733
Isolasi Amphora sp. sebagai pakan awal larva abalon (Fahrudin)
ISOL ASI Amphora sp. SEBAGAI PAKAN AWAL L ARVA ABALON Fahrudin, Ngurah Permana, dan Haryanti Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng Kotak Pos 140, Singaraja-Bali 81011 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pakan alami berupa fitoplankton merupakan produser primer yang dimanfaatkan oleh zooplankton, ikan dan udang kecil, kepiting, dan larva abalon. Fitoplankton mengandung karbohidrat, lemak, protein, dan mineral yang berfungsi untuk mendukung perkembangan, pertumbuhan, dan sintasan dalam pemeliharaan larva ikan, krustase, dan abalon. Tujuan penelitian adalah mendapatkan fitoplankton jenis Amphora sp. sebagai biakan murni untuk dikembangkan baik skala kecil atau massal. Metoda isolasi menggunakan media agar dan pengenceran berseri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitoplankton jenis Amphora sp. dapat dikultur secara murni. Ke depan isolat fitoplankton tersebut dapat dikembangkan secara massal sebagai pakan awal larva abalon untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan. KATA KUNCI: Amphora sp., abalon
PENDAHULUAN Pakan alami berupa fitoplankton merupakan produser primer yang dimanfaatkan oleh zooplankton, ikan dan udang kecil, kepiting, dan larva abalon. Plankton sebagai sumber karbohidrat, lemak, protein, dan mineral bagi larva berfungsi untuk mendukung perkembangan, pertumbuhan, dan sintasan dalam pemeliharaan ikan dan udang kecil, kepiting, dan larva abalon. Beberapa jenis pakan alami yang telah berhasil dikembangkan ialah Nannochloropsis untuk pakan alami dalam kultur rotifera dan digunakan sebagai pakan alami dalam pemeliharaan larva ikan kerapu, kakap, dan bendeng. Jenis Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. digunakan dalam pemeliharaan larva udang windu, sedangkan Nitzchia sp. digunakan dalam pemeliharaan larva abalon (Priyambodo, 2005). Penggunaan Amphora sp., Navicula sp., Cocconeis sp., dan Achantes sp. juga telah dikembangkan sebagai pakan alami (De La Pena, 2009). Penggunaan jenis pakan alami tersebut dapat mempertahankan kualitas air larva dalam kondisi baik, sebagai nutrisi dan kontrol populasi mikroba (Lavens & Sorgeloos, 1996). Untuk mendukung pengembangan budidaya abalon ketersediaan pakan alami dalam jumlah dan mutu yang baik sangat diperlukan BBRPBL-Gondol telah berhasil mengembangkan budidaya abalon. Akan tetapi menurut Susanto et al. (2008), melaporkan bahwa pertumbuhan larva dari stadia veliger sampai yuwana terlihat lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh ketersedian pakan awal yang tidak memadai yaitu berupa Nitzchia sp. dan memanfaatkan mikroalga yang tumbuh pada media pemeliharaan larva abalon. Nampaknya ke depan penggunaan jenis fitoplankton lain seperti Amphora sp. sebagai pakan awal larva abalon dapat dikembangkan untuk mendukung pengembangan budidaya abalon. Jenis Amphora sp. merupakan salah satu pakan alami/diatom yang banyak digunakan dalam pemeliharaan larva abalon yang bersifat bentik (Okaouchi, 1991), dapat mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan sintasan larva abalon (Kawamura et al., 1998; Gordone et al., 2006). Penyediaan inokulum atau bibit yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik serta berkeseinambungan sangat diharapkan. Langkah awal untuk memproduksi pakan alami adalah melalui isolasi. Isolasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan spesies tunggal (monospesies) yang dikehendaki. Beberapa metode untuk isolasi pakan alami/diatom yaitu isolasi secara biologis, pengenceran berseri, pengulangan sub kultur, pipet kapiler, dan isolasi dengan media goresan (Isnansetyo & Kurniastuti, 1995; De la Pena, 2009). Metode isolasi lainnya adalah melalui cara oksidasi dengan H2O2 atau HNO3 seperti dinyatakan oleh Menvil et al. (2005). Metode isolasi tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan sarana yang ada agar keberhasilan isolasi dapat diperoleh.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
734
Sehingga isolasi pakan alami spesies tunggal dari jenis Amphora sp. sangat penting diketahui sebagai langkah awal penyediaan pakan alami dalam melakukan kultur murni dan massal untuk digunakan sebagai pakan awal larva abalon. Tujuan penelitian adalah mendapatkan jenis Amphora sp. sebagai isolat/biakan murni untuk dikembangkan baik skala kecil atau massal BAHAN DAN METODE Pengambilan Sampel Sampel diperoleh dari kolam air limbah hasil budidaya abalon. Sampel diambil dengan menggunakan spatula kemudian dimasukan ke dalam falcontube volume 50 mL. Sampel tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop untuk mengetahui jenis diatom yang ada dalam sampel kemudian di dokumentasikan. Penyiapan Media Agar Media agar dibuat dengan melarutkan 1,5% agar dalam air laut volume 200 mL. Air laut tersebut kemudian dipupuk dengan menggunakan pupuk standar untuk kultur diatom (Tabel 1). Larutan dipanaskan dalam air yang mendidih sambil digoyang-goyang hingga media agar berwarna putih cerah. Media agar selanjutnya dituangkan ke dalam petridish dengan ketebalan 3-5 mm. Media agar tersebut dapat langsung digunakan atau disimpan pada “Refrigator” suhu 4°C. Untuk mengetahui jenis diatom dalam air sampel maka sampel harus ditebar pada media agar melalui pipet steril dan diratakan dengan stereak glass. Penyimpanan agar yang telah diinokulasikan sampel selama satu minggu dengan pencahayaan. Pengambilan Inokulum Diatom yang tumbuh pada media agar diambil dengan menggunakan jarum ose. Pengambilan inokulum pada media agar disesuaikan dengan hasil pengamatan yang dikehendaki. Kemudian inokulum dimasukan ke dalam tabung reaksi volume 5 mL sebanyak 4 buah. Selanjutnya tabung reaksi yang telah terisi inokulum ditutup rapat dengan menggunakan parafilm dan alumunium foil. Inokulum disimpan pada suhu 24°C yang dilengkapi penyinaran dengan inkubasi selama satu minggu. Setiap hari tabung reaksi dikocok agar tidak terjadi pengendapan atau penggumpalan. Pengenceran Inokulum Secara Berseri Air media yang telah disterilkan dimasukkan pada tabung reaksi volume 5 mL sebanyak 5 buah. Selanjutnya 1 mL inokulum dimasukan ke dalam tabung reaksi yang pertama. Dari tabung reaksi yang pertama diambil inokulum 1 mL dimasukan pada tabung reaksi berikutnya. Demikian selanjutnya sampai pada tabung reaksi yang ke-5, kemudian ditutup rapat dengan menggunakan parafilm dan alumunium foil dan disimpan pada suhu 24°C. Hasil biakan yang diencerkan secara berseri di inkubasi selama satu minggu kemudian masing-masing tabung reaksi diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan haemocytometer. Apabila belum mendapatkan diatom monospesies yang diinginkan, Tabel 1. Komposisi pupuk standar untuk mengkultur jenis diatom Jenis pupuk NaNO3 Na2HPO4 12H2O Fe-EDTA Clewat-32 NaSiO3 Vitamin
Dosis (mg/L) 300 14 18 100 5 0,002
735
Isolasi Amphora sp. sebagai pakan awal larva abalon (Fahrudin)
langkah tersebut dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan diatom monospesies. Apabila sudah mendapatkan diatom monospesies, pemeliharaan stok murni dilakukan dengan memindahkan diatom tersebut ke dalam erlenmeyer volume 100 mL dan di simpan pada suhu ruang 24°C dengan intensitas cahaya 2.500-3.000 lux. HASIL DAN BAHASAN Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis diatom yaitu Amphora sp., Navicula sp., Cocconeis sp., Nitzchia sp., dan Mylosira sp. (Gambar 1). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa diatom tersebut termasuk kelas Bacillariophyceae dari Pylum Bacillariopyta. Secara morfologi diatom kelas Bacillariphyceae dibagi 2 yaitu ordo Centralis dan Pennales (Wiadnyana & Wagey, 2004). Ordo Centralis berbentuk seperti silinder, tidak memiliki raphe, bentuk tutup dan wadahnya agak bundar, seperti Mylosra sp., Skleletonema sp., Chaetoceros sp., dan Bacteriastrum. Sedangkan ordo Pennales berbentuk lonjong, memanjang seperti perahu/ketupat dan memiliki raphe pada tutup dan wadahnya seperti Amphora sp., Navicula sp., dan Nitzchia sp. Raphe adalah suatu lubang yang memanjang dari ujung ke ujung sel yang berfungsi sebagai keluar masuknya lendir. Jenis diatom tersebut ada yang hidup mengapung di atas permukaan air dan hidup pada substrat. Jenis-jenis diatom tersebut juga ditemukan pada pemeliharaan larva udang windu, di tambak, keramba jaring apung, dan ditemukan pada pemeliharaan larva teripang pasir (Hartati et
Gambar 1. Performan diatom pada sampel yang diambil dari kolam air limbah hasil budidaya abalon al., 2005; Qodri & Suyanto, 2009). Hal ini disebabkan karena jenis diatom tersebut ada yang bersifat planktonik dan bentik atau menempel pada substrat yang dikehendaki sehingga sangat mudah ditemukan pada wadah budidaya udang, ikan, teripang, dan abalon. Menurut Haumahu (2006), bahwa diatom Amphora sp., Navicula sp., dan Mylosira sp. merupakan spesies dominan yang ditemukan pada substrat pasir berlumpur, substrat berlumpur, dan substrat berpasir. Pertumbuhan Diatom Pertumbuhan diatom pada media agar tumbuh setelah 5-6 hari kultur. Pertumbuhan diatom pada Gambar 2. Diatom yang tumbuh pada media agar akan membentuk koloni tersendiri dan berwarna kecoklatan. Hal ini disebabkan karena diatom tersebut berwarna kecoklatan. Terbentuknya koloni pada media agar sebagai indikator bahwa unsur hara yang yang ada dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan diatom. Pertumbuhan diatom pada tabung reaksi dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 4 tabung reaksi yang digunakan diperoleh jenis Amphora sp. dan Navicula sp. terdapat hampir semua pada tabung reaksi yang ada, sedangkan jenis Diploneis sp. dan Cocconeis sp. ditemukan pada tabung reaksi 1 dan 3. Jenis Mylosira sp. dan Bacteriastrum sp. ditemukan pada tabung reaksi 2 saja. Hal ini berarti bahwa jenis Amphora sp. dan Navicula sp. merupakan spesies dominan. Diatom memperoleh nutrisi dari media air yang mengandung unsur hara dengan cara mengabsorbsi secara langsung melalui membran sel. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara (makro dan mikro) dan lingkungan. Unsur hara tersebut berfungsi untuk pembentukan protein, metabolisme
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
736
Gambar 2. Pertumbuhan diatom pada media agar Tabel 2. Jenis-jenis diatom dari media agar yang dikultur dalam media cair Tabung reaksi Jenis diatom Keterangan 1
Amphora sp. Navicula sp. Diploneis sp. Nitzchia sp.
++ ++ ++ +
2
Bacteriastrum Mylosira sp.
+++ +
3
Amphora sp. Navicula sp. Bacteriastrum Mylosira sp. Diploneis sp. Cocconeis sp.
+++ +++ + ++ +++ +
4
Amphora sp. Navicula sp. Mylosira sp.
++ ++ +
Keterangan: + = sedikit; ++ = sedang; +++ = banyak
karbohidrat, pembentukan klorofil dan dinding sel, memacu pertumbuhan, dan menghasilkan asam amino. Hasil diperoleh seperti tertera pada pengamatan pada Tabel 2 belum menunjukkan spesies tunggal sehingga perlu dilakukan pemurnian melalui pengenceran bertingkat/berseri. Isolasi pengenceran bertingkat dilakukan jika jumlah spesies yang ada sangat banyak, diencerkan atau dipindahkan ke dalam tabung reaksi secara bertahap (Isnansetyo & Kurniastuti, 1995; De La Pena, 2009). Diatom yang telah diperoleh dapat dikultur dengan menggunakan wadah yang lebih besar. Langkah berikutnya adalah mengambil tabung reaksi pada No. 4 untuk dilakukan isolasi bertingkat/ berseri. Hasil isolasi bertingkat disajikan pada Tabel 3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis Amphora sp. dan Navicula sp. masing-masing terdapat pada tabung reaksi 1, 3, dan 4, sedangkan kedua jenis (Amphora sp. dan Navicula sp.) terdapat pada tabung reaksi 2 dan 5. Jenis Amphora sp. dan Navicula sp. pada tabung reaksi 2 menunjukkan jumlah yang sedikit, sedangkan pada tabung reaksi 1, 3, 4, dan 5 merupakan spesies yang dominan, hal ini berarti bahwa kedua spesies tersebut
737
Isolasi Amphora sp. sebagai pakan awal larva abalon (Fahrudin) Tabel 3. Jenis diatom pada isolasi pengenceran bertingkat Tabung reaksi Jenis diatom Keterangan 1
Navicula sp.
++
2
Amphora sp. Navicula sp.
+ +
3 4
Navicula sp. Amphora
++ ++
5
Amphora sp. Navicula sp.
++ ++
Keterangan: + = sedikit; ++ = sedang; +++ = banyak
dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama. Pertumbuhan dan perkembangan kedua jenis diatom (Amphora sp. dan Navicula sp.) dapat memanfaatkan unsur hara atau media pupuk yang terdapat pada tabung reaksi sehingga pertumbuhan dan perkembangan keduanya sangat dominan. Menurut Okaouchi (1991), bahwa speises Amhora sp. dan Navicula sp. merupakan jenis diatom yang bersifat bentik dan ditemukan dominan pada substrat pasir berlumpur, substrat berlumpur, dan substrat berpasir (Haumahu, 2006). KESIMPUL AN Untuk mengawali produksi pakan alami dengan mutu yang baik dapat dilakukan isolasi dengan menggunakan media agar dan metode pengenceran berseri untuk dikultur secara murni dan massal untuk mendukung pengembangan budidaya abalon dengan pertumbuhan dan sintasan yang tinggi. DAFTAR ACUAN De La Pena, M.R. 2009. Diatom Identification and Mass Culture. Aquaculture Departement. SEAFDEC, Tigbauan Ilolilo, Philippines. Gordon, N., Neori, A., Shpigel, M., Lee, J., & Harpaz, S. 2006. Effect Diatom Diets on Growth and Survival of The Abalon Haliotis discus hannai Post Larvae. Aquaculture, 252: 225-233. Hartati, R., Widianingsih, & Pringgenis, D.2005 Pemeliharaan Teripang Pasir (Holotoria scabra) Pada Berbagai Habitat. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. UGM. BDP, hlm. 1-5. Haumahu, S. 2006. Komposisi Spesies dan Distribusi Diatom Bentik Di Teluk Haria-Saparua, Maluku Tengah. Ichthyos, 5(1): 15-20. Isnansetyo, A. & Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton Untuk Pembenihan Organisme Laut, hlm. 40-45. Kawamura, T., Roberts, R.D., & Nicolson, C.M. 1998. Factor affecting the food value of diatom strain for postlarvae abalone Haliotis iris. Aquaculture, 160: 81-88. Lavens, P. & Sorgeloos, P. 1996. Manual on The Production and Use of Live Food for Aquaculture. Artemia Reference Center. Menvil, L., Ravizza, G., & Schodenaher, J. 2005. The Isolation and Identification of Diatom From Lake Waiw Sediment, 12 pp. Okaouchi, M. 1991. The Status Of Pytoplankton Production in Japan. Proceding Rotifer and Microalgae Manual Culture Sistem, p. 247-255. Priyambodo, B., Sofyan, Y., & Swastika, I.B.M. 2005. Produksi Benih Kerang Abalon (Haliotis asinina) di Loka Budidaya Laut Lombok. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. UGM. BDP, hlm. 144-148.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
738
Qodri, A.H. & Suyanto. 2009. Rekayasa Produksi Benih Teripang Pasir (Holotoria scabra) di Kolam Air Laut. Laporan Tahunan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Susanto, B., Hanafi, A., Zafran, & Ismi, S. 2008. Pematangan Gonad Induk dan Perbaikan Kualitas benih Abalon (Haliotis squamata). Laporan Hasil Riset Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Wiadnyana, N. & Wagey, G.A. 2004. Plankton, produktivitas dan Ekosistem Perairan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.