ISSN 0216-9169
Fauna Indonesia Volume 9, No. 1 Juni 2010
t
Zoologi In
M
donesia
asyaraka
Uca dussumieri
MZI
Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor
Fauna Indonesia
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169 Redaksi Haryono Awit Suwito Mohammad Irham Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Tata Letak Kartika Dewi Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Uca dussumieri - Foto : Dewi Citra Murniati
PENGANTAR REDAKSI Tahun 2010 adalah momen yang penting bagi para pemerhati fauna karena PBB menetapkan bahwa 2010 merupakan Tahun Keanekaragaman Hayati. Untuk selanjutnya setiap tanggal 22 Mei diperingati sebagai Hari Keankeragaman Hayati Sedunia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai Negara yang dikaruniai kekayaan hayati yang sangat melimpah sudah saatnya untuk melakukan berbagai kajian yang mengarah pada pemanfaatan dan upaya konservasinya. Sejalan dengan hal tersebut maka majalah Fauna Indonesia sudah semestinya untuk terus dihidupkan dan dikembangkan sehingga dapat memenuhi tuntutan/kebutuhan informasi pada masa kini maupun yang akan datang. Fauna Indonesia merupakan salah satu wadah informasi mengenai keragaman fauna asli Indonesia dengan segala aspeknya. Dalam perjalanannya, tidak dipungkiri Fauna Indonesia sering mengalami keterlambatan penerbitan yang diantaranya disebabkan oleh ketidakcukupan naskah. Untuk itu kami mengharapkan agar organisasi profesi Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI) sebagai payungnya dapat diaktifkan kembali. Selain itu kepada semua pembaca dapat ikut berkontribusi untuk memajukan majalah ini. Kami mohon maaf bila terdapat kekosongan penerbitan pada edisi/tahun tertentu. Pada edisi ini, Fauna Indonesia menyajikan berbagai informasi yang cukup menarik untuk disimak para pembaca, antara lain: Studi ekologi biawak (Varanus salvator ) di Pulau Biawak, Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822), mamalia bersisik yang semakin terancam, Kura-kura dan Bulus yang diperdagangkan di Propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Mengenal Kerang Kupang Musculista senhousia (Benson in Cantor, 1842), Keanekaragaman Uca spp. dari Segara-Anakan, Cilacap, Jawa Tengah sebagai pemakan deposit, Ular Cabe Calliophis intestinalis (Laurenti, 1768 ) Seperti terbitan nomor sebelumnya, kami dapat hadir di hadapan para pembaca atas bantuan pendanaan dari Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Tahun 2010. Redaksi Fauna Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan KSK Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Kepala Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi yang telah memfasilitasi, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan ini. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca. Redaksi
i
DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI ............................................................................................................................... i DAFTAR ISI . ...................................................................................................................................................... ii STUDI EKOLOGI BIAWAK (Varanus salvator ) DI PULAU BIAWAK.. . ............................................... 1 Abdul Wakhid TRENGGILING (Manis Javanica Desmarest, 1822), MAMALIA BERSISIK YANG SEMAKIN TERANCAM......................................................................................................................................................... 5 Wartika Rosa Farida KURA-KURA DAN BULUS YANG DIPERDAGANGKAN DI PROPINSI JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA.......................................................................................................................................10 Hellen Kurniati MENGENAL KERANG KUPANG Musculista senhousia (BENSON in CANTOR, 1842) ..............15 Ristiyanti M. Marwoto KEANEKARAGAMAN Uca spp. DARI SEGARA-ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH SEBAGAI PEMAKAN DEPOSIT..................................................................................................................19 Dewi Citra Murniati ULAR CABE Calliophis intestinalis (Laurenti, 1768 ).....................................................................................24 Irvan Sidik
ii
Zoologi
Fauna Indonesia
donesia
M
In
asyaraka
t
Fauna Indonesia Vol 9(1) Juni 2010 : 19-23
MZI KEANEKARAGAMAN Uca spp. DARI SEGARA-ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH SEBAGAI PEMAKAN DEPOSIT Dewi Citra Murniati Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Summary Segara Anakan is a mangrove-fringed shallow coastal lagoon in Central Java, Indonesia which has high ecological and economic value of its richness and diversity in natural resources. Benthik fauna such as crabs which has economic and ecological function was dominant at this area. Uca spp. (Fiddler crabs) that are commonly found at mangrove ecosystem was specialized deposit feeder. There are seven species of fiddler crabs found at mangrove Segara Anakan. Pendahuluan
Fauna bentik sangat mendominasi komposisi fauna dalam ekosistem mangrove. Jenis-jenis krustasea sebagai fauna bentik sangat umum ditemukan di wilayah ini dimana jenis dan sebarannya sangat bervariasi. Kepiting adalah jenis krustasea yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain fungsi ekonomi, kepiting juga memiliki fungsi ekologi salah satunya yaitu sebagai pemakan deposit. Jenis dan sebaran kepiting pemakan deposit dalam ekosistem mangrove sangat ditentukan oleh tipe sedimen. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja maksilliped sebagai alat makan yang fungsinya memisahkan partikel organik dari sedimen. Jenis kepiting pemakan detritus yang telah banyak dipelajari adalah kepiting jenis Uca spp. (fiddler crabs).Kepiting ini menyaring mikroorganisme dari permukaan sedimen dan mencernanya sebagai makanan (Retraubun dkk., 1998).
Hutan mangrove merupakan salah satu komponen penting di wilayah pesisir. Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah pengikisan pulau akibat arus gelombang laut yang kuat. Selain itu, mangrove memiliki potensi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove menjadi tempat bagi berbagai fauna mangrove untuk mencari makan, bereproduksi, memijah dan membesarkan anakan (Rahayu dkk., 2002). Ekosistem mangrove bervariasi dari lokasi satu dengan lokasi lainnya tergantung perbedaan topografi, fluktuasi pasang surut dan pola perpindahan sedimen (White dkk., 1989). Salah satu kawasan yang kondisi hutan mangrovenya masih cukup baik terdapat di Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Mangrove mengangkut nutrient dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Ranting, bunga dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting Sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, ikan dan kepiting (Gunarto, 2004).
Mangrove Segara Anakan, Cilacap Mangrove Segara Anakan merupakan mangrove yang terletak berhadapan dengan laguna yang dangkal di tepi pantai (108o46’E-109o03’E, 8o35’S-8o48’S). Kawasan ini terpisah dari Samudra Hindia oleh Pulau Nusa Kambangan (Yuwono, 2007). Habitat hutan mangrove Cilacap menutupi sekitar 24.000 ha kawasan pesisir Segara Anakan (Gambar 1). Bagian terbesar (21.185 ha) adalah di
19
FAUNA INDONESIA Vol 9(1) Juni 2010 : 18-23
Gambar 1. Mangrove di Daerah Aliran Sungai Donan Segara Anakan (White dkk., 1989).
tepian pantai sekitar Segara Anakan, dengan hutan rawa intertidal sebesar 14.100 ha. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim ekologi menyebutkan bahwa dari 21.750 ha habitat mangrove, 12.610 ha di antaranya dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut dan membentuk massa vegetasi dominan (White dkk., 1989). Sampling jenis-jenis kepiting di SegaraAnakan Cilacap dilakukan pada bulan April-Mei 2009 dan bulan November 2009. Koleksi kepiting Brachyura di area mangrove dilakukan dengan cara menggali liang (digging) dengan bantuan sekop kecil, dan penangkapan (catching). Kepiting yang berhasil dikoleksi difiksasi secara bertingkat dengan menggunakan alkohol 40% hingga 80%. Selanjutnya seluruh spesimen dipreservasi dengan alkohol 70% pada botol plastik yang telah diberi label. Identifikasi kepiting dilakukan sampai tingkat jenis dengan panduan Crane (1975). Jenis-jenis Uca spp. Marga Uca yang dikoleksi dari Cilacap pada tahun 2009 terdiri dari 4 jenis yaitu: U. bellator, U. coarctata, U. forcipata dan U. triangularis. Sedangkan hasil penelitian Sastranegara dkk (2003) menemukan
20
8 jenis Uca yaitu: U. bellator, U. chlorophthalmus, U. coarctata, U. demani, U. dussumieri, U. rosea, U. triangularis dan U. vocans (Gambar 2). Seluruh jenis Uca ini hidup pada substrat yang berbeda. 1. Uca bellator Bagian depan/frontal karapas melebar, lebar karapas individu dewasa mencapai 30mm. Sudut luar orbit melekung tajam, bagian dasar orbit terdiri dari deretan pendek granula. Capit besar tertutup oleh granula kecil dan halus, permukaan luar daktilus terdapat alur yang panjang, pada bagian tengah polleks berbentuk segitiga. 2. Uca chlorophthalmus Bagian frontal karapas melebar, ukuran lebar karapas dewasa mencapai 19 mm. Orbit melekuk tajam, tepi anterolateral pendek, tepi dorsolateral tampak jelas. Di bagian luar pangkal pollex capit besar terdapat cekungan berbentuk segitiga. Jenis ini umumnya ditemukan hidup di substrat pasir. 3. Uca coarctata Bagian frontal sempit, lebar karapas mencapai 30 mm. Orbit pada karapas melekuk tajam. Capit besar tertutup oleh granula besar; daktilus memiliki satu alur yang memanjang pada permukaannya, ujung
MURNIATI - Uca spp. DI SEGARA ANAKAN, CILACAP
a
c
b
d
Gambar 2. a. Uca chlorophthalmus, b. Uca coarctata, c. Uca dussumieri, d. Uca vocans (Foto: Murniati, 2009).
daktilus berbentuk seperti kait. Jenis ini hidup pada substrat lumpur halus dengan kadar air yang tinggi. Ditemukan meliang di dekat batas air sungai. 4. Uca demani Frontal karapas lebar. Ukuran lebar karapas jantan dewasa mencapai 41 mm. Tuberkel pada dasar orbit sangat jelas terlihat dan jumlahnya berkisar antara 18 hingga 22. Polleks dan daktilus capit besar tidak dilengkapi dengan penonjolan yang besar, bentuk kait ataupun bentuk segitiga. Kepiting ini hidup pada substrat pasir berlumpur. 5. Uca dussumieri Merupakan jenis kepiting Uca yang mempunyai bagian frontal sempit, lebar karapas 2 cm. karapas melengkung memanjang dan menyempit pada bagian bawah. Daerah gastric dan branchial dipisahkan oleh alur dangkal yang melintang pada setiap sisinya. Sudut luar orbit tajam, mengarah keluar. Capit yang besar tertutup oleh granula dengan ukuran yang
bervariasi, jari-jari (polleks dan daktilus) panjang, dengan gigi-gigi kecil; jari yang dapat digerakkan (daktilus) mempunyai dua lekukan/alur memanjang pada permukaannya. Jenis ini hidup pada substrat pasir. 6. U. forcipata Bagian frontal sempit, lebar karapas mencapai 25 mm. Karapas melengkung memanjang, meneyempit pada bagian bawah; daerah gastric dibatasi dengan jelas. Sudut luar orbit tajam pada ujungnya dan melebar dan sisi karapas cembung. Capit besar tertutup oleh granula besar, bagian ujung polleks dan daktilus membentuk formasi seperti tang. Jenis ini ditemukan pada substrat lumpur. 7. U. rosea Bagian frontal karapas lebar. Ukuran lebar karapas jantan dewasa mencapai 27.5 mm sedangkan detina dewasa mencapai 17.5 mm. Hidup pada substrat lumpur dekat sungai dan selalu dekat vegetasi.
21
FAUNA INDONESIA Vol 9(1) Juni 2010 : 18-23
Daun gugur (pohon mangrove)
Uca spp. (pemakan detritus)
•Pengaruh positif: •Penyimpanan nutrisi •Pengurain nutrisi & pembentukan mineral •Sirkulasi oksigen dalam tanah
Ucides cordatus (konsumen I)
Bakteri (detritus) Gambar 3. Model alur perpindahan nutrisi (digambar ulang dari Kochl & Wolff, 2002)
8. U. triangularis Hidup pada substrat lumpur halus dengan kadar air yang cukup tinggi. Umumnya meliang di antara akarakar pohon agak jauh dari aliran sungai. Kepiting ini mudah dikenali di antara substrat lumpur yang hitam karena karapasnya yang berwarna putih polos dan kaki jalan bercorak garis-garis abu-abu dan putih. 9. U. vocans Frontal karapas lebar. Ukuran lebar karaps jantan dewasa mencapai 25 mm, sedangkan betina dewasa mencapai 22.5 mm. Tidak ada tuberkel pada dasar orbit. Daktilus pada capit besar tidak dilengkapi dengan alur yang dangkal. Hidup pada substrat lumpur sedikit berpasir. Uca spp. sebagai pemakan deposit Sumber utama makanan Uca spp. adalah bakteri yang perombak yang tumbuh pada sisasisa tumbuhan. Kepiting Uca dan bakteri memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Produksi bakteri di dasar hutan mangrove relative tinggi, sehingga populasi Uca spp. juga tinggi. Produktifitas yang tinggi dan metabolisme yang cepat menunjukkan bahwa kepiting dapat beradaptasi dengan jumlah produksi bakteri meskipun hingga saat jenis bakteri yang menjadi sumber makanan
22
kepiting Uca spp. belum diketahui secara pasti (Kochl & Wolff, 2002). Siklus karbon dimulai dari konsumen pertama (contoh: Ucides cordatus) yang memperoleh makanannya dari produsen primer, yaitu berupa daun-daun pohon mangrove yang berguguran di dasar mangrove. Namun, makanan yang diambil tidak seluruhnya dicerna (sekitar 10%) sehingga sisasisa hasil pembakaran dapat meningkatkan suplai makanan bagi bakteri dan memberi keuntungan lebih bagi kepiting Uca spp. sebagai pemakan detritus. Mekanisme makan kepiting Uca spp. adalah sebagai berikut: sejumlah substrat diletakkan di buccal cavity (celah di antara sepasang maksilliped) dengan menggunakan capit. Substrat ini akan dipisahkan antara materi organik dan anorganik oleh setae. Materi organik yang dapat dicerna ini umumnya lebih halus dibandingkan partikel anorganik. Setae maksilliped kedua kemudian bergetar di antara partikel yang terjebak di antara maksilliped pertama, sementara itu air dialirkan ke dalam mulut secara terus-menerus. Setae maksilliped kedua menggaruk partikel yang kasar, partikel yang lebih berat dilepaskan dari maksilliped kedua, selama gerakan ini, setae yang khusus pada maksilliped kedua menggaruk materi organik hingga terpisah dari materi anorganik. Materi organik yang telah terpisah
MURNIATI - Uca spp. DI SEGARA ANAKAN, CILACAP
dari materi anorganik akan melewati maksilliped kedua dan pertama kemudian masuk lebih dalam ke mulut. Materi organik yang masuk kemudian dicerna oleh mandibula. Setelah maksiliped kedua selesai menggaruk, sisa-sisa materi anorganik kemudian didorong kembali ke maksilliped ketiga. Maksilliped ketiga akan mengumpulkan dan menyatukan sisasisa materi anorganik menjadi bentuk pellet (butir) kecil yang kemudian dijatuhkan begitu saja atau dipindahkan dengan bantuan capit (Rosenberg, 2001). Keseluruhan proses ini (Gambar 3) memiliki dampak positif antara lain: (1) nutrisi akan disimpan sementara di dalam tubuh konsumen pertama, (2) penguraian nutrisi dan pembentukan kembali mineral meningkat karena adanya aktifitas bakteri dan (3) aktifitas makan dan meliang yang dilakukan oleh kepiting meningkatkan sirkulasi udara pada sediment sehingga dapat mencegah pembentukan phytotoxin seperti H2S pada sediment (Kochl & Wolff, 2002). Daftar Pustaka Crane, J. 1975. Fiddler crabs of the world, Ocypodidae: genus Uca. Princeton University Press, Princeton. 736pp. George, R.W & D. S. Jones. 1982. A revision of the fiddler crabs of Australia (Ocypodinae: Uca). Rec. West. Aust. Mus. Supll. 14: 1-99. Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan pantai. Jurnal Litbang Pertanian 23(1): 15-21. Kochl, V. & M. Wolff. 2002. Energy budget and ecological role of mangrove epibenthos in the Caete estuary, North Brazil. Mar Ecol Pro Ser. 228(1): 119-130.
Matsuura, K., O.K. Sumadiharga & K. Tsukamoto. 2000. Field guide to Lombok Island; Identification guide to marine organisms in Seagrass beds of Lombok Island, Indonesia. Ocean Research Instiute, University of Tokyo. Rahayu, D.L., G. Setiadi & R. Pribadi. 2002. Species composition of crabs (Anomura and Brachyura) of mangrove area in Kamora, Papua Province, Indonesia. JSPS-DGHE International seminar. Crustacean fisheries. pp 102-108. Retraubun, A.S.W., M. Dawson & S.M. Evans. 1998. the impacts of fiddler crabs on sediments of mangrove shores. Cakalele 9(1):17-23. Rosenberg, M.S. 2001. The comparative claw morphology, phylogeny and behavior of fiddler crabs (genus Uca): Dissertation for Doctor of Philosophy in Ecology & Evolution. University of New York. Sastranegara, M.H., H. Fermon & M. Muhlenberg. 2003. Diversity & abundance of intertidal crabs at the east swamp managed areas in Segara Anakan Cilacap, Central Java, Indonesia. Deutscher, Tropentag. Gottingen. White, A.T., P. Martosubroto and M.S.M. Sadorra, editors. 1989. The coastal environmental profile of Segara Anakan-Cilacap, South Java, Indonesia. ICLARM Technical Reports 25, 82 p (31-32). International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines. Yuwono, E., T.C. Jennerjahn, I. Nordhaus, E. A. Riyanto, M.H. Sastranegara & R. Pribadi. 2007. Ecological status of Segara-Anakan, Indonesia: a mangrove fringed lagoon affected by human activities. Asian Journal of water, environmental & pollution 4(1): 61-70.
23
PEDOMAN PENULISAN Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pemah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/laboratorium suatu jenis binatang yang didukung data pustaka, berita tentang catatan baru suatu jenis binatang atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah populer. Penulis tunggal atau utama yang karangannya dimuat akan mendapatkan 2 eksemplar secara cuma-cuma. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Makalah disusun dengan urutan: Judul, nama pengarang, ringkasan/summary, pendahuluan, isi (dibagi menjadi beberapa sub judul, misalnya: ciriciri morfologi, habitat, perilaku, distribusi, manfaat dan konservasinya, tergantung topiknya), kesimpulan dan saran (jika ada) dan daftar pustaka. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 menggunakan program MS Word, maksimal 10 halaman termasuk gambar dan tabel. Selain dalam badan dokumen, gambar juga turut disertakan dalam file terpisah dengan format jpg. Gambar dan tabel disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dibuat pada lembar terpisah dan disertai keterangan secara berurutan. Naskah dikirimkan ke redaksi sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya. Acuan dan daftar pustaka, untuk acuan menggunakan sistem nama-tahun, misalnya Kottelat (1995), Weber & Beaufort (1916), Kottelat et al., (1993), (Odum, 1971). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama penulis pertama. Hanya pustaka yang diacu yang dicantumkan pada daftar tersebut, dengan urutan: nama pengarang, tahun penerbitan, judul makalah/buku, volume dan halaman. Khusus untuk buku harus dicantumkan nama penerbit, kota, negara dan jumlah halaman. Untuk pustaka yang diacu dari internet harus mencantumkan tanggal akses.
Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh : “Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia” Pusat Penelitian Biologi - LIPI 2010