Jadi
d
mempunyai sifat R
[a,b,c,d] adalah satuan di dalam argumen analogis sedangkan [P,Q dan R] adalah aspek di dalam argumen analogis. Untuk mudahnya sebagai contoh, a,b,c,d kita ganti dengan nama orang yakni Amir, Budi, Cecep dan Doni. P,Q dan R kita ganti dengan sifat orang misalnya P=baik hati, Q=jujur dan R=tidak sombong. Berdasarkan struktur di atas pada baris pertama kita tahu bahwa yang namanya Amir, Budi, Cecep dan Doni adalah baik hati dan jujur. Pada baris kedua kita tahu bahwa Amir, Budi dan cecep adalah tidak sombong. Maka kemungkinannya adalah Doni adalah juga tidak sombong. Lantas apa sajakah syarat dalam menentukan argumen analogis? Sekurangkurangnya ada enam kriteria atau kondisi yang harus diperhatikan dalam upaya menarik kesimpulan pada bentuk argumen analogis.
1. Jumlah satuan yang memperlihatkan analogi
Semakin besar jumlah satuan yang diperlihatkan
maka semakin tinggi
probabilitas yang akan dihasilkan. Misalnya dari 30 orang mahasiswa di kelas Logika di ketahui adalah pandai. 29 orang diantaranya rajin belajar, maka yang 1 orang lagi kemungkinan yang lebih besar adalah juga rajin belajar. Hal itu adalah penting agar kita tidak tergesa-gesa menarik kesimpulan (jumping to conclusion). Misalnya saya makan di sebuah resto X dan pada saat pertama kali saya kesana, makanan yang saya pesan adalah tidak enak. Tentunya untuk bisa menarik kesimpulan bahwa makanan di resto X adalah tidak enak, saya akan menanyakan pada teman-teman saya yang pernah makan di sana. Jika empat, lima atau lebih teman saya dalam arti hampir semua) mengatakan hal yang sama
bahwa
makanan
di
resto
X
adalah
tidak
enak
maka
tingkat
kemungkinannya adalah besar untuk mengatakan bahwa memang makanan di resto X adalah tidak enak.
2. Jumlah aspek yang memperlihatkan analogi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA
Semakin banyak jumlah aspek yang memperlihatkan analogi adalah semakin besar probabilitas yang dimiliki oleh argumen analogis tersebut untuk menarik kesimpulan. Misalnya contoh tentang sepatu di atas. Aspek yang menyertainya adalah model yang sama, toko yang sama, pabrik pembuatan yang sama dan harga yang sama.
3. Kekuatan dari kesimpulan dalam kaitannya dengan premis-premis
Misalnya Amir punya mobil baru yang pemakaian bensinnya adalah 15km per liter. Maka dari fakta itu Badu dapat menyimpulkan dengan derajat probabilitas tertentu bahwa mobilnya yang baru dengan merk dan model sama akan juga irit pemakaian bensinnya. Jika Badu menarik kesimpulan bahwa
bahwa
penggunaan bensin mobilnya adalah 10km per liter maka probabilitasnya adalah āsangat
mungkinā,
tapi
jika
ia
berkesimpulan
bahwa
mobilnya
akan
mengkonsumsi bensin secara tepat 15km per liter maka probabilitas kebenaran kesimpulannya akan menjadi āsangat lemahā.
4. Jumlah disanalogi (ketidaksamaan) atau butir-butir perbedaan antara fakta yang disebut dalam premis dan fakta yang bertalian dengan kesimpulan.
Misalnya tadi Amir mengendarai mobil dengan kecepatan umumnya 40km per jam sedangkan Badu mengendarai dengan kecepatan 90km per jam maka disanalogi antara fakta di dalam premis dan yang ada pada kesimpulan teryata melemahkan argumen tersebut dan cukup menurunkan tingkat probabilitas dari kesimpulan yakni pernyataan tentang sama iritnya.
5. Semakin banyak dissimilasi di antara kejadian-kejadian yang disebutkan di dalam premis-premisnya maka semakin kuatlah argumen itu.
Misalnya si Cecep mahasiswa baru Universitas ABC pasti akan sukses menyelesaikan pendidikan sarjananya serta memperoleh suatu gelar dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mungkin benarnya adalah besar sekali atas dasar pernyataan-pernyataan bahwa sepuluh mahasiswa yang lulus dari SMA yang sama dengan si Cecep dengan angka-angka yang sama pula telah menjadi Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA
mahasiswa baru di Universitas ABC ternyata telah sukses menyelesaikan pendidikan sarjana dan memperoleh gelar. Argumen tersebut akan lebih kuat jika ke sepuluh mahasiswa sebelum si Cecep itu menunjukkan perbedaan atau dissimilaritas yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari latar keluarga yang berbeda, status sosial ekonomi yang berbeda, etnis dan agama yang berbeda pula.
6. Relevansi
Kata kunci yang paling penting dalam argumen induktif adalah relevansi antara pertimbangan-pertimbangan yang ditampilkan. Misalnya sepatu baru tadi relevan jika dikatakan bahwa dibeli pada toko yang sama, model dan harga yang sama. Menjadi tidak relevan jika dikatakan bahwa si penjual lahir dibawah zodiac yang sama, berpendidikan sama, memiliki jenis mobil yang sama dan berlangganan koran yang sama.
B. Generalisasi Induktif
Pada Generalisasi Induktif yang terjadi adalah berdasarkan sifat atau ciri yang sama pada sejumlah hal (kejadian, obyek) tertentu, kemudian disimpulkan bahwa semua hal tertentu tersebut mempunyai sifat atau ciri yang sama itu. Singkatnya, apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan selalu tejadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Salah satu jenis generalisasi induktif yang sering terjadi adalah Induksi Enumerasi Sederhana (Induction by Simple Enumeration). Bentuk logis dari Induksi Enumerasi Sederhana (enumerasi=mengurut-urutkan) adalah sebagai berikut :
Kejadian 1 dari gejala A disertai keadaan S Kejadian 2 dari gejala A disertai keadaan S Kejadian 3 dari gejala A disertai keadaan S --------------------------------------------------Karena itu, semua kejadian dari gejala A disertai oleh keadaan S (A=akibat, S=sebab) Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA
Contoh
sederhana
dari
Induksi
Enumerasi
Sederhana
misalnya
Amir
memecahkan cermin (Kejadian 1) lantas tangannya patah (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S), Badu memecahkan cermin (Kejadian 2) lantas kakinya terkilir (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S), demikian halnya Cecep memecahkan cermin (Kejadian 3) lantas kepalanya benjol (gejala A) maka disebut nasib buruk (keadaan S). Jadi karena itu memecahkan cermin (semua kejadian) sehingga tangan patah, kaki terkilir dan kepala benjol (gejala A) adalah nasib buruk (keadaan S). Menjadi catatan bahwa antara Argumen Analogis dan Generalisasi Induktif terletak pada kesimpulannya. Kesimpulan Argumen Analogis adalah berupa proposisi atau keputusan partikular atau singular sedangkan Generalisasi Induktif adalah berupa proposisi universal. Selain itu kebenaran argumen induktif terletak pada kata kunci yakni kemungkinan atau probabilitas. Posisi kemungkinan berada di antara tengah dua titik ekstrim
yakni
(kepastian)
validitas
dan
kebarangkalian
(posibilitas).
Jika
kita
mengandaikan kepastian dengan angka 1 dan kebarangkalian dengan angka 0, maka probabilitas berada ditengah-tengahnya dengan kecenderungan bergerak ke angka 1 atau 0. Dengan demikian, pernyataan seperti di awal yakni semua manusia akan mati memiliki probabilitas yang tinggi tetapi tidak menjanjikan kepastian yang mutlak. Pernyataan itu menjadi absolut dan valid jika semua manusia di muka bumi ini mati. Pernyataan itu tetap menjadi bernilai mungkin selama masih ada orang yang hidup dan selama masih ada orang yang belum lahir. Dengan demikian tidak dapat ditarik kesimpulan yang bersifat partikular bahwa beberapa orang yang akan lahir tidak akan mati atau beberapa orang yang hidup seklarang tidak akan mati. Probabilitas biasanya dikaitkan pula dengan teori yakni teori klasik dan teori frekuensi. Menurut teori klasik, probabilitas suatu peristiwa adalah asalan yang masuk akal untuk mempercayai kebenaran suatu proposisi yang menjelaskan suatu pihak. Sementara teori frekuensi mengatakan bahwa probabilitas suatu peristiwa adalah suatu laporan tentang frekuensi relatif terjadinya peristiwa-peristiwa sejenis pada masa lalu. Lantas apakah pentingnya argumen induktif? Dari penjelasan di atas maka metode induksi tidak terhitung nilainya dalam pencarian kebenaran-kebenaran tentang alam semesta, tentang manusia dan tentang relasi antarmanusia. Induksi mendorong kita untuk melakukan observasi secara jelas dan hati-hati karena banyak keputusan Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA
atau pernyataan yang dibuat secara sembrono. Induksi juga menumbuhkan dalam diri kita rasa cinta terhadap fakta dan bukan teori serta mampu membantu kita memprediksi peristiwa-peristiwa. Kembali kepada Induksi Enumerasi Sederhana yang enuai kritik karena dianggap menyederhanakan dan bersifat sugestif. Ini disebabkan
karena peristiwa-
peristiwa yang dicatat sebagai bagian pengambilan kesimpulan dari Induksi Enumerasi Sederhana mungkin saja adalah kebetulan sehingga tidak terlalu dapat dipercaya. Oleh karena itu beberapa pakar seperti Sir Francis Bacon (1561-1626) menyarankan tipe-tipe prosedur induktif lain. Ada pula John Stuart Mill (1806-1873) yang memberi formula klasik tentang prosedur induktif yang dikenal dengan Metode Inferensi Induktif Mill atau disingkat Metode Mill yang akan kita bahas dalam pertemuan berikutnya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA