ISSN: 2085-5079
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN COOPERATIVE LEARNING MODEL STAD Syamsul Anam Abstrak : Banyak metode pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik. Salah satu metode yang ditawarkan untuk mengembangkan pembelajaran bahasa Arab agar lebih mudah dan komunikatif adalah model pembelajaran kooperatif atau Cooperative learning. Salah satu metode cooperative learning adalah Student Team Achievement Division (STAD) . Metode ini memungkinkan para siswa bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu diantara anggota kelompok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan metode Cooperative Learning model STAD “Student Team Achievement Division siswa belajar lebih maksimal dari pada metode traditional yang bercirikan siswa belajar sendirian, tidak berkolaborasi. Metode ini akan berhasil dengan catatan jika dua kondisi penting terpenuhi yaitu pertama adanya berbagai bentuk ganjaran pada kelompok yang berkinerja baik , kedua adanya tanggung jawab individual
Kata Kunci: Pembelajaran Bahasa Arab, Cooperative Learning, STAD
A. Pendahuluan
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Bagaimana pembelajaran dapat memberikan nilai-nilai dan membekali siswa dengan seperangkat nilai kecakapan hidup agar dapat dipergunakan sebagai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problema kehidupan kurang mendapat perhatian (dikmenum.go. id 2005). Padahal kurikulum yang sempit yang fokus pada prestasi akademik dan mengabaikan kecakapan sosial dan kebajikan akan memicu krisis.(Kagan, 2003). Bahasa Arab di Indonesia termasuk dalam kategori bahasa asing, marketnya lebih banyak terkait dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan ibadah. Data menunjukkan bahwa lebih dari 75% mahasiswa program intensif pembelajaran Bahasa Arab STAIN Jember tahun akademik 2009/2010 ingin mempelajari bahasa arab dengan tujuan memahami Al Qur-an dan Hadits Nabi, sedang yang lain menginginkan menjadi pengajar bahasa arab yang profesional dan mammpu menerjemahkan teks berbahasa arab. Fenomena ini menunjukkan nilai lebih yang dimiliki bahasa arab yang tidak dimiliki oleh bahasa asing lainnya, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, yang mana pedoman hidupnya (Al Qur-an dan Hadits) menggunakan bahasa arab. Sehingga jika hal ini dimanfaatkan, maka akan sangat mendukung nilai market bahasa arab itu sendiri. Tinggal bagaimanakah kita memfasilitasi hal ini agar turut memaksimalkan pembelajaran bahasa arab di Indonesia. Dalam rangka memasuki era standar/ benchmark sebagaimana yang menjadi trend pada pembelajaran terkini, dan pentingnya upaya meningkatkan literasi tingkat tinggi atau kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy), maka langkah pengembangan literasi lintas kurikulum merupakan upaya realistis yang perlu terus diujicobakan (Resnick, 1987; CED, 2001 dalam
Syamsul Anam www.puskur) langkah lain yang bisa ditempuh adalah dengan menciptakan pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Upaya yang bisa ditempuh oleh pengajar bahasa asing dalam hal ini adalah dengan memilih metode yang konstruktivistik, karena filsafat konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari diri kita sendiri, pengetahuan ataupun pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif , bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka. Dan metode yang berasaskan konstruktivistik diantaranya adalah cooperative learning, Diantara model kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa arab adalah model STAD “Student Team Achievement Division” Karena itu penulis ingin menyumbangkan pemikiran dengan menawarkan metode pembelajaran bahasa arab melalui pembelajaran Al Qur-an dengan cooperative learning (metode kooperatif) model STAD « Student Team Achievement Division » B. Al Qur-an dan konsep wahyu Ada beberapa definisi tentang Al Qur-an diantaranya “Kalam Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad secara mutawatir dan membacanya adalah termasuk ibadah” Al Qur-an merupakan teks yang terdiri dari 114 surat, 6616 ayat, 77.934 kata dan 323.671 huruf (Al Faruqi 1998:136) Konsep wahyu merupakan konsep sentral teks mengenai dirinya sendiri. Terdapat banyak nama bagi teks, yakni Al Qur-an, Adz dzikr, dan al Kitab. Akan tetapi nama “wahyu” dapat mencakup semuanya sebagai konsep yang bermakna dalam peradaban, baik sebelum atau sesudah terbentuknya teks. Asal makna wahyu menurut semua bahasa adalah pemberian informasi secara tersembunyi. Dengan kata lain wahyu adalah sebuah hubungan komunikasi antara dua pihak yang mengandung pemberian informasi-pesan-secara samar dan
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD rahasia.(Zaid 2001:33-34) Wahyu dalam konsep Islam juga berarti “pembicaraan Tuhan” yang berarti bahwa Tuhan berkomunikasi dengan utusanNya dengan menggunakan sarana komunikasi. Meskipun sarana itu berbeda dengan sarana komunikasi yang digunakan sesama manusia, namun komunikasi itu bisa merupakan bahan kajian dalam keilmuan keislaman yang tidak pernah kenal kering. (Setiawan 2005:51) Terkait dengan konsep wahyu sebagai cara atau bentuk komunikasi antara Tuhan dan manusia, kosakata Al Qur-an yang mengacu pada Al Qur-an itu sendiri memiliki arti penting. Kosakata ini memberikan kontribusi terhadap beberapa genre Al Quran sebagai teks. Kosakata-kosakata ini juga menunjukkan dengan jelas bahwa Al qur-an adalah sebuah teks yang karakter tekstualitasnya terekfleksikan dalam kosakata-kosakata dimaksud.( Setiawan 2005:55) C. Bahasa Al Qur-an. Ayat-ayat Al Qur-an diturunkan dengan kosakata bahasa arab, kecuali beberapa kata yang termasuk dalam perbendaharaannya akibat akulturasi. Al Qur-an mengakui hal ini dalam sekian banyak ayatnya, antara lain (QS 16:103) Ada beberapa faktor yang menyebabkan terpilihnya bahasa arab sebagai bahasa Al Qur-an, diantaranya adalah:
Ciri bahasa arab Bahasa arab termasuk rumpun bahasa Smit sama dengan bahasa Ibrani, Aramaik, Suryani, Kaldea, dan babilonia. Katakata bahasa arab pada umumnya mempunyai dasar tiga huruf mati yang dapat dibentuk dengan berbagai bentuk. Kata “qaala” misalnya, berarti berkata, teranbil dari huruf qaf, waw dan lam. Utsman bin Jinni seorang pakar bahasa arab menekankan bahwa pemilihan huruf-huruf kosakata arab, bukan suatu kebetulan akan tetapi mengandung falsafah baha-
Syamsul Anam sa tersendiri. Misalnya daro ketiga huruf yang membentuk qaala (qaf, waw dan lam) dapat dibentuk enam bentuk kata yang kesemuanya mempunyai makna. Betapapun ada huruf dari ketiganya tadi didahulukan atau dibelakangkan maka menghimpun makna dasar sama yakni “bergerak”. Perbedaan bunyi kata akan menyebabkan perbedaan arti, mis (ma ahsanu as samaa-a dengan ma ahsana as samaa-a: pertama berarti apa yang terindah di langit kedua berarti betapa indahnya langit itu) Keunikan bahasa arab juga terlihat pada kekayaan pada kosakatanya, yang terlihat pada bilangan (mufrad, mutsanna dan jamak), gender (mudzakkar dan mu’annats) tetapi juga muradif (pesamaan kata) dan lawan kata.
Tujuan penyebaran Al Qur-an Sebab kedua yang menjadikan bahasa arab sebagai bahasa wahyu Ilahi adalah karena berkaitan dengan factor penyebarannya. Dalam buku “Lentera hati” disebutkan bahawa: Kalau anda ingin menyampaikan pesan ke seluruh penjuru, maka sebaiknya anda berdiri di tengah dan di jalur yang memudahkan pesan itu tersebar. Hindari tempat di mana ada sesuatu kekuatan yang dapat menghalangi dan atau merasa dirugikan dengan penyebarannya, kemudian pilih penyampai pesan yang simpati, berwibawa dan berkemampuan sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Timur Tengah adalah jalur penghubung antara Timur dan Barat. Sehingga wajar jika kawasan ini menjadi tempat turunnya pesan terakhir Tuhan. Ada dua kekuasaan besar pada masa turunnya Al Qur-an (abad 5 dan 6 M) yakni kekaisaran Persia (penyembah api dan masih berbekas ajaran Mazdak, kebebasan seks yang mana permaisurinyapun menjadi milik bersama) dan imperium Romawi (mengaku Nasrani dan masih terpengaruh budaya Kaisar Nero yang membakar habis kotanya sendiri dan memperkosa ibunya sendiri) sehingga wajarlah jika dipilih Makkah
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD yang belum disentuh peradaban dan keluarga yang terpilih di Mekkah adalah keluarga Muhammad yang gagah, simpatik, berwibawa, dan juga berbudi pekerti luhur.( Shihab 1998: 89109)
D. Ilmu-ilmu dalam memahami Al Qur-an (the body of knowledge) Ada dua ilmu besar yang harus diketahui tatkala kita berbicara tarjamah Al Qur-an. Dua ilmu besar tersebut adalah: a. Ilmu bahasa Al Qur-an. Seperti diketahui bahwa bahasa Al Qur-an adalah bahasa arab. Dan bahasa arab bagi bangsa Indonesia adalah bahasa asing. Bahasa (termasuk bahasa asing, arab) sebagai disiplin ilmu memiliki struktur yang sangat komplek. Menurut ulama’ bahasa (linguis), ilmu-ilmu itu terdiri dari: Theoritical Linguistics yang diantaranya meliputi: fonologi, morfologi, semantics dan syntax Applied Linguistics, yang meliputi: sosio linguistic, psycho linguistic, tarjamah dan ilmu pembelajaran bahasa. (AlKhuli 982:17-18) b. Ulumul Qur-an. Ulumul Qur-an atau ilmu-ilmu Al Qur-an meliputi ilmu asbab an nuzul, nasah mansuh, I’jaz Al Qur-an, makki madany, qira;ah, munasabah al ayat, ‘am khash, tafsir ta’wil, istinbath al ahkam, mantuq mafhum (Al Faruqi 1998:13) E. Antara tarjamah dan tafsir dalam memahami teks Tarjamah berarti menjelaskan dengan kata yang lain, mentransfer kata/kalimat dari bahasa lain. (Hakim 1989:36) Tatkala kita diharuskan menterjemah maka kita harus memahami karakteristik kaidah bahasa sumber. (Shini 1986:201).
Syamsul Anam Sedangkan tafsir berasal dari “fasara” yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Sehingga tafsir berarti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup (Al Mudzakir 455) Dan dalam memahami Al Qur-an, atau menafsirkannya dibutuhkan beberapa ilmu (seperti dalam no D) Sehingga dengan tafsir didapatkan pemahaman yang jauh lebih lengkap dan kompleks daripada sekedar tarjamah. F. Model-model penafsiran Al Qur-an Ada 4 macam metode yang dipergunakan oleh mufassir dalam kitab tafsirnya. Keempat metode itu adalah: Metode Tahlili: menerangkan ayat-ayat Al Qur-an dengan cara mengemukakan semua aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufassir. Metode ini dapat dibedakan kepada: Tafsir bi al ma’tsur Tafsir bi al ra’yi Tafsir bi al sufi Tafsir bi al fiqhi Tafsir bi al falsafi Tafsir bi al ‘ilmi Tafsir bi al adaby wa al ijtima’I Metode Ijmali: menerangkan ayat-ayat Al Qur-an secara ringkas tetapi mencakup seluruhnya. Dikemukakan dengan bahasa yang jelas dan popular, mudah dimengerti dan dibaca dan penjelasan disesuaikan dengan ayat mushaf. Metode Muqaran: Membandingkan auay-ayat Al Qur-an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD
masalah atau kasus yang berbeda, dan memiliki redaksi yang berb eda bagi masalah atau kasus yang sama. Adapun obyek bahasan metode ini: (a) membandingkan ayat dengan ayat (b) membendingkan ayat dengan hadits (c) membandingkan berbagai pendapat mufassir Metode Maudlu’I: (maudlu’ berarti materi yang dikehendaki oleh penulis atau mutakallim, kemudian diberi ya’ nisbah menjadi bentuk tematis). Yakni mengkaji Al Qur-an dengan mengambil satu tema khusus dari berbagai tema doktrinal kehidupan, tema sosiologis atau kosmologis yang dibahas oleh Al qur-an. Penafsir mengangkat tema yang berkembang di masyarakat, kemudian dihadapkan pada nash Al qur-an dengan mengkaji semua ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Adapun langkah kerja metode ini adalah: (a) menetapkan masalah yang akan dibahas. (b) menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalahnya (c) menyusun urutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai dengan asbab al nuzul. (d) memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing (e) menyusun pembahasan dalam kerangka sempurna (f) melengkapi pembahasan denganhadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan (g) mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhannya, dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am dan yang khash, mutlak dengan muqayyad dan yang pada lahirnya bertentangan, sehingga (Nashrudin 1998: 53)
Syamsul Anam G. Teks Al Qur-An Sebagai Materi Pembelajaran Maharah Al Lughawiyyah Pada nomor B telah disebutkan bahwa Al Qur-an sebagai wahyu, adalah merupakan teks yang dapat dipelajari karena merupakan bahan kajian dalam keilmuan keislaman yang tidak pernah kenal kering.. Sebagaimana ayat pertama yang turun (QS Al ‘Alaq), dimana umat Islam diperintah untuk membaca, maka Al qur-an adalah sebaik-baik materi pelajaran dalam khazanah keilmuan, karena dia merupakan sumber ilmu pengetahuan. Maharah al lughawiyyah (ketrampilan berbahasa meliputi empat macam yakni istima’ (mendengar), kalam (berbicara), qira’ah (membaca) dan kitabah (menulis) (Al Khuli 1982:107) Dan antara keempat maharah ini hampir tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Artinya masing-masing maharah tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, yang dapat dilakukan adalah dengan penekanan salah satunya. Adapun yang dimaksud materi bahasa arab di sini adalah dengan menjadikan Al Qur-an (maudlu’I) sebagai materi ajar bahasa arab. Karena maudlu’I sebagai metode tafsir memiliki beberapa kelebihan, yakni menjawab tantangan zaman, praktis dan sistematis, dinamis, membuat pemahaman menjadi utuh ( Nashrudin 1998:165-167) Materi ajar yang berupa teks Al qur-an maudlu’I disini, dijadikan sebagai bahan ajar qira’ah (membaca). Melihat karakter materi yang terdiri dari tafsir maudlu’I yang meliputi materi yang kompleks ini, maka dari tingkatannya tergolong tingkatan yang ketiga. Di mana tingkatan ini terdiri dari: a) Al Qiro’ah al Mukatstsafah. Tujuan: intensifikasi aktifitas belajar di kelas dalam rangka mempelajari bahasa dan kompetensi bahasa, di bawah bimbingan pengajar. Materi: pada jenis tingkatan ini, pebelajar dilatih menjelaskan susunan bahasa yang sulit, memperkaya per-
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD bendaharaan kosakata dan yang terpenting yakni kemampuan pebelajar dalam membahas, mengkaji dan memahami informasi /pengetahuannya. Ketrampilan ini 10ias terbentuk melalui kajian tentang relita, pengetahuan dan pemikiran-pemikiran yang berasal dari beberapa kitab/buku dan beberapa cetakan lain. Materi di sini tidak untuk dibaca saja akan tetapi juga didiskusikan, dan dipergunakan dalam ketrampilan menulis. Kemampuan komunikasi dan menulis pebelajar tentang materi bacaan, sangat ditentukan oleh kemampuan pengajar dalam memilih materi. b) Al qiro’ah al muwassa’ah. Tujuan memberi ruang lingkup yang luas dengan membaca, dengan cara memilih sendiri materi yang dikehendaki. Jenis tingkatan ini juga bertujuan memperbaiki kelancaran membaca dengan cepat dan teliti, dan tanpa bantuan pengajar. Ketrampiulan jenis ini disebut dengan membaca cepat. Materi berupa cerita, biografi dan buku-buku menarik lain yang dapat mempertinggi minat pebelajar. Bisa diambil dari materi bahasa ibu akan tetapi diadaptasi dengan latar belakang (peradaban) dari bahasa yang dipelajari( Naqah 1985:210-213), (Naqah, Thu’aimah 2003:167-169) Dengan melihat perbedaan kedua karakteristik jenis diatas, maka materi qiro’ah maudhu’i Qur-any yang dimaksud di sini adalah jenis “qiro’ah mukatstsafah”. H. Tiga variabel pembelajaran. Ada tiga variable dalam pembelajaran pertama variable kondisi yang meliputi: tujuan dan karakteristik bidangstudi, kendala dan karakteristik bidangstudi dan karakteristik siswa. Yang ketiga hal ini akan mempengaruhi tiga aspek dalam variable kedua (metode) yakni strategi pengorganisasian, strategi pen-
Syamsul Anam yampaian dan strategi pengelolaan pengajaran. Dan ketiga variable hasil, yang meliputi keefektifan, efisiensi dan daya tarik pengajaran. Jika kita mengidentifikasi variable kondisi dari yang dipaparkan diatas, {dengan mengkaji ulang a) tujuan pengajaran qiro’ah mukatstsafah dengan materi maudlu’I qur-any, b) kendala yang mungkin dihadapi (mengingat kompleksnya materi karena menuntut penguasaan bahasa sekaligus ulum al qur-an) dan c) karakter siswa yang beraneka ragam kemampuannya}, sedangkan pengajaran diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal, maka perlu ditetapkan metode yang dapat memfasilitasi tujuan yang diharapkan, teori semacam ini dinamakan preskriptif, karena tujuan utama teori pengajaran adalah menetapkan metode pengajaran yang optimal. (Degeng 1989:20) I. Metode Konstruktivistik sebagai alternatif Menurut Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan yang memberikan kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk menggunakan bahasa di dalam cara-cara yang fungsional (Gay Su Pinnel dan Myna L. Matlin, dalam www. puskur). Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks akan meningkatkan pembelajaran karena mereka (guru) memberi siswa pelatihan di dalam keterampilan yang terintegrasi dengan literasi tingkat tinggi. Komunikasi adalah inti pengajaran language arts, sementara itu tugas-tugas komunikasi yang kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED, 2001). Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada siswa dengan pembelajaran terpadu melalui lingkungan mahir literasi (literate environment) ternyata dapat
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD meningkatkan pembelajaran karena mereka (siswa) menggunakan proses-proses yang saling berkaitan antara membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan untuk komunikasi alamiah senyatanya (authentic commmunication) (Salinger, 2001). Lingkungan yang kaya bahan cetak dan memberi kesempatan untuk menggunakannya akan mendorong siswa mengujicobakan dengan literasi. Siswa merasa membaca-menulis sebagai cara baru mengomunikasikan sesuatu yang berbeda dengan bahasa lisan. Saat ini, pembelajaran yang berorientasi pada potensi dan kebutuhan siswa menjadi perhatian utama ahli pendidikan (Talbert, J.E. & McLaughlin, M.E., 1999 dalam www.puskur) Pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai sentral (teacher centered) kegiatan belajar-mengajar sedikit-demi sedikit mulai ditinggalkan. Arah angin berpihak pada suatu sistem pendidikan yang menempatkan siswa pada posisi 'diberdayakan' secara maksimal (student centered) yaitu mendidik mereka berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Filosofi itulah salah satunya yang mendasari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (competency-base curriculum)dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kelas KBK, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari ‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata guru’. Filsafat belajar yang mendasari pemikiran itu adalah konstruktivisme. Pendekatan belajar yang berasaskan konstruktivisme antara lain a. Pendekatan kontekstual, b. Life-skills education, c. Pendekatan CBSA, d. Pendekatan inkuiri,
Syamsul Anam e. f. g. h. h. i.
Pendekatan pemecahan masalah Pendekatan proses, Pendekatan kuantum (Quantum Teaching and Learning), Authentic instruction, Pendekatan kooperatif, (coopera tive learning )dan Work-based learing. (www. Puskur)
J. Coopertive learning a. Definisi Cooperative learning (CL) yakni metode yang memungkinkan pebelajar bekerja secara bersama-sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu di antara anggota kelompok. Ada beberapa pendekatan yang 13ias dipakai untuk melakukan CL. Kebanyakan model-model itu melibatkan murid dalam 4 anggota, yang kemampuannya beragam, atau dengan cara berpasangan (duaan) Pebelajar ditugaskan untuk bekerja secara kelompok guna menyelesaikan proyek berupa mingguan atau bulanan. Karena CL bertujuan untuk membantu: pebelajar bekerja sebagai kalompok penemuan, saling membantu, pebelajar bekerja dalam diskusi kelompok, dan pebelajar mempunyai kesempatan yang sama serta untuk memastikan semua anggota telah belajar (Mustaji 2005:34) Metode kooperatif juga termasuk salah satu dari beberapa pendekatan modern yang fokusnya adalah “humanistic education” yakni pendidikan yang meletakkan sebagian besar perhatiannya pada peran guru dalam mengarahkan siswa untuk melakukan discovery, penggunaan metode kooperatif, diskusi antar siswa.(Slavin 1994:300). b. Empat Model Cooperative Learning Ada 4 prinsip Student Team Learning (empat model pokok Cooperative Learning) yakni pertama General Cooperative Learning yang meliputi (a) Student Teams Achievement Division
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD (STAD) (b) Team Games Tournament (TGT) Yang keduanya 14ias diterapkan berbagai bidangstudi dan berbagai tingkatan, kedua Spesific Cooperative Learning yang terdiri dari (c) Team Assisted Individualization (TAI) dan (d) Cooperative Integrated reading and Composition (CIRC) Yang keduanya 14ias diterapkan pada bidangstudi tertentu dan beberapa tingkatan tertentu, TAI dipergunakan untuk kelas 3-6 dan khusus CIRC dipergunakan dalam pembelajaran membaca dan menulis, untuk kelas 3-5 (Slavin 1991:73) Disamping itu ada model-model CL yang lain, yakni (a) Jigsaw dan (b) Group Investigation (GI) dan Learning Together. (Slavin 1991:75) c. Definisi “Student Teams Acievement Devision” (STAD) Dalam STAD (Slavin, 1994) siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin atau suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja didalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu. Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka sendiri pada waktu yang lalu, dan poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui kinerja mereka sendiri disbanding yang lalu. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau ganjaran yang lain. d. Siklus kegiatan pembelajaran dalam “Student Team Acievement Devision” Sebagai metode pembelajaran kooperatif yang efektif disebut Student Team-Achievement Division, atau STAD (Slavin, 1994, 1995a), terdiri dari suatu siklus pengajaran tetap, belajar kooperatif dalam tim kemampuan-campuran, dan kuis, dengan
Syamsul Anam penghargaan atau ganjaran lain yang diberikan kepada tim yang anggota-anggotanya paling tinggi melampaui rekornya sendiri yang terdahulu. STAD terdiri dari siklus kegitan pengajaran yang tetap seperti berikut ini. Mengajar : guru mempresentasikan pelajaran. Belajar dalam tim : siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran. Tes : siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual. Penghargaan tim : Skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor yang paling tinggi. (Slavin 1994 :288) e. Langkah-langkah STAD dalam pembelajaran Langkah-langkah berikut ini menguraikan bagaimana mengantarkan siswa kepada STAD. a). Bagilah siswa ke dalam kelompok-kelompok, masingmasing terdiri dari empat atau lima anggota. Sebaiknya empat anggota, membuat tim yang terdiri dari lima anggota hanya terjadi apabila kelas tidak dapat dibagi habis dengan empat anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kinerja akademik tertentu (misalnya nilai rapor yang lalu, atau skor test yang lalu) dan bagilah daftar siswa yang telah urut itu menjadi empat. Kemudian ambil satu siswa dari tiap empat itu sebagai anggota tiap tim, pastikan bahwa tim-tim yang terbentuk itu berimbang menurut jenis kelamin dan asal suku.
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD b). Buatlah lembar kegiatan siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda rencanakan untuk diajarkan. Selama belajar kelompok (satu atau dua periode kelas) tugas anggota tim adalah menguasai secara tuntas materi yang anda presentasikan dan membantu anggota tim mereka menguasai secara tuntas materi tersebut. Siswa mendapat LKS atau materi pelajaran lain yang dapat mereka gunakan untuk latihan keterampilan yang sedang diajarkan dan menilai diri mereka sendiri dan anggota tim mereka. c). Pada saat Anda menjelaskan STAD, kepada kelas Anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim. Mintalah anggota tim bekerja sama mengatur bangku atau meja-kursi mereka, dan berikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama tim mereka. Bagikan LKS atau materi belajar lain (dua set untuk tiap tim). Anjurkan agar siswa pada tiap-tiap tim bekerja dalam duaan (berpasangan) atau tigaan. Apabila mereka sedang mengerjakan soal, setiap siswa dalam suatu pasangan atau tigaan, hendaknya mengerjakan soal itu dan kemudian saling mengecek pekerjaannya di antara teman dalam pasangan atau tigaan itu. Apabila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan soal itu, teman satu tim siswa itu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal itu. Apabila siswa-siswa itu sedang mengerjakan soal-soal jawaban-singkat, mereka dapat saling mengajukan pertanyaan diantara 16esame teman satu tim, partner secara bergantian memegang lembar jawaban atau mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Syamsul Anam
Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota tim mereka dapat menjawab 100% benar soal-soal kuis tersebut. Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar-bukan untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu penting bagi siswa pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka sendiri dan teman satu tim mereka pada saat mereka belajar. Berikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban itu. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukannya kepada Anda. Pada saat siswa sedang bekerja dalam tim, berkelilinglah di dalam kelas, berikan pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian duduklah bersama tiap tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja. d). Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan test itu, jangan mengijinkan siswa untuk bekerjasama pada saat mengerjakan test itu, pada saat ini mereka mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu. Mintalah siswa menggeser tempat duduknya lebih jauh, bila hal ini dimungkinkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh ialah meminta siswa saling menukarkan pekerjaan mereka dengan siswa anggota tim lain
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD atau mengumpulkan pekerjaan itu untuk anda periksa sendiri pada kesempatan yang lain. e). Buatlah skor individual dan skor tim. Skor tim pada STAD didasarkan pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu yang mereka miliki sendiri. Sesegera mungkin setelah tiap kuis, Anda seharusnya menghitung skor peningkatan individual dengan skor tim, dan mengumumkan skor tim secara tertulis di papan pengumuman atau cara lain yang sesuai. Apabila mungkin, pengumuman skor tim itu dilakukan pada pertemuan pertama setelah kuis tersebut. Hal ini membuat hubungan antara bekerja dengan baik dan menerima pengakuan yang jelas bagi siswa, meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Hitunglah skor tim dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang mengerjakan kuis itu. f). Pengakuan kepada prestasi tim. Segera setelah Anda menghitung poin untuk tiap siswa dan menghitung skor tim, Anda hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada tiap tim yang mencapai rata-rata peningkatan 20 atau lebih. Anda dapat memberikan sertifikat kepada anggota tim atau mempersiapkan suatu peragaan dalam papan pengumuman. Penting untuk membantu siswa. Menghargai skor tim. Antusiasme Anda sendiri terhadap skor tim akan selalu membantu. Apabila Anda memberikan lebih dari satu kuis dalam satu minggu, kombinasikan hasil-hasil kuis itu ke dalam satu skor mingguan. Setelah 5 atau 6 minggu penerapan STAD, aturlah ulang siswa ke dalam tim-tim baru. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan teman sekelas yang lain dan menjaga program pengajaran agar tetap segar (Slavin 1994:288-290)
Syamsul Anam
1. Temuan seputar Cooperative Learning Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa dengan cooperative learning, siswa belajar dengan lebih maksimal daripada metode tradisional (yang bercirikan: siswa belajar dengan sendirian, tidak berkolaborasi, suasana akademik yang tidak mendorong adanya kesuksesan (Jacob 1996:44) penelitianpenelitian tersebut dilakukan pada semua bidangstudi, termasuk di dalamnya bahasa asing (Slavin 1994:290), Pada model STAD, TGT, TAI dan CIRS penelitian yang dilakukan pada 44 siswa menunjukkan bahwa 37 dari siswa sampel (84%) mengalami perubahan peningkatan prestasi yang signifikan (Slavin 1991:75). Adapun khusus untuk STAD“Student Team Achievement Division”dipergunakan dalam berbagai variasi bidangstudi seperti scient, bahasa dan ilmu sosial, dan model ini cocok untuk siswa kelas 2 sampai perguruan tinggi (Slavin 1991:73) Akan tetapi perlu diingat bahwa metode kooperatif model STAD“Student Team Achievement Division” ini akan berdampak signifikan, dengan catatan sepanjang dua kondisi penting terpenuhi yakni pertama adanya berbagai bentuk ganjaran pada kelompok yang kinerjanya baik, kedua adanya tanggungjawab individual. Artinya keberasilan kelompok itu harus ditentukan oleh hasil belajar individual dari seluruh anggota kelompok dan juga ditentukan oleh adanya kerjasama kelompok. (Slavin 1994:290) K. Penutup Cooperative learning ini, memang diambil dari Barat, akan tetapi tidak ada salahnya kita turut mempergunakannya kalau memang itu membawa manfaat dan peningkatan terhadap upaya pembelajaran kita. Penulis mencoba menawarkan metode ini terilhami oleh sikap akomodatif dari Nabi Muhammad SAW tatkala menyuruh sahabatnya untuk pergi ke Cina dalam rangka mencari ilmu dengan sabdanya “ Uthlubu al ‘ilm walau bi ashshiini”
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD dan jargon “al muhafadlaoh ‘ala al qodiim al sholih wa al akhdlu bi al jadiid al ashlah” Meskipun materi maudlu’I qur-any yang penulis tawarkan adalah tergolong qiro-ah atau ketrampilan membaca (khususnya mukatstsaf: intensif) akan tetapi dengan menggunakan cooperative learning model STAD”Student Team Achievement Division” yang penulis tawarkan ini , keempat ketrampilan bahasa (al maharah al ‘arba’: istima’, kalam, qiro-ah dan kitabah) bisa diupayakan, di samping kemampuan pasif, kemampuan aktifpun juga mendapatkan porsi, sehingga “al lughah hiya al kalam” dapat terealisasi. Dan satu kelebihan lagi bahwa kemampuan kelompok dan individu dapat ditingkatkan. Kita bisa menciptakan metode sendiri dengan jalan memperbanyak dan meningkatkan mutu penelitian di bidang pembelajaran, semoga forum seperti ini akan menjadi sarana menuju cita-cita yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Naqah Kamil M, 1985. Ta’lim al lughah al ‘arabiyyah. Makkah Al Mukarromah, Ma’had al lughah al ‘arbiyyah. Thu’aimah, Naqah, 2003. Thoroiq tadris al lughah al ‘arabiyyah lighairi al nathiqin biha. ISESCO. Shini Mahmud Ismail, 1986. Ittijaahat fi at tarjamah. Riyadh Dar Murikh. Al Khuli, 1982. Asalib tadris al lughah al ‘arabiyyah. Riyadh Mamlakah Al ‘Arabiyyah Al Sa’udiyyah. Hakim Madhhar, 1989. Ilm tarjamah al nadhary. TLASDAR. Shihab Quraish, 1998. Mikjizat Al Qur-an. Bandung Mizan.
Syamsul Anam Abu Zaid Hamid Nasr, 2001. Tekstualitas Al-Qur-an. Yogyakarta. LkiS Al Faruqi R Ismail, 1998. Atlas Budaya Islam. Bandung Mizan. AS Mudzakir, Tt. Studi ilmu-ilmu Al Qur-an. Jakarta Litera antar Nusa Islamiyah. Setiawan Nur Kholis, 2005. Al qur-an kitab sastra terbesar. Yogyakarta eLSAQ Press. Baidan, Nashrudin 1998. Metodologi Penafsiran Al Qur-an. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Direktorat Pendidikan Menengah, 2005. Umum – dikmenum.go.id 8 Juli. http://www.kaganonline.com/KaganClub/FreeArticle/ASK21.htm 1 http://www.puskur.net/download/naskah_akademik b.Ind.doc. E Slavin, Robert, 1991. Synthesis of Research on Cooperative Learning. Educational Leadership Vol 48 Num 5. E. Slavin, Robert, 1994. Educational Psychology Theory and Practice. Johns Hopkins University Jacobs, George M dkk, 1996. Learning Cooperative Learning via Cooperative Learning. Singapore SEAMEO Regional Language Centre. Salinger, Terry, 2001. Literate Environment. School Improvement in Maryland. (http://www.mdk12.org/practices/good_instruction/projectb etter/elangarts/ela-62-63.html) Council on Economic Development (CED) 2001. “High Literacy” and Language Art Curriculum. School Improvement in
Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cooperative Learning Model STAD Maryland. (online). (http://www.mdk12.org/practices/ good_instruction/projectbetter/ elangarts/ela-64-66.html Degeng IN Sudana, 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta Depdikbud Dirjen DIKTI - PPLPTK. Mustaji, Sugiarso, 2005 .Pembelajaran berbasis konstruktivistik - penerapan dalam pembelajaran berbasis masalah. tp. Surabaya.