ISOLASI DAN KARAKTERISASI Thiobacillus ferrooxidans DARI BERBAGAI JENIS TANAH
BRAMANTYO INDRA KUSUMA EFFENDI PUTRO A24103024
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ISOLASI DAN KARAKTERISASI Thiobacillus ferrooxidans DARI BERBAGAI JENIS TANAH
BRAMANTYO INDRA KUSUMA EFFENDI PUTRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul
: Isolasi dan Karakterisasi Thiobacillus ferrooxidans dari Bebagai Jenis Tanah
Nama Mahasiswa
: Bramantyo Indra Kusuma Effendi Putro
Nomor Pokok
: A24103024
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS.
Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc.
NIP. 131 803 643
NIP. 131 879 328
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus:
RINGKASAN BRAMANTYO INDRA KUSUMA EFFENDI PUTRO. Isolasi dan Karakterisasi Thiobacillus ferrooxidans dari Bebagai Jenis Tanah. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan RAHAYU WIDYASTUTI. Kandungan sulfur batubara Indonesia termasuk tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penurunan kandungan tersebut. Beberapa metode telah diterapkan untuk mengatasi tingginya kandungan sulfur batubara. Salah satu caranya adalah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan kerja dari mikroorganisme yang dikenal dengan istilah biodesulfurisasi. Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam proses tersebut salah satunya adalah Thiobacillus ferrooxidans. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Thiobacillus ferrooxidans dengan isolasi dan karakterisasi dari berbagai jenis tanah. Bakteri ini diisolasi dari tanah gambut, tanah asam sulfat, tanah mineral, dan tanah yang kaya akan unsur sulfur dari daerah Gunung Sanggabuana Jawa Barat, Bukit Petuk Palangkaraya, Kawah Sikidang dan Kawah Sileri Dieng, serta Kepulauan Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Thiobacillus ferrooxidans berhasil diisolasi dari tanah yang berasal dari Dieng, tepatnya di sekitar Kawah Sikidang dan Kawah Sileri. Hasil karakterisasi yang didapatkan adalah pH 3,5, suhu optimal 3035˚C, Gram negatif, berbentuk batang, rantai pendek, dengan sumber energi dari oksidasi Fe 2+ dan reduksi sulfur.
Kata kunci: Thiobacillus ferrooxidans, Isolasi, dan Karakterisasi
SUMMARY BRAMANTYO INDRA KUSUMA EFFENDI PUTRO. Isolation and Characterization of Thiobacillus ferrooxidans from Various Types of Soil. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and RAHAYU WIDYASTUTI. Indonesian coal contained high amount of sulfur, so that it is necessary to do efforts to reduce the content of sulfur. Some methods had been done to avoid this problem. One of the methods is biological method, that used the advantages of microorganisms, which is known as biodesulfurization. One of microorganisms which has an important role in that process is Thiobacillus ferrooxidans. The purpose of this research is to get Thiobacillus ferrooxidans isolates by isolation and characterization from various types of soils. This bacteria was isolated from peat soils, sulphate acid soils, mineral soils, and sulfurrich soils, which were taken from Sanggabuana Mountain West Java, Bukit Petuk Palangkaraya, Kawah Sikidang and Kawah Sileri Dieng, also Riau Archipelago. The result of this research showed that Thiobacillus ferrooxidans has been succeed isolated from soils which were taken from Dieng, around Kawah Sikidang and Kawah Sileri. The characterizations of this bacteria are pH 3,5, optimum temperature is 3035˚C, Gramnegative bacteria, rodshaped cells, small strain, derives energy from the oxidation of Fe 2+ and reduced sulfur compounds.
Key words: Thiobacillus ferrooxidans, Isolation and Characterization
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 23 Mei 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak R.B.E. Gatot Haryanto dan Ibu Anuariah. Tahun 1997 penulis menyelesaikan studi di SD YKPP 5 Plaju, kemudian melanjutkan ke SLTP YKPP 2 Plaju dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis lulus dari SMU YKPP 1 Plaju pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007. Penulis juga pernah aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB (DPM TPB) 2003/2004, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) IPB 20032005, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPMA) 2004/2005 dan 2005/2006, Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian (FKRDA) 2005/2006, serta Senior Resident (SR) Asrama TPB IPB 2006/2007 dan 2007/2008. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai seminar dan juga menjadi panitia seminar, baik tingkat IPB maupun tingkat nasional.
Bogor, September 2008
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta Salam kepada Baginda Rasulullah SAW, para keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau dari dahulu hingga akhir zaman. Penelitian yang berjudul Isolasi dan Karakterisasi Thiobacillus ferrooxidans dari Berbagai Jenis Tanah, terdorong oleh keinginan untuk mendapatkan isolat bakteri Thiobacillus ferrooxidans, yang tergolong sulit didapatkan, untuk biodesulfurisasi batubara. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan, dan semangat, baik selama penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. dan Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ir. H. Fahrizal Hazra M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan bagi penulis. 3. Ayahanda R.B.E. Gatot Haryanto dan Ibunda Anuariah, Mba Ully, Oki serta seluruh keluarga besar tercinta yang senantiasa memotivasi, mendorong serta mendoakan penulis untuk menyelesaikan studi di IPB. 4. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. selaku dosen pembimbing akademik, segenap dosen, staf pengajar, laboran dan pegawai Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ajaran dan bimbingan pada penulis selama studi di IPB. 5. Segenap staf dan pegawai Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB); Mba Lastri, Mba Endar, Mba Salma, Teh Taty, Mas Puput, Kis dan lainlain yang telah banyak memberikan masukan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Dr. Bonny P.W. Soekarno, M.Sc. sebagai Kepala Badan Pengelola Asrama TPB IPB, serta temanteman Senior Resident Asrama TPB IPB (Mas Agus, Mas Budi, Mas Desna, Mas Supri, Mas Zul, K’Asur, Aris, Aryo, Dedi, Dian, Erik, Febri, Fherdes, Helmi, Mukhtar, Sofiyan, Usboy, Zepri, Aida, Alvira, Anni, Arum, Desi, Eni, Evrin, Firdaus, Hesti, Ila, Intan, Kartika, Mala, Nia, Noer, Patma, Pratiwi, Wacih) yang telah menjadi inspirasi dan memberikan motivasi bagi penulis hingga dapat menyelesaikan studi di IPB ini. 7. Temanteman seperjuangan di DPM TPB’40 (Cecep Ali, dkk), DPMA (K’Ari, dkk), FKRDA (Erick, Mada, Rangga, Mba Eti, Mba Santi, Hanif, Titin), KAMMI IPB, Pagi Anaba’05, Tim $ (Kristanto, Rio, Zul, Ariza, Cinta, Dina, Dwi, Hesti, Iin, Mastuty, Nining, Pemi, Wiwin), Tim SIMPATI (Z3, UCON, NDF, CHU, CHUN), DPD PKS Kota Bogor, Brigade’09, atas segala masukan, motivasi dan inspirasinya pada penulis selama studi di IPB. 8. Mas Atang, K’Yohan, K’Cep, K’Jaya, K’Hasyim, Adit, Arya, Budi, Kopral, atas bimbingan, inspirasi, dan motivasinya selama ini. Teman teman Soil’40 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI ...................................................................................................i DAFTAR TABEL ...........................................................................................ii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................iii I. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1. Latar Belakang ...............................................................................1 1.2. Tujuan Penelitian.. .........................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................4 2.1. Batubara ........................................................................................4 2.2. Biodesulfurisasi ............................................................................... 5 2.3. Thiobacillus ...................................................................................8 III. BAHAN DAN METODE .........................................................................11 3.1. Tempat dan Waktu ..........................................................................11 3.2. Bahan dan Alat................................................................................11 3.2.1. Bahan ................................................................................11 3.2.2. Alat ....................................................................................11 3.3. Metode Penelitian ..........................................................................12 3.3.1. Penyiapan Media ................................................................12 3.3.2. Isolasi Bakteri dari Berbagai Sumber...................................12 3.3.3. Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans .................. 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 15 4.1. Isolasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans ………………………… 15 4.2. Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans .............................21 V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................24 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 24 5.2. Saran .................................................................................................24 VI. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................25
DAFTAR TABEL
Teks Nomor Halaman 1.
Perbandingan Perkiraan Harga dari Berbagai Proses Desulfurisasi
6
Batubara 2.
Komposisi medium cair dengan garam ferro (tiap 1000 ml)
12
3.
Komposisi media padat (agar) tiap 1000 ml 14
4.
Hasil Isolasi Sampel Tanah di Daerah Bukit Petuk, Palangkaraya
16
5.
Hasil Isolasi Sampel Tanah Sekitar Gunung Sanggabuana dan
17
Palelawan, Riau 6.
Hasil Isolasi Sampel Tanah Sekitar Kawah Sikidang dan Kawah
19
Sileri Dieng 7.
Hasil Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang Berhasil Diisolasi (SI 6636 C dan SI 6671 P)
23
DAFTAR GAMBAR
Teks Nomor Halaman 1.
Perubahan Warna pada Media saat Isolasi
20
(kiri tidak tumbuh; kanan tumbuh). 2. Isolat Bakteri yang Ditumbuhkan pada Media Padat (A. Tumbuh, B. Tidak tumbuh).
22
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Batubara memainkan peran yang penting dalam membangkitkan tenaga listrik dan peran tersebut terus berlangsung. Saat ini batubara menjadi bahan bakar pembangkit listrik dunia sekitar 39% dan proporsi ini diharapkan untuk tetap berada pada tingkat demikian selama 30 tahun ke depan. Konsumsi batubara ketel uap diproyeksikan untuk tumbuh sebesar 1,5% per tahun dalam jangka waktu 20022030. Batubara muda, yang juga dipakai untuk membangkitkan tenaga listrik, akan tumbuh sebesar 1% per tahun. Kebutuhan batubara kokas dalam industri besi dan baja diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 0,9% per tahun selama jangka waktu tersebut. Tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) mendorong perusahaan– perusahaan yang memakai BBM mencari energi alternatif lain, salah satunya adalah penggunaan batubara untuk pengganti BBM. Produksi batubara Indonesia pada tahun 2005 mencapai 151,594 juta ton, jumlah ini meningkat pesat jika dibandingkan pada tahun 1992 yang hanya mencapai 22,951 juta ton. Kenaikan produksi batubara tiap tahunnya sekitar 15,67%, kenaikan produksi disebabkan permintaan batubara dalam negeri dan luar negeri yang meningkat tiap tahunnya. Batubara dewasa ini digunakan sebagai bahan bakar padat untuk menghasilkan listrik dan panas melalui pembakaran. Konsumsi batubara dunia sekitar 6,2 milyar ton per tahun, dimana sekitar 75% digunakan untuk menghasilkan listrik. China memproduksi 2,38 milyar ton pada tahun 2006 dan India memproduksi sekitar 447,3 juta ton pada 2006. 68,7% listrik di China
berasal dari batubara. Amerika Serikat mengkonsumsi sekitar 1,053 milyar ton batubara tiap tahunnya, menggunakannya 90% untuk pembangkit listrik. Batubara di dunia ini diproduksi sekitar 6,19 milyar ton pada tahun 2006 (Wikipedia, 2008). Kandungan sulfur batubara Indonesia termasuk tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penurunan kandungan tersebut. Beberapa metode telah diterapkan untuk mengatasi tingginya kandungan sulfur batubara. Salah satu caranya adalah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan kerja dari mikroorganisme yang dikenal dengan istilah biodesulfurisasi. Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans, Leptospirillum ferrooxidans, dan dari genus Sulfolobus (S. acidocaldarius) (Handayani, 1996; Woods and Rawlings, 1989). Thiobacillus
ferrooxidans,
merupakan
bakteri
Gram
negatif
kemolitoautotropik yang mendapatkan energi dan elektronelektron dari oksidasi besi ferro dan/atau sulfur dan beragam reduksi senyawa sulfur pada pH 2 dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron. Bakteri ini mengikat CO2 dengan skema CalvinBasshamBenson dan juga dapat mengikat nitrogen di bawah kondisi mikroaerofilik. T. ferrooxidans diketahui dapat tumbuh dengan hidrogen sebagai sumber energi baik secara aerobik maupun anaerobik dengan kesamaan reduksi dari Fe(III) (Levican et al., 2002).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Thiobacillus ferrooxidans dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasinya dari berbagai jenis tanah yang diambil dari berbagai lokasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batubara Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara. Dewasa ini batubara telah menjadi salah satu industri global, dimana batubara ditambang secara komersial di lebih dari 50 negara dan batubara digunakan di lebih dari 70 negara (Worldcoal, 2004). Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004 (Raharjo, 2006), pada tahun 2003, 8 besar negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan Ukraina. Proses pengolahan batubara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan secara mekanis diikuti dengan pencucian batubara untuk menghasilkan batubara berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan batuan limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan air pencuci (BAPEDAL, 2001). Salah satu kandungan batubara yang dapat menimbulkan pencemaran akibat dari sisa pembakarannya adalah sulfur. Kandungan sulfur batubara Indonesia termasuk tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penurunan kandungan tersebut. Beberapa metode telah diterapkan untuk mengatasi tingginya kandungan sulfur batubara. Salah satu caranya adalah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan kerja dari mikroorganisme yang dikenal dengan istilah biodesulfurisasi. Mikroorganisme
yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans, Leptospirillum ferrooxidans, dan dari genus Sulfolobus (S. acidocaldarius) (Handayani, 1996; Woods and Rawlings, 1989).
2.2. Biodesulfurisasi Penyingkiran sulfur pada batubara dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fisika, kimiawi, dan biologis. Penyingkiran sulfur secara biologis atau biodesulfurisasi adalah metode penyingkiran sulfur dengan menggunakan mikroba yang paling murah dan paling sederhana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi batubara, yaitu: temperatur, pH, medium nutrisi, konsentrasi sel, konsentrasi batu bara, ukuran partikel, komposisi medium, kecepatan aerasi COÌ, penambahan partikulat dan surfaktan, serta interaksi dengan mikroorganisme lain (Nuella, 2005). Berbagai teknologi untuk menghilangkan sulfur dari batubara telah dikembangkan diantaranya TRW Ferric Leaching, Batelle Hydrothermal, Kennecott Oxygen Leaching dan Solventrefined Coal. Berbagai proses kimiawi tersebut tergolong mahal dan seringkali menyebabkan struktur batubara menjadi rusak. Terkait dengan hal tersebut dalam tahuntahun terakhir dikembangkanlah pendekatan bioteknologi dengan mendasarkan diri pada aktivitas mikroorganisme untuk desulfurisasi (microbial desulfurization) (Koizumi, 1984). Menurut Detz dan Barvinchak (1980), teknologi ini paling murah dibanding teknologi desulfurisasi lainnya dan keunggulan lainnya struktur batubara tidak mengalami perubahan. Perbandingan harga ini dapat kita lihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perbandingan Perkiraan Harga dari Berbagai Proses Desulfurisasi Batubara Proses
Harga US $/ton
Precombustion Biotechnology
1014
TRW Ferric Leaching (Meyers)
20
Battelle Hydrothermal
20
Kennecott Oxygen Leaching
22
Solventrefined Coal
45150
Post combustion Flue Gas Desulfurization
2040
Proses desulfurisasi batubara dengan metode Meyers menghilangkan lebih dari 80% jumlah total sulfur dalam batubara melalui pencucian kimiawi dari 90 95% kandungan sulfur pirit dalam batubara dengan larutan sulfat ferri encer pada suhu 90130˚C. Proeses ini terdiri dari beberapa tahap termasuk penghancuran, perlakuan kimiawi, pemindahan sulfur, dan regenerasi larutan (Meyers et al., 1976). Proses lain desulfurisasi batubara secara kimiawi adalah Battelle Hydrothermal. Proses ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi dibandingkan proses yang lain, tetapi juga memiliki keuntungan yang signifikan secara teknologi. Proses Battelle Hydrothermal tidak menghasilkan limbah dalam jumlah yang banyak pada pembuangan. Produk akhir utama merupakan bahan bakar padat yang bersih dan sulfur elemental, yang mudah disimpan, dan potensial menjadi bahan daur ulang yang berharga. Proses ini juga berpotensi untuk menghasilkan peningkatan cadangan gas dan bahan bakar cair serta memproduksi
larutan batubara yang dapat menjadi sumber bahan kimia batubara (Stambaugh et al., 1977). Laboratorium Kennecott Copper Corp`s Ledgemont telah menemukan proses pencucian oksigen, dimana kekentalan batubara diletakkan pada reaktor pencucian di bawah kondisi dengan suhu, tekanan, density, dispersi gas, dan campuran yang sesuai, sulfur pirit dioksidasi menjadi sulfat yang dapat larut. Kekentalan tersebut kemudian dipisahkan dan, dengan fraksi batubara, dicuci. Air dari operasi pencucian dinetralkan dengan kapur atau batu kapur. Senyawa besi dan gipsum dipisahkan dari air dan dikirimkan ke area yang sesuai, dan air bersih tersebut digunakan kembali. Pemindahan pirit merupakan tahap yang penting pada hidrogenasi batubara, yang dapat menghasilkan bahan kimia berharga, beberapa cairan batubara rendah sulfur, dan bahan dengan kadar abu yang rendah sulfur, yang dapat dibakar untuk menghasilkan listrik (ECD, 1974).
Solventrefined Coal, yang juga dikenal sebagai SRCI, berkadar rendah sulfur, rendah abu, bahan bakar padat yang diproduksi dari batubara dan memiliki komposisi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar ketel uap yang dapat dibakar di bawah kondisi lingkungan yang sesuai. Solventrefined Coal dihasilkan dari disolusi dan hidrogenasi hancuran batubara dalam proses asal bahan pelarut. Hasil Solventrefined Coal merupakan fraksi hidrokarbon yang memiliki titik didih secara substansi lebih besar dari 850° F dan secara umum mewakili 4070% kelembaban abu dari batubara yang tersedia secara bebas (Lennon, 1984). Flue Gas Desulfurization (FGD) merupakan teknologi yang digunakan untuk memindahkan sulfur dioksida menggunakan alat pembuangan gas yang membakar
batubara atau minyak untuk menghasilkan uap air untuk turbin uap air yang mengendalikan pembangkit listrik (Wikipedia, 2006).
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferrooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi (Yusuf, 2005).
2.3. Thiobacillus Thiobacillus berukuran kecil, bakteri Gram negatif, selnya berbentuk batang (0,5x1,04,0μm) dengan beberapa spesies bersifat motil dengan flagel polar. Energi didapatkan dari oksidasi satu atau lebih reduksi senyawa sulfur, termasuk sulfida, sulfur, thiosulfida, polithionat, dan thiosionat. Sulfat merupakan produk akhir dari oksidasi senyawa sulfur, tetapi sulfur, sulfit, atau polithionat mungkin terakumulasi oleh kebanyakan spesies. Spesies tertentu juga mendapatkan energi dari mengoksidasi besi ferro menjadi besi ferri. Seluruh spesies dapat mengikat karbondioksida lewat lingkaran BensonCalvin dan mampu tumbuh secara autotropik; beberapa spesies adalah obligat khemolitotropik. Bakteri ini hidup pada pH optimal 28 dan suhu optimal 2043˚C (Holt et al., 1994).
Genus Thiobacillus juga dikenal dengan nama Acidithiobacillus. Genus ini bersifat termofilik, hidup pada suhu 4550˚C. Genus ini juga termasuk dalam genus asidofil, yang hidup pada pH 1,52,5. Beberapa spesies hidup pada pH netral (Robertson and Kuenen, 2005). Beberapa bakteri khemolithotrof dapat mengoksidasi sulfur dan memperoleh energi dari reduksi CO2 (Rheinheimer, 1991). Menurut Ingledew (1990), khemolithotrof meliputi sejumlah genera: Thiobacillus, Sulfolobus, dan Leptospirillum, dan kemungkinan besar masih banyak yang lain. Leptospirillum ferrooxidans merupakan bakteri yang dapat memanfaatkan pirit dengan mengoksidasi Fe(II) menjadi Fe(III), akan tetapi tidak mampu mengoksidasi S 0 secara langsung (Sugio et al., 1994; Ingledew, 1990; Schippers et al., 1996). Thiobacillus ferrooxidans mampu mengoksidasi Fe(II) menjadi Fe(III) dan mengoksidasi senyawasenyawa belerang tereduksi serta memanfaatkan oksidasi ini sebagai sumber energinya (Schlegel, 1994), sedangkan Sulfolobus acidocaldarius merupakan khemolithotrof yang hidup di tempat dengan suhu optimum 70˚C dan suatu pH optimum 23. Bakteri ini juga mampu mengoksidasi Fe(II) dan senyawasenyawa sulfur (Ingledew, 1990). Woods and Rawlings (1989) menyebutkan bahwa Thiobacillus ferrooxidans memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat kecil. Semua strain bersifat autotropik, yang berarti mikroorganisme tersebut dapat menggunakan CO2 dari atmosfir sebagai sumber karbon untuk mensintesa senyawa organik, akan tetapi tidak dapat tumbuh pada sumber karbon organik. Menurut Dick (1992), Thiobacillus kebanyakan hidup secara aerob obligat yang memerlukan keberadaan oksigen untuk kehidupannya. Pada Thiobacillus sumber energi berasal dari
oksidasi sulfur elemental, sulfit, thiosulfit, polithionat, dan thiosianat yang dijadikan sebagai donor elektron. Thiobacillus banyak tersebar di laut, perairan, dan tanah terutama tempat dimana komponen sulfur melimpah, seperti pada sumber sulfur, mineral sulfit, simpanan sulfur, daerah pengolahan limbah dan sumber gas yang mengandung sulfur. Spesies Thiobacillus dapat dijumpai di tanah vulkanik yang bersifat asam, sungai atau aliran air di sekitar pertambangan (Mc Kane and Kandel, 1996). Menurut Rheinheimer (1991), di perairan seperti sungai, danau, dan pantai spesies Thiobacillus tampaknya menjadi pengoksidsi sulfur paling penting. Thiobacillus tidak berwarna, berbentuk lonjong, bakteri Gram negatif yang berflagel polar. Bakteri ini dapat mengoksidasi besi, yang menyebabkan mereka dapat memetabolisme ionion metal seperti besi ferro: Fe 2+ + ½ O2 + 2H + > Fe 3+ + H2O (Robertson and Kuenen, 2005). Reaksi oksidasi pirit menurut Boyd (1982) adalah sebagai berikut: 1) FeS2 + H2O + 3,5 O2 → FeSO4 + H2SO4 2) 2 FeSO4 + ½ O2 + H2SO4 → Fe2(SO4)3 + H2O 3) FeS2 + 7 Fe2(SO4)3 + 8 H2O → 15 FeSO4 + 8 H2SO4 Produksi ferri sulfat dari ferro sulfat sangat besar karena proses pembentukannya dipercepat oleh aktivitas bakteri Thiobacillus ferrooxidans (No. 2), dan pada kondisi yang masam reaksi pirit dengan ferri sulfat (No. 3) berlangsung sangat cepat. Ferri sulfat juga dapat terhidrolisis sehingga menambah kemasaman seperti diperlihatkan reaksi berikut: Fe2(SO4)3 + 6 H2O → 2 Fe(OH) 3 + 3 H2 SO4.
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan,
Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) di Situ Gede, Bogor. Waktu penelitian dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juli 2008.
3.2.
Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sampel berbagai jenis tanah, yaitu tanah gambut, tanah asam sulfat, tanah mineral, dan tanah yang kaya akan unsur sulfur dari daerah Gunung Sanggabuana Jawa Barat, Bukit Petuk Palangkaraya, Kawah Sikidang dan Kawah Sileri Dieng, serta Kepulauan Riau. Media Leathen et al. (1956) yang terdiri atas (gram/liter): K2HPO4 (0,05), (NH4 )2SO4 (0,15), Ca(NO3)2 (0,01), MgSO4. 7H2O (0,50), KCl (0,05), FeSO4. 7H2 O (1,00), dan agar (12,00). Bahan untuk pewarnaan Gram, yaitu kristal ungu, iodium, alkohol 95%, safranin dan akuades. 3.2.2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi shaker, autoclave, timbangan, pipet, mikropipet, labu Erlenmeyer, tabung isolasi, tabung reaksi, pembakar bunsen, kertas pH, cawan petri, testube, korek api, mikroskop dan peralatan gelas lainnya.
3.3.
Metode Penelitian
3.3.1. Penyiapan Media Pada penelitian ini digunakan media cair dari Leathen et al. (1956) dengan pH 3,5. Komposisi media disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Medium Cair dengan Garam Ferro (tiap 1000 ml) Bahan
T. ferrooxidans Medium (Leathen et al., 1956) pH 3,5
K2HPO4
0,05 gram
(NH4 )2SO4
0,15 gram
Ca(NO3)2
0,01 gram
MgSO4. 7H2O
0,50 gram
KCl
0,05 gram
FeSO4. 7H2O
1,00 gram
Sumber: Nurseha, 2000 Bahan kimia tersebut dicampurkan ke dalam akuades sebanyak 800 ml terkecuali FeSO4. 7H2O, diaduk dan disterilkan pada suhu 121˚C dan didinginkan. Untuk FeSO4. 7H2O, dipersiapkan akuades yang telah steril dan telah ditetapkan pHnya, yaitu pH 3,5, sebanyak 200 ml, setelah itu dimasukkan FeSO4. 7H2O dan dipanaskan sampai suhu 50˚C, lalu didinginkan. Kedua larutan tersebut kemudian dicampur secara apsetik. Media ini kemudian dibagibagi ke dalam tabung isolasi yang telah steril. 3.3.2. Isolasi Bakteri dari Berbagai Sumber Isolasi dilakukan dengan cara memasukkan 1 gram sampel tanah ke dalam 9 ml larutan fisiologis (0,85% NaCl) yang telah disterilkan, kemudian dikocok selama 15 menit, lalu diamkan untuk memisahkan endapannya, selanjutnya
diambil 1 ml larutan kemudian dimasukkan ke dalam media. Kultur tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar. Isolasi dilakukan juga dengan cara memasukkan sampel langsung ke dalam media steril yang langsung diinkubasi sampai warna cairannya berubah. Medium isolasi yang digunakan berupa medium cair yang selektif untuk pertumbuhan bakteri, yaitu media Leathen et al. (1956). Media tersebut kemudian diinkubasi pada suhu kamar dengan cara dikocok dengan menggunakan shaker 250 rpm, selanjutnya disimpan pada ruangan yang tidak terlalu banyak cahaya. Apabila telah terjadi perubahan warna menjadi kuning atau kuning karat, maka di dalam sumber tersebut diduga terdapat Thiobacillus ferrooxidans. 3.3.3. Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans Setelah isolat diperoleh maka perlu dilakukan pemindahan isolat dari media cair ke media padat yang selektif. Pemindahan isolat dari media cair ke media padat dilakukan dengan cara memasukkan media agar yang telah dipersiapkan sebanyak 10 ml ke dalam cawan petri yang sudah steril. Isolat pada medium cair tersebut kemudian disebar sebanyak 1 ml ke atas media padat yang telah disiapkan, kemudian diinkubasi sampai terbentuk koloni dari bakteri yang diinginkan. Pengamatan mikroskopis dengan menggunakan mikroskop dilakukan setelah koloni terbentuk, kemudian dianalisis untuk mengetahui morfologi dan sifatsifat yang melekat pada bakteri tersebut. Komposisi media agar (padat) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Media Padat (agar) tiap 1000 ml Bahan
T. ferrooxidans Medium (Leathen et al., 1956) pH 3,5
K2HPO4
0,05 gram
(NH4 )2SO4
0,15 gram
Ca(NO3)2
0,01 gram
MgSO4. 7H2O
0,50 gram
KCl
0,05 gram
FeSO4. 7H2O
1,00 gram
Agar
12,00 gram
Isolat yang sudah tumbuh pada media padat ini kemudian dapat dipergunakan selain untuk pemurnian isolat pada medium yang sama juga digunakan untuk pewarnaan Gram diferensial. Pewarnaan Gram diferensial bertujuan untuk melihat bakteri secara mikroskopik dengan bantuan mikroskop untuk membedakan antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Karakterisasi dari bakteri yang telah didapatkan, dilakukan setelah mendapatkan hasil dari pewarnaan Gram diferensial tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans Media yang digunakan dalam isolasi ini adalah media cair dari Leathen et al. (1956), karena media ini merupakan media yang paling cocok untuk menumbuhkan Thiobacillus ferrooxidans. Hal ini terjadi karena kandungan besi ferro pada media ini tidak terlalu tinggi (1 g per liter). Keadaan inilah diduga menyebabkan isolatisolat bakteri lebih mampu menyesuaikan diri pada media tumbuh tersebut. Media Leathen et al. (1956) ini digunakan karena lebih mudah menekan terjadinya oksidasi besi secara kimia karena makin tinggi kandungan besi ferronya, maka kemungkinan terjadinya oksidasi secara kimia juga semakin besar (Nurseha, 2000). Isolasi dilakukan sebanyak tiga kali, dengan jenis tanah dan lokasi pengambilan sampel tanah yang berbedabeda. Pada isolasi yang pertama, dari berbagai sumber isolasi yang digunakan diperoleh empat sumber yang berhasil diisolasi untuk bakteri Thiobacillus ferrooxidans. Sampel tanah yang digunakan pada isolasi ini berasal dari empat tempat, yaitu Desa Selat Baru, Kecamatan Karau Kuala; Danau Betung, Desa Petuk Bukit, Kecamatan Bukit Batu, Palangkaraya; Anjir Sampit, Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau; dan Anjir Pulang Pisau, perbatasan GohongPulang Pisau. Semua sampel tersebut berasal dari Kalimantan. Sampel tanah digunakan setelah masa penyimpanan yang cukup lama, yaitu sekitar empat tahun. Hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Isolasi Sampel Tanah di Daerah Bukit Petuk, Palangkaraya Kode Bahan Isolasi pH SB 23
4,5
Jenis Tanah Lokasi Mineral
Hasil
Selat Baru
BTGB 3631
Sulfat Masam
Danau Betung
BTGB 3635
Sulfat Masam
Danau Betung
+
DNTV 3731
Sulfat Masam
Danau Takapan
DNLT 3784
Sulfat Masam
Danau Lentang
ASU 4744
4,0
Mineral
Anjir Sampit
ASS 4788
4,0
Mineral
Anjir Sampit
MDB 5794
5,5
Gambut
Mentareng II
MDB 5809
5,5
Gambut
Mentareng II
MDT 5825
5,5
Gambut
Mentareng II
+
MDT 5829
5,5
Gambut
Mentareng II
APPT 5642
3,0
Mineral
Anjir Pulang Pisau
APPT 5660
3,0
Mineral
Anjir Pulang Pisau
APPB 5666
3,0
Mineral
Anjir Pulang Pisau
+
APPB 5668
3,0
Mineral
Anjir Pulang Pisau
+
Keterangan: + : terjadi perubahan warna menjadi kuning kecoklatan : warna tidak berubah Tabel 4 menunjukkan bahwa dari lima belas sampel hanya empat sampel yang berhasil mengalami perubahan warna, yang mengindikasikan adanya bakteri Thiobacillus ferrooxidans dalam kandungan tanah tersebut. Keempat tanah tersebut terdiri dari dua jenis tanah mineral, satu tanah asam sulfat, dan satu tanah gambut, dengan kisaran pH 3,05,5. Perubahan warna tersebut terjadi setelah masa inkubasi selama lebih dari tiga bulan, sehingga untuk keempat isolat tersebut tidak dilanjutkan ke proses selanjutnya karena waktu pertumbuhan yang terlalu lama. Pada isolasi yang kedua, diambil dari sampel tanah sebanyak dua puluh delapan sampel yang berasal dari sekitar Gunung Sanggabuana, Jawa Barat serta lima sampel tanah dari daerah Palelawan, Kepulauan Riau (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil Isolasi Sampel Tanah Sekitar Gunung Sanggabuana dan Palelawan, Riau Kode Bahan Isolasi pH
Jenis Tanah Lokasi
Hasil
PGSB5
4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGBB6
4,05,0
Gunung Sanggabuana
PGSU8
4,05,0 Mineral Gunung Sanggabuana
Mineral
PGSS8 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSS9 4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSS11 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSS12 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSS13
Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSU17 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGSS18 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGST24 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGST25 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGST27 4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
PGST29
Gunung Sanggabuana
4,05,0
4,05,0 Mineral
TGS30 4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS32 4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS33
4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS42
4,05,0 Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS43 4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS47
4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS48
4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS49
4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
TGS63
4,05,0
Mineral
Gunung Sanggabuana
T1R2
Mineral
Palelawan, Riau
T4R1
Mineral
Palelawan, Riau
RAPP G03
Mineral
Palelawan, Riau
RAPP G07
Mineral
Palelawan, Riau
RAPP G10
Mineral
Palelawan, Riau
Keterangan: : warna tidak berubah
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari semua sampel yang diisolasi, tidak ada sampel yang menunjukkan hasil positif, sehingga untuk semua sampel tersebut tidak dapat dilanjutkan ke proses berikutnya. Hal tersebut terjadi karena jenis tanah yang digunakan pada isolasi ini kemungkinan miskin akan unsur sulfur dan/atau pirit, sebagai sumber energi Thiobacillus, sehingga tidak ada satu sampel pun yang menunjukkan hasil positif. Masa penyimpanan sampel yang terlalu lama, sekitar satu tahun, juga mempengaruhi hasil dari isolasi tersebut. Tanah yang berasal dari Gunung Sanggabuana memiliki kadar Corganik 4,9%9,27%, kandungan unsur kalium (K) 0,100,97 meq/100g tanah, dan pH 4,05,0, sedangkan tanah pada daerah Palelawan, Riau berupa tanahtanah mineral. Pada isolasi yang ketiga, dari berbagai sumber isolasi yang digunakan, didapatkan sepuluh sampel yang berhasil diisolasi untuk bakteri Thiobacillus ferrooxidans, dengan kecepatan tumbuh yang berbedabeda. Hal ini diketahui dengan mengamati perubahan warna media cair, dimana terjadi perubahan warna pada mediamedia yang menunjukkan hasil positif, sedangkan sampel yang menunjukkan hasil yang negatif tidak mengalami perubahan warna atau berubah warna namun tidak keruh. Sampel yang digunakan pada isolasi ketiga ini berasal dari Kawah Sikidang dan Kawah Sileri, Dieng, Wonosobo, yang kaya akan unsur sulfur, sehingga isolasi yang dikerjakan banyak yang menunjukkan hasil positif. Waktu penyimpanan sampel tanah yang digunakan pun tidak lama, sekitar dua bulan, sehingga jenis tanah yang digunakan masih tergolong segar. Hasil yang didapatkan dapat dilihat di Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Isolasi Sampel Tanah Sekitar Kawah Sikidang dan Kawah Sileri Dieng Kode Bahan
pH
Jenis Tanah Lokasi
Hasil WaktuTumbuh
Isolasi
(hari)
SI 6706 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
4
SI 6636 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang +
4
SI 6640 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
4
WS 6571 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
+
4
WS 6598 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
+
4
SI 6644 (C)
` 2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
7
SI 6645 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
7
SI 6663 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
> 7
SI 6668 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
> 7
SI 6671 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
+
> 7
SI 6639 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
SI 6675 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sikidang
WS 6574 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6575 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6579 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6581 (P)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6600 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6614 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
WS 6653 (C)
2,5
Mineral
Kawah Sileri
Keterangan: +: terjadi perubahan warna : tidak terjadi perubahan warna P: padat / tanah sekitar kawah / tanah semburan gas bumi C: cair / air belerang
Dari Tabel 6 didapatkan bahwa dari 19 sampel yang diisolasi, terdapat sepuluh sampel yang menunjukkan hasil yang positif, yaitu terjadi perubahan warna pada media menjadi warna kuning kecoklatan (warna karat). Hal ini
disebabkan terbentuknya besi ferri (Fe 3+ ) karena dioksidasinya besi ferro (Fe 2+ ) oleh bakteri pengoksidasi besi (Untung, 1999; Sugio et al., 1994; Erskini dan Budiyanto, 1994; Brock and Michael, 1991). Pada sampel yang lain tidak menunjukkan perubahan warna atau berubah warna namun tidak berwarna kuning kecoklatan. Perubahan warna tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perubahan Warna pada Media saat Isolasi (kiri tidak tumbuh; kanan tumbuh).
Isolatisolat yang tumbuh tersebut kemudian dimurnikan kembali pada media yang sama selama tiga minggu. Berdasarkan hasil pemurnian didapatkan bahwa dari sepuluh sampel yang dimurnikan terdapat delapan sampel yang berhasil tumbuh (WS 6598 C, SI 6706 P, SI 6636 C, SI 6640 C, SI 6644 C, SI 6645 C, SI 6671 P, SI 6663 C), sedangkan dua sampel lainnya tidak tumbuh (SI 6668 P, WS 6571 P). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh sampel tanah yang diisolasi, sampel yang menunjukkan hasil positif didapatkan dari kawasan Kawah Sikidang dan Kawah Sileri Dieng, dimana tanahnya kaya akan sulfur, dan sampel yang digunakan relatif segar sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh.
Sampel tanah lain yang berasal dari kawasan Gunung Sanggabuana, Palelawan Kepulauan Riau, dan Bukit Petuk Palangkaraya tidak menunjukkan hasil yang positif, hal ini terjadi karena tanah pada daerah tersebut kemungkinan miskin akan unsur sulfur dan/atau pirit sebagai sumber energi bakteri, selain itu waktu penyimpanan sampel yang relatif lama menyebabkan bakteri yang diisolasi tidak tumbuh lagi.
B. Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans Isolatisolat yang sudah dimurnikan kemudian ditumbuhkan pada media padat (agar). Komposisi media padat sama dengan komposisi media cair yang digunakan, perbedaannya adalah penambahan agar sebanyak 12 gram. Pemindahan isolat ini dilakukan dengan cara isolat tersebut disebar secara merata di permukaan media padat yang telah disiapkan. Setelah masa inkubasi selama tiga minggu, dari delapan isolat hasil pemurnian, terdapat enam isolat yang dapat tumbuh pada media padat, yaitu WS 6598 C, WS 6644 C, SI 6671 P, SI 6663 P, SI 6636 C, SI 6645 C. Sedangkan dua isolat yang tidak tumbuh adalah SI 6640 C dan SI 6706 P. Isolat bakteri yang dapat tumbuh pada media cair belum tentu dapat tumbuh pada media padat, dalam hal ini media agar. Bakteri yang diisolasi adalah bakteri asidofi pengoksidasi besi dan sulfur yang merupakan obligat autotrof yang membutuhkan senyawa anorganik untuk pertumbuhan dan perbanyakan, bukan pada senyawa organik seperti agar (Nurseha, 2000). Isolatisolat yang tumbuh tersebut kemudian dipindahkan kembali ke media padat yang sama. Pemindahan kedua ini dilakukan dengan cara
menggoreskan isolat yang tumbuh pada media padat pertama ke atas permukaan media padat kedua yang telah disiapkan. Pemindahan ke media padat kedua ini merupakan tahap penyeleksian terhadap koloni tunggal yang terbentuk. Setelah masa inkubasi selama tiga minggu, dari enam isolat yang digoreskan, terdapat lima isolat yang berhasil membentuk koloni tunggal (WS 6644 C, SI 6671 P, SI 6663 P, SI 6636 C, SI 6645 C), sedangkan satu isolat lagi (WS 6598 C) tidak berhasil tumbuh. Hasil pertumbuhan isolat pada media padat dapat dilihat pada Gambar 2.
A
B
Gambar 2. Isolat Bakteri yang Ditumbuhkan pada Media Padat (A. Tumbuh, B. Tidak tumbuh).
Terbentuknya koloni tunggal ini merupakan tanda bahwa bakteri mampu hidup pada media padat tersebut dengan ciriciri membentuk koloni karat di permukaan media, berlendir dan mencembung di permukaan media agar. Isolat isolat yang berhasil tumbuh di media padat tersebut kemudian dipindahkan kembali ke media cair semula yang bertujuan untuk membuktikan bahwa koloni tunggal yang terbentuk adalah bakteri yang ingin diisolasi.
Selain morfologi yang tampak pada gambar, karakter dari bakteri yang telah berhasil diisolasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah pewarnaan diferensial, yaitu pewarnaan Gram yang dapat membedakan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu disebabkan oleh kompleks zat warna kristal violetyodium tetap dipertahankan meskipun telah diberi larutan pemucat, sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil larutan pewarna kedua yaitu berwarna merah. Hal ini terjadi karena perbedaan struktur dinding sel kedua kelompok bakteri. Hasil karakterisasi bakteri Thiobacillus ferrooxidans dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Karakterisasi Bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang Berhasil Diisolasi (SI 6636 C dan SI 6671 P) Kondisi
Karakterisasi
pH
3,5
Suhu lingkungan pertumbuhan
3035˚C
Pewarnaan Gram
Gram negatif
Bentuk sel
Berbentuk batang, kecil, rantai pendek, ujung membulat
Sumber energi
Oksidasi Fe 2+ dan reduksi sulfur
Kebutuhan oksigen
Aerob obligat
Sumber Nitrogen
Amonium, nitrat
Motilitas
+
Berdasarkan Tabel 7. hasil yang didapatkan sesuai dengan karakter oleh Robertson and Kuenen (2005), bahwa bakteri Thiobacillus ferrooxidans memiliki
ciriciri hidup pada kisaran pH 1,34,5, Gram negatif, bentuk batang atau tongkat. Bakteri ini juga menggunakan hasil oksidasi dari Fe 2+ dan reduksi sulfur sebagai sumber energinya, serta amonium, dan nitrat sebagai sumber nitrogennya, selain itu sangat membutuhkan oksigen untuk kehidupan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Thiobacillus ferrooxidans dapat diisolasi dari tanah dengan pH 3,5 yang berasal dari Kawah Sikidang dan Kawah Sileri, Dieng, Wonosobo. 2. Terdapat 5 isolat yang berhasil ditumbuhkan, yaitu WS 6644 C, SI 6671 P, SI 6663 P, SI 6636 C, SI 6645 C dan semuanya adalah Thiobacillus ferrooxidans. 3. Isolat Thiobacillus ferrooxidans mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur. 5.2.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji coba
desulfurisasi batubara menggunakan isolat bakteri yang sudah didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Fish Pond Culture. Elsevier Sci. Publication Co. Amsterdam. Brock, D.T and M.T. Madigan. 1991. Biology of Microorganism. PrenticeHall International. Inc. Englewood. New Jersey. Dick, W.A. 1992. Sulfur Cycle di dalam Encyclopedia of Microbiology Volume 4. Academic Press Inc. Detz, C.M and G. Barvinchak. 1980. Microbial Desulfurization of Coal. www.freepatentsonline.com [diakses 21 Juli 2008]. ECD. 1974. Oxygen Leaching System Shows Commercial Promise for Removing Sulfur from Coal. www.product.biblio.jsp.htm [diakses 3 Juli 2008]. Erskini dan Budiyanto. 1994. Penelitian leaching mikroba mineral sulfida daerah Sangkaropi Sulawesi Tenggara. Majalah BPPT. LVII: 119. Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia. Jakarta. Handayani, S. 1997. Application of biooxidation technology in mineral processing. Indon. Min. J. 2(2): 16. Holt, J.G, N.R. Krieg, P.H.A Sneat, J.T. Staley, and S.T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, ninth edition. Williams and Wilkins. A Waverly Company. Maryland. Ingledew, W.J. 1990. Acidophiles. In Edward, C (Ed). Environmental Biotechnology. Microbiology of Extreme Environments. Mc GrawHill. New York p: 3353. Isa, I. 2007. Bioleaching Logam Berat Timbal dari Sedimen Tercemar oleh Pseudomonas fluorescens, Thiobacillus ferrooxidans, Escherichia coli dan Bacillus sp (Suatu Pendekatan Eksperimental Laboratorik). Tesis, Program Pasca Sarjana, UNAIR. Surabaya. Karliansyah, M.R. 2001. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL. Jakarta. Koizumi, J. 1984. Genetically Engineered Microorganisms Exploitation for Biocleaning of Coal: A Countermeasure to Acid Rain. In Murooka, Y and T. Imanaka (Eds). 1994. Recombinant Microbes for Industrial and Agricultural Applications. www.googlebooksearch.htm [diakses 20 Mei 2008].
Leathen, W.W, N.A. Kinsel, and S.A. Braley. 1956. Ferrobacillus ferrooxidans: achemosynthetic autotrophic bacterium. J.Bacteriol., 72, 700704. Lennon, D.R. 1984. Pneumatic Conveying of Pulverized Solvent Refined Coal. www.freepatentsonline.com [diakses 3 Juli 2008]. Levican, G, P. Bruscella, M. Guacunano, C. Inostroza, V. Bonnefoy, D.S. Holmes, and E. Jedlicki. 2000. Characterization of The petI and res Operons of Acidithiobacillus ferrooxidans. www.articlerender.fcgi.htm [diakses 20 Mei 2008]. Mc Kane, L and J. Kandel. 1996. Microbiology Essentials and Applications. Mc GrawHill Inc. New York. Meyers, R.A, L.J. van Nice, and M.J. Santy. 1976. Meyers Process Plant Design, Economics and Energy Balance. www.google/1976cgl.confR.V.htm [diakses 3 Juli 2008]. Nuella, I. 2005. Effect of Sulfur Concentration and pH on Desulfurization of Indonesian Subbituminous Coals Using Thiobacillus ferrooxidans. www.ITB/databaseabstraksi/Lihatdetailabstraksi.htm [diakses 2 September 2008]. Nurseha, 2000. Isolasi dan Uji Aktivitas Bakteri Asidofilik Pengoksidasi Besi dan Sulfur dari Ekosistem Air Hitam. Tesis, Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Raharjo, I.B. 2006. Mengenal Batubara. www.beritaberitaiptek20060209 MengenalBatubara(1).htm [diakses 20 Mei 2008]. Rheinheimer, G. 1991. Aquatic Microbiology, fourth edition. John Wiley and Sons. London. Robertson, L.A and J.G. Kuenen, 2005. Thiobacillus: Description and Significance. http://microbewiki.kenyon.edu./index.php/thiobacillus [diakses 20 Mei 2008]. Santosa, D.A, K.Murtilaksono, F.S.Beni, Sulastri, Samsurizal, S.Shahab, P.Giyono, Endarwati, Hartati, D.E.Saputra, E.N.Hidayah, Jajat, Samadi, dan Juma. 2007. Sumberdaya Hayati Kawasan Sanggabuana: Potensi, Transaksi Bioprospeksi, Bank Gen. Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB). Bogor. Schegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. (terjemahan). Gajah Mada University Press. 688 pp. Schippers, A, P.G. Jozsa and W. Sand. 1996. Sulfur chemistry in bacterial leaching of pyrite. Appl. Environ. Microbiol. 62 (9): 34243431.
Stambaugh, E.P, J.F. Miller, S.S. Tam, S.P. Chauhan, H.F. Feldmann, H.E. Carlton, J.F. Foster, N. Nack, and J.H. Oxley. 1977. www.google/1977ieee.conf.124S.htm [diakses 3 Juli 2008]. Sugio, T, S. Uemura, I. Makino, K. Iwahori, T. Tano and R.C. Blake. 1994. Sensitivity of ironoxidizing bacteria, Thiobacillus ferrooxidans and Leptospirillum ferrooxidans to bisulfite ion. Appl. Environ. Microbiol. 60 (2): 722725. Untung, S.R. 1999. Isolating Thiobacillus ferrooxidans from the Cikotok Gold Mine for leaching purposes. Indonesian Mining Journal. 5: 5456. Wikipedia. 2006. Flue Gas Desulfurization. fluegasdesulfurization.htm [diakses 21 Juli 2008].
www.wikipedia/
Wikipedia. 2008. Coal. www.en.wikipedia.org/wiki/coal [diakses 20 Mei 2008]. Wood, D. and D.E. Rawlings. 1989. Bacterial Leaching and Biomining In J. L. Marx (ed). A Revolution in Biotechnology. Cambridge, ISCU. New York. Worldcoal. 2004. Sumber Daya Batubara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara. www.worldcoal.org.htm [diakses 20 Mei 2008]. Yusuf,
D. 2005. Batubara, Energi Alternatif Pengganti http://www.islamuda.com Rubrik.htm [diakses 20 Mei 2008].
BBM.