721
Respons pakan buatan pada pemeliharaan larva... (Agus Priyono)
RESPONS PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN L ARVA IKAN COBIA (Rachycentron canadum) Agus Priyono, Titiek Aslianti, dan Siti Zuhriyyah Musthofa Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng Po Box 140, Singaraja-Bali 81101 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemberian pakan awal pada pemeliharaan larva ikan cobia (Rachycentron canadum) adalah pakan alami (rotifer dan Nannochloropsis), namun ketersediaan pakan alami seringkali menjadi kendala selama pemeliharaan larva. Walaupun demikian pakan buatan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pakan. Oleh karenanya untuk mengetahui respons pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan diberikan pada larva ikan cobia pada umur yang berbeda. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai waktu awal penggunaan pakan buatan yang tepat pada larva cobia. Larva umur 5 hari (D-5) dipelihara dalam bak pemeliharaan ukuran 1 m3, dengan kepadatan 250 ekor per bak. Perlakuan pakan yang diujikan antara lain pemberian pakan buatan mulai D-8 (perlakuan A), D-12 (perlakuan B), dan D-16 (perlakuan C). Pakan buatan yang digunakan berupa mikropelet dosis 1,5 g/m3 diberikan 2 kali sehari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam sedang untuk uji lanjutan menggunakan uji Tukey dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva cobia yang diberi pakan buatan pada D-12 (perlakuan B) menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Sintasan larva yang diberi pakan buatan mulai D-8, D-12, dan D-16 secara berturut-turut sebesar 11,9%; 38,8%; dan 17,4 %. KATA KUNCI:
pakan buatan, ikan cobia, Rachycentron canadum
PENDAHULUAN
Cobia (Rachycentron canadum) sebagai komoditas perikanan laut, termasuk ikan pelagik yang penyebarannya meluas di perairan tropis dan subtropis kecuali di Pasifik Barat dan Tengah (Kaiser & Holt, 2005; Pyng yeh et al., 2008). Di Indonesia telah dilakukan pemeliharaan mulai induk sampai menghasilkan benih di beberapa tempat seperti di Bali Utara, Lampung, dan Kepulauan Seribu. Dari hasil pengamatan pertumbuhan terhadap benih yang dipelihara di dalam bak-bak terkontrol menunjukkan kecepatan tumbuh yang tinggi mencapai 18 mm dalam 20 hari pemeliharaan (Priyono et al., 2008) dan bahkan ada mencapai 1 inci selama 14 hari (Priyono et al., 2006). Pertumbuhan benih hingga ukuran dewasa juga menunjukkan kecepatan tumbuh yang tinggi serta mampu dibudidayakan dalam karamba jaring apung maupun wadah-wadah budidaya yang terkontrol (Arnorld et al., 2002). Sun et al. (2006) menyampaikan bahwa ikan cobia termasuk ikan yang tahan terhadap penyakit, serta mampu beradaptasi terhadap pakan buatan yang diberikan. Karakteristik tersebut menjadikan cobia dibudidayakan secara meluas di Taiwan, Cina, dan Asia tenggara (Liao et al., 2001; 2004) bahkan juga di Australia, Marshall islands, Amerika Tengah, Karibia (Benetti et al., 2008), Vietnam (Nhu et al., 2011) sementara di Indonesia dalam tahap perbaikan perbenihan (Priyono et al., 2006). Namun demikian di dalam teknik pemeliharaan larva hingga benih biasanya pakan awal yang diberikan berupa rotifer (Brachionus sp.), trochophore, nauplii Artemia sangat diutamakan, sementara pakan buatan diberikan menjelang umur 20 hari. Sehingga peran pakan alami yang diberikan sangat diperlukan untuk kesinambungan kehidupan larva yang dipelihara. Peranan pakan alami nampaknya juga belum sepenuhnya dapat digantikan oleh pakan buatan mengingat pada awal perkembangannya larva lebih tertarik pakan yang bergerak (Cahu & Zambonino Infante, 2001) dan memerlukan komposisi pakan yang mudah dicerna yang belum bisa dipenuhi oleh pakan buatan (Baskerville-Bridges &
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
722
Kling, 2000). Dengan demikian, penyediaan pakan alami secara kontinu dan dalam jumlah yang memadai mutlak diperlukan, namun seringkali masih menjadi kendala dalam pemeliharaan larva. Mengingat permasalahan tersebut, menurut Suryanti & Priyadi (2002) penggunaan pakan alami pada pembenihan perlu dibatasi waktunya dan peranannya perlu digantikan dengan pakan buatan yang komposisi nutriennya disesuaikan dengan kebutuhan larva. Namun demikian, diperlukan informasi mengenai respons dan waktu awal pemberian pakan buatan yang tepat karena pada umumnya larva belum dapat menerima dan mencerna pakan buatan karena organ pencernaan serta enzim pencernaannya belum sepenuhnya berkembang. Untuk itu, diperlukan penelitian mengenai respons pemberian pakan buatan pada larva cobia (Rachycentron canadum) pada umur yang berbeda untuk mendapatkan informasi mengenai waktu awal yang tepat untuk menggantikan pakan alami dengan pakan buatan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di hatcheri cobia, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol, Bali. Bak fiberglass silinder volume 1 m3 diisi air laut sebanyak 60% dan ditetaskan telur cobia yang fertil kepadatan 5-10 butir/L. Setelah telur menetas, cangkang dan sebagian telur yang tidak menetas dibuang dengan cara disipon. Menjelang D-2 pada bak larva ditambahkan Nannochloropsis sp. dengan kepadatan ± 3-5x105 sel/mL sebagai green water dan rotifer (Brachionus sp.) sebagai pakan awal larva dengan kepadatan 10-15 ind./mL. Selanjutnya, larva pada umur 5 hari diatur kepadatan larva sebanyak 250 ekor/bak. Pakan buatan (pelet) berukuran 200-300 µm dengan dosis 1,5 g/ton diberikan pada Tabel 1. Komposisi pakan buatan (pelet) yang diberikan untuk pakan pada larva ikan cobia Komponen
Kandungan
Crude protein 60% Crude fat 15% Crude ash 12% N.F.E 5% Moisture 7% Crude fiber 1% P 1,40% Antioxidant Ethoxiquine BHA, BHT ?ω3 HUFA 28 mgig dwt DHA/EPA 2 Vitamin A 30.000 iu/kg Vitamin D3 2.500 iu/kg Vitamin E 400 mg/kg Vitamin C 2.000 mg/kg
larva dengan umur yang berbeda yaitu mulai umur 8 hari (perlakuan A), umur 12 hari (perlakuan B) dan umur 16 hari (perlakuan C), sebanyak 2 kali sehari. Pada umur 10 hari larva diberi pakan nauplii Artemia dengan kepadatan 0.5-1 ind./mL hingga umur 20 hari (panen). Komposisi pakan buatan yang digunakan dalam pemeliharaan larva cobia, disajikan pada Tabel 1. Aerasi dipasang di setiap bak dan diatur dengan kecepatan sedang agar larva tidak menggerombol di dasar bak dan mampu menangkap makanan dengan baik. Selama pemeliharaan larva, kualitas air dijaga agar tetap baik yaitu dengan melakukan pergantian air sebanyak 20%-30% per hari mulai larva umur 6 hari dan penyiponan ketika dasar bak sudah terlihat kotor.
723
Respons pakan buatan pada pemeliharaan larva... (Agus Priyono)
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL), 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam sedangkan untuk uji lanjutan menggunakan uji Tukey dengan tingkat kepercayaan 95%. Parameter yang diamati antara lain panjang total dan sintasan yang dihitung pada akhir penelitian (D-20). Panjang total larva diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dengan perbesaran 10 kali. Pengukuran kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut, salintas, nitrit, nitrat, dan pH dilakukan 1 minggu sekali. HASIL DAN BAHASAN
20
A (pelet umur 8)
Panjang total (mm)
B (pelet umur 12) C (pelet umur 16)
15 10 5 0 1
2
5
6
13
17
20
Umur larva (hari)
Gambar 1. Panjang total larva cobia (mm) pada 3 perlakuan yang berbeda selama pemeliharaan Pertumbuhan Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan larva cobia disajikan pada Gambar 1. Larva ikan cobia yang diberi pakan mulai D-8 (perlakuan A) mempunyai panjang badan yang lebih rendah yaitu 13,69 mm dibandingkan larva yang diberi pakan buatan mulai D-12 (perlakuan B) yaitu 18,05 mm maupun yang diberi pakan buatan mulai D-16 (perlakuan C) yaitu 18,26 mm. Berdasarkan pengamatan mikroskopis bahwa larva sampai umur 1 hari saluran pencernaan masih merupakan saluran yang lurus yang terletak di bagian dorsal yolk sac dan belum terdeferensiasi. Perubahan morfologi saluran pencernaan baru terjadi pada 1-4 day post hatch (dph) dengan panjang total 3,6-4,4 mm saat larva mulai makan makanan dari luar tubuh (exogenous feeding). Hal ini sesuai dengan pernyataan Faulk et al. (2007) yang menyatakan bahwa larva cobia saat menetas (3,6 mm) saluran pencernaan larva cobia relatif tidak berdeferensiasi. Sehingga larva belum mampu mencerna dan menyerap pakan buatan secara sempurna dan masih memanfaatkan pakan alami yang terdapat pada air media meskipun bukaan mulut larva sudah mampu menangkap pakan buatan yang berdasarkan pengukuran larva cobia pada D-5 mencapai 800-900 µm sementara diameter pakan buatan berukuran 200-300 µm. Rendahnya pertumbuhan larva yang diberi pakan buatan mulai D-8, disebabkan karena saluran pencernaan dan kelenjar pencernaannya belum terdeferensiasi, sehingga sejumlah pakan yang diberikan tidak banyak berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan. Dari pakan yang diberikan, Widigdo (1989) menyatakan bahwa komponen kimiawi pembentuk protein pakan alami dan pakan buatan tidak sama, dan kemungkinan komponen yang membentuk protein pada pakan buatan tidak mampu dicerna oleh ikan yang masih muda. Selanjutnya Faulk et al. (2007) menyatakan bahwa larva pada 9-10 dph (6,3-6,8 mm) kelenjar pencernaan mulai terbentuk. Oleh karenanya panjang total larva cobia pada perlakuan B dan perlakuan
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
724
C tidak berbeda yaitu 18,05 mm dan 18,26 mm. Dari Gambar 1, dapat dinyatakan bahwa secara keseluruhan perlakuan B menunjukkan pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan perlakuan C meskipun di akhir percobaan pertumbuhan perlakuan C lebih cepat daripada perlakuan B. Diduga larva D-12 (perlakuan B) mampu mencerna pakan buatan yang diberikan, karena saluran pencernaan maupun kelenjar pencernaan sudah terdeferensiasi. Berdasarkan penelitian Faulk et al. (2007) pada larva cobia D-12 (8,1 mm) sudah ditemukan sel mucus pada lambung yang banyak bermanfaat di dalam membantu dalam proses pencernaan. Sedangkan pada larva D-16 meskipun saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan mampu untuk mencerna pakan, namun keterlambatan pemberian pakan buatan yang diberikan dapat menghambat pertumbuhannya. Untuk pertumbuhan larva selanjutnya masih membutuhkan nutrien yang lebih lengkap untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya seperti halnya nauplii Artemia, yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi, diduga mempunyai kekurangan yaitu nutrien yang
Tabel 2. Analisis sidik ragam panjang total (mm) dan sintasan (%) larva cobia pada perlakuan 3 perlakuan
*
Perlakuan
Panjang total (mm)*
Sintasan (%)*
D-8 D-12 D-16
13,69a 18,05a 18,26a
11,9a 38,8b 17,4a
Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05)
dikandungnya tidak komplit di antaranya asam amino, energi, vitamin, dan mineral tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Suryanti & Priyadi, 2002). SINTASAN Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa panjang badan larva cobia tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara 3 perlakuan (Tabel 2). Larva yang diberi pakan buatan mulai D-8 (perlakuan A), D-12 (perlakuan B), dan D-16 (perlakuan C) berturut-turut mencapai sintasan sebesar 11,9%; 38,8%; dan 17,4%. Hasil analisis statistik menunjukkan pengaruh yang nyata dari perlakuan terhadap sintasan larva cobia (P<0,05) yaitu perlakuan B (larva umur D-12) berbeda nyata dengan perlakuan A (larva umur D-8) dan perlakuan C (larva umur D-16). Namun, antara perlakuan A dan perlakuan C tidak terdapat perbedaan yang nyata (Tabel 2). Seperti halnya terhadap pertumbuhan, faktor kemampuan pencernaan larva dan nilai gizi pakan juga berpengaruh terhadap sintasan larva ikan cobia. Pada perlakuan A, derajat kematian tertinggi terjadi pada hari ke-13—17. Diperkirakan kematian massal larva disebabkan oleh pakan yang dimakan larva sebagian besar tidak berfungsi untuk pembangun tubuh untuk pertumbuhan, diduga justru mengganggu pencernaan, karena sistem pencernaan ikan muda sifatnya masih sederhana dan masih banyak memerlukan enzim dari luar tubuh (Hofer, 1985 dalam Widigdo, 1989). Pada hari ke-12, larva sudah siap mencerna dan menyerap pakan buatan, selanjutnya kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh larva dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya nutrisi larva maka tingkat kematian larva juga rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sintasan yang tinggi pada larva yang diberi pakan buatan mulai D-12 (perlakuan B) dibandingkan larva yang diberi pakan buatan mulai D-8 (perlakuan A) dan D-16 (perlakuan C). Pada larva yang baru diberi pakan buatan mulai hari ke-16,
725
Respons pakan buatan pada pemeliharaan larva... (Agus Priyono) Tabel 3. Pengamatan kualitas air larva cobia yang diberi pakan buatan pada larva yang berbeda umurnya Perlakuan
Parameter A Salinitas (‰) pH DO (mg/L) Suhu (°C) PO4 (mg/L) NH3 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L)
B
C
35-36 35-36 35-36 7,97-8,17 8,05-8,35 7,96-8,37 4,3-5,35 4,18-5,6 4,2-5,3 25,9-26,8 25,9-27,2 26,4-27,2 0,022-0,248 0,051-0,2 0,159-0,205 0,009-0,812 0,011-0,49 0,01-0,685 0,003-0,078 0,003-0,098 0,003-0,079 0,115-0,404 0,097-0,508 0,091-0,359
meskipun larva sudah lebih siap mencerna pakan buatan, namun sintasannya relatif rendah dibandingkan larva yang diberi pakan buatan pada D-12. Penundaan pemberian pakan pada larva akan mengakibatkan kematian semakin meningkat dan bahkan menyebabkan kematian total (Priyono et al., 1993). Dengan demikian, larva yang diberi pakan buatan mulai D-12 menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang maksimal sehingga dapat menjadi dasar penentuan waktu awal pemberian pakan buatan yang tepat untuk perkembangan larva cobia. Kaiser & Holt (2005) menyebutkan bahwa pada panti pembenihan di Texas umumnya pakan buatan di berikan pada D16, sedangkan di Taiwan, menurut Xan Le (2005), pakan buatan baru diberikan pada D-17 atau D18. Dari pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, fosfat, nitrit, nitrat, dan total amonia selama penelitian berlangsung, masih berada dalam kisaran yang dapat menunjang kehidupan larva cobia (Tabel 3). KESIMPULAN Larva cobia yang diberi pakan buatan mulai D-12 menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang lebih tinggi dibandingkan larva cobia yang diberi pakan buatan mulai D-8 (perlakuan A) dan mulai D-16 (perlakuan C). Waktu awal pemberian pakan buatan yang tepat pada larva cobia adalah pada saat larva berumur 12 hari. DAFTAR ACUAN Arnold, C.R., Kaiser, J.B., & Holt, G.J. 2002. Spawning of Cobia Rachycentron canadum in captivity. J. World Aqua. Soc., 33(2): 205-208. Baskerville-Bridges, B. & Kling, L.J. 2000. Early weaning of Atlantic cod (Gadus morhua) larvae onto a microparticulate diet. Aquaculture, 189: 109-117. Benetti, D.D., B. Sardenberg, A. Welch, R. Hoenig, M. Refik Orhun, and I. Zink. 2008. Intensive larval husbandry and fingerling production of cobia Rachycentron canadum. Aquaculture, 281: 22-27. Cahu, C., Zambonino, & Infante, J., 2001. Substitution of live food by formulated in marine fish larvae. Aquaculture, 200: 161-180. Faulk, C.K., Benning Hoff, A.D., & Holt, J. 2007. Ontogeny of the Gastrointestinal Tract and Selected Enzymes in Cobia Rachycentron canadum (L). J. of Fish Biology. Volume 70 Issue 2. Published online 2 February 2007. Kaiser, J.B. & Holt, G.J. 2005. Species Profile - Cobia. Southern Regional Aquaculture Central (SRAC) Publication. No. 7202. Kolkovski, S. 2001. Digestive enzymes in fish larvae and juveniles - implications and applications to formulated diets. Aquaculture, 200: 181-201.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
726
Liao, I.C., Su, H.M., & Chang, E.Y. 2001. Techniques in finfish larviculture in Taiwan. Aquaculture, 200: 1-31. Liao, I.C., Huang, T.S., Tsai, W.S., Hsueh, C.M., Chang, S.L., & Leano, E.M. 2004. Cobia culture in Taiwan: current status and problems. Aquaculture, 237: 155-165. Nhu, V.C., Nguyen, H.Q., Le, T.L., Tran, M.T., Sorgeloos, P., Dierckens, K., Reinertsen, H., Kjørsvik, E., & Svennevig, N. 2011. Cobia Rachycentron canadum aquaculture in Vietnam: Recent developments and prospects. Aquaculture, 315: 20-25. Priyono, A., Aslianti, T., & Rohaniawan, D. 1993. Pengaruh Waktu Pemberian Rotifera terhadap Sintasan Larva Bandeng, Chanos chanos Forsskal. Priyono, A., Slamet, B., Supii, A.I., & Asmanik. 2006. Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Cobia (Rachycentron canadum) dengan Manajemen Pakan, Pengamatan Perkembangan Telur dan Larva. Laporan tahunan DIPA tahun anggaran 2006. Balai Besar Riset Perikanan Laut Gondol. Priyono, A., Aslianti, T., & Asmanik. 2008. Pemberian jenis pakan awal berbeda terhadap pola tumbuh dan sintasan larva ikan cobia (Rachycentron canadum). Makalah Seminar dan Gelar Teknologi Budidaya Laut. Manado, 2-3 Mei 2008, 11 hlm. Pyng Yeh, S., Yong Fu, K., & Yang, T. 2008. Cobia Culture in Taiwan. Department of Aquaculture, National Pingtung University of Science and Technology. Fish Breeding Association, Republic of China. Sun, L., Chen, H., & Huang, L. 2006. Effect ot Temperature on Growth and Energy Budget of Juvenile Cobia (Rachycentron canadum). Aquaculture, 261(3): 872-878. Suryanti, Y. & Priyadi, A. 2002. Penentuan Saat Awal Pemberian Pakan Buatan dan Hubungannya dengan Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan pada Benih Ikan Baung (Mystus nemurus C.V.). J. Pen. Perik. Indonesia, 8: 37-42. Widigdo. 1989. Evaluasi Histologis Pemanfaatan Brachionus calyciforus (rotifera) sebagai Pakan Awal Larva Ikan dan Metoda Kultur Massal. Dalam Prosiding Temu Karya Ilmiah Penelitian menuju Program Swasembada Pakan Ikan Budidaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 84 hlm. Xan, Le. 2005. Marine Finfish: Advances in The Seed Production of Cobia in Vietnam. Research Institute for Aquaculture No I, Vietnam. Published in Network of Aquaculture Centres in Asia-Pasific.