JALAN TEMBUS Drama Serie Enam Episode (Berdasarkan Drama SANG PENUAI) oleh: Yung Darius
*** Episode 1. KETENANGAN YANG TERUSIK PANGGUNG DITATA DENGAN LATAR BELAKANG GUNUNG DAN LATAR DEPAN SAWAH YANG MENGHAMPAR. PAGI HARI YANG CERAH. SEBENTAR-SEBENTAR TERDENGAR KICAUAN BURUNG. 001. NARASI : Sukadamai adalah sebuah desa permai di kaki gunung. Warganya yang sebagian besar petani, hidup rukun dan damai, seperti nama desanya. Dekat jalan masuk desa, berdiri sebuah gereja kecil dengan gagah. Gereja yang dibangun warganya secara gotong royong beberapa tahun yang silam. Memang, sebagian besar warga desa ini memeluk agama Kristen, namun demikian, warga yang beragama lainpun, hidup berdampingan secara damai. Boleh dikata, Sukadamai adalah desa yang ideal dan menjadi dambaan banyak orang. (SEMENTARA ITU, DI PANGGUNG NAMPAK BEBERAPA WANITA DAN PRIA SEDANG BEKERJA DI LADANG. DAN ANAK-ANAK SEKOLAH BERLALU LALANG. SEMUA NAMPAK GEMBIRA. MUSIK TERDENGAR BERDENTING PERLAHAN-LAHAN DITINGKAH SUARA KICAUAN BURUNG DAN SERANGGA SAWAH. KEMUDIAN CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT.) Suatu siang, ketenangan desa tersebut terusik dengan munculnya beberapa petugas (CAHAYA DINYALAKAN BERSAMAAN DENGAN MASUKNYA BEBERAPA PETUGAS BERTOPI PROYEK YANG MEMBAWA PERALATAN PENGUKUR JALAN) yang melakukan pengukuran dan pendataan jalan. Tentu saja peristiwa ini menimbulkan tanda tanya di benak penduduk desa Sukadamai. Apakah gerangan yang akan terjadi? Beberapa warga berkerumun menyaksikan petugas-petugas tersebut melakukan tugasnya. Mereka tidak berani bertanya. Masing-masing hanya mereka-reka dalam hati, apa yang kira-kira akan terjadi. Lalu mereka berbisik-bisik satu dengan yang lain. Dan berita pun segera menyebar ke seluruh desa. Warga pun menjadi resah, apa gerangan yang akan terjadi? CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT. PETUGAS-PETUGAS OUT. MUSIK BERGEMA TAK MENENTU. SUNYI.
MUSIK
BERDENTING PERLAHAN-LAHAN. CAHAYA MENYALA SETENGAH TERANG. SESEORANG MASUK TERGESA-GESA MENGHAMPIRI BEBERAPA PRIA DAN WANITA YANG SEDANG BEKERJA DI SAWAH. IA MEMBISIKKAN SESUATU. DEMIKIAN SETERUSNYA, MEREKA SALING BERBISIK. LALU BERBICARA DENGAN SERIUS. ADA YANG NAMPAK GELISAH, ADA JUGA YANG PANIK. ADA YANG CEPATCEPAT KELUAR KE KIRI ATAU KE KANAN PANGGUNG. 002. NARASI : Semenjak kedatangan petugas-petugas pengukur itu. Ketenangan desa Sukadamai seolah-oleh sirna. Kedamaian dan kerukunan yang selama ini menjadi ciri khas dan kekuatan desa tersebut, kini seperti terlupakan. Orangorang lebih suka membicarakan desas-desus yang semakin subur berkembang dan mejalar ke mana-mana dengan cepat, dibandingkan bergotong-royong mengerjakan sawah, seperti yang sudah menjadi kebiasaan mereka selama ini. Bahkan ada yang suka duduk menyendiri, termenung dengan pandangan menerawang jauh. Ada yang seperti kehilangan semangat. Memang, desas-desus atau kabar burung, seringkali bisa menjadi racun yang amat dahsyat dan mematikan. Bahkan, sering pula lebih jahat dari peristiwa yang sesungguhnya. Padahal, sebagian besar dari warga desa tersebut adalah anggota-anggota gereja yang taat beribadah. Yang tak kurang-kurangnya berdoa. Namun, menghadapi kabar burung yang tak menentu tersebut, tak urung iman mereka ikut terancam pula. Sekalipun sudah bertahun-tahun, bahkan ada di antara mereka yang sudah turun temurun menjadi pengikut Kristus. Kabar burung sungguh seperti api dalam sekam atau bom waktu yang menanti waktunya meletus. Jadi, bagaiman selanjutnya? Apa yang akan terjadi dengan desa Sukadamai. Mampukah warga desa yang pengikut-pengikut Kristus mempertahankan iman mereka? Saksikanlah lanjutan kisah JALAN TEMBUS ini pada episode berikutnya esok malam, pada waktu dan tempat yang sama. Sampai jumpa. MUSIK BERBUNYI KERAS. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT. SELURUH PEMAIN KELUAR. MUSIK FADE OUT.
*****<|>*****
Episode 2.
DIGUNCANG KABAR BURUNG SEBUAH RUANG MAKAN YANG SEDERHANA, MENUNJUKKAN KELUARGA PETANI. BAPAK NAMPAK SEDANG MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT PERTANIAN DI SUDUT KIRI DEPAN PANGGUNG. PAGI HARI. TERDENGAR SUARA MUSIK TRADISIONAL MENGALUN LAMAT-LAMAT. DI DINDING NAMPAK TERGANTUNG BEBERAPA LUKISAN, SALIB, DAN FOTO KELUARGA. SAMBIL MEMBERSIHKAN ALAT-ALAT, BAPAK IKUT BERSENANDUNG PERLAHAN-LAHAN MENGIKUTI ALUNAN MUSIK. SEBENTAR KEMUDIAN IBU MASUK TERGOPOH-GOPOH DENGAN MEMBAWA KERANJANG BERISI SAYUR-SAYURAN SEGAR. NARASI
: SUKADAMAI, DESA YANG DAMAI DAN TENTERAM ITU, TELAH TERUSIK KETENANGANNYA, KETIKA SUATU SIANG, MUNCUL BEBERAPA ORANG PETUGAS YANG MELAKUKAN PENGUKURAN DAN PEMATOKAN JALAN. ISU PUN SEGERA BEREDAR. DAN WARGA SUKADAMAI PUN MENJADI RESAH. APAKAH GERANGAN YANG AKAN TERJADI? UNTUK APA PARA PETUGAS MENGUKUR DAN MEMATOK JALAN? IKUTILAH KELANJUTAN KISAH ‘JALAN TEMBUS’ DALAM EPISODE ‘DIGUNCANG KABAR BURUNG’. SELAMAT MENYAKSIKAN.....!!
001. Ibu
: Pak...! Pak...!!
002. Bapak
: (Nampak tak acuh, sambil terus membersihkan peralatan) Ada apa toh bu, pagipagi sudah teriak-teriak seperti ada kebakaran saja.
003. Ibu
: Aduuuh!! Bapak ini bagaimana sih, kok tenang-tenang saja....
004. Bapak
: (Melihat ke arah ibu dengan heran) Lho, memangnya ada yang gawat bu, kok tiba-tiba saja panik seperti itu...?
005. Ibu
: Bagaimana tidak panik pak? Seluruh desa sudah heboh... heboh....!!!
006. Bapak
: Ibu ini seperti iklan di teve saja, heeeboh... heeeboh....
007. Ibu
: Tuh kan, bapak itu ngak serius, orang semua sudah bingung, bapak malah bercanda!!
008. Bapak
: Bukannya bercanda, habis ibu sih, bikin bapak ingin tertawa saja...
009. Ibu
: Pak..!! (Ibu duduk dengan kesal).
010. Bapak
: (Meletakkan perkakas dan menghampiri ibu) Ada apa sih bu, kok keliatan serius sekali, padi kita dicuri orang??
011. Ibu
: Bukan itu...
012. Bapak
: Terbakar seperti hutan di Kalimantan?
013. Ibu
: Lebih dari itu...! Sawah kita mau digusur pak!!
014. Bapak
: Apa?! (Terkejut).
015. Ibu
: (Berdiri di depan bapak) Di gu sur !!!
016. Bapak
: Digusur..?! Huss!! Jangan bicara sembarangan!! Bikin isu saja!!
017. Ibu
: Ini bukan isu! Tapi, berita seputar desa!!!
018. Bapak
: Ha, ha, ha... nah betul kan, cuma isu, buktinya ibu juga tidak serius...
019. Ibu
: Habis.. bapak kok ngak tanggap sih? Padahal seluruh desa sudah ribut, resah, bingung!!
020. Bapak
: Sudahlah bu, jangan mudah terpancing kabar burung yang belum tentu kebenarannya...
021. Ibu
: Bapak sih selalu begitu, menganggap enteng persoalan...
022. Bapak
: Habis, harus bagaimana lagi bu, harus marah-marah, marah sama siapa? Apalagi beritanya belum jelas kebenarannya.
023. Ibu
: Belum jelas bagaimana pak? Wong sawah di desa seberang sana saja sudah mulai digusur...
024. Bapak
: Darimana ibu tahu?
025. Ibu
: Dari ibu-ibu lain yang bekerja di ladang tadi.
026. Bapak
: Sudahlah, kita tenang-tenang saja dulu, tidak usah panik seperti itu, kita tunggu pemberitahuan resmi dari yang berwenang.
027. Ibu
: Tapi kan harus ada persiapan pak!
028. Bapak
: Iya, nanti saja, kalau sudah ada pemberitahuan resmi... Sekarang kan hari sudah siang, bapak mau memeriksa saluran air di sawah dulu. (Mengambil perkakas dan topi).
029. Ibu
: Bapak... kalau diberitahu... selaluuu saja tidak ditanggapi dengan serius...
030. Bapak
: Sudah, sudah, bapak berangkat dulu ya bu... oya, ayam-ayam jangan lupa diberi makan ya bu..
031. Ibu
: Iya, iya (Nampak kesal. Bapak keluar.) Huuuhhh....
IBU MEMBENAHI SAYURAN DI KERANJANG DAN KELUAR KE KIRI PANGGUNG. MUSIK MENGALUN PERLAHAN. BLACK OUT.
Adegan 2. PANGGUNG SEPERTI ADEGAN 1. SIANG HARI. PANGGUNG KOSONG. MASUK DUA GADIS SEBAYA DENGAN SERAGAM SEKOLAH SMU. 032. Anti
: Dina, benar ngak sih kalau sekolah kita bakal kena gusur?
033. Dina
: Kalau yang aku dengar dari ayahku sih memang begitu, tapi benar apa tidaknya, aku juga nggak tahu tuh.
034. Anti
: Aduh, kalau sampai benar-benar terjadi, bagaimana ya?
035. Dina
: Yaaaaa.... terpaksa kita pindah ke sekolah lain...
036. Anti
: Pindah? Ke sekolah lain? Di mana?
037. Dina
: Ya ke desa lain atau... ke kota...
038. Anti
: Hah? Ke kota? Mana mungkin? Kan jauh?
039. Dina
: Apa boleh buat, kalau memang begitu keadaannya? Atau kalau ngak mau, ya terpaksa berhenti sekolah!
040. Anti
: Berhenti? Aduh, kan sudah tanggung, tinggal setahun lagi...
041. Dina
: Yaaa... aku juga bingung jadinya... ngak tahu deh... bagaimana nanti saja...
042. Anti
: Kenapa sih ya, kok mesti digusur segala?
043. Dina
: Menurut cerita ayahku sih mau dibuat jalan tembus ke kota...
044. Anti
: Ooooo... begitu. Sebenarnya sih bagus juga ya, nantinya kan kota jadi dekat... nah kalau jalannya sudah jadi, bisa tuh kita sekolah di kota....
045. Dina
: Iyaaa... tapi kitanya ngak tinggal di sini lagi....
046. Anti
: Lho kok? Memangnya kenapa?
047. Dina
: Besar kemungkinan kan rumah kita ikut tergusur juga dan kita kan harus pindah dari sini.
048. Anti
: O iya ya... bodohnya aku ini! (Sambil menepuk dahinya sendiri).
049. Ibu
: (Terdengar suara dari dalam) Anti...! Sudah pulang kau nak?
050. Anti
: Sudah bu!
051. Ibu
: (Terdengar suara dari dalam) Dengan siapa kau bicara..? (Ibu masuk) Oh, nak Dina, ibu kira siapa?
052. Dina
: Selamat siang tante. Apa kabar?
053. Ibu
: Baik, nak Dina. Bagaimana kabarnya ibumu, sudah lama tante ngak ketemu...
054. Anti
: Dina kan baru mendapat adik baru...
055. Ibu
: O ya? Kok tante ngak tahu? Laki-laki atau perempuan?
056. Dina
: Ah, Anti bisa saja. Bukan adik beneran kok tante, tapi adik sepupu yang dititipkan di rumah, karena ibunya baru sembuh sakit...
057. Ibu
: Oooo begitu... tante kira adik beneran...
058. Anti
: Bu, ibu sudah dengar mengenai rencana pembuatan jalan tembus ke kota yang akan melalui desa kita ini?
059. Ibu
: Sudah Anti, ibu sudah dengar dari ibu-ibu yang lain tadi pagi...
060. Dina
: Benar ngak sih tante?
061. Ibu
: Tante juga ngak tahu pastinya, tapi begitulah kabar yang tante dengar...
062. Anti
: Bapak sudah tahu, bu?
063. Ibu
: Tadi pagi sudah ibu beritahu, tapi bapakmu itu sepertinya tidak menanggapinya dengan serius...
064. Anti
: Bapak memang selalu begitu... ya, Dina... ayahku selalu tampak tenang-tenang saja dalam menghadapi situasi segawat apapun...
065. Dina
: Beda sekali dengan ayahku ya, ayahku gampang panik orangnya, kadangkadang hal yang kecil saja sudah membuat ayahku kalang kabut... Makanya begitu mendengar rumah kami akan digusur, ayahku sudah kebingungan mencari tempat tinggal yang baru... padahal kan belum tentu benar beritanya...
066. Ibu
: Ya, tante rasa ngak ada salahnya, kita bersiap-siap menghadapi situasi sulit yang akan menimpa, kalau seandainya kabar tersebut benar... Tante rasa ayahmu benar, nak Dina...
067. Anti
: Ya, lebih baik siap, daripada tiba-tiba digusur, mau tinggal di mana nantinya kita. Ibu harus mendesak bapak, supaya bersiap-siap...
068. Ibu
: Yaaah... engkau sendiri tahu sifat bapakmu Anti... ibu hanya bisa berdoa saja, supaya Tuhan yang memberi kita kekuatan, kalau sampai berita tersebut memang benar...
069. Dina
: Betul tante, rasanya itulah yang bisa kita lakukan. Hanya Tuhanlah kekuatan kita, begitu kan yang sering dikatakan Pak Pendeta Herman.
070. Anti
: Iya, rasanya kita memang harus banyak-banyak berdoa dan membiarkan kehendak Tuhan yang jadi.
071. Dina
: Eh, Anti aku mau pulang dulu ya, nanti sore jadi ngak mau belajar bersama di rumah Rusti?
072. Anti
: Aku minta ijin dulu sama ibuku. Boleh ya bu?
073. Ibu
: Tentu saja boleh, asal jangan pulang terlalu malam ya...
074. Dina
: Ngak kok tante, sebelum gelap kami sudah akan tiba di rumah. Baiklah, saya permisi dulu ya tante...
075. Ibu
: Ya nak Dina, hati-hati di jalan ya...
076. Dina
: Terima kasih tante, yuk Anti sampai nanti sore ya...
077. Anti
: Iya...
Anti mengantar Dina sampai ke pintu. Dina keluar. 078. Ibu
: Ayo Anti, bantu ibu siapkan meja, sebentar lagi bapakmu pulang dari sawah, kita makan bersama-sama... ibu sudah bikin pepes oncom kesukaanmu serta sayur lodeh dan tahu isi kesukaan bapakmu...
079. Anti
: Bu, kalau nanti kita benar-benar digusur, bagaimana bu?
080. Ibu
: Sudahlah, Anti, ibu juga masih bingung, nanti saja kita bicarakan bersama-sama dengan bapakmu dan kakakmu Andi.
IBU DAN ANTI KELUAR. MUSIK MENGALUN LAMAT-LAMAT. BLACK OUT. NARASI
: BENARKAH WARGA DESA SUKADAMAI AKAN DIGUSUR? ATAU, INI CUMA SEKEDAR ISU DARI ORANG-ORANG YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB. BAGAIMANA NASIB KELUARGA ANTI, AKANKAH MEREKA JUGA IKUT DIGUSUR. NANTIKANLAH KELANJUTAN KISAH INI, DALAM EPISODE BERIKUTNYA ESOK MALAM, PADA WAKTU DAN TEMPAT YANG SAMA. SAMPAI JUMPA!
*****<|>*****
Episode 3. MENDUNG DI ATAS SUKADAMAI Adegan 1. PAGI HARI. BAPAK SEDANG MEMBACA ALKITAB. MUSIK TRADISIONAL MENGALUN PERLAHAN. TERDENGAR KETUKAN DI PINTU. BAPAK MELETAKKAN ALKITAB DAN BERJALAN KE PINTU DAN MEMBUKANYA. NARASI
: KABAR BURUNG MELANDA DESA SUKADAMAI. WARGA AKAN DIGUSUR, BEGITU MENURUT ISU. WARGA MENJADI RESAH DAN BERTANYA-TANYA, MENGAPA? UNTUK APA MEREKA DIGUSUR?? MARI, KITA IKUTI LANJUTAN KISAH ‘JALAN TEMBUS’ DALAM EPISODE ‘MENDUNG DI ATAS SUKADAMAI’. SELAMAT MENYAKSIKAN...!!
001. Petugas
: Selamat pagi, Pak.
002. Bapak
: Selamat pagi...
003. Petugas
: Apakah saya bisa bertemu dengan Pak Kardi?
004. Bapak
: Saya sendiri, bapak ini darimana ya?
005. Petugas
: Saya petugas dari kecamatan...
006. Bapak
: Ooooo.... mari silakan masuk...
007. Petugas
: (Sambil berjalan masuk) Maaf... pagi-pagi sudah mengganggu...
008. Bapak
: Oh, tidak, tidak... mari, silakan duduk...
009. Petugas
: Terima kasih...
010. Bapak
: Sebenarnya... ada apa ini? Tidak biasa-biasanya, petugas kecamatan pagi-pagi sudah keliling...
011. Petugas
: Begini lho pak, waah... saya harus mulai darimana ya...??
012. Bapak
: Sepertinya ada yang serius sekali??
013. Petugas
: Ya.. itulah yang bikin saya jadi susah... saya ini cuma orang kecil... cuma petugas yang menjalankan perintah atasan.... jadi...
014. Bapak
: Ah, jangan berkata begitu pak. Kita ini sama-sama kok, kalau memang ada yang perlu disampaikan, ya disampaikan saja. Tidak usah ragu-ragu begitu pak...
015. Petugas
: Yaahh... kalau yang enak-enak biasanya jauh dari saya, kalau yang ngak enak begini, kebagian melulu.... yaaah... sudah nasib....
016. Bapak
: Wah, wah, jangan putus asa begitu. Katakan saja, ada apa sebenarnya..?
017. Petugas
: Begini... eeehh.... saya harap bapak tidak kaget dengan berita yang akan saya sampaikan... atau... barangkali bapak juga sudah mendengarnya....
018. Bapak
: Berita mengenai apa ya? Saya jadi tidak mengerti...
019. Petugas
: (Mengeluarkan selembar surat edaran) Saya kira sebaiknya bapak membacanya sendiri di dalam surat edaran ini, semuanya mungkin lebih jelas...
020. Bapak
: (Menerima surat edaran tersebut dan membacanya. Beberapa saat sunyi.) Ooooo... mengenai proyek jalan tembus itu?
021. Petugas
: Betul sekali pak. Kami harap, bapak dapat hadir dalam pertemuan yang akan diadakan di kantor kecamatan hari Senin yang akan datang. Nanti Bapak Camat akan memberikan penjelasan mengenai proyek jalan tembus tersebut.
022. Bapak
: Baik.. baik... saya akan menyempatkan diri menghadirinya...
023. Petugas
: Waah... lega sekarang rasanya...
024. Bapak
: Lho, memangnya kenapa?
025. Petugas
: Tadinya saya kuatir bapak akan tidak senang mendapat kabar yang kurang menyenangkan ini...
026. Bapak
: Oooo... saya kira tidak perlu lah, kalau memang proyek ini besar manfaatnya bagi orang banyak, maka sebagai warga negara yang baik, sudah sepantasnyalah saya ikut mendukungnya. Bukan begitu, bung?
027. Petugas
: Waaahh.... bapak betul-betul seorang yang bijaksana...
028. Bapak
: Lagipula kalau saya harus marah, bukan kepada saudara tempatnya. Seperti yang saudara katakan tadi, saudara ini kan cuma petugas yang menjalankan perintah atasan, iya kan?
029. Petugas
: Terima kasih, pak, terima kasih. Kalau begitu... selesai sudah tugas saya... saya mau permisi dulu, masih banyak warga yang harus saya kunjungi, mudahmudahan semuanya bijaksana seperti bapak. Ayo pak, saya permisi dulu.. (Berdiri dan menyalami Bapak).
030. Bapak
: Kok buru-buru, tidak minum dulu...
031. Petugas
: Terima kasih, pak... Sikap bapak yang bijaksana sudah cukup menghibur hati saya... permisi... (Keluar).
032. Bapak
: Mari... silakan... (Bapak menutup pintu. Berjalan kembali ke kursi dan duduk. Meraih surat edaran dan membacanya berulang-ulang. Beberapa kali ia menarik napas, lalu tercenung.)
MUSIK TERDENGAR LAMAT-LAMAT. DI KEJAUHAN TERDENGAR KOKOK AYAM. BAPAK MEMANDANG JAUH (MENERAWANG). CAHAYA REDUP PERLAHANLAHAN. MUSIK TERDENGAR LEBIH KERAS. BLACK OUT. Adegan 2. CAHAYA KEMBALI TERANG. SUNYI. BAPAK MASIH DUDUK TERMENUNG. 033. Ibu
: (Masuk diam-diam sambil membawa minuman di tangannya) Pak..
034. Bapak
: (Terkejut) Uh! Ibu bikin kaget saja....
035. Ibu
: Lho... bapak yang pagi-pagi sudah nglamun... nglamunin siapa sih pak?? Itu ya, bintang sinetron yang katanya dilamar sama Pak Menteri ya??
036. Bapak
: Huss!! Ibu ini kalau bicara suka ngawur saja!!
037. Ibu
: Habis... nglamunin apa pak??
038. Bapak
: Bukannya nglamun, bapak lagi mikir!
039. Ibu
: Kok mikir toh? Kalau flu ya minum jengkol!!
040. Bapak
: Ibu nih...
041. Ibu
: Eh, pak, tadi sepertinya bapak berbicara dengan seseorang? Siapa?
042. Bapak
: Petugas dari kecamatan?
043. Ibu
: (Ganti terkejut) Petugas? Dari kecamatan? Mau apa dia masih pagi begini?
044. Bapak
: Itulah yang bapak pikirkan, bukannya nglamun...!!
045. Ibu
: Iya, sudah, sudah, jangan marah toh pak, lekas tua!!
046. Bapak 047. Ibu
: Habis, ibu juga sih.. : Ada apa pak, kok tiba-tiba saja petugas kecamatan datang ke sini?
048. Bapak
: Ternyata kabar yang ibu dengar kemarin dulu itu bukan kabar burung seperti yang bapak kira, tapi kabar yang benar-benar akan terjadi...
049. Ibu
: (Mengernyitkan dahi) Kabar yang mana toh pak?
050. Bapak 051. Ibu
: Lho... masak sudah lupa, kabar yang itu lho? : Kabar dilamarnya anak gadis Pak Darto oleh saudagar kaya dari kota?
052. Bapak
: Bukan itu... kalau yang itu sih bapak tidak tahu...
053. Ibu
: Habis yang mana toh pak? Kok bicara ya menclak-menclok sih? Bapak ini sedang nglindur ya? Ayo diminum dulu kopinya, biar hilang ngantuknya...
054. Bapak
: Ah, ibu, belum tua sudah pikun. Kabar mengenai proyek jalan tembus itu lho!!
055. Ibu
: Oooo... yang itu. Lho, kalau yang itu sih sejak semula juga ibu sudah yakin beritanya benar, cuma bapak saja yang tidak mau percaya. Wong orang-orang sudah pada sibuk mencari tempat tinggal yang baru, cuma bapak yang tenangtenang saja. Terus apa kata petugas kecamatan? Kapan mulai dilakukan penggusuran? Dapat penggantian apa tidak? Terus kita mau tinggal di mana? Sawah kita bagaimana?
056. Bapak
: Aduh... satu satu toh bu pertanyaannya jangan seperti peluru nyasar begitu!
057. Ibu
: He..eh.. lupa, habis bapak lama benar sih bicaranya... Jadi, benar kan pak kabar tersebut? Bapak sudah terima pemberitahuan resminya?
058. Bapak
: (Menghirup kopi) Itulah yang disampaikan petugas tadi. Surat edaran dan sekaligus undangan untuk menghadiri pertemuan di kantor kecamatan hari Senin besok. Ada penjelasan dari Pak Camat, katanya.
059. Ibu
: Sekarang... jelas sudah... kita akan digusur... lalu, bagaiman keputusan bapak?
060. Bapak
: Sabar dulu toh bu, ini juga bapak baru mikir...
061. Ibu
: Iya... jangan terlalu lama mikirnya, pak. Nanti tahu-tahunya kita sudah digusur. Lalu, dapat penggantian tidak ya pak?
062. Bapak
: Ya belum tahu, ini kan cuma pemberitahuan saja, kita bakal kena gusur untuk proyek pembangunan jalan tembus ke kota. Berapa banyak yang digusur juga belum jelas apalagi jumlah penggantiannya. Itulah sebabnya kita diminta hadir dalam pertemuan nanti.
063. Ibu
: Yaah... mudah-mudahan saja tidak terlalu dekat waktunya ya pak...
064. Bapak
: Yaah... mudah-mudahan saja... sayang rasanya melihat padi-padi yang telah siap untuk dituai, harus dihancurkan... kita berdoa saja bu, mudah-mudahan kita diberi kesempatan untuk panen dulu...
065. Ibu
: Yah, mudah-mudahan...
066. Bapak
: Kita lihat saja, hasil pertemuannya nanti, bagaimana, baru kita ambil keputusan tindakan apa yang harus dilakukan... : Kenapa ya... pak, jalan tembus harus dibuat di sini, bukannya di tempat lain...
067. Ibu 068. Bapak
: Sama saja toh bu, kalau di tempat lain, ya keluarga lain yang mengalami kesulitan, itu kan sama saja dengan memindahkan kesulitan... Kita tidak boleh egois, pemerintah tentu sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang...
069. Ibu
: Iya ya pak, tapi...
070. Bapak
: Sudahlah bu, mungkin kelak, setelah adanya jalan tembus ke kota, desa ini akan maju pesat ekonominya dan akan berubah jadi kota, kan itu akan menguntungkan anak cucu kita kelak....
071. Ibu
: Iiih, bapak, sudah kepingin menimang cucu ya? Anti kan baru kelas 2 SMU, masih lama toh pak, pak...
072. Bapak
: Ah, ibu bisa saja, bukan itu maksud bapak....
073. Ibu
: Sudah ah, ibu mau ke ladang dulu, mau memetik sayuran, nanti sudah keburu siang, panas...
074. Bapak
: Iya, akhir-akhir ini udara bertambah panas saja, ya bu... Bapak juga mau memperbaiki kandang ayam dulu... Nanti saja kita bicarakan dengan Anti dan Andi, coba kita dengar juga pendapat mereka...
IBU BERJALAN KELUAR. BAPAK MENGAMBIL ALKITAB DAN MENYIMPANNYA DI RAK. MUSIK TERDENGAR PERLAHAN-LAHAN DAN MAKIN KERAS. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BAPAK KELUAR KE KIRI PANGGUNG. BLACK OUT. NARASI
: JELASLAH SUDAH KINI. TERNYATA SEMUA YANG DIDENGAR WARGA SUKADAMAI BUKANLAH KABAR BURUNG. MEREKA MEMANG AKAN DIGUSUR. APA YANG HARUS MEREKA LAKUKAN SEKARANG. BAGAIMANA DENGAN NASIB KELUARGA ANTI? JANGAN LEWATKAN EPISODE BERIKUTNYA ESOK MALAM, PADA WAKTU DAN TEMPAT YANG SAMA. SAMPAI JUMPA....!!! *****<|>***** Episode 4. RENCANA DI BALIK KEMELUT Adegan 1.
SIANG HARI. DI TERAS RUMAH ANTI. ANTI SEDANG BELAJAR BERSAMA KEDUA TEMANNYA DINA DAN RUSTI. RUSTI KELIHATAN PALING PANDAI DI ANTARA MEREKA BERTIGA. NARASI
: RENCANA PENGGUSURAN DESA SUKADAMAI SEMAKIN JELAS, SETELAH BEREDARNYA UNDANGAN DARI KANTOR KECAMATAN, YANG AKAN MENGADAKAN PERTEMUAN DENGAN WARGA UNTUK MEMBERIKAN PENJELASAN SEKITAR RENCANA PROYEK JALAN TEMBUS. BAGAIMANA KELANJUTANNYA? SAKSIKANLAH EPISODE ‘RENCANA DI BALIK KEMELUT’ BERIKUT INI.
001. Anti
: Aduuhh... susah amat sih soal yang satu ini....!!
002. Rusti
: Soal yang mana??
003. Anti
: Ini... yang nomor 9...
004. Dina
: O iyaaa.... aku juga bingung tuh dengan jawabannya. Bagaimana sih Rusti, cara mengerjakannya??
005. Rusti
: Mana..? Coba aku lihat dulu... rasanya nggak ada soal yang sulit deh untuk PR kita kali ini...
006. Anti
: Aduuhhh... Rusti... buat kamu.. mana ada sih soal yang sulit? Aku heran.. dulu ibumu makan apa sih waktu mengandung kamu...?? Kok otak kamu encer banget sih..??
007. Rusti
: Ah, bisa aja kamu Anti...
008. Dina
: Tapi emang iya lho Rusti! Aku juga jadi iri deh sama kamu. Kok kamu bisa pinter banget sih?
009. Rusti
: Yaaa... sebenarnya aku merasa biasa-biasa saja, tidak berbeda dengan kalian. Cuma... mungkin kebetulan saja, aku suka dengan pelajaran matematika, sedangkan kalian tidak begitu suka...
010. Anti
: Iya... ya.. bisa jadi begitu, Dina...
011. Dina
: Gimana mau suka, orang susah begini...
012. Rusti
: Aku rasa, justru karena kalian tidak suka, makanya jadi sulit, buktinya... pelajaran mengarang misalnya, Anti kan jagonya... sedangkan aku... sama Dina saja masih kalah... iya kan?
013. Anti
: Iya juga sih...
014. Dina
: Terusss... gimana dong cara untuk menyukainya...??
015. Rusti
: Waahh... gimana ya? Aku juga bingung jadinya.. pokoknya kalian jangan terlalu menganggap matematika itu sulit, anggap saja seperti mengisi teka-teki silang di majalah...
016. Anti
: Waduh... justru itu salah satu pekerjaan yang paling aku benci...!
017. Rusti
: Waaah... kalau begitu, susah juga yaa...??
018. Dina
: Sudahlah sudah, lebih baik kita bicarakan nomor 9 tadi, nanti keburu sore...
019. Rusti
: O iya, kok jadi ngelantur ya? Mana coba aku lihat... (MENGAMBIL BUKU DARI TANGAN ANTI). Di mana letak kesulitannya?
020. Anti
: Itu lho perkaliannya, kok membingungkan sekali...
021. Rusti
: Lho, ini kan gampang saja. A nya dikalikan 5, sedangkan B dibagi dengan hasil perkalian itu... beres kan?
022. Anti
: Tuh kan, apa aku bilang.. si Rusti ini memang punya otak komputer deh... dari tadi aku jungkir-balik memikirkannya nggak ketemu... eh, si Rusti begitu pegang langsung tahu..
023. Dina
: Hebat.. hebat... si Rusti memang layak mendapat bintang...
024. Rusti
: Sudah, sudah, nanti aku bisa mabuk kepayang karena sanjungan nih... pokoknya kalau kalian lebih konsentrasi dan lebih serius mempelajari matematika, kalian pasti bisa juga... oke, berarti selesai sudah PR kita hari ini... masih ada yang ingin kalian tanyakan?
025. Anti
: Aku rasa cukup dulu untuk hari ini. Jadi, minggu depan giliran belajar di rumah Dina ya?
026. Dina
: Iya, jangan lupa minggu depan di rumahku..
027. Rusti
: Mana bisa lupa... apalagi kalau ada pisang gorengnya...
028. Dina
: Siiiiiplah... nanti aku minta ibuku menggorengkannya...
029. Rusti 030. Anti
: Oke deh kalau gitu, sampai ketemu besok di sekolah ya... : Kok buru-buru sih Rusti. Ngobrol-ngobrol dulu dong...
031. Dina
: Iyaaa... Rusti..
032. Rusti
: Aduuh... sorry deh, aku harus membantu ibuku....
033. Anti
: Oh iya... kapan kamu akan dapat adik baru...
034. Rusti
: Kata ibu sih dua bulan lagi...
035. Dina
: Duh senangnya punya adik baru...
036. Rusti
: Tambah repot, Din. Oke, aku pulang dulu ya... daagg...
037. Dina
: Kalau begitu, aku juga barengan deh...
038. Anti
: Lho, kok nular? Oke deh, sampe besok ya... hati-hati di jalan...
039. Rusti dan Dina : Daagg... Anti... 040. Anti
: Daagg... terima kasih ya...
RUSTI DAN DINA KELUAR. MUSIK BERTAMBAH KERAS. ANTI MEMBENAHI BUKUBUKU PELAJARAN DAN GELAS-GELAS. ANTI KELUAR. MUSIK BERTAMBAH KERAS. BLACK OUT. Adegan 2. SORE HARI. ANDI DAN ANTI SEDANG BERBINCANG-BINCANG. ANDI BERDIRI DEKAT TIANG TERAS MEMANDANG JAUH KE ARAH SAWAH-SAWAH. SEDANG ANTI DUDUK DI BALAI-BALAI. 041. Anti
: Aduuuh... gimana dong kak, Anti jadi bingung nih...
042. Andi
: Bingung kenapa? Kok bingung sih?
043. Anti
: Tuh, kak Andi mah seperti bapak, selalu tenang-tenang saja, padahal kan sudah jelas, kita akan segera digusur...
044. Andi
: Hei, hei, jangan bicara sembarangan, tahu dari mana kamu?
045. Anti 046. Andi
: Lho, kan tadi pagi bapak sudah mendapat surat dari kecamatan. Katanya kita akan segera digusur untuk proyek jalan tembus... : Itu belum tentu Anti. Itu baru surat panggilan untuk menghadiri pertemuan yang akan diadakan di kecamatan Senin besok. Nah, hasil pertemuan nanti, kan belum tahu, wong pertemuannya saja belum berlangsung... huuuh... sok tahu ah!
047. Anti
: Iya... tapi semua teman-teman Anti sudah membicarakannya. Pokoknya, proyek jalan tembus itu, sudah hampir pasti dilaksanakan dalam waktu dekat ini....
048. Andi
: Sudah, sudah, jangan sok tahu. Kamu memang persis seperti ibu, bawaannya panik melulu....
IBU MUNCUL SAMBIL MEMBAWA BAKUL BERISI PAKAIAN YANG BARU DIANGKAT DARI JEMURAN. 049. Ibu
: Lho, lho kok ibu dibawa-bawa sih, ada apa nih? Kelihatannya serius sekali? Kalian habis bertengkar ya?
050. Anti
: Ah, ibu, ngak kok, kami tidak bertengkar, cuma kak Andi masih belum yakin kalau kita akan segera kena gusur...
051. Ibu
: Lho, kan sudah ada pemberitahuan dari kecamatan...
052. Anti
: Tuh betul kan kak Andi, kak Andi sih ngak mau percaya...
053. Andi
: Bukannya ngak percaya, maksudku... keputusan itukan belum pasti 100%, masih tergantung pertemuan besok di kecamatan... Siapa tahu saja, dalam pertemuan tersebut diputuskan kita tidak jadi digusur. Jadi... sebelum keputusannya pasti, kita tidak usah grusak-grusuk dulu lah...
054. Anti
: Iya, kak Andi sih enak, kak Andi kan laki-laki, jadi ngak soal sekolahnya jauh, lagipula sekarang ini kan kan Andi sekolahnya sudah dekat ke kota, tapi... gimana dong dengan Anti...
055. Andi
: Iya, iya, tapi kan ngak perlu grusak-grusuk gitu, ya tenang saja dulu, kita pikirkan dulu baik-baik...
056. Ibu
: Maksud adikmu ya itu, Andi. Bukannya grusak-grusuk. Sekolahnya kan sudah tinggal setahun lagi, kan sudah tanggung kalau harus pindah sekolah...
057. Andi
: Kalau gitu ya kita tolak saja rencana penggusuran itu...
BAPAK MASUK, BARU PULANG DARI SAWAH. 058. Bapak
: Andi...! Darimana kamu punya pikiran seperti itu?
059. Andi
: Habis! Bagaimana lagi? Masak sebagai warga yang sudah tinggal puluhan tahun di sini, kita tidak diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri?
060. Bapak
: Siapa bilang Andi? Siapa bilang kita tidak diberi kesempatan? Kita kan belum tahu, apa yang akan disampaikan Bapak Camat nanti. Kita jangan terburu-buru mengambil kesimpulan sendiri Andi..
061. Andi
: Lho, Andi sih cuma menanggapi pendapat Anti dan ibu. (Pada Anti) Tuh, betulkan? Makanya jangan sok tahu dulu...
062. Anti
: Idih kak Andi, Anti kan bukan sok tahu...
063. Bapak
: Sudah, sudah, jangan dipertengkarkan lagi, ayo kita masuk, hari sudah mulai gelap. Lho, seperti ada bau hangus, bu...
064. Ibu
: Oh iya, ibu sampai lupa, ibu sedang menanak nasi.. ayo Anti, bantu ibu menyiapkan makan malam...
IBU KELUAR KE KIRI PANGGUNG DENGAN TERGESA-GESA DIIKUTI ANTI. 065. Andi
: Pak, apa tidak mungkin proyek itu dibatalkan?
066. Bapak
: Bapak tidak tahu Andi, kita lihat saja nanti....
BAPAK KELUAR KE KIRI PANGGUNG, MENINGGALKAN ANDI YANG MASIH TERMANGU-MANGU MENATAP SAWAH DI KEJAUHAN. SUARA KODOK DAN SERANGGA MALAM MULAI TERDENGAR SEKALI-KALI. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. MUSIK BERBUNYI LEBIH KERAS. BLACK OUT. ANDI KELUAR KE KIRI PANGGUNG. Adegan 3. ADEGAN INI BERLANGSUNG DI LUAR PANGGUNG, DI BAWAH PANGGUNG SEBELAH DEPAN SEJAJAR DENGAN PENONTON. TIGA ORANG PEMUDA SEDANG TERLIBAT PEMBICARAAN YANG CUKUP SERIUS. 067. Darno
: Aku rasa kita harus melakukan sesuatu!
068. Amir
: Maksudmu bagaimana?
069. Darno
: Yah, masakan kita hanya duduk diam melihat tanah kita digusur, tanah yang sudah kita diami bertahun-tahun....
070. Andi
: Tapi... kita kan mendapat ganti rugi dari pemerintah...
071. Darno
: Ganti rugi? Ganti rugi katamu... Andi, Andi, kau memang pemuda yang baik, harapan bangsa....
072. Andi
: Lho, mengapa kau berkata seperti itu Darno? Memangnya ada sesuatu yang tidak beres?
073. Darno
: Andi! Cukup untuk beli apa, uang ganti rugi yang tidak seberapa itu, hah?
074. Amir
: Yah, aku dengar dari orangtuaku, uang ganti ruginya sangat tidak memadai, orangtuaku juga sedang bingung, tak tahu harus berbuat apa...
075. Darno
: Nah, kau dengar sendiri bukan. Uang ganti rugi itu tak cukup untuk membeli tempat tinggal yang baru, apalagi sawah, ladang...
076. Andi
: Ah, aku rasa semua itu tergantung, bagaimana kita melihatnya, demi pembangunan, tentulah perlu pengorbanan...
077. Darno
: Tapi apakah seimbang pengorbanan yang telah kita berikan dengan hasil yang akan kita nikmati nantinya..
078. Amir
: Aku setuju dengan Darno, kita tidak boleh tinggal diam, kita harus melakukan sesuatu untuk menuntut hak kita...
079. Darno
: Bagus, bagus. Ternyata kau masih mempunyai pikiran yang waras Amir. Bagaimana dengan kau Andi. Kau mau ikut dengan kami?
080. Andi
: Waaah... aku harus tahu dulu tindakan apa yang akan kalian rencanakan. Aku tidak bisa memutuskan begitu saja untuk ikut atau tidak.
081. Darno
: Begini... (Melambaikan tangannya pada Amir dan Andi, lalu Darno membeberkan rencananya dengan berbisik-bisik).
082. Andi
: Ah, gila, aku tidak bisa melakukan itu....
083. Darno
: Itu terserah kau Andi. Kalau kau mau menerima begitu saja keadaan ini, janganlah kelak kau menyesal, kalau kau dan keluargamu hidup terlunta-lunta...
084. Amir
: Yah, Andi. Aku rasa hanya inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk menolong orangtua kita keluar dari kesulitan yang dihadapinya...
085. Andi
: Tidak! Aku harus bicarakan dulu ini dengan ayahku...
086. Darno
: Huss!! Jangan, jangan, jangan sekali-kali kau beberkan rencana ini kepada orang lain, termasuk keluargamu sekalipun, kalau kau tidak ingin mendapat susah nantinya... Bagaimana? Kau mau ikut?
087. Amir
: Ayolah Andi, aku rasa rencana ini tidak akan berakibat fatal. Kita kan harus berusaha, daripada menerima keadaan ini begitu saja tanpa berbuat apa-apa.
088. Darno 089. Amir
: Toh, kalau gagal, kau tidak menderita rugi apa-apa.. : Iya, asal kau jangan mengatakan rencana ini kepada siapapun.
090. Darno
: Bagaimana Andi? Kita selalu bersama-sama sejak kecil, masakan sekali ini kau tidak mau membantu kami?
091. Andi
: Baiklah, beri aku waktu beberapa hari....
092. Darno
: Wiss!! Jangan beberapa hari, keburu terlambat nantinya, besok malam saja, aku tunggu kau di sini, kita matangkan rencana tersebut, oke? Sekarang kita bubar!!
DARNO DAN AMIR KELUAR KE ARAH YANG BERBEDA. ANDI BERJALAN PERLAHAN-LAHAN SAMBIL BERPIKIR. MUSIK BERBUNYI KERAS. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT. ANDI KELUAR. NARASI
: APA YANG DIRENCANAKAN PARA PEMUDA TERSEBUT. AKANKAH MENOLONG WARGA DESA SUKADAMAI KELUAR DARI KESULITAN MEREKA? IKUTILAH EPISODE BERIKUTNYA, ESOK MALAM, PADA WAKTU DAN TEMPAT YANG SAMA. SAMPAI JUMPA...!!
*****<|>*****
Episode 5. DILANDA KEKUATIRAN Adegan 1. PAGI HARI. BAPAK SEDANG MEMBACA ALKITAB, SEMENTARA ANDI BERJALAN MONDAR-MANDIR DAN NAMPAK GELISAH. DIAM-DIAM BAPAK MEMPERHATIKAN
SIKAP ANDI DARI BALIK KACAMATANYA. MUSIK MENGALUN SENDU DAN AGAK MISTERIUS. NARASI
: SEMENTARA KEBENARAN BERITA PROYEK JALAN TEMBUS YANG AKAN MENGGUSUR DESA SUKADAMAI MENJADI SEMAKIN JELAS. SEKELOMPOK PEMUDA DESA DIAM-DIAM MEMBUAT RENCANA. APAKAH YANG DIRENCANAKAN MEREKA? BAGAIMANA PERANAN ANDI DALAM KELOMPOK TERSEBUT? IKUTI LANJUTAN KISAH ‘JALAN TEMBUS’ DALAM EPISODE ‘DILANDA KEKUATIRAN’ BERIKUT INI. SELAMAT MENYAKSIKAN!
001. Bapak
: Ada apa Andi..? Kok tidak biasa-biasanya kamu kelihatan gelisah seperti itu?
002. Andi
: (TERKEJUT) Ah, nggak, nggak apa-apa kok Pak... Andi cuma, cuma...
003. Bapak
: Cuma apa Andi...?? Kalau bicara yang jelas, jangan putus-putus begitu! Apa kamu ada kesulitan.... dengan pacar kamu ??
004. Andi
: Nggak... Andi nggak apa-apa kok Pak.... lagian... Andi belum punya pacar kok!
BAPAK MENARIK NAPAS PANJANG SAMBIL MENGGELENGKAN KEPALA, LALU MELANJUTKAN MEMBACA. SEMENTARA ANDI NAMPAK SEMAKIN GELISAH. AKHIRNYA BAPAK MELETAKKAN ALKITAB DAN MENGHAMPIRI ANDI. 005. Bapak
: Andi... Bapak yakin ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Tidak biasanya kamu bersikap seperti ini. Ayo, katakanlah, apa yang mengganggu pikiranmu...?
006. Andi
: Bapak tidak marah, kalau Andi menanyakan sesuatu?
007. Bapak
: Lho, mengapa harus marah? Sudah sewajarnya, kalau kamu mempunyai kesulitan, lalu membicarakannya dengan Bapak...
008. Andi
: Pak... apakah kita akan tinggal diam saja menghadapi rencana penggusuran itu??
009. Bapak
: Maksudmu bagaimana Andi?
010. Andi
: Yaah... apakah kita akan menerima begitu saja pembuatan jalan tembus yang akan menggusur desa kita itu? Apakah kita tidak bisa melakukan sesuatu.... : Maksudmu... melakukan sesuatu untuk menentang rencana tersebut?
011. Bapak 012. Andi
: Yaaa... setidak-tidaknya kita bisa mengajukan protes atas kehadiran proyek tersebut....!
013. Bapak
: Protes?! Protes bagaimana maksudmu, Andi?
014. Andi
: Bukankah tanah di sini telah kita miliki turun temurun. Kita telah membangun desa ini dengan susah payah, masa akan digusur begitu saja!
015. Bapak
: Andi, Andi, Bapak tidak mengerti jalan pikiranmu. Bukankah pembangunan itu memerlukan pengorbanan. Lagipula jalan tembus itu kelak akan sangat membantu memajukan perekonomian desa ini.
016. Andi
: Tapi, mengapa kita harus berkorban, sementara kita belum tentu ikut menikmati hasil pengorbanan kita!
017. Bapak
: Andi, sebagai pengikut Kristus, kita tidak boleh mempunyai pikiran yang sempit seperti itu. Kamu ingat, bagaimana Yesus Kristus telah berkorban di atas kayu salib, demi keselamatan kita semua. Apakah Yesus Kristus menikmati hasil pengorbanan itu?
018. Andi
: Tapi, ini kan persoalan lain Pak? Tidak ada hubungannya dengan pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib...
019. Bapak
: Justru itu, Andi. Pengorbanan Kristus itu, dapat menjadi teladan bagi kita. Sebagai seorang Kristen, kita harus selalu berpikiran jernih dalam menghadapi setiap persoalan...
020. Andi
: Bagaimana bisa berpikir jernih, Pak. Untuk apa pengorbanan yang kita lakukan saja belum jelas....
021. Bapak
: Bukankah semuanya sudah jelas, seperti yang disampaikan oleh Bapak Camat, yaitu untuk pembangunan jalan tembus yang menghubungkan desa-desa sekitar sini dengan kota...
022. Andi
: Ya, tetapi mengapa harus desa kita, bukan desa lain?! Lagipula seberapa bergunanya jalan tembus tersebut bagi kita..?
023. Bapak
: Itu tidak penting, Andi. Seberapa bergunanya sebuah pengorbanan bagi kita, yang penting pengorbanan itu berguna bagi orang banyak. Justru disitulah letaknya arti sebuah pengorbanan...
024. Andi
: Tidak! Andi tidak bisa menerima itu, setidak-tidaknya untuk saat ini. Andi mau keluar dulu sebentar...
025. Bapak 026. Andi
: Mau ke mana kamu Andi? : Ke rumah Tono, menanyakan pendapatnya! (SAMBIL BERGEGAS KELUAR.)
027. Bapak
: Andi.. Andi..!
ANDI TERUS BERJALAN KELUAR KE KANAN PANGGUNG. BAPAK MENGHELA NAPAS PANJANG. 028. Bapak
: Ya, Tuhan Yesus, berikanlah dia pengertian yang benar dan tolonglah kami, supaya menemukan jalan keluar yang terbaik serta seturut dengan kehendakmu dalam mengatasi masalah ini. Amin.
BAPAK MENGAMBIL ALKITAB DAN BERJALAN KELUAR KE KIRI PANGGUNG. MUSIK MENGIRINGI PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT.
Adegan 2. IBU SEDANG MENYAPU TERAS RUMAH. MUNCUL DARI KIRI PANGGUNG BU ANDRE, SEORANG WANITA BERUSIA AWAL 40 YANG SEDANG MENGANDUNG. 029. Bu Andre : Selamat sore, Bu Kardi...! 030. Ibu
: (SEDIKIT TERKEJUT) Eeeee.... bu Andre... mari... silakan masuk...
031. Bu Andre : (MENGHAMPIRI IBU) Lagi sibuk ya, bu Kardi? 032. Ibu
: Ah, nggak... biasalah... pekerjaan sehari-hari.... (MEMPERHATIKAN PERUT BU ANDRE) Waaah.... rupanya sebentar lagi... Rusti bakal punya adik baru... kapan nih Bu Andre?
033. Bu Andre : (AGAK MALU-MALU) Kata dokter sih... sekitar dua bulan lagi... 034. Ibu
: Rusti pasti akan senang sekali mendapat adik baru, iya kan, bu?
035. Bu Andre : Yaaa... kelihatannya sih dia senang-senang saja. Cuma sayanya yang malu, sudah tua begini masih juga melahirkan.... 036. Ibu
: Jangan berkata begitu bu Andre. Ibu masih kelihatan muda kok, seperti yang belum 30 tahun saja...
037. Bu Andre : Ah, bu Kardi bisa saja. Lagipula.... harus bagaimana lagi, namanya juga kecolongan.... 038. Ibu
: Lho, memangnya nggak dijaga?
039. Bu Andre : Dijaga sih... cuma... ya, begitulah... eh, kok jadi ngelantur.... 040. Ibu
: Eh iya, kok jadi ngelantur ya... maaf lho bu Andre...
041. Bu Andre : Ah, nggak apa-apa kok, kenyataannya memang begitu! 042. Ibu
: Ini ngomong-ngomong ada keperluan apa? Kok nggak biasa-biasanya sore-sore begini mampir...
043. Bu Andre : Itu lho, mau menanyakan hasil pertemuan di kecamatan tempo hari .... 044. Ibu
: Memangnya bapaknya Rusti tidak hadir dalam pertemuan tersebut?
045. Bu Andre : Itulah... bu Kardi, bapaknya Rusti akhir-akhir ini suka sakit-sakitan saja. Kata dokter gejala darah tinggi... 046. Ibu
: Ada keturunan darah tinggi?
047. Bu Andre : Kakek dan neneknya Rusti memang darah tinggi, tapi apa iya darah tinggi itu menurun? 048. Ibu
: Begitu kata orang-orang, tapi persisnya sih saya juga kurang tahu. Katanya daun pepaya bagus lho untuk menurunkan tekanan darah tinggi....
049. Bu Andre : Ini juga sekalian mau minta beberapa, soalnya yang di rumah sudah mati pohonnya.... 050. Ibu
: Oooo... boleh, boleh, silakan petik saja seperlunya bu Andre....
051. Bu Andre : Terima kasih... Jadi, omong-omong... bagaimana hasil pertemuan tersebut...? 052. Ibu
: Kalau begitu, nanti saya suruh bapaknya Anti mampir ke rumah untuk memberitahukan bapaknya Rusti mengenai hasil pertemuan tersebut, supaya lebih jelas....
053. Bu Andre : Aduh, bikin repot saja.... 054. Ibu
: Nggak apa-apa... nah, sekarang kita petik daun pepaya dulu... ayo....
IBU BERJALAN KELUAR KE KANAN PANGGUNG DIIKUTI BU ANDRE. MUSIK SEMAKIN KERAS. BLACK OUT. Adegan 3. MALAM HARI. DI TERAS. CAHAYA TIDAK TERLAMPAU TERANG. ANTI SEDANG MEMBACA DI BALAI-BALAI. BAPAK SEDANG MEMPERBAIKI SESUATU. IBU NAMPAK GELISAH, SEBENTAR-SEBENTAR IA BERJALAN KE TEPI TERAS DAN MELIHAT KE DALAM KEGELAPAN DI KEJAUHAN. 055. Ibu : Aneh, mengapa sudah begini malam kakakmu Andi belum pulang juga ya Anti? 056. Anti
: Ngak tahu bu!
057. Bapak
: Ah, ibu... Andi itu kan anak laki-laki, kok ya diperlakukan seperti anak perempuan saja...
058. Ibu
: Iyaa... tapi tidak biasanya, dia pulang larut malam, tanpa memberitahukan terlebih dulu... ibu kuatir, jangan-jangan...
059. Bapak
: Ibu! Jangan suka punya pikiran macam-macam... berdoa saja bu, berdoa saja...
060. Ibu
: Sudah..! Anti, apa kakakmu tidak bilang, kalau ia mau pergi ke rumah temannya atau ke mana..?
061. Anti
: Tidak bu... tadi siang sih... kak Andi memang kelihatan seperti orang yang sedang gelisah...
062. Bapak
: Antiii.... jangan kau bikin ibumu tambah kuatir saja...
063. Anti
: Lho... memang benar kok pak...
064. Bapak
: Lalu... mengapa tidak kamu tanya, ada apa?
065. Anti
: Sudah... malahan Anti yang dimarahi kak Andi, “Anak kecil, jangan banyak tanya!” Ya sudah, Anti terus ngak berani nanya-nanya lagi...
066. Ibu
: Tuh pak, coba... pasti ada sesuatu yang digelisahkannya. Ibu jadi tambah kuatir...
067. Bapak
: Berdoa bu, berdoa...
068. Ibu
: Lebih baik kita tanyakan saja teman-temannya, barangkali ada yang tahu ke mana perginya Andi...
069. Bapak
: Tenang saja dulu, bu. Mungkin dia ke asyikan ngobrol di rumah Tono, teman karibnya itu...
070. Anti
: Dengan Tono apa dengan Dina...
071. Bapak
: Huss! Kau lagi Anti, ibumu sedang bingung, kau malah bercanda...
072. Anti
: Emang benar kok pak, bu. Teman-teman lain juga tahu, kalau kak Andi senang menggoda Dina. Kalau sudah digoda kak Andi, wajah Dina merah tersipu-sipu seperti kepiting rebus....
073. Bapak 074. Anti
: Bisa saja kau Anti... dan kau... kau akan tersipu-sipu kalau digoda Tono.... : Iih! Bapak... (Tersipu-sipu).
075. Bapak
: Ha..ha..ha.. ha.. ha.. ha.. (Tiba-tiba terdengar bunyi kentongan).
BAPAK, IBU, DAN ANTI TERDIAM KAGET. IBU NAMPAK SEMAKIN GELISAH. 076. Ibu
: Coba dengar pak, tanda bahaya dibunyikan orang. Pasti telah terjadi sesuatu, jangan-jangan Andi...
077. Bapak
: Tenang dulu, bu, tenang dulu...
078. Anti
: Ayo, pak, bu, coba kita lihat ke sana... supaya tahu apa yang terjadi...
079. Ibu
: Ayo, pak, cepat pak...
080. Bapak
: Iya, iya...
MEREKA KELUAR KE KANAN PANGGUNG DENGAN TERGESA-GESA. MUSIK BERBUNYI DENGAN KERAS. DITIMPALI BUNYI ANJING MENGGONG-GONG DAN SUARA KAKI ORANG BERLARIAN. BLACK OUT.
NARASI
: APAKAH GERANGAN YANG TERJADI? MENGAPA TANDA BAHAYA DIBUNYIKAN ORANG? APA HUBUNGANNYA DENGAN ANDI? BAGAIMANA AKHIR KISAH ‘JALAN TEMBUS’ INI? DAPATKAH DESA SUKADAMAI TERHINDAR DARI PENGGUSURAN? JANGAN LEWATKAN EPISODE TERAKHIR ESOK MALAM. SAMPAI JUMPA!
*****<|>*****
Episode 6. TERBITNYA HARAPAN TERAS DEPAN. CAHAYA TERANG. MUSIK TERDENGAR PERLAHAN-LAHAN. ANDI DUDUK DENGAN LESU, KEPALANYA DIBALUT DAN IA MASIH NAMPAK KESAKITAN. IBU DUDUK DI SAMPINGNYA . ANTI DAN DINA BERDIRI DI SEBELAH KANAN BALAI-BALAI. BAPAK DI SEBELAH KIRI PANGGUNG. NARASI
: DESA SUKADAMAI SUDAH PASTI TERGUSUR UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS. BERBAGAI REAKSI TELAH DIPERLIHATKAN WARGA DESA SUKADAMAI. ADA YANG MENJADI GELISAH TAK KARUAN, ADA YANG TENANG-TENANG SAJA DAN MENERIMA SEMUA INI DENGAN PASRAH, ADA YANG MENJADI STRESS DAN SAKIT-SAKITAN, ADA YANG MENCOBA MENENTANG DENGAN CARANYA SENDIRI, SAMPAI ADA YANG MENCOBA MEMANCING DI AIR KERUH. BAGAIMANA NASIB SELANJUTNYA PARA WARGA DESA SUKADAMAI. HARUSKAH MEREKA TENGGELAM DAN KEHILANGAN HARAPAN BERSAMA TERGUSURNYA DESA MEREKA? APA ARTI JALAN TEMBUS YANG SESUNGGUHNYA BAGI KITA? IKUTILAH EPISODE TERAKHIR BERIKUT INI. SELAMAT MENYAKSIKAN!
001. Bapak
: Bapak kan sudah bilang Andi, jangan ambil tindakan sendiri-sendiri. Segala sesuatunya harus dimusyawarahkan dulu. Kamu ini kok malah...
002. Ibu
: Sudah Pak, sudah. Jangan marah-marah begitu. Andi kan cuma terbujuk oleh Darno dan Amir saja...
003. Bapak
: Bagaimana ibu tahu?
004. Dina
: Betul, Om. Waktu itu kak Tono sempat mendengar pembicaraan mereka, tapi tidak tahu persis apa yang direncanakan Darno dan Amir. Sebenarnya kak Tono sempat menannyakan pada kak Andi, tapi kak Andi tidak mau mengatakannya...
005. Anti
: Kenapa kak Andi tidak mau mengatakannya?
006. Bapak
: Iya, Andi, kenapa kau tak mau memberitahukan Bapak?
007. Ibu
: Katanya, Andi diancam!
008. Bapak
: Diancam? Jaman apa ini? Kok masih ada ancam-ancaman segala!
009. Andi
: Benar pak, mereka mengancam, kalau sampai Andi membocorkan rencana tersebut, kita sekeluarga akan mendapat susah...
010. Bapak
: Seharusnya kau tak perlu takut Andi. Kalau kau mengatakan hal tersebut sebelumnya, kita bisa melaporkan pada yang berwajib!
011. Dina
: Tapi... justru kak Andi terluka karena mencegah usaha Darno dan Amir untuk merusak buldoser yang akan dipakai untuk penggusuran...
012. Anti
: Lho, darimana kau tahu Dina?
013. Dina
: Kakakku yang mengatakan begitu...
014. Ibu
: Ibu rasa sebaiknya kita tidak memperpanjang soal ini, kita sudah harus bersyukur pada Tuhan, Andi selamat, dan terbukti tidak terlibat dalam usaha pengrusakan itu...
MUNCUL SEORANG PRIA SETENGAH BAYA DI DEKAT TERAS. 015. Pria
: Selamat pagi... Waah, keliatannya sedang asyik sekali...
016. Bapak
: Oh Pak Sumarto... selamat pagi, pak... mari, silakan masuk dan silakan duduk...
017. Pria
: Saya mendengar musibah yang menimpa nak Andi tadi malam...
018. Bapak
: Iya, kepalanya terserempet buldoser, waktu berusaha mencegah Darno dan Amir yang ingin merusak alat tersebut... Untunglah lukanya tidak parah...
019. Pria
: Syukurlah kalau begitu... Peristiwa ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika tidak ada pihak yang mencoba memancing di air keruh...
020. Ibu
: Lho, bagaimana maksud Pak Sumarto...?
021. Bapak
: Iya, kami jadi bingung, siapa yang mencoba memancing di air keruh?
022. Pria
: Berdasarkan hasil penyelidikan sementara yang saya dengar sewaktu saya menuju kemari tadi, ternyata Darno dan Amir itu hanyalah kaki tangan Pak Gondo, yang selama ini dikenal sebagai spekulan tanah...
023. Andi
: Spekulan tanah, Om? Jadi...
024. Pria
: Yah, ia berusaha mengacaukan suasana dan memaksa pemerintah menaikkan uang ganti rugi yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan baginya, mengingat sebagian besar tanah warga sudah dikuasainya...
025. Bapak
: Ooooo begitu, pantas saja, selama ini ia pula yang paling getol membujuki warga untuk menjual tanah kepadanya dengan harga murah, dengan alasan agar segera digusur tanpa ganti rugi...
026. Pria
: Yah, begitulah kira-kira rencana yang sudah disusun oleh Pak Gondo dan melalui Darno dan Amirlah, ia seringkali membujuk dan mengancam warga yang tidak mau menjual tanah mereka kepada Pak Gondo...
027. Andi
: Tapi, Om, sebenarnya ganti rugi tersebut memang tidaklah seberapa...
028. Anti
: Iya Om, nanti kami mau tinggal di mana?
029. Pria
: Mengapa kalian harus kuatir. Om sudah menyediakan tempat yang lebih baik untuk kalian..
030. Ibu
: Lho, maksud Pak Sumarto, bagaimana?
031. Bapak
: Iya, Pak Sumarto, tempat yang lebih baik bagaimana?
032. Pria
: Begini Pak Kardi, Bu Kardi, Andi, Anti, dan juga Dina. Kesejahteraan keluarga pekerja-pekerja di sawah-sawah yang aku miliki adalah menjadi tanggung jawabku. Belasan tahun kalian semua telah bekerja dengan baik dan setia di sini. Menabur, menanam, menyirami, dan menuai. Sudah baaaanyak.. yang kalian hasilkan selama belasan tahun di sini. Masak aku akan melupakan begitu saja jasa kalian selama ini?
033. Anti
: Jadi, kami akan pindah ke mana, Om?
034. Pria
: Kalian lihat bukit yang di sebelah sana itu?
035. Dina
: Ada apa dengan bukit di sebelah sana itu, Om?
036. Pria
: Di balik bukit itu, aku mempunyai sawah-sawah yang teramat luas, yang sudah siap untuk dituai. Aku membutuhkan banyak tenaga-tenaga penuai.
037. Bapak
: Jadi, kita akan pindah ke sana bersama-sama, begitu maksud Pak Sumarto?
038. Pria
: Ya, kita akan bekerja bersama-sama, bahu membahu, menabur, menanam, menyirami, dan menuai. Di sini sudah banyak yang kita tuai, biarlah kita juga mau bersama-sama pergi untuk menuai di tempat lain. Lagipula, apa yang kita korbankan di sini, tidaklah seberapa, jika kita bandingkan dengan pengorbanan Tuhan Yesus....
039. Dina
: Maksud Om?
040. Pria
: Kita telah mengorbankan tanah dan sawah kita, demi membangun jalan tembus ke kota yang kelak akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi desa ini. Bukankah Tuhan Yesus juga telah berkorban di atas kayu salib demi membuka jalan tembus dari manusia kepada Allah??
041. Bapak
: Oh, betul, betul sekali apa yang dikatakan Pak Sumarto. Bapak sungguh seorang tua yang bijaksana.
042. Pria
: Nah, sekarang marilah kita pergi, kita singsingkan lengan baju kita bersamasama, kita bekerja lebih keras lagi, kita harus terus menabur, menanam, menyirami, dan menuai, sebelum hari menjadi gelap. Siapakah kalian semua???
043. Serentak
: Siaaapppp....!!!!!!
MUSIK BERBUNYI DENGAN RIANG. MEREKA SEMUA BERGEMBIRA DAN BERSALAM-SALAMAN. CAHAYA REDUP PERLAHAN-LAHAN. BLACK OUT. 044. Narasi
: Lalu Ia berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Markus 16 ayat 15.
MUSIK BERHENTI. CAHAYA DINYALAKAN KEMBALI TERANG. SEMUA PEMAIN MASUK KE PANGGUNG DAN MEMBERI HORMAT. SELESAI. Yung Darius Jakarta, 13 Oktober 1997. Direvisi untuk Doa 10 Malam 1998 Cileduk, 26 April 1998.