IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/ reduksi biaya transportasi. Peningkatan output akan mendorong peningkatan lapangan kerja, dan berdampak pada peningkatan pendapatan rumahtangga atau mengurangi tingkat kemiskinan. 4.1. Jenis dan Sumber Data Model IRSAMJASUM 2007 membutuhkan banyak data yang komprehensif dan luas, yang dapat diperoleh dari berbagai sumber. Data tersebut secara umum dapat diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS). Penyusunan model IRSAMJASUM 2007 menggunakan tabel Inter-regional Input-Output (IRIO) tahun 2007 yang diperoleh dari IRIO tahun 2005 yang terdiri dari 35 sektor. Selanjutnya, data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2007 dan Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR) tahun 2007 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) digunakan untuk menyusun neraca rumahtangga. Data lain yang diperlukan termasuk statistik industri 2007, Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2007, Survey upah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 33 propinsi menurut sektoral dan menurut pengeluaran tahun 2007 dan data lain yang relevan. Disagregasi pada setiap neraca yang berbeda membutuhkan tiga kumpulan data. Pertama adalah neraca aktivitas (sektor) dan komoditas yang diambil dari tabel Input-Output. Kedua disagregasi value added dari pendapatan tenaga kerja dan keuntungan perusahaan, yang diperoleh melalui survey tenaga kerja dan sensus sektoral.
112
Data SUSENAS dan SAKERNAS memiliki peran yang penting dalam membangun model SAM. Disagregasi dan distribusi pendapatan rumahtangga membutuhkan sumber data detail tentang pengeluaran menurut jenis komoditi dan pendapatan yang diperoleh dari SUSENAS tahun 2007. Data tenagakerja utamanya diperoleh dari SAKERNAS tahun 2007. Namun demikian, data tenagakerja dari SUSENAS, SKTIR, tabel Input-Output dan sumber data tenagakerja lain dibutuhkan untuk melengkapi data tenagakerja. Data transfer pemerintah ke rumahtangga diperoleh dari laporan keuangan pemerintah dan SKTIR. Transfer antar rumahtangga diperoleh dari data SKTIR tahun 2007. Transfer ke luar negeri menggunakan data neraca perdagangan luar negeri/ balance of payment. Pengeluaran konsumsi (akhir) rumahtangga digunakan untuk pembelian kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan (tidak termasuk pengeluaran untuk transfer). Sumber datanya diperoleh dari SUSENAS dan SKTIR. Pengeluaran konsumsi (akhir) pemerintah adalah pengeluaran barang dan jasa misalnya upah dan gaji, pembelian alat kantor dan lain lain. Sumber data diperoleh dari PDRB menurut pengeluaran (konsumsi pemerintah) dan neraca keuangan pemerintah pusat dan provinsi. Konsumsi sebagai input antara (selain input primer) diperoleh dari Survei Industri 2007, Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) tahun 2007, Laporan keuangan berbagai perusahaan tahun 2007 serta tabel IRIO tahun 2005. Pajak tidak langsung menggambarkan lalu lintas transfer dari perusahaan ke pemerintah, dan yang dikembalikan pemerintah kepada masyarakat (subsidi) diolah dari laporan keuangan pemerintah dan tabel Input-Output tahun 2005. Keuntungan (laba) yang tidak dibagikan adalah laba yang ditahan perusahaan sebagai bagian dari surplus usaha diperoleh dari tabel Input-Output tahun 2005.
113
Tabungan merupakan pendapatan yang tidak dikonsumsi masyarakat. Data tabungan diperoleh dari SUSENAS dan STKIR untuk tabungan rumahtangga dan neraca pemerintah untuk tabungan pemerintah. Rest of the world merupakan transaksi eksternal antara ekonomi domestik dan luar negeri yang menyebabkan adanya aliran moneter masuk atau keluar melalui ekspor dan impor. Sumber data dari tabel Input-Output tahun 2005, neraca arus dana tahun 2007, neraca pembayaran luar negeri (BoP) tahun 2007 dan data pendukung lain yang relevan. Perhitungan tenaga kerja diperoleh dari SAKERNAS. Pembiayaan jalan dapat dibagi berdasarkan statusnya yaitu jalan nasional yang dibiayai pemerintah pusat melalui dana APBN dan loan, jalan provinsi yang dibiayai pemerintah provinsi dan jalan kabupaten/ kota yang dibiayai pemerintah kabupaten/ kota. Namun jalan provinsi dan jalan kabupaten/ kota sering memperoleh biaya jalan dari pemerintah pusat baik melalui pinjaman luar negeri (loan) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Setiap segmen jalan pada tahun anggaran berjalan harus ditangani, baik melalui capacity expansion dengan pembangunan jalan baru atau pelebaran (road widening) yang bermaksud menambah kapasitas jalan, maupun preservasi melalui peningkatan jalan, rehabilitasi, pemeliharaan berkala bahkan pemeliharaan rutin. Jadi bukan hanya pembukaan jalan baru (capacity expansion) saja yang berkontribusi terhadap perekonomian, namun perbaikan jalan juga. Hal ini disebabkan adanya batas umur pelayanan jalan yang direpresentasikan dengan semakin menurunnya kualitas fisik jalan (deterioration). Bilamana jalan yang sudah ada tidak diperbaiki, maka biaya operasional kendaraan (BOK) meningkat dan selanjutnya biaya transportasi juga ikut naik yang berdampak pada biaya produksi dan akhirnya harga barang kepada rumahtangga jadi ikut naik.
114
Dalam penelitian ini, alokasi dana yang di investasikan untuk penanganan jalan dan jembatan, baik sebagai biaya fisik langsung untuk konstruksi seperti pada capasity expansion dan preservasi, maupun biaya non fisik seperti biaya perencanaan, supervisi, dukungan peralatan, programming, atau biaya lain yang terkait dengan penanganan jalan dan jembatan merupakan pengeluaran publik dipandang sebagai investasi yang menghasilkan revenue baik secara langsung melalui reduksi biaya operasional kendaraan dan nilai waktu tempuh maupun tidak langsung dengan penyediaan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan rumahtangga mempercepat pertumbuhan daerah dan lain-lain. Investasi infrastruktur jalan nasional pada masing-masing provinsi di Sumatera dan Jawa-Bali di kumpulkan sejak tahun 2007 sampai tahun 2010. Sumber data berasal dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementrian Pekerjaan Umum ataupun sumber data lain yang relevan. Nilai investasi infrastruktur jalan dan jembatan masing-masing provinsi selanjutnya dijumlahkan untuk Sumatera dan Jawa-Bali. Lalu dihitung kenaikan investasi tahun 2008, 2009 dan 2010 terhadap tahun dasar 2007. Pengeluaran dalam pembiayaan konstruksi jalan dan jembatan oleh pemerintah adalah sebagai investasi untuk barang modal sehingga shock investasi infrastruktur jalan dan jembatan dilakukan pada neraca kapital (eksogen) pada kolom pengeluaran pada kerangka IRSAMJASUM 2007. 4.2. Membangun Konstruksi Model IRSAMJASUM 2007 Konstruksi IRSAMJASUM 2007 dibangun melalui dua pentahapan kegiatan yang berurutan (sequence stages), tahap pertama adalah menentukan klasifikasi IRSAMJAMUM 2007 dan tahap selanjutnya membangun konstruksi model IRSAMJASUM 2007.
115
Klasifikasi IRSAMJASUM 2007 (tahap pertama) dilakukan dengan menyiapkan input data yang dibutuhkan untuk setiap blok neraca pada wilayah Jawa-Bali dan Sumatera. Neraca endogen terdiri dari blok faktor produksi, blok neraca institusi, dan blok sektor produksi. Blok faktor produksi terdiri dari 2 neraca yaitu 1 blok neraca tenagakerja (labor), dan 1 blok neraca bukan tenagakerja (modal/ kapital). Neraca institusi disusun menjadi 8 blok neraca yang terdiri dari 6 tipe rumahtangga yaitu rumahtangga buruh tani, rumahtangga pengusaha tani, rumahtangga pengusaha non-pertanian golongan rendah di desa, rumahtangga pengusaha non-pertanian golongan atas di desa, rumahtangga pengusaha non-pertanian golongan rendah di kota, dan rumahtangga pengusaha non-pertanian golongan atas di kota, lalu ditambah 1 blok neraca perusahaan/ swasta dan 1 blok neraca pemerintah. Blok neraca sektor produksi (lapangan usaha) terdiri dari 16 sektor yang diperoleh setelah melakukan agregasi beberapa sektor pada tabel IRIO tahun 2005 yang disesuaikan dengan kebutuhan. Mengingat konsentrasi penelitian adalah konstruksi jalan dan jembatan, maka sektor konstruksi di disagregasi menjadi 2 sektor yaitu sektor jalan dan jembatan serta sektor non-jalan dan jembatan. Konstruksi jalan dan jembatan dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai seluruh alokasi anggaran biaya yang terkait untuk penanganan jalan dan jembatan nasional di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali termasuk biaya pelaksanaan fisik serta biaya perencanaan dan pengawasan, yang dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun bantuan luar negeri (loan). Sektor konstruksi non jalan dan jembatan meliputi jalan dan jembatan nasional nasional diluar Sumatera dan Jawa-Bali, jalan provinsi dan kabupaten/ kota (non nasional), bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, prasarana pertanian,
116
pelabuhan, bangunan untuk instalasi listrik, gas dan air dan komunikasi, dan bangunan lainnya. Nilai konstruksi non jalan dan jembatan adalah selisih nilai konstruksi total dikurangi dengan nilai konstruksi jalan dan jembatan. Sektor industri tidak di agregasi karena menjadi salah satu fokus analisis dalam penelitian ini. Sektor produksi dapat dibagi 4 kelompok besar yaitu: 1.
Sektor pertanian meliputi sub-sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya, sub-sektor peternakan dan perikanan, sub-sektor kehutanan dan perburuan.
2.
Sektor pertambangan dan penggalian lainnya.
3.
Sektor industri pengolahan meliputi sub-sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sub-sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit, subsektor industri kayu dan barang-barang dari kayu, sub-sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, dan subsektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat, semen.
4.
Sektor jasa meliputi sub-sektor listrik, gas, dan air bersih, sub-sektor konstruksi jalan dan jembatan, sub-sektor konstruksi non jalan dan jembatan, sub-sektor perdagangan, restoran dan hotel, sub-sektor transportasi darat, udara, air dan komunikasi, sub-sektor bank dan asuransi, sub-sektor jasa pemerintah dan jasa lainnya. Berdasarkan uraian diatas, blok neraca endogen IRSAMJASUM 2007 yang
akan dibangun terdiri dari 26 blok neraca yang berasal dari 2 neraca faktor produksi, 8 neraca institusi dan 16 neraca sektor produksi. Neraca eksogen terdiri atas 6 blok yaitu pajak tak langsung, subsidi, pemerintah (pusat), neraca kapital, the rest of Indonesia (ROI) dan rest of the world (ROW). Rest of Indonesia (ROI) mewakili daerah lain Indonesia diluar (tidak termasuk) Jawa-Bali dan Sumatera, sedangkan Rest of the world (ROW) mewakili luar negeri (luar Indonesia).
117
Berdasarkan neraca endogen dan eksogen yang sudah ditentukan, jumlah klasifikasi IRSAMJASUM 2007 untuk Jawa-Bali dan Sumatera adalah 58 blok, berasal dari (26 x 2) + 6. Ini berarti model IRSAMJASUM 2007 berupa matrik ukuran 58 x 58 yang disusun dengan klasifikasi seperti lampiran 6. Tahap kedua membangun konstruksi model IRSAMJASUM 2007 dengan dua langkah (step). Step pertama adalah melakukan up-dating dari IRIO Indonesia tahun 2005 menjadi IRIOJASUM tahun 2007 setelah diubah sebelumnya menjadi IRIOJASUM tahun 2005. Lampiran 7 menunjukkan IRIO Indonesia tahun 2005 sebagai benchmark terdiri dari 35 sektor (produksi) dan 5 region yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur. Tabel IRIO Jawa-Bali dan Sumatera tahun 2005 (IRIOJASUM 2005) dibentuk dengan agregasi sektor produksi menjadi 15 sektor dan penggabungan region menjadi 3 wilayah yaitu Sumatera, Jawa-Bali dan the rest of Indonesia (ROI). Selanjutnya berdasarkan IRIOJASUM tahun 2005 disusun IRIO JASUM tahun 2007. Penyusunan IRIO JASUM 2007 dilakukan dengan beberapa tahapan: 1.
Indikator-indikator makroekonomi tahun 2007 digunakan sebagai data dasar untuk melakukan proses up-dating pada IRIOJASUM 2007. Data dasar tersebut antara lain PDRB menurut provinsi, sisi sektoral maupun sisi penggunaan. Berdasarkan PDRB sisi penggunaan, diperoleh data alokasi konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah, investasi serta ekspor impor yang diperoleh secara agregat menurut wilayah Jawa-Bali, Sumatera dan ROI tahun 2007. Berdasarkan PDRB sisi sektoral, dapat diperoleh data alokasi nilai tambah berbagai sektor di Jawa-Bali, Sumatera dan ROI tahun 2007.
2.
Disagregasi terhadap sektor/ komoditi dilakukan berdasarkan klasifikasi IRIO JASUM 2007 dengan menggunakan berbagai data sekunder antara lain:
118
a.
Disagragasi permintaan akhir konsumsi rumahtangga menggunakan data SUSENAS 2007.
b.
Disagregasi konsumsi pemerintah dengan menggunakan data laporan keuangan pemerintah pusat dan propinsi.
c.
Disagragasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB), ekspor dan impor menggunakan struktur IRIOJASUM tahun 2005.
d.
Total biaya input antara masing-masing sektor dan total alokasi biaya antara masing-masing komoditi menggunakan IRIOJASUM tahun 2005.
e.
Disagregasi biaya antara, input primer serta output konstruksi dilakukan dengan memecah output dan input antara menjadi sektor konstruksi jalan dan jembatan, konstruksi non jalan dan jembatan disesuaikan dengan klasifikasi IRIOJASUM 2007 dengan menggunakan alokasi data yang dikumpulkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum, dan hasil survei statistik konstruksi yang dilakukan oleh BPS.
3.
Lakukan proses RAS pada struktur biaya antara hasil perhitungan (1) dan (2).
4.
Rekonsiliasi selanjutnya dilakukan untuk mengkontrol hasil RAS dengan berbagai data tahun 2007 yang diperoleh dan dilakukan penyesuaian (adjustment) terhadap berbagai isian (sel) hasil up-dating IRIOJASUM 2007 dengan menggunakan berbagai sumber data, sehingga menghasilkan IRIOJASUM 2007 yang seimbang (total input = total output). Step kedua adalah menyusun IRSAMJASUM 2007 yaitu dengan melakukan
pengisian sel-sel transaksi dan perhitungan pada kerangka tabel IRSAMJASUM 2007 dengan kerangka data tabel IRIOJASUM 2007 yang sudah seimbang dengan mengacu pada struktur SAM Inter-regional dan Klasifikasi IRSAMJASUM 2007 (tabel 8). Penghitungan IRSAMJASUM tahun 2007 adalah sebagai berikut:
119
1.
Hasil penghitungan IRIOJASUM 2007 digunakan sebagai dasar untuk penghitungan IRSAMJASUM 2007.
2.
Isi sel-sel IRSAMJASUM 2007 yang terkait faktor produksi (upah gaji tenaga kerja), sektor produksi (konsumsi antara, konsumsi akhir rumah tangga dan pemerintah daerah), pajak tidak langsung, subsidi dan neraca kapital.
3.
Sesuai golongan rumahtangga menurut klasifikasi IRSAMJASUM 2007, dilakukan disagregasi institusi rumahtangga dengan menggunakan data SUSENAS 2007 menurut langkah-langkah berikut: a. Konsumsi rumahtangga menurut wilayah dan golongan rumahtangga dihitung menggunakan data konsumsi perkapita menurut provinsi dan pengeluaran serta jumlah penduduk. Sumber data dari SUSENAS. b. Konsumsi rumahtangga menurut jenis barang dan golongan rumahtangga dicari dengan menggunakan data konsumsi perkapita menurut jenis barang dan golongan rumahtangga per provinsi yang selanjutnya dikelompokkan menurut wilayah. Sumber data diperoleh dari SUSENAS. c. Penyesuaian konsumsi rumahtangga dilakukan menurut jenis barang dan golongan rumahtangga dengan total konsumsi rumahtangga di PDRB menurut pengeluaran yang telah ditentukan. d. Estimasi pendapatan rumahtangga (upah dan gaji, pendapatan dari modal dan transfer) menurut golongan rumahtangga dengan sumber data SKTIR.
4.
Total transfer dari pemerintah dihitung menggunakan laporan keuangan APBN/ APBD tahun 2007, dan struktur menggunakan struktur SNSE 2005.
5.
Transfer dari dan ke luar negeri menggunakan data yang bersumber dari neraca perdagangan luar negeri/ balance of payment (BoP) tahun 2007. Disagregasi transfer ke dan dari luar negeri menurut pulau tahun 2007.
120
6.
Rekonsiliasi dilakukan terhadap total baris dan kolom, dan penyesuaian (adjustment) dilakukan terhadap berbagai isian sel berdasarkan berbagai sumber data yang ada sehingga menghasilkan IRSAMJASUM 2007 yang seimbang (balance) antara total baris dan total kolom.
4.3. Metode Analisis Pada penelitian ini, terdapat empat pendekatan dalam melakukan analisis. Pendekatan pertama adalah dengan nilai riil (nominal) yang diekstraksi dari tabel IRSAMJASUM 2007, digunakan untuk menganalisis struktur ekonomi intra dan inter-regional, struktur pengeluaran rumahtangga dan sumber pendapatan rumahtangga dari berbagai golongan, intra-regional maupun inter-regional. Pendekatan kedua adalah melakukan analisis keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi intra dan inter-regional. Pendekatan ketiga dengan analisis effect multiplier output bruto, dicari nilai tambah dan distribusi pendapatan institusi baik intra maupun inter-regional. Pendekatan keempat dengan menganalisis dampak perubahan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain (spill-over effect) dan terhadap wilayahnya sendiri (self-generated effect) sehingga diperoleh pola ketergantungan ekonomi antara Jawa-Bali dan Sumatera, dan sumber kesenjangan ekonomi kedua region. 4.3.1. Struktur Ekonomi dan Pengeluaran Rumahtangga Berdasarkan data PDRB sektoral, struktur ekonomi intra dan inter-regional Jawa-Bali dan Sumatera di analisis melalui ekstraksi nilai riil pada sisi kolom (pengeluaran) model IRSAMJASUM tahun 2007 menurut sektor dan region. Kemudian dihitung kontribusi setiap sektor terhadap PDRB untuk intra dan interregional yang dikelompokkan dalam bentuk tabel PDRB intra dan inter-regional.
121
Metode yang sama juga digunakan untuk mendapatkan struktur pengeluaran rumahtangga dan sumber pendapatan. Struktur pengeluaran rumahtangga diambil dari sisi kolom, namun sumber pendapatan rumahtangga diambil dari sisi baris (penerimaan). Disebabkan PDRB diambil dari sisi kolom, maka dapat diartikan struktur PDRB yang akan di analisis adalah PDRB dari sisi pengeluaran untuk kedua kondisi intra dan inter-regional. Struktur pengeluaran rumahtangga dipisah dua bagian yaitu pengeluaran rumahtangga intra-regional dan pengeluaran rumahtangga intra-regional. Pengeluaran intra-regional merupakan pengeluaran rumahtangga didalam wilayahnya sendiri, sementara pengeluaran intra-regional adalah pengeluaran rumahtangga di suatu wilayah ke wilayah lainnya. Sumber pendapatan rumahtangga juga dibagi dua, sama seperti struktur pengeluaran rumahtangga yaitu sumber pendapatan intra-regional yang berasal dari berbagai sumber di wilayahnya sendiri, dan sumber pendapatan inter-regional yang bersumber dari wilayah lain. 4.3.2. Analisis Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan terhadap 6 kelompok rumahtangga di analisis dengan membandingkan multiplier pendapatan melalui cara pengamatan distribusi pendapatan suatu region pada waktu tertentu bila angka multiplier sama-sama satuan atau sama-sama puluhan. Bila besaran multiplier pendapatan berbagai golongan rumahtangga suatu region merupakan angka satuan sementara wilayah lain angka puluhan, maka cara diatas tidak dapat digunakan. Guna mengatasi kekurangan metode tersebut, dilakukan cara membandingkan rasio atau indeks multiplier pendapatan (income multiplier index) dengan beberapa pentahapan. Tahap pertama menentukan koefisien multiplier pendapatan terbesar atau terkecil yang dijadikan angka penyebut (pembagi). Apabila koefisien multiplier
122
terbesar dipilih, maka rasio acuan (sama dengan satu) menjadi angka tertinggi dan selanjutnya disebut dengan indeks basis tertinggi. Sebaliknya bila koefisien multiplier terkecil yang dipilih, maka rasio acuan (sama dengan satu) menjadi angka terendah dan disebut dengan indeks basis terendah. Tahap kedua adalah menghitung rasio multiplier pendapatan semua kelompok rumahtangga. Tahap ketiga adalah melakukan grouping terhadap golongan rumahtangga dengan mengacu pada distribusi kenaikan pendapatan yang merata, konvergen dan divergen. Ketentuan untuk indeks basis terkecil adalah antara 1 sampai dengan 1.01 berarti distribusi pendapatan merata, antara 1.02 sampai 1.39 berarti distribusi pendapatan konvergen, dan bila lebih besar dari 1.39 berarti distribusi pendapatan divergen. 4.3.3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi (produksi) dapat dilihat dari dua sisi yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang menunjukkan daya penyebaran, yaitu bila permintaan akhir meningkat terhadap sektor tertentu, maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar nilai multipliernya. Keterkaitan ke belakang juga menggambarkan keterkaitan antar sektor (aktivitas) produksi di hilir (downstream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hulu (upstream sectors). Keterkaitan ke depan memperlihatkan tingkat kepekaan sektor terhadap permintaan akhir semua sektor lain. Bila permintaan akhir naik pada semua sektor, maka sektor tertentu akan merespon dengan meningkatkan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar koefisien multipliernya. Keterkaitan ke depan menunjukkan keterkaitan antara sektor produksi hulu dengan sektor produksi hilir.
123
Berdasarkan perbandingan koefisien keterkaitan berbagai sektor produksi, analisis keterkaitan ke depan dan ke belakang intra-regional dilakukan dengan menentukan sektor yang memiliki eksternalitas positif terbesar. Bila dibandingkan koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang suatu sektor tertentu, maka diketahui posisi sektor tersebut, cenderung ke posisi hulu atau keposisi hilir. Analisis keterkaitan inter-regional dilakukan dengan membandingkan koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan antar wilayah, untuk menentukan wilayah dengan tingkat ketergantungan yang tinggi atas input yang bersumber dari wilayah lain, serta untuk mengetahui tingkat ketergantungan input sektoral yang terbesar. 4.3.4. Analisis Multiplier Output dan Nilai Tambah Multiplier output dan multiplier nilai tambah menurut sektor digunakan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi regional. Perlu dibedakan antara multiplier output intra dan inter-regional. Multiplier output intra-regional menunjukkan peningkatan pendapatan pada wilayah secara sektoral maupun agregat, sedangkan multiplier output inter-regional merupakan spill-over effect yang diterima suatu region karena adanya injeksi pada region lain. Spill-over effect merupakan kompensasi atas ekspor suatu region ke region lain, dan juga menggambarkan aktivitas ekspor dan impor diantara kedua region. 4.3.5. Analisis Efek Total Analisis total effect (spill-over effect) digunakan untuk mengetahui interaksi ekonomi antara Jawa-Bali dan Sumatera, saling menguntungkan keduanya secara berimbang atau tidak seimbang, dan juga untuk melihat dampak ekternalitas terhadap pendapatan, baik pendapatan faktorial maupun institusional.
124
Berdasarkan proses dekomposisi IRSAMJASUM tahun 2007 akan diperoleh efek total dan efek spill-over masing-masing sektor pada wilayah Jawa-Bali dan Sumatera, dan kemudian membandingkannya. Dengan analisis ini akan diketahui sektor mana yang memberi total efek terbesar, dan perbedaan spill-over effect akan menunjukkan kecenderungan ketergantungan ekonomi antarwilayah. 4.3.6. Analisis Jalur Struktural Metode analisis jalur struktural atau Structural Path Analysis (SPA) dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi
jalur yang
menghubungkan “pengaruh” suatu sektor (sebagai titik awal) terhadap sektor lain (titik tujuan) dalam suatu perekonomian. Pengaruh (influence) dalam analisis jalur struktural merupakan suatu ukuran yang mencerminkan besarnya pengaruh pengeluaran (expenditure) dari suatu sektor ke sektor lain, sehingga dapat menggambarkan keeratan hubungan keduanya, dengan menggunakan konsep average expenditure propensity (a ij ). Pengaruh tersebut dapat melalui suatu jalur dasar (elementary path) atau jalur sirkuit (circuit path). Metode analisis jalur struktural mampu melacak interaksi dan transmisi suatu sektor kepada sektor lain, serta efek kontraksi atau ekspansi suatu variabel terhadap variabel lain dalam perekonomian. Dalam penelitian ini, digunakan software MATS (Matrix Accounts Transformation System) version 1.0.5. 4.3.7. Analisis Simulasi Kebijakan Analisis dampak kebijakan terhadap infrastruktur jalan, dilakukan dengan berbagai skenario kebijakan pemerintah pusat/ Kementerian Pekerjaan Umum melalui pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/ investasi riil di bidang infrastruktur jalan nasional berbentuk simulasi. Skenario kebijakan ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak masing-masing skenario terhadap
125
struktur perekonomian dan perubahannya pada pulau Sumatera dan Jawa-Bali (intra dan inter-regional), dan melihat dampaknya terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan rumahtangga/ institusi. Selanjutnya skenario yang akan di jalankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Skenario 1 Nilai investasi aktual infrastruktur jalan nasional peruntukan Sumatera diberikan sebagai shock (guncangan) pada neraca kapital kolom pengeluaran di pulau Sumatera pada tahun 2008, tahun 2009, dan tahun 2010. Skenario ini mengasumsikan tidak ada investasi sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali. Skenario 2 Nilai investasi aktual infrastruktur jalan nasional peruntukan Jawa-Bali diberikan sebagai shock (guncangan) pada neraca kapital kolom pengeluaran di pulau Jawa-Bali pada tahun 2008, tahun 2009, dan tahun 2010. Skenario ini mengasumsikan tidak ada investasi sektor jalan dan jembatan di Sumatera. Skenario 3 Nilai investasi aktual infrastruktur jalan nasional masing-masing peruntukan Sumatera dan Jawa-Bali diberikan secara bersamaan (simultan) sebagai guncangan pada neraca kapital kolom pengeluaran di pulau Sumatera dan Jawa-Bali tahun 2008, tahun 2009, dan pada tahun 2010. Skenario ini merupakan kondisi sebenarnya yang terjadi di lapangan. Skenario 4 Nilai investasi aktual infrastruktur jalan nasional masing-masing peruntukan Sumatera dan Jawa-Bali dijumlahkan, lalu diberikan sebagai guncangan pada neraca kapital kolom pengeluaran hanya di pulau Sumatera pada tahun 2008, tahun 2009, dan pada tahun 2010. Skenario ini merupakan simulasi
126
“keberpihakan” ekstrim dimana investasi jalan dan jembatan dilakukan hanya di pulau Sumatera dengan nilai investasi merupakan penjumlahan sebenarnya untuk Sumatera dan Jawa-Bali. Skenario 5 Nilai investasi aktual infrastruktur jalan nasional masing-masing peruntukan Sumatera dan Jawa-Bali dijumlahkan, lalu diberikan sebagai guncangan pada neraca kapital kolom pengeluaran hanya di pulau Jawa-Bali pada tahun 2008, tahun 2009, dan pada tahun 2010. Sama seperti skenario 4, skenario ini merupakan simulasi “keberpihakan“ ekstrim dimana investasi jalan dan jembatan dilakukan hanya di pulau Jawa-Bali dengan nilai investasi merupakan penjumlahan sebenarnya untuk Sumatera dan Jawa-Bali.