J. Analisis, Desember 2016, Vol.5 No.2 : 187 – 193
ISSN 2302-6340
ANATOMI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI PEDESAAN The Harmony Anatomy of the Members of Religious Communities in the Rural Areas Sabaruddin1, T.R. Andi Lolo2, Suparman Abdullah3 ¹Jurusan Pascasarjana Sosiologi, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar. (Email:
[email protected]), ²Jurusan Pascasarjana Sosiologi, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar. (Email:
[email protected]), ³Jurusan Pascasarjana Sosiologi, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar. (Email:
[email protected])
ABSTRAK Setiap orang mengharapkan hidup damai, namun masyarakat tidak bisa terlepas dari konflik apalagi ketika masyarakat itu dihuni beberapa suku, agama,ras dan antargolongan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kekeluargaan dan adat istiadat yang menjadi media dalam menciptakan kerukunan umat beragama serta bentuk-bentuk perilaku sosial masyarakat yang mendorong terciptanya kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan kajian fenomenologi. Informan adalah tokoh agama Islam dan Kristen dengan menggunakan purposive sampling. Data diperoleh melalui observasi, Wawancara mendalam, kajian kepustakaan, dan dokumentasi. Teknik analisis data terdiri atas tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data dianalisis menggunakan trianggulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara factual di Desa Benteng Alla’ Utara, Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang tidak pernah terjadi konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), khususnya agama, yaitu agama umat Islam dan agama umat Kristen. Hal itu didukung oleh hubungan kekeluargaan dan adat istiadat yang merupakan asset bersama kedua kelompok agama tersebut. faktor lain yang mendukung pendorong kerukunan, yaitu aktivitas-aktivitas warga masyarakat di antara penggunaan bahasa lokal dalam berkomunikasi, saling membutuhkan dalam hal pekerjaan dan ekonomi, pernikahan beda agama, dan perkumpulanperkumpulan sosial. Kata Kunci: Kerukunan, hubungan kekeluargaan, adat istiadat, aktivitas sosial
ABSTRACT Everyone is expecting a peaceful life, but society can‘t be separated from the conflict especially when the community was inhabited by several tribes, religion, race and intergroup. This research aimed (1) to investigate and analyze the family relationship and the customs and traditions as the media in creating harmony among the members of the religious communities; and (2)to investigate the forms of the social behavior of the communities which pushed the creation of the harmony among the members of the religious communities in Enrekang Regency. The rearch type was qualitative with the Phenomenological study. The research informants consisted of Islam and Cristian leaders who were chosen using the purposive sampling technique. The process of data analysis was devided into the data reduction phase, the data presentation phase and the conclusion phase. The data validity was done using the triangulation source. The data were then analyzed using the technique of componential analysis. The research results revealed the fact that in north Benteng Alla’ Utara village, Baroko Sub-District, Enrekang Regency, the conflict incident with the nuance of SARA (etnic, religious, razizl, and inter-groups) had never happened. This was supported by the ties of kinship and customs which had become common assets of the two religious groups. Others factors which supported the harmony were the activities of the members of the communities, such as the use of the local language in communication, the need for cooperation in work and economy, interfaith marriages, and social gatherings. Keywords: Harmony, kinship ties, customs, social activities
187
Sabaruddin
ISSN 2302-6340
bersifat inklusif, universal dan transedental (Casanova 1994). Ada dua hal yang harus dilihat dari gambaran penjelasan ini, yaitu memahami posisi agama dan meletakkannya dalam situasi yang riil agama secara empirik dihubungkan dengan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Dan dalam konteks yang kedua ini, sering ditemukan ketegangan-ketegangan antara kedua wilayah tersebut agama dan persoalan kemasyarakatan. Potensi antagonistik inilah yang selama ini menjadi salah satu perhatian utama para aktivis dan pemikir agama. Antagonisme yang berkembang di seputar agama ini terjadi pada dua tingkat: (1) ketegangan atau konflik yang berkembang di kalangan umat suatu agama; (2) ketegangan atau konflik yang terjadi antar umat beragama. Akar antagonisme ini bersumber dari lingkup teologis atau beda pandang dalam memahami norma-norma agama, mengingat agama mempunyai identitas yang bersifat eksklusif, partikular dan primordial (Effendi, 1998). Terjadinya konflik di beberapa daerah yang bernuansa SARA tidak menjadi penghambat bagi masyarakat di daerah ini dalam hubungan sosialnya, diketahui di lokasi ini ada dua belas Masjid dan dua Gereja. Namun suasana peribadatan umat Kristen tidak pernah mendapatkan gangguan begitu juga umat Islam. Suasana harmonis yang ada di Desa Benteng Alla’ Kec. Baroko Kab. Enrekang mampu bertahan sampai sekarang ini menjadi hal yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor pendukung kerukunan antar umat beragama di desa ini. Tiga faktor sosial yaitu kekeluargaan, adat-istiadat dan aktivitas-aktivitas sosial merupakan bagian-bagian dalam sistem sosial masyarakat yang memiliki keterkaitan erat, setiap bagian-bagian memiliki fungsi masingmasing untuk membina solidaritas. Eratnya keterkaitan bagian-bagian sistem sosial dalam masyarakat Benteng Alla’ Utara maka peneliti menganalogikan sebagai sistem organisme hidup (anatomi) yang memiliki fungsi masing-masing dalam keberlangsungan hidup. Namun perlu dipahami bahwa masyarakat tidak benar-benar mirip dengan organisme hidup. Didalam sistem organisme, bagian-bagian tersebut saling terkait dalam suatu hubungan yang intim, sedang dalam sistem sosial hubungan yang sangat dekat seperti itu tidak begitu jelas terlihat, dengan bagianbagian yang kadang-kadang sangat terpisah.
PENDAHULUAN Kesadaran cinta tanah air sangat dibutuhkan setiap individu masyarakat Indonesia untuk menciptakan bangsa yang harmoni dan menjunjung nilai-nilai Pancasila, karena perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi kebudayaan yang berkembang di sekitarnya. Salah satu faktor penting dalam perkembangan adalah imajinasi, karena imajinasi dapat diperoleh secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia atau pribadi adalah aktor dalam kebudayaan, dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu yang “entity” yang statis tetapi Sesuatu yang terus-menerus berubah. Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam menyukseskan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama. Perspektif sosiologi hukum memandang bahwa agama mempunyai peran yang multifungsional. Nottingham (1997), menyebut paling sedikit tiga fungsi agama, yaitu: pemeliharaan ketertiban masyarakat, fungsi integratif dan fungsi pengukuhan nilai. Dengan fungsi-fungsi tersebut, agama seperti dikatakan Geertz (1960), memunculkan dirinya sebagai kekuatan integrasi sosial. Demikian juga Durkheim, sebagaimana dinyatakan oleh Adhiwardoyo (2005), memandang agama sebagai faktor penting bagi identitas dan integrasi masyarakat. Sedangkan Karl Marx memandang agama sebagai bagian dari superstruktur kelas penguasa untuk mereproduksi “kesabaran sosial”atau candu dunia (reification) bagi melaratnya nasib kelas bawah agar tetap setia (identitas dan integrasi sosial) pada pimpinan kelas penguasa. Meskipun demikian, kehadiran agama selalu disertai dengan “dua muka” (janus-face). Pada satu sisi, secara inheren agama memiliki identitas yang bersifat eksklusif, partikular dan primordial. Di sisi lain, agama juga kaya akan identitas yang 188
Kerukunan, hubungan kekeluargaan, adat istiadat, aktivitas sosial
Asumsi dasar sosiologi dari pemikiran kaum fungsionalisme bermula dari Comte dan dilanjutkan dalam karya Spencer, ialah bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain, (Poloma, 2007). Kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama), dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan (Munawar, 2004). Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah Menganalisis hubungan kekeluargaan dan adat istiadat yang menjadi media dalam menciptakan kerukunan umat beragama di Desa Benteng Alla’ Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang.
ISSN 2302-6340
proses pengolahan data digunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga rangkaian proses yaitu, mereduksi data temuan, menampilkan data hasil reduksi dan penarikan kesimpulan untuk penguatan data (Bungin, 2012). Dengan demikian, diperoleh suatu hasil analisis kualitatif yang sistematis dari pokok masalah yang akan dijelaskan. HASIL PENELITIAN Peran Hubungan Kekeluargaan Sebagai Pendorong Kerukunan Hubungan kekeluargaan dapat diartikan sebagai hubungan kekerabatan, yaitu bentuk kesatuan sosial yang ditandai oleh ikatan emosional yang kuat, saling mengenal, memiliki tradisi yang sama, serta biasanya berasal dari keturunan atau ikatan darah dan tempat tinggal yang sama. Sementara, keluarga merupakan lembaga sosial yang ditandai dengan ikatan secara lahiriah dan batiniah. Lembaga keluarga inilah yang biasanya menjembatani tali relasi sosial antar warga maupun kelompok masyarakat. Masyarakat pedesaan yang masih hidup dalam nuansa tradisional seringkali memperlihatkan ciri hubungan kekeluargaan sebagai pengikat relasi sosial diantara mereka, sehingga kemudian terbentuk suatu kelompok/komunitas yang akhirnya mereka saling menganggap sebagai keluarga tanpa mempersoalkan latar sosial seperti agama yang di anut. Hubungan kekeluargaan yang biasanya diikat oleh garis keturunan akan mendorong terciptanya kerukunan. Ikatan kekeluargaan ini dialami pula oleh masyarakat Desa Benteng Alla’ Utara yang memiliki hubungan kekeluargaan berdasarkan keturunan. Garis keturunan ini menjadi salah satu faktor terciptanya kerukunan antar masyarakat beda agama di Benteng Alla’ Utara. Keterangan lain dari informasi diatas bahwa sebagian besar masyarakat Benteng Alla Utara merupakan keturunan dari seorang raja. Namun hubungan kekeluargaan tidak hanya diukur dari garis keturunan saja, tapi banyak hal dalam masyarakat yang bisa mempererat hubungan kekeluargaan. Kebersamaan yang di nampakkan oleh masyarakat Benteng Alla’ Utara menjadi salah satu Faktor terbinanya kerukunan antar beda agama. Wujud dari kebersamaan itu adanya ungkapan-ungkapan atau sebutan untuk sesama
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Benteng Alla’ Utara Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang, Sulawesi selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Informan Penelitian Informan penelitian berjumlah 8 orang, meliputi tokoh agama, tokoh pemuda, dan aparat desa. Informan ditentukan secara purposive sampling atas pertimbangan usia, pekerjaan dan pengetahuan informan tentang objek penelitian yang ditelusuri. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian kualitatif (Bungin, 2008). Selain peneliti, instrumen lain seperti pedoman wawancara turut digunakan dalam penelitian ini. Sementara, metode pengumpulan data yang digunakan adalah adalah melalui observasi terbatas, wawancara mendalam, studi dokumen dan studi kepustakaan. Analisis Data Data hasil penelitian diolah secara kualitatif sebagai data deskriptif. Untuk memudahkan 189
Sabaruddin
ISSN 2302-6340
anggota masyarakat dengan tujuan mempererat tali persaudaraan di Desa Benteng Alla’ Utara sepert sangsuran, siunu, sang mane,sang baine dan sebagainya. Ungkapan sangsuran ini diucapkan oleh seseorang ketika menyebut atau memanggil orang yang dianggap sangat dekat dengan dirinya. Ucapan seperti ini sangat sering digunakan masyarakat Desa bentang Alla Utara namun ungkapn ini juga banyak digunakan desa-desa lain yang ada di Enrekang. Kata sangsuran berasal dari bahasa Enrekang yang berarti saudara, sejalan dan seperjuangan. Siunu berasal dari bahasa Enrekang yaitu satu rumpun, satu ikat atau satu gabungan kelompok, ungkapan siunu juga selalu di gunakan dalam menyapa diantara masyarakat Enrekang. Sang mane atau sang baine pada masyarakat Benteng Alla’ Utara biasnya di gunakan oleh anak-anak muda yang berarti sahabat dekat. Sang mane adalah sapaan untuk laki-laki sedangkan sang baine untuk perempuan. Pengertian ungkapan ini sangat luas maknanya bagi masyarakat pedesaan di Enrekang khususnya Desa Benteng Alla’ Utara
menyatukan antar kelompok keluarga yang berbeda. Karena itu, perkawinan sangat fungsional terhadap kerukunan antar kelompok masyarakat. Mangpabotting dalam bahasa Enrekang berarti melaksanakan perkawinan, sementara itu istilah perkawinan dalam bahasa Enrekang di sebut siala yang berarti saling mengambil satu sama lain. Dengan demikian, perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua insan yang berlainan jenis kelamin untuk menjalin sebuah kemitraan. Kedua mangpadali atau upacara kelahiran bayi adalah rangkaian upacara yang dilakukan dalam rangka kelahiran sang bayi. Sebagai rasa syukur atas kelahiran sang bayi yang dikaruniakan dari tuhan yang maha Esa terhadap keluarga tersebut berupa keselamatan bayi yang baru saja dilahirkan dan si ibu yang mengandung. Ketiga mangtomate/dipangtunuan adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Benteng Alla’ Utara secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Adat Istiadat Sebagai Media Kerukunan Adat istiadat sebagai landasan (aturan) ataupun tatacara yang dibuat oleh manusia yang bisa mengatur kehidupan sampai kematian manusia, sehingga menjadikannya kebutuhan bermasyarakat oleh manusia itu sendiri. Termasuk juga Desa Benteng Alla Utara karena kehidupan bermasyarakat (sosial) akan berjalan dengan baik dan teratur. Dari berbagai sisi kehidupan masyarakat di Benteng Alla’ Utara itu semuanya diatur dalam berbagai macam adat. Secara umum perkembangan adat istiadat tersebut, terdapat banyak wujud dan bentuk yang sampai sekarang masih terpelihara pada masyarakat Benteng Alla’ Utara. Adat-istiadat inilah yang dapat membina kerukunan antar masyarakat beda agama di Benteng Alla Utara. Adapun pengertian dan penjelasan beberapa adat-istiadat yang masih berlaku masih berlaku pada masyarakat Benteng Alla Utara sebagai berikut: Pertama perkawinan. Perkawinan atau pernikahan merupakan sesuatu yang sakral, dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya. Dalam perspektif masyarakat Benteng Alla’ Utara bahwa perkawainan dimaknai pula sebagai aktivitas atau tindakan sosial yang mampu
Pernikahan Beda Agama Perbedaan agama dalam suatu rumah tanggah bukan penyebab terjadinya konflik. Setiap individu bebas dalam memilih dan mencari kebutuhannya. Pola pikir yang mendorong seseorang memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, salah satunya kebutuhan untuk menikah. Pernikahan yang dijalani informan diatas menjadi bukti bahwa pasangan beda agama tidak selamanya menjadi pemicu konflik akan tetapi justru menjadi penguat hubungan baik antara masyarakat Islam deanag Kristen. Pernikahan yang di jalani pasangan beda agama memiliki makna dan tujuan selain membentuk suatu keluarga bahagia sesuai yang diharapkan setiap manusia dan juga tuntunan setiap agama akan tetapi pernikahan beda agama ini memberikan peluang besar untuk menjalin hubungan kekerabatan antara keluarga dari pasangan beda agama. Pasangan beda agama yang ada di desa Benteng Alla’ Utara, besar pengarhnya dalam membina kerukunan terutama keluarga dari kedua pasangan ini. 190
Kerukunan, hubungan kekeluargaan, adat istiadat, aktivitas sosial
ISSN 2302-6340
yang lebih kecil, lewat berbagai transaksi yang berbeda-beda. Dalam masyarakat yang seperti itu, komunitas merupakan suatu pengalaman yang jauh lebih kaya, dalam dan nyata dan membentuk dasar dari semua interaksi sosial (Ife & Tesoriero, 2008). Durkheim dalam Sabaruddin (2012), memberikan gambaran tentang fungsi agama dalam masyarakat. Dia berkesimpulan bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambanglambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang di nyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Senada dengan yang dikemukakan oleh Irfan (2015), bahwa agama mampu memenuhi fungsi sosial, seperti ketentraman psikologis, membangun hubungan yang harmonis, saling memahami, sakralisasi struktur sosial yang memelihara keseimbangan internal masyarakat. Kerukunan dan solidaritas masyarakat beda agama di Benteng Alla’ Utara didorong bukan hanya faktor kekeluargaan, namun juga didorong oleh faktor adat-istiadat yang dinilai mampu mempersatukan hubungan solidaritas antar masyarakat beda agama. Ada beberapa adat yang menjadi media untuk menjalin keharmonisan antar warga manyarakat seperti upacara memperingati kematian, upacara kelahiran, upacara persembahan rasa syukur atas rezki dan upacara pernikahan. Masyarakat Benteng Alla’ Utara dalam melaksanakan ritual upacara-upacara adat tersebut sangat antusias dan memakan waktu yang cukup lama dalam setiap upacara, misalnya upacara memperingati kematian berlangsung terkadang sampai tujuh hari bahkan sampai sebulan pesta upacara. Ritual upacara adat tersebut merupakan kebiasaan-kebiasan masyarakat yang berfungsi menjalin hubungan baik antar warga masyarakat. Dalam memeriakan ritual-ritual tersebut terdapat kegiatan Mangbadong dan mangdero. Kegiatan mangbadong dilakukan hanya pada upacara kematian yang bertujuan mengenang dan mendo’akan keluarga yang sudah meninggal, namun mangdero di lakukan pada upacaraupacara yang lain. Mangdero dan mangbadong memiliki fungsi dalam mempererat hubungan sosial karena pada saat pelaksanaanya orang yang
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa, kerukunan masyarakat beda agama di Benteng Alla’ Utara didukung oleh beberapa faktor sehingga sampai saat ini tidak terjadi konflik yang bernuansa SARA. Hubungan kekeluargan adalah faktor yang memiliki fungsi paling besar dalam menjalin solidaritas antar masyarakat beda agama, karena hubungan sosial berdasarkan hubungan kekeluargaan terjalin atas dasar garis keturunan/hubungan darah dan ikatan batin. Masyarakat Benteng Alla’ Utara masih menjaga dan menjalin hubungan baik dengan orang yang dianggap keluarga sehingga garis keturunan tetap terjaga. Dalam relasi sosialnya antar masyarakat Benteng Alla’ Utara cenderung ingin mengetahui latar marga, atau bisa juga dengan melihat dari keturunan puang (raja), sehingga tidak jarang dari warga yang berbeda agama yaitu umat Islam dengan Kristen memang masih memiliki garis keturunan. Selain garis keturunan ikatan batin juga terbentuk antar warga masyarakat desa Benteng Alla’ utara yang merupakan bagian yang bisa mempererat hubungan kekeluargaan. Ikatan batin ini terbentuk karena warga masyarakat saling menghargai, dapat dilihat dari ungkapanungkapan yang digunakan ketika saling menyapa seperti misalnya sangsuran, siunu, sangmane/ sangbaine. Ungkapan-ungkapan tersebut memiliki makna simbolik tentang adanya rasa penerimaan sosial terhadap seseorang meskipun ia bukan berasal dari marga atau garis keturunan yang sama. Hubungan kekeluargaan yang jauh dari egosentrisme individu, sejalan pula dengan pandangan sosiolog Jerman Tonnies yang melihat masyarakat Gemeinschaft ke Gesellschaft, bahwa dalam masyarakat Gemeinschaft orang berinteraksi dengan relatife sedikit orang, yang mereka kenal dengan baik dalam banyak peran yang berbeda, sedangkan dalam masyarakat Gesellschaft orang berinteraksi dengan lebih banyak orang, tetapi interaksi-interaksi ini terbatas pada kegiatan instrumental terbatas saja. Jadi, dalam masyarakat Gesellschaft kita tidak tahu kebanyakan orang yang memiliki kontak dengan kita kecuali hanya peran tertentu mereka, misal penjaga toko, guru, klien, supir bus, pelanggan, perawat atau sekretaris. Dalam masyarakat Gemeinschaft setiap orang saling mengetahui dengan baik, walaupun dalam jumlah 191
Sabaruddin
ISSN 2302-6340
ikut melaksanakan saling berpegangan tangan dan membentuk lingkaran dan diikuti oleh semua kalangan masyarakat. Faktor aktivitas-aktivitas sosial warga masyarakat juga menjadi pendorong terwujudnya kerukunan anatar umat Kristen dan Islam. Bentuk aktivitas yang ada di masyarakat yaitu penggunaan bahasa lokal setaip hari dalam berkomunikasi, pernikahan pasangan beda agama, saling ketergantungan dalam perekonomian, dan perkumpulan-perkumpulan sosial, partisipasi dan solidaritas kekerabatan. Disimpulkan bahwa ketiga faktor pendorong terwujudnya kerukunan masyarakat beda agama di desa Benteng Alla’ Utara yaitu hubungan kekeluargaan, adat-istiadat dan aktivitas-aktivitas soial bertujuan untuk memudahkan memahami hasil penelitian. Ketiga faktor pendorong kerukunan yaitu hubungan kekeluargaan, adat-istiadat dan aktivitas sosial menghasilkan bentuk sosial dalam masyarakat Benteng Alla’ Utara seperti penerimaan sosial, kesetiakawanan sosial, dan norma adat yang dipatuhi. Pertama, Penerimaan sosial antar masyarakat beda agama di Benteng Alla’ Utara yakni pembuatan tempat peribadatan baik itu masjid maupun gereja, bahkan sebagian dari masyarakat Islam pada saat pembuatan gereja datang membantu, seperti yang di informasikan oleh Suramin salah satu informan yang beragama Islam namun ia memiliki istri beraganma Kristen. Penerimaan lainya yaitu ketika hari raya keagaan umat Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid (memperingati hari kelahiran nabi Muhammad) dan lain sebagainya, akan di meriakan oleh semua kalangan masyarakat. Kedua, Kesetiakawanan sosial. Kesetiakawanan sosial merupakan bentuk kerukunan masyarakat beda agama. Kesetikawanan sosial pada masyarakat Benteng Alla’ Utara antara warga yang berbeda keyakinan di saksikan pada saat pelaksanaan upacara-upacara adat. Biasnya masyarakat tampa diminta akan datang memberi bantuan, wanita bekerja di dapur, sedangkan lakilaki biasanya mengambil dan mengumpulkan kayu bakar untuk persiapan beberapa hari acara dan memasang tenda. Saling mengunjungi pada saat ada yang sakit atau pada saat ada yang melahirkan dan biasanya membawa makan atauka perlengkapan-perlengkapan bayi hal yang sudah menjadi kebiasaan warga masyarakat, juga
merupakan kesetiakawanan yang di bina oleh warga Benteng alla’ Utara. Ketiga, bentuk kerukunan yang lain pada masyarakat beda agama yaitu adanya nilai dan norma adat-istiadat yang di patuhi. Masyarakat benteng Alla’ Utara hingga saat ini melaksanakan adat-istiadat, ada beberapa pelaksanaan adatistiadat dilakukan secara turun temurun oleh warga masyarakat Benteng Alla’ Utara seperti adat upacara pernikahan, upacara kelahiran, upacara Kematian dan lain sebagainya. Dengan sangat antusias warga masyarakat melaksanakan, sehingga dalam perayaan-perayaan upacara tersebut mereka menggunakan modal besar. Adatistiadat sudah merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan, karena yang tidak melaksanakan akan menjadi sanksi sosial bagi dirinya atau dianggap keluarga tidak mematuhi aturan dan akan dipaksa untuk melaksanakan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa tiga hal yang menjadi pendorong sekaligus menjadi Pembina terjadinya solidaritas masyarakat beda agama di Benteng Alla’ bertahan hingga sekarang yaitu: Pertama, hubungan kekeluargaan yang di bina oleh warga masyrakat. Kedua, adat-istiadat yang harus dilaksanakan dan yang ketiga adanya akivitasaktivitas masyarakat yang berbeda keyakinan dalam proses sosial diantaranya penggunaan bahasa lokal sehari-hari. Saling ketergantungan dalam hal pekerjaan dan ekonomi serta pernikahan beda agama. Diharapkan dengan kondisi sosial keberagamaan pada masyarakat Benteng Alla’ Utara dijadikan cerminan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih mengenal, saling menghargai dan saling memahami agar dapat menciptakan kehidupan yang harmonis, dan meletakkan kesadaran bahwa perbedaan tidak harus dijadikan sebuah konflik sosial. Di samping itu, hasil penelitian ini juga memberikan saran bagi pemerintah dan praktisi perdamaian bahwa dalam kontruksi menejemen atau resolusi konflik, sebaiknya dilakukan dengan melihat “budaya lokal” masyarakat. Karena budaya merupakan alat yang netral dalam mengelolah konflik.
192
Kerukunan, hubungan kekeluargaan, adat istiadat, aktivitas sosial
ISSN 2302-6340
Geertz. (1960). Religion of Java, Chicago: The University of Chicago Press. Ife & Tesoriero F. (2008). Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka pelajar Irfan . (2015). Anatomi Konflik dan Solidaritas Masyarakat Pedesaan. Jurnal Nasional, 25 (8): 4 Munawar. (2004). Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Intermasa Nottingham. (1997). Religion and Society, terj. Abdul Muis Naharong, Agama dan Masyarakat, Jakarta: Raja Grafindo persada Poloma. (2007). Sosiologi Kontemporer,Jakarta: RajaGrapindo Persada Sabaruddin. (2012). Sinergitas Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Agama Dalam Membina Kerukunan Masyarakat Islam Dengan Kristen Di Desa Borisanrinding Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja. Skripsi. Makassar: UIN Samata Gowa.
DAFTAR PUSTAKA Adhiwardoyo. (2005). Kerukunan Umat Beragama, Penghormatan Hukum, dan Perlindungan HAM, dalam Prosiding Seminar Nasional Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM, Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat LDII. Bungin. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. Bungin. (2012). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Memahami Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Cet. Ke-8. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Casanova. (1994). Public Religions in the Modern World,Chicago: The University of Chicago Press. Effendy. (1998). Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan praktik Politik di Indonesia, Jakarta: Paramadina
193