74
IV. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN
4.1
Pembangunan Hutan Rakyat: Kebijakan dan Peran Pemerintah Daerah Pada bab ini dijelaskan kebijakan dan peran instansi formal di daerah
dalam praktek pembangunan hutan rakyat. Tentu saja pelaksanaannya harus berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat namun begitu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan instansi sektoral di daerah lebih menentukan dalam memberikan fasilitas, arahan dan pendampingan di lapangan serta informasi. Disamping itu akan diuraikan persepektif instansi lain yang terlibat baik kelompok tani hutan rakyat/masyarakat terhadap hutan rakyat maupun perusahaan dalam melihat hutan rakyat sebagai solusi pemecahan masalah sekaligus jalan keluar yang sejalan dengan tujuan perusahaan. 4.1.1
Kebijakan Pemerintah Terhadap Hutan Rakyat Praktek
manajemen
hutan
rakyat
dilaksanakan
dalam
rangka
memberikan hasil optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan hutan oleh masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat memahami aspek silvikultur hutan tanaman sekaligus pengelolaan lahan dan tanaman pada hutan tanaman yang dibangun oleh masyarakat. Atas kesadaran tersebut pemerintah menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan hutan rakyat dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan khususnya berkaitan dengan budidaya tanaman hutan pada lahan masyarakat guna meningkatkan kondisi lahan dan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat. Untuk mendukung upaya ini pemerintah menetapkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan
upaya
pemberdayaan masyarakat
melalui keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat dan menetapkan ketentuan penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan rakyat. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi manajemen hutan yang efektif serta jaminan kepemilikan hasil hutan rakyat serta tahap pemanfaatan hasil hutan dalam hutan rakyat. Sifat khusus dari praktek manajemen
75
tanaman hutan memerlukan pengetahuan dasar yang berkaitan dengan budidaya tanaman hutan (silvikultur) yang belum banyak dipahami oleh masyarakat guna menghasilkan tegakan akhir yang optimal sesuai dengan tujuannya. Sementara itu ditengah praktek illegal logging yang sedang marak pada saat ini, pemerintah merasa perlu untuk menetapkan peraturan yang menjamin kepemilikan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat yang dapat dibedakan dengan hasil hutan yang illegal baik semenjak masih dilahan hutan tanaman maupun pada saat peredaran / pemanfaatan hasi hutannya. Lebih jauh ketentuan yang telah disusun berusaha untuk lebih memberikan jaminan kepemilikan hasil hutan rakyat sejalan dengan kegiatan pemanfaatan hasil hutan yang membedakan antara hasil hutan dari hutan rakyat dengan hasil hutan dari hutan negara . Dalam hal ini paling tidak ada beberapa strategi yang ingin dicapai dalam kebijakan hutan rakyat yakni: pemberdayaan masyarakat dan pembangunan ekonomi sekaligus perbaikan kualitas lingkungan melalui produktivitas lahan masyarakat. Dalam perspektif yang lebih luas maka produk hasil hutan pada hutan rakyat akan dapat mendukung pada upaya jaminan sertifikasi produk hasil hutan yang mengarah pada manajemen hutan lestari yang menjadi syarat bagi pasar produk hasil hutan (Lembaga Ekolabel Indonesian-LEI) yang sampai saat ini masih belum terimplementasi dengan baik. Peraturan yang merujuk pada upaya pembangunan hutan rakyat sesungguhnya dapat disajikan pada beberapa ketentuan di sektor kehutanan maupun peraturan daerah yang secara simultas mendukung pada upaya-upaya tersebut. Beberapa peraturan yang telah ditetapkan dan sangat menentukan pada pembangunan hutan rakyat disajikan di Tabel 11. Dalam perspektif rencana strategi pembangunan daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Kuansing telah memiliki rencana pembangunan jangka panjang yang dituangkan
baik
Pembangunan
dalam
Sektoral
Rencana Kehutanan
Pembangunan yang
disebut
Daerah dengan
dan
Rencana
Master
Plan
Pembangunan Kehutanan. Secara institusional, Pemerintah Daerah
memiliki struktural lembaga
formal yang secara khusus mengatur administrasi daerah yang berkaitan dengan
76
pembangunan hutan rakyat23. Hal ini menunjukkan bahwa secara administrasi dan kewewenangan daerah untuk menangani masalah pengembangan hutan rakyat sangat mungkin untuk dapat dilaksanakan secara baik.. Tabel 11. Peraturan Dalam Pembangunan Hutan Rakyat No
5
Peraturan Keterangan UU No. 41/1999 jo UU No Undang-undang pokok kehutanan 19/2004 Peningkatan wewenang daerah dalam UU No. 32/2004 pelaksanaan administrasi daerah UU No. 25/2000 Kewenangan Pemerintah Daerah Ketentuan tentang Penyusunan Rencana UU No. 34/2002 Pengelolaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan UU No. 44/2004 Perencanaan Hutan
6
UU No. 45/2004
Perlindungan Hutan
7
P.26/2005
8
P.51/2006
9
P.62/2006
10
P.33/2007
Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak Tata cara dan ketentuan penggunaan dokumen angkutan hasil hutan dari hutan hak atau Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Ketentuan penggunaan dokumen angkutan hasil hutan dari hutan hak terhadap jenis-jenis yang belum diatur oleh pemerintah Perubahan ketentuan legalitas lahan hak
1 2 3 4
Sumber: Situs Departemen Kehutanan (2009) di www.dephut.go.id
4.1.2
Peran Pemerintah Daerah Sesuai dengan dokumen formal rencana jangka panjang Pemerintah 24
Daerah , nampaknya peran Pemerintah Daerah sebagai regulator dan fasilitator serta penjamin (evaluator dan pengontrol) nampaknya belum maksimal. Hal ini terungkap dari pendapat masyarakat peserta pembangunan hutan rakyat yang 23
24
Di Dinas Kehutanan Kab. Kuantan Singingi terdapat bidang dan seksi yang menangani hutan rakyat yakni: Bidang Pengembangan Usaha Kehutanan dan Seksi Hutan Kemasyarakatan dan Htan Rakyat (Sumber: Master Plan Kehutanan Kab. Kuansing); Master Plan Kehutanan Kabupaten Kuantan Singingi, Pemerintah Daerah berperan sebagai: regulator dan fasilitator dalam proses pengelolaan sumberdaya hutan partisipatif sinergistik serta penjamin (evaluator dan pengontrol) bahwa proses pengelolan hutan telah berada pada jalur yang tepat dalam pencapaian pengelolaan hutan lestari.
77
kadang masih mempertanyakan ketentuan formal yang berkaitan dengan hutan rakyat serta hal-hal yang bersifat teknis. Pemerintah masih bersifat fasilitator pasif yang terbatas pada pemenuhan ketentuan formal terhadap pelaksanaan pembangunan hutan rakyat seperti penunjukan petugas penerbit SKAU, namun kurang berperan secara aktif dalam beberapa hal yang penting seperti : bimbingan dan penyuluhan secara kontinyu baik yang terkait dengan status lahan, praktek sistem silvikultur, peran dan posisi tawar masyarakat, serta manajemen hutan lestari. Keterlibatan pemerintah daerah terjadi apabila terjadi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan. Peran pemerintah dalam hal ini lebih sebagai mediator diantara . Kedua belah pihak. Penyelesaian konflik biasanya berakhir dengan program kerjasama antara masyarakat dengan perusahaan. Namun persentase keterlibatan pemerintah daerah dalam kasus klaim tersebut merupakan sebagian kecil saja dari pola kerjasama pembangunan hutan rakyat yang terjadi secara mandiri diantara kedua belah pihak. Pelaksanaan pembangunan hutan rakyat diinisiasi oleh masyarakat itu sendiri baik secara perorangan, kelompok maupun melibatkan pihak lain seperti perusahaan. Pemerintah mulai berperan bila terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan terkait dengan tumpang tindih lahan, ataupun pengesahan program kerjasama antara masyarakat dengan pihak luar (perusahaan). 4.1.3
Penciptaan Peraturan Daerah Pada tahun 2001 Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi menerbitkan
Peraturan Daerah yakni Perda No 29 Tahun 2001 tentang retribusi terhadap izin pemanfaatan kayu rakyat. Namun Perda ini dibatalkan oleh Pemerintah Pusat melalui Permendagri No.9 Tahun 2003. Penerapan izin retribusi oleh pemerintah daerah tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi yakni pusat atau Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH), Pajak Bumi dan Bangungan (PBB) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sesungguhnya telah dikenakan oleh ketentuan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Lebih jauh pengenaan retribusi pada prakteknya tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah terkait dengan
78
operasional kegiatan hutan rakyat di lapangan. Disamping itu ketentuan tersebut lebih bersifat disintensif terhadap minat masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan hutan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah kurang memahami semangat dan isi ketentuan-ketentuan formal yang telah dirumuskan oleh Pemerintah Pusat. Esensi peran pemerintah dalam pembangunan hutan rakyat yang sesungguhnya lebih merupakan upaya pemberdayaan masyarakat melalui keikusertaan mereka dalam pembangunan hutan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya kurang dapat dilaksanakan dengan baik.
4.2
Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten Kuantan Singingi Untuk memberikan gambaran tentang praktek pembangunan hutan rakyat
oleh masyarakat, bab ini akan menggambarkan kerangka legal dan institutional manajemen pembangunan hutan rakyat baik dari aspek peraturan operasional dan strategi untuk menjelaskan praktek pembangunan hutan rakyat. Praktek pembangunan hutan rakyat akab dijelaskan melalui aspek teknis dan praktek manajemen hutan yang mempengaruhi praktek pengusahaan pembangunan hutan rakyat. 4.2.1 Sejarah dan Statistik Hutan Rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi Pembangunan hutan rakyat pada awalnya terinspirasi dari kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan oleh pemerintah baih khususnya pemerintah daerah dimana kegiatan tersebut selain berupaya memperbaiki kondisi lahan juga memberikan kesadaran pada masyarakat akan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan melalui penanaman tanaman. Kegiatan berupa bantuan bibit kepada masyarakat disambut baik oleh warga yang dilanjutkan dengan kegiatan penanaman dan bantuan pemeliharaan berupa penyuluhan dan pemberian pupuk. Selama masa pelaksanaan kegiatan tersebut masyarakat mendapatkan pencerahan tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari aspek ekologi maupun ekonominya. Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pembangunan hutan rakyat melalui penanaman tanaman tahunan. Kondisi ini didorong juga oleh adanya lahan masyarakat yang belum dimanfaatkan secara
79
optimal sehingga terbengkalai berupa lahan semak belukar dengan produktivitas yang rendah. berdasarkan data statistik pemanfaatan lahan di Kabupaten Kuantan Singingi, luas lahan kawasan budidaya sebesar: 251.599 Ha maka areal pertanian masyarakat adalah seluas: 65.240 Ha. Sementara berdasarkan kondisi tutupan lahan, lahan masyarakat adalah berupa lahan terbuka, rumput/alang-alang dan semak mencapai 173.293,10 Ha atau mencapai 32,46% dari seluruh tutupan lahan. Namun tidak dapat diperoleh data pasti tentang persentase pemanfaatan lahan masyarakat untuk kegiatan pertanian/budidaya tanaman. Berdasarkan data tersebut diatas, dapat digambarkan bahwa banyak lahan yang belum dimanfaatkan merupakan kesempatan yang baik untuk dilakukan penanaman tanaman tahunan dalam pemanfaatannya. Namun kesadaran tersebut tidak cukup memberikan kemampuan kepada masyarakat
untuk
melakukan
pembangunan
hutan
rakyat.
Masyarakat
memerlukan sumber pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Oleh sebab itu maka adanya kesempatan kerjasama pembangunan hutan tanaman oleh pihak luar (perusahaan) khusunya berkaitan dengan aspek pembiayaan dirasakan sebagai kesempatan yang bagus untuk meningkatkan produktivitas lahannya. Realisasi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi dapat diperiksa pada tabel berikut:
6
Nama Hutan Rakyat HR Lubuk Kebun HR Rambaha n HR Sikijang Sigarunta ng PHBM Petapusan Teratak Baru
7
Gunung Melintang
No
1 2 3 4 5
Jumlah
Realisasi Kegiatan Teba Penan Pemeli ngan aman haraan
Masa Perjanjian (awal)
Perjanjian Kerjasama Baru
√
2 daur
6 daur
√
√
2 daur
6 daur
Lokasi (Desa)
Luas
Jumlah Peserta
Lubuk Kebun
120
60
√
√
Rambaha n
478
239
√
Sikijang
160
124
√
√
√
2 daur
6 daur
Sigarunta ng
140
70
√
√
√
2 daur
6 daur
Stiang
517
133
IP
IP
IP
2 daur
6 daur
450
176
√
√
√
2 daur
6 daur
295
295
√
√
√
1 daur
6 daur
2160
1097
Teratak Baru Gunung Melintan g
Sumber: Departemen Community Development (PT. Riau Andalah Pulp and Paper
Tabel 12. Realisasi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2009
80
Di Kabupaten Kuantan Singingi yang seluas: 754.000 Ha terdapat 12 Kecamatan yang terdiri dari 209 desa. Dari 12 Kecamatan tersebut hutan rakyat terdapat pada 5 kecamatan yakni: Kuantan Hilir, Pangean, Logas Tanah Darat, Cerenti dan Inuman25. Dari data tersebut terlihat bahwa secara garis besar penggunaan lahan dapat diklasifikasi dalam tiga hal yakni: lahan sawah, lahan pemukiman dan lahan bukan sawah. Berdasarkan data yang ada lahan sawah mencapai: 24.664 Ha atau 3,27%, pemukiman: 115.703 Ha atau 15,34% sementara lahan bukan sawah seluas: 613.845 atau 81,39%. Dari data yang ada terhadap pelaksanaannya serta hasil pengamatan di lapangan pada lahan bukan sawah umumnya merupakan kebun karet, dan kebun kelapa sawit namun sebagian besar merupakan semak belukar yang tidak diusahakan oleh masyarakat. Namun dapat lebih baik detil tentang penggunaan lahan tidak diperoleh secara lebih detil. Namun luas penggunaan lahan pada Kabupaten Kuantan Singingi disajikan pada Tabel 13.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Kuantan Mudik Hulu Kuantan Gunung Toar Singing Singingi Hilir Kuantang Tengah Benai Kuantan Hilir Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman Jumlah
Luas (Km2)
Penggunaan Lahan (Ha) Lahan Sawah
Pemukiman
1.385,92 384,40 165,25 1.953,66 1.530,97 291,74 249,36 263,06 145,32 380,34
1.744 605 1.446 532 4.937 2.925 4.883 4.697 51
14.263 368 1.571 1.186 1.186 3.997 3.601 14.961 2.927 937
Lahan Bukan Sawah 110.797 37.098 24.605 11.256 11.256 80.443 20.337 39.839 4.858 35.506
456,00 450,01 7.656,03
866 1.708 4.661
23.603 45.461 115.703
13.514 15.241 613.845
Sumber: Potensi Desa/Kelurahan Kabupaten Kuantan Singingi (2005)
Tabel 13 Penggunaan Lahan di Kabupaten Kuantan Singingi
25
Sumber: Data Potensi Desa/Kelurahan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2005
81
Namun berdasarkan data Dinas Pertanian (tahun 2006), terdapat pemanfaatan lahan untuk pertanian khususnya padi sawah sehingga hasil padi menempati urutan tertinggi yang disusul oleh hasil ubi kayu. Data pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan dapat disajikan pada Tabel 14. No
Jenis Tanaman Pangan
Lahan Panen
Produksi (Ton)
1
Padi sawah
9.128
29.941
2
Padi lading
284
576
3
Jagung
219
470
4
Ubi kayu
351
3.760
5
Kacang tanah
174
162
6
Ubi jalar
114
897
7
Kacang kedelai
26
26
8
Kacang hijau
72
72
10.386
35.904
Jumlah Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuantan Singingi
Tabel
14. Pemanfaatan Lahan Pertanian (Tanaman Pangan) di Kabupaten Kuantan Singingi Sementara ini terdapat pemanfaatan lahan untuk sayur-sayuran yang terdiri
dari cabe, ketimun dan lain-lain disajikan pada Tabel 15.
No 1
Jenis Tanaman Pangan Cabe
2
Lahan Panen (Ha)
Produksi (Ton)
217
350
Ketimun
168
463
3
Terong
108
233
4
Kacang panjang
27
387
5
Bayam
117
317
6
Kangkung
88
267
917
2.041
Jumlah
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2009.
Tabel 15. Pemanfaatan Lahan Pertanian (Tanaman Sayur-sayuran) di Kabupaten Kuantan Singingi
82
Jenis yang diusahakan dalam hutan rakyat selama ini adalah jenis yang diperuntukkan pada pemenuhan bahan baku industri kehutanan khususnya industri pulp yakni jenis Akasia (Accacia mangium). Penetapan jenis ini lebih didasarkan pada kepentingan perusahaan mitra sementara masyarakat belum dapat/tidak bisa memformulasikan
jenis
yang
sesuai
dengan
preferensinya.
Martunus26
menyatakan bahwa jenis tanaman yang dikembangkan dalam hutan rakyat seharusnya juga meliputi jenis-jenis yang lain yang menjadi kepentingan masyarakat seperti tanaman buah-buahan. Melihat sistem pengelolaannya yang dilaksanakan melalui penanaman dan penebangan semua terhadap tanaman yang ada menyebabkan masyarakat tidak bisa mengandalkan hutan rakyat sebagai penghasilan pokok tetapi lebih bersifat tabungan pada masa tebangnya yang ditentukan umur daurnya (Zaini)27. Keberlanjutan pembangunan hutan rakyat hanya lebih didorong oleh kesempatan untuk mengoptimalkan lahan masyarakat karena hamper seluruhnya kegiatan pembangunan hutan rakyat dilaksanakan oleh perusahaan. Sementara upaya keterlibatan
masyarakat
dalam
kegiatan
persiapan
lahan,
penanaman,
pemeliharaan dan pemanenan tidak mendapatkan respon yang baik dari pihak perusahaan karena kendala produktivitas dan efisiensi kegiatan (Tabrani)28. Lebih jauh dijelaskan bahwa kegiatan pengamanan hutan rakyat yang melibatkan masyarakat dirasakan sangat membebani dari aspek pembiayaan dan operasional. Kendala lain yang dihadapi oleh masyarakat adalah kurangnya pengalaman masyarakat untuk membudidayakan tanaman kehutanan. Disamping itu, perlunya aplikasi modifikasi system sislvikultur sehingga sesuai dengan keadaan di lapangan sangat membebani petani hutan rakyat untuk terlibat secara aktif di lapangan. Hal-hal tersebut lebih mendorong mereka untuk menyerahkan pelaksanaan pembangunan tersebut kepada pihak perusahaan.
26
Sebagaimana dinyatakan oleh Martunus ketua kelompok tani peserta program hutan rakyat di Desa Rambah Kec Logas Tanah Darat yang juga merupakan tokoh masyarakat yang dituakan di wilayahnya. 27 Sebagaimana dinyatakan oleh Zainis Kis Kepala Desa Rambah yang berperan sebagai wakil pemerintah di Desa Logas Tanah Darat 28 Sebagaimana dinyatakan oleh Tabrani petugas perusahaan yang memfasilitasi program kerja sama pembangunan hutan rakyat
83
4.2.2. Konflik Lahan antara Masyarakat dengan Perusahaan Di Kuantan Singingi, pembangunan hutan rakyat diawali oleh adanya konflik lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan hutan tanaman industri (perusahaan). Isu berawal dari adanya lahan masyarakat berdasarkan pendapat masyarakat pada areal ijin perusahaan. Adanya klaim oleh masyarakat pada pembangunan hutan tanaman adalah merupakan hal yang lazim terjadi. Apabila klaim ini melibatkan masyarakat sekitar hutan maka perusahaan hutan tanaman (perusahaan) biasanya melakukan upaya pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk mencari jalan keluar guna pemecahan permasalahan yang ada29. Apabila upaya ganti rugi bukan merupakan pilihan dalam penyelesaian masalah tersebut maka kerjasama dalam pembangunan hutan tanaman bersama antara perusahaan dengan masyarakat merupakan alternative yang dipilih. Hal ini dilakukan guna memberikan alternative kepada masyarakat mengalihkan tekanan masyarakat terhadap areal kerja perusahaan dengan berusaha membantu masyarakat untuk meningkatkan produktivitas lahannya yakni dengan melakukan penanaman tanaman kehutanan pada lahan masyarakat30. Pembangunan hutan tanaman pada lahan masyarakat (hutan rakyat) merupakan alternative yang saling menguntungkan baik dari aspek kepentingan masyarakat maupun perusahaan hutan tanaman. Disatu sisi masyarakat dapat meningkatkan produktifitas lahannya sementara disisi lain perusahaan dapat meningkatkan realisasi tanaman yang juga merupakan sumber bahan baku bagi industri kehutanan31.
29
30
31
Perusahaan membantu menata lahan masyarakat (selain lahan tanaman efektif yang merupakan lahan tidur) Desa Rambahan untuk ditata menjadi petak lahan yang jelas dan membantu mendaftarkan lahan tersebut pada Pemerintahan Desa dan Kecamatan. Perusahaan membantu menata lahan masyarakat (selain lahan tanaman efektif yang merupakan lahan tidur) Desa Rambahan untuk ditata menjadi petak lahan yang jelas dan membantu mendaftarkan lahan tersebut pada Pemerintah Desa dan Kecamatan.. Di Kabupaten Kuansing, seluas: 49.000 Ha adalah merupakan konsesi PT.RAPP yang terkait dengan industri pulp dan kertas dengan nama yang sama yang berlokasi di kabupaten Pelalawan (Kabupaten tetangga). Terhadap masyarakat yang ikut dalam pembangunan hutan rakyat PT. RAPP melakukan perjanjian kerjasama pembangunan hutan rakyat dimana setelah masak tebang perusahaan akan membeli dan menampung tanaman masyarakat tersebut.
84
4.2.3 Pola Pembangunan Hutan Rakyat Pola pembangunan hutan rakyat di lapangan adalah pola kemitraan antara kelompok tani hutan rakyat dengan perusahaan32. Penanaman dilaksanakan pada lahan petani hutan rakyat. Persiapan diawali dengan pengumpulan dokumen yang terkait dengan status lahan peserta pola kemitraan dengan menunjukkan surat tanahnya kepada ketua kelompok untuk selanjutnya dilakukan penilaian oleh pihak perusahaan. Umumnya surat tanah yang dimiliki oleh petani berupa SKT dan SKGR yang diterbitkan oleh Lurah/ Kepala Desa yang diketahui oleh Camat dan beberapa diantaranya bahkan belum memiliki dokumen status lahan sama sekali.Namun diantaraa peserta tersebut tidak terdapat lahan dengan status yang lebih tinggi seperti hak milik, hak guna usaha dan lain-lain. Namun, status lahan ini masih perlu dikonfirmasikan lebih lanjut khususnya dengan dinas kehutanan kabupaten dan provinsi. Berdasarkan hasil pelaksanaan di lapangan, banyak kasus dimana lahan masyarakat dengan dengan dokumen SKT dan SKGR ternyata berada dalam kawasan hutan negara. Terhadap kasus seperti ini pihak perusahaan terpaksa tidak dapat mengikutsertakan pemilik lahan dalam pola kerja sama ini. Namun untuk lahan petani yang belum memiliki alas titel lahan sama sekali pihak perusahaan bersedia membantu dengan pembiayaan oleh pihak perusahaan seluruhnya ataupun sebagian. Perusahaan dalam pola ini berusaha untuk menghindarkan pola yang berpotensi berakhir dengan kasus-kasus okupasi pada hutan negara. Pelaksanaaan pembangunan diawali dengan persiapan lahan dan penanaman setelah sebelumnya kepada petani diberikan pinjaman/porskot sebagai tanda jadi atas kerjasamanya. Dalam pelaksanaannya perusahaan menanggung semua biaya pembangunan hutan rakyat sementara masyarakat dapat terlibat sebagai tenaga kerja baik sebagai pemborong maupun pelaksana harian kegiatan persiapan lahan dan penanaman. Namun dalam pelaksanaannya hal ini tidak dapat dilaksanakan Karena masyarakat tidak dapat memenuhi kualifikasi dan persyaratan teknis kegiatan yang dipersyaratkan (Kirnadi, 2009)33..
32 33
Presentase bagi hasilnya adalan 40 (petani) : 60 (perusahaan) setelah dikurangi biaya produksi dan eksploitasi. Kimardi (2009) adalah petugas perusahaan yang mengurusi program Hutan Rakyat dan Hutan Tanaman Rakyat. Dia menyatakan bahwa beberapa orang yang menjadi tokoh di masyarakat
85
Mempertimbangkan presentasi kelompok tani hutan rakyat tersebut, maka kegiatan pemeliharaan dilaksanakan oleh perusahaan namun pada kelompok tani dibentuk satuan pengamanan tanaman dengan pemberian upah (Tabroni, 2009)34. Selama masa pemeliharaan sampai masa daur (panen) secara operasional hanya satgas pengamanan yang secara aktif terlibat dalam kegiatan pembangunan hutan rakyat. Sehingga kebutuhan sehari-hari petani didasarkan pada kegiatan ekonomi yang tidak terkait dengan pembangunan hutan rakyat35. Setelah masa daur (sesuai perjanjian kerjasama) penebangan dan pemanenan dilaksanakan oleh pihak perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas kerja. Dalam ekstraksi ini Perusahaan menggunakan peralatan berat yang tidak mungkin dapat dilaksanakan oleh kelompok tani. Sementara itu pembagian hasil tebangan dilaksanakan berdasarkan kubikasi yang ditentukan oleh hasil pengukuran hasil hutan di industri36. Hal ini menyebabkan pemanfaatan tanaman oleh perusahaan tidak dapat langsung dinikmati oleh kelompok tani. Berbagai realisasi pembayaran sering didasarkan pada beberapa negoisasi yang sering dilaksanakan dengan pembayaran secara bertahap. Namun begitu, peserta pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan ini cenderung diikuti oleh peserta kelompok tani yang lebih banyak pada daur berikutnya. Hal ini didasari pada pertimbangan masyarakat bahwa lahan yang mereka miliki akan lebih produktif apabila dilibatkan dalam pola kerjasama tersebut.
34
35
36
ditugaskan untuk melaksanakan pengamanan tanaman pada hutan rakyat. Dan kepada personil satuan ini diberikan upah oleh perusahaan Tabroni (2009) adalah petugas perusahaan yang mengurusi program Hutan Rakyat dan Hutan Tanaman Rakyat. Dia menyatakan bahwa beberapa orang yang menjadi tokoh di masyarakat ditugaskan untuk melaksanakan pengamanan tanaman pada hutan rakyat. Dan kepada personil satuan ini diberikan upah oleh perusahaan. Martunus (2009), Selama masa pemeliharaan tanaman hutan rakyat petani bekerja sebagai buruh, beruru, memancing, dan menanam padi, cabe, menyadap karet serta tanaman semusim lainnya. Lebih jauh disampaikan bahwa penghasilan masyarakat dari panen padi bias mencapai Rp. 6 juta/tahun (1 karet 15 kg/hari (Rp. 3.5 juta/bulan bila seharga Rp. 10 ribu/kg).. Martunus (2009), menyatakan bahwa penghasilan petani hutan ralkyat per hektar rata-rata kurang dari Rp. 5 juta/Ha (4,8 juta) dengan masa daur (enam) tahun.
86
4.2.4 Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat Dengan adanya program hutan rakyat dengan pola kerjasama dengan perusahaan ini masyarakat menganggap bahwa ini kesempatan yang baik bagi upaya peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktivitas lahannya dimana sebagian besar merupakan lahan tidur yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan sumber dana (Rafa’i, 2009). Namun dengan berjalannya waktu, setelah melalui daur I selama 7 (tujuh) tahun masyarakat merasa bahwa pola ini belum cukup memberikan kontribusi secara ekonomi yang memadai kepada masyarakat (Martunus, 2009). Untuk itu beberapa kelompok tani hutan rakyat menginginkan adanya perbaikan perjanjian kerjasama melalui perubahan daur yang lebih cepat yakni 4 (empat) atau 5 (lima) tahun untuk sekali tanam. Disamping itu pola bagi hasil yang didasarkan pada potensi kayu (berdasarkan kubikasi) yang dihasilkan dari hutan rakyat dirasakan memberikan petani hutan rakyat. Oleh karena itu masyarakat menginginkan pola bagi hasil didasarkan pada luas lahan masyarakat yang digunakan dalam program hutan rakyat37. Hal ini perlu diterapkan apabila dalam pelaksanaannya masyarakat tidak terlibat aktif dalam kegiatan persiapan lahan sampai dengan pemanenan kayu pada hutan rakyat tersebut. Berdasarkan hal tersebut sesungguhnya produktivitas lahan adalah tanggung jawab pihak perusahaan. Lebih dari itu, masyarakat menginginkan peningkatan pendapatan dari bagi hasil program hutan rakyat38. Namun pola bagi hasil berdasarkan realisasi produksi (kubikasi) lahan masyarakat dapat dilaksanakan apabila masyarakat terlibat secara langsung dalam kegiatan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Walaupun ada beberapa kelompok tani hutan belum menyatakan akan menerima program hutan rakyat pada daur berikutnya, adanya beberapa kelompok yang menyatakan bersedia ikut dalam program hutan rakyat pada daur yang berikutnya menunjukkan bahwa masyarakat masih tertarik pada program tersebut 37 38
Masyarakat menginginkan agar pola bagi hasil didasarkan pada luasan lahan yang digunakan dan bukan didasarkan pada hasil kayu yang diperoleh dari lahan tersebut (Martunus, 2009) Masyarakat memperbandingkan bahwa apabila lahan tersebut dipergunakan untuk penanaman palawija maka kebutuhan beras, sayur dan kebutuhan bumbu (cabe dll) dapat dipenuhi dan hasilnya relative lebih besar bila dibandingkan penggunaan lahan tersebut untuk hutan rakyat yakni diatas Rp. 3 juta/Ha. Namun begitu masyarakat tidak dapat menjelaskan sumber dana yang akan digunakan apabila lahan tersebut hendak dikelola sendiri (Zaini, 2009).
87
namun menginginkan renegosiasi dengan pihak perusahaan tentang system kerjasama baik yang menyangkut sistem bagi hasil maupum pola keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaannya. Penggunaan isu alternatif
pemanfaatan lahan masyarakat untuk
penanaman kelapa sawit pada lahan masyarakat lebih bersifat upaya peningkatan posisi tawar masyarakat pada perusahaan untuk memberikan alternatif kerjasaman yang lebih menguntungkan. Hal ini terbukti pada lambat/terhambatnya program pembangunan kelapa sawit melalui pola KKPA maupun program K2I karena kendala struktural, teknis dan operaional di lapangan39. Argumentasi masyarakat terhadap pola kerjasama tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya tingkat keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan hutan rakyat merupakan hal yang harus dipenuhi. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pola kerjasama pada hutan rakyat adalah alternatif yang paling realistis untuk saat ini mengingat persyaratan yang mudah dan pembiayaan yang hampir sepenuhnya ditanggung oleh pihak perusahaan sambil menunggu alternative lain yang lebik baik diwaktu yang akan datang. Satu aspek lagi yang menjadi kelemahan hutan rakyat adalah bahwa sistem ini tidak/belum dapat memberikan pendapatan rutin selama masa daur yang menyebabkan masyarakat lebih merasa bahwa hutan rakyat adalah sekedar tabungan dimasa yang akan datang dan tidak menjadi perhatian utama sumber pencaharian masyarakat. Disamping itu sistem silvikultur tebang abis yang diterapkan dirasakan sebagai sistem yang kurang tepat karena setelah masa daur (penebangan tanaman) masyarakat merasa bahwa aset mereka berupa tanaman telah hilang dan mereka harus kembali pada kondisi semula yakni melakukan penanaman pada lahannya. Masyarakat mengingkan agar produktifitas lahannya (berupa tanaman) dapat terus dipertahankan dan dapat mengambil keuntungan ekonomi dari lahannya tersebut seperti pada penanaman tanaman kelapa sawit dan karet.
39
Kebanyakan penanaman kelapa sawit dilakukan oleh beberpa anggota masyarakat yang secara finansial mampu untuk melaksanakan secara mandiri.
88
4.3 Perspektif Perusahaan terhadap Pembangunan Hutan Rakyat (Strategi Penyelesaian Masalah Melalui Aplikasi Misi Perusahaan) Keterlibatan perusahaan dalam pembangunan hutan rakyat sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan dan kepentingan perusahaan untuk mencapai tujuannya yakni akomodai kepentingan masyarakat dari peningkatan kesejahteraan serta strategi perusahaan untuk memanfaatkan momentum kerjasama ini menjadi sebuah kesempatan untuk mencapai tujuannya. Sesuai
dengan
peraturan
No.
523/Kpts-II/1997
yang
kemudian
dicabut/diganti oleh P.11/Menhut-II/200140, pembinaan terhadap masyarakat sekitar hutan diwajibkan kepada perusahaan pemegang konsesi lahan hutan untuk melaksanakan program pembinaan kepada masyarakat desa di dalam dan sekitar hutan yang meliputi aspek social, ekonomi, dan lingkungan. Dengan ketentuan yang baru ini, pembinaan masyarakat sekitar hutan merupakan program pembangunan jangka panjang dan tidak merupakan program yang sifatnya sporadic. Berdasarkan mandat tersebut maka perusahaan melakukan konsultasi dan kerjasama dengan tokoh masyarakat untuk merencanakan program kegiatan di desa yang ditunjuk. Beberapa program kerjasama pada awalnya lebih bersifat bantuan kepada masyarakat baik berupa penyediaan prasarana fisik, bantuan penyuluhan bimbingan, pengadaan sarana produksi pertanian, dan lain-lain. Namun program tersebut kemudian berkembang menjadi pembentukan programprogram kerjasama yang melibatkan kepentingan kedua belah pihak. Tabrani (2009) menyatakan bahwa peningkatan volume program kerjasama dengan masyarakat mengharuskan perusahaan membentuk departemen tersendiri yang khusus menangani program pembangunan hutan rakyat. 4.3.1 Pembentukan Departemen Pembangunan Hutan Rakyat Pembangunan hutan rakyat oleh perusahaan pada awalnya termasuk dalam salah satu program Community Developmnt (CD) yang terdapat dalam organisai 40
Keputusan Menhut No 523/Kpts-II/1997 mewajibkan perusahaan untuk menyusun rencana pembinaan terhadap masyarakat desa sekitar hutan (terdiri dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang dicantumkan dalam dokumen tersendiri. Namun ketentuan tersebut kemudian dirubah/diganti dengan P.11/Menhut-II/2004 dimana program pembinaan masyarakat desa sekitar hutan digabungkan dengan rencana kerja jangka panjang perusahaan yakni pengelolaan hutan secara lestari.
89
perusahaan. Departemen ini melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan masalah peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dimana sesuai ketentuan tentang pembinaan masyarakat desa sekitar hutan, perusahaan banyak terlibat dalam program-program kerjasama dengan masyarakat. Besarnya areal kerja perusahaan mengindikasikan banyak masyarakat yang terliabt dalam program pembinaan tersebut. Salah satu bentuk program pembinaan tersebut adalah upaya pemanfaatan lahan masyarakat yang tidak/kurang produktif untuk dapat dimanfaatkan guna penanaman tanaman hutan. Program pemanfaatan lahan masyarakat tersebut belakangan lebih dikenal dengan hutan rakyat. Dengan
semakin
meningkatnya
progam
pemanfaatan
lahan-lahan
masyarakat tersebut dan semakin kompleknya pengurusan administrasi dan operasionalnya di lapangan maka perusahaan membentuk departemen khusus yang menangani program kerjasama pemanfaatan lahan tersebut dan terpisah dengan Department of Community Development (DoCD) yang tetap menangani masalah pembinaan masyarakat desa hutan. Lebih jauh, dengan semakin meningkatnya volume kegiatan pembangunan membentuk departemen tersendiri yang mengurusi kegiatan.Belakangan bahkan dibentuk anak perusahaan yang menangani kerjasama pembangunan hutan rakyat dengan masyarakat dan pihakpihak lainnya41. 4.3.2 Strategi Perluasan Areal Efektif Tanaman Mengingat
pesatnya
perkembangan
pembangunan
hutan
rakyat
belakangan ini, menyadarkan perusahaan bahwa pembangunan hutan rakyat dapat menjadi strategi pembangunan hutan tanaman yang lebih efektif dan efisien karena perusahaan tidak perlu memohon penambalan areal konsesi kepada
41
Di PT. RAPP, terdapat Departemen khusus yang menangani kerjasama dengan masyarakat berupa pembangunan hutan rakyat yakni Departement of Foresty dimana sebelumnya masuk dalam Departemen Community Development, namun kemudian karena besarnya peningkatan kegiatan di Departemen tersebut serta pertimbangan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kerjasama dengan masyarakat manajemen PT. RAPP membentuk perusahaan tersendiri yakni PT. Nusa Prima Manunggal yang menandatangani dan melaksanakan kerjasama pembangunan hutan rakyat (Tabrani, 2009).
90
pemerintah serta pengawasan dan pengamanan blok tanaman yang diserahkan kepada masyarakat pemilik lahan42. Banyaknya pemilik lahan produktif di sekitar konsesi perusahaan dapat menjadi peluang bagi perusahaan untuk menambah luas hutan tanaman pada waktu-waktu yang akan dating. Kecenderungan ini telah terbukti dengan penambahan kapling ataupun lahan baru dari masyarakat pada kegiatan penanaman rotasi berikutnya43 dimana dalam pelaksanaannya perusahaan lebih bersifat akomodatif terhadap peningkatan animo masyarakat tersebut. Hal ini juga mengakibatkan perusahaan harus
menanggung biaya
pemantapan lahan
masyarakat tersebut. Bahkan Kirmadi (2009)44menyatakan bahwa hutan rakyat seharusnya dapat dilaksanakan tidak hanya pada lahan yang tidak produktif di ladang/kebun saja tetapi juga dapat dilaksanakan di pekarangan yang melibatkan lahan yang cukup luas. Berdsarkan data statistic lahan pemukiman di Kab. Kuantan Singingi mencapai 115.703 Ha.
4.4 Kerjasama Pembangunan Hutan Rakyat di Kecamatan Logas Tanah Darat. Kasus sengketa lahan yang banyak terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi memaksa kedua belah pihak yakni masyarakat sekitar hutan dan perusahaan untuk berunding. Perundingan biasanya dilaksanakan dengan dihadiri oleh Muspida setempat guna menduduknya status formal yang sesungguhnya atas status lahan yang disengketakan. Namun guna mengatasi ketegangan diantara kedua pihak biasanya berakhir dengan peningkatan bantuan kepada masyarakat oleh perusahaan dan ataupun dengan skema pola kerjasama pembangunan hutan rakyat. Tanggapan kedua pihak terhadap pola kerjasama pembangunan hutan rakyat ini ddianggap sebagai simbiosis mutualisme yang menguntungkan kedua 42
43 44
Pengawasan dan penanaman blok tanaman hutan rakyat diserahkan kepada masyarakat pemilik lahan dan pihak perusahaan membantu biaya operasional petugas yang ditunjuk oleh masyarakat. Di Desa Rambah pada rotasi I peserta hutan rakyat sebanyak 175 KK (tahun 2002) kemudian pada rotasi II penanaman HR pesertanya menjadi 302 KK. Kirmadi adalah petugas perusahaan yang mengawali negosiasi hingga pelaksanaan pembangunan hutan rakyat di Kab. Kuantan Singingi. Walaupun pada saat ini yang bersangkutan bertugas pada departemen yang lain dalam perusahaan tersebut.
91
belah pihak. Walaupun penyusunan formulasi kontrak kerjasama pada awalnya berlangsung alot karena kedua pihak harus mempertimbangkan banyak aspekaspek berpotensi merugikan mengingat kontrak ini akan berlansung relative lama dan dituntut untuk dapat memperkirakan situasi yang akan terjadi pada kurun waktu 7-8 tahun yang akan datang (prospektif)45. Kerjasama pembangunan hutan rakyat dilaksanakan antara kelompok masyarakat tani hutan rakyat dengan pihak perusahaan yang dituangkan dalam kontrak kerjasama. Kotrak kerjasama tersebut dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Hutan Rakyat. Pihak masyarakat diwakili oleh ketua kelompok sedangkan pihak perusahaan diwakili oleh petugas yang bertanggung jawab di bidang pembinaan masyarakat desa hutan atau bidang perencaan yang bertugas mencari alternative perluasan areal tanaman hutan tanaman. Kontrak ini berlaku untuk masa tertentu yang biasanya berlaku selama dua daur tanaman. Perbaikan dan perpanjangan kontrak kerjasama didalam atau setelah masa kontrak dilaksanakan berdasarkan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Dalam kontrak tersebut ditetapkan lama masa kontrak yang didasarkan pada umur ekonomi dan umur teknis jenis tanaman yang sesuai dengan persyaratan bahan baku bagi industry penerima hasil hutan46. Untuk itu maka jenis yang
dibudidayakan
seluruhnya
merupakan
jenis
yang
nantinya
akan
dimanfaatkan oleh pihak perusahaan. Jenis tersebut ditanam pada seluruh areal efektif lahan masyarakat tanpa menyisakan untuk jenis-jenis lain yang memungkinkan untuk diversifikasi hasil/ produk hutan rakyatnya47. Penetapan harga kayu per satuan (m3) hasil tebangan pada hutan rakyat ditetapkan di awal kontrak. Besaran nilai harga per satuan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara ketua kelompok tani hutan rakyat dengan pihak perusahaan. Dalam penetapan harga per satuan tersebut, masing-masing mempertimbangkan 45 46
47
Pada awal perundingan, pertemuan antara perusahaan dengan petani hutan rakyat berlangsung beberapa kali dan memakan waktu yang lama (3-4 bulan), Tabroni (2009); Jenis yang diusahakan adalah species Acacia sp dimana umur 7-8 tahun dianggap telah memenuhi syarat ekonomi dan teknis sebagai bahan baku industry pulp dan kertas. Namun belakangan muncul kebijakan bahwa pada umur 6 tahun secara teknis telah dapat dipanen walaupun sejalan dengan kebijakan ini ada desakan dari kelompok tani hutan rakyat untuk mengurangi daur sehingga dapa mengurangi lama masa kontrak kerjasama yang akan dibuat. Karena pertimbangan efektifitas lahan maka seluruh lahan masyarakat tersebut ditanami dan tidak ditanam jenis yang lain seperti : tanaman unggulan local, tanaman kehidupan, dll yang bermanfaat bagi masyarakat.
92
komponen-komponen pengeluaran pembangunan hutan rakyat dan peluang pendapatan apabila lahan tersebut dimanfaatkan untuk budidaya jenis tanaman yang lain. Dalam praktek, pihak perusahaan berusaha menekan harga jual kayu hasil hutan dengan alasan besarnya biaya pembuatan tanaman dan rendahnya harga kayu yang diterima di industry48. Sementara petani hutan rakyat mempertimbangkan peningkatan harga jual kayu berdasarkan lamanya kontrak kerjasama dan besarnya kehilangan kesempatan ekonomi yang diterimanya atas lahan mereka karena lahan tersebut tidak dapat diusahakan untuk komoditi yang lain49. Dalam pembangunan hutan rakyat tersebut, pihak perusahaan menanggung biaya-biaya pemantapan status lahan masyarakat50, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan sementara petani hutan rakyat dapat ambil bagian dalam kegiatan pembangunan hutan rakyat tersebut serta kegiatan pengamanan tanamannya dengan tingkat upah yang ditetapkan oleh pihak perusahaan51. Penetapan besaran pembayaran hasil hutan rakyat untuk petani ditetapkan oleh pihak perusahaan berdasarkan besar hasil hutan yang diterima oleh pihak perusahaan di lokasi industry52. Dengan kata lain petani hutan rakyat harus menanggung angka koreksi (pengurangan) hasil hutan akibat ekploitasi yang dilaksanakan oleh perusahaan53. Sementara administrasi dan pendataan kegiatan eksploitasi hutan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak perusahaan. Pelaporan hasil penerimaan hasil hutan di industry yang dilaksanakan oleh pihak perusahaan dilaporkan kepada ketua kelompok tani hutan rakyat untuk diteruskan kepada seluruh anggota. Setelah ketua kelompok tani mengetahui dan 48 49
50 51
52
53
Pihak perusahaan memperlakukan nilai hasil hutan kayu rakyat sama dengan hasil hutan dari perusahaan (hutan tanaman industry). Kelompok tani hutan rakyat berasumsi bahwa bila lahan tersebut bila ditanami kelapa sawit atau tanaman semusim seperti : padi, cabe, dllnya akan memperoleh hasil yang lebih besar (lebih besar dari Rp. 4,8 juta/ 5-6 tahun). Perusahaan mengkonfirmasikan kepada Kantor Pertanahan tentang status lahan masyarakat tersebut untuk selanjutnya mendapatkan pengesahan/ pengakuan tentang status lahannya.. Dalam pelaksanaannya, petani hutan tidak dapat terlibat dalam kegiatan (penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) karena tidak dapat memenuhi standar kerja dan standar upah yang ditetapkan oleh perusahaan. Di industry diterbitkan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dari hutan rakyat yang mencantumkan asal petak dan kubikasi kayu yang diterima, alat angkut dan nomor polisi alat angkut. Dalam prakteknya, kubikasi yang diterima di industry biasanya lebih kecil dari kubikasi standing stock berdasarkan survey. Hal ini menyebabkan pengurangan penerimaan petani hutan karena eksploitasi menyisakan kayu yang tertinggal di lapangan maupun pengurangan tonase di industry.
93
menyetujui hasil pelaporan tersebut, selanjutnya dijadwalkan rencana pembayaran kepada anggota pada lokasi yang disepakati dengan dihadiri oleh seluruh anggota kelompok tani hutan. Pada kesempatan tersebut juga dibicarakan tentang evaluasi pelaksanaan kegiatan dan kelanjutan kontrak kerjasama diantara kedua belah pihak54.
54
Dalam prakteknya, kesempatan tersebut dipergunakan untuk merenegosiasi perjanjian kerjasama yang akan dibuat seperti penetapan harga per satuan tidak didasarkan pada kubikasi yang dihasilkan tetapi berdasarkan luasan, perubahan masa daur dan lain-lain. Dalam perpanjangan kontrak biasanya ada peserta yang mengundurkan diri namun lebih banyak anggota baru yang ikut bergabung. Dalam perundingan ini ketua kelompok tani hutan berperan sebagai penengah antara perusahaan dengan anggota kelompok tani.