan Kerja Adanya kedudukan dan kepentingan yang sama antara pekerja dengan pengusaha maka timbullah hubungan kerja antara keduanya. Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah : Hubungan
antara
pengusaha
dengan
pekerja/buruh
berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja jika ditinjau dari segi hukum dan perundang-undangan yang berlaku sekarang mempunyai arti sebagai berikut: Kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara terus menerus dalam waktu tertentu dan secara teratur demi kepentingan orang yang memerintahkannya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang disepakati bersama.31 Dengan demikian, jelas bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau
31
G. Karta Sapoetra, Op.cit. hal. 29.
29
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada, demikian halnya dengan peraturan perusahaan. Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai: 1) Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja; 2) Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh; 3) Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus merupakan hak buruh atas upah; 4) Berakhirnya hubungan kerja; dan 5) Caranya perselisihan antar pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan dengan sebaik-baiknya.32 Hubungan
kerja menunjukkan kedudukan para pihaknya,
yang
menggambakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak yaitu hak-hak dan kewajiban pekerja/buruh terhadap pengusaha serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pengusaha
terhadap
pekerja/buruh.
Hubungan
pekerja/buruh dengan pengusaha bersifat timbal balik, di mana kewajiban pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lain dan begitu pula sebaliknya. 3.2. Perjanjian Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian perjanjian kerja yakni: Perjanjian
kerja adalah perjanjian
antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
32
Iman Soepomo, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan, hal. 9.
30
Berdasarkan pengertian
perjanjian
kerja tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kerja adalah : 1) adanya pekerjaan; 2) adanya perintah/petunjuk dari pengusaha; dan 3) adanya upah. Jadi, bila seseorang telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerja, berarti ia secara pribadi otomatis harus bersedia bekerja di bawah perintah orang lain. Selain itu, pengertian mengenai perjanjian kerja juga diketengahkan oleh Iman Soepomo. Beliau mengemukakan bahwa: Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.33 Jika dibandingkan dengan kedudukan para pihak dalam perjanjian, maka kedudukannya akan berlainan, di mana pihak dalam perjanjian kerja tidak dalam kedudukan yang sama dan seimbang karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja di bawah perintah orang lain yaitu pengusaha. Adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian pada umumnya dengan perjanjian kerja merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Hal ini disebabkan jika dalam suatu perjanjian antara para pihak yang membuatnya mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan seimbang. 33
Djumadi, Op.cit, hal. 29-30.
31
Tidak demikian halnya dengan ketentuan dalam perjanjian kerja, karena antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja walaupun pada prinsipnya mempunyai kedudukan dan derajat yang sama dan seimbang, akan tetapi dikarenakan berbagai aspek yang melingkari di sekelilingnya maka kenyataan menunjukkan bahwa kedudukan dan derajat para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut menjadi tidak sama dan seimbang. Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar: 1) Kesepakatan kedua belah pihak; 2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan. Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Ketentuan dalam perjanjian kerja, menyangkut besarnya upah dan cara pembayarannya serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan
32
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang ada dalam perusahaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga diatur mengenai jenis perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Pasal 59 ayat (1) memberikan pengertian mengenai perjanjian kerja waktu tertentu. Menurut pasal tersebut yang dimaksud dengan perjanjian kerja waktu tertentu adalah: Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu, menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas: a) Jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja tersebut; atau b) Selesainya suatu pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis dengan bahasa Indonesia dan huruf latin, karena bila perjanjian kerja waktu tertentu ini dibuat secara tidak tertulis, maka perjanjian kerja tersebut menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Jangka waktu perjanjian waktu tertentu adalah paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) tahun. 3.3. Perjanjian Kerja Bersama Istilah Perjanjian Perburuhan dikenal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara serikat buruh dengan pengusaha/majikan, undang-undang ini merupakan salah satu undang-undang
33
yang dicabut dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian perburuhan berbeda dengan perjanjian kerja, karena perjanjian perburuhan mengenai syarat-syarat perburuhan harus diperhatikan dalam membuat perjanjian kerja serta tak ada unsur wenang perintah, sedangkan perjanjian kerja mengenai penunaian kerja dengan upah serta ada unsur wenang perintah.34 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) karena substansi PKB itu sendiri memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dihasilkan memalui perundingan dan isinya bersifat mengikat. Konsepsi perjanjian kerja seperti yang ditentukan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan obyeknya akan sama dengan obyek yang diperjanjikan di dalam Perjanjian Kerja Bersama seperti ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menentukan bahwa: Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 35 34
F.X. Djumialdji dan Wiwoho Soejono, 1985, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Jakarta: PT Bina Aksara, hal. 11. 35 Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet.5, hal. 123.
34
PKB disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang terdaftar dan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. PKB hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung oleh pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, para pihak yang membuat PKB adalah dari pihak pekerja diwakili oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja di perusahaan itu dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Jika dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.36 Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1(satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha. Pada Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Bersama paling sedikit memuat: a. Hak dan kewajiban pengusaha; b. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; c. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; 36
Lalu Husni, Op.cit. hal. 83.
35
d. Tanda tangan para pihak membuat perjanjian kerja bersama.
B. Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pekerja/buruh merupakan “tulang punggung” dari perusahaan yang menentukan berhasil atau tidaknya perusahaan tersebut dalam menunjang pembangunan
nasional,
wajar
apabila
kepada
pekerja/buruh
diberikan
perlindungan yang layak guna meningkatkan kesejahteraan, keselamatan, dan kenyamanannya dalam bekerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja tercantum dalam UUD 1945 antara lain Pasal 28 H ayat 1 yaitu: Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Begitu juga dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Jaminan sosial merupakan salah satu hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia, oleh karena itu jaminan sosial merupakan program yang bersifat universal/umum yang harus diselenggarakan oleh semua negara. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang,
36
seperti tercantum pada Perubahan UUD 1945 tahun 2002, dalam Pasal 34 ayat (2) yang menyebutkan : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Jaminan sosial dalam pengertian umum sering diartikan sebagai suatu bentuk usaha untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Dalam pengertian formal, ISSA (International Social Security Association) mengartikan jaminan sosial sebagai perlindungan yang diberikan kepada masyarakat untuk suatu risiko atau peristiwa tertentu, dengan tujuan menghindari sejauh mungkin terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan hilang atau turunnya sebagian besar penghasilan. Jaminan sosial juga memberikan pelayanan medis, tunjangan keluarga dan anak atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari suatu peristiwa. Di sisi lain, Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 mendefinisikan jaminan sosial sebagai usaha pemerintah untuk melindungi masyarakat atau sebagian anggota masyarakat dari tekanan ekonomi yang dapat menyebabkan hilangnya penghasilan karena sakit, menganggur, cacat, hari tua, dan kematian. Jaminan sosial juga menyediakan dana bagi masyarakat serta memberikan bantuan kepada keluarga dalam pemeliharaan anak. Dari kedua rumusan pengertian di atas terlihat bahwa esensi dari jaminan sosial adalah semacam pemberian kompensasi atas suatu peristiwa tertentu yang berakibat berkurang atau hilangnya penghasilan.
37
Pengertian jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 dirumuskan sebagai berikut: Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Pengertian jaminan sosial tenaga kerja menurut Sendjun H. Manulang adalah: Jaminan sosial tenaga kerja adalah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang, pelayanan, dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia atau menganggur. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai Jamsostek di dalam bagian ketiga Pasal 99 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1), dilaksanakan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa program jaminan sosial tenaga kerja merupakan bentuk perlindungan ekonomi dan perlindungan sosial, karena program ini memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua) dan perlindungan dalam bentuk pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
38
Semua bentuk manfaat yang diberikan melalui program Jamsostek kepada pekerja hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar dan minimal untuk menjaga harkat dan martabatnya. Pemenuhan kebutuhan pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pemberi kerja karena pekerja/buruh relatif memiliki kedudukan yang lebih lemah dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan kebutuhan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil produksi perusahaan.37
2. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja Penyelenggaraan program Jamsostek menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dilakukan oleh Badan Penyelenggara sebagai BUMN yang dibentuk dengan undang-undang yaitu PT Jamsostek (Persero). Pada awalnya, badan penyelenggara program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan oleh Perum ASTEK yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977. Akan tetapi, mengingat beberapa keunggulan dari badan usaha Perseroan Terbatas maka untuk selanjutnya Perum ASTEK diubah menjadi PT ASTEK (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 dan kemudian menjadi PT Jamsostek (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.38 Kiprah PT. Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif tenaga kerja di Indonesia terus berlanjut. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, ruang lingkup program Jamsostek meliputi: 37 38
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 186. Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 89-90.
39
1) Jaminan Kecelakaan Kerja Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, yang dimaksud kecelakaan kerja adalah: Kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaanya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja.39 Jaminan kecelakaan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dan keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jaminan kecelakaan kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%-1,74% sesuai jenis kelompok hasil usaha. Pengelompokkan jenis usaha tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 39
Asri Wijayanti, Op.cit. Hal. 127.
40
Jaminan kecelakaan kerja diberikan kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berupa penggantian biaya, yang meliputi: 1) Biaya pengangkutan kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan. 2) Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan selama di rumah sakit, termasuk rawat jalan. 3) Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja. 4) Santunan berupa uang yang meliputi: a) Santunan sementara tidak mampu bekerja b) Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya c) Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental d) Santunan kematian.40 2) Jaminan kematian Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.41 Hal tersebut diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek yang menentukan bahwa tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, maka pihak keluarganya berhak atas jaminan kematian. Pekerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan, oleh karena itu diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga, baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. 40 41
Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 133-134. Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 193.
41
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pemerintah telah meningkatkan jaminan dan manfaat dari program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang merupakan program perlindungan dasar bagi tenaga kerja dan keluarganya. Salah satu perubahan penting yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut adalah untuk manfaat jaminan kematian (JKM) yang semula diberikan sebesar Rp.16,8 juta berubah menjadi Rp.21 juta per orang. Dengan rincian yang berubah adalah santunan kematian dari sebelumnya Rp.10 juta menjadi sebesar Rp.14,2 juta, sedangkan untuk biaya pemakaman tetap Rp.2 juta, demikian juga santunan Rp. 200.000,- per bulan selama 24 bulan tidak berubah.42 Penerima santunan kematian dari jaminan kematian menurut tingkatan atau urutan yang berhak adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Janda atau duda Anak Orang tua Cucu Kakek atau nenek Saudara kandung Mertua.43
3) Jaminan hari tua Hari tua adalah umur pada saat di mana produktivitas pekerja/buruh telah dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan pekerja/buruh yang lebih
42
Sucipto, 2012, Terbitkan PP No 53/2012, Pemerintah Tingkatkan Manfaat Jamsostek, tersedia di website http://www.wartaekonomi.co.id/berita-288589347-terbitkan-pp-no-532012pemerintah-tingkatkan-manfaat-jamsostek.html diakses tanggal 14 Mei 2012. 43 Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 138.
42
muda termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat dianggap sebagai hari tua yang dini (cepat).44 Dalam rangka menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi yang dialami pekerja/buruh dan keluarganya yang telah mencapai usia tua dan telah berhenti bekerja, juga untuk pekerja yang terkena PHK, maka dibutuhkan program perlindungan yang bersifat dasar yaitu Jaminan Hari Tua. Pada dasarnya jaminan hari tua merupakan komponen pensiun dasar. Dasar perhitungan jaminan ini adalah besarnya total iuran atau premi yang telah dibayarkan pemberi kerja dan tenaga kerja. Dengan demikian, kalau tenaga kerja tersebut membayar premi jaminan hari tuanya sedikit, otomatis akan mendapat jaminan hari tua yang sedikit pula, begitu juga sebaliknya. Besar kecilnya iuran atau premi per bulan ditentukan oleh besar kecilnya upah. Iuran program jaminan hari tua ditanggung oleh perusahaan sebesar 3,7% dari upah yang diterima sebulan, sedangkan yang ditanggung oleh tenaga kerja sebesar 2% dari upah yang diterima sebulannya. Kemanfaatan program jaminan hari tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. 44
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 190.
43
Umumnya jaminan hari tua diberikan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun, tetapi apabila tenaga kerja mengalami cacat sehingga tidak dapat bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan. Demikian juga apabila tenaga kerja meninggal dunia, jaminan hari tua diberikan kepada ahli warisnya. Selain itu, jaminan hari tua juga dapat diberikan apabila tenaga kerja mengalami PHK sebelum berusia 55 tahun, setelah yang bersangkutan memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya lima tahun dengan masa tunggu enam bulan. 4) Jaminan pemeliharaan kesehatan Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemeliharaan keasehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Pemerintah memberikan suatu bentuk perlindungan kepada tenaga kerja dengan diselenggarakannya program Jamsostek, yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi. Mekanisme asuransi yang dimaksud di sini adalah mekanisme asuransi sosial. A. Hasyimi Ali mengemukakan pendapatnya bahwa: Bahaya terbesar yang dihadapi seseorang adalah kehilangan atau kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit yang menimpa dirinya atau keluarganya. Penyakit atau kecelakaan yang sering menimpa kita untuk meminta biaya besar yang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dipikul sendiri atau dari tabungan pribadi. Untuk menutup biaya ini dan untuk menghindari kerugian yang lebih besar, maka umumnya msuk asuransi.45 Asuransi kesehatan menurut A. Hasyimi Ali meliputi bidang yang luas dengan mana seseorang memperoleh penggantian untuk perawatan rumah 45
A. Hasyimi Ali, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 115.
44
sakit, biaya pengobatan dan penggantian oleh kehilangan penghasilan yang diakibatkan oleh penyakit atau kecelakaan. Asuransi kesehatan biasa disebut asuransi disability (ketidakmampuan bekerja). Asuransi kesehatan ada yang diusahakan oleh swasta dan ada pula yang diadakan oleh pemerintah.46 Beberapa prinsip asuransi kesehatan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep risiko. Masyarakat bersama-sama menjadi anggota asuransi kesehatan dengan dasar bahwa keadaan sakit merupakan suatu kondisi yang mungkin terjadi di masa mendatang sebagai suatu risiko kehidupan, sehingga dalam hal ini orang yang jelas sakit tidak dapat membeli asuransi kesehatan komersial. 2) Dalam sistem asuransi kesehatan, risiko sakit secara bersama-sama ditanggung oleh peserta dengan membayar premi ke suatu perusahaan. dengan kata lain fungsi asuransi adalah: a. Mentransfer risiko dari satu individu ke suatu kelompok; dan b. Membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok. 3) Usaha asuransi kesehatan harus berdasarkan pada manajemen risiko.47 Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012, Tenaga kerja, suami, atau istri yang sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan. 3. Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Tenaga kerja menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek adalah :
46
Loc.cit. Sholichatun Nisa, 2006, Penyelenggaraan Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh PT Jamsostek (Persero), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hal. 52. 47
45
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja adalah : Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Setiap perusahaan wajib melindungi dan memelihara tenaga kerja dengan mendaftarkan semua tenaga kerjanya pada program Jamsostek. Hal itu merupakan kewajiban bagi pengusaha, sedangkan jaminan tersebut menjadi hak pekerja karena Jamsostek mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasih orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi risiko-risiko akibat hubungan kerja. Dalam tahap awal Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 membatasi ruang lingkup kepesertaannya yang berbunyi sebagai berikut: (1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. (2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
46
Peraturan pemerintah yang dimaksud dalam ayat (3) di atas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) merupakan hak bagi setiap tenaga kerja dan merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan.48 Kewajiban mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja bagi setiap perusahaan ini ditetapkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 bahwa : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Penetapan kepesertaan tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh lebih dari sepuluh orang dianggap telah besar. Ketentuan Pasal 2 ayat (3) tersebut bersifat alternatif, bisa jadi suatu perusahaan mempekerjakan pekerja kurang dari sepuluh orang tapi total gaji yang dibayarkan lebih dari Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, maka perusahaan tersebut wajib menjadi peserta program Jamsostek. Sebaliknya, bisa terjadi total upah yang dibayarkan kurang dari Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) sebulan tapi jumlah pekerjanya lebih dari sepuluh orang, perusahaan tersebut juga wajib menjadi peserta Jamsostek.49
48 49
Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 128. Lalu Husni, Op.cit. hal. 176.
47
Ketentuan lain yang memberikan pengertian yang sama adalah Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012, dimana ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut: Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja pada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Badan Penyelenggara. Pemaparan pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa keikutsertaan pengusaha dalam penyelenggaraan program Jamsostek bersifat wajib sebagai bentuk perlindungan bagi tenaga kerja dan pendaftaran program Jamsostek ini dilakukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan oleh Badan Penyelenggara. Formulir yang telah diisi baik oleh tenaga kerja maupun oleh pengusaha harus disampaikan kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir dari Badan Penyelenggara. Bentuk kepesertaan ini bersifat wajib sehingga pengusaha harus tetap berusaha agar tenaga kerja dapat mengisi dan mengikuti program Jamsostek. Tujuan pengisian dan pendaftaran ini bagi Badan Penyelenggara adalah untuk memperoleh data tenaga kerja yang akan memperoleh tunjangannya.
48
C. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada awalnya di Indonesia kewajiban pengusaha untuk memeriksakan kesehatan pekerjanya hanya diatur dalam perjanjian secara Bipartit antara pekerja/buruh dan pengusaha, namun dalam perkembangannya pemerintah menetapkan kewajiban tersebut dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan. Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal, oleh sebab itu program jaminan sosial tenaga kerja juga memprogramkan jaminan pemeliharaan kesehatan. Istilah pemeliharaan yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu proses, cara, perbuatan memeliharakan, penjagaan, perawatan. Di bidang medis, pemeliharaan berarti interaksi yang terjadi antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan selama si penerima mengalami gangguan kesehatan. Pengertian pemeliharaan kesehatan dalam Pasal 1 angka 9 UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek adalah: Upaya
penaggulangan
dan
pencegahan
gangguan
kesehatan
yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Istilah jaminan dalam kehidupan sehari-hari biasanya merujuk pada pengertian adanya suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam bentuk pinjaman uang terhadap seseorang. Kamus Besar Bahasa Indonesia
49
mengartikan jaminan sebagai tanggungan, sedangkan pengertian jaminan yang diberikan oleh Hartono Hadisoeprapto dalam Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek tidak memberikan pengertian secara pasti tentang arti kata Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), tetapi menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan Pasal 33 PP Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, Zulaini Wahab menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja atau istri yang sah dan anak yang bersifat menyeluruh meliputi pelayanan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan.50 Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan pengetahuan, dan pengobatan secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.51
50
Zulaini Wahab, 2001, Dana Pensiun dan Jamsostek Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 146. 51 Agusmidah, Op.cit. hal. 143.
50
Tujuan dari pemeliharaan kesehatan dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja/buruh yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinka dapat bekerja secara optimal. b. Mencegah dan melindungi pekerja/buruh dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. c. Menyesuaikan pekerja/buruh dengan pekerjaannya. d. Meningkatkan produktivitas kerja.52 Manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan bagi perusahaan, yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
2. Iuran dan Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha dengan perhitungan 3% dari upah tenaga kerja untuk tenaga kerja lajang, sedangkan 6% dari upah tenaga kerja untuk tenaga kerja berkeluarga. Berdasarkan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah yang terbaru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek terdapat perubahan mengenai dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan, yaitu sebagai berikut : Dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling tinggi 2 (dua) kali PTKP – 52
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 191.
51
K1 (Pendapatan Tidak Kena Pajak – Tenaga Kerja Kawin dengan Anak 1 (satu)) perbulan. Biaya pelayanan kesehatan dengan diterbitkannya PP Nomor 53 Tahun 2012 tersebut meningkat cukup signifikan. Semula batas atas upah sebagai dasar perhitungan jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah), namun dasar perhitungan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. Dengan kenaikan besaran iuran JPK itu maka manfaat jaminan itu akan mengalami peningkatan, di antaranya mencakup cuci darah, jantung, kanker, dan HIV/AIDS.53 Selisih biaya sebagai akibat dari penggunaan hak pelayanan di luar standar JPK Jamsostek, dibayar sendiri oleh peserta. Beberapa jenis penyakit tidak ditanggung dalam pelayanan kesehatan JPK Paket Dasar antara lain: 1) penyakit AIDS 2) penyakit kelamin 3) penyakit kanker 4) cuci darah (haemodialisa) 5) akibat alkohol/narkotika 6) pemeriksaan super spesialistik, dan 7) kelainan genetik.54 Jaminan pemeliharaan kesehatan yang merupakan salah satu program dari jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan berkesinambungan, yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) dan penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Yang dimaksud dengan pemeliharaan secara terstruktur adalah pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip tertentu baik mengenai jenis maupun proses pembiayaannya.Sementara itu, terpadu dan berkesinambungan maksudnyaadalah pelayanan kesehatan bagi pekerja/buruh, suami atau istri dan anak dijamin kelanjutannya sampai menuju keadaan sehat.55 53
Loc.cit. Agusmidah, Op.cit. hal. 144. 55 Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 195-196. 54
52
Badan penyelenggara dalam menyelenggarakan paket pemeliharaan kesehatan dasar yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja setelah berkonsultasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan (Menteri Kesehatan). Paket pemeliharaan kesehatan dasar ini meliputi pelayanan sebagai berikut: 1) Rawat jalan tingkat pertama, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama. 2) Rawat jalan tingkat lanjutan, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama. 3) Rawat inap, yaitu pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain. pelaksana pelayanan kesehatan rawat inap adalah (1) rumah sakit pemerintah pusat dan daerah; dan (2) rumah sakit swasta yang ditunjuk. 4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, termasuk pertolongan persalinan tidak normal dan/atau gugur kandungan. 5) Penunjang diagnostik, yaitu semua pemeriksaan dalam rangka diagnosis yang dipandang perlu oleh pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostik, rumah sakit atau di fasilitas khusus yang meliputi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan penunjang diagnosis lain. 6) Pelayanan khusus, maksudnya adalah pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pemberian alatalat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula, yang meliputi: kaca mata, prothese gigi, alat bantu dengar, prothese anggota gerak, dan prothese mata. 7) Gawat darurat. Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaaan medis dengan segera, yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan hal fatal bagi penderita.56 Untuk memberikan pelayanan pemeliharaan kesehatan kepada peserta, PT. Jamsostek (Persero) menunjuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK). Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan: 56
Ibid, hal.196-197.
53
(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. (2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara praupaya dengan sistem kapital. (3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan. Program jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK. PPK misalnya rumah sakit, klinik bersalin, dokter, laboratorium, klinik, apotik. Tenaga kerja dapat memilih pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Badan penyelenggara dalam rangka menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar memiliki kewajiban untuk memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta dan memberikan keterangan yang perlu
diketahui
peserta
mengenai
paket
pemeliharaan
kesehatan
yang
diselenggarakan.
3. Prosedur Pemberian Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Setiap pekerja/buruh yang menderita sakit selama bekerja, berhak memperoleh biaya pengobatan, rehabilitasi, pengangkutan dari tempat kerja ke rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke rumahnya, serta santunan bila pekerja/buruh yang bersangkutan sementara tidak mampu bekerja. Berbeda dengan program lain dalam jaminan sosial tenaga kerja, program jaminan
54
pemeliharaan kesehatan tidak memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai, namun berbentuk pelayanan kesehatan. Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter umum dan dokter gigi, obat-obatan, dan penunjang diagnostik, obat-obatan diberikan sesuai kebutuhan medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak, pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, dan Polio), pelayanan KB (IUD, vasektomi, tubektomi, suntik), dan pelayanan dokter spesialis.57 Tenaga kerja, suami atau istri maupun anak-anak harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan. Pemberian pelayanan jaminan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan, bagi tenaga kerja, suami atau istri atau anak-anak, maka pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat rujukan kepada pelaksana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk. Pelayanan kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal tenaga kerja atau suami/istri atau anak-anak memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap. Tenaga kerja atau suami/istri atau anak-anak apabila memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
57
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 195.
55
Tenaga kerja atau istri tenaga kerja yang memerlukan pemeriksaan kehamilan dan/atau persalinan akan memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari rumah bersalin yang ditunjuk. Seandainya terjadi persalinan yang sulit, maka tenaga kerja atau istri tenaga kerja dapat dirujuk ke rumah sakit. Setelah melakukan pemeriksaan, tenaga kerja atau suami atau istri atau anakanak akan mendapat resep obat yang harus diambil di apotek yang telah ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Apotek tersebut harus memberikan obat yang diperlukan oleh tenaga kerja atau suami/istri atau anakanak sesuai standar obat yang berlaku, sedangkan apabila obat yang dibutuhkan di luar standar yang berlaku maka selisih biaya obat tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja dan keluarganya sebagai peserta dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan memiliki hak-hak dan kewajiban, yakni sebagai berikut: a. Hak-hak Peserta 1) Tenaga kerja beserta keluarga (suami/istri dan maksimal tiga anak) berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat I s/d lanjutan, serta pelayanan khusus (hanya diberikan kepada tenaga kerja). 2) Memilih fasilitas kesehatan, diutamakan sesuai dengan tempat tinggal (domisili). 3) Dalam keadaan emergensi (darurat), peserta dapat langsung meminta pertolongan pada PPK 9Pelaksana Pelayanan Kesehatan) yang ditunjuk ataupun tidak. b. Kewajiban Peserta 1) Memiliki KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan. 2) Apabila KPK belum selesai diterbitkan, maka dapat menggunakan formulir daftar susunan keluarga (form 1b warna hijau) sebagai bukti diri KPK sementara. 3) Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
56
4) Melaporkan kepada PT Jamsostek (Persero) apabila KPK hilang untuk mendapatkan penggantian kartu yang baru.58
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mandiri Berdasarkan pelayanan yang diterima pekerja/buruh dalam penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan, meski ada pekerja/buruh yang merasa bahwa hak mereka terhadap pelayanan kesehatan kerja sudah terpenuhi, ternyata masih ada yang merasa belum terpenuhi. Pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat pekerja/buruh yang mendapat pelayanan tidak memadai ini kemudian meminta serikat
pekerja
menuntut
agar
keluar
dari
program
Jamsostek
dan
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri. Hal tersebut menyebabkan rendahnya jumlah peserta program Jaminan Kesehatan PT Jamsostek. Selain itu, yang menyebabkan rendahnya jumlah peserta jaminan kesehatan PT Jamsostek adalah adanya sebuah peraturan yang memperbolehkan perusahaan untuk mengikuti program jaminan kesehatan yang diadakan oleh sektor swasta apabila program yang diikuti tersebut memberikan manfaat yang lebih besar daripada manfaat program jaminan kesehatan Jamsostek.59 Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja terdapat ketentuan bahwa : Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam 58 59
Agusmidah, Op.cit. hal. 145. Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 200.
57
Jaminan Pemeliharaan Penyelenggara.
Kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
Badan
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam rangka memberikan kepastian hukum dan satuan pendapat dalam pelaksanaan di lapangan bagi penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat yang lebih baik. Menurut
ketentuan
peraturan
menteri
di
atas,
perusahaan
dapat
menyelenggarakan sendiri pemeliharaan kesehatan bagi pekerjanya dengan cara: a. Menyediakan sendiri atau bekerja sama dengan fasilitas Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK); b. Bekerja sama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan; dan c. Bersama beberapa perusahaan menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan.60 Pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan sendiri oleh perusahaan atau dengan kerja sama tersebut baru dapat dikatakan memberikan manfaat yang lebih baik, apabila memenuhi ketentuan : a. Liputan pelayanan yang diberikan sekurang-kurangnya harus memenuhi metode pelaksanaan jaminan pemeliharaan kesehatan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. b. Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk harus memiliki izin sesuatu dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 60
Zaeni Asyhadie, Op.cit. Hal. 214.
58
c. Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk harus mudah dijangkau oleh pekerja/buruh dan keluarganya.
59
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Metode merupakan cara kerja yang bersistem yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.61 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.62 Dalam metode pendekatan ini, peneliti menggunakan beberapa pendekatan masalah meliputi pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), dan pendekatan analitis (Analytical Approach).
B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif normatif, yaitu penelitian yang selain menggambarkan keadaan, obyek, atau peristiwa juga keyakinan tertentu akan diambil kesimpulan-kesimpulan dari obyek persoalan yang
61
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 652. 62 Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 13-14.
60
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik hukum positif yang menyangkut permasalahannya.63
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto Jalan Jenderal Soedirman Nomor 209 Purwokerto, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.
D. Sumber Data 1.
Data sekunder Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan, yaitu data yang diperinci dari bahan-bahan pustaka.64 Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari segi keilmuan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari: 1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek; 3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 63
Ibid, hal. 13. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 12. 64
61
4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. : PER-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga kerja. 7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 8) Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA). 9) Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor
KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Beserta Keluarga; 10) Keputusan
Direksi
PT.
kep.u/kp.503/II/28/ka-2011
Kereta tentang
Api
Indonesia
Pengelolaan
(Persero)
Nomor:
Program
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks
62
PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). 11) Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero); 12) Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012. b. Bahan hukum sekunder, sumbernya adalah buku literatur hukum, jurnal penelitian hukum, laporan hukum, media cetak, arsip dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, serta sumber lain yang berkaitan dengan materi penelitian. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, ensiklopedia, majalah, media massa dan internet. 2. Data Primer Data primer merupakan penunjang data sekunder yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yang berupa keterangan-keterangan hasil wawancara dengan pihak terkait dengan objek penelitian sebagai pelengkap data sekunder.
63
E. Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder Diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap buku kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan arsip PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto. 2. Data Primer Data yang diperoleh dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada objek yang dijadikan masalah, dengan cara mengadakan wawancara dengan pihak yang terkait pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto untuk melengkapi data sekunder.
F. Metode Penyajian Data Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks deskriptif naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang utuh, yang didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diteruskan dengan analisa bahan, dan hasil pembahasan serta diakhiri dengan simpulan.
G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis dan diuraikan secara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtut, dan logis, kemudian ditarik kesimpulan.
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Data Sekunder 1.1. Gambaran Umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1.1.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda Pada zaman Hindia Belanda terdapat dua macam perusahaan kereta api di Indonesia yaitu perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen / SS) dan perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam Verenidge Spoorwegbedrijf (VS). Perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen / SS) mulai beroperasi sejak tahun 1878 dari Surabaya ke Lamongan dan akhirnya meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Perusahaan kereta api negara SS berkantor pusat di Bandung (sekarang menjadi Kantor Pusat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) di Jalan Perintis Kemerdekaan No.1 Bandung). Perusahaan kereta api swasta mulai beroperasi sejak tahun 1867 dari
Semarang
ke
Tanggung
oleh
N.V.
Nederlands
Indische
Maatschappij (NIS). Kemudian wilayah operasi NIS meluas ke seluruh Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di
65
Indonesia N.V. Nederlands Indische Maatschappij (NIS) berkantor pusat di Semarang yang sampai sekarang dikenal dengan Gedung Lawang Sewu. Melihat keberhasilan N.V. Nederlands Indische Maatschappij (NIS) maka selanjutnya bermunculan perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang beroperasi di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur termasuk Madura. Jumlah perusahaan kereta api swasta itu ada 12 perusahaan, yaitu: 1) N.V. Nederlands Indische Maatschappij (NIS); 2) N.V. Semarang Joana Stroomtram Maatschappij (SJS); 3) N.V. Semarang Cirebon Stroomtram Maatschappij (SCS); 4) N.V. Seradjoedal Stroomtram Maatschappij (SDS); 5) N.V. Oost Java Stroomtram Maatschappij (OJS); 6) N.V. Pasoeroean Stroomtram Maatschappij (Ps.SM); 7) N.V. Kediri Stroomtram Maatschappij (KSM); 8) N.V. Probolinggo Stroomtram Maatschappij (Pb.SM); 9) N.V. Modjokerto Stroomtram Maatschappij (MSM); 10) N.V. Malang Stroomtram Maatschappij (MS); 11) N.V. Madoera Stroomtram Maatschappij (Mad.SM); 12) N.V. Deli Stroomtram Maatschappij (DSM). Selanjutnya 12 perusahaan tersebut berhimpun dalam suatu wadah bernama Vereniging van Nederlands Indische Spoor en Tramweg
66
Mastchappij atau disebut juga Verenidge Spoorwegbedrijf (VS) yang berkantor pusat di Bandung. b. Masa Pemerintahan Jepang Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Perusahaan kereta api Negara (Staats Spoorwegen / SS) dan 12 perusahaan kereta api swasta (Verenidge Spoorwegbedrijf / VS) pengelolaannya disatukan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang dan berkantor pusat di Balai Besar Kereta Api di Jalan Gereja Nomor 1 Bandung (sekarang Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung). Kereta Api di Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama RIYUKU SOKYOKU dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi yaitu: 1) Seibu Kyoku di Jawa Barat; 2) Chubu Kyoku di Jawa Tengah; 3) Tobu Kyoku di Jawa Timur. Kereta api di Sumatera dikuasai oleh Angkatan Laut dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi yaitu: 1) Nanbu Sumatora Tetsudo di Sumatera Selatan termasuk Lampung; 2) Seibu Sumatora Tetsudo di Sumatera Barat; 3) Kita Sumatora Tetsudo di Aceh dan Sumatera Utara. c. Masa Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia Setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil alih kekuasaan kereta api dari Jepang. Di Jawa Tengah
67
dan Daerah Istimewa Yogyakarta pengambil-alihan kekuasaan kereta api dari Jepang dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1945. Di Jakarta dan Jawa Barat dilakukan tanggal 4 September 1945 dan hasil pengambil-alihan kekuasaan kereta api di Jakarta dan Jawa Barat ini disebarluaskan dengan surat kawat ke seluruh Jawa. Pengambil-alihan Balai Besar Kereta Api di Bandung dilakukan tanggal 28 September 1945, kemudian tanggal 28 September 1945 ini dikukuhkan dan diperingati setiap tahun sebagai HARI KERETA API INDONESIA. Di Jawa Timur dilakukan tanggal 30 September 1945. Di Aceh dilakukan tanggal 30 September 1945. Di Sumatera Selatan dan Lampung dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1945. Di Sumatera Barat dilakukan tanggal 1 Oktober 1945. Setelah perusahaan kereta api Negara (Staats Spoorwegen / SS) dan perusahaan kereta api swasta (Verenidge Spoorwegbedrijf /VS) diambil alih dari Jepang, selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Nomor 1/KA tanggal 23 Oktober 1946 perusahaan kereta api dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya Belanda bersama sekutu, kekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik, kereta api dioperasikan oleh DKARI, sedangkan di daerah-daerah yang diduduki kembali oleh Belanda, kereta api dioperasikan oleh Spoowegbedrijf (VS).
Staats Spoorwegen (SS) dan
Verenidge
68
Setelah terjadi pengakuan kedaulatan, maka perusahaan kereta api dikuasai kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia tanggal 6 Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1950 DKARI dan Staats Spoorwegen (SS) serta Verenidge Spoowegbedrijf (VS) digabung menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta Api (DKA). Tempat kedudukan DKA ialah di Bandung. Semua pekerja dari DKA menjadi tanggungan dari DKA. Semua kekayaan, hak-hak dan kewajiban dari DKARI dan Staats Spoorwegen (SS) atau Verenidge Spoowegbedrijf (VS) mulai tanggal 1 Januari 1950 dioper oleh DKA. Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA) diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1971 Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA). Sebagai pengganti peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
69
tentang Perkereta Apian dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. Pada tahun 1998 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) diubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi darat yang berada di bawah Menteri Negara BUMN yang berbentuk perseroan terbatas.
1.1.2. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto berkedudukan di Purwokerto. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah kerja dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang bertanggung jawab secara langsung kepada kantor pusat di Bandung. Wilayah kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto terdiri dari: 1) Lintas Operasional, meliputi: a. Wilayah dari Prupuk sampai dengan Randegan b. Wilayah dari Kroya sampai dengan Langen c. Wilayah dari Kemranjen sampai dengan Kutoarjo d. Wilayah dari Cilacap sampai dengan Kesugihan e. Wilayah dari Banjaran sampai dengan Margasari 2) Lintas Tidak Operasi, meliputi:
70
a. Wilayah dari Purwokerto sampai dengan Wonosobo b. Wilayah dari Kutoarjo sampai dengan Purworejo Batas-batas wilayah kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto, sebagai berikut: 1) Sebelah Utara, yaitu: a. Stasiun Prupuk batas dengan Daerah Operasi 3 Cirebon b. Stasiun Banjaran batas dengan stasiun Daerah Operasi 4 Semarang 2) Sebelah Selatan, yaitu Stasiun Cilacap 3) Sebelah Barat, Stasiun Langen batas dengan Daerah Operasi 2 Bandung 4) Sebelah Timur, yaitu: a. Stasiun Kutoarjo batas dengan Daerah Operasi 6 Yogyakarta b. Stasiun Purworejo c. Stasiun Wonosobo
1.1.3. Visi dan Misi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dalam jasa transportasi, maka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki visi dan misi sebagai berikut: Visi : Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders. Misi : Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan
71
nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama, yakni Keselamatan, Ketepatan Waktu, Pelayanan dan Kenyamanan.
1.2. Struktur Organisasi dan Bagan Struktur Organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto 1.2.1. Struktur Organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto adalah suatu organisasi di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang dipimpin oleh seorang Vice President (VP) dan bertanggung jawab kepada Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Berkaitan dengan efektivitas dan kelancaran penyelenggaraan operasi di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto, Vice President (VP) dibantu oleh Deputy Vice President (DVP) dengan pembagian tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab diselaraskan dan disesuaikan dengan kebutuhan di Daerah Operasi 5 Purwokerto yang pengaturannya ditetapkan oleh Vice President Director. Dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya, Vice President (VP) / Deputy Vice President Manager, yaitu: a. Manager Hubungan Masyarakat Daerah b. Manager Hukum
(DVP), dibantu oleh beberapa
72
c. Manager Sumber Daya Manusia dan Umum d. Manager Keuangan e. Manager Pengadaan Barang dan Jasa f. Manager Sarana g. Manager Jalan Rel dan Jembatan h. Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik i. Manager Operasi j. Manager Asset k. Manager Pemasaran Angkutan l. Manager Pengusahaan Aset m. Manager Unit Kesehatan Tugas pokok dari masing-masing manager adalah sebagai berikut: a. Manager Hubungan Masyarakat Daerah Mempunyai tugas mengelola informasi dan komunikasi di dalam perusahaan dan menjalin hubungan dengan media massa di luar perusahaan. b. Manager Hukum Mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan pendampingan/bantuan hukum di dalam dan di luar pengadilan serta menjadi narasumber informasi hukum dan peraturan bagi pegawai/pejabat di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto.
73
c. Manager Sumber Daya dan Umum Mempunyai tugas melaksanakan penggajian serta pengendalian biaya pegawai, mengelola dokumen perusahaan serta melaksanakan perawatan bangunan dinas di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Assistant Manager Penggajian 2) Assistant Manager Sumber Daya Manusia 3) Assistant Manager Dokumen dan Kerumahtanggaan d. Manager Keuangan Mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan, penagihan atas piutang usaha serta menyusun laporan keuangan Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Junior Manager Penagihan 2) Assistant Manager Akuntansi 3) Assistant Manager Keuangan 4) Assistant Manager Anggaran e. Manager Pengadaan Barang dan Jasa Mempunyai tugas menyusun Rencana Kerja dan Syarat pengadaan barang dan jasa serta menyusun Harga Perkiraan Sendiri dan Kemampuan Dasar.
74
f.
Manager Sarana Mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, pengawasan, pemeriksaan, pekerjaan teknis, perawatan sarana serta administrasi teknis perawatan sarana di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Junior Manager Inspector Sarana 2) Assistant Manager Program Anggaran Perawatan Sarana 3) Assistant Manager Perawatan Lokomotif dan KRD 4) Assistant Manager Perawatan Kereta dan Gerbong
g. Manager Jalan Rel dan Jembatan Manager Jalan Rel dan Jembatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program perawatan, perbaikan, dan pengoperasian fasilitas pemeliharaan jalan rel dan jembatan di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya, Manager Jalan Rel dan Jembatan dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Junior Manager Inspector JJ 2) Assistant Manager Program Jalan Rel dan Jembatan 3) Assistant Manager Konstruksi Jalan Rel dan Jembatan 4) Assistant Manager Fasilitas Sarana Pemeliharaan JJ dan Evaluasi h. Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik
75
Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik mempunyai tugas menyusun program dan melaksanakan perawatan sinyal, telekomunikasi dan listrik di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya, Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Junior Manager Inspector Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik 2) Assistant Manager Kegiatan dan Pembiayaan 3) Assistant Manager Perencanaan Teknis 4) Assistant Manager Informasi dan Evaluasi i. Manager Operasi Mempunyai tugas melaksanakan pengendalian operasi kereta api,menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran kegiatan angkutan kereta api sserta melaksanakan pembinaan teknis terhadap UPT yang berada di bawah Seksi Operasi Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya, Manager Operasi dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager serta Senior Supervisor yang terdiri dari: 1) Junior Manager Inspector Operasi 2) Junior Manager Inspector Opsar (Operasi Sarana) 3) Assistant Manager Perjalanan Kereta Api 5) Assistant Manager Operasi Sarana 6) Junior Manager Pusdalopka (Pusat Pengendalian Operasi Kereta Api) 7) Senior Supervisor Rencana, Evaluasi dan Tata Usaha
76
8) Senior Supervisor Pengendalian Opka (Operasi Kereta Api) 9) Senior Supervisor Operator Radio 10) Senior Supervisor Pengendalian Sarana j. Manager Asset Manager Aset mempunyai tugas untuk mengusahakan aset di stasiun dan di luar stasiun, melakukan rencana evaluasi dan pengendalian aset di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya, Manager Aset dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Assistant Manager Tanah 2) Assistant Manager Bangunan 3) Assistant Manager Program k. Manager Pemasaran Angkutan Manager Pemasaran Angkutan mempunyai tugas mengelola jasa angkutan penumpang dan barang di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya Manager Pemasaran Angkutan dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Assistant Manager Angkutan Penumpang 2) Assistant Manager Angkutan Barang 3) Assistant Manager Customer Care
77
l. Manager Pengusahaan Aset Mempunyai tugas untuk mengelola pendapatan dari para debitur yang mengontrak asset milik Perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya Manager Pengusahaan Aset dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari: 1) Assistant Manager Pengusahaan Aset Stasiun dan Row (Right of Way) 2) Assistant Manager Pengusahaan Aset Non-Stasiun dan Row (Right of Way) m. Manager Unit Kesehatan Mempunyai tugas pokok dan tanggung jawab mengelola jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai, pensiunan dan keluarga serta mengelola seluruh program hiperkes dan keselamatan kerja di area masingmasing. Dalam menjalankan tugas pokok dan tanggung jawabnya Manager Unit Kesehatan dibantu oleh dua Assistant Manager dan beberapa senior supervisor/ supervisor, yaitu: 1) Assistant Manager Pelayanan Kesehatan; 2) Assistant Manager Hiperkes dan Keselamatan Kerja; 3) Senior Supervisor/Suppervisor Klinik Utama; 4) Senior Supervisor/Supervisor Klinik Pratama.
78
79
80
1.3. Ketenagakerjaan
1.3.1. Jumlah Tenaga Kerja/Pegawai Jumlah tenaga kerja/pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto untuk posisi 6 Juni 2012 adalah sebanyak 1.812 orang, yang terdiri dari: a. Pegawai Eks PNS
: 337 orang
b. Pegawai Non Eks PNS yang direkrut sebelum Agustus 2009
: 1054 orang
c. Pegawai yang direkrut setelah Agustus 2009
: 415 orang
d. Pegawai Kontrak Magang
: 6 orang
1.3.2. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Dasar hukum pengaturan hak, kewajiban dan larangan bagi pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2011-2013, sebagai berikut : a. Hak-hak Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Hak-hak pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terdiri dari: Hak cuti, hak mendapatkan penghasilan dan kesejahteraan, tunjangantunjangan, serta jaminan sosial. (1) Hak cuti pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diatur dalam Pasal 23 PKB, yang terdiri atas:
81
a. Cuti Tahunan; b. Cuti Besar; c. Cuti Sakit; d. Cuti Haid; e. Cuti Bersalin (melahirkan atau gugur kandungan); f. Cuti Karena Alasan Penting; g. Cuti Menjalankan Ibadah Keagamaan; h. Cuti di luar Tanggungan Perusahaan. (2) Penghasilan dan Kesejahteraan Hak pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) juga berupa penghasilan dan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 PKB Periode 2011-2013 bahwa perusahaan memberikan penghasilan kepada pegawai berupa: a. Gaji Pokok Pengaturan mengenai gaji pokok diatur dalam Keputusan Direksi PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012. Dalam lampiran I mengenai TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran Pensiun) tahun 2012 pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero), menyebutkan: Golongan I
: Ia (ijazah SD) sebesar Rp.1.386.000,00 (satu juta tiga ratus delapan puluh enam ribu rupiah)
82
Ib (ijazah SMP) sebesar Rp.1.510.000,00 (satu juta lima ratus sepuluh ribu rupiah) Golongan II
: IIa (ijazah SMA) sebesar Rp.1.787.200,00 (satu juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus rupiah) IIb (ijazah D3) sebesar Rp.1.947.000,00 (satu juta sembilan ratus empat puluh tujuh ribu rupiah)
Golongan III : IIIa (ijazah S1) sebesar Rp.2.270.000,00 (dua juta dua ratus tujuh puluh ribu rupiah) IIIb (ijazah S2) sebesar Rp.2.366.500,00 (dua juta tiga ratus enam puluh enam ribu lima ratus rupiah) b. Tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap yang meliputi: 1) Tunjangan istri/suami sebesar 10% dari gaji pokok; 2) Tunjangan anak maksimum 2 (dua) anak yang sah dan diakui Perusahaan sebesar masing-asing 10% dari gaji pokok; 3) Tunjangan Jabatan Struktural/Fungsional yang besarannya diatur dalam Keputusan Direksi; 4) Tunjangan
Beras
diberikan
untuk
masing-masing
orang
berkeluarga yang ditanggung Perusahaan sebanyak 10 kilogram dengan harga Rp.6.500,00 per kilogram; 5) Tunjangan Perumahan yang besarnya diatur dalam Keputusan Direksi;
83
6) Tunjangan Transportasi yang besarannya diatur dalam Keputusan Direksi; c. Tunjangan Kinerja adalah tunjangan yang dibayarkan setiap bulan bersamaan dengan gaji atas dasar kinerja pegawai yang tidak termasuk dalam komponen penghasilan. d. Tunjangan-tunjangan yang bersifat tidak tetap, meliputi: 1) Tunjangan Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP) diberikan apabila PNS mendapatkan gaji ke-13 yang besarannya diatur dengan Keputusan Direksi; 2) Tunjangan Hari Raya; 3) Tunjangan Pendidikan Awal Tahun Ajaran Baru sebesar Rp.1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) per Pegawai dengan kenaikan 10% per tahun; 4) Tunjangan Rekreasi sebesar Rp.350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) per Pegawai per tahun; 5) Tunjangan Cuti Tahunan sebesar 50% dari Gaji Dasar; 6) Tunjangan Cuti Besar Bersambungan dengan Masa Bebas Tugas sebesar 100% dari Gaji Dasar. e. Tunjangan Iuran Perusahaan, terdiri dari: 1) Tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan peraturan yang berlaku di Perusahaan;
84
2) Tunjangan Iuran perusahaan untuk program Jaminan Sosial sesuai ketentuan bagi masing-masing pegawai. f. Penetapan gaji pokok pegawai sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) di atas gaji pokok PNS yang berlaku, yang didasarkan pada golongan dan masa kerja. g. Pembayaran
penghasilan
kepada
pegawai
dibayarkan
oleh
perusahaan pada setiap awal bulan, sedangkan untuk calon pegawai (Pegawai Kontrak Magang) dibayarkan setiap akhir bulan. h. Dasar perhitungan pensiun pegawai menngunakan tabel gaji pokok PNS yang berlaku. b. Kewajiban dan Larangan Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kewajiban dan larangan bagi setiap pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 adalah sebagai berikut: 1) Setiap Pegawai, diwajibkan: a) Mematuhi kode etik Perusahaan yang berlaku di Perusahaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya perusahaan; b) Mantaati ketentuan dalam perjanjian ini dan ketentuan perundangundangan maupun peraturan lainnya yang berlaku di perusahaan; c) Memelihara suasana kekeluargaan dan saling menghormati dengan sesama Pegawai, terhadap Atasan maupun Bawahan;
85
d) Mewujudkan dan memelihara persatuan dan kesatuan Pegawai, mendahulukan kepentingan Perusahaan di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; e) Mematuhi peraturan-peraturan tentang tata tertib disiplin kerja dan mengerti serta memahami terhadap larangan-larangan yang berlaku berikut jenis sanksinya; f) Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab; g) Mematuhi segala instruksi baik lisan maupun tertulis dari Direksi, Pejabat lain yang berwenang untuk itu, dan Atasan masing-masing demi kelancaran kerja; h) Berusaha untuk memajukan, mengamankan dan menjaga ama baik Perusahaan. 2) Setiap Pegawai, dilarang: a) Melanggar Perjanjian ini dan peraturan perudang-undangan serta peraturan lainnya yang berlaku di Perusahaan; b) Melakukan tindakan dan/atau perbuatan yang melanggar disiplin; c) Menyalahgunakan wewenang/jabatan dan/atau melakukan tindakan manipulasi untuk kepentingan pribadi, golongan ataupun pihak lain; d) Meminjamkan barang dan/atau uang milik Perusahaan secara tidak sah kepada siapapun yang bukan merupakan bagian tugas, pekerjaan dan tanggung jawabnya;
86
e) Meminta dan/atau menerima pemberi berupa uang atau barang yang besarannya melebihi ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku, dari Pegawai maupun orang lain yang dengan pemberian tersebut patut diketahui atau patut diduga mempengaruhi secara negatif baik seluruh ataupun sebagian keputusan kedinasan yang menjadi tanggung jawabnya yang dapat merugikan Perusahaan; f) Melakukan tindak korupsi, kolusi dan nepotisme.
1.3.3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pasal 35 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Kereta Api Indonesia (Persero) menjelaskan tentang kesehatan dan keselamatan kerja yakni sebagai berikut : 1. Perusahaan merumuskan komitmen K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan bersama-sama dengan pegawai melaksanakan yang ada guna membangun dan memelihara pengertian, bantuan, partisipasi dan sinergi dari semua lini Manajemen dan pegawai secara teratur dan terus menerus. 2. Pelaksanaan program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu perusahaan diwajibkan mengikutsertakan pekerjanya dalam program
87
Jamsostek yang diselenggarakan oleh badan penyelenggara yang ditentukan undang-undang. Dalam Bab VII Pasal 30 Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013, terdapat program jaminan sosial yang berhak didapatkan pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Program jaminan sosial tersebut diselenggarakan sendiri dan/atau melalui kerjasama dengan instansi/lembaga yang ditunjuk oleh perusahaan dalam bentuk: a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan; b. Jaminan Kecelakaan Kerja; c. Jaminan Hari Tua; d. Jaminan Kematian; e. Jaminan Pensiun. Dalam Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api, telah diatur mengenai jaminan sosial yang diperoleh oleh seluruh pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan keluarganya. Selain itu, dalam Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012 juga mengatur lebih lanjut mengenai pengelolaan program pensiun dan program jaminan sosial lainnya. a) Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan beserta keluarga eks PNS Departemen Perhubungan RI serta Pegawai
88
Kontrak Magang (PKM) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diselenggarakan oleh perusahaan secara mandiri sesuai dana yang dianggarkan per tahun. Hal tersebut diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api. Sebelumnya, jaminan pemeliharaan kesehatan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dikelola oleh PT. ASKES (Persero) berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. ASKES (Persero) Nomor: 62/KTR/0310, 20/HK/U/2010 tanggal 2 Maret 2010 dan telah diterbitkan Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) beserta keluarganya. Dalam perkembangannya, selama menggunakan ASKES ternyata didapati berbagai kekurangan dalam hal pelayanan yang diberikan oleh PT. ASKES (Persero). Berdasarkan hasil evaluasi oleh pengurus dan anggota Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dinilai penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) oleh PT. ASKES (Persero) dalam pelayanannya sangat tidak memuaskan dan tidak efektif. Jenis pelayanannya yang diterima ternyata lebih rendah dari yang didapat oleh PNS. Salah satu contohnya adalah pelayanan dalam hal perawatan, di mana kelas perawatan
89
yang didapat hanya kelas I dan II saja, sedangkan PNS bisa mendapatkan kelas utama. Selain itu dalam hal mendapat rujukan, pegawai juga mendapat kesulitan dalam pengurusannya. Akhirnya,
berdasarkan
Surat
Keputusan
Direksi
Nomor:
KEP.U/KP.503/II/28/KA-2011 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diputuskan bahwa pengelolaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi pegawai dan pensiunan beserta keluarga eks PNS Departemen Perhubungan RI di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terhitung tanggal 1 Januari 2011 dilaksanakan sendiri oleh perusahaan dalam hal ini oleh Unit Usaha Kesehatan. Unit Usaha Kesehatan tersebut sekarang istilahnya telah berubah menjadi Unit Kesehatan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/OT.003/ / /KA-2011 tentang Perubahan dan Tambahan (P&T) Atas Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia
(Persero)
Nomor
KEP.U/OT.003/XII/7/KA-2009
tentang
Organisasi dan Tata Laksana Unit Kesehatan di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Unit kesehatan adalah satuan organisasi di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di bawah Managing Director of Human Capital.
90
b) Program Jaminan Kecelakaan Kerja Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama periode 20112013, Perusahaan memberikan perlindungan kepada pegawai yang menjadi korban kecelakaan kerja dan penderita penyakit akibat kerja. Badan penyelenggara yang mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja di PT. Kereta Api hanya PT. Jamsostek (Persero). Program Jaminan Kecelakaan Kerja yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero) adalah bagi pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan, pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009, pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya, serta pegawai kontrak magang (calon pegawai perusahaan). Berdasarkan Pasal 37 ayat (7) Perjanjian Kerja Bersama, menyebutkan bahwa dalam hal pegawai berdasarkan keterangan pihak yang berwenang mengalami kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, terkena penyakit endemik (wabah penyakit yang menular secara luas), musibah kekerasan atau bencana alam dan dirawat di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan yang resmi lainnya, maka: a. Biaya pengangkutan dari tempat peristiwa terjadi ke tempat perawatan diganti penuh; b. Biaya perawatan yang timbul akibat peristiwa tersebut diganti penuh sampai dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat.
91
c) Program Tabungan Hari Tua Perusahaan mengikutsertakan pegawai pada program Tabungan Hari Tua berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan diselenggarakannya tabungan hari tua tersebut untuk menjamin agar pegawai mendapat uang tunai pada saat pegawai tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja. Program Tabungan Hari Tua (THT) atau yang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan disebut Jaminan Hari Tua di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dikelola oleh dua badan penyelenggara yaitu oleh PT. Taspen (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero). Program THT yang dikelola oleh PT. Taspen (Persero) adalah bagi pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan dan pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009. Program THT yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero) adalah pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya serta Pegawai Kontrak Magang (Calon Pegawai Perusahaan). d) Jaminan Kematian Program Jaminan Kematian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) seluruhnya dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero). Baik itu pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan, pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009, pegawai Non Eks PNS Departemen
92
Perhubungan yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya, serta pegawai kontrak magang (calon pegawai perusahaan). Bagi pegawai yang wafat, perusahaan memberikan uang duka wafat sebesar 3 (tiga) kali gaji dasar dan ditambah Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) kepada ahli warisnya. Sumbangan biaya pemakaman diberikan sebagai bantuan untuk pelaksanaan pemakaman jenazah pegawai yang wafat dan/atau keluarga pegawai, dengan maksud untuk meringankan beban yang mengalami duka cita sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Uang duka wafat dan biaya pemakaman tersebut merupakan bantuan dana yang diberikan perusahaan di luar hak-hak yang diterima pegawai dari PT. Jamsostek (Persero). e) Program Jaminan Pensiun Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama periode 20112013 menyebutkan bahwa perusahaan memberikan jaminan pensiun atau kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja bagi para pegawai. Dalam Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012
juga diatur lebih lanjut
mengenai pengelolaan program jaminan pensiun yakni pada Pasal 5 bahwa jaminan pensiun di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dikelola oleh dua badan penyelenggara yakni oleh PT. Taspen (Persero) dan PT. Asuransi Jiwasraya.
93
Program jaminan pensiun yang dikelola oleh PT. Taspen (Persero) adalah pegawai eks PNS Departemen Perhubungan, sedangkan yang dikelola oleh PT. Asuransi Jiwasraya adalah pegawai non eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009. Jaminan pensiun tersebut keduanya diberikan setara dengan jaminan pensiun sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan Pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Bagi pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang direkrut terhitung mulai bulan Agustus 2009 dan sesudahnya, tidak mendapat jaminan pensiun melainkan diberikan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan telah mengaturnya dalam Keputusan Direksi Nomor PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.209/V/25/KA-2012 tentang Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang Direkrut Terhitung Mulai Bulan Agustus 2009 dan sesudahnya.
94
1.5. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
1.5.1. Kepesertaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan beserta keluarga eks PNS Departemen Perhubungan RI serta Pegawai Kontrak Magang (PKM) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto diselenggarakan oleh perusahaan secara mandiri sesuai dana yang dianggarkan per tahun. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api. Perusahaan melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan seluas-luasnya,
yang
meliputi
upaya-upaya
pencegahan
(preventif),
peningkatan (promotif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Jaminan pemeliharaan kesehatan di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto ini diberikan kepada : a. Pegawai aktif beserta istri/suami dan 3 (tiga) anak yang diakui oleh perusahaan; b. Pegawai pensiunan, janda/duda pensiunan dengan 2 (dua) anak yang diakui oleh perusahaan; c. Pegawai Kontrak Magang (PKM) tanpa keluarga.
95
1.5.2. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pengelolaan dana jaminan pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan metode/prinsip Asuransi Kesehatan dengan manfaat minimal sama dengan Pegawai Negeri Sipil, yang dikelola oleh badan pengelola yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak. Berdasarkan Pasal 7 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012, besarnya iuran untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan: Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai sebesar 2% dari TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran Pensiun Pegawai) 2012 sebagaiman tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012; 1) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. 2) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. b. Pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009 : 1) Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai adalah sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. 2) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
96
3) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. c. Pegawai yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya : 1) Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai adalah sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. 2) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. 3) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012. d. Pegawai Kontrak Magang (Calon Pegawai Perusahaan) : 1) Tunjangan iuran perusahaan untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 3% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini, maksimal Rp.1.000.000,-. 2) Iuran perusahaan untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 3% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini, maksimal Rp.1.000.000,-.
1.5.3. Tempat Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama Periode 20112013, pelayanan kesehatan dilakukan di: a. Balai Pengobatan/Poliklinik Perusahaan/Puskesmas; b. Rumah Sakit Pemerintah dan/atau Rumah Sakit Swasta Kontraktor; c. Dokter Umum Kontraktor;
97
d. Dokter Perusahaan atas Indikasi medis dapat merujuk kepada Dokter Ahli yang ditunjuk. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta, badan penyelenggara yang dalam hal ini adalah Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) menunjuk Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang terdiri atas: a. PPK Perusahaan; b. PPK Provider Kontrak; c. PPK di luar perusahaan dan provider. PPK Perusahaan adalah fasilitas pelayanan kesehatan milik perusahaan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta JPK perusahaan. PPK Provider Kontrak adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang bukan milik perusahaan namun memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta JPK perusahaan melalui kontak kerjasama dengan perusahaan. Seluruh pelayanan yang dilaksanakan di PPK perusahaan dan di PPK provider kontrak dibayar penuh oleh perusahaan tanpa iur biaya (cost sharing) sesuai tarif jenis pelayanan kesehatan, sedangkan yang dilaksanakan di luar PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak dapat direstitusikan kepada perusahaan, dan akan dilakukan penggantian sesuai prosedur dan tarif jenis pelayanan kesehatan.
98
Tabel 1. Data PPK Provider Unit Kesehatan Area 5 Purwokerto Tahun 2012 No.
Wilayah
Nama PPK
Alamat Jl. Jend. Gatot Subroto Komplek Pertokoan Kebondalem No. 46 Purwokerto Ruko Permata Hijau Blok II/5 Purwokerto
1
Banyumas
LABORATORIUM MEDICO LABORA
2
Banyumas
OPTIK MERDEKA
3
Cilacap
OPTIK MANDIRI
4
Tegal
5
Brebes
6
Banyumas
RSUD AJIBARANG
7
Banyumas
RSU WISHNU HUSADA
8
Banyumas
RSUD BANYUMAS
9
Banyumas
RSU WIRADADI HUSADA
Jl. Raya Notog Mt. 200 Banyumas Jl. Rumah Sakit No. 1 Banyumas Jl. Menteri Supeno No. 25 Banyumas
10
Purwokerto
RSU SINAR KASIH
Jl. Martadireja II Purwokerto
11
Purwokerto
RSI PURWOKERTO
-
12
Purwokerto
13
Purwokerto
14
Purbalingga
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO RS ORTHOPAEDI PURWOKERTO RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
15
Banjarnegara
Jl. Dr. Gumbreg No. 1 Purwokerto Jl. Soepardjo Roestam No. 99 Purwokerto Jl. Tentara Pelajar No. 22 Purbalingga Jl. A. Yani Purwareja Banjarnegara
RSU DR SOESELO SLAWI RSU SITI ASIYAH BUMIAYU
RSU EMANUEL
Jl. S. Parman No. 48 Cilacap Jl.dr.Sutomo Slawi Jl.Pasar Wage Bumiayu Jl. Raya Pancasan Ajibarang
99
16
Cilacap
RSI FATIMAH
17
Cilacap
RSUD CILACAP
18
Kebumen
PKU MUH GOMBONG
19
Kebumen
PKU MUH SRUWENG
20
Purworejo
PKU MUH TUNAS MEDIKA PURWOREJO
21
Purworejo
RSU PALANG BIRU
Jl. Ir. H. Juanda No. 20 Cilacap Jl. Jend. Gatot Subroto No. 28 Cilacap Jl. Yos Sudarso No. 461 Gombong Jl. Raya Sruweng No. 5 Kebumen Jl. Brigjend. Katamso No. 144-A Purworejo Jl. Marditomo No. 17 Kutoarjo
Sumber : Unit Kesehatan Area 5 Purwokerto.
1.5.4. Jenis Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pasal 33 Perjanjian Kerja Bersama menyebutkan jenis pelayanan mjnkesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan, meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h.
Rawat jalan tingkat pertama; Rawat jalan tingkat lanjutan; Rawat inap; Pemeriksaan kehamilan dan persalinan; Pemeriksaan penunjang diagnostik; Pelayanan khusus; Gawat darurat; Restitusi pengobatan.
Dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), diatur lebih lanjut mengenai jenis pelayanan kesehatan bagi peserta yang meliputi:
100
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Pelayanan Rawat Jalan; Pelayanan Rawat Inap; Pelayanan Rawat Inap Khusus; Pelayanan Gawat Darurat; Pelayanan Satu Hari (One Day Care); Pelayanan Obat; Pelayanan Penunjang Diagnostik; Pelayanan Tindakan Medis (Operatif dan Radiotherapi); Pelayanan Diagnostik dan Tindakan Khusus (Dialisis, Penyakit Jantung, Persalinan, ESWL, CT, MRI, Transplantasi Organ dan Pelayanan Darah); j. Pelayanan Kedokteran Forensik; k. Pelayanan Suplemen. Kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta dan anggota keluarganya dibedakan berdasarkan tingkat golongan dari pegawai tersebut yang terdiri dari : 1) Pegawai Golongan I, Golongan II, dan anggota keluarganya di ruang Kelas II; 2) Pegawai Golongan III dan anggota keluarganya di ruang Kelas I; 3) Pegawai Golongan IV dan anggota keluarganya di ruang Kelas VIP; 4) Penerima pensiun dan anggota keluarganya dengan golongan pada saat pensiun Golongan I, Golongan II, di ruang Kelas II; 5) Penerima pensiun dan anggota keluarganya dengan golongan pada saat pensiun Golongan III, Golongan IV, di ruang Kelas I; 6) Pegawai Kontrak Magang di ruang Kelas II. Dalam hal peserta atas permintaan sendiri ingin mendapatkan kelas perawatan yang lebih tinggi, maka perusahaan akan membayar sesuai dengan
101
hak peserta, sedangkan selisih hak peserta dengan kelas perawatan termasuk jasa pelayanan kesehatan yang ditempati menjadi beban peserta (iur biaya).
1.5.5. Tata Cara Memperoleh Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus memiliki kartu jaminan pemeliharaan kesehatan sebagai alat bukti kepesertaan. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), bahwa setiap peserta berhak atas kartu JPK sebagai alat bukti kepesertaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Di dalam kartu tersebut terdapat identitas peserta, nomor peserta, kelas perawatan dan masa berlaku. Masa berlaku kartu tersebut maksimal dua tahun. Bagi peserta yang belum mendapatkan kartu JPK, dapat menunjukkan KBD (Kartu Bukti Diri) yaitu kartu yang menunjukkan bahwa peserta adalah pegawai atau pensiunan atau keluarga dari pegawai maupun pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Bagi peserta yang usianya kurang dari 10 (sepuluh) tahun agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan menunjukkan Kartu Keluarga. Tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta di PPK perusahaan dan PPK provider diatur dalam Pasal 25 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api
102
Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), sebagai berikut: 1) Peserta wajib datang pertama kali ke pelayanan rawat jalan umum dengan menunjukkan kartu JPK kecuali pada kasus-kasus gawat darurat. 2) Peserta akan mendapat pelayanan rawat jalan umum sesuai prosedur yang ada, dari mulai pendaftaran, pemeriksaan, tindakan medis, dan pemberian obat-obatan. 3) Sesuai indikasi medis peserta dapat dirujuk kepada pelayanan berikutnya baik rawat jalan spesialistik, maupun rawat inap dengan menggunakan surat rujukan yang berfungsi sebagai jaminan perusahaan. 4) Permohonan surat rujukan yang menyimpang dari tata laksana ayat (1) , (2) dan (3) tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. 5) Peserta wajib meminta jawaban surat rujukan dari pelayanan tingkat lanjut yang ditujukan kepada dokter pemeriksa pelayanan rawat jalan umum untuk dijadikan pedoman apakah perlu dilakukan rujukan ulang atau tidak. 6) Surat rujukan hanya berlaku untuk satu kali pelayanan kesehatan tingkat lanjut. 7) Khusus pelayanan obat-obatan diprioritaskan menggunakan PPK perusahaan. 8) Peserta dapat memilih pelayanan kesehatan rawat jalan umum di PPK perusahaan dan PPK provider di seluruh wilayah Indonesia dengan menunjukkan kartu JPK. 9) Untuk kasus gawat darurat peserta dapat memilih pelayanan kesehatan gawat darurat dan rawat inap di PPK perusahaan dan PPK provider di seluruh wilayah Indonesia dengan menunjukkan kartu JPK tanpa surat rujukan, dan surat rujukan wajib dilengkapi selama maksimal 3 X 24 jam dari PPK perusahaan terdekat. 10) Untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjut ditentukan oleh dokter pemeriksa pelayanan kesehatan rawat jalan umum. 11) Atas permintaan sendiri peserta dapat memilih PPK pelayanan kesehatan lanjut di luar rekomendasi dokter pemeriksa pelayanan kesehatan rawat jalan umum sebagamana ayat (9) dengan biaya ditanggung peserta dan dianggap pelayanan di luar PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak.
103
Pasal 26 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011
tentang
Fasilitas
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengatur tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta di luar PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak, yang meliputi: 1) Peserta dapat melaksanakan pelayanan rawat jalan umum, rawat jalan spesialistik dan rawat inap serta pelayanan kesehatan lainnya di luar PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak. 2) Peserta akan mendapat pelayanan rawat jalan sesuai prosedur yang ada, dari mulai pendaftaran, pemeriksaan, tindakan medis dan pemberian obat-obatan. 3) Sesuai indikasi medis peserta dapat dirujuk kepada pelayanan kesehatan berikutnya dengan surat rujukan. 4) Seluruh biaya yang timbul menjadi tanggung jawab peserta dan dapat direstitusikan kepada perusahaan. 5) Tata cara pengajuan restitusi pengobatan kepada perusahaan sebagaimana ayat (4) dengan menggunakan bentuk G 254 dan dilampiri kuitansi asli dengan perincian biaya jasa medis, tindakan, obat-obatan dan penunjang kesehatan lainnya yang merupakan satu kesatuan pelayanan kesehatan. 6) Masa kadaluarsa kuitansi pengobatan selama 90 hari kalender sejak kuitansi diterbitkan sampai dengan pengajuan G 254 / pengajuan restitusi. 7) Restitusi yang tidak lengkap sebagaimana ayat (5) dan diragukan keaslian dan keabsahan kuitansi tidak dapat disetujui oleh perusahaan.
1.5.6. Hal-hal
yang
Tidak
Menjadi
Tanggung
Jawab
Badan
Penyelenggara Terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh perusahaan yakni sebagai berikut: 1) Medical check up atas permintaan peserta termasuk papsmear;
104
2) Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku; 3) Pelayanan yang bersifat kosmetik (lensa kontak, lasik, kosmetik gigi, operasi plastik untuk kosmetik beserta efek samping yang ditimbulkannya, serta pelayanan lain yang sejenis); 4) Penyakit akibat alkohol dan psikotropika, penyakit hubungan seksual dan AIDS, upaya bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri sendiri; 5) Pengobatan yang belum diakui secara sah sebagai cara pengobatan yang resmi; 6) Penyakit akibat hobi/keikutsertaan dalam olahraga yang berbahaya; 7) Pengobatan di luar negeri; 8) Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan keturunan, DNA; 9) Tindakan medis yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan dan kesusilaan, misalnya aborsi di luar indikasi medis, ganti kelamin, vaginoplasti, dll; 10) Kursi roda, tongkat penyangga, tripod dan alat bantu sejenis; 11) Vitamin yang tanpa indikasi medis; 12) Imunisasi di luar imunisasi dasar untuk anak di bawah 1 (satu) tahun dan imunisasi ibu hamil; 13) Khitan dan tindik; 14) Toiletries, susu, obat gosok, obat kumur, dll; 15) Sakit jiwa lebih dari 2 (dua) tahun;
105
16) Kelainan congenital / herediter / bawaan yang memerlukan pengobatan seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinisme, thalasemia, haemophilia, retardasi mental, autis. Selain pelayanan kesehatan yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara seperti yang tertera di atas, maka setiap pelayanan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan dengan dasar indikasi medis dari dokter maupun pemberi jasa medis lainnya. Pelayanan kesehatan yang ditanggung seperti kanker, jantung, dan penyakit dalam lainnya termasuk cuci darah. Pelayanan kesehatan tersebut diberikan bagi semua peserta dengan tetap didasarkan pada standar kelas perawatan yang diterima oleh masingmasing pegawai.
2. Data Primer
2.1. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sugriyatno selaku Assistant Manager Hiperkes dan Keselamatan Kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, diperoleh data sebagai berikut: 2.1.1. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tidak dikelola oleh PT. Jamsostek
(Persero)
melainkan
dikelola secara
mandiri
oleh
perusahaan melalui Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Hal tersebut karena dari awal PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak pernah menggunakan Jamsostek untuk program JPK tetapi
menggunakan
ASKES
karena
status
perusahaan
yang
106
sebelumnya berada di bawah Departemen Perhubungan sekarang berada di bawah Menteri Negara BUMN. 2.1.2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dikelola sendiri oleh Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) karena lebih baik dari yang dikelola oleh PT. ASKES (Persero). 2.1.3. Menurut pendapat beliau, hambatan normatif yang timbul dari penerapan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto berkaitan dengan Kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Masih ada pegawai maupun keluarganya yang belum mengetahui apabila datang ke Balai Pengobatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus membawa kartu JPK.
B. Pembahasan
Tenaga kerja sebagai manusia yang mandiri, di era industrialisasi ini bersaing untuk menentukan masa depannya sendiri dengan bekerja keras, disiplin dan bertanggungjawab. Sebaliknya, bagi setiap pengusaha atau pemberi kerja juga mengharapkan memiliki pekerja yang stabil, sehat, produktif, kreatif dan inovatif. Tenaga kerja adalah salah satu faktor utama penunjang keberhasilan pembangunan, maka sudah sewajarnya apabila tenaga kerja menuntut adanya perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraannya sesuai
107
dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja tercantum dalam UUD 1945 antara lain Pasal 28 H ayat 1 yaitu: Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Begitu juga dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraan tenaga kerja tersebut merupakan hak yang semestinya telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di dalam suatu perusahaan. Perjanjian Kerja Bersama yang ada di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) disusun bersama-sama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan badan hukum yang berkedudukan di Bandung, dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Nomor: 249/PP.SPKA/CTT/1/X/9/2002 tanggal 25 September 2002, dalam hal ini secara sah mewakili seluruh pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Perjanjian Kerja Bersama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api tersebut mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus 2011 sampai dengan 22 Agustus 2013 dan telah terdaftar pada Kementerian Tenaga Kerja
108
dan Transmigrasi c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Nomor: 118/PHIJSK-PKK/PKB/VIII/2011. Dalam pertimbangan dibuatnya Perjanjian Kerja Bersama PT. Kereta Api Indonesia (Persero), dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat kerja yang merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan Perjanjian Kerja Bersama. Selain itu, untuk mengetahui pelaksanaan syarat-syarat kerja yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, oleh karena itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 132 ayat (2) jo. Kepmenakertrans No. Kep.48/MEN/IV/2004 tentang Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Perjanjian Kerja Bersama perlu didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan dengan surat Keputusan Pendaftaran. Di dalam setiap kehidupan manusia pasti akan menemukan ketidakpastian. Begitu pula dengan pekerja, dalam melaksanakan pekerjaannya tidak akan lepas dari ketidakpastian.
Ketidakpastian
tersebut
dapat
berupa
spekulasi
maupun
ketidakpastian murni yang pasti akan menimbulkan kerugian. Ketidakpastian murni
109
ini sering disebut dengan risiko. Menurut Lalu Husni risiko dapat digolongkan dalam dua kelompok utama, yaitu risiko fundamental dan risiko khusus.65 Dalam rangka menanggulangi risiko tersebut pemerintah mewajibkan setiap perusahaan
untuk
mengikutsertakan
pekerjanya
dalam
program
Jamsostek
sebagaimana diatur dalam Pasal 99 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa: (1) Setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja; (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Pada dasarnya program Jamsostek berfungsi untuk memberikan kepastian arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya dari pendapatan yang hilang. Menurut Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Perlu dicermati bahwa PT. Jamsostek (Persero) merupakan instansi resmi yang ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan program Jamsostek. Ditetapkannya 65
Zainal Asikin, dkk,, Op.cit. hal. 98.
110
PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara Jamsostek dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 yang menyebutkan Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah
Nomor 19 Tahun 1990 ditetapkan sebagai Badan
Penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Asuransi Sosial Tenaga Kerja tersebut diubah namanya menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Sesuai dengan ketentuan di atas, suatu perusahaan yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, maka wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) sebagai satu-satunya badan resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
menyebutkan
pengertian pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Perusahaan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
111
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah kerja dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yakni perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi darat dan merupakan badan usaha milik negara yang berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan data 1.3.1 dan 1.3.2 diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 1.812 orang dengan gaji pokok untuk golongan paling rendah dalam sebulan adalah Rp.1.386.000,-. Data tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto mempunyai kewajiban untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Mengenai program jaminan sosial tenaga kerja dari hasil penelitian data 1.4 dapat diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah mengikutsertakan pegawainya dalam program Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Program jaminan sosial yang diikuti adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) saja. Pasal 2 ayat (4)
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Program Jamsostek, menyebutkan : Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.
112
Berdasarkan data 1.5.1 diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto tidak mengikutsertakan pegawainya dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero), tetapi menyelenggarakan secara mandiri Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh pegawai, pensiunan beserta keluarganya melalui Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Area 5 Purwokerto. Sistem pengelolaan jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola oleh Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 dan Surat Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Dalam hal ini, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Hal tersebut dapat dilihat dari pemberian standar kelas perawatan rawat inap bagi peserta. Standar rawat inap yang ditentukan oleh PT. Jamsostek (Persero) untuk setiap peserta yang memerlukan pelayanan rawat inap adalah : a. Kelas II (dua) pada rumah sakit pemerintah; b. Kelas III (tiga) pada rumah sakit swasta.66
66
Zaeni Asyhadie, Op.cit., hal. 205.
113
Berdasarkan data 1.5.4 diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah menentukan kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta dengan berdasarkan tingkat golongan dari pegawai. Kepada pegawai dengan golongan terendah yakni golongan I maupun Pegawai Kontrak Magang saja mendapat hak kelas perawatan di ruang kelas II. Jadi, untuk pelayanan rawat inap yang diselenggarakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya DAOP 5 Purwokerto standar yang digunakan adalah kelas perawatan di ruang kelas II lalu meningkat berdasarkan golongannya dan itu berlaku pada rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta yang merupakan PPK Provider maupun bukan PPK Provider, sedangkan dalam Jamsostek standar yang digunakan masih terdapat ruang perawatan kelas III pada rumah sakit swasta. Selain itu, berdasarkan data 1.5.6 mengenai hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara diketahui bahwa selain pelayanan kesehatan yang telah disebutkan dalam data tersebut maka selebihnya merupakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab dari badan penyelenggara. Dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), penyakit kanker, jantung, cuci darah, serta pelayanan kesehatan yang menggunakan peralatan canggih seperti MRI (Magnetic Resonance Immaging) tidak ditanggung oleh badan penyelenggara, tetapi dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) hal-hal tersebut dijamin sepenuhnya dengan syarat ada indikasi medis. Pemberian pelayanan kesehatan tersebut juga tetap didasarkan pada standar kelas perawatan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.
114
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek apabila dikaitkan dengan data 1.5.4 dan 1.5.6 dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang menyelenggarakan secara mandiri program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawainya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena lebih baik daripada pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Besarnya iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek adalah sebagai berikut : Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek. Berdasarkan hasil penelitian pada data 1.5.2 mengenai iuran jaminan pemeliharaan kesehatan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KP.208/IV/11/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan menurut surat keputusan direksi tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan melainkan kepada pegawai dan pensiunan juga dipotong gaji sebesar 2%
115
dari gaji dasar, sedangkan bagi pegawai kontak magang dipotong 3% dari gaji dasar maksimal Rp.1.000.000,-. Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai dan pensiunan sebesar 2% dari gaji dasar, sedangkan bagi pegawai kontrak magang ialah 3% dari gaji dasar, maksimal Rp.1.000.000,-. Penjelasan data 1.5.2 mengenai iuran jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut apabila dikaitkan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 maka dapat disimpulkan bahwa iuran jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto tidak sesuai dengan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut, yaitu: a. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan jika dalam peraturan pemerintah sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja lajang. Dalam peraturan perusahaan, iuran JPK sebesar 2% dari gaji dasar berdasarkan TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran Pensiun Pegawai) tahun 2012 untuk pegawai eks PNS Departemen Perhubungan, pegawai non eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009, dan pegawai yang direkrut setelah tahun 2009 dan sesudahnya. b. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan jika dalam peraturan pemerintah sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha, tetapi dalam peraturan perusahaan tidak hanya ditanggung oleh perusahaan saja melainkan pegawai dikenai potongan juga sebesar 2% dan itu untuk menambah manfaat layanan pemeliharaan kesehatan kepada peserta.
116
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja, perusahaan dapat menyelenggarakan sendiri pemeliharaan kesehatan bagi pekerjanya dengan cara: a. Menyediakan sendiri atau bekerja sama dengan fasilitas Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK); b. Bekerja sama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan; dan c. Bersama beberapa perusahaan menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan.67 Program jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK. PPK misalnya rumah sakit, klinik bersalin, dokter, laboratorium, klinik, apotik. Berdasarkan data 1.5.3 mengenai tempat pelayanan kesehatan bagi pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah menunjuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu PPK Perusahaan yang dalam hal ini adalah Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Area 5 Purwokerto; PPK Provider Kontrak yaitu Rumah Sakit, Puskesmas, apotek dan juga laboratorium yang telah bekerja sama dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto; serta PPK di luar perusahaan dan provider yang nantinya dapat direstitusikan kepada perusahaan.
67
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 214.
117
Data 1.5.3 tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak hanya menyediakan sendiri fasilitas pelayanan kesehatannya, tetapi juga bekerja sama dengan PPK Provider Kontrak dan PPK yang ada di luar perusahaan. Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja menjelaskan tentang paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh badan penyelenggara, meliputi: a. Rawat jalan tingkat pertama ; b. Rawat jalan tingkat lanjutan ; c. Rawat inap ; d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan ; e. Penunjang diagnostik ; f. Pelayanan Khusus g. Gawat darurat. Dilihat dari hasil penelitian pada data 1.5.4 bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto menyelenggarakan jenis pelayanan kesehatan berupa : a. Pelayanan Rawat Jalan; b. Pelayanan Rawat Inap;
118
c. Pelayanan Rawat Inap Khusus; d. Pelayanan Gawat Darurat; e. Pelayanan Satu Hari (One Day Care); f. Pelayanan Obat; g. Pelayanan Penunjang Diagnostik; h. Pelayanan Tindakan Medis (Operatif dan Radiotherapi); i. Pelayanan Diagnostik dan Tindakan Khusus (Dialisis, Penyakit Jantung, Persalinan, ESWL, CT, MRI, Transplantasi Organ dan Pelayanan Darah); j. Pelayanan Kedokteran Forensik; k. Pelayanan Suplemen. Data hasil penelitian nomor 1.5.4 tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang sesuai dengan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku bahkan lebih baik. Dalam rangka menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan dasar, badan penyelenggara wajib memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada peserta sebagai alat bukti kepesertaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007 juga
119
dijelaskan bahwa setiap kali peserta memerlukan pelayanan kesehatan harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Prosedur pemberian pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan, maka PPK tingkat pertama harus memberikan surat rujukan kepada PPK tingkat lanjutan yang ditunjuk. Pelayanan kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal peserta memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung mendapat pelayanan kesehatan dari PPK atau rumah sakit terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Bagi peserta yang memerlukan pemeriksaan kehamilan dan/atau persalinan akan memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari rumah bersalin yang ditunjuk atau dirujuk ke rumah sakit apabila persalinannya sulit. Setelah melakukan pemeriksaan, peserta akan mendapatkan resep obat yang harus diambil di apotek yang telah ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Berdasarkan data 1.5.5 tentang tata cara memperoleh pelayanan kesehatan, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto dalam hal ini Unit Kesehatan Area 5 Purwokerto telah memberikan kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) kepada peserta sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 23 surat Keputusan Direksi
Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011
tentang
Fasilitas
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
120
Mengenai tata cara memperoleh pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan, berdasarkan data hasil penelitian nomor 1.5.5 diketahui bahwa di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
DAOP 5 Purwokerto telah diatur mengenai tata laksana
pelayanan kesehatan bagi peserta di PPK Perusahaan dan PPK Provider Kontrak dalam Pasal 25 Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta di luar PPK Perusahaan dan di luar PPK Provider Kontrak diatur dalam Pasal 26 surat keputusan direksi tersebut. Tata laksana pelayanan kesehatan dalam Keputusan Direksi tersebut telah mencakup semua jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bagi peserta dan dapat disimpulkan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam ketentuan yang berlaku.
121
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, dapat disimpulkan bahwa penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto yang diselenggarakan secara mandiri dilaksanakan
berdasarkan
ketentuan
Surat
Keputusan
Direksi
Nomor
:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-2011 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan surat keputusan direksi tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat ketentuan bahwa bagi perusahaan yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan harus mempunyai manfaat yang lebih baik. Perusahaan yang telah melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri tidak wajib ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto terdapat hambatan normatif yang terdapat pada Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang
122
Penyelenggaraan Program Jamsostek. Berdasarkan pasal tersebut telah ditentukan besarnya iuran JPK adalah 6% bagi tenaga kerja berkeluarga, 3% bagi tenaga kerja lajang, dan sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha. Dalam peraturan perusahaan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, besarnya iuran JPK dari perusahaan hanya 2%, sedangkan bagi pegawai juga dikenai potongan 2% dari gaji dasar untuk menambah manfaat pelayanan kesehatan.
B. Saran
Besaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek adalah 6% bagi tenaga kerja berkeluarga, dan 3% bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Iuran tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2). Dalam prakteknya, di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto iuran jaminan pemeliharaan kesehatan tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan tetapi juga dibebankan kepada pekerja. Berdasarkan hal tersebut, hendaknya iuran jaminan pemeliharaan kesehatan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan dan besarannya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku sehingga memenuhi Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek.
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Buku Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia. Ali, A. Hasyimi, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara. Asikin, Zainal, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet.4, Jakarta: Grafindo Persada. Asyhadie, Zaeni, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. _____________, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. CST Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan perjanjian kerja, Cet ke-5, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. _______, 2005, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. F.X. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, 1985, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Jakarta: PT. Bina Aksara. Hanitijo Sumitro, Ronny, 2009, Metodologi Penilitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia. Husni, Lalu, 2010, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet ke-10, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Khakim, Abdul, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Cet. 1, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Rusli, Hardijan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta: Ghalia Indonesia. Sapoetra G. Karta dan RG. Widianingsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Cet.1, Bandung: Amico. Soepomo, Iman, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan. ____________, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan. Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta: Balai Pustaka. Wahab, Zulaini, 2001, Dana Pensiun dan Jamsostek Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Wijayanti, Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor Republik Indonesia Nomor 3468) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 Tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Bbaik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran, Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Sumber Lain Kurnianingsih, 2010, Bab VI Organisasi Pengusaha, tersedia di website http://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2010/04/18/bab-vi-organisasipengusaha/ diakses tanggal 12 Mei 2012. Kurniawan Triwibowo, 2011, Konsep Pengaturan Jaminan Sosial Dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia, tersedia di website http://www.pengacara_online.com/konseppengaturan-jaminan-sosial-dalam-undang-undang-nomor-40-tahun-2004tentang-sistem-jaminan-sosial-nasional-di-indonesia.htm. diakses tanggal 29 Maret 2012. Nisa, Sholichatun, 2006, Penyelenggaraan Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh PT Jamsostek (Persero), Skripsi, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Ratnasari, Yuli. 2006. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh dalam Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada PT. Nyonya Meneer Semarang. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. Sucipto, 2012, Terbitkan PP No 53/2012, Pemerintah Tingkatkan Manfaat Jamsostek, tersedia di website http://www.wartaekonomi.co.id/berita288589347-terbitkan-pp-no-532012-pemerintah-tingkatkan-manfaatjamsostek.html diakses tanggal 14 Mei 2012.