FOKUS
JALAN PERUBAHAN Leader dan manajer adalah dua sisi sekeping mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seperti halnya hati dan pikiran, serta seperti pula jiwa dan jasad. Keduanya adalah sepasang elemen kehidupan yang harus saling bekerjasama, sehingga mampu menjadi sebuah kekuatan untuk menapaki jalan kehidupan. Sedikit orang yang memiliki kemampuan menjalankan dua fungsi itu sekaligus, terlebih pada skala organisasi yang lebih besar. Banyak pemimpin besar tetapi lemah dalam urusan manajemen. Salah satu fungsi mendasar leader dan manajer, dan keduanya harus kompak, adalah : membuat perubahan. Merubah situasi dan kondisi yang kurang diinginkan saat ini menuju ke suatu situasi dan kondisi yang diharapkan dalam satuan waktu yang ditentukan. Dan organisasi adalah “teknologi transportasi” satu-satunya yang mampu mengangkut jutaan rakyat, dari satu titik ruang dan waktu, menuju ke titik (rang dan waktu) tujuan dalam waktu yang diinginkan. Kabinet Kerja yang dikomandani oleh Presiden Jokowi, sesuai dengan janji politiknya saat kampanye Pemilu 2014, akan melakukan perubahan melalui 9 jalan (agenda) menuju perubahan, yang kemudian dikenal dengan nama : Nawacita. Dengan melaksanakan 9 agenda prioritas yang ditetapkan Kabinet Kerja, diharapkan dalam masa kepemimpinannya dari 2014 – 2019, akan terjadi perubahan yang signifikan. Berikut Tabel Perubahan yang menggambarkan dari situasi dan kondisi saat ini 2014 (saat Nawacita dirumuskan) menuju situasi dan kondisi akhir masa jabatannya padatahun 2019. Tabel Perubahan Realitas Kehidupan
Tahun 2014
Tahun 2019
1. Politik dan Hukum
Wibawa negara merosot
Negara bekerja
2. Sosial
Toleransi rendan dan krisis kepribadian
Revolusi Mental
3. Ekonomi
Sendi-sendi perekonomian lemah
Mandiri dan mensejahterakan
Bagan Agenda Perubahan
Mewujudkan Negara Bekerja Salah satu visi dari Nawacita, adalah : Negara Bekerja ! Dari visi ini, lantas muncul pertanyaan : “Lho, apa selama ini negara tidak atau belum bekerja ?”. Untuk menjawab “ya” atau “tidak”, tentu sangat subyektif kalau pertanyaan ini ditujukan kepada orang-orang atau per golongan. Bagi birokrat, mereka pasti akan menjawab : “Kami sudah bekerja keras sekuat tenaga demi bangsa dan negara !”. Dan bagi masyarakat apalagi LSM dan NGO dengan enteng akan menjawab : “Berdasarkan fakta dan data, selama ini negara belum bekerja secara maksimal !”. Dengan memaparkan hasil riset, pooling pendapat dengan cara membandingkan antara fakta dengan indikator yang diinginkan, mereka dengan percaya diri akan menjelaskan kebenaran yang mereka temukan. Dari kedua sudut pandang ini tentu tidak bisa dibiarkan secara berkepanjangan, karena keduanya ada benarnya dan tidak ada yang salah. Karena persoalannya bukan pada persoalan individu dan kelompok semata, melainkan persoalan sistemik, struktural dan bahkan kultural. Artinya dalam memahami persoalan ini, kita harus melihat dari sudut pandang yang jauh lebih tinggi, lebih luas dan lebih besar dari persoalan itu, setinggi, seluas dan sebesar apapun persoalannya. Tidak bermaksud membahas argumentasi kedua belah pihak yang sedang beradu argumentasi, yang menjadi fokus pembahasan kita di sini adalah siapa yang harus menyelesaikan persoalan ? Hikmah di balik Nawacita, bahwa bukan hanya seorang Jokowi yang memiliki janji politik saat kampanye, tetapi Nawacita telah menjadi amanah nasional dan konstitusional dalam mewujudkan UU No 6/2014 tentang Desa. Secara politis, Pemerintah telah mengakui bahwa selama ini negara Republik Indonesia belum bekerja secara maksimal, sehingga kini saatnya kita bersatu dan bekerjasama mewujudkan impian itu. Bekerja untuk apa ? Bekerja
untuk melayani rakyat Indonesia yang selama ini karena manajemen pembangunan belum efektif sehingga terabaikan bahkan sering teraniaya oleh abdinya sendiri. Semoga saja UU No 6/2014 bisa menjadi “pengakuan dosa” negara kepada seluruh rakyatnya, sehingga realitas di masa lalu tidak lagi terulang kembali. Sebagaimana pada uraian di atas, bahwa untuk melakukan perubahan, leader harus dibantu oleh manajer. Secara filosofis, politis dan yuridis UU No 6/2014 adalah leader yang sesungguhnya yang akan memandu seluruh elemen bangsa menuju cita-cita. Pemerintah dalam ranah kepemimpinan yang lebih makro ini statusnya adalah manajer. Tugas manajer adalah menjalankan fungsi negara, yaitu mengelola kekayaan negara untuk melindungi dan melayani segala kebutuhan dan menyelesaikan persoalan rakyat sehingga rakyat hidupnya damai, makmur, bahagia dan sejahtera. Oleh karenanya sekalipun Kabinet Kerja berakhir masa kerjanya, leader konstitusional ini akan terus bekerja. Manajer sewaktu-waktu boleh berganti, tetapi leader harus abadi. Negara Rep. Indonesia adalah negara terbesar kelima setelah China, India, AS dan Rusia. Tetapi ketika Rusia terpecah belah, kini Indonesia menduduki peringkat keempat. Jumlah penduduk yang kini mencapai 247 juta, secara administratif pemerintahan dibagi-bagi dalam 34 provinsi, 500 kabupaten, 7000 kecamatan dan 74.093 desa. Bagaimana menjadikan setiap manajer-manajer di semua lini ini menjadi menejer profesional ? Inilah yang menjadi persoalan mendasar, sehingga mengapa Jokowi mengkampanyekan konsep : Revolusi Mental. Secara politis dan sosiologis, beban pemerintah menjadi cukup ringan karena konsep Revolusi Mental diamini oleh mayoritas rakyat Indonesia sehingga Jokowi-JK terpilih menjadi presiden. Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengelola semangat perubahan itu secara efektif dan efisien ? Dengan perspektif bisnis, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki 74.093 counter pelayanan masyarakat yang sudah siap di setiap desa di seluruh Indonesia. Siapkah setiap “kepala unit” (kepala desa/lurah) di seluruh Indonesia ini melaksanakan tupoksinya secara profesional ? Sehingga, visi negara yang diamanahkan melalui UU NO. 6 Th. 2014 tentang Desa Pasal 272, dan Pasal 112-115, yaitu : membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, dapat terealisasi. Selanjutnya UU No.23 Th. 2014 Pasal 371-372: Pasal 373-375, mengamanatkan kepada kita agar membangun indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Dalam upaya mewujudkan visi “Negara Bekerja”, sehingga seluruh jaringan birokrasi pemerintahan di seluruh Indonesia bekerja dengan sebaik-baiknya, menjadi pelayan rakyat yang tangguh dan profesional, maka Pemerintah Indonesia telah menugaskan kepada dua kementrian untuk mengelola desa, yaitu : Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Desa. Menyadari tugas berat pemerintah dalam menangani desa yang jumlahnya mencapai 70.093 desa/kelurahan, melalui Perpres No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan
Fungsi Kabinet Kerja, Pemerintah Indonesia telah melakukan pengalihan 4 fungsi dari Kemendagri ke Kemendes. Keempat fungsi itu adalah : Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat, Usaha Ekonomi Masyarakat, SDA dan TTG Perdesaan. Secara lebih operasional dan agar tidak tumpang tindihnya pekerjaan, Pemerintah Indonesia dengan Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, Perpres No. 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri dan Perpres No. 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, PDTT, Pemerintah menetapkan urusan Bina Pemerintahan Desa kepada Kementrian Dalam Negeri, kemudian lahirlah Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Bina Pemdes) menggantikan Ditjen PMD dulu. Sedangkan urusan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat serta Pembangunan kawasan Perdesaan kepada Kementrian Desa, kemudian lahirlah Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD). Subjek dan Objek Tugas Bina Pemdes Menurut UU 6/2014, UU 23/2014, PP 43/2014, Perpres 11/2015 dan Perpres 7/2015 ATURAN UU 6 Th 2014 Pasal 2-72 : 112-115
SUBJEK
OBJEK
Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Kecamatan Desa
penataan desa, penyelenggaraan pemdesa, binwas, spm desa, keuangan desa, lembaga kemasy, pkk, peraturan desa, pilkades, koordinasi pem.
UU 23 Th 2014 Pasal 371-371: 373-375
Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota Kecamatan
pembinaan dan pengawasan pendanaan
PP 43/2014
Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota Kecamatan
penyelenggaraan pemdesa, pendamping desa, lembaga kemasy, kerjasama desa, apbdesa, binwas desa.
PERPRES 11/2015
Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Kecamatan Desa
kebijakan bina pemdesa (penataan desa, penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, pengelolaan keuangan dan aset desa, produk hukum desa, pemilihan kepala desa, perangkat desa, pelaksanaan penugasan urusan pemerintahan, kelembagaan desa, kerja sama pemerintahan, serta evaluasi perkembangan desa)
PERPRES 7/2015
Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Kecamatan Desa
kewanangan pengaturan dan pembinaan hingga tataran desa.
(Red – Agt)