ISSN 0216-9169
Fauna Indonesia
t
Zoologi In
M
donesia
asyaraka
Hystrix brachyura
MZI
Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor
Fauna Indonesia
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun ISSN 0216-9169 Redaksi Mohammad Irham Kartika Dewi Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Sekretariatan Yuni Apriyanti Yulianto Mitra Bestari Renny Kurnia Hadiaty Ristiyanti M. Marwoto Tata Letak Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Hystrix brachyura - Foto : Wartika Rosa Farida
PEDOMAN PENULISAN 1.
Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular.
2.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal.
3. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1,5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm. 4. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka. 5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141 b. Buku Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin. c. Koran Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal. 20. d. internet NY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 ‹http://www. nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html›.
6.
Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907. b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah .
7.
c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish. Naskah dikirim secara elektronik ke alamat:
[email protected]
PENGANTAR REDAKSI Perjalanan majalah Fauna Indonesia di tahun 2011 ini ditandai dengan pergantian redaksi Fauna Indonesia. Nafas baru Fauna Indonesia ini diharapkan dapat mempercepat laju penyebaran pengetahuan keanekaragaman hayati fauna Indonesia ke khalayak ramai setelah sempat terhenti di tahun 2010. Untuk mencapai hal tersebut redaksi akan mengekspansi publikasi Fauna Indonesia di ranah dunia maya sehingga para pembaca yang sulit mendapatkan edisi cetak dapat mengakses dari mana saja. Penerbitan secara online ini telah dilakukan pada edisi sebelumnya di tahun 2010 namun masih sebagai bagian dari daftar publikasi di website Puslit Biologi-LIPI. Percepatan penyebaran informasi fauna Indonesia dan kemandirian mendorong kami untuk tetap konsisten pada penerbitan secara online. Dengan segala keterbatasan, atas bantuan Puslit Biologi-LIPI kami masih dapat menggunakan sudut kecil di website Puslit Biologi-LIPI sebagai wahana Fauna Indonesia. Walaupun demikian, kami tetap berusaha untuk mewujudkan majalah online Fauna Indonesia yang profesional dan mandiri dibawah bendera Masyarakat Zoologi Indonesia. Pada edisi ke 10(1) ini beberapa artikel yang menarik kita sampaikan kepada pembaca mulai dari Keragaman jenis kodok dan penyebarannya di area lahan basah “Ecology Park”, di kampus LIPI Cibinong, Jawa Barat, Perilaku harian induk Landak Raya (Hystrix brachyura Linnaeus, 1758) pada masa menyusui, Siklus hidup ngengat (Antheraea larissa Westwood, 1847) dari Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat, Ikan botia: maskotnya ekspor ikan hias asli Indonesia , Aspek biologi dan sistematika nudibranch, Beberapa catatan kasus sengatan ubur-ubur di Indonesia, Conservation status of Indonesian Coelacanth (Latimeria menadoensis): is a relic species worth conserved? Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu majalah ini lahir kembali. Redaksi
i
DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI ............................................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................ ii KERAGAMAN JENIS KODOK DAN PENYEBARANNYA DI AREA LAHAN BASAH “ECOLOGY PARK”, DI KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT. .................................................... 1 Hellen Kurniati PERILAKU HARIAN INDUK LANDAK RAYA (Hystrix brachyura LINNAEUS, 1758) PADA MASA MENYUSUI ........................................................................................................................................... 9 Wartika Rosa Farida SIKLUS HIDUP NGENGAT (Antheraea larissa WESTWOOD, 1847) DARI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK, JAWA BARAT.......................................................................................13 Darmawan IKAN BOTIA: MASKOTNYA EKSPOR IKAN HIAS ASLI INDONESIA .....................................17 Hadi Dahruddin ASPEK BIOLOGI DAN SISTEMATIKA NUDIBRANCH...................................................................22 Ucu Yanu Arbi BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA..............................30 Nova Mujiono CONSERVATION STATUS OF INDONESIAN COELACANTH (Latimeria menadoensis): IS A RELIC SPECIES WORTH CONSERVED? ................................................................................................37 Conni M. Sidabalok
ii
Fauna Indonesia Vol 10(1) Juni 2011 : 30-36
Fauna Indonesia
BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA Nova Mujiono Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI Summary It had been reported some cases of jellyfish stings from Indonesian waters between 2005 to 2009. Of them, three deaths were reported in Jebus and Situbondo which might be caused by Chrysaora quinquecirrha and Physalia physalis. Season, treatment of the injury and prevention of jellyfish stings will be discussed. Pendahuluan
Graham et al, 2001; Brodeur et al, 1999). Permukaan air laut yang lebih hangat mungkin memicu reproduksi seksual scyphistoma dan laju reproduksi medusa (Uye, 2008). Sebagai hewan planktonik, persebaran ubur-ubur sangat dipengaruhi oleh angin, arus dan gelombang laut dibanding dengan gerakan renangnya sendiri. Musim kemarau yang di Indonesia terjadi pada bulan April-Oktober selalu berhubungan dengan gelombang tinggi, angin dan arus yang kencang di sekitar pantai. Hal ini akan membuat hewan plankton seperti ubur-ubur mendekati pantai dan peluang kontak dengan wisatawan menjadi lebih tinggi. Makalah ini akan membahas keragaman jenis ubur-ubur penyengat, beberapa kasus kecelakaan oleh sengatan ubur-ubur di Indonesia yang dilaporkan oleh media lokal, perawatan serta pencegahannya.
Ubur-ubur termasuk dalam filum Cnidaria (dahulu dikenal dengan Coelenterata), kelompok hewan invertebrata dengan tubuh bergelatin sehingga mirip dengan agar-agar/jeli. Tubuhnya mengandung 95% air. Terdapat empat kelas dalam filum Cnidaria, yaitu Anthozoa (antho = bunga), mencakup karang sejati dan anemone; Cubozoa (cubo = kotak), mencakup ubur-ubur kotak dengan mata yang rumit dan racun yang mematikan; Hydrozoa (hydro = air), kelompok dengan jumlah jenis terbanyak yang mencakup sifonofora, hydroid, karang api dan banyak jenis medusa, dan Scyphozoa (scypho = payung), mencakup semua jenis ubur-ubur sejati. Dari ke-empat kelas tersebut, hanya Anthozoa saja yang benthik sesil, yang lainnya plankton. Beberapa jenis dapat menyengat dan menyebabkan sakit yang parah, bahkan kematian bagi manusia. Ubur-ubur telah dipelajari lebih ekstensif dimana-mana, khususnya mengenai dampak perubahan iklim pada siklus hidup dan persebaran hewan ini. Saat ini, perubahan iklim terjadi hampir di setiap negara, membuat suhu naik dan permukaan air laut jadi lebih hangat. Salah satu contohnya di Laut Skotlandia, sebuah penelitian jangka panjang (1980 s/d 2005) telah memperlihatkan terjadinya peningkatan suhu air laut 0,2-0,6°C/dekade selama lebih dari 25 tahun (Hughes, 2006). Lebih jauh, peningkatan suhu permukaan air laut diprediksi menjadi penyebab meningkatnya jumlah populasi ubur-ubur (Uye, 2008; Purcell, 2005; Mills, 2001;
Bahan dan metode Pencarian informasi menggunakan koran lokal dan internet dengan kata kunci : ubur-ubur/ jellyfish, sengat/sting dan Indonesia. Laporan kasus Menurut informasi dari koran lokal dan internet, tidak kurang dari 13 kasus kecelakaan oleh sengatan ubur-ubur telah dilaporkan dari tahun 2005 – 2009, dimana 11 diantaranya terjadi di Jawa, 1 di Bali dan 1 di Bangka. Data dari Tabel.1 menunjukkan bahwa kasus
30
MUJIONO - BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA
Table 1. Rekaman 13 kasus sengatan ubur-ubur (diurut berdasarkan tanggal kejadian) Tanggal
Lokasi
Jumlah korban
Akibat
Jenis
Sumber
-
Physalia physalis
Anonim, 2005
2 orang pada 2009, lebih dari 50 orang pada 2004
Sakit perut dan mual
Physalia physalis
Werdiono, 2007
Pantai Teleng Ria, Pacitan
Puluhan orang
Demam parah, sesak nafas
Physalia physalis
Adi, 2007.
12/08/2007
Pantai Parangtritis, Bantul
Puluhan orang
Gatal-gatal dan kulit terbakar
?
Utantoro, 2007.
05/06/2008
Mlandingan, Situbondo
1 orang
Remaja 19 th meninggal
Physalia physalis
Anonim, 2008(a)
04/07/2008
Banyuputih, Situbondo
1 orang
Anak 10 th meninggal
Physalia physalis
Anonim, 2008(b)
05/10/2008
Pantai Bembang, Jebus
1 orang
Anak 4 th meninggal
Chrysaora quinquecirrha
Anonim, 2008(c)
19/07/2009
Pantai Parangtritis dan Samas, Bantul
Puluhan orang
Sakit yang parah, pingsan
Physalia physalis
Waskita, 2009
22/09/2009
Pantai Parangtritis, Bantul
Ratusan orang
Sakit yang parah, pingsan
Physalia physalis
Heru, 2009
22/09/2009
Pantai Widarapayung, Cilacap
Puluhan orang
Demam parah, sesak nafas
Physalia physalis
Anonim, 2009(a)
23/09/2009
Pantai Glagah Indah dan Trisik Kulonprogo
Puluhan orang
Sesak nafas, pingsan
Chrysaora quinquecirrha
Kuntadi, 2009
26/09/2009
Pantai Kukup, Gunung Kidul
64 orang
-
?
Wulan, 2009
02/10/2009
Pantai Pangandaran, Ciamis
1 orang
Pingsan
?
Anonim, 2009(b)
27/07/2005
Pantai Sanur, Bali
-
08/07/2007
Pantai Depok, Bantul
20/07/2007
sengatan ubur-ubur terjadi antara Juni – Oktober pada saat musim kemarau, jumlah korban bervariasi dari seorang sampai ratusan orang, akibat sengatan juga bervariasi mulai dari gatal-gatal dan kulit terbakar sampai pada kematian, 2 jenis ubur-ubur diperkirakan menjadi penyebabnya yaitu Chrysaora quinquecirrha dan Physalia physalis. Sebanyak 2 kasus yang terjadi di Situbondo dilaporkan pada bulan Juni dan Juli 2008, keduanya menyebabkan korbannya yang berusia 10 th dan 19 th meninggal setelah disengat ubur-ubur waktu berenang dekat pantai. Tubuh, punggung, perut dan kakinya memerah. Saat dievakuasi, tubuh korban mengejang terus-menerus dan mulutnya mengeluarkan busa dan akhirnya meninggal (Anonim, 2008(a); Anonim, 2008(b))). Kasus lainnya terjadi di Jebus pada bulan Oktober 2008 yang mengakibatkan korbannya yang berusia 4 th
meninggal. Korban sedang bermain dekat pantai dengan kakaknya saat tiba-tiba mereka disengat ubur-ubur pada bagian kakinya. Seketika korban pingsan, paha kiri dan alat kelaminnya memerah, seiring waktu berubah membiru dan meninggal saat perjalanan evakuasi. Untungnya sang kakak berhasil selamat (Anonim, 2008). Beberapa kasus sengatan ubur-ubur juga dilaporkan dari luar negeri. Tidak kurang dari 3 kematian terjadi oleh sengatan Physalia di Amerika sejak tahun 1989 (Burnett & Gable, 1989; Stein et al.,1989; Daubert, 2008). Sekitar lima ratus kasus sengatan Physalia juga dilaporkan dari Australia Barat dan Selatan dengan beberapa berakibat fatal di bagian barat (Goggin et al., 2004). Pada daerah tropis, kebanyakan kasus terjadi pada musim panas, sementara di Australia terjadi sepanjang tahun (Fenner, 1997). Lebih dari seratus orang tersengat
31
FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011 : 30 - 36
Keragaman jenis ubur-ubur penyengat
Chrysaora quinquecirrha di Pantai Yorktown, Virginia – Amerika pada tanggal 4 Juli 2009, dimana juga terjadi pada musim panas. Tidak ada laporan mengenai jumlah korban yang fatal (Cawley, 2009).
Terdapat sekitar 29 jenis ubur-ubur penyengat, dimana dua jenis juga terdapat di
Tabel 2. Daftar jenis ubur-ubur penyengat, tingkatan sengatan dan persebaran geografisnya Kelas/jenis (Nama umum) CUBOZOA Carybdea rastoni (Jimble Stinger) Carybdea marsupialis Carybdea alata Carybdea xaymacana Carybdea sivickisi Carukia barnesi (Irukandji) Chironex fleckeri (Sea Wasp) Chiropsalmus quadrigatus Tamoya gargantuan Chiropsoides buitendijki HYDROZOA Leuckartiara gardineri (Little Red Stinger) Olindias singularis Physalia physalis (Portuguese Man of War) Olindioides formosa Aglaophenia cupressina Lytocarpus phillipinus Gonionemus vertens Velella velella SCYPHOZOA Catostylus mosaicus (Mosaic Sea Jelly) Cyanea capillata (Hairy Stinger) Cyanea mjobergi (Hairy Stinger) Chrysaora quinquecirrha (Sea Nettle) Pelagia noctiluca (Mauve Stinger) Phyllorhiza punctata (Spotted Jellyfish) Pseudorhiza haeckeli (Net Patterned Jellyfish) Chrysaora hysoscella (Sea Nettle) Chrysaora lactea (Sea Nettle) Stomolophus nomurai Sanderia malayensis
Tingkat
AU
Persebaran AS PU PS
SH
1
+
+
+
+
+
1 1
+ +
+
+
+
+ +
+
+ + +
Kramp, 1961; Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002 Halstead, 1971; Kramp, 1961 Halstead, 1971; Kramp, 1961; Burke, 2002 Goggin et al, 2004 Goggin et al, 2004 Marsh & Smith, 1986
1
+
+
Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002
2 1 1
+ +
+ +
Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002 Marsh & Smith, 1986 Burke, 2002
+
Marsh & Smith, 1986
+ +
Kramp 1961; Marsh & Smith, 1986 Marsh & Smith, 1986; Woodcock, 1997
1 1 2
+ +
+
3 2 1 3 3 3 1 2
+
+ +
+
+ + +
3 2
+
+
+ + +
+ +
+
+ + +
+ + +
Halstead, 1971; Kramp, 1961 Halstead, 1971 Halstead, 1971 Fenner, 1998 Burke, 2002; Bouillon et al, 2004
+
+
+
Halstead, 1971
+
+
+
Halstead, 1971; Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002 Marsh & Smith, 1986
+ 2
+
2
+
+
2
+
+
+
+
+
+
2 2 2 1 2
Sumber
+
+
Halstead, 1971; Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002 Halstead, 1971; Marsh & Smith, 1986; Burke, 2002 Marsh & Smith, 1986
+
Marsh & Smith, 1986 Burke, 2002
+
+ + +
Burke, 2002 Burke, 2002 Burke, 2002
Keterangan : *Tingkat sengatan : 1) Mematikan, 2) Sedang, 3) Tak berbahaya; *Persebaran : AU (Atlantik Utara), AS (Atlantik Selatan), PU (Pasifik Utara), PS (Pasifik Selatan), SH (Samudera Hindia)
32
MUJIONO - BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA
Indonesia. Deskripsi morfologinya sebagai berikut : Physalia physalis : Sifonofora dengan pneumatofor asimetrik dan relatif besar, dapat mencapai panjang 30 cm, berwarna biru keunguan. Bagian atas pneumatofor membentuk semacam ‘layar’ yang menggelembung. Terdapat 7 – 8 tentakel ‘pemancing’ yang dapat mencapai panjang 30 m, dikelilingi oleh banyak tentakel yang lebih kecil dan pendek berwarna biru pucat (Goggin et al, 2004, Bouillon et al, 2004). Chrysaora quinquecirrha : Semaeostomeae dengan diameter payung mencapai 25 cm, terdapat tiga tentakel besar pada tiap oktan, lengan mulut panjang, lancip, berlipat-lipat. Warna bervariasi, biasanya agak pucat, kekuningan atau merah mudah, terdapat garis-garis pada tengah payung menuju tepiannya (Kramp, 1961). Ubur-ubur dapat dibagi menjadi 3 kelompok menurut gejala yang diakibatkanya, yaitu mengakibatkan kematian, menyebabkan rasa sakit yang parah dan efeknya simetris serta hanya menyebabkan rasa sakit ringan (Fenner, 1998). Tentakel ubur-ubur mengandung sejumlah besar sel penyengat (nematosis) yang tersusun dalam kluster yang disebut ’batere’. Nematosis akan menembakkan semacam benang berduri berisi racun jika teraktifasi oleh sentuhan atau rangsang kimia. Racun akan berdampak pada otot, saraf dan jaringan korbannya (Waikïkï Aquarium Education Department, 2009). Racun, gejala serta penanganan sengatan Saat menembak, banyak nematosis menyuntikkan racun yang dapat berakibat negatif bagi tubuh korban. Dampaknya dapat muncul secara langsung oleh serangan racun atau tak langsung oleh
Gambar 2. A)Nematosis non aktif; B)Nematosis aktif; C)Benang berduri menembus jaringan kulit (Sumber : Waikïkï Aquarium Education Department, 2009)
reaksi imunitas tubuh. Kebanyakan racun adalah molekul protein yang mencari target membran plasma (Arai, 1997). Racun ubur-ubur dapat dikelompokkan menjadi 5 macam menurut cara kerjanya, yaitu neurotoxic yang menyerang saraf, cardiotoxic yang menyerang jantung, dermatonecrotic yang menghancurkan kulit, cytotoxic yang menghancurkan sel serta haemolytic yang menghancurkan sel darah (Goggin et al., 2004; Arai, 1997). Laporan korban sengatan ubur-ubur Chrysaora quinquecirrha dilaporkan dari Glagah dan Jebus. Seorang ibu yang menjadi korban di Glagah mengatakan kakinya terasa terbakar dan bengkak pada sekitar luka sengatan. Dua korban lainnya menderita sesak nafas sebelum akhirnya pingsan. Setelah mendapatkan perawatan medis, mereka semua dapat pulih kembali (Kuntadi, 2009). Sementara itu di Jebus, seorang anak lakilaki berumur 4 tahun yang tersengat ubur-ubur pada bagian kaki dan alat kelaminnya mendadak jatuh pingsan. Kedua kaki serta alat kelaminya
Gambar 1. Ubur-ubur penyengat yang dilaporkan mengakibatkan beberapa kecelakaan. Kiri Physalia physalis dari Malang , kanan : Chrysaora quinquecirrha dari Cilacap (foto : Mujiono, 20010).
33
FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011 : 30 - 36
menjadi merah dan kemudian berubah berwarna biru dan akhirnya meninggal (Anonim, 2008). Racun ubur-ubur Chrysaora quinquecirrha bekerja sebagai haemolytic, dermatonecrotic dan cytotoxic (Balamurugan et al., 2009). Gejala umumnya adalah rasa terbakar pada luka, setelah 15 menit rasa sakit akan berkembang menjadi kejang otot dan terasa amat menyakitkan pada bagian bawah punggung sehingga korban akan berteriak kesakitan. Susah tidur, lemas badan dan depresi mental dapat terjadi pada kasus sengatan yang parah. Rasa sesak pada tenggorokan dan dada disertai batuk yang terusmenerus dan keluarnya lendir dari hidung dan mata. Rasa mual dan muntah dapat terjadi. Luka sengatan akan diikuti dengan rasa perih, pegal, bengkak dan menjadi merah. Butuh waktu 2 atau 3 minggu untuk sembuh (Marsh & Smith, 1986). Beberapa gejala ini nampak pada korban yang dilaporkan diatas. Anak kecil yang meninggal di Jebus dikarenakan sistim imunitas tubuhnya belum berkembang sempurna dibanding beberapa korban lainnya yang telah dewasa. Akibatnya efek racun tersebut jadi jauh lebih mematikan baginya. Sayangnya tidak ada catatan medis mengenai pengobatan korban yang selamat diatas. Burnett et al. (1983) melaporkan jika soda roti (Sodium bicarbonate/NaHCO3) merupakan penghambat nematosis yang efektif untuk Chrysaora quinquecirrha. Paramedis di pantai Yorktown (Virginia – Amerika) mencampur soda roti dengan asam asetat (CH3COOH) pada air steril untuk mengobati korban (Cawley, 2009). Korban sengatan ubur-ubur Physalia physalis dilaporkan dari 6 lokasi (Sanur, Depok, Teleng Ria, Parangtritis, Samas dan Widarapayung) tanpa korban yang fatal. Sementara 2 kasus dari Mlandingan dan Banyuputih mengakibatkan kedua korbannya meninggal. Korban sedang berenang di pantai saat mendadak disengat oleh ubur-ubur. Luka dikulitnya terasa terbakar dan gatal, disertai sakit punggung, bagian perut dan kakinya menjadi berwarna merah. Tubuhnya kejang, keluar busa dari mulutnya dan selanjutnya pingsan. Teman-temannya melumuri tubuhnya dengan pasir pantai sebelum dievakuasi, tetapi kedua korban tersebut meninggal saat di perjalanan (Radar Banyuwangi, 6 Juni 2008; 5 Juli 2008). Racun dari Physalia physalis bekerja sebagai carditoxic, haemolytic dan dermatonecrotic (Alam & Qasim, 1991). Sengatannya sangat menyakitkan,
34
bahkan terasa hingga sampai ke kelenjar getah bening. Sering terjadi mual, sakit punggung, kejang otot pada anggota tubuh, perut dan dada yang mengakibatkan kesakitan saat bernafas (Fenner, 1998; 2000). Kasus dari Mlandingan dan Banyuputih menunjukkan racun dari Physalia physalis cukup kuat untuk membunuh remaja dan orang dewasa sekaligus. Untuk perawatan korban diperlukan air panas (60oC) untuk membilas luka. Karena kebanyakan racun adalah molekul protein, maka proses pemanasan dapat mendenaturasi strukturnya sehingga dapat mereduksi efeknya (Halstead, 1971; Taylor, 2007; Daubert, 2008). Asam cuka/ asetat (CH3COOH) dengan konsentrasi 4-6% adalah bahan yang secara umum dipakai mengobati sengatannya, yaitu dengan merendam luka sekitar 30 detik. Jika tidak ada asam cuka, minuman Coca Cola atau anggur yang tua juga bisa menggantikannya (Fenner et al, 1993; Fenner, 1997; Daubert, 2008). Beberapa metode pertolongan terhadap sengatan ubur-ubur juga telah diperkenalkan, antara lain dengan cara urinasi (perendaman luka sengat dengan urin), enzim papai dalam daun buah pepaya, aluminium sulfat (Al2(SO4)3, alkohol (C2H5OH), sodium hypochlorite (NaClO), pemutih/bleach, ammonia (NH3) bensin/minyak tanah serta menggosok daerah luka dengan pasir pantai (Burke, 2002). Pencegahan terhadap sengatan ubur-ubur Ada beberapa prosedur yag telah diperkenalkan oleh Halstead (1971), Fenner (1998) dan Goggin et al. (2004) yang dapat mencegah serta menjaga tetap aman dari sengatan ubur-ubur : 1.Menggunakan baju renang yang ketat serta menutupi seluruh badan, 2.Memakai perlengkapan lain seperti sepatu selam dan helm, 3.Berenang di daerah yang terawasi oleh penjaga pantai, sehingga dia bisa memberi peringatan akan kehadiran ubur-ubur, 4.Mematuhi tanda peringatan (akan keberadaan ubur-ubur), 5.Berenang di dalam jaring pengaman, jika memungkinkan. Daftar Pustaka Adi, O.N. 2007. Ubur-ubur api serang Pantai Pacitan. http://surabaya.detik.com/read/2007/07/21 /153120/807738/475/ubur-ubur-api-serang-
MUJIONO - BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA
pantai-pacitan . Diakses 18/02/2010. Alam, J.M & Qasim, R. 1991. Toxicology of Physalia’s (Portuguese man-o’ war) venom. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences 4(2) :159-168. Arai, M.N.1997. A functional biology of Scyphozoa. Chapman & Hall, London. 315 pp. Balamurugan, E., Kumar, D.R & Menon, V,P.2009. Proapoptotic effect of Chrysaora quinquecirrha (Sea Nettle) nematocyst venom peptide in HEp 2 and HeLa Cells. European Journal of Scientific Research 35 (3) : 355-367. Anonim, 2005. Stinging jellyfish making a rare and hopefully short appearance along Bali’s Sanur Beach. Bali Post. 30 July 2005. Anonim. 2008(a). Tewas disengat ubur-ubur. Radar Banyuwangi. 05 Juni 2008. Anonim. 2008 (b). Bocah SD tewas disengat uburubur. Radar Banyuwangi. 05 Juli 2008. Anonim, 2008(c). Balita tewas akibat ubur-ubur saat mandi di pantai Bembang. Bangka Pos. 07 Oktober 2008. Anonim. 2009(a). Wisatawan Pantai Widarapayung diserang ubur-ubur. Republika. 24 September 2009. Anonim. 2009(b). Warga padati objek wisata. 03 Oktober 2009. Bouillon, J., M.D. Medel, F. Pagès, J.M. Gili, F. Boero, & C. Gravili. 2004. Fauna of the Mediterranean Hydrozoa. Scientia Marina 68 (Suppl. 2) 5-438. Brodeur, R.D., C.E. Mills, J.E. Overland, G.E. Walters, & , J.D. Schumacher. 1999. Evidence for a substantial increase in gelatinous zooplankton in the Bering Sea, with possible links to climate change. FisheriesOceanography 8(4) : 296-306. Burke, W.A. 2002. Cnidarians and human skin. Dermatologic Therapy 15: 18-25. Burnett, J.W., C.S. Cobbs, , S.N. Kelman & G.J. Calton. 1983. Studies on serologic response to jellyfish envenomations. Journal American Academy of Dermatology 9 : 223-231. Burnett, J.W., & W.D. Gable. 1989. A fatal jellyfish envenomation by the Portuguese man-o-war.
Toxicon 27 : 823-824. Calder, D.R.2008. An Illustrated key to Cubozoan and Scyphozoan jellyfishes of the South Atlantic Bight. Southeastern Regional Taxonomic Center (SERTC), South Carolina Department of Natural Resources. 18pp. Cawley, J. 2009. Look out! Jellyfish hordes back for another summer. Daily Press, July 11, 2009. http://articles.dailypress.com/2009-07-11/ news/0907100108_1_stinging-jellyfish-nettles. Diakses 18/02/2010. Daubert, G.P. 2008. Cnidaria Envenomation. http:// emedicine.medscape.com/article/769538overview. Diakses 18/02/2010. Fenner, P.J., J.A. Williamson, J.W. Burnett & J. Rifkin. 1993. First aid treatment of jellyfish stings in Australia : response to a newly differentiated species. Medical Journal of Australia 158 : 498501. Fenner, P.J. 1997. Awareness, prevention and treatment of world-wide marine stings and bites. Proceedings International Live Saving Federation Medical/Rescue Conference. 1-12. Fenner, P.J. 1997. The Global Problem of Cnidarian ( Jellyfish) Stinging. M.D. Thesis, University of London.205pp. Fenner, P.J. 1998. Dangers in the ocean: the traveler and marine envenomation. I. Jellyfish . Journal of Travel Medicine 5:135-141. Fenner, P.J. 2000. Physalia Species : Physalia utriculus The “Bluebottle”. http://www.marine-medic.com. au/pages/biology/biologyBreakup/physalia.pdf Diakses 18/02/2010. Goggi,L., L. Gershwin, P. Fenner, J. Seymour & T. Carrette. 2004. Stinging jellyfish in tropical Australia (brochure). CRC Reef Research Centre. Graham, W.M., F. Pag`es & W. M. Hamner. 2001. A physical context for gelatinous zooplankton aggregations : a review. Hydrobiologia 451: 199– 212. Halstead, B.W. 1971. Venomous colelenterates : Hydroids, Jellyfishes, Corals and Sea Anemones. In : Bucherl, W & Buckley, E.E (eds). Venomous Animals and Their Venoms. Volume III :
35
FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011 : 30 - 36
Venomous Invertebrates. Academic Press. New York. 395-417. Heru, C.N. 2009. Pengunjung Parangtritis diminta waspadai serangan ubur-ubur.http://ip52-210.cbn. net.id/hg/nusa/2009/09/22/brk,20090922199027,id.html.Diakses 18/02/2010. Hughes, S. (2006). Impacts of climate change on sea temperature in marine climate change impacts. Annual Report Card 2006 (Eds. Buckley, P.J, Dye, S.R. and Baxter, J.M), Online Summary Reports, MCCIP, Lowestoft,www.mccip.org.uk. Diakses 18/02/2010. Kuntadi, 2009. Sengatan ubur-ubur serang wisatawan Pantai Glagah. http://news.okezone.com/ read/2009/09/24/340/259634/340/sengatanubur-ubur-serang-wisatawan-pantai-glagah. Diakses 18/02/2010. Marsh, L & Slack-Smith, S. 1986. Sea stingers and other venomous and poisonous marine invertebrates of Western Australia. Western Australian Museum. Perth.133 pp. Mills, C.E. 2001. Jellyfish blooms : are populations increasing globally in response to changing ocean conditions? Hydrobiologia. 451 : 55-68. Purcell, J.E. 2005. Climate effects on formation of jellyfish and ctenophore blooms: a review. Journal of Marine Biology Association of United Kingdom 85 : 461–476. Stein, M.R., Marraccini, J.V., Rothschild, N.E. and Burnett, J.W. 1989. Fatal Portuguese man-o’war (Physalia physalis) envenomation. Annals of Emergency Medicine 18(3) : 312-315. Utantoro, A. 2007. Puluhan wisatawan Parangtritis tersengat ubur-ubur. Media Indonesia. 12 August 2007. Uye, S. 2008. Blooms of the giant jellyfish Nemopilema nomurai: a threat to the fisheries sustainability of the East Asian Marginal Seas. Plankton Benthos Research 3(Suppl.): 125–131. Waikïkï Aquarium Education Department, 2009. Marine Life Profile: Indo-Pacific Portuguese Man-Of-War. 4pp. Waskita, D. 2009. Teror ubur-ubur melanda Pantai Parangtritis http://news.okezone.com/
36
read/2009/07/20/1/240298/1/teror-uburubur-melanda-pantai-parangtritis. 20 July 2009. 18/02/2010. Diakses 18/02/2010. Werdiono, D. 2007. ”Balon biru”, ubur-ubur lucu yang bikin gatal. Kompas. 09 Juli 2007. Woodcock, A.H. 1997. Why sailing sea animals have mirror images. Pacific Science 51 (1) : 12-17. Wulan, M.K. 2009. Lima wisatawan terseret ombak, 64 tersengat ubur-ubur. http://oase.kompas.com/ read/2009/09/27/22061990/lima.wisatawan. terseret.ombak.64.tersengat.ubur-ubur. Diakses 18/02/2010