43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi umum wilayah pesisir Indramayu Kabupaten Indramayu yang terletak di pantai utara pulau Jawa, pada pada posisi geografis 107°55’00” – 108°7’30” BT dan 6°15’00” - 6°22’30” LS dengan garis pantai sepanjang 114,1 km. Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah 204.011 ha, terbagi kedalam 31 kecamatan, 310 desa dan 8 kelurahan. Kabupaten Indramayu berbatasan dengan Laut Jawa, kabupaten Majalengka, Sumedang, Cirebon, dan Subang. Pesisir utara Pulau Jawa khususnya kabupaten Indramayu sangat rentan dengan permasalahan abrasi yang mengancam keberlangsungan tambak di pesisir. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007) dari 25,8 km panjang pantai dipesisir kecamatan Sukra hingga Kandanghaur, sekitar 5,114 km diantaranya telah terkena abrasi yang cukup signifikan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hadikusumah (2009) di Eretan, Indramayu mengenai karakteristik gelombang yang menjadi pemicu mundurnya garis pantai 1,5 m/tahun. 4.2 Tambak udang PT. Indonusa Yudha Perwita Usaha budidaya tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berlokasi di Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol, Kabupaten DATI II Indramayu, Jawa Barat. Lokasi lahan tambak termasuk di wilayah pesisir Pantura. Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita sebelumnya memiliki luasan lebih dari 25 ha, namun saat ini luas lahan berkurang menjadi 22 ha, akibat terkikis abrasi. Lokasi kegiatan budidaya berada di pantai yang langsung berbatasan dengan laut tanpa adanya jalur sempadan pantai, kelerengan lahan relatif datar dengan kemiringan 0-3%, dan memanfaatkan hak guna usaha atas
lahan yang diperuntukkan sebagai
kawasan budidaya atau pertanian lahan kering. Tambak PT. IYP tergolong
44
sebagai tambak yang masih produktif, sejak saat didirikan pada tahun 1985 oleh pemilik pertama hingga saat ini. Kondisi yang berbeda jika dibandingkan dengan usaha sejenis di daerah yang sama yang mengalami kegagalan usaha.
4.2.1 Sejarah singkat tambak PT. Indonusa Yudha Perwita PT. Indonusa Yudha Perwita (PT. IYP) dibeli oleh Sri Prakash dengan kondisi tambak hanya memiliki kolam blok A,B,C pada tahun 1990 (Lampiran 4), kemudian berkembang dengan pembuatan kolam blok D, E, dan F (Gambar 10). Pada awalnya komoditi yang dibudidayakan adalah udang windu, kemudian di tahun 2002 terjadi penggantian komoditi menjadi udang vannamei.
Usaha
tambak di Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol telah berdiri dan beroperasi sejak tahun 1985, namun pengelolaan bukan dilakukan oleh PT. IYP. Terdapat 36 kolam tambak yang masih digunakan sebagai media pembesaran dalam PT. IYP hingga tahun 2010, awalnya terdapat 49 tambak, akan tetapi karena adanya pengaruh abrasi, maka kolam pada blok A (A1-A7) dan blok B (B1-B5) terkikis dan tidak dapat digunakan. Blok B mengalami pengurangan luas karena abrasi, sehingga berubah fungsi menjadi kolam penampungan air laut. Kolam C1 pun tidak digunakan sejak tahun 2008 karena dalam riwayat penggunaannya selalu menghasilkan produksi yang rendah, hal ini diduga karena kolam tersebut terkena rembesan buangan limbah domestik dari mess karyawan dan perusahaan, mengingat letak kolam sangat berdekatan dengan saluran pembuangan dari mess.
4.2.2 Kegiatan budidaya udang Vannamei di PT. Indonusa Yudha Perwita Budidaya udang vannamei marak dilakukan sejak pemerintah memberikan izin resmi masuknya spesies ini ke Indonesia pada tahun 2002. Keunggulannya dalam waktu budidaya yang lebih singkat dan pengelompokan udang vannamei
45
sebagai jenis SPF membuat PT. Indonusa Yudha Perwita beralih dan mengganti komoditi budidaya dari udang windu menjadi udang vannamei. Dalam proses budidaya udang vannamei dibutuhkan media pembesaran yakni air dengan kadar salinitas tertentu yang optimal untuk pertumbuhan udang vannamei. Kemudahan akses sumber air sangat penting, dan hal ini dipengaruhi oleh posisi tambak. a. Sumber air tawar Sumber air tawar yang digunakan PT Indonusa Yudha Perwita adalah air tanah. Pemakaian dua sumur bor dilakukan sejak tahun 1992. Sumur bor pertama digunakan untuk kebutuhan domestik perusahaan, dan yang kedua untuk pengisian kolam budidaya. Sumur bor untuk kebutuhan domestik memiliki salinitas 0-1‰, sedangkan untuk kebutuhan kolam tambak memiliki salinitas >3‰.
Air
pompa
yang
digunakan
untuk
tambak
tidak
dikhawatirkan
menyebabkan intrusi yang parah atau penurunan muka tanah karena menurut pemilik tambak, air tawar digunakan hanya saat musim kemarau untuk menjaga kadar salinitas air tambak (menghindari peningkatan salinitas drastis akibat presipitasi yang tinggi). b. Sumber air laut Air laut diambil dengan pompa yang disambungkan dengan pipa sepanjang 150 meter ke arah kolam penampungan pertama. Pemeliharaan terhadap air laut yang baru dipompakan kedalam kolam penampungan dilakukan pada kolam B1 – B5 dilakukan dengan penyaringan bertahap dan penyebaran ikan bandeng sebagai biofilter. Kualitas air tawar dan air laut yang digunakan dalam proses budidaya ditampilkan dalam Lampiran 5.
46
4.2.3 Tahapan kegiatan budidaya udang vannamei Kegiatan budidaya udang vannamei dalam tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dilakukan dalam beberapa tahapan yang dimulai dari persiapan, proses pembesaran hingga panen. Penjelasan tahap demi tahap yang dilakukan dalam kegiatan budidaya antara lain: 1. Persiapan Lahan Lama waktu yang dibutuhkan setelah masa panen menuju persiapan kolam sebelum proses tebar benih adalah 3 bulan, dengan 1,5 bulan pertama digunakan untuk pengeringan kolam. Persiapan lahan adalah waktu yang dibutuhkan dalam tahapan ini yaitu 1 sampai dengan 2 bulan dengan rincian sebagai berikut : a. Pengangkatan lumpur dasar dan pengeringan dasar tambak Setelah
melewati
masa
pembudidayaan,
kondisi
tambak
mengalami
perubahan yaitu dengan adanya lumpur yang mengendap di dasar kolam. Endapan lumpur tersebut berasal dari lumpur yang terbawa air masuk dan yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh udang. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan pembuangan air, pengeringan, dan pengerukan lumpur untuk mempertahankan kedalaman air selama masa pemeliharaan berikutnya sesuai dengan yang disyaratkan (Gambar 16). Selanjutnya dilakukan perataan pada pelataran tengah kolam agar permukaannya melandai ke arah pintu air. Pengerukan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar kemampuan tanah untuk menghasilkan ganggang biru yang membentuk klekap dapat senantiasa dipertahankan. Kondisi tanah yang aerob sangat membantu dalam proses mineralisasi yang dibutuhkan oleh klekap. Selain itu, proses pengeringan dan pengangkatan lumpur berfungsi untuk menghalau gas beracun seperti metana, amonia, dan H2S dari tanah, sekaligus memberantas benih- benih ikan liar dan hama lainnya.
47
b. Pemberian kapur I Setelah melewati masa pengeringan, tahap selanjutnya yaitu proses pemberian kapur yang berfungsi antara lain sebagai penyedia kapur dalam proses pergantian kulit, pemberantasan hama dan penyakit, mempercepat proses penguraian bahan organik serta untuk mempertahankan kondisi pH tanah tambak. Dosis pemberian kapur adalah 500 kg/ha. Teknik pengapuran dilakukan dengan penyebaran kapur secara merata menggunakan alat sehingga kapur dan tanah dasar dapat teraduk dan kapur dapat masuk sedalam 10 cm. Setelah pemberian kapur, lahan dibiarkan selama 1 minggu. c. Cangkul balik tanah dan Pengapuran II Setelah diberi kapur dan dibiarkan selama seminggu, tahap selanjutnya adalah mencangkul balik tanah yaitu proses pembalikan tanah dasar untuk memperoleh unsur hara baru yang berasal dari lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga
diperoleh
pembudidayaan.
kualitas
tanah
dasar
tambak
yang
baik
untuk
Setelah proses cangkul balik tanah, kemudian dilakukan
pengapuran kembali sebanyak 200kg/ ha. d. Perataan Tanah Tahap akhir dalam persiapan lahan adalah proses perataan tanah yaitu proses perataan permukaan pelataran tambak khususnya pada bagian tengah, untuk memudahkan lumpur terkumpul ditengah kolam yang terhubung dengan saluran pembuangan kolam.
48
. (a) (b) Gambar 16. Kolam dalam masa pembuangan air dan pengeringan (a), Saluran pembuangan di tengah kolam (b)
2. Pengisian Kolam Kegiatan pengisian air kolam meliputi kegiatan pengambilan air yang berasal dari laut dengan menggunakan pompa submersible masuk kedalam kolam penampungan/
resevoir,
yang
terdiri
dari
dua
kolam.
Setelah
kolam
penampungan/ reservoir terisi, kemudian air laut tersebut sebagian ada yang dipompakan ke dalam saluran primer, tetapi ada juga yang langsung dipompakan kedalam kolam yang telah siap. Kolam diisi oleh air laut setinggi 50 cm, diukur pH dan nilai salinitasnya. Nilai salinitas dan pH disesuaikan dengan standar air dari pembenihan (hatchery). Selanjutnya, dipasang kincir sebanyak 4 buah per kolam, dan selanjutnya kincir tersebut di uji coba (Gambar 17). Keseluruhan kegiatan tersebut memakan waktu 25 hari.
49
(a)
(b)
(c) Gambar 17. Proses pemasangan kincir (a,b,c)
3. Desinfektan Kegiatan desinfektan adalah kegiatan untuk mencegah timbulnya penyakit setelah pengisian air kolam. Sebelum dilakukan pemberian kaporit, terlebih dahulu dilakukan pengaktifan kincir air, untuk memudahkan pencampuran kaporit didalam air kolam dan lebih merata. Pemberian kaporit dengan dosis 35 ppm/ha dilakukan dalam kurun waktu 10 hari. Penggunaan desinfektan lainnya ditambahkan sesuai kebutuhan untuk mengendalikan hama udang yaitu sejenis Saponin. Saponin yang digunakan adalah saponin yang telah direndam dan dibiarkan selama 1 hari. Selanjutnya dilakukan pemupukan, air kolam diberi TSP. TSP diberikan sehari setelah masa pemberian kaporit dan saponin selama 10 hari. Dosis TSP yang diberikan adalah 3 – 5 kg per kolam, disesuaikan dengan ukuran kolam.
50
4. Fermentasi dan kontrol kualitas air kolam Proses yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan plankton dengan bantuan fermentasi bahan- bahan seperti bekatul, tepung ikan dan tepung kedelai yang telah direndam selama tiga hari dalam wadah drum berisi air. Campuran bahan- bahan tersebut kemudian ditaburkan kedalam kolam dengan ditambahkan bakteri pengurai jenis fermentasi.
lactobacillus sp. untuk mendukung
Setelah kegiatan tersebut kemudian dilakukan kontrol beberapa
parameter penting yang diperlukan dalam budidaya udang yaitu pH air, salinitas air, transparansi dan plankton. Setelah seluruh kondisi tersebut sesuai kemudian tahap selanjutnya yaitu siap masuk benur (tebar). 5. Penebaran benur Proses penebaran dilakukan dengan menggunakan benih udang (benur larva) PL 10 dengan padat penebaran rata- rata per kolam >70 ekor/ meter. Sebelum dilakukan penebaran, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi temperatur dan salinitas. Pada proses penebaran awal digunakan salinitas 25 - 30‰, hal ini dilakukan agar proses aklimatisasi (adaptasi terhadap suhu dan salinitas) dengan kondisi benur dari hatchery tidak susah. Hal ini bertujuan untuk menekan tingkat mortalitas benur. 6. Pembesaran Periode pembesaran diawali saat benur masuk ke dalam kolam tambak, pemberian pakan merupakan hal yang utama selama periode pembesaran, selain itu pemberian vitamin pun penting dilakukan. Pada saat benur berumur 7 hari – 3 bulan, diberikan vitamin tambahan yakni Wheat Gluten, vitamin C, vitamin TOP S, Pro2, dan Biovit (Gambar 18). Penggunaan probiotik sangat membantu merubah bahan organik dan amonia yang ada dalam air tambak. Probiotik lebih lanjut berguna dalam manajemen plankton yang ada. Probiotik yang digunakan adalah Super PS. Pemberian
51
Super PS dilakukan pada awal budidaya sampai umur 2 bulan. Aplikasi pemberian probiotik dilakukan sesuai kebutuhan tambak.
Waktu yang
dibutuhkan dalam pembesaran udang adalah 3.5 sampai 4 bulan.
Jadwal
kegiatan dalam masa pembesaran tertuang dalam Tabel 7.
(a) (b) Gambar 18. Vitamin udang dalam masa pembesaran di tambak PT. IYP (a) Wheat Gluten, TOP S, Pro 2; (b) BioVit Aquatic
Tabel 7. Jadwal kegiatan harian dalam kegiatan budidaya No 1
Waktu 7:30
Kegiatan Pemberian Pakan I
Keterangan
Sampel air kolam diletakkan dalam botol gelap;proses analisis dilakukan di laboratorium (pH, salinitas, Pengambilan sampel air kolam nitrit, nitrat, amoniak, kandungan bakteri); pengukuran DO dilakukan dengan DO meter langsung dikolam)
2
8:00
3 4 5 6 7 8 9
9:30 11:30 13:30 15:30 17:30 19:30 21:30
Kontrol anco Pemberian Pakan II Kontrol anco Pemberian Pakan III Kontrol anco Pemberian pakan IV Kontrol anco
10
1:00
Pemberian pakan V
Dilakukan dini hari untuk tindakan pengamanan kolam di malam hari
52
Kontrol anco adalah proses pemeriksaan pakan yang diletakkan pada anco, hal ini bertujuan untuk mengkontrol nafsu makan udang. Banyaknya pakan yang diberikan dalam anco adalah 3% dari jumlah total pakan yang diberikan pada satu kolam. Proses kontrol anco dilakukan dengan cara diangkat setelah satu atau dua jam pemberian pakan. Dalam prakteknya, apabila pada waktu control anco ditemukan bahwa pakan di seluruh anco dalam satu kolam habis, maka untuk jadwal pakan berikutnya pakan ditambahkan 1 kg. Sebaliknya, jika ada yang tersisa dalam salah satu atau kedua buah anco, maka dilakukan pengurangan jumlah pakan pada jadwal pemberian pakan berikutnya. Jumlah pakan yang diberikan bergantung pada umur dan kondisi udang. Jumlah pakan untuk malam hari lebih rendah, hal ini disesuaikan dengan sifat udang vannamei yang aktif makan di siang hari, sehingga pemberian pakan dimalam hari lebih dititikberatkan pada faktor keamanan. Pada usaha budidaya tambak PT. Indonusa Yudha Perwita, terdapat tiga jenis pakan yang diperoleh dari PT Gold Coin Indonesia: a) Supreme 960 untuk benur umur 0 – 12 hari b) Supreme 960+ Supreme 961 untuk umur > 12 hari c) Supreme 961+ Supreme 962 untuk > dua minggu d) Setelah 35 hari menggunakan pellet Supreme 933P Dalam proses pembesaran, pemeliharaan air dilakukan tidak hanya dengan menilai kualitas air, akan tetapi pembuangan dan penggantian air pun dilakukan. Umumnya penambahan air tawar dilakukan pada saat benur berumur 15 – 45 hari. Setelah berumur lebih dari 45 hari hingga masa panen, air yang ditambahkan adalah air asin. Proses pembuangan air dan penambahan air biasanya dilakukan pada pagi hari dengan melihat kedalaman air dan kondisi warna air. 7. Panen
53
Kegiatan panen dilakukan dalam dua metode yakni panen total dan panen parsial. Panen total dilakukan saat size udang sudah layak panen. Panen parsial bertujuan meminimalisir efek dari kandungan oksigen terlarut yang rendah dan mengganggu pertumbuhan udang. Kondisi kekurangan oksigen diseluruh kolam akibat kondisi kolam yang padat. Panen parsial dilakukan dengan melihat data oksigen terlarut harian dan size udang, pada saat kadar oksigen terlarut tercatat sangat rendah dan size udang sudah cukup memenuhi permintaan pasar, maka keputusan panen parsial diambil. 8. Pasca Panen Proses penanganan udang sebelum sampai kekonsumen adalah sortir sesuai ukuran, pencucian beberapa kali dengan air bersih atau air es, kemudian packing dalam keranjang yang telah dilapisi serpihan es batu. Penanganan udang hasil panen harus dilakukan dengan cepat karena kualitas udang cepat menurun setelah dipanen. Keterlambatan penanganan udang mengakibatkan udang tidak dapat diterima dipasaran sebagai komoditas ekspor. 4.3 Karakteristik biofisik pesisir kecamatan Patrol, Indramayu Kecamatan Patrol berbatasan langsung dengan Laut Jawa pada bagian utara. Garis pantai Kecamatan Patrol serta klasifikasi area berdasarkan jarak dari pantai dituangkan dalam Lampiran 6. Berdasarkan hasil survei lapangan pada bulan Oktober 2010, sebaran salinitas di pesisir Patrol berkisar antara 23 – 27 permill, dan salinitas bernilai rendah pada daerah dekat muara sungai yakni 9 permill. Tabulasi data salinitas, serta peta sebaran nilai salinitas pesisir dicantumkan dalam Lampiran 7. Daerah Patrol dialiri beberapa aliran sungai sebagai sumber air tawar yang digunakan dalam beberapa kegiatan masyarakat. Aliran sungai yang melewati daerah Patrol serta klasifikasi jarak daerah Patrol dari aliran sungai ditampilkan dalam Lampiran 8.
54
Variasi curah hujan pada periode 2006 – 2010 adalah 1010,0 – 1836,0 mm/ tahun, dengan nilai curah hujan rata- rata 1364,8 mm/ tahun. Jumlah hari hujan yang tercatat dalam periode 2006 – 2010 berkisar 61 – 92 hari. Data curah hujan dilampirkan dalam Lampiran 9. Penggunaan lahan di wilayah Patrol masih didominasi oleh sawah, pemukiman serta tambak (Lampiran 10). Jenis tanah pada lokasi penelitian berjenis aluvial sehingga cocok untuk usaha pertanian dan budidaya karena kandungan endapan mineralnya, sedangkan tekstur tanah berkisar pada clay, silty clay dan clay loam, yang mendukung kegiatan pertambakan. Pesisir utara kabupaten Indramayu khususnya daerah Patrol memiliki kelerengan yang cenderung datar yakni 0 - 3% (Tim Survei Tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agro Klimat 1990). Kondisi kualitas tanah dan kelerengan lahan di kecamatan Patrol digambarkan dalam Lampiran 11. Wilayah Patrol memiliki aksesibilitas yang baik, terutama dengan adanya jalur Pantura. Keberadaan jalur Pantura serta jalan pendukung lainnya akan memudahkan suatu usaha tambak dalam menjangkau pasar, konsumen atau penyedia kebutuhan operasional budidaya. Aksesibilitas di kecamatan Patrol dicantumkan dalam Lampiran 12. Tipe pasang surut pada lokasi penelitian adalah pasang surut campuran condong harian ganda, hal ini diketahui berdasarkan data Dishidros AL untuk stasiun pasang surut di Cirebon pada bulan Nopember 2010 dengan nilai tunggang pasang surut sebesar 0,846 m (Lampiran 13). Hasil survei lapang oleh Siahaan (2010) pun mengungkapkan hal yang senada, dimana nilai tunggang pasut yang diperoleh adalah 0,75 m. Mengacu pada Afrianto dan Liviawaty (1991), tunggang pasang surut pada daerah Patrol kurang dari 1 meter, sehingga untuk menjadikan daerah tersebut sebagai lahan tambak, maka pengisian dan pengeringan tambak harus dilakukan dengan memanfaatkan pompa.
55
4.4 Kesesuaian lahan budidaya tambak di kecamatan Patrol Berdasarkan seluruh faktor biofisik yang dimiliki oleh daerah Patrol, maka diperoleh hasil kesesuaian lahan tambak untuk daerah Kecamatan Patrol seperti ditampilkan dalam Gambar 19. Variasi hasil akhir kesesuaian lahan untuk kecamatan Patrol ditentukan oleh keragaman dari setiap kriteria seperti terlampir dalam Lampiran 6 – 12. Dari keseluruhan kriteria yang digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan, terdapat beberapa kriteria yang menjadi penentu, dan beberapa kriteria yang tidak berpengaruh dalam variasi kesesuaian lahan. Kriteria biofisik yang tidak memberikan pengaruh nyata dalam variasi hasil kesesuaian lahan secara spasial adalah data yang bersifat homogen yakni curah hujan, kelerengan, dan tekstur tanah. Data curah hujan yang digunakan dalam metode pembobotan bersifat homogen karena terdiri atas nilai rata- rata curah hujan untuk kecamatan Patrol yakni 1364,8 mm/tahun. Demikian halnya dengan kelerengan dan tekstur tanah, kelerengan seluruh daerah Patrol adalah datar yakni 0 – 3%, sedangkan tekstur tanah keseluruhan daerah penelitian adalah clay. Kehomogenan data curah hujan, kelerengan dan tekstur tanah, tidak menyebabkan perubahan dalam variasi nilai akhir kesesuaian, sehingga dapat dilewatkan dalam proses pembobotan untuk penentuan kesesuaian lahan tambak di daerah Patrol. Parameter yang menjadi faktor pembeda pada hasil kesesuaian lahan tambak di kecamatan Patrol adalah landuse, jenis tanah, jarak dari pantai, jarak dari sungai, aksesibilitas, dan salinitas. Landuse menjadi faktor utama dalam perbedaan hasil kesesuaian karena memiliki bobot yang terbesar diantara parameter lainnya. Pada daerah yang tidak sesuai atau sesuai bersyarat dalam Gambar 19, adalah daerah dengan peruntukkan lahan sebagai pemukiman atau lokasi industri, sedangkan daerah yang sangat sesuai atau cukup sesuai memiliki landuse berupa lahan persawahan, ladang atau lahan tambak. Parameter jenis
56
tanah dan jarak dari pantai memiliki pengaruh yang lebih rendah dalam perbedaan hasil akhir kesesuaian lahan karena bobot yang lebih rendah dari parameter landuse. Daerah dengan jenis tanah alluvial dan berjarak 300 – 4000 m menjadi daerah yang sangat sesuai hingga cukup sesuai, sedangkan diluar kriteria tersebut merupakan daerah yang kurang sesuai atau tidak sesuai sebagao lahan tambak. Variasi hasil kesesuaian lahan untuk budidaya tambak turut dipengaruhi oleh parameter jarak dari sungai, aksesibilitas, dan salinitas. Daerah dengan aksesibilitas < 1000 m dan berjarak 50 – 1000 m dari sungai, menjadi daerah yang sangat sesuai atau cukup sesuai sebagai lahan tambak. Sebaran salinitas turut mempengaruhi hasil kesesuaian lahan, karena adanya variasi nilai salinitas di pesisir kecamatan Patrol, khususnya daerah muara sungai yang cenderung memiliki kisaran salinitas rendah. Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak, selain menggunakan parameter biofisik, perlu disertakan hasil kesesuaian berdasarkan analisis temporal terhadap kualitas air dan iklim yang berperan penting dalam keberlangsungan budidaya tambak. Mengacu pada Lampiran 5 dan 7, diketahui bahwa musim hujan mempengaruhi salinitas di pesisir terutama di daerah muara sungai, yang cenderung lebih rendah akibat limpasan air tawar dari sungai. Pada kecamatan Patrol, umumnya curah hujan meningkat pada bulan Oktober hingga bulan Mei. Waktu tersebut perlu diperhatikan oleh pengusaha tambak, karena akan berpengaruh pada proses pengeringan tanah dan fluktuasi nilai salinitas air tambak sebagai media budidaya.
57
Gambar 19. Kesesuaian lahan tambak Kecamatan Patrol, Indramayu
58
4.5 Evaluasi kesesuaian lahan tambak PT. Indonusa Yudha Perwita Berdasarkan hasil overlay layout tata letak tambak PT. Indonusa Yudha Perwita (PT. IYP) (Gambar 10) terhadap hasil kesesuaian lahan untuk tambak di kecamatan Patrol (Gambar 19), diperoleh informasi kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP secara biofisik, seperti dicantumkan dalam Gambar 20. Melalui Gambar 20, diketahui bahwa lokasi tambak PT. IYP terletak dalam kelas sangat sesuai dan cukup sesuai. Tambak PT. IYP dengan luasan 22,8541 ha terbagi dalam dua kelas dengan luas masing- masing kelas kesesuaian tercantum dalam dalam Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa luasan lahan tambak yang berada dalam kelas sangat sesuai yakni 11,7154 ha (51,2620%), lebih besar dari kelas cukup sesuai yang memiliki luasan 11,1386 ha (48,7380%).
Tabel 8. Luas kelas kesesuaian lahan tambak PT. IYP Kelas Luasan (ha) Persentase (%) Sangat sesuai 11,7154 51,2620 Cukup sesuai 11,1386 48,7380 Total 22,8541 100 Hal yang menyebabkan perbedaan kelas kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP dapat diketahui melalui perbedaan faktor dari setiap kriteria penyusun kesesuaian lahan tambak. Setiap faktor kriteria yang menyusun kelas sangat sesuai dan cukup sesuai untuk lokasi tambak PT. IYP tertuang dalam Tabel 9.
Tabel 9. Faktor penyusun kesesuaian lahan tambak PT. IYP No Kriteria Kelas Sangat Sesuai Kelas Sesuai 1 Landuse Sawah Sawah 2 Jenis Tanah Aluvial kelabu tua Aluvial kelabu tua 3 Jarak dari pantai > 200 m 200 m 4 Jarak dari sungai 3000 m 3000 m 5 Aksesibilitas 1000 m 1000 m 6 Tekstur tanah Clay Clay 7 Kelerengan 0 - 2% 0 - 2% 8 Curah hujan 1364,8 mm 1364,8 mm 9 Salinitas 20- 30 ‰ 20- 30 ‰
59
Gambar 20. Kesesuaian lokasi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berdasarkan faktor biofisik
60
Tabel 9 memberikan informasi bahwa sembilan kriteria yang digunakan mendukung penyusunan kesesuaian lahan untuk tambak PT. IYP sehingga diperoleh kelas sangat sesuai dan cukup sesuai. Dari kesembilan kriteria yang digunakan delapan kriteria diantaranya bersifat homogen, sehingga terdapat satu kriteria yang menjadi penentu variasi kelas kesesuaian yang dimiliki oleh lahan tambak PT. IYP, yakni kriteria jarak dari pantai. Kelas sangat sesuai berada pada lahan yang berjarak > 200 m dari garis pantai, sedangkan kelas cukup sesuai dimiliki oleh lahan tambak PT. IYP yang berjarak 200 m dari garis pantai. Penerapan faktor pembatas berupa kawasan sempadan pantai dan sungai untuk perlindungan kawasan pesisir terhadap hasil analisis kesesuaian lahan secara biofisik memberikan hasil seperti terlampirkan dalam Lampiran 14. Pemberlakuan peraturan pemerintah dalam Keppres 32/ 1990, diikuti oleh Surat Edaran Departemen Kehutanan No. 507/ IV-BPPH/ 1990 tentang lebar jalur hijau 200 m di sepanjang pantai dan 50 m di sempadan sungai, menjadikan seluruh area sempadan pantai dan sungai dilarang untuk kegiatan pertambakkan karena berbenturan dengan kepentingan konservasi lingkungan pesisir. Penerapan faktor pembatas terhadap hasil kesesuaian lahan tambak secara biofisik di kecamatan Patrol (Gambar 19) mengungkapkan hasil bahwa sebagian lahan tambak PT. IYP seharusnya tidak digunakan sebagai lahan tambak (Gambar 21). Lahan PT. IYP dengan kelas cukup sesuai secara biofisik, berjarak < 200 m dari garis pantai dan langsung terhubung dengan laut terbuka yakni Laut Jawa, dimana seharusnya lahan tersebut digunakan sebagai jalur hijau mangrove atau kawasan sempadan pantai. Hal tersebut untuk menghindari dampak buruk yang lebih jauh akibat abrasi. Ketiadaan jalur hijau mangrove atau kawasan sempadan pantai sejak awal kegiatan budidaya tambak PT. IYP berlangsung menjadikan kurang tepatnya
61
Gambar 21. Kesesuaian lokasi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita berdasarkan faktor biofisik dan peraturan perlindungan pesisir
62
lokasi tambak PT. IYP. Hal ini ditandai oleh pengurangan lahan tambak PT. IYP karena selalu terkena dampak abrasi. Abrasi di kawasan ini telah berakibat pada hilangnya seluruh Kolam A dan terkikisnya Kolam B1, B2, B3, B4, dan B5 (Lampiran 4), sehingga tidak dapat digunakan dalam proses budidaya. Pengurangan luas lahan tambak PT. IYP karena abrasi membuat perusahaan harus
mengeluarkan
biaya
operasional
ekstra
untuk
menanggulangi
permasalahan pesisir tersebut dengan membuat tanggul atau turap penahan abrasi (Gambar 22). Petambak menyatakan bahwa tindakan untuk menanggulangi abrasi telah banyak dilakukan dengan membuat penahan dari bambu, beton dan batu. Penggunaan mangrove belum dilakukan, karena dibutuhkan biaya besar dan waktu lama. Pemilik tambak turut mengungkapkan bahwa meskipun lahan tambak PT. IYP memiliki ketinggian 3 meter dari permukaan laut dan tidak terkena pengaruh banjir, namun pengaruh abrasi sangat tinggi, sehingga sebelum dilakukan penanaman mangrove, tetap perlu dilakukan pembuatan turap atau bronjong atau concrete penahan, agar tanaman
mangrove tidak
tergerus oleh gelombang. Mangrove memiliki efek nyata dalam menstabilkan tanah untuk menahan abrasi, berperan dalam meredam energi gelombang, dan menyaring runoff dari sungai sebelum memasuki perairan pesisir, mampu menghasilkan bahan pelapukan sebagai sumber makanan plankton (Boyd, 2002). Dengan demikian, relokasi lahan tambak PT. IYP yang cukup sesuai ke dalam area yang tergolong dalam kelas sangat sesuai, serta konversi lahan yang cukup sesuai selebar 200 m menjadi kawasan mangrove, diungkapkan sebagai suatu langkah yang perlu diambil oleh pihak pengelola. Hal ini bertujuan agar tambak PT. IYP
dapat
63
beroperasi tanpa adanya pembatas serius seperti ancaman abrasi, sehingga penggunaan lahan sebagai kawasan tambak secara lestari dapat tercapai.
Gambar 22. Kondisi bagian depan tambak yang terkikis abrasi 4.6 Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Setiap tambak memiliki data kualitas air, kondisi komoditi budidaya, serta identitas spasial yang berbeda, dengan demikian perlu dilakukan penanganan data budidaya tambak secara khusus untuk masing- masing kolam produksi. Meade (1989) mengungkapkan manajemen yang sehat dalam budidaya melibatkan tiga hal penting, yaitu (1) pengelolaan pasokan air untuk mengurangi paparan penyakti dan stres, (2) pengelolaan prosedur untuk meminimalisasi stres akibat aktivitas budidaya, dan (3) pengelolaan terhadap pegawai untuk memastikan bahwa tahapan budidaya berjalan dengan efisien. Pengelolaan terhadap prosedur dan pelaku budidaya akan membutuhkan suatu kegiatan pelatihan, sedangkan pengelolaan terhadap air sebagai media dalam budidaya membutuhkan tool untuk menyimpan data dan memiliki fungsi untuk evaluasi. Dalam kegiatan budidaya PT. Indonusa Yudha Perwita, proses pencatatan data dilakukan secara konvensional dalam buku. Hal tersebut mengakibatkan banyak data hilang dan tidak terdokumentasi dengan baik sejak awal budidaya vannamei dilakukan, sehingga sukar dilakukan penelusuran riwayat kondisi
64
budidaya atau evaluasi terhadap suatu masalah yang terjadi dalam proses budidaya. Untuk menjawab permasalahan akan kebutuhan perusahaan terhadap suatu tools yang membantu proses penyimpanan dan pengolahan data menjadi informasi secara cepat juga tepat, serta kebutuhan akan sistem pendukung pengambilan keputusan, dibangun aplikasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita (Gambar 23). Sistem informasi ini berfungsi sebagai unit perekaman dan pengelolaan data menjadi informasi budidaya tambak PT. IYP, selain itu, turut disertakan mengenai dokumentasi proses budidaya dan informasi kesesuaian lokasi tambak PT. IYP. Panduan operasi sistem informasi secara lengkap dicantumkan dalam Lampiran 15.
65
Halaman utama
Gambar 23. Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP 4.6.1 Aktivitas Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP berisi seluruh informasi yang menyangkut kegiatan budidaya serta kesesuaian lokasi tambak PT. IYP. Dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP, terdapat aliran informasi dan transformasi data yang bergerak dari proses input data hingga output. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi utama sistem informasi ini adalah
66
memasukkan data (input), menyimpan data dalam database, memproses data, serta mengeluarkan atau menampilkan output yang dihasilkan. Alur proses input dan output dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP secara teknik grafik digambarkan dalam flowchart pada Gambar 24
Gambar 24. Alur proses input dan output Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP
67
a. Input Proses input data dalam sistem informasi dibagi menjadi dua bagian yakni input formasi data dan input data budidaya. Input formasi data bertujuan untuk mendefinisikan jenis dan kelompok data yang memiliki kemungkinan untuk diubah atau diperbaharui. Input formasi data yang pertama dilakukan adalah input data blok. Input data blok dilakukan paling awal dikarenakan seluruh kolam tambak tergabung dalam empat blok yang berbeda. Selanjutnya adalah input data kolam, hal ini didasarkan pada kolam sebagai pendefinisi spasial dan sumber lokasi dari berbagai data operasional budidaya yang diukur. Tanpa ada rekaman mengenai data kolam, maka tidak dapat dilakukan pencatatan data operasional budidaya.
Hal
ini
sekaligus mendefinisikan kolam sebagai
penghubung antar kelompok data budidaya. Data yang juga disertakan dalam proses input formasi data adalah data jenis plankton. Hal ini diperlukan untuk memudahkan user dalam mengisi atau memperbaharui data plankton, mengingat jenis plankton yang ditemukan sangat bervariasi dan tidak menutup kemungkinan terdapat penambahan jenis plankton yang ditemukan dalam air tambak. Pendefinisian Formasi Data dilanjutkan terhadap informasi yang berkaitan dengan data pakan, yakni jenis pakan, waktu pemberian pakan, dan definisi status anco. Jenis pakan yang digunakan akan berubah sesuai umur udang, sehingga perlu pilihan jenis pakan yang digunakan untuk memudahkan proses input data pakan harian. Waktu pemberian pakan dan status anco merupakan hal yang sudah pasti diketahui kondisi dan definisinya sehingga turut direkam terlebih dahulu dalam Formasi Data. Layar menu input formasi data Blok, Kolam, Jenis Plankton, Jenis Pakan, Waktu Pakan dan Status Anco dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dituangkan dalam Gambar 25.
68
Formasi data KOLAM
Formasi data BLOK
Formasi data STATUS ANCO Formasi data PLANKTON
Gambar 25. Layar menu input formasi data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita
69
Proses input data budidaya diawali dengan memilih kolam sebagai sumber data dan alamat pengumpulan data dalam sistem informasi. Format isian data didasarkan pada hasil yang diperoleh, yakni teks atau bilangan. Proses input data dikelompokkan menjadi lima yakni: - data panen - data kualitas air - data plankton - data pakan - data sampling Input data kualitas air mencakup beberapa parameter fisika, kimia, dan konsentrasi bakteri vibrio. Proses input data plankton lebih mudah karena user tidak perlu menuliskan secara manual setiap nama plankton yang ditemukan, melainkan memilih dari daftar nama plankton yang telah direkam terlebih dahulu dalam
Formasi Data. Proses pengisian data pakan mencakup waktu
pengambilan data, jenis pakan, bobot pakan hingga data mengenai anco. Pencatatan data sampling disesuaikan dengan pola sampling yang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu kali sampling. Perubahan bobot diperoleh dari hasil rataan dua kali sampling yang dilakukan. Data yang diisikan dalam menu Data Panen mencakup data luas area, tanggal tebar, jumlah benih yang ditebar, tanggal panen, hari pembesaran, jumlah panen. Layar menu input lima jenis data budidaya dalam Sistem Informasi Pengelolaan Budidaya Tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dituangkan dalam Gambar 26.
70
Input data KUALITAS AIR Input data PAKAN Input data PANEN
Input data PLANKTON
Input data SAMPLING
Gambar 26. Menu input lima jenis data budidaya dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita
71
b. Pemrosesan data Pemrosesan data dalam sistem informasi ini adalah mengakumulasi data deret waktu (temporal), melakukan perbandingan data antar kolam (spasial), atau menerapkan operasi matematika (formula) untuk menghasilkan informasi baru. Proses akumulasi berdasarkan deret waktu terutama dilakukan terhadap data kualitas air (pH, salinitas, DO), sedangkan perbandingan spasial dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan kondisi budidaya antara beberapa kolam produksi (perbandingan padat tebar, hasil panen atau pertumbuhan bobot udang). Pemrosesan dengan operasi matematis atau kalkulasi menggunakan formula dalam Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai padat tebar (densitas), sintasan atau survival rate (SR), feeding convertion ratio (FCR) atau rasio pakan, rataan bobot udang (hasil sampling), total pakan harian, akumulasi jumlah pakan dalam satu periode pembesaran, pertumbuhan bobot udang harian (ADG), dan nilai produksi/ ha. Pemrosesan data berlangsung cepat, sebagai bentuk efisiensi waktu untuk memperoleh informasi kondisi budidaya. Sebagai contoh, pada saat input data panen
dilakukan
maka
kolom
ukuran
udang
(Harvest
size),
tingkat
kelulushidupan (SR), rasio konversi pakan (FCR), pertumbuhan rata-rata harian (ADG), Total pakan kumulatif, dan nilai produksi (kg/ha) akan terisi secara otomatis sebagai hasil pemrosesan data menggunakan formula atau operasi matematika. c. Output Dalam menghasilkan output, Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP memberikan pilihan dalam bentuk grafik atau tabel. Hasil dalam bentuk tabel disimpan dalam bentuk file report (*.txt) dan hasil cetak (print), sedangkan output grafik disimpan dalam format gambar (*.jpeg). Contoh output tabel sistem
72
informasi dari data budidaya pada masa produksi Maret- Juli 2009 disajikan dalam Lampiran 16. Penggunaan jenis grafik sebagai bentuk output disesuaikan dengan data, yakni grafik 1 kolam dan grafik antar kolam, dalam bentuk garis atau batang. Grafik 1 kolam digunakan untuk membandingkan beberapa parameter kualitas air dari 1 kolam pada suatu masa produksi, sedangkan grafik antar kolam digunakan untuk membandingkan 1 parameter dari beberapa kolam dalam suatu masa produksi. Output grafik dapat digunakan untuk menggambarkan variasi seluruh data budidaya. Output grafik dari sistem informasi untuk budidaya periode Maret- Juli 2009 ditampilkan dalam Gambar 27 dan 28. Data pembesaran periode Maret- Juli 2009 merupakan kumpulan data dari kolam produksi yang tergabung dalam Blok 2 yang terdiri dari kolam E1, E2, F1, F2 dan F3. Dalam Gambar 27 ditampilkan kemampuan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita untuk menghasilkan informasi hasil evaluasi spasial dalam bentuk grafik batang. Hasil evaluasi proses budidaya periode Maret- Juli 2009 ditampilkan dalam bentuk perbandingan data luas kolam, jumlah tebar, padat tebar, pertumbuhan bobot udang, hasil panen, Final ABW, FCR, dan SR dari masing- masing kolam produksi.
73
Gambar 27. Evaluasi proses budidaya periode Maret- Juli 2009 menggunakan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP
74
Hasil evaluasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam Gambar 27 menunjukkan bahwa pada masa produksi Maret- Juli 2009, proses budidaya yang paling baik dimiliki oleh kolam produksi F2. Dengan luas kolam 4000 m2 yang tidak jauh berbeda jika diperbandingkan dengan kolam F1 dan F3, kolam F2 memiliki padat tebar lebih tinggi yakni 86 ekor/m2, menghasilkan hasil panen lebih tinggi yakni 7680 kg, tingkat kelulushidupan (SR) hingga 100% dan nilai FCR terendah diantara kolam lainnya yakni 1,64. Jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pembesaran dalam kolam F2 mempengaruhi nilai FCR, bobot udang saat panen (ABW) serta pertumbuhan bobot udang yang lebih kecil dibandingkan dengan udang pada kolam lainnya. Berdasarkan grafik pun dapat diketahui bahwa proses budidaya pada kolam E1 kurang optimal. Hal tersebut dilihat dari kondisi kolam E1 sebagai kolam terluas, jumlah benur tebar terbanyak, dan menghabiskan pakan terbanyak, namun menghasilkan produksi terendah, SR yang rendah serta FCR yang kurang baik (> 1,8). Gambar 28 menunjukkan hasil aktivitas Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam monitoring data kualitas air kolam produksi periode Maret Juli 2009 serta pengolahan menjadi gambaran variasi temporal. Variasi temporal data kualitas air yang ditampilkan mencakup nilai pH pagi dan sore, salinitas, serta kandungan oksigen terlarut (DO). Berdasarkan Gambar 28 diketahui bahwa terdapat tren nilai pH yang diukur pada sore hari lebih tinggi dibandingkan pH air kolam di pagi hari. Data salinitas berada pada kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies vannamei yakni 10 – 30 permill. Kisaran oksigen terlarut keseluruhan kolam produksi ada pada kisaran 3,5 – 5,5 mg/l. Tren kondisi oksigen terlarut dalam masa budidaya cenderung menurun saat mendekati masa panen.
75
Gambar 28. Evaluasi data kualitas air budidaya periode Maret- Juli 2009 berdasarkan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP
76
Output tabel Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP memberikan kemudahan dalam hubungan dengan program lain dalam pengolahan data. Hasil keluaran sistem informasi disimpan dalam format *.txt, dan dapat diolah kembali dengan program lain sesuai keinginan user. Salah satu bentuk penggunaannya adalah pengolahan menjadi grafik yang kemudian disandingkan dengan nilai batas atau kriteria sebagai bagian dari evaluasi. Penggunaan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dalam membantu mengevaluasi keberhasilan operasional budidaya ditunjukkan dalam Gambar 29. Keberhasilan operasional tambak dapat diketahui dengan membandingkan nilai produksi yang diperoleh terhadap literatur batas nilai produksi berdasarkan teknologi budidaya yang digunakan. Nilai produksi merupakan bagian dari data budidaya yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP. Tabel nilai produksi tambak PT. IYP dilampirkan dalam Lampiran 17, dan dituangkan kedalam grafik variasi nilai produksi pada Gambar 29. Berdasarkan Gambar 29, nilai produktivitas terendah ditemukan pada kolam C5 (Blok 4) dalam periode Desember 2004 – April 2005 yakni 7.511,1111 kg/ha, sedangkan nilai produktivitas tertinggi yaitu 22.743,4783 kg/ha diperoleh dari kolam E9 (Blok 3) pada masa produksi Nopember 2006 – Maret 2007. Tambak udang vannamei dengan teknologi intensif memiliki batas nilai produktivitas yang lebih tinggi dari tambak berteknologi semi intensif atau tradisional. Kriteria nilai produksi untuk tambak udang berteknbologi intensif diungkapkan oleh Boyd dan Clay (2002), yakni diatas 13.600 kg/ha. Hal tersebut disesuaikan dengan spesies vanamei yang mempunyai beberapa keunggulan seperti tingkat kelulushidupan tinggi, kualitas benur, padat tebar tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan konversi pakan rendah. Gambar 29 turut memberikan gambaran mengenai pencapaian produktivitas tambak PT. Indonusa Yudha Perwita terhadap batas nilai produksi menurut Boyd dan Clay (2002).
77
Gambar 29. Grafik fluktuasi hasil produksi dari kolam tambak PT. Indonusa Yudha Perwita
78
Dengan menyandingkan nilai batas produktivitas berdasarkan literatur Boyd dan Clay (2002), dapat diketahui bahwa produktivitas kolam yang memenuhi kriteria adalah kolam dalam Blok 2 dan Blok 3, sedangkan kolam dalam Blok 1 dan Blok 4 dianggap kurang berhasil karena kisaran nilai produksinya berada dibawah batas nilai produksi. 4.6.2 Evaluasi Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP dapat memenuhi kebutuhan perusahaan dalam proses penyimpanan, pembaharuan, pengamanan dan penggunaan kembali data budidaya dalam pengolahan menjadi informasi untuk kegiatan evaluasi proses budidaya. Secara teknis, sistem informasi dibangun secara sederhana sesuai dengan sumberdaya dan sarana yang ada dalam PT. IYP, sehingga mempermudah proses instalasi dan pengoperasian oleh pegawai tambak. Beberapa fungsi yang mampu dilakukan oleh Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita mempermudah pengelola tambak dalam memantau kondisi tambak, riwayat pembesaran udang, dan menentukan langkah yang diperlukan untuk kegiatan budidaya. Sistem informasi ini bermanfaat untuk mengubah sistem lama dalam pengelolaan data budidaya, yakni pengubahan metode penanganan data dalam catatan manual dalam buku menjadi penanganan data secara digital, berbasis komputer dan terpusat dalam satu database. Dengan mengacu pada Prahasta (2009) mengenai kriteria umum sistem informasi, yang mencakup debit atau jumlah data dan informasi yang mengalir dalam satuan waktu, waktu respon yang singkat, dan pemenuhan fungsi yang didefinisikan sebagai kebutuhan, maka dapat diuraikan perbedaan penggunaan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang dibandingkan dengan pengelolaan data secara manual yang dituangkan dalam Tabel 10.
79
Tabel 10. Perbedaan pengelolaan data secara manual dan dengan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP Pengelolaan data budidaya Manual
Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang
Data disimpan dalam buku atau media lain yang harus dibaca oleh pekerja tambak
Data disimpan dalam database yang dapat dibaca oleh komputer
Bersifat statis, satu media penyimpanan (buku) tidak dapat digunakan pada banyak lokasi tambak
Bersifat statis dan dinamis, satu sistem informasi dapat digunakan dalam satu perusahaan tambak, namun juga dapat dimodifikasi untuk digunakan di tambak lain
Penelusuran data dilakukan secara manual oleh manusia (pekerja tambak); kecepatan penelusuran relatif rendah (orde menit hingga jam) dan belum tentu menghasilkan informasi untuk evaluasi
Penelusuran data dilakukan oleh komputer sehingga lebih mudah dan cepat untuk ditelusuri (dalam satuan waktu detik hingga menit) dan mampu menghasilkan olahan data menjadi informasi untuk evaluasi kegiatan budidaya
Semakin besar atau banyak data yang tersimpan maka akan semakin sulit dalam memperoleh gambaran yang lengkap dan cepat mengenai kondisi budidaya
Sekumpulan data dalam jumlah besar tersimpan dalam satu lokasi saja sehingga analisis atau evaluasi dari berbagai himpunan data budidaya akan lebih mudah dilakukan
Waktu pengolahan data sangat ditentukan oleh petugas terkait (manusia) dalam menghitung, menyusun tabel dan laporan
Kecepatan pengolahan data sangat tinggi, bergantung pada spesifikasi komputer yang digunakan (dalam waktu hitungan detik), dan sudah menjadi prioritas
Transmisi data dan informasi memerlukan fasilitas transportasi fisik dari media yang digunakan
Transmisi data dapat dilakukan dengan melalui sarana telekomunikasi (kabel, microwave)
Tidak memiliki fungsi pengamanan data
Terdapat syarat akses ke dalam sistem informasi (username dan password) sebagai fungsi pengamanan data budidaya
Kapasitas penyimpanan data bergantung pada buku sebagai lokasi penyimpanan data
Kapasitas penyimpanan data sangat besar (bergantung pada sistem operasi komputer yang digunakan; lebih dari 4GB
Pengolahan data menjadi informasi dalam bentuk tabel, grafik, atau perbandingan antar kolam tidak fleksibel Tidak memiliki fungsi keluaran, sehingga menyulitkan interpretasi data; proses updating, manipulasi, dan analisis data secara langsung tidak mungkin dilakukan
Terdapat fleksibilitas penggunaan data untuk pengolahan menjadi suatu informasi (tabel, grafik, perbandingan) yang diperlukan dalam pengambilan keputusan Kemudahan proses updating, manipulasi data, dan interpretasi dari output yang dihasilkan secara langsung (dalam waktu yang hampir berdekatan)
Perbedaan antara metode manual dengan penggunaan sistem informasi dalam pengelolaan data budidaya memunculkan beberapa kelebihan dari Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP, yakni :
80
a. Kemudahan penggunaan oleh pekerja (pegawai) tambak karena langkah pengoperasian yang sederhana. b. Dilengkapi dengan fungsi hak akses dan keamanan, yakni diberlakukan pembatasan user melalui penggunaan username dan password pada saat ingin mengakses sistem informasi (Login). c. Mampu menampilkan data dan informasi operasional budidaya yang nantinya akan dapat digunakan sebagai pijakan untuk analisis dan evaluasi keberhasilan operasional budidaya; mampu menampilkan FCR, SR, kisaran nilai produksi, dan lain sebagainya. d. Sistem informasi ini dapat menghasilkan beragam informasi keluaran (output) sesuai dengan pilihan user. Pilihan bentuk output yakni dalam bentuk nilai pada tabel (file report), dan grafik. e. Bentuk output tabel (*.txt) memungkinkan untuk terhubung dengan program lain dalam pengolahan data budidaya lebih lanjut. f.
Grafik hasil sistem informasi memberi kemudahan dalam interpretasi data, penilaian kondisi budidaya terhadap nilai batas, sebagai tools dalam mengevaluasi proses budidaya, serta membantu proses pengambilan keputusan (decision making tools).
g. Efisiensi waktu, tenaga, dan lokasi penyimpanan data. Sistem informasi dapat menyatukan lokasi penyimpanan seluruh data budidaya PT. IYP yang selama ini tersimpan terpisah. Sistem informasi memudahkan pekerja dalam memproses data serta menghasilkan informasi untuk keperluan evaluasi proses budidaya dalam waktu singkat h. Rekaman data pada sistem informasi merupakan titik awal dalam melihat tren data budidaya dalam tambak PT. IYP.
81
i.
Data deret waktu atau tren data budidaya dari sistem informasi dapat dimanfaatkan sebagai early warning system apabila terjadi permasalahan dalam proses budidaya yang sedang berlangsung.
j.
Sistem informasi ini dapat dibuat menjadi dinamis sehingga dapat diaplikasikan pada perusahaan tambak lainnya
Kelebihan dan manfaat yang ada menjadikan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP layak untuk digunakan, terutama sebagai tahap awal modernisasi manajemen data budidaya tambak. Dalam penggunaan lebih lanjut, sistem informasi ini masih memerlukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kekurangan yang ada, antara lain pengaturan skala nilai grafik dan input nilai optimal setiap parameter sebagai bahan pembanding kisaran nilai data, otomatisasi penilaian data budidaya terhadap batas kritis, peningkatan sistem pengamanan melalui modifikasi akses data, atau mekanisme multi output dari berbagai jenis data budidaya dalam satu grafik. Sistem informasi ini pun dapat dimodifikasi sehingga dapat digunakan dalam pengelolaan usaha tambak lainnya. Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. IYP merupakan sistem informasi yang melakukan pengelolaan data secara spasial yakni dibedakan berdasarkan kolam produksi sebagai pendefinisi spasial secara manual. Hal ini memungkinkan pengembangan sistem informasi menjadi suatu sistem informasi pengelolaan budidaya berbasis sistem informasi geografis. 4.7 Pemanfaatan sistem informasi dalam pengkajian kesesuaian lahan dengan keberhasilan operasional tambak PT. IYP Penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak penting dilakukan untuk mencegah kegagalan budidaya karena kesalahan pemilihan lokasi. Kekeliruan pemilihan lokasi akan menyebabkan membengkaknya kebutuhan modal, tingginya
biaya
operasi,
rendahnya
produksi
dan
munculnya
masalah
lingkungan. Pengalaman membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi
82
yang diterapkan dan pola sebaran tambak di suatu kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan (Poernomo, 1992; BPPT, 1995). Dalam pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa tambak PT. IYP berada pada kelas kesesuaian lahan yang sangat sesuai dan cukup sesuai, seperti terlihat dalam Gambar 20.
Dengan menyandingkan hasil kesesuaian
lahan berdasarkan faktor biofisik dan faktor pembatas, seperti dalam Gambar 21, dengan hasil variasi nilai produksi tambak PT. IYP pada blok tambak yang dihasilkan oleh sistem informasi (Gambar 29), diperoleh konsistensi antara kesesuaian lahan dengan nilai produksi sebagai ukuran keberhasilan operasional tambak. Dengan waktu pembesaran yang sama yakni 4 bulan, Kolam Blok 1 dan 4 yang berada pada lahan cukup sesuai secara biofisik, memiliki nilai produksi yang lebih rendah daripada kolam tambak Blok 2 dan 3 yang berada pada lahan dengan kelas sangat sesuai. Berdasarkan hasil tersebut, diduga produksi tambak PT. Indonusa Yudha Perwita akan lebih optimal apabila seluruh kolam produksi berada pada kelas sangat sesuai, dan tidak berada di jalur hijau atau kawasan sempadan pantai. Informasi mengenai kesesuaian lokasi tambak dan adanya efisiensi dalam manajemen data sangat penting dalam menunjang keberlangsungan suatu usaha budidaya. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa kesesuaian wilayah usaha tambak berpengaruh terhadap hasil produksi yang dicapai. Pemanfaatan hasil kesesuaian lahan tambak dan pengelolaan data melalui sebuah sistem informasi pengelolaan budidaya tambak yang sekaligus berperan sebagai decision making tools, diharapkan dapat memperbaiki kinerja tambak dan meningkatkan hasil produksi.