IMPLEMENTASI RENCANA BIDANG PENGAWASAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP AKUNTABILITAS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (Studi Kasus pada Inspektorat Kabupaten Malang) Ita Marthawati Andyni Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang Abstract This study tries to describe and analyze (1) the implementation of the audit planning ofnthe Inspectorate of Malang Regency; (2) the implications of the implementation of audit planning done by the Inspectorate of Malang Regency to the SKPDs’ accountability; and (3) the factors that support and hinder the implementation of audit planning on the Inspectorate of Malang Regency. This study uses qualitative research methods with a case study approach. The results of this study show that: first, the implementation of the audit planning for regular inspection activities in the Inspectorate of Malang Regency still have many weaknesses as there are some inhibiting factors even though the arrangement of the audit planning process has been performed well; second, although the implementation of the audit planning for regular inspection activities at the Inspectorate of Malang Regency could not have been performed, but SKPDs’ as the auditee still have the benefits even the investigation still has positive implications to the accountability of the SKPDs’, eventhough it is not in the optimal degree; and third, the supporting factors of the implementation of the audit planning for regular inspection activities in the Inspectorate of Malang Regency consist of: the position of the Inspectorate as an internal controller, the availability of budget for the controlling activities, the experienced controlling apparatus, the availability of facilities and infrastructures and positive responses from the auditee. While the inhibiting factors consist of: Inspectorate is not an independent institution, the realisation of budget is often late, the facilities and infrastructures are limited, the quality of the controlling apparatus hasn’t been equal, the unbalanced ratio between the number of controlling apparatus with the number of the auditor, there hasn’t been a functional position, there are some overlappings with other controlling activities, there is time limitation in doing control, the complexity of the controlling findings and the lack of responses from the auditor. Keywords: audit planning, implementation, regular inspection, accountability, monitoring SKPD seharusnya bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi pada masa yang akan datang. Dari data yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang dapat diketahui bahwa kelemahan administrasi (kelemahan tata usaha dan akuntansi) mendominasi jumlah temuan dari tahun ketahun dengan persentase lebih dari 30%, diikuti dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di posisi
I. Pendahuluan Saat ini dikenal dua macam kelompok jabatan fungsional yaitu Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Jabatan Fungsional Pengawas Pemerintah Urusan Pemerintahan di Daerah (Jafung P2UPD). Namun sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Malang belum menindaklanjuti keberadaan kelompok jabatan fungsional, baik JFA maupun Jafung P2UPD. 184
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 185
kedua dengan persentase mencapai 23,5%, di posisi ketiga yaitu penyimpangan dari ketentuan pelaksanaan anggaran dari tahun ketahun selalu meningkat trendnya sampai pada persentase 14,5% sedangkan di posisi keempat terdapat hambatan terhadap kelancaran tugas pokok yang juga selalu meningkat trennya sampai pada angka 12%. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa implementasi rencana bidang pengawasan di Inspektorat Kabupaten Malang, mendeskripsikan dan menganalisa implikasi dari implementasi rencana bidang pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang terhadap akuntabilitas SKPD, mendeskripsikan dan menganalisa faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi rencana bidang pengawasan di Inspektorat Kabupaten Malang. II. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau dengan sengaja mengambil lokasi di Inspektorat Kabupaten Malang, sedang situs penelitian adalah Inspektorat Kabupaten Malang sebagai lembaga teknis bidang pengawasan di Kabupaten Malang dan SKPD yang berada dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Malang yang menjadi obyek pemeriksaan Inspektorat. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Implementasi Rencana Bidang Pengawasan di Inspektorat Kabupaten Malang Dari penelitian diperoleh informasi bahwa proses penyusunan rencana bidang pengawasan untuk pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang
dilakukan setiap menjelang akhir tahun melalui kegiatan rapat kerja perencanaan yang diikuti oleh Inspektur, Inspektur Pembantu Wilayah bersama para kasinya, serta Sekretaris bersama Kasubag Perencanaan, Kasubag Administrasi dan Umum serta Kasubag Evaluasi dan Pelaporan. Rapat kerja perencanaan ini diawali dari pengumpulan usulan rencana kegiatan pemeriksaan tahunan dari masingmasing Inspektur Pembantu Wilayah yang selanjutnya dikoordinasikan oleh Kasubag Perencanaan. Rencana kegiatan pemeriksaan reguler selama satu tahun yang telah disusun disebut dengan Program Kegiatan Pemeriksaan Tahunan (PKPT) dan dimintakan pengesahan dari Bupati dalam bentuk Surat Keputusan untuk dilaksanakan pada tahun berikutnya. Secara teoritis, proses penyusunan rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang sudah disusun sesuai kriteria yang terdapat dalam Stategic Planning Handbook (2001:1) yang menyatakan bahwa “The plan must be: (1) simple; (2) written; (3) clear; (4) based on the real current situation; and (5) have enough time allowed to give it a time to settle. It should not be rushes. Rushing the plan will cause problem”. Rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) yang disusun oleh Inspektorat Kabupaten Malang telah dibuat dengan mengikuti kaidah yang berlaku sebagai berikut: (1) sederhana dalam artian bisa dipahami dan dilakukan oleh semua anggota organisasi; (2) dibuat tertulis, bahkan telah mendapatkan pengesahan dari Bupati; (3) jelas karena rencana yang ada disosialisasikan kepada semua anggota organisasi dan pihak-pihat diluar organisasi yang menjadi obyek pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Malang; (4) disusun berdasarkan kondisi yang ada saat ini dalam
186 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
artian mempertimbangkan faktor kemampuan personil dan ketersediaan anggaran; dan (5) disusun dalam kurun waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa dalam artian bahwa proses penyusunannya diagendakan secara khusus dengan alokasi waktu yang cukup sehingga pembahasannya tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Mengingat adanya keterkaitan yang kuat antara rencana dengan implementasi, maka penyusunan rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang telah dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan merencanakan penggunaannya secara seimbang pada semua kegiatan yang ada. Pertimbangan terhadap ketersediaan sumber daya ini dilakukan untuk menjamin bahwa rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler yang telah dibuat oleh Inspektorat Kabupaten Malang dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Hubungan antara implementasi dengan perencanaan dijelaskan oleh Conyers dan Hills (1990:74) dalam sebuah gambar proses perencanaan yang diawali dengan keputusan untuk mengadopsi perencanaan sebagai bagian terpenting dari keseluruhan proses perencanaan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Agar tujuan yang diharapkan benar-benar dapat dicapai, maka harus „dibangun kerangka kerja organisasi untuk perencanaan yang telah diputuskan. Dalam proses perencanaan yang dikemukakan oleh Conyers (1990:74) dijelaskan bahwa seringkali terjadi kurang komunikasi antara perencana dengan pelaksana. Hal ini disebabkan karena adanya pola pikir bahwa tugas perencana dinyatakan berakhir ketika ia telah menghasilkan sebuah rencana sementara implementasi dipandang sebagai
serangkaian kegiatan yang sangat berbeda dan menjadi tanggung jawab tenaga teknis atau pelaksana. Kondisi semacam ini tidak terjadi dalam proses penyusunan rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang karena perencanaan disusun dengan melibatkan para pelaksana teknis. Atau dapat dijelaskan bahwa penyusunan rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di inspektorat Kabupaten Malang tidak hanya dibuat oleh Kasubag Perencanaan saja, melainkan dengan melibatkan Inspektur Pembantu Wilayah dan para Kasinya selaku pelaksana teknis pemeriksaan reguler. Implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang itu merupakan serangkaian proses yang dimulai dengan penerbitan surat tugas, pelaksanaan survai pendahuluan, pembuatan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), pelaksanaan pemeriksaan lapangan, penyusunan Lembar Temuan Pemeriksaan (LTP), pengumpulan tanggapan atau komentar pejabat dari SKPD yang diperiksa sampai pada penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Hal ini sesuai dengan pendapat Meter dan Horn dalam Wibawa et. al (1994:15) yang menyatakan bahwa pelaksanaan atau implementasi merupakan komponen dalam mewujudkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan bersifat interaktif dari proses kegiatan yang mendahuluinya. Karena itu implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang juga dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan. Pernyataan yang senada disampaikan oleh Grindle (1980) dalam Conyers (1990:155) yang menyatakan bahwa implementasi merupakan penetapan
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 187
cara yang memungkinkan agar tujuan dapat tercapai sebagai hasil kegiatan pemerintah. Jadi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang merupakan salah satu cara yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka mencapai tujuannya mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance). Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa koordinasi dalam implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) dilakukan mulai tahap perencanaan terkait penyampaian jadwal dan sasaran pemeriksaan, tahap pemeriksaan terkait upaya memperlancar proses pemeriksaan dan tahap setelah pemeriksaan dalam rangka expose hasil pemeriksaan, pengumpulan komentar atau tanggapan dari pejabat yang diperiksa berdasar Lembar Temuan Pemeriksaan yang telah disusun, penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan kepada obrik bahkan koordinasi dalam rangka penyelesaian tindak lanjut dari rekomendasi hasil pemeriksaan yang terdapat dalam LHP karena sebuah proses pemeriksaan baru dikatakan selesai jika rekomendasi yang diberikan aparatur pengawasan berdasarkan hasil temuan yang diperoleh sudah ditindaklanjuti secara tuntas oleh SKPD. Selain rencana bidang pengawasan, pelaksanaan pemeriksaan reguler, pelaksanaan peran pembinaan dan mekanisme koordinasi, kesuksesan implementasi rencana bidang pengawasan juga dipengaruhi oleh ketaatan aparatur pengawasan terhadap jadwal pemeriksaan reguler. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa meskipun secara kuantitas rencana bidang pengawasan untuk pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang dapat direalisasikan dengan baik, dalam artian bahwa rencana
yang telah dibuat bisa diimplementasikan secara menyeluruh tetapi penyelesaiannya mengalami keterlambatan selama 1 bulan. Seharusnya implementasi rencana bidang pengawasan untuk pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang dapat diselesaiakan pada akhir bulan Desember tahun berjalan lengkap dengan laporannya. Tetapi pada kenyataannya, meskipun selama tiga tahun terakhir proses pemeriksaan bisa dilaksanakan pada tahun berjalan, tetapi penyelesaian laporannya mengalami keterlambatan sampai bulan Januari tahun berikutnya. Hal ini disebabkan karena adanya penugasan mendadak untuk menyelesaikan kasus-kasus atau pengaduan masyarakat yang harus segera diselesaikan, jauhnya jarak obyek yang diperiksa, data yang kurang lengkap, tingkat kesulitan permasalahan yang ditemukan serta terbatasnya sarana dan prasarana yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketaatan aparatur terhadap jadwal pemeriksaan reguler masih mengalami banyak kendala, baik kendala internal maupun kendala eksternal yang akan dibahas lebih lanjut sebagai faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT) di Inspektorat Kabupaten Malang. 3.2. Implikasi dari Implementasi Rencana Bidang Pengawasan Inspektorat Kabupaten Malang terhadap Akuntabilitas SKPD Inspektorat Kabupaten sebagai lembaga pengawasan di daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menegakkan akuntabilitas pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Bab X
188 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana pasal 43 ayat 4 menyebutkan bahwa “Akuntabilitas pelaksanaan Renja SKPD dilaksanakan oleh Inspektorat.” Pernyataan ini mengandung makna bahwa kegiatan pengawasan dan pemeriksaan Inspektorat dilakukan dalam rangka mencapai akuntabilitas SKPD. Seiring dengan upaya tersebut, maka Inspektorat kabupaten Malang menyusun rencana bidang pengawasan dan sekaligus mengimpementasikannya. Implementasi rencana bidang pengawasan di Inspektorat Kabupaten Malang tersebut salah satunya diwujudkan dalam kegiatan pemeriksaan reguler (PKPT). Pemeriksaan reguler ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir kesalahan dan mencegah terjadinya pengulangan kesalahan tersebut pada masa yang akan datang. Hal ini sebagaimana pernyataan Henry Fayol dalam Harahap (2001:12) yang menyatakan bahwa “pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari.” Dalam rangka mencegah agar kesalahan yang terjadi tidak terulang pada masa yang akan datang, maka Inspektorat Kabupaten Malang selaku pengawas internal tidak hanya melakukan pemeriksaan saja melainkan juga melakukan pembinaan. Pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat kabupaten Malang sesuai juga dengan pendapat Siagian (2008:112) yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan suatu proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi pengawasan dapat diartikan sebagai
kegiatan yang dilaksanakan agar visi, misi dan tujuan organisasi tercapai dengan mulus tanpa penyimpangan yang berarti. Kegiatan pemeriksaan reguler yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang juga dimaksudkan untuk menjamin bahwa obyek yang diperiksa akan melaksanakan tugasnya dengan berdasar kepada aturan yang berlaku. Hal ini berarti bahwa sebagai pengawas internal, Inspektorat Kabupaten Malang juga mempunyai tugas untuk mengawal pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan pemerintah Kabupaten Malang. Jadi pemeriksaan reguler yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan suatu pekerjaan sudah dilakukan sesuai rencana dan berpedoman pada aturan yang berlaku sesuai prinsip efisiensi serta mengetahui kelemahankelemahan yang terjadi dalam penyelesaian pekerjaan termasuk memberikan solusi dan rekomendasi kearah perbaikan. Lebih jauh tentang pengawasan, Mc Farland dalam Handayaningrat (1988:143) memberikan definisi pengawasan sebagai berikut: “Control is the process by which an exercutive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders, objectives or policies.” Artinya bahwa pengawasan adalah suatu proses, dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan. Pendapat ini sangat sesuai dengan keberadaan Inspektorat Kabupaten Malang selaku pengawas internal. Hasil pemeriksaan reguler yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang digunakan oleh Kepala daerah untuk mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh SKPD sudah sesuai dengan rencana,
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 189
perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan. Dari hasil penelitian dapat diperoleh informasi bahwa implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang belum bisa dilaksanakan secara optimal karena masih adanya faktorfaktor penghambat. Hal ini sebagaimana pendapat Conyers dan Hills (1990:157) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi proses implementasi rencana adalah tidak tersedianya sumber daya (keuangan, tenaga kerja dan peralatan) dalam jumlah yang tepat, di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Meskipun implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang belum bisa dilakukan secara optimal, ternyata pelaksanaan pemeriksaan reguler tersebut tidak serta merta sia-sia karena masih bisa memberikan manfaat yang positif terhadap SKPD yang diperiksa. Selanjutnya, terkait temuan hasil pemeriksaan yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan reguler, hasil penelitian menunjukkan adanya fakta bahwa jenis temuan yang diperoleh dari tahun ke tahun cenderung sama meskipun obrik yang diperiksa berbeda. Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya mayoritas SKPD yang ada di Kabupaten Malang mempunyai kelemahan pada titik yang sama, yaitu kelemahan administrasi, pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan, penyimpangan dari ketentuan pelaksanaan anggaran dan hambatan terhadap kelancaran tugas pokok. Kondisi tersebut kontradiktif dengan hasil penelitian tentang manfaat pemeriksaan reguler bagi SKPD yang menyatakan bahwa setiap pemeriksaan pasti bermanfaat bagi obrik yang diperiksa.
Seharusnya, dengan manfaat pemeriksaan reguler yang dirasakan oleh obrik, maka temuan pemeriksaan yang sama tidak akan lagi terulang. Tapi faktanya, meskipun pemeriksaan reguler yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang dirasakan manfaatnya oleh obrik yang diperiksa, tetapi belum terbukti bisa meminimalisisr kesalahan. Hal ini bertentangan dengan pendapat Handayaningrat (1988:149-150) yang menyatakan bahwa hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan untuk waktu yang akan datang. Jadi setelah dilakukan pemeriksaan seharusnya ada tindakan perbaikan yang merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan obrik untuk menindaklanjuti rekomendasi temuan hasil pemeriksaan menunjukkkan kecenderungan yang semakin baik. Jumlah temuan yang dapat diselesaikan semakin banyak. Tetapi peningkatan kemampuan untuk melakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi temuan hasil pemeriksaan ini tidak sebanding dengan kemampuan obrik dalam memperbaiki kesalahannya. Hal ini terlihat dalam data klasifikasi temuan hasil pemeriksaan yang cenderung sama dari tahun ke tahun. Kondisi ini juga bertentangan dengan pendapat Handayaningrat (1988:149-150) yang menyatakan bahwa hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan untuk waktu yang akan datang. Dalam hal ini berarti bahwa penyelesaian tindak lanjut pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk melakukan perbaikan. Tetapi karena perbaikan yang dilakukan hanya sebatas
190 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
penyelesaian kesalahan administrasi, maka peningkatan kemampuan obrik dalam menyelesaikan tindak lanjut dari rekomendasi temuan hasil pemeriksaan tidak berpengaruh positif terhadap kemampuan obrik melakukan perbaikan dalam teknis pemeriksaan. Selanjutnya, kegiatan pemeriksaan reguler yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Malang diharapkan dapat berimplikasi positif terhadap akuntabilitas. Terkait hal tersebut, Gunawan et al (2007:23) menyatakan bahwa salah satu manfaat dilakukannya pengawasan internal adalah untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas. 3.3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Rencana Bidang Pengawasan di Inspektorat Kabupaten Malang 3.3.1. Faktor Pendukung 1. Posisi Inspektorat sebagai Pengawas Internal Adanya peraturan perundangan yang mengatur tentang kelembagaan Inspektorat Kabupaten Malang merupakan faktor pendukung yang paling utama karena peraturan perundangan inilah yang menjadi dasar bagi Inspektorat Kabupaten Malang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggungjawab terhadap kegiatan pengawasan atau pemeriksaan internal yang ada di wilayah Kabupaten Malang. Hal ini sebagaimana penyataan Riyadi dan Bratakusumah (2004:14) yang menyatakan bahwa masalah legalisasi kebijakan memiliki peranan yang tidak kalah penting dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya Dalam hal ini bisa dimaknai bahwa posisi Inspektorat Kabupaten Malang sebagai lembaga pengawas internal yang diatur dengan perundang-undangan merupakan
keputusan dari suatu kebijakan yang harus dilaksanakan. 2. Ketersediaan Anggaran Ketersediaan anggaran merupakan faktor pendukung yang penting dalam pelaksanaan setiap kegiatan di organisasi apapun, karena tanpa adanya anggaran yang mencukupi, tidak mungkin suatu kegiatan dapat dilaksanakan. Ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ketahun menunjukkan bahwa pemeriksaan reguler merupakan kegiatan yang menjadi prioritas di Kabupaten Malang. Tjeng Bing Tie (1964) dalam Manullang (1983:50) menyatakan bahwa unsur-unsur perencanaan terdiri dari tujuan perusahaan, politik perusahaan, prosedur, budget dan program. 3. Aparatur yang berpengalaman Menurut Rewansyah (2010:54) terkait dengan keberhasilan implementasi, terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu understanding implementation, communication, resources, dispositions, bureaucratic structure serta problems and prospects. Salah satu sumber daya yang dimaksud disini adalah sumber daya manusia sebagai pelaksanana implementasi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi yang menyatakan bahwa jika dilihat dari masa kerja serta latar belakang pendidikan formal dan pendidikan kepengawasan, maka aparatur pengawasan yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang bisa dikelompokkan sebagai berikut: (1) Masa kerja < 2 tahun 3,84%, masa kerja 2-5 tahun 34,62%, masa kerja 5-10 tahun 26,92% dan masa kerja > 10 tahun 34,62%; (2) Pendidikan formal D3 3,85%, S1 61,54% dan S2 34,61%; dan (3) 73,08% aparatur pengawasan sudah mengikuti
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 191
pendidikan kepengawasan, 15,38% sudah mengikuti pendidikan administrasi sedang 11,54% belum pernah mengikuti pendidikan apapun. Dengan komposisi tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Inspektorat Kabupaten Malang mempunyai aparatur pengawasan yang berpengalaman. 4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pentingnya ketersediaan sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang sesuai dengan pendapat Rewansyah (2010:54) yang menyatakan bahwa salah satu faktor pendukung yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi adalah resources atau sumber daya yang salah satunya berupa sarana dan prasarana. 5. Respon Positif dari Obyek Pemeriksaan Dalam implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang, sangat dibutuhkan respon positif dari obyek yang diperiksa agar dapat memperlancar pelaksanaan pemeriksaan reguler. Respon positif ini biasanya bisa dilihat dari tanggapan SKPD ketika diperiksa, seperti waktu yang disediakan oleh SKPD dalam menerima tim pemeriksa Inspektorat Kabupaten Malang, kesiapan data-data yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan dalam artian bahwa data yang disajikan oleh SKPD merupakan data terbaru dan lengkap, sampai pada sikap SKPD yang proaktif dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan. 3.3.2. Faktor Penghambat 1. Kelembagaan Inspektorat Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kelembagaan Inspektorat
yang berada di bawah Bupati mengakibatkan pelaksanaan perannya sebagai pengawas internal tidak dapat dilaksanakan secara maksimal karena sarat dengan intervensi terkait kepentingan politik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yakobus (2008:161) yang menyatakan bahwa salah satu kendala dalam pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah kendala yang berkaitan dengan political will yaitu rendahnya komitmen kepala daerah terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja lembaga pengawas internal sangat dipengaruhi oleh komitmen kepala daerah terhadap kegiatan pengawasan itu sendiri. Itulah sebabnya muncul pemikiran bahwa idealnya kelembagaan Inspektorat berada dibawah Depdagri atau provinsi dengan Inspektur yang mempunyai eselon lebih tinggi dari eselon kepala SKPD yang diperiksanya. Tetapi kondisi ini bertentangan dengan hasil penelitian Efendy (2010:63) yang menyatakan bahwa independensi pemeriksa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan sehingga independensi yang dimiliki oleh aparatur pemeriksa di Inspektorat tidak menjamin bahwa yang bersangkutan akan melakukan pemeriksaan secara berkualitas. Todaro (2004:245) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan dari sebuah perencanaan adalah kelemahan institusional. Pernyataan ini berarti bahwa sebuah perencanaan tidak bisa diimplementasikan dengan baik apabila terdapat kelemahan kelembagaan, diantaranya posisi lembaga tersebut diantara lembaga-lembaga yang lainnya. Itulah sebabnya kelembagaan Inspektorat Kabupaten Malang yang berada di bawah Bupati dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam implementasi rencana
192 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang. 2. Realisasi Anggaran Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa meskipun tahun anggaran dimulai pada bulan Januari, tapi realisasi anggaran baru bisa dilakukan pada bulan Maret atau April. Akibatnya kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang baru bisa dimulai pada bulan tersebut.. Hal ini sesuai dengan pernyataan Conyers dan Hills (1990:158) yang menyatakan bahwa banyak rencana yang tidak dapat diimplementasikan karena sumber daya tidak tersedia dalam jumlah yang tepat, di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Keterlambatan realisasi anggaran di Inspektorat Kabupaten Malang menunjukkan bahwa anggaran tidak tersedia pada waktu yang tepat. Ketika anggaran tersebut dibutuhkan, ternyata anggaran tersebut belum bisa direalisasikan. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yakobus (2008:161) yang menyatakan bahwa keterbatasan anggaran pengawasan dan keterbatasan sarana kerja menjadi kendala dalam pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah. Keterbatasan anggaran yang dimaksud dilihat dari sisi jumlah dan ketersediaannya dalam waktu yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Pramono (2009:5) yang menyatakan bahwa terdapat lima syarat minimal yang harus dipenuhi agar peran pengawas internal menjadi optimal. Salah satunya adalah ketersediaan anggaran yang mencukupi. Mencukupi dalam hal ini tidak saja dilihat dari jumlahnya, melainkan juga memperhatikan komponen waktu.
3. Jumlah Sarana dan Prasarana Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sarana dan prasarana yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang sudah tersedia dalam kualitas yang baik, tetapi jumlahnya masih belum sebanding dengan jumlah aparatur yang ada sehingga menghambat kelancaran pekerjaan. 4. Kualitas Aparatur Pengawasan Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa dilihat dari keikutsertaan dalam diklat kepengawasan, ternyata masih ada aparatur pengawasan yang sama sekali belum pernah mengikuti diklat tentang pengawasan. Akibatnya kualitas aparatur pengawasan yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang menjadi tidak merata. Banyak yang sangat berkualitas tetapi masih ada yang kurabng berkualitas. Kualitas hasil pemeriksaan sangat tergantung pada kemampuan pemeriksanya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris E Hogan et al (2008:14) yang menyatakan bahwa keberhasilan pemeriksa dalam mengungkap kecurangan sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemeriksa dalam menyusun rencana pengawasan dan melaksanakannya. Jadi ketika pemeriksa tidak mempunyai kemampuan yang baik, maka hasil pemeriksaan yang dilakukan juga kurang berkualitas, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Efendy (2010:64) yang menyatakan bahwa kompetensi pemeriksa berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sehingga semakin baik tingkat kompetensi akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkannya. Conyers dan Hills (1990:158) berpendapat bahwa banyak rencana yang tidak dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana karena sumber daya tidak tersedia dalam jumlah yang tepat, di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat.
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 193
Tetapi dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kebutuhan sumber daya tidak hanya dalam jumlah yang tepat, di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat saja tetapi juga harus dalam kualitas yang tepat pula. 5. Rasio Jumlah Aparatur Pengawasan dengan Jumlah Obrik Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa rasio antara jumlah aparatur pengawasan dengan jumlah obrik yang diperiksa adalah 1 dibanding 68. Rasio perbandingan ini dianggap kurang sesuai sehingga jumlah aparatur pengawasan yang ada di Inspektorat Kabupaten Malang masih perlu ditambah. Perlunya menambah jumlah aparatur pengawasan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yakobus (2008:161) yang menyatakan bahwa keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala dalam pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah. 6. Jabatan Fungsional Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pasal 26 menyatakan bahwa “Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) sub bagian, serta kelompok jabatan fungsional.” Pernyataan ini mensyaratkan bahwa dalam setiap Inspektorat harus terdapat kelompok jabatan fungsional. 7. Tumpang Tindih Kegiatan Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa di Inspektorat Kabupaten Malang terdapat 6 jenis kegiatan pemeriksaan, yang terdiri dari pemeriksaan reguler, pemeriksaan non reguler (kasus), pemeriksaan ADD, kormonev Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, reviu atas laporan keuangan serta evaluasi LAKIP. Karena jumlah aparatur pengawasan yang terbatas, maka keseluruhan kegiatan pemeriksaan tersebut dilakukan oleh aparatur pengawasan yang sama. Akibatnya seringkali terjadi jadwal pemeriksaan yang tumpang tindih antara satu jenis pemeriksaan dengan jenis pemeriksaan yang lain, terutama pemeriksaan non reguler (kasus) yang tidak dapat diprediksi kemunculannya. 8. Batasan Waktu Pemeriksaan Dari hasil penelitian diketahui bahwa adanya batasan waktu pemeriksaan yang hanya dilakukan satu sampai dua hari di lapangan ini tidak sesuai dengan alokasi anggaran yang digunakan untuk kegiatan pemeriksaan reguler. Dalam DPA tertulis bahwa biaya perjalanan dinas untuk pemeriksaan reguler dianggarkan untuk kegiatan selama 7 hari, tetapi dalam SOP pemeriksaan reguler disebutkan 2 hari. Terbatasnya alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan mengakibatkan hasil pemeriksaan menjadi kurang optimal, demikian juga halnya dengan pelaksanaan peran pembinaan yang diemban oleh Inspektorat selaku pengawas internal, karena pelaksanaan peran pembinaan ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan reguler. 9.
Kompleksitas Temuan Hasil Pemeriksaan Semakin kompleks temuan hasil pemeriksaan, akan semakin kompleks pula data yang dibutuhkan. Setiap kegiatan pemeriksaan reguler selalu membutuhkan data-data yang lengkap terkait sasaran pemeriksaan yang dilakukan. Apabila data yang dibutuhkan tidak tersedia, maka akan menghambat pelaksanaan pemeriksaan. Hal ini berarti bahwa semakin kompleks
194 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012
masalah yang ditemukan dalam kegiatan pemeriksaan, akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Akibatnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tidak dapat diselesaikan tepat waktu. IV. Penutup Implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang masih mempunyai banyak kelemahan karena adanya faktor-faktor penghambat, meski penyusunan rencana bidang pengawasan sudah dilakukan dengan baik tidak hanya oleh perencana melainkan dengan melibatkan pelaksananya. Meskipun implementasi rencana bidang pengawasan untuk kegiatan pemeriksaan reguler di Inspektorat Kabupaten Malang belum bisa dilaksanakan secara optimal tetapi SKPD yang diperiksa tetap merasakan manfaatnya bahkan pemeriksaan tersebut mempunyai implikasi positif terhadap akuntabilitas SKPD, meski dalam kadar yang belum optimal. Daftar Pustaka Anonimous. 2001. “Strategic Planning Handbook.” Melalui http://www.sla.org/pdfs/sphand.pdf (6 Mei 2011) Abdul Wahab, Solichin, 2010. Analisis Kebijaksanaan. Edisi Kedua. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Bumi Aksara. Broadwell, Martin M., 1975. Supervisor dan Masalahnya. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen Yayasan Kanisius Cahyat, Ade, 2004. “Sistem Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten. Pembahasan Peraturan Perundangan di Bidang Pengawasan.” Center for International Forestry Research. No. 3, November 2004
Calvert, RE. 1970. Introduction to Building Management. 3rd Ed. London: Newnes Butterworths. Conyers, Diana., and Peter Hills,1990. An Introduction to Development Planning in The Third World. New York: John Wiley and Sons Ltd Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Inspektorat Kabupaten Malang Tahun 2010 Efendy, Muh. Taufiq, 2010. Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kota Gorontalo). Tesis Magister Sains Akuntansi, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Fayol, Henry 1949. General and Industrial Management. London: Sir Isaac & Sons Ltd. Gullick, Luther M 1937. The Theory of Administration. Jn L. Gullick and L. Urwick “ Papers on the Science of Administration.” New York: Institute of Public Administration. Handayaningrat, Soewarno 1988. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Cetakan Kedelapan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Harahap, Sofyan Syafri, 2001. Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control System). Jakarta: Pustaka Quantum. Hogan, Chris E., Zabihollah Rezaee, Richard A. Riley Jr and Uma K. Velury, 2008. “Financial Statement Fraud: Insights from the Academic Literatur.” Sarasota: Auditing. Vol. 27, Iss. 2; page 231-253. LeDoux, Louis and Richard Guilbeau, 2005. Strategic Planning. Managing Strategically. Texas: Texas Workforce Commision
Andyni, Implementasi Rencana Pengawasan dan Implikasinya … 195
Peraturan Bupati Malang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Inspektorat Kabupaten. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pramono, Eddy Djoko, 2009. “Peningkatan Peran dan Fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dalam Menciptakan Good Local Governance.” Mimeo, makalah disampaikan pada Seminar Penataan Sistem Pengawasan dan Pemeriksaan untuk Mewujudkan Good Governance, Semarang, 2 Desember 2009 Rewansyah, Asmawi. 2010. Reformasi Birokrasi dalam rangka Good Governance. Jakarta: Yusaintanas Prima Riyadi, dan Deddy Supriady Bratakusumah, 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Siagian, Sondang P., 2008. Filsafat Administrasi. Edisi Revisi. Cetakan Kelima. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Yakobus, 2008. Implementasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 di Kabupaten Sanggau. Tesis Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang