Bencana Bernama “Passing Grade” JIKA melihat hasil pengumuman pada 13 Maret 2015, seharusnya 15 pendaftar seleksi Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat untuk wilayah terpencil di Bojonegoro, bisa tersenyum lebar. Sebab, mereka berada di peringkat atas di wilayah penempatan. Jika mengacu pada surat edaran panitia nomor 800/0153/412.43/2015 yang di tandatangani Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro, Sunhadi, tertanggal 9 Januari 2015, seharusnya 9 pendaftar di PTT bidan dan 6 orang untuk formasi perawat itu layak sujud sukur. Namun, seperti petir di siang bolong, posisi rangking tertinggi di wilayah yang dituju, tidak menjamin mereka secara otomastis lolos. Tetapi malah sebaliknya, harapan mereka sia-sia. Karena, bersamaan dengan kelulusan ada pengumuman nomor: 814/1367/412.43/2015, tertanggal 13 Maret 2015 yang ditandatangani Bupati Bojonegoro, Suyoto. Intinya, ada ambang batas nilai atau passing grade. Tepatnya di angka 81 sampai 150. Artinya, mereka yang tertinggi di desa penempatan baru bisa lolos kalau nilainya di atas 81. Apes dialami Merita Fida Pratama yang tinggal di Dusun Clebung, Desa Clebung, Kecamatan Bubulan. Ia harus mengubur mimpi menjadi PTT Bidan, karena daerah pemilihan tetangga dusun, yakni di Dusun Brangkal, Desa Clebung, yang membuat nilainya tereduksi cukup banyak. Ia hanya mendapatkan nilai 80 atau satu strip di bawah angka ambang batas. Nasib serupa dialami Nurul Laili Hidayat, asal Dusun Deling, Desa Deling, Kecamatan Sekar dan Ika Dwi Wahyuni, warga Dusun Pragelan, Desa Pragelan, Kecamatan Gondang, Bojonegoro. Mereka berada di pagu PTT bidan dengan nilai 80 untuk formasi di tetangga dusun. Begitu juga dua perawat Susi Leni asal Desa/Kecamatan Gayam yang melamar di Ponkesdes Mojodelik, Kecamatan Gayam, serta Siti Lestari, warga Desa Banjarejo, Kecamatan Padangan yang mengambil formasi di Ponkesdes Kendung, Kecamatan Padangan. Kelima pendaftar tersebut adalah “korban” dari passing grade bersama 10 peserta lain. Tetapi, karena Tim Kabupaten yang diantaranya ada Sekretaris Daerah (Sekda), Dinas Kesehatan dan satuan kerja (Satker) lainnya memunculkan passing grade bersamaan dengan pengumuman, maka hitungan matematis mereka jadi melayang. Andai saja minimal passing grade di angka 80, mereka bisa lolos, atau bahkan jika diturunkan di bawahnya lagi menjadi 75, atau angka lain. Kenapa di angka 81 sebagai batas minimal passing grade? Apakah
memang sengaja lima pendaftar tersebut sengaja “disingkirkan” karena tidak dikehendaki? Atau ada niat lainnya? Jawaban hanya ada di Tim Kabupaten. Sebab, mereka yang memunculkan passing grade “dagelan” yang bersamaan dengan pengumuman. Sebanyak 16 pagu bidan di wilayah terpencil dan 18 perawat di pondok kesehatan desa (Ponkesdes) gagal terpenuhi. Karena, 15 diantaranya harus mengubur dalam-dalam kesenangannya sesaat ketika menjadi yang tertinggi di pengumuman untuk desa pemilihan. Seleksi PTT bidan dan perawat di awal tahun 2015 diikuti 333 peserta, dengan rincian 221 calon bidan dan 112 calon perawat. Dengan sistem skoring yang digunakan menggunakan acuan domisili, tahun kelulusan, pengabdian atau magang serta IPK. Di edaran panitia nomor 800/0153/412.43/2015, passing grade tidak disebutkan, di poin 7 hanya tertera, “Seleksi menggunakan pola skoring yang meliputi: domisili, tahun kelulusan, pengabdian di unit pelayanan kesehatan Pemkab Bojonegoro dan IPK sesuai dengan peminatan yang tertera dalam pengisian biodata”. Di item nomor 8 juga hanya memperjelas, diantaranya, “Bagi bidan dan perawat yang dinyatakan lulus, tetapi setelah dilakukan pengecekan berkas ternyata ditemukan adanya pemalsuan berkas, akan dinyatakan gugur dan digantikan oleh peserta dengan ranking di bawahnya”. Saat “digagalkan” seperti itu, 15 pendaftar hanya bisa mengelus dada. Beberapa keluhan yang disampaikan ke Dinkes maupun pihak terkait, hanya menjadi angin lalu. Giliran kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro yang mendengar, gebrakan mulai terdengar nyaring. Komisi yang membidangi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat itu langsung memanggil Tim Kabupaten, termasuk Dinkes. Intinya, mereka meminta 15 orang yang haknya diamputasi bisa diakomodir. Janji dibeber oleh oknum pejabat di Pemkab Bojonegoro, tetapi hanya bukti yang bisa menjawab semuanya. Yakni, mereka lolos dan passing grade dihapuskan. Di edis kali ini, redaksi menelusuri bagaimana nasib 15 pendaftar dan pola seleksi PTT bidan dan perawat tahun 2015. Mulai dari pengumuman, sampai munculnya petaka bagi 15 orang saat pengumuman berlangsung. Selamat membaca. [*]
blokBojo
atan dalam
A saat kegi SUASAN paten Bojonegoro.
IPPNU Kabu
negoro.c
J om/dok.C
NU dan r (Harlah) IP ian Hari Lahi
rangka
Festival Banjari di Harlah IPNU/IPPNU
Dalam rangka memperingati Harlah Lahir (Harlah) Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) ke-61 dan Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) ke-60, Pimpinan Cabang (PC) IPNU /IPPNU Bojonegoro menyelenggarakan Festival Al Banjari. Kegiatan berlangsung pada Ahad, minggu terakhir di bulan April 2015. Acara dilaksanakan di depan Kantor PCNU Bojonegoro dengan diikuti oleh 16 peserta yang didelegasikan dari masing-masing Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU/IPPNU se-Kabupaten Bojonegoro. Tampak, kemeriahan tersaji, karena tim yang tampil menunjukkan totalitas dalam bersholawat. Ketua Panitia Pelaksana, An’im mengatakan, kegaiatan ini dilakasnakan untuk mempererat hubungan dan silaturrahmi antara Pimpinan Cabang (PC) dan PAC. Selain itu juga menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). “Kami juga ingin mengembangkan potensi yang dimilki oleh kader-kader IPNU maupun IPPNU, sesuai dengan tema kami “Pelajar Santri Berprestasi Menuju Bojonegoro yang Produktif,” tambahnya Dari total 16 Grup yang daftar hanya ada 7 grup yang hadir di antaranya, Grup Hadrah Walisongo Sumuragung Sumberrejo, MA Miftahul Ulum Sukosewu, SMP Ahmad Yani 4 Bakung, Kanor, Darul Ma’arif Bojonegoro, Aladdin dari Ponpes Attanwir Talun Sumberrejo, Khoirus Syafa’ah Sekar dan Thoriqun Najah, Kepohbaru. Kegiatan yang di mulai pada pukul 10.00 WIB itu dibuka dengan penampilan pertama Grup Hadrah Kroirus Syafa’ah sekar dan ditutup dengan penampilan Aladdin dari Ponpes Attanwir Talun Sumberrejo. Dengan Dewan Juri Moh. Zaqi, Moch Muhtarom dan H. Moh. Nawawi. Dari hasil penilaian juri telah ditetapkan 3 Grup Banjari sebagai pemenang diantaranya Juara 1 Grup Banjari Aladdin dari Ponpes Attanwir, Desa Talun, Kecamatan Sumberrejo, Juara II Grup Banjari Walisongo Sumuragung, Sumberrejo dan Juara III Grup Banjari MA Miftahul Ulum Sukosewu. Kemudian ada pula kategori 1 Grup Vocal terbaik yang diraih oleh Walisongo, Sumuragung. [*] *Pengirim: Wahyu Hidayat
Mengotak-Atik PTT Dinkes Rekruitmen Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat di awal tahun 2015 berbuntut. Sebab, ada 15 pendaftar yang setelah diskoring mendapat nilai tertinggi di formasi wilayah yang dituju, namun di pengumuman tidak diterima. Mereka mengaku “digugurkan”. Laporan: Tim Investigasi
P
assing grade atau nilai ambang batas yang muncul bersamaan dengan pengumuman 13 Maret 2015 banyak disayangkan. Karena, sesuai edaran panitia rekrutmen nomor 800/0153/412.43/2015 yang di tandatangani Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bojonegoro, Sunhadi, tertanggal 9 Januari 2015, tidak menyebutkan adanya passing grade. Di pengumuman, tepatnya di poin 7 hanya tertera, “Seleksi menggunakan pola skoring yang meliputi: domisili, tahun kelulusan, pengabdian di unit pelayanan kesehatan Pemkab Bojonegoro dan IPK sesuai dengan peminatan yang tertera dalam pengisian biodata”. Di item nomor 8 juga hanya memperjelas, diantaranya, “Bagi bidan dan perawat yang dinyatakan lulus, tetapi setelah dilakukan pengecekan berkas ternyata ditemukan adanya pemalsuan berkas, akan dinyatakan gugur dan digantikan oleh peserta dengan ranking di bawahnya”. “Jelas-jelas di edaran atau pengumuman 9 Januari 2015 itu tidak disebutkan passing grade. Kenapa saat pengumuman tiba-tiba dimunculkan?” terang salah satu peserta yang mewanti-wanti namanya tidak disebut dengan nada sedih. Hal itulah yang memantik kekecewaan pendaftar pada proses perekrutan PTT bidan untuk daerah sulit dijangkau (terisolir) dengan pagu sebanyak 16 orang dan 18 orang perawat di pondok kesehatan desa (Ponkesdes). Akibat kebijakan sepihak, ada 15 orang terpental, dengan rincian 9 pendaftar di PTT Bidan dan 6 orang untuk formasi perawat. “Ini tidak masuk akal, sebab pada waktu sebelumnya tidak ada pemberitahuan mengenai syarat nilai skor terendah 81 dan tertinggi 150. Sehingga, kami mempertanyakan transparansi prosesnya,” lanjut peserta yang lain. Menurutnya, selain edaran atau pengumuman pendaftaran yang keluar sebelumnya, pada pertemuan yang dihadiri lebih dari 300 pendaftar juga tidak disampaikan adanya batas nilai kelulusan 81 s/d 150. “Kami bingung, kenapa baru melalui pengumuman nomor: 814/1367/412.43/2015, yang di tandatangani Bupati Bojonegoro, Suyoto, tertanggal 13 Maret 2015. Takutnya ada permainan,” sambungnya. Terpisah, Kepala Dinkes Bojonegoro, Sunhadi membantah jika ada dugaan permainan. Sebab, semuanya sudah sesuai prosedur. “Tidak
ada permainan. Passing grade itu muncul karena ada yang nilainya cuma 40,” kata Sunhadi. Dijelaskan, jika passing grade ditentukan dengan alasan adanya peserta yang hanya mendapat skor 40 dan mendapat ranking 1 dari skor yang harusnya bisa mencapai 150. “Dengan adanya seperti itu, dibuat adanya passing grade,” tambahnya kepada blokBojonegoro. Untuk alasan profesionalisme, menurutnya justru akan terdorong dengan adanya passing grade. “Kalau hanya mendapat skor 40 kan berarti masih jauh dari kualitas yang kita harapkan,” ujarnya. Sehingga, dengan adanya nilai ambang batas diharapkan Dinkes bisa mendapatkan PTT yang berkualitas. Kalau skor 81 ke atas, dari sisi kualitas dinilai lebih baik. Kalau skornya 40 itu jauh kualitasnya. Passing Grade yang Menjebak Aneh. Itu yang dirasakan oleh sejumlah peserta seleksi PTT bidan dan perawat tahun 2015 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro. Sebab, nilai ambang batas atau passing grade tidak tercantum di edaran panitia nomor 800/0153/412.43/2015 yang di tandatangani Kepala Dinkes Kabupaten Bojonegoro, Sunhadi, tertanggal 9 Januari 2015, namun munculnya ketika pengumuman penerimaan atau mereka yang lolos. “Ini namanya tidak fair, jika disebut awal atau saat pembukaan pendaftaran, maka peserta bisa menghitung kekuatannya sesuai nilai,” terang salah satu sumber. Ia bercerita panjang lebar mengenai seleksi tahun sebelumnya, jika sistem skor juga dipakai untuk yang tertinggi di daerah peminatan. Sebenarnya, peserta tidak masalah ada passing grade atau nilai batas antara
DAFTAR 15 PENDAFTAR YANG TIDAK LOLOS PTT BIDAN DAN PERAWAT WALAUPUN NILAINYA TERTINGGI DI DAERAH PEMINATAN FORMASI NAMA DOMISILI DAERAH PEMINATAN SKOR Merita Fida Dusun Clebung, Desa Dusun Brangkal, Desa 80 Pratama Clebung, Kecamatan Clebung, Kecamatan Bubulan Bubulan Ristiyorini Ngorogunung , Desa Dusun Morlo, Desa 70 Ngorogunung, Kecamatan Sumberbendo, Kecamatan Bubulan Bubulan Nur Wahyu Dusun Nglombo, Desa Dusun Tamberan, Desa 70 Prabamawati Ngrancang, Kecamatan Nglampin , Kecamatan Tambakrejo Ngambon Nurul Laili Dusun Deling, Desa Dusun Ngubalan,Desa 80 Hidayat Deling, Kecamatan Sekar Deling, Kecamatan Sekar Indra Dwidia J Dusun Gayam, Desa Dusun Rejoso, Desa Miyono, 75 BIDAN Miyono, Kecamatan Sekar Kecamatan Sekar Kuntiwi Dusun Gayam, Desa Dusun Growok, Desa 55 Klino, Kecamatan Sekar Bareng, Kecamatan Sekar Munarsih Dusun Krajan, Desa Dusun Ngronan, Desa 75 Bobol, Kecamatan Sekar Bobol, Kecamatan Sekar Devit Eka Kurnia Dusun Kalimojo, Desa Dusun Pleret, Desa Meduri, 75 Ningdyah Margomulyo, Kecamatan Kecamatan Margomulyo Margomulyo Ika Dwi Wahyuni Dusun Pragelan, Desa Dusun Tretes, Desa 80 Pragelan, Kecamatan Pregelan, Kecamatan Gondang Gondang Kurnia Adinuari Desa Kepoh, Kecamatan Ponkesdes Kliteh, 40 Kepohbaru Kecamatan Malo Nur Hadi Desa Simorejo, Ponkesdes Rendeng, 55 Kecamatan Kanor Kecamatan Malo Susi Leni Desa Gayam, Kecamatan Ponkesdes Mojodelik, 80 Gayam Kecamatan Gayam PERAWAT Agung Wibowo Desa Sudu, Kecamatan Ponkesdes Ngraho, 70 Gayam Kecamatan Gayam Siti Lestari Desa Banjarejo, Ponkesdes Kendung, 80 Kecamatan Padangan Kecamatan Padangan Rani Rahmawati Desa Sidobandung, Ponkesdes Pacing, 60 Kecamatan Balen Kecamatan Sukosewu Sumber: Litbang blokBojonegoro Media
81 s/d 150, jika diumumkan bersamaan dengan pendaftaran. Karena, saat itu hanya syarat-syarat untuk mengikuti rekruitment PTT bidan untuk daerah sulit dijangkau (terisolir) sebanyak 16 orang dan 18 orang perawat di pondok kesehatan desa (Ponkesdes). “Kami bingung sendiri, sebab sudah dana yang dikeluarkan. Belum lagi waktu untuk wira-wiri ke kota dan melengkapi persyaratan. Bahkan, tim dari Dinkes dan lain-lain sudah mengecek ke rumah juga. Tapi, keanehan muncul bersamaan dengan pengumuman,” tambahnya. Dirinya dan peserta lain dengan ranking tinggi tetapi digugurkan dengan munculnya passing grade.
PEDOMAN NILAI PEMBOBOTAN PENENTUAN RANKING SELEKSI PENERIMAAN CALON PTT BIDAN DAN CALON PTT PERAWAT TAHUN 2015 DOMISILI ASAL Sesuai dusun peminatan Dari dusun lain dalam satu desa Dari desa lain dalam satu kecamatan Dari desa lain luar kecamatan di satu kabupaten
BOBOT 75 50 30 10
KELULUSAN TAHUN < 2005 2006 s/d 2007 2008 s/d 2009 2010 s/d 2011 2012 s/d 2013 > 2014
BOBOT 30 25 20 15 10 5
Ada harapan kalau pejabat di Dinkes dapat memberikan keadilan. Karena, jika passing grade dicantumkan atau dijelaskan saat pembekalan, maka tidak ada yang memprotesnya. Tetapi, ini seakan-akan dikeluarkan untuk “mengganjal” peserta yang tidak dikehendaki. “Bukan alasan jika nilai 40 dianggap tidak berhak masuk, karena ada nilai yang 80 juga, atau satu digit di bawah passing grade dadakan itu,” keluhnya. Oleh karena itu, pendaftaran tenaga kesehatan harusnya fair dan transparan. Sebab, semua itu untuk masyarakat di Kabupaten Bojonegoro, khususnya dan Negara Indonesia pada umumnya.[*]
MAGANG DI INSTITUSI PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMKAB BOJONEGORO TAHUN >3 2 s/d 3 <2
BOBOT 15 10 5 IPK
NILAI > 3,51 3,25 s/d 3,50 3,01 s/d 3,25 2,76 s/d 3,00 < 2,75
BOBOT 30 25 15 10 5
Apabila terjadi bobot nilai/skor yang sama diantara pendaftar, maka akan diberlakukan penilaian tambahan dengan prioritas: usia yang lebih tua akan diprioritaskan Sumber: Lampiran III dan IV: Pengumuman Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, nomor: 800/0153/412.43/2015, tanggal 09 Januari 2015
Laporan: Tim Investigasi
Peserta yang sempat mengeluhkan ke aparatur di Pemkab Bojonegoro, tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Alasan penentuan nilai ambang batas atau passing grade yang dipakai karena ada peserta dengan skor 40 berada di barisan atas. Selain itu juga demi alasan profesionalisme dan lain sebagainya. Tetapi saat ditanya, passing grade itu muncul dari siapa? Pejabat di Dinkes tidak ada yang berani memastikan. Ada kabar menyebut, kalau passing grade atas desakan pejabat teras di Pemkab Bojonegoro sebagai tim inti, bukan di Dinkes. “Rata-rata kami menanyakan kenapa tidak di awal pendaftaran diumumkan passing grade. Namun, tidak ada yang bisa menjawab secara pasti,” kata salah seorang peserta yang memperoleh nilai tertinggi di salah satu daerah peminatan. Sumber tersebut mewanti-wanti namanya jangan sampai diberitakan, karena takut jika di belakang hari tertutup peluangnya untuk mendaftar lagi. Ia dan peserta lain yang nilainya tinggi berharap masih bisa lolos dan Dinkes Bojonegoro mengembalikan aturan sebagaimana awalnya. Karena, saat ada edaran awal pendaftaran formasi PTT bidan dan perawat, tidak ada passing grade yang dimaksud. Bahkan, ia juga telah berkomunikasi dengan DPRD Bojonegoro untuk mengadukan masalah tersebut dan beberapa kali pertemuan sudah digelar oleh Komisi C bersama Dinkes dan pejabat Pemkab Bojonegoro lainnya. “Dewan juga ingin memperjuangkan nasib kita-kita yang terkesan dipermainkan ini. Karena, anggota dewan ternyata juga telah mempelajari dan mengawal sejak awal proses perekrutan,” tegasnya. Senada dikatakan pendaftar lain. Dasar munculnya passing grade bersamaan dengan pengumuman nomor: 814/1367/412.43/2015, tertanggal 13 Maret 2015 jelas-jelas bisa digugat. Atau minimal dipertanyakan serius. Tetapi, selama ini orang-orang di kesehatan itu sangat takut jika berhubungan dengan pejabat. Sebab, takut jika ada masalah di belakang hari. “Di edaran panitia nomor 800/0153/412.43/2015 yang di tandatangani Kepala Dinkes Kabupaten Bojonegoro, Sunhadi, tertanggal 9 Januari 2015, passing grade tidak disebutkan,” keluh peserta yang mengaku telah tiga kali berjuang di jalur pendaftaran PTT itu. Sebenarnya, beberapa kali saat ada peluang bidan maupun perawat, acap kali bermasalah. Pada tahuntahun sebelumnya, ada temuan ketika proses telah berjalan jauh. Semisal nilai yang tidak sama dengan kelulusan di salah satu perguruan tinggi kesehatan di Bojonegoro, dan jenis pelanggaran lain. “Itu yang kelihatan. Bagaimana yang tidak terdeteksi? Sebab, di dunia kesehatan
Pontang-Panting yang Sampai Kering Saat dinyatakan tidak lolos pada seleksi Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat di awal tahun 2015 walaupun di peringkat pertama, beberapa orang masih nekat mencari keadilan. Mereka mempertanyakan ke beberapa pihak, terutama pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes), tetapi sepertinya hampa. itu orangnya takut-takut dan terkesan patuh pada senior,” lanjutnya bercerita. Bahkan, ketika diumumkan tidak lolos, dirinya juga mengajak namanama lain yang mempunyai nilai tertinggi di wilayah penerimaan. Tetapi, hanya sedikit yang berani dan bersedia tampil. Rata-rata takut jika peluang untuk daftar dan lolos di waktu mendatang tertutup. “Koordinasi dengan sesama peserta yang tidak diloloskan terus berlangsung. Bahkan, ketika dewan memanggil pejabat terkait,” sambungnya. Pantau Lewat Media Sampai April 2015, nasib 15 pendaftar yang mempunyai nilai tinggi di daerah penerimaan, masih belum jelas. Tetapi, lagi-lagi mereka hanya bisa berharap dan tidak berani bersuara nyaring secara terang-terangan. Bahkan, untuk sekadar memantau perkembangan, hanya melalui media massa yang memberitakan calon PTT bidan dan perawat yang tidak diterima. Termasuk ketika Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro memanggil Tim Kabupaten yang meliputi Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Assisten III Pemkab Bojonegoro untuk menggelar rapat dengar pendapat, pada Kamis di minggu pertama bulan April 2015. “Kita takut. Itulah wajah tenaga kesehatan yang diliputi ketakutan saat bertugas. Apalagi ketika ada perekrutan, walaupun jenjang pendidikannya menghabiskan uang banyak, terkadang saat lulus terlunta-lunta,” sambungnya. Dirinya berharap, proses seperti itu tidak terulang ke depannya. Bahkan, ada kabar yang menyebut, beberapa peserta yang lolos dengan nilai tinggi mengurus pindah tempat baru beberapa bulan sebelum pendaftaran dibuka. Tetapi, sumber tersebut enggan berandai-andai dan menyerahkan kepada kalangan wakil rakyat yang sudah membantu. “Termasuk jika ingin dibawa ke jalur hukum, teman-teman juga siap. Asalkan dewan benar-benar memperjuangkan setulus hati,” lanjut sumber tersebut. Bukan hanya dewan, media juga menjadi harapan untuk meluruskan kebijakan semena-mena dan tidak
blokBojonegoro.com/Tim Investigasi PENDAFTAR Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat Pemkab Bojonegoro mengikuti pembekalan di Pendopo Malowopati
berpihak pada rasa keadilan. Karena, melalui media, aparat yang tidak taat aturan akan takut. “Semoga
yang baik diberikan jalan yang lurus dan ke depan bertambah baik,” harapnya. [*]
DAFTAR PESERTA YANG LOLOS PTT BIDAN DAN PERAWAT TAHUN 2015 FORMASI NAMA DOMISILI DAERAH PEMINATAN Latri Wulan Dusun Clebung Desa Dusun Maor Desa Clebung Dewanti Clebung Kec. Bubulan UPTD Puskesmas Bubulan Lycka Puspa Dusun Krajan Desa Dusun Kalimas Desa Bareng Ningtyas Bareng Kec. Sekar UPTD Puskesmas Sekar Nurlaeli Dusun Mojopencol Desa Dusun Pencol Desa Kalisari Sofariyanti Kalisari Kecamatan UPTD Puskesmas Gunung Sari Baureno BIDAN Siti Zulaikah Dusun Glingsem Desa Dusun Sekonang Desa Soko Soko Kec. Temayang UPTD Puskesmas Temayang Nurul Hidayah Dusun Jipangulu Desa Dusun Jipangulu Desa Ngelo Ngelo Kec. Margomulyo UPTD Puskesmas Margomulyo Elva Dwi Dusun Pragelan Desa Dusun Bladogan Desa Pragelan Nuryanti Pragelan Kec. Gondang UPTD Puskesmas Gondang Agus Priyanto Desa Sidubandung Kec. Ponkesdes Sidobandung UPTD Balen Puskesmas Balen Agus joko Desa Kunci Kec. Dander Ponkesdes Kunci UPTD Purwanto Puskesmas Balen Hesti Sabrina Desa Panjunan Kec. Ponkesdes Panjunan UPTD kalitidu Puskesmas Kalitidu Dwi sulistiana Desa Sedeng Kec. Kanor Ponkesdes Kanor UPTD Puskesmas Kanor Moh. Sai’i Desa sambiroto kec. Ponkesdes Sambiroto UPTD Kapas Puskesmas Tanjungharjo Alamal Huda Desa Hargomulyo Kec. Ponkesdes Hargomulyo UPTD Kedewan Puskesmas Kedewan PERAWAT Ellok Nora Desa Mojosari Kec. Ponkesdes Mojosari UPTD Pramudia Kepohbaru Puskesmas Kepohbaru Joko Suwarno Desa Miyono Kec. sekar Ponkesdes Bareng UPTD Puskesmas Sekar Khusnul Desa Dukohkidol kec. Ponkesdes Dukohkidol UPTD Khotimah Ngasem puskesmas Ngasem M. Sutrisno Desa Jumok Kec. Ngraho Ponkesdes Jumok UPTD Puskesmas Ngraho Eko susan Desa Butoh Kec. Ponkesdes Butoh UPTD Febriyani Sumberrejo Puskesmas Mejuet Deker Van Desa Buntalan kec. Ponkesdes Bakulan UPTD Ballinop Temayang Puskesmas Temayang Sumber: Dinkes Bojonegoro/Litbang blokBojonegoro Media
SKOR 90 85 110 100 95 90 130 120 125 90 110 105 120 100 135 100 115 85
Teringat Pemalsuan Transkip Nilai 2013 Masalah yang mendera 15 calon Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat awal tahun 2015 seakan-akan mengingatkan masyarakat pada kasus dugaan pemalsuan transkip nilai di tahun 2013. Ketika itu, seorang perawat yang lolos seleksi untuk penempatan di Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) digugat oleh pendaftar lain. Laporan: Tim Investigasi
KLARIFIKASI dari AKES RAJEKWESI kepada Dinkes Bojonegoro
S
ekitar pukul 13.00 WIB, sebut saja namanya Rohman, asal salah satu dusun terpencil di Kabupaten Bojonegoro. Ia duduk termenung di sebelah selatan Alun-alun Kota Bojonegoro, sambil sesekali menggaruk kepala. Di depannya, tampak sepiring rujak dengan tahu yang dipotong kecil di bagian atas. Juga, segelas es yang tidak lama setelah itu telah habis diminumnya. “Jauh mas, makanya haus. Apalagi siang ini lumayan panas,” kata Rohman memulai pembicaraan ditemani dua temannya yang lain. Ia adalah salah satu peserta yang tidak lolos karena nilainya jauh dibanding pendaftar lain.
Ia kaget juga saat muncul passing grade atau ambang batas nilai yang ditentukan oleh panitia seleksi PTT bidan dan perawat di Pemkab Bojonegoro. Karena, sejak awal tidak ada pemberitahuan di syarat yang diumumkan. Karena passing grade muncul belakangan. “Kasihan yang nilainya tertinggi di wilayah penempatan, tetapi tidak diloloskan. Ambang batas nilai itu mengecewakan, karena diumumkan saat penetapan yang lolos,” terangnya. Rohman teringat polemik ketika perekrutan perawat Ponkesdes tahun 2013. Walaupun pola berbeda, tetapi dugaan keteledoran penyelenggara membuat hak
seorang peserta hampir terenggut. Untung saja ada laporan masuk ketika jelas daftar ulang. Dan diketahui pendaftar saat itu asal Kabupaten Lamongan, tetapi diterima untuk wilayah di Kecamatan Gondang. Data di blokBojonegoro menyebut, kejanggalan terjadi pada hasil pengumuman untuk perawat Ponkesdes Sambongrejo, Kecamatan Gondang. Di papan pengumuman disebutkan urutan pertama sekaligus dinyatakan diterima adalah Nopyun Yetma’ul asal Lamongan dengan jumlah skor 95. Sedangkan di bawahnya terdapat Khoirul Yusuf Ade Wicaksono dengan skor yang sama, namun harus tersisih. Anehnya, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang tercantum di papan pengumuman kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro di Jalan Panglima Sudirman diduga berbeda dengan IPK yang dikeluarkan Akademi Kesehatan (AKES) Rajekwesi. IPK Nopyun Yetma’ul hanya 2,90, namun di papan pengumuman tertulis 3,28. Sedangkan IPK Khoirul Yusuf lebih tinggi, tepatnya 3,19. Perbedaan IPK itulah yang ditengarai membuat salah satu peserta gagal diterima. Tetapi setelah diklariikasi oleh pihak Dinkes di AKES
Rajekwesi dibenarkan kalau IPK Nopyun hanya 2,90 dan milik Khoirul Yusuf 3,19. Seleksi perawat Ponkesdes tahun itu memang diberlakukan skoring dengan memperhatikan tiga hal. Selain domisili dan tahun kelulusan, penilaian juga diberikan untuk masa pengabdian calon pelamar di lembaga kesehatan milik pemerintah. Pada saat itu, pejabat di Dinkes Bojonegoro telah melakukan klariikasi dengan AKES Rajekwesi dan dibenarkan oleh pihak kampus jika IPK Nopyun ditengarai ada kekeliruan. Bahkan, di surat balasan dari direktur kampus yang ada di wilayah Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro itu, ada keterangan untuk masing-masing nama yang dimintakan penjelasan. “Itu contohnya, untung saja dapat ditemukan pada waktu akan daftar ulang dan keluarga yang lolos berani. Jika tidak, maka bisa tidak terkawal. Sebenarnya itu bisa ditelusuri dari catatan pendidikan saat proses seleksi,” tambah Rohman. Dirinya berharap keteledoran-keteledoran bisa diminimalisir oleh penyelenggara, agar tercipta aparatur yang bersih dan transparan. Tetapi jika persoalan yang muncul karena disengaja, itulah tugas pejabat berwenang
untuk mengusutnya. Karena, jelas-jelas untuk proses belakangan ini kurang etis, passing grade muncul belakangan dan seakan-akan dipakai untuk mengganjal mereka yang akan lolos. Butuh Pengawasan Bersama Saat ini akses untuk memberikan informasi cukup mudah, sehingga masyarakat juga bisa membantu mengawasi proses perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), tenaga honorer maupun status pegawai lain. Yakni dengan cara menghubungi pihak terkait atau media massa untuk turut serta menciptakan pemerintahan yang pro rakyat. Hal itu dibenarkan oleh Rohman dan Hidayat, sebut saja namanya begitu, dua pendaftar yang tidak lolos PTT bidan dan perawat 2015 karena nilainya dibawah rata-rata dan kalah bersaing dengan peserta lain. “Terutama masalah domisili, itu yang cukup mudah dilihat. Jika kedatangan mereka minimal empat bulan dari pendaftaran dan saat pengumuman lolos, maka bisa dipastikan ada indikasi permainan dan itu bisa dilaporkan,” tegasnya. Kabar itu yang menyeruak, yakni domisili baru untuk beberapa yang lolos. Tetapi, lagi-lagi jika sama-sama dari tenaga kesehatan, maka untuk saling melaporkan sulit terjadi. Mereka lebih banyak pasrah dan hanya menanyakan sewajarnya. “Kita takut jika diancam dan tidak bisa bekerja di rumah sakit dan sebagainya. Sebab, kondisi seperti itu sudah mengakar dan mendarah daging,” sambung Hidayat. Perlu waktu untuk merubah cara pandang dan tata kelola pelaksanaan seleksi pegawai di Bojonegoro. [*]
nilai tinggi karena poin domisili. Sedangkan IPK dan pengalaman kerja atau magang nilainya minim. “Kami mempertanyakan ukuran kualitas yang digunakan Tim Kabupaten itu seperti apa. Kalau didasarkan pada domisili, itu kualitas yang bagaimana dan malah tidak jelas,” terangnya.
blokBojonegoro.com/Tim Investigasi SUASANA rapat antara Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro dengan perwakilan Tim Kabupaten, Pemkab Bojonegoro. Termasuk Dinas Kesehatan (Dinkes).
Janji Merubah, Tapi Malah Parah Keanehan yang terjadi saat seleksi Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat di awal tahun 2015 yang menyebabkan 15 pendaftar gugur dengan nilai tertinggi di daerah peminatannya, membuat banyak kalangan geleng-geleng kepala. Termasuk sejumlah anggota dewan. Laporan: Tim Investigasi
T
iga orang anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro tengah duduk santai di ruang gedung wakil rakyat tersebut. Sesekali mereka bergumam mengenai laporan dugaan ketidakberesan proses pendaftaran sampai dengan pengumuman di Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro. Seorang diantaranya sejak awal sudah curiga dan berharap ngotot model skoring dirubah untuk tahun-tahun mendatang. “Apa yang kita takutkan terjadi juga to. Permainannya tidak cantik, kenapa passing grade baru disampaikan saat pengumuman? Pasti mereka takut jika diumumkan saat awal pendaftaran, peserta yang ikut seleksi minim,” kata seorang anggota dewan. Bukannya memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat, tetapi pejabat publik tersebut terkesan “membodohi” atau melakukan penipuan. Seharusnya, kalau sepakatan awal konsisten dilakukan, maka risiko harus diterima, walaupun ada nilai di bawah 50. Jika pendaftar berada di urutan teratas atau tertinggi, maka secara otomatis lolos, itu sesuai dengan pengumuman yang dibuat.
Sebelumnya, kepada kalangan dewan Dinkes Bojonegoro berjanji akan merubah setelah pendaftaran di awal tahun 2015. Karena, proses sudah berjalan. “Pertimbangan kami saat itu untuk memberikan porsi yang sama dan transparan untuk masyarakat di Kabupaten Bojonegoro,” kata Wakil Ketua Komisi C, DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar. Umar, panggilan akrabnya membenarkan, jika dewan mengetahui secara jelas setelah adanya pengaduan dari peserta yang dirugikan. Menurutnya, cara yang ditempuh Dinkes Bojonegoro tidak fair, karena memasang passing grade atau batas kelulusan 81 sampai dengan 150 bersamaan dengan pengumuman peserta yang diterima. “Ini mengecewakan dan melukai hati mereka yang telah mendaftar dan mempunyai nilai tinggi di daerah peminatan. Sepertinya mereka sengaja digugurkan dengan alasan kualitas,” terangnya. Menurut Umar, pengumuman siapa yang lolos hanya berlandaskan pada hasil rapat kordinasi Tim Kabupaten tanggal 23 Februari 2015 yang menentukan passing grade. Hal ini tentu merupakan bagian dari dugaan rekayasa terstruktur dan merupakan
bagian dari bentuk kebohongan publik. “Kenapa tidak diumumkan sekalian pada saat pembukaan pendaftaran jika memang syarat di skoring itu ada passing grade? Kenapa baru akhir dibuka?” tanyanya mengingatingat peristiwa saat itu. Oleh karena itu, pihaknya telah memanggil Tim Kabupaten dan mereka mengakui jika passing grade diberlakukan karena ada nilai jauh di bawah yang diharapkan. Pihaknya berharap, kesalahan ini tidak terulang di masa-masa mendatang dan Dinkes kembali pada aturan awal yang sudah diumumkan. “Kasihan mereka yang sudah mempunyai nilai tertinggi di masing-masing wilayah yang dibuka peluang untuk PTT bidan dan perawat. Seharusnya hak-hak mereka diberikan, tidak dihalang-halangi,” sambung Umar. Politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menganggap seleksi PTT tidak berkualitas. Karena, domisili tidak dapat dijadikan ukuran kualitas. Dia mencontohkan, peserta dengan nilai 40 (yang menjadi pokok permasalahan sehingga muncul passing grade), dia kalah pada skor domisili. Dibandingkan dengan peserta lain yang mendapat
Mereka Harus Diakomodir Secara tegas, Komisi C DPRD Kabupaten Bojonegoro meminta agar 15 peserta seleksi Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat yang mendapat nilai tertinggi di daerah peminatan tapi digugurkan setelah adanya passing grade untuk diakomodir. Sebab, proses yang dilakukan Tim Kabupaten sejak awal ada ketidakberesan. Terutama dalam tahap penyampaian passing grade di atas 81 bersamaan dengan pengumuman hasil skoring peserta. “Sebab, jika syarat lolos yang ditetapkan panitia ditunjang dari domisili, maka hal itu bertentangan dengan apa yang menjadi alasan panitia memasang passing grade, yakni ingin mencari bidan dan perawat yang berkualitas,” lanjut Umar. Sebab, dari 15 peserta yang tidak lolos ini mayoritas kalah di skor domisili yang mencapai 75. Padahal, nilai IPK dan pengabdian atau magang cukup tinggi, dibanding peserta yang lolos karena ditunjang skor dari domisili tersebut. “Kita sudah analisa satu persatu mereka yang lolos maupun tidak lolos,” sambung pria Kecamatan Baureno tersebut. “Saya tidak ada hubungan apaapa dengan mereka, bisa ditanya sendiri. Tapi ini karena ketidakberesan Pemkab, yang membuat peraturan seenaknya,” jelasnya. Pemkab Janji Memperbaiki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro berjanji akan mengakomodir 15 peserta yang gugur setelah adanya passing grade. Namun hal ini belum bisa ditentukan terkait proses seleksi selanjutnya yang akan dilaksanakan. “Untuk 15 peserta yang tidak lolos akan kami akomodir, tapi bagaimana prosesnya masih menunggu lebih lanjut,” kata Asisten II Pemkab Bojonegoro, Yayan Rohman. Sebab, Tim Kabupaten masih harus menggelar rapat untuk menentukan langkah terbaik dalam rekrutmen PTT bidan dan perawat selanjutnya. Karena bagaimanapun juga Pemkab masih harus mengadakan seleksi lagi untuk mengisi kekosongan PTT di beberapa desa. Sementara itu mengenai skor tinggi untuk domisili, dengan tujuan agar penduduk setempat dapat mengabdi di desanya. Terlebih rekrutmen PTT kali ini diperuntukkan bagi desa terpencil atau terisolir, sehingga akses yang ditempuh pun tidak akan mudah. “Khawatir nanti bidan yang sudah ditempatkan bukan dari daerah setempat tidak betah,” ujarnya. [*]
Laporan: Tim Investigasi
S
ejak awal, passing grade atau batasan nilai, tidak direncanakan oleh panitia penyelenggara. Termasuk ketika ada edaran nomor 800/0153/412.43/2015 yang di tandatangani Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bojonegoro, Sunhadi, tertanggal 9 Januari 2015. Namun saat perjalanan seleksi dan setelah diveriikasi, ternyata ada peserta yang mendapat nilai tertinggi hanya 40, dan menjadi teratas di daerah peminatan. Padahal nilai tertinggi bisa mencapai 150. “Sebenarnya dari awal kita tidak ingin ada passing grade ini. Tapi kenyataannya ada peserta yang mendapat nilai tertinggi di daerah peminatan hanya 40. Kalau dibandingkan dengan nilai maksimal 150 kan sangat jauh,” kata Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinkes Bojonegoro, Siti Syamsiyah. Pihaknya khawatir, peserta dengan nilai 40 jika diloloskan akan berdampak buruk di lapangan. Sebab, pekerjaan di bidang kesehatan ini dinilai cukup riskan. Pihaknya tidak menginginkan kedepan ada banyak komplain dari masyarakat dengan adanya petugas kesehatan hasil rekrutmen Pemkab ini dengan kemampuan rendah. Dengan adanya passing grade 81 sampai 150 ini, maka ada beberapa desa yang sampai saat ini masih belum terisi. Kedepan, akan kembali dilakukan rekruitmen PTT bidan dan perawat. Namun untuk kapan waktunya masih belum ditentukan. Yang jelas, dengan nilai yang termasuk passing grade akan lebih baik bekerja di lapangannya. Sementara itu, berbagai sumber di lapangan menyebutkan, jika diantara alasan passing grade tidak diumumkan saat pendaftaran dibuka, takut jika tidak ada yang mendaftar. Sebab, masing-masing sudah bisa mengukur berapa poin yang akan diperolehnya. Mulai dari asal domisili sampai nilai IPK. Sehingga, agar peminat tetap banyak, maka passing grade baru diumumkan bersamaan dengan yang lolos melalui surat nomor: 814/1367/412.43/2015, tertanggal 13 Maret 2015. Jika alasan passing grade untuk kualitas, jelas sangat jauh dan sulit dicerna dengan logis. Karena, nilai tertinggi ada pada domisili penempatan. Walaupun IPK sangat rendah, pengalaman minim, namun domisili di tempat peminatan walaupun kurang dari setahun, tetap sudah memperoleh angka 75. Tinggal mencarikan tambahan dari tahun kelulusan, magang dan IPK. Atau sebaliknya, pendaftar mempunyai IPK cukup tinggi, berpengalaman magang di instansi pemerintahan maupun lainnya, cukup lama lulus, tetapi jauh dari kecamatan yang dituju, jelas mempunyai nilai rendah. Masih kalah dengan mereka yang mendaftar dari dekat wilayah penempatan, walaupun “bodoh”, minim pen-
blokBojonegoro.com/Tim Investigasi PEGAWAI Negeri Sipil (PNS) Pemkab Bojonegoro tengah menjalani pemeriksaan dari tim medis yang merupakan mahasiswa perawat di salah satu kampus kesehatan di Kabupaten Bojonegoro.
Passing Grade Agar Ada Greget Keputusan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bojonegoro menggunakan passing grade saat merekrut Pegawai Tidak Tetap (PTT) bidan dan perawat di awal tahun 2015 hanya semata-mata beralasan ingin mencari tenaga profesional. Mereka mengakui jika batasan nilai itu memang tidak dituangkan dalam surat edaran saat dibuka pendaftaran. galaman, tetapi bertempat tinggal disitu, akan mempunyai nilai tinggi. Hak Tim Kabupaten Dinkes Kabupaten Bojonegoro berusaha mengklariikasi permasalahan seleksi PTT bidan dan perawat tahun 2015. Sebab, menurut Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinkes, Siti Syamsiyah, kalau Tim Kabupaten yang memiliki kewenangan cukup besar dalam proses ini, termasuk penentuan passing grade. Tim Kabupaten terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda), Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Kepegawaian Daerah dan SKPD terkait lainnya. Tim kabupaten inilah yang menentukan waktu dan cara pelaksanaan seleksi PTT bidan dan perawat. “Tim itulah yang memiliki peran penting,” jelasnya. Selama proses pendaftaran, veriikasi sampai dengan pengumuman, tahapan dibuat seketat mungkin. Bahkan, Dinkes membantah adanya kabar yang menyebutkan bahwa ada bidan dan perawat yang lolos seleksi merupakan warga yang baru pindah. Hal tersebut dibuktikan selama
proses veriikasi. Diakui, sempat ada peserta yang lolos administrasi namun merupakan warga pindahan baru dan telah mengundurkan diri. Ada pula yang pindahan tahun lalu, namun karena alasan menikah, bukan karena sengaja untuk mengikuti tes ini. “Kami pastikan tidak ada peserta yang berdomisili pindahan baru. Sudah diveriikasi ke lapangan terutama yang ranking 1,2 dan 3,” imbuhnya. Sebab pihaknya juga khawatir karena penempatan di desa terpencil, ke depan mereka tidak betah dan mengajukan pindah karena bukan warga setempat alias penduduk baru, Dinkes yang repot sendiri. Bahkan untuk memastikan hal tersebut, tim veriikasi mengaku juga menanyakan kepada tetangga terdekat untuk memastikan bahwa keberadaan peserta yang lolos benarbenar warga setempat. Sementara itu Kepala Dinkes Bojonegoro, Sunhadi menjelaskan, tahapan perekrutan sejak awal ada 333 peserta yang mengikuti rekrutmen ini, terdiri dari 221 calon bidan dan 112 calon perawat. Dengan sistem
skoring yang digunakan menggunakan acuan domisili, tahun kelulusan, pengabdian atau magang serta IPK. Pihaknya melakukan pengecekan di lapangan dan ternyata ditemukan tiga orang peserta dengan ranking satu yang berdasarkan keterangan Kades dan warga, tidak berdomisili sesuai KTP. Yakni, Dusun Pencol, Desa Kalisari, Kecamatan Baureno; Dusun Bladogan, Desa Pragelan, Kecamatan Gondang dan Dusun Sekonang, Desa soko Kecamatan Temayang. Selanjutnya, pada tanggal 15 Februari 2015, tim melaporkan hasil ke kabupaten dan diadakan rapat pada 23 Februari 2015. Karena pada tahap veriikasi ada peserta yang nilainya 40, padahal nilai harusnya bisa mencapai 150, sehingga jauh dari yang diharapkan. “Kita ingin mendapatkan tenaga yang berkualitas dengan domisili yang terdekat. Maka pada rapat tersebut dibuat passing grade, dengan batas nilai terbawah 81,” tegasnya. Alasannya agar kualitas lebih baik saja, bukan karena ada faktor lain yang menentukan.[*]
Tawar Tinggi Kompensasi Flaring Blok Cepu Perubahan pembakaran gas suar (laring) di tapak sumur (wellpad) B Lapangan Banyuurip, Blok Cepu dengan volume gas mencapai 23 Million Matric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) menjadi 70 MMSCFD masih dalam proses perizinan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, otak atik kompensasi telah muncul sejak akhir April 2015. Laporan: Muhammad Fatoni
“JUNI 2015 akan ada laring dengan kapasitas lebih besar,” papar Sosioeconomic Coordinator ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Ichwan Ariin, saat sosialisasi kegiatan proyek pengembangan Lapangan Banyuurip di Balai Desa Mojodelik, akhir Minggu pertama di Bulan Mei 2015. Peningkatan aktivitas pembakaran tersebut mengikuti jumlah produksi yang akan bertambah secara bertahap, mulai di atas 80.000 barel per hari (BPH) sampai dengan 165.000 BPH. “Gas yang dibakar juga meningkat, diperkirakan 30 sampai 65 MMSCFD,” ujarnya. Hal senada disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudianto Rimbono. Diterangkan, jika semua rencana berjalan lancar, mulai bulan Juli 2015 memungkinkan untuk menambah jumlah produksi hingga mencapai total produksi keseluruhan 205.000 BPH. Jumlah tersebut menurut Rudianto nantinya berasal dari Early Production Facility (EPF), Early Oil Exspansion (EOE) dan Central Processing Facility (CPF). “Besaran produksi setelah itu akan dikaji dari berbagai aspek teknis, non-teknis, dan keekonomian. Apakah akan dipertahankan pada 205.000 BPH atau diturunkan di angka 165.000 BPH,” sambungnya. Dijelaskan, kalau laring dalam pengembangan lapangan proyek Migas merupakan kegiatan dari rangkaian awal kegiatan operasi. Flaring berfungsi memisahkan minyak dari air dan gas, dengan tujuan utama untuk memenuhi aspek keselamatan. Kegiatan tersebut bersifat sementara sampai dengan sistem injeksi gas beroperasi. Mojodelik Ajukan 50 Kg Beras Pengajuan kompensasi yang disodorkan Pemerintah Desa (Pemdes) Mojodelik, Kecamatan Gayam, dianggap terlalu tinggi oleh operator Migas Blok Cepu, EMCL. Yakni berupa beras sebanyak 50 kilogram (Kg) untuk satu Kepala Keluarga (KK). “Kami sudah mengajukan sejak tiga bulan yang lalu, tetapi tidak
disetujui,” kata Kepala Desa (Kades) Mojodelik, Yuntik Rahayu kepada blokBojonegoro. Mengenai persetujuan perusahaan, Yuntik menyebut sekitar 10 Kg/bulan. Jumlah tersebut dibagikan ke warga Dusun Samben dan Dusun Ledok. Sedangkan Dusun Keket, Mojodelik, Sogo, Rambitan, Dawung, dan Dusun Gledekan mendapat kompensasi lebih rendah, yakni 5 Kg per KK untuk satu bulan. “Tidak sama, karena dihitung dari jarak dusun dengan lokasi laring. Atau tepatnya mengukur dari segi dampak,” jelasnya. Menurut Kades, jumlah kompensasi tersebut sangat sedikit dan tidak efektif. Apalagi, jatah beras diberikan per bulan. “Seharusnya, minimal satu KK sebanyak 30 Kg/bulan. Ibaratnya setiap hari warga menerima 1 Kg beras,” imbuhnya. Salah satu warga Desa Mojodelik, Sandoyo mengatakan, dirinya kurang sepakat dengan jumlah kompensasi yang minim. Sebab, terlalu kecil jika dibanding hasil minyak yang diambil dari perut bumi di bawah Desa Mojodelik. “Misalnya pembakaran gas (laring) berdampak pada penurunan hasil panen bagaimana? Kalau cuma diganti 10 Kg ya tidak sebanding. Taruhannya kalau ada insiden berbahaya,” ujarnya. Berdasarkan data penduduk, warga Dusun Samben dan Ledok sebanyak 408 KK dengan jumlah 4.080 jiwa. Sedangkan Dusun Keket, Mojodelik, Sogo, Rambitan, Dawung, dan Dusun Gledekan, terdapat 857 KK dengan jumlah jiwa mencapai 4.285 orang. Warga Gayam Masih Gamang Kabar akan adanya kompensasi untuk warga terdampak laring Blok Cepu, masih dianggap tidak seban ding dengan kebutuhan warga. Sebab, rata-rata tiap Kepala Keluarga (KK) terdekat lokasi hanya berkisar 10 Kg/bulan. Hal itu yang membuat warga di Desa/Kecamatan Gayam masih menimbang-nimbang. Salah satu warga Dusun Kaliglonggong, Desa Gayam, Siti Nafsi’ah mengaku sudah mendengar kabar akan diberikannya kompensasi. Namun, ia menilai jumlah tersebut sangat sedikit. ”Kabarnya di bawah 10
blokBojonegoro/Muhammad Fatoni FLARING Blok Cepu yang telah beroperasi sejak awal produksi. Jumlah yang awalnya minim akan terus ditingkatkan.
kg per bulan nya,” ujarnya. Oleh karena itu, ia berharap EMCL memberikan kontribusi sebanding terhadap aktivitas proyek. Apalagi, warga sekitar nantinya akan terdampak pembakaran gas atau laring. “Minimal ya di atas 50 kg per bulan,” imbuh Nafsi’ah. Warga lain, Patkun mengatakan senada. Dia berharap kompensasi bisa diberikan berkelanjutan. Sehingga warga yang dekat dengan proyek bisa turut sejahtera dan tidak terania-
ya. “Jangan sampai ketika EMCL ada program perubahan laring saja baru memberi,” harapnya. Sementara itu, Kepala Desa Gayam, Winto menegaskan, pemberian kompensasi informasinya dilakukan Juni sampai akhir Desember 2015. Bentuknya adalah bahan, semisal beras dan tidak berupa uang. “Konsepnya, desa berdekatan laring 10 kg per bulan dan desa sekitar seperti Gayam 5-6 kg per bulan,” terang Winto. [*]
JOB P-PEJ Berharap Produksi Naik Sejak beberapa waktu belakangan ini, tren produksi di Lapangan Sukowati yang dioperatori Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) cenderung turun. Berbagai upaya dilakukan operator untuk menaikkan jumlah minyak yang dieksploitasi.
Foto-Foto: blokBojonegoro/Parto Sasmito RIG di Lapangan Sukowati tampak menjulang dengan asap tipis di sekitarnya ketika dilakukan uji coba di salah satu sumur setelah dibersihkan. (Bawah) Asap membumbung tebal ketika pihak operator menguji kandungan minyak dalam sumur.
Laporan: Parto Sasmito, Dita Afuzal Ulya
H
ingga April 2015, produksi minyak di Lapangan Sukowati, tepatnya dari Pad A di Desa Campurrejo, Kecamatan Kota Bojonegoro dan Pad B yang terletak di Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, tetap diposisi turun. Jika ditotal dengan produksi di Lapangan Mudi, Kecamatan Soko, Tuban, sebelumnya berada di angka 25.100 barel per hari (BPH) menjadi 24.800 BPH. Operator menyebut sebagai natural decline atau penurunan secara alamiah. Hal tersebut diungkapkan Field Manager JOB P-PEJ, Junizar H. Dipodiwirjo, kepada blokBojonegoro. Menurutnya, bulan sebelumnya produksi dari puluhan sumur di Sukowati telah mengalami penurunan sampai menjadi 21.000 BPH. Pihaknya berusaha menaikkan, namun kembali turun secara perlahan. “Sekarang juga kembali turun menjadi 20.500 BPH untuk Lapangan Sukowati. Penurunan dan luktuasi produksi sampai hari ini merupakan natural decline,” kata Junizar. Jumlah produksi itu, berasal dari 28 sumur yang aktif di Lapangan Sukowati, Kabupaten Bojonegoro dari total 32 sumur. Ditambah 11 sumur aktif dari 25 sumur yang ada di Lapangan Mudi. “Natural decline dapat diatasi dengan penambahan produksi dari sumur baru,” jelasnya. Melihat jumlah produksi yang mengalami penurunan, penambahan sumur
tetap dilakukan. Tepatnya pengeboran Skw#34 yang sudah hampir selesai dan Skw#33 baru mulai dibor. Keduanya berada di Lapangan Sukowati. “Selain di Sukowati, Karangmudi, di Soko, Tuban, juga sedang mengebor sumur ekplorasi,” sambungnya. Reparasi Sumur Kondisi sumur-sumur minyak dan gas bumi (Migas) yang dikelola operator JOB P-PEJ saat ini termasuk banyak memasuki tahap reparasi. Seperti di Lapangan Sukowati, dari 32 sumur sebanyak 28 kondisinya aktif dan 4 sumur tengah direparasi. Begitu juga dengan di Lapangan Mudi, Soko, ada 11 sumur yang aktif dari 25. Selebihnya didominasi sumur injeksi air, sedang reparasi dan ada yang memang tidak diproduksikan karena hanya keluar air. “Reparasinya butuh 7 sampai 10 hari. Setelah selesai, gantian sumur yang beroperasi dimatikan untuk reparasi. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan produksi,” tegas Junizar. Niat Perpanjang Operasi Kontrak Lapangan Migas Blok Tuban, termasuk di dalamnya ada operasi di Lapangan Sukowati yang dioperatori Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB P-PEJ) akan berakhir pada bulan Februari 2018 mendatang. Lokasi kontrak JOB P-PEJ meliputi Lapangan Mudi di Kecamatan Soko, Tuban; Lapangan Sukowati di Kecamatan Kapas dan Kecamatan Kota,
Bojonegoro; Lapangan Sumber di Kecamatan Merakurak, Tuban; Lapangan Lengowangi, Gresik; Lapangan Gondang, Lamongan dan sebagainya. Field Administration Superintendent (FAS) JOB P-PEJ, Akbar Pradima membenarkan jika kontrak tersebut berakhir pada Februari 2018. Namun, pihaknya belum bisa memastikan apakah kontrak tersebut diperpanjang, diputus atau diberikan kepada Pertamina. “Semuanya tergantung Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai regulator,” terang Akbar. Dijelaskan, JOB-PPEJ hanya sebagai pelaksana di lapangan, tetapi yang sebenarnya mempunyai seluruh asset ini adalah Negara dalam hal ini diwakili SKK Migas dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Rencana untuk perpanjangan itu domainnya direksi di Jakarta,” jelasnya. Sesuai regulasi yang berlaku, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2004 tentang Perpanjangan Blok Migas, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diperkenankan mengajukan kontrak perpanjangan kepada Pemerintah Pusat. Diusulkan paling cepat maksimal sepuluh tahun dan minimal dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Sementara itu, beberapa sumber di lapangan menyebut, pihak yang berkepentingan tidak sedikit saling tarik untuk turut serta mengoperasikan Blok Tuban. Terutama di Lapangan Sukowati yang produksinya masih cukup besar, dibanding lapangan lain di bawah JOB P-PEJ sekarang ini. Mulai dari internal Pertamina maupun dari luar. [*]
Siap Ketika Keadaan Darurat
Foto-Foto: blokBojonegoro/Tim Infotorial TANKI raksasa untuk menampung minyak di Pusat Penampungan Produksi (PPP). Minyak mentah yang dipompa dari sumur-sumur dialirkan ke wilayah tersebut. Inspeksi setiap saat dilakukan untuk memastikan keamanan dan keberlangsungan pengaliran.
Laporan: Tim Infotorial
KEBERADAAN masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasi selalu diutamakan.Diantaranya saat ada kegiatan darurat, warga harus mengetahui dan kemana mencari tempat aman. Hal itulah yang tengah disosialisasikan oleh manajemen PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (Pertamina EP) Asset 4 Field Cepu. Manajemen Pertamina EP Asset 4 menggandeng atau bekerjasama dengan jajaran Muspika Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan dua kelurahan sekitar Pusat Penampungan Produksi (PPP) Menggung, yakni Kelurahan Karangboyo dan Keluarahan Ngelo, Kecamatan Cepu. Kerjasama tersebut dibutuhkan, agar semua pihak bisa memahami dan terlibat langsung untuk megantisipasi terjadinya keadaan darurat di wilayah PPP Menggung. Terkait dengan hal itu, PT Pertamina EP Asset 4 melalui Health, Safety, Security and Environment (HSSE) PPP Menggung juga terus melakukan sosialisasi penanganan keadaan darurat kepada warga sekitar “Ada lima lokasi yang menjadi tempat evakuasi sementara jika terjadi keadaan darurat yang terletak di Kelurahan Karangboyo dan Kelurahan Ngelo,” kata Asisten Manajer HSSE PPP Menggung Pertamina Asset 4 Field Cepu, Supriyadi. Upaya ini, dilakukan sebagai upaya dari program menuju tidak adanya kecelakaan atau road to zero accident. Supri-
yadi menjelaskan, kerjasama itu semacam komitmen apabila ada keadaan darurat, untuk saling koordinasi, dan saling membantu. “Karena masing-masing mempunyai kekuatan untuk saling membantu dan melengkapi,” sambungnya. Ditegaskan, sekarang ini lokasi PPP Menggung telah mengalami banyak perubahan, khususnya pada infrastruktur. “Bak penampungan sudah kita tutup, pagar ditinggikan, peredam untuk mengurangi kebisingan genset, serta antrian pengaturan road tank pengangkut minyak,” jelasnya. Jika dibandingkan dengan sebelumnya, lebih memadai dan intinya keamanan dan keselamatan warga sekitar menjadi perhatian utama. Bahkan, jika ada informasi apapun terkait dengan ke-
selamatan, semisal kebakaran, dan lain sebagainya, bisa langsung ke HSSE PPP Menggung. “Intinya kita selalu siap saat ada kegiatan darurat. Begitu juga masyarakat sekitar, bisa langsung menuju ke pos penyelamatan. Tidak perlu bingung,” lanjutnya. Sementara itu Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Blora, Sri Rahayu, menyambut baik sosialisasi yang dilakukan pihak PT Pertamina EP Asset 4. BPBD berharap kerjasama tersebut bisa terus berjalan, mengingat pemerintah dalam hal ini masih banyak kekuarangan. “Diantaranya kami masih butuh bantuan saat ada bencana kebakaran, khususnya di wilayah Cepu dan sekitarnya. Karena kami hanya mempunyai dua
kendaraan pemadam kebakaran,” kata Sri Rahayu. Dikatakan, Kabupaten Blora berpotensi besar terjadi bencana kebakaran. “Kurun waktu bulan Januari sampai dengan awal Mei, sudah terjadi 9 kali kebakaran,” jelasnya. Namun, pihaknya juga berharap, bukan hanya pada kebakaran saja, akan tetapi pada bencana yang lain juga. “Kita menindaklanjuti untuk melakukan MoU dengan Pertamina dan Pusdiklat Migas. Ini kami masih melakukan pertemuan dan pendekatan,” pungkasnya. Warga Senang Keberadaan PT Pertamina EP Asset 4 yang tanggap terhadap potensi bencana di wilayah sekitar, membuat warga di Kelurahan Ngelo dan Karangboyo, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, merasa aman. Bahkan, mereka tidak takut lagi jika sewaktu-waktu ada kejadian. “Masyarakat memang harus mengetahui jika sewaktu-waktu ada kejadian yang mendadak. Mereka bisa menyelamatkan diri ke lokasi yang telah ditentukan,” kata Lurah Ngelo, Suparti. Dirinya berharap, sosialisasi terus dilakukan agar warga benar-benar paham dan tidak bingung saat kejadian benarbenar berlangsung. Ia berharap, keberadaan PT Pertamina EP Asset 4 bisa cukup dekat dengan masyarakat sekitar, terutama Kelurahan Ngelo dan Karangboyo. [*]
Pengobatan Gratis Diminati Laporan: Tim Infotorial
KONTRAKTOR pada proyek rekayasa, pengadaan dan pembangunan atau konstruksi (Engineering, Procurement and Construction/EPC) 1 Lapangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Banyuurip, Blok Cepu, PT Tripatra Engineers and Constructors, sejak beroperasi di Kabupaten Bojonegoro, terus melakukan inovasi dan peningkatan kegiatan dari tanggungjawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Sudah puluhan program dilakukan sejak tahun 2012 sampai April 2015. Terutama kepada warga di sekitar wilayah kerja, yakni 12 desa yang ada di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Desa-desa tersebut antara lain Sudu, Katur, Cengungklung, Ngraho, Manukan dan Beged. Juga, Desa Bonorejo, Mojodelik, Brabowan, Begadon, Ringintunggal dan Desa Gayam. Evaluasi program juga terus dilakukan untuk lebih memperbaiki kinerja program setelahnya. Bahkan, PT Tripatra menggandeng mitra Devisi Penelitian dan Pengembangan (LitBang) blokBojonegoro Media serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro. Sebanyak 300 warga di 12 desa dijadikan responden untuk mengukur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tentang “Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tripatra”. Berbagai masukan muncul sebagai rekomendasi warga kepada perusahaan, terutama keberadaan pengobatan gratis yang sangat membantu masyarakat. Responden dipilih dari tingkat Rukun Tetangga (RT) dan menyebar hampir di seluruh desa. Kebanyakan memberikan apresiasi tinggi kepada PT Tripatra yang sudah konsisten menggelar pengobatan gratis. Walaupun tidak dilakukan setiap waktu, atau bergiliran di tiap desa, tetapi program tersebut dinilai cukup tepat sasaran. “Kegiatan CSR “Tripatra Peduli Kesehatan” sesuai dengan kebutuhan masyarakat Bojonegoro, terutama yang ada di sekitar wilayah Blok Cepu. Warga sangat mendukung agar lebih ditingkatkan lagi,” kata rata-rata responden kepada tim peneliti.
Tidak tanggung-tanggung, nilai konversi IKM sampai diatas 75,0 atau baik diberikan oleh responden. Sebab, berbagai hal dikatakan responden, diantaranya tempat penyelenggaraan pengobatan gratis yang strategis dan mudah dijangkau, kemudahan pelayanan kesehatan karena tidak ada persyaratan khusus, serta jenis obat maupun peralatan kesehatan yang digunakan juga cukup memadai. “Kinerja PT Tripatra sangat bagus, terutama saat melakukan pengobatan gratis. Hal itu perlu dicontoh oleh perusahaan lain,” saran responden yang tercatat di lembar rekomendasi penelitian. Lanjutkan Program di Ringintunggal Sampai saat ini PT Tripatra terus konsisten menggelar pengobatan gratis di sekitar wilayah operasi Migas Blok Cepu. Termasuk di Desa Ringintunggal, Kecamatan Gayam, awal Mei 2015. Warga tampak antusias, terutama yang kategori lanjut usia (lansia) dan balita. Tercatat, lebih dari 80 warga mengikuti kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan tim medis, mayoritas lansia mengalami pegal linu dan rematik. Sedangkan balita kebanyakan menderita sakit batuk, pilek, dan panas dingin. “Alhamdulillah, Tripatra masih peduli dengan kesehatan kami. Semoga program ini memberikan manfaat kepada warga,” ujar Lukman, warga setempat yang mengeluh sakit pegel linu pada kedua kaki dan pinggang.
Foto-Foto: blokBojonegoro/Tim Infotorial SEORANG responden tengah mengisi angket yang disebar oleh peneliti di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, untuk menguji sejauh mana efektii-
tas program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tripatra Engineers and Constructors.
WARGA saat mengikuti pengobatan gratis yang diadakan oleh PT Tripatra di Desa Ringintunggal, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro.
Menurut Lukman, program tersebut cukup membantu masyarakat kurang mampu. Karena, jika mengeluh sakit warga tidak perlu repot-repot mengeluarkan biaya berobat atau memeriksakan diri ke dokter. “Kami berharap program ini terus digulirkan Tripatra,” lanjutnya. Terpisah, Socio Economic Supervisor EPC 1 Lapangan Banyuurip Project, PT Tripatra, Edy Purwanto mengatakan, sesuai komitmen perusahaan di bidang kesehatan, program tersebut akan terus bergulir di 12 desa selama Tripatra beroperasi di Blok Cepu. “Mengenai waktunya ada perubahan, sekarang ini diberlakukan untuk setiap seminggu sekali, yakni di hari Minggu. Semoga makin bermanfaat untuk warga.,” terang Edy. [*]
Komunitas Crafter Bojonegoro (KCB)
Tangan Kreatif Olah Flanel Barang-barang yang terkadang dianggap kurang bermanfaat, bisa menjadi berharga. Bahkan, mempunyai nilai jual tinggi. Perlu tangantangan kreatif yang memberi inspirasi untuk mengajak perempuan berdaya dan maju. Salah satunya yang dilakukan Komunitas Crafter Bojonegoro (KCB). Laporan: Parto Sasmito, Maratus Shoifah
D
i ruang tamu rumah yang ada di Gang Ababil, Jalan Kolonel Sugiono, Kota Bojonegoro, banyak perempuan yang duduk melingkar. Mereka tidak diam. Namun, tangan mereka terampil menempelkan pola pada kertas karton, kemudian menggunting. Sedangkan peremuan lain ada juga yang tampak sedang menjahit kain lanel atau felt menjadi pernak-pernik. Sedangkan di meja panjang, tampak berbagai barang hasil kerajinan dengan kain lanel. Di rumah itulah, perempuan-perempuan kreatif membuat kerajinan dari kain lanel yang tergabung dalam Komunitas Crafter Bojonegoro (KCB). Salah satu perintis KCB, Nurhawati menjelaskan, komuntias tersebut baru terbentuk pada 14 Maret 2015 kemarin. Semua berawal dan terinspirasi saat ada bazar di Kabupaten Lamongan. Ada komunitas di sana yang memamerkan hasil kreatiitas mereka, dan Nur panggilan akrabnya tertarik untuk juga membuat komunitas yang sama. “Jika di sana bisa, kenapa di sini enggak? Dari situlah kita meyakinkan diri untuk bersama-sama membuat komunitas kreatif,” ungkapnya kepada blokBojonegoro. Dengan motivasi tinggi, perempuan asal Kecamatan Kasiman tersebut mulai memposting di jejaring sosial Facebook (FB). Ia tidak segan men’colek’ beberapa temannya yang mempunyai hobi sama, yakni membuat kerajinan dari kain lanel. Di luar dugaan, ternyata di Kabupaten Bojonegoro lumayan banyak yang mempunyai hobi sama. “Mula-mulanya ada 9 orang bertemu, baru berjalan sekitar 3 bulan ini ada tambahan lagi menjadi 15 orang,” imbuhnya bersemangat. Sementara itu, Ketua KCB, Alvi Prastika mengatakan, tidak ada batasan bagi masyarakat yang ingin bergabung ke komunitas. Karena di dalam KCB meskipun masih baru, namun di dalamnya banyak yang sudah memiliki kemampuan dan pengalaman, serta hasil karya beragam. Bagi pemula akan dibimbing, mulai dari dasar dan bertahap. “Kami awali dahulu dengan pengenalan handycraft atau kerajinan tangan. Setelah itu baru ke bentuk maupun cara pembuatannya,” tutur Alvi. Perempuan asal Kecamatan Purwosari itu menambahkan, di dalam komunitas, masing-masing anggota mempunyai kemampuan berbeda-beda. Misalnya ada yang khusus membuat bross hijab, ada yang bisa membuat jam dinding dari kain lanel, ataupun membuat pernakpernik seperti boneka, tempat tisu, dan aneka kerajinan dari lanel lainnya. Meskipun keahliannya berbeda, justru bisa menambah ilmu dan pengala-
blokBojonegoro/Dita Afuzal Ulya ANGGOTA komunitas tengah bersama-sama membuat kerajinan dari lanel. Kegiatan tersebut rutin berlangsung setiap awal bulan dan jumlah peserta bertambah banyak
man dengan saling belajar satu sama lain. “Ada yang bisa menjahit, akan mengajarkan kepada lainnya. Begitu juga sebaliknya, yang menjahit belajar membuat pola, menempel, mengunting, dan sebagainya,” lanjut Alvi. Pertemuan antar anggota KCB, biasa dilakukan setiap satu bulan sekali dengan waktu kondisional pada awal bulan. Karena masing-masing anggota mempunyai latarbelakang yang berbeda, seperti ibu rumah tangga, pengusaha dan juga guru. “Kalau waktunya kami menyesuaikan. Intinya memanfaatkan waktu luang kami dan tidak mengganggu tanggungjawab masing-masing,” sambungnya. Setiap kali pertemuan, mereka membuat barang yang berbeda dari pertemuan sebelumnya, seperti membuat kipas, bros hijab, boneka, sampai hantaran. Biasanya, sudah disiapkan gambar pola pada kertas, kemudian pola itu dilem pada karton dan digunting sesuai pola. Dari pola-pola itu, kemudian diterapkan pada kain lanel, ada yang dilem dengan tembak mapun dijahit. Di tempat pertemuan, para anggota KCB sudah membawa peralatan antara lain, gunting, lem, dan pensil. Sedangkan bahan, yakni kain lanel, sudah disiapkan paketnya dengan harga mulai Rp20.000. “Harga sebenarnya tidak sampai itu, tapi sisanya masuk kas agar komunitas bisa terus berjalan,” jelas Alvi. Untuk pemasaran produk atau hasil karya, penasihat di KCB, Mintorowati mengatakan, sementara ini masih melalui pribadi masing-masing anggota dengan cara di share pada halaman Facebook. Selain itu, beberapa waktu lalu pemilik My Felt Handy Craft itu mendapat tawaran dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) untuk mempromosikan hasil kera-
jinan tangan miliknya. “Karena di sini sudah ada KCB, melalui dua dinas tersebut, hasil karya teman-teman bisa dipromosikan,” papar wanita 40 tahun tersebut. Meskipun KCB baru berdiri tiga bulan, sangat besar harapan untuk bisa lebih berkembang lagi dan mempunyai banyak anggota. Selain itu pemasaran juga lebih meluas lagi dan membawa Kabupaten Bojonegoro menjadi lebih dikenal melalui hasil kerajinan kain lanel. “Semoga komunitas ini bisa diterima oleh masyarakat,”
sambungnya.[*]
Tetap Komitmen Kampanye “Go Green” ke Sekolah Sejak tahun 2013 lalu, blokBojonegoro Media dengan program blokBojonegoro Goes to School (bB GtS) telah mencanangkan kampanye hijau atau “Go Green”. Berbagai jalan diretas, diantaranya dengan menggandeng pihak ketiga, pemerhati lingkungan dan perusahaan pro hijau. Laporan: M. Safwan/bB-GtS
S
iang itu, sekitar Minggu terakhir di Bulan April 2015, Pemimpin Umum/General Manager (GM) blokBojonegoro Media, Muhammad A. Qohhar tampak duduk termenung di tepi pantai Tuban. Tepatnya di Mangrove Center Tuban (MCT) Desa/Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Ia seperti memikirkan sesuatu sambil memandangi laut lepas. Tiba-tiba seorang paruh baya menyapa dari kejauhan. Ia adalah pendiri sekaligus penggagas MCT, H. Ali Mansyur. Gus Ali, panggilan akrabnya langsung mengajak Mas Koko, panggilan akrab Magister Komunikasi lulusan Universitas Dr. Soetomo (UNITOMO) Surabaya tersebut, agar singgah di ruang tamu. Lokasinya tepat di sebelah barat tempat ibadah di MCT. “Ini kawan akrab saya, sesama pejuang lingkungan. Terutama yang menggalakkan kampanye Go Green di Kabupaten Bojonegoro,” kata Gus Ali memulai percakapan dengan blokBojonegoro. Sekitar dua jam lebih, Gus Ali dan Mas Koko tampak begitu karib. Saling tukar pikiran, terutama melakukan terobosan agar program lingkungan hijau mudah diterima di lingkup siswa. Karena, telah puluhan sekolah disambangi Tim bB-GtS yang menjalankan program “Menanam dan Menulis”. Sehingga, ada evaluasi dan peningkatan-peningkatan yang perlu masukan tambahan dari Gus Ali yang lahir pada 15 Agustus 1958 itu. “Sebenarnya program tersebut sudah
sangat tepat dan mengena. Apalagi, siswa adalah generasi emas yang harus dikenalkan dekat dengan lingkungan,” tambahnya. Selama ini cukup sedikit media yang peduli akan lingkungan. Dalam artian langsung terjun bersama-sama pegiat untuk mengampanyekan “Go Green”. Bahkan, blokBojonegoro Media seingatnya telah puluhan ribu menanam berbagai jenis pohon bersama mitra. “Saya mengetahui jelas, karena telah bermitra dengan bB, sebutan blokBojonegoro Media sejak lama,” terang Gus Ali. Peraih Kalpataru kategori Perintis Lingkungan pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2012 dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono itu bercerita, di beberapa kesempatan, termasuk ketika berdiskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup belum lama ini, dirinya membanggakan program “Menanam dan Menulis”. Sebab, dengan menanam akan bisa menumbuhkan kesehatan di bumi dan menceritakan proses dengan menulis yang mudah dipahami, akan turut serta menyadarkan masyarakat. “Banyak juga yang kagum dengan cara bB membuat program. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan yang datang ke MCT juga sering diberitahu salah satu program bagus salah satunya yang dilakukan bB,” tambahnya. Dirinya berharap kalau bB tetap berkomitmen dan melanjutkan program Menanam dan Menulis hingga waktu-
waktu yang akan datang. Sebab, tidak banyak pihak yang memperhatikan langsung kelestarian lingkungan. Karena membuat pola penanaman dengan hasil terukur cukup jarang dilakukan. Kalau banyak menanam setelah itu dibiarkan dan tidak dirawat, sudah sering dijumpai. “Program ini sangat terukur dengan sasaran siswa. Dengan begitu, bibit atau pohon yang ditanam ada yang mengurusi pasca tanam hingga tumbuh kembang,” lanjut pria yang mendirikan MCT di tahun 2005 tersebut. Gandeng Pihak Ketiga Tidak terasa, pertemuan sekitar dua
jam lebih menghasilkan beberapa gagasan baru untuk meningkatkan program Menanam dan Menulis. Terutama menguji hasil tanaman hingga penulisan
blokBojonegoro/M. Safwan SISWA antusias ketika mengikuti program Menanam dan Manulis bersama Muspika, perwakilan blokBojonegoro Media dan PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu
siswa yang mengikuti program. Sebab, jika dibilang masih hijau atau baru, jelas tampak di program tersebut. “Media kita baru 4 tahun saat 26 Juni 2015. Artinya juga baru 2 tahun program berjalan. Kita akan memantau sampai siswa lulus, bagaimana tanaman tersebut tetap terjaga,” kata GM blokBojonegoro Media, Muhammad A. Qohhar. Untuk bisa cepat mengampanyekan “Go Green” di tingkat siswa, butuh dukungan pihak lain, seperti Dinas Pendidikan Daerah (Disdikda), Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Pemerintah Daerah maupun perusahaan-perusahaan. Sejauh ini PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu yang sudah bekerjasama untuk kampanye lingkungan ke sekolah. “Sejauh ini apre s i asi cukup baik di sekolah, terutama yang ingin mempunyai suasana sejuk di lokasi pendidikan dan menuju sekolah lingkungan. [*]
U
ntuk mengisi waktu usai melaksanakan Ujian Ma’arif dan Ujian Akhir Sekolah, 28 siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muntafa’ul Ulum, Desa Ngemplak, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro mengikuti kegiatan Outdoor Management Games (ODMG), Kamis pada minggu terakhir di Bulan April 2015.. Menurut Panitia Pelaksana Kegiatan ODMG, Imam Ahmad Tauiq, outbond dilaksanakan di wahana wisata Mbektiharjo, Kabupaten Tuban dengan instruktur dari Tim Out Bond Lokal Bumi Wali, Tuban. “Kegiatan ini bertujuan untuk lebih mengenalkan siswa–siswi terhadap alam semesta dan keagungan Allah SWT. Selain itu juga untuk melatih ketangkasan, terutama keberanian, karena outbond kali ini lebih mengambil beberapa permainan yang mengandung tantangan seperti laying fox, panjat tebing, jaring laba–laba dan lain–lain,” ungkapnya. Sementara itu Kepala MI Muntafa’ul Ulum, Harisuyono menambahkan, selain menjadi kegiatan rutin tahunan, ODMG ini juga menjadi ajang untuk melepaskan penat. “Dan juga untuk lebih mendekatkan dewan guru dengan para siswa,
MI Muntafa’ul Ulum Gelar ODMG di Tuban agar tumbuh rasa kekeluargaan yang erat,” pungkasnya. Saat kegiatan berlangsung, beberapa siswa yang awalnya gamang untuk melintasi tali atau bergelantungan di jaring, namun lama-kelamaan mereka berani. Bahkan, tidak sedikit yang mengaku mendapatkan pengalaman baru dengan mengikuti kegiatan ini. Suara jeritan karena takut jatuh, walaupun dengan peralatan keamanan yang tinggi, masih tampak terdengar. Setelah itu giliran gelak tawa menggelegar saat salah satu siswa bisa menyelesaikan permainan. “Siswa tampak senang dan puas. Semoga ke depan akan lebih baik lagi dengan kegiatan yang seru.,” sambungnya.[*]
Pengirim: Yajma’uddin blokBojonegoro/dok. SEORANG siswa tampak tengah melintasi sungai dengan
bergelantungan di tali. Kegiatan tersebut menjadi rangkaian ODMG yang digelar MI Muntafa’ul Ulum Desa Ngemplak, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro
Aisiyah Sumberrejo Peringati Milad
blokBojonegoro/dok.
SISWA saat dilepas oleh pihak guru sebelum berangkat ke Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
70 Siswa Ikuti Tes Kerja di Pati BUPATI Bojonegoro, Suyoto saat memberikan pengarahan ketika Milad ‘Aisyiyah ke 101 di Perguruan Muhammadiyah Sumberrejo
PIMPINAN Cabang ‘Aisyiyah Sumberrejo, memperingati Milad ‘Aisyiyah ke-101 di Perguruan Muhammadiyah Sumberrejo, Selasa Minggu kedua di bulan Mei 2015. Hadir dalam acara bertemakan “Gerakan Perempuan Muslim Untuk Mencerahkan Bangsa” itu Bupati Bojonegoro, Suyoto, Ketua DPRD Bojonegoro, Mitroatin, PCM Sumberrejo, Ashari dan Camat Sumberrejo, Ilham. Tak ketinggalan, seluruh murid Perguruan Muhammadiyah Sumberrejo yang jumlahnya sekitar 3.000 siswa. Bupati suyoto dalam sambutannya mengatakan kepada seluruh siswa Perguruan Muhammadiyah, agar bisa sekolah dan
belajar dengan serius serta tekun. Pria nomor satu di Kabupaten Bojonegoro itu juga mempromosikan program bupati dan Pemkab untuk membantu siswa yang kurang mampu agar bisa terus bersekolah. “Setiap tahunnya kepada siswa seluruh Bojonegoro ada anggaran berupa uang Rp500.000 dan kalau program ini berhasil maka akan bertambah lagi menjadi Rp2 juta kepada siswa SLTA khususnya,” ujar pria asal Desa Bakung, Kecamatan Kanor ini. Oleh karena itu, Kang Yoto, panggilan akrab Bupati Suyoto, tak henti-hentinya meminta kepada para siswa serius belajar. Agar mereka bisa menatap masa depan lebih indah lagi dan telah siap.
blokBojonegoro/dok.
“Dengan usaha yang keras, maka cita-cita akan bisa diraih dengan sempurna,” sambungnya. Sementara itu Ketua Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Sumberrejo, Farihatien Aman juga mengimbau kepada warga besar ‘Aisyiyah, khususnya warga Sumberrejo harus bermuhammadiyah yang ikhlas. Kegiatan ini juga sekaligus pembukaan Sekolah ‘Aisyiyah Islamic Boarding School (AIBS) yang bertaraf Internasional. “Kami berterima kasih kepada semua yang datang pada kegiatan kali ini. Semoga bisa membawa manfaat,” jelasnya.[*]
Pengirim: M. Chamim Facrudin
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Bojonegoro kembali mengantarkan para siswanya guna mengikuti tes rekrutmen karyawan yang dilaksanakan oleh PT. ADM di Pati Jawa Tengah, Kamis, minggu ke empat di bulan April 2015. Tes rekrutment diikuti 70 siswa yang berasal dari jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Komputer dan Jaringan, Elektronika Industri, Instlalasi Tenaga Listrik dan Gambar Bangunan. Mereka diberangkatkan langsung oleh Kepala SMKN 2 Hidayat Rahman. Hidayat Rahman, Kepala SMKN 2 meminta para siswa untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti tes rekrutmen kali ini. Juga bisa membawa diri secara baik-baik, serta menjaga nama SMKN 2 Bojonegoro. “Yakinlah bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk yang bersungguh-sungguh. Untuk itu jangan lupa selalu berdoa kepadaNya, niscaya akan dikabulkan,” ucap Rahman memberi semangat saat
melepas keberangkatan rombongan secara resmi. Andi Saputra, salah seorang peserta yang ikut tes dari kelas dua belas Teknik Elektronika Industri, mengaku sangat senang karena mendapat kesempatan mengikuti tes. “Terima kasih kepada Bapak Ibu Guru SMKN 2 yang sudah membantu, mendampingi serta memberi kesempatan kami untuk mengikuti tes kerja di Pati,” terang Andi. Andi juga menyampaikan keinginannya menyusul sembilan siswa SMKN 2 Bojonegoro yang sudah positif diterima kerja di PT.SAI Surabaya Autocom Mojokerto. “Gembira rasanya jika sudah mendapat pekerjaan sebelum lulus sekolah, pastilah orang tuaku sangat bahagia,” imbuh Andi penuh semangat. Dirinya akan berusaha semaksimal mungkin akan bisa diterima. Sehingga setelah sekolah langsung bisa bekerja. [*]
Pengirim: Tim bB-GtS SMKN 2
Desa Beji, Kecamatan Kedewan
Terselip Antara Dua Kabupaten Tetangga
blokBojonegoro/Parto Sasmito
WARGA tengah membawa sapi pulang ke rumah melintasi jalan antar dusun di Desa Beji, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro. Desa tersebut berada di ujung barat daya Bojonegoro.
Jika melihat peta wilayah Kabupaten Bojonegoro, desa yang berada di ujung barat daya adalah Desa Beji. Desa tersebut berada di antara dua kabupaten, yakni Kabupaten Tuban (Jawa Timur) dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah). Bagaimanakah wajah desa di perbatasan dan segala potensinya itu? Berikut penelusuran blokBojonegoro. Laporan: Parto Sasmito
D
esa Beji berada sekitar 5 km dari pertigaan pasar Kecamatan Kedewan. Kondisi jalan menuju ke sana sudah banyak yang dipaving dan lebih mudah dijangkau daripada jalan yang berada di ujung wilayah Kabupaten Bojonegoro lainnya. Bagi sebagian orang yang baru pertama datang, maka akan sedikit bingung, karena jika terus melintasi jalur utama sedikit keluar desa, akan sampai di wilayah Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Tepatnya Desa Bleboh, Kecamatan Jiken, karena tidak ada tanda khusus sebagai batas desa ataupun kabupaten. Warga di sana menyebut batas desa hanya di seberang jembatan di jalan utama. Sebenarnya tanda masuk Desa Beji ada, yakni sebuah tugu yang berada di perempatan desa tersebut. Karena dari tugu itu belok ke kanan atau utara sekitar 100 meter, sudah sampai di pusat pemerintahan desa setempat. Namun lantaran posisi desa yang ada di tengah
dua kabupaten menjadikan lokasinya agak membingungkan. Jika terus ke utara, setelah desa ini, sudah sampai di Desa Jamprong masuk wilayah Kabupaten Tuban. Desa Beji sendiri terdiri dari lima dusun, yakni Dusun Dilem, Singget, Bulu, Sumberagung dan Beji. Jumlah Rukun Tetangga (RT) mencapai 20 dan 5 Rukun Warga (RW). Rata-rata, akses jalan mudah dilewati, yakni berupa makadam, paving, hingga cor blok. Sepanjang jalan dari Dusun Sumberagung hingga Beji, ratarata sudah dipaving. Begitu juga dengan Dusun Dilem, meski masih ada jalan aspal yang sudah rusak parah. Sementara itu, di Dusun Singget yang berada paling utara desa, berbatasan langsung dengan wilayah Tuban dan Blora, badan jalan yang menanjak terbuat dari cor. Namun kondisi berbeda di dusun yang ada di barat, yakni Bulu, khususnya Kampung Kedungjati (biasa orang menyebutnya) yang berada masuk di
dalam hutan, badan jalan masih berupa makadam. Ketika hujan turun, jalan menjadi licin sehingga membahayakan pengguna jalan. Kepala Desa Beji, Rahayuningsih mengatakan, bahwa memang jalan poros desa rata-rata sudah terpasang paving. Namun ada jalan yang masih rusak parah, seperti jalan dari Dusun Dilem menuju Singget, badan jalan yang menanjak itu dulu adalah aspal, namun kondisinya saat ini sudah rusak parah. “Masih ada sekitar 700 meter jalan poros desa yang masih rusak. Untuk tahun ini, desa juga mendapat jatah paving, yakni untuk Dusun Bulu,” jelas Bu Ning, panggilan akrabnya. Sebenarnya, banyak warga yang rumahnya berada di dalam gang juga menginginkan agar jalan di lingkungan mereka dipaving. Tapi dari pemerintah desa memberikan pengertian agar lebih memfokuskan jalan poros desa dahulu, baru kemudian jalan lingkungan. Karena, akan percuma saja jika jalan lingkun-
gan bagus sedangkan jalan poros masih rusak. Selain jalan poros desa, kata Kades, sekitar bulan Juni nanti rencana juga akan dibangun Jalan Usaha Tani (JUT) berupa makadam terlebih dahulu sepanjang 500 meter, untuk membantu petani agar lebih mudah mengangkut hasil pertanian ataupun menuju sawahnya yang berada jauh dari jalan utama. “Kalau sawah posisinya di tengah memang susah. Mengangkut hasil panen harus jalan kaki. Kalau memaksa bisa pakai sepeda motor lewat pematang sawah, tapi tak jarang mereka malah jatuh,” ujar kepala desa yang mejabat sejak 2011 itu. Pembangunan infrastruktur lainnya yang saat ini sedang dikerjakan, ada tembok penahan tanah (TPT) dan saluran air di jalan menuju Dusun Dilem dan Singget. Edy Cahyono Putro, suami dari Rahayuningsih yang aktif di sebuah LSM menuturkan, seorang kepala desa jika ingin desanya maju dan berkembang, harus selalu aktif komuni-
kasi. baik ke bawah maupun ke atas. “Artinya mengerti kebutuhan masyarakat dan bisa mengkomunikasikan kepada pihak di atasnya,” tutur Edy. Pria asal Kecamatan Sumberrejo yang baru sekitar empat bulan hidup di Desa Beji, memandang desa yang berada di perbatasan Kabupaten Tuban dan Blora masih butuh pembangunan yang lebih baik lagi. [*] 1 Dusun Belum Nikmati Listrik Penuh Desa Beji, Kecamatan Kedewan, memiliki infrastruktur jalan yang lumayan bagus. Namun untuk kebutuhan listrik, masih ada satu dusun yang belum mendapat pasokan listrik dari PLN. Dusun yang masih gelap itu adalah Dusun Bulu atau wilayah yang masuk Kedungjati, sebutan akrab dusun di wilayah hutan tersebut. Sangsang, salah satu warga menceritakan, Dusun Kedungjati memang sebuah kampung yang tergolong baru. Kedungjati sendiri diambil karena wilayah dusun kebanyakan berupa hutan jati. Satu dua warga mulai mendirikan rumah, hingga akhirnya menjadi kampung. ”Dulu waktu pertama datang ke sini, kalau tidak salah baru ada sekitar tujuh rumah. Sekarang ada sekitar 40 rumah. Dan di sini kebanyakan masih kerabat semua.” ungkapnya L o kas i Ked un gj ati, ter pisah sekitar 2 km dari Dusun Bulu. Menuju ke sana harus masuk hutan jati dan jalan masih berupa makadam. Sangsang lebih jauh mengatakan sejak kedatangannya dari Jawa Barat, ia belum pernah bisa menikmati listrik secara penuh. Dulu awalnya masih menggunakan lampu minyak. Dengan semakin bertambahnya penduduk, warga menginginkan listrik masuk ke sana. Kemudian warga mengajukan ke desa, tapi tidak terealisasikan. Akhirnya dengan swadaya warga membeli kabel dan memasang jaringan leistrik yakni memasang kabel di jalur terdekat di dalam hutan. ”Warga iuran Rp600.000 untuk membeli kabel dan memasang listrik ke tetangga dusun. Dulu satu meteran di sana bisa untuk 20 rumah di sini. Sekarang yang sudah mampu, menyalur sendiri langsung satu meteran untuk empat rumah,” jelas Sangsang. Kepala Desa Beji, Rahayuningsih mengatakan, memang sudah lama kampung Kedungjati tidak bisa menikmati listrik secara penuh. Pihaknya sudah pernah mengajukan ke PLN Blora, karena listrik dari Beji memang saluran dari Blora, namun karena perhitungan dari pihak PLN, sampai sekarang belum teralisasi. ”Dulu perhitungannya mungkin karena kurang ekonomis, tapi sekarang sudah banyak warga di sana. Sudah saya ajukan kembali, tapi belum ada kejelasan dari PLN,” jelas Bu Ning, panggilan akrabnya.[*]
Desa Beji, Kecamatan Kedewan
Potensi Kebun Rambutan yang Belum Digarap Ada satu potensi Desa Beji, Kecamatan Kedewan yang hingga kini belum tergarap maksimal. Yakni buah rambutan. Ya, di salah satu dusunnya, yakni Dusun Dilem, banyak pohon rambutan milik warga. Satu kebun milik warga ditanami sampai sekitar 40 pohon. Hasilnya, buah bisa dipanen setiap satu tahun sekali. Tanah yang subur membuat Desa Beji juga berpotensi jadi desa agrobisnis. Laporan: Parto Sasmito
S
iang itu panas matahari terasa menyengat. Tetapi ketika berada di Dusun Dilem, Desa Beji, suasana terasa berbeda. Karena di dusun tersebut, banyak pepohonan tumbuh subur dan rindang. Jalanan turun naik karena daerah pegunungan. Di depan rumah Supardi, salah satu warga, terdapat pohon rambutan. Tampak beberapa buah berwarna merah masih menggantung di tangkainya. Pohon rambutan tidak hanya di depan rumah saja, ketika menuju ke lahan yang berjarak sekitar 100 meter di belakang rumah itu, banyak pepohanan serupa yang tumbuh subur. Di lahan yang terdapat beberapa tebing itu, di atas tanah sedikit gembur, banyak berserakan kulit rambutan kering menghitam, dan ada pula yang masih merah. Sementara di pohon, ada rambutan yang masih muda dan ada juga yang sudah matang. Pak Di, panggilan akrab Supardi, menjelaskan bahwa pohon-pohon rambutan itu sudah ditanamnya sejak tahun 1994 di lahan itu. Awalnya ia yang membeli bibit dari Semarang, Jawa Tengah dan mencoba menanamnya. Ternyata tanaman itu bisa tumbuh di lahannya. Sampai saat ini, ada sekitar 40 pohon yang hidup dan bisa dipanen setiap tahunnya. “Nggak tahu, berapa luas lahannya. Tapi kalau 40 pohon ada di kebun itu,” ungkapnya. Dari awal menanam, sampai bisa dipanen, Pak Di mengaku tidak ada perlakuan khusus terhadap pohon-pohon rambutan itu, hanya dibiarkan tumbuh secara alami. Butuh waktu lima tahun untuk bisa menikmati buah rambutan tersebut untuk pertama kali. Menurutnya, ada perbedaan antara bibit tanaman pohon dari hasil biji dengan di-stek. Yakni, pohon dari bibit biji, saat umur lima tahun setelah panen pertama, biasanya musim berikutnya hasilnya akan lebih banyak lagi buahnya. Sedangkan dari stek, hasilnya tidak tentu, setelah panen pertama, musim berikutnya terkadang buahnya tidak sebanyak sebelumnya. Ada banyak jenis rambutan yang ia tanam di kebun. Yakni, rambutan Binjai, Aceh, Rapiah atau rambutan yang buahnya kecil-kecil dan Lebak Bulus. Setiap tahunnya, selalu banyak buah yang bisa dipetik di sana. “Biasanya panen setiap awal atau akhir tahun. Yang pasti pada saat musim penghujan,” tutur Pak Di. Meskipun hasil panen melimpah, namun sampai saat ini masih sebatas dinikmati oleh warga lokal dan tetangga desa saja. Pak Di mengaku belum pernah ada tengkulak yang datang dan memborong hasil buah rambutan dari kebunnya. Jika dikelola dengan baik, sebenarnya kebun rambutan miliknya juga bisa berpotensi
blokBojonegoro/Parto Sasmito
BUAH rambutan yang jarang bisa ditanam dan didapati warga Bojonegoro pada umumnya, tidak berlaku di sebagian wilayah Desa Beji, Kecamatan Kedewan. Sebab, disitu bisa tumbuh dan berbuah.
seperti kebun belimbing yang ada di Desa Ngringinrejo. Buktinya, walaupun hanya dikonsumsi warga sekitar, sebenarnya kebun rambutan itu menarik perhatian bagi para pelajar. Wisata Anak Sekolah Bapak yang berusia lebih dari setengah abad itu mengaku banyak anakanak sekolah yang datang ke kebunnya langsung untuk membeli rambutan. “Biasanya yang datang ada 30-an anak atau rombongan ke sini dari SMP Kedewan, SMP Kasiman, Kalitidu juga pernah ke sini, terkadang bersama gurunya. Mereka ingin tahu langsung kebun dan pohon rambutan,” paparnya. Walaupun banyak anak sekolah yang menyerbu kebunnya, ia tidak pernah mematok harga untuk buahnya. Anak-anak biasanya membayar Rp5.000 untuk satu plastik, dan dibiarkan memetik sendiri sepuasnya. Kadang ada juga yang langsung dimakan di sambil memanjat pohon. Pria yang bekerja sebagai petani di lahan persil itu tidak pernah merasa rugi. Melihat kebun milik Pak Di yang banyak rambutan tumbuh subur, istri Kepala Dusun (kasun) Dilem, Munciah mengatakan, pada tahun 2011 di dusun tersebut mendapat bantuan bibit rambutan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab), untuk ditanam di pekarangan rumah
warga. “Rata-rata setiap rumah dapat tiga bibit, tapi yang pekarangannya luas dapat lebih banyak,” ujar istri Purwanto itu. Setelah bibit ditanam, lanjutnya, ternyata tidak semua tanah di dusun tersebut cocok ditanami rambutan. Ada beberapa tanaman yang mati, ada yang tumbuh tapi buahnya tidak banyak. Dari bibit yang diberikan itu, sudah pernah berbuah satu kali pada musim kemarin. Dan pada akhir tahun kemarin, Dusun Dilem mendapat bibit rambutan lagi dengan kualitas yang lebih baik. Tak hanya rambutan, di dusun itu juga banyak ditanami pohon buah, seperti sukun dan durian. Desa Beji yang berada di wilayah pegunungan, dengan potensi buah rambutan, menurut guru SD Beji IV, Eka jika dikelola dengan baik bisa menjadi daerah alternatif wisata di Desa. “Kalau kebun itu dikembangkan bisa menjadi tempat wisata, apalagi di sini daerah pegunungan, cocok untuk out bond,” harap bapak dari satu putri ini. Pembibitan Jambu Biji dan Nangka Adanya potensi buah rambutan di Dusun Dilem, juga sudah diketahui oleh pihak Pemerintah Kecamatan Kedewan. Camat Kedewan, Moch. Tarom mengatakan, pada tahun 2011 di dusun terse-
but dicoba diberi bantuan sebanyak 200 bibit rambutan untuk ditanam warga di pekarangan rumah. Diakuinya, memang tidak semua tanah di sana cocok dengan tanaman buah yang mempunyai rambut itu. Dari bibit yang diberikan, ada sekitar 90 pohon yang hidup dan berbuah. “Pohon yang hidup itu sudah pernah dipanen, ternyata hasilnya bagus, buahnya enak dan klitnya tidak melekat,” tutur Tarom. Melihat potensi tanaman rambutan itu bisa tumbuh dan berbuah di Dusun Dilem, ke depan dari pihak kecamatan mempunyai program Peningatan Ketahan Pangan dengan kegiatan pengembangan pembibitan jenis tanaman mangga mana lagi, jambu biji, dan nangka. Bibit tersebut sudah disiapkan di Kebun Bibit Kecamatan (KBK), yang sementara ini dititipkan di halaman belakangan rumah Sekretaris Desa Beji. Pada lahan seluas 1.250 m2 itu, terdapat sekitar 7.000 bibit tanaman buah produktif. “Rencananya akan dibagi untuk lima desa di Kecamatan Kedewan, nantinya akan ditanam di pinggir jalan,” imbuhnya. Tanaman buah itu ke depannya, selain untuk penghijauan, buahnya juga bisa dinikmati oleh masyarakat. Sehingga selain tetap melestarikan lingkungan juga menguntungkan warga. [*]
blokBojonegoro/Parto Sasmito
DAUN dari pohon mahoni yang kering biasa dibakar atau dianggap sampah oleh sebagian besar masyarakat. Namun, warga di Desa Beji, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, mengolahnya untuk dijadikan pupuk.
Tidak tanggung-tanggung, daun yang telah diolah dan dikemas sedemikian rupa di ekspor ke Negeri Sakura, Jepang. Luar biasa.
Desa Beji, Kecamatan Kedewan
Pupuk Daun Mahoni Sampai ke Jepang Daun pohon mahoni selama ini dibiarkan kering, atau paling-paling dibakar bercampur sampah. Namun, di sebuah “pabrik” yang dikelola CV Krokosindo, di Dusun Sumberagung, Desa Beji, Kecamatan Kedewan, daun itu diubah menjadi pupuk. Tak tanggung-tanggung, peminat pupuk ini ada yang di Jepang. Seminggu sekali, sebanyak dua kontainer pupuk daun mahoni dikirim ke Negeri Sakura itu. Laporan: Parto Sasmito
B
angunan yang dijadikan pabrik adalah bangun semi terbuka, karena dinding dibangun sekitar seperempat saja dari tinggi bangunan. Daun-daun kering menumpuk di bagian utara dalam gedung. Dua orang pekerja membagi tugas untuk mengeruk tumpukan daun kering dan memasukkan ke dalam lubang mesin. Sementara di bawah, sekelompok pekerja memilah-milah daun yang dirambatkan mesin ke hadapan mereka. Di sudut lain, pekerja memasukkan daun ke dalam karung. Supervisor pabrik, Herwaman menjelaskan, pabrik tersebut milik pak Tahan yang sekaligus temannya. Pabrik telah berproduksi sejak akhir 2012 silam. Awal berdiri karena melihat bisnis rekan yang sudah menjalankan usaha serupa dengan mengolah daun jati kering yang di-fermentasi. “Pabrik ini awalnya mengolah daun jati dan difermen-
tasi, ternyata kurang laris di sana. Akhirnya diganti dengan menggunakan daun mahoni, ternyata permintaanya tinggi,” terang Wawan, panggilan akrabnya. Menurut dia, pengolahan daun mahoni lebih mudah dibandingkan daun jati. Jika daun jati membutuhkan bahan tambah untuk memfermentasi, sedang daun mahoni tidak memerlukan apa-apa. Karena kandungan di dalam daun mahoni secara natural bisa berfermentasi sendiri. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan menambah tenaga. Dalam pengerjaannya, daun mahoni yang sudah dikumpulkan dari pencari daun, dibiarkan benar-benar kering. Baru kemudian masuk ke dalam mesin untuk disortir para pekerja dengan cara memilah antara kayu, ranting, batu ataupun plastik yang tercampur dengan daun. Daun yang sudah dipilah, kemudian masuk ke dalam mesin press dan pupuk sudah
siap kirim ke luar. “Yang dipakai adalah daun mahoni kering, rontok dari pohon. Bukan daun yang sengaja diambil dari pohon, kemudian dikeringkan,” imbuhnya. Daun-daun mahoni kering, biasa didapatkan dari warga lokal yang memang sengaja mengumpulkannya. Tak jarang, pabril juga dapat dari pemasok luar daerah. Dari pihak pabrik, biasanya mengambil dari masing-masing tempat dan dibawa ke tempat produksi. Jumlah produksi setiap harinya, mencapai 1,5 ton hingga 2 ton. Dalam waktu seminggu, pabrik harus mengirim sebanyak dua kontainer pupuk yang masing-masing memuat sekitar 24 ton. Pengirimannya dari pabrik diangkut dengan menggunakan truk sampai ke wilayah Cepu, estafet dengan kontainer dan dikirim ke Jepang melalui eksportir. Kendala dalam produksi, biasanya dikarenakan pada musim hujan. Saat blokBojonegoro berkunjung ke lokasi, hu-
jan masih mengguyur wilayah Kedewan. Pada saat musim hujan, daun menjadi basah dan lembab. Sedangkan lahan untuk menjemur daun-daun itu tidak memungkinkan. Dan pihak Jepang tidak mau menerima pupuk yang daunnya masih basah. Ditanya keuntungan, pria yang dipercaya untuk mengatur segala produksi dan keuangan pabrik itu mengaku tidak mendapatkan untung banyak, bahkan bisa disebut minim. Karena biaya lebih banyak dikeluarkan untuk proses produksi. “Keuntungan yang diperoleh tidak seberapa dibanding biaya produksi, istilahnya di sini tidak sampai rugi dan tetap produksi, sudah senang, karena memang minim,” paparnya. Menguntungkan Warga Adanya pabrik pupuk daun mahoni membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Selama ini para pencari daun jika ditotal mencapai 200-an orang
dari warga lokal dan sebagian asal wilayah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. “Tenaga produksi yang ada dipabrik ini ada 13 orang lokal, alhamdulillah ada lapangan pekerjaan di sini. Walaupun tidak seperti pabrik-pabrik di kota besar, di sini lebih dekat dengan rumah. Untuk kebutuhan hidup setiap hari tidak terlalu tinggi seperti di kota,” ujar Wawan, pria asal Kecamatan Padangan yang pernah juga hidup lama di Jakarta ini. Ditambahkan, pabrik produksi daun kering seperti di tempat ia bekerja, sebenarnya sudah ada banyak di berbagai kota di Jawa Timur, seperti di Malang dan Jombang. Walaupun begitu tren pupuk kompos masih cukup besar di pasaran. Menurutnya, pupuk dengan daun mahoni ini jika dipakai untuk merabuk tanaman, hasilnya lebih bagus daripada pupuk kimia. Seperti yang dilakukan di sawah yang ada di utara pabrik. Dulunya sawah itu memakai pupuk Urea, kemudian dicoba dengan mengurangi takaran pupuk urea dan ditambahkan pupuk daun mahoni. Hasilnya, padi di sana daunnya lebih hijau dan tidak dimakan ulat. Ke depan, selain memproduksi pupuk dengan daun mahoni, pabrik juga akan mencoba janggel atau bonggol jagung yang biasa dibuang atau dibakar oleh petani, akan coba untuk dibuat menjadi pupuk. “Sementara ini, pemasaran memang hanya menyetor ke Jepang. Dan ada permintaan untuk mengolah janggel jagung. Tapi sementara ini belum bisa produksi, karena masih kendala pada alat untuk menggiling. Selain itu, biaya juga tambah mahal,” pungkasnya. Keberadaan pabrik pupuk dari daun mahoni itu pun mendapat apresiasi sendiri dari Kecamatan Kedewan. Camat Kedewan, Moch. Tarom mengatakan, meskipun pabrik itu milik perorangan, tapi bisa menyerap tenaga kerja dari warga lokal. Banyak warga juga bisa mencari daun untuk dijual ke pabrik. Selain itu, bisa memanfaatkan limbah yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai sampah atau kotoran. “Ke depan, kami dari pihak kecamatan juga berencana ingin membuat pengolahan limbah seperti itu, karena sangat bermanfaat,” jelas Tarom. Rencananya, setelah Hari Raya Idul Fitri tahun ini, kecamatan akan mulai untuk membuat pengolahan. Jika berhasil, untuk jangka panjang, akan dikembangkan ke desa-desa lain yang ada di Kecamatan Kedewan. Seperti Desa Hargomulyo, Kawengan, Kedewan dan Wonocolo. “Jadi warga tidak hanya bergantung pada minyak tua saja, tetapi juga bisa mengolah limbah daun-daun menjadi pupuk,” harapnya. [*]
Desa Beji, Kecamatan Kedewan
Ada Puluhan Sumur Minyak Tua Mangkrak Jika Anda pernah mendengar sumur-sumur minyak tradisional yang digarap oleh rakyat, Desa Beji, Kecamatan Kedewan adalah satu lokasinya. Di desa ini, puluhan sumur peninggalan masa penjajahan Belanda masih dikelola dan berproduksi hingga sekarang. Meski sudah sekitar enam bulan terakhir, jumlah produksi menurun akibat banyak sumur tutup. Dari sekitar 30 sumur, saat ini tidak sampai 10 sumur yang tersisa dan hasil produksi diangkut ke Koperasi Unit Desa (KUD). Laporan: Parto Sasmito
A
roma minyak mentah terasa mencocok hidung, ketika melintasi wilayah perbukitan yang ada di antara Dusun Dilem dan Singget yang masih masuk wilayah Desa Beji. Banyak rig kayu yang didirikan berbentuk segitiga, dengan sebuah pipa di tengahnya yang ditarik menggunakan slink, dan digulung pada pelek roda belakang mobil tua. Di wilayah perbukitan itu seorang bapak bertelanjang dada, tampak sedang memindahkan minyak mentah berwarna kecoklatan dari kolam yang ada di bawah pengeboran sumur tua ke dalam timba besar. Kadang bapak itu mengisi bak dengan gayung, terkadang menggunakan seikat rumput ilalang yang dicelupkan ke dalam kolam. Kemudian rumput yang berlumuran minyak itu diangkat ke atas bak dan dipesut atau ditarik dari pangkal atas sampai ujung daun bawah yang penuh minyak. Sehingga langsung turun ke bak. Ketika bak penuh, minyak dimasukkan ke dalam drum kotak di belakangnya. Aktivitias itu terus dilakukan, sampai dirasa hanya tinggal lumpur yang tersisa di kolam. Sedang pekerja lain mulai menghidupkan mesin mobil tua. Dengan mesin itulah ia menarik tali pengikat pipa baja sebagai alat tampung pengambil minyak bercampur air dan lumpur di dalam sumur. Tak butuh waktu lama, kolam pun kembali penuh dengan hasil dari pompa tradisional itu. Pak Nasrul, begitu ia disapa, sudah biasa melakukan aktivitas mengambil min-
yak mentah itu mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Menurut dia, aktivitas para warga yang mengelola sumur tua itu mulai dilakukan sekitar tahun 1999. “Pada tahun itu mulai ramai mengelola sumur di sini secara kelompok,” terang pria asal Beji ini yang ikut bekerja di tambang itu sejak tahun 2002. Satu sumur, lanjut dia, biasanya dikerjakan oleh 15 orang. Dua orang diantaranya mengambil minyak dari dalam sumur. Sementara itu, pembagian hasil penjualan minyak yang disetorkan ke KUD dibagi dengan jumlah kelompok. Jika dulu satu sumur dalam sehari bisa menghasilkan 1 rit atau setara 25 drum, kini sehari hanya 1 drum minyak mentah saja. Itu pun harus melalui proses panjang, karena cairan yang keluar dari dalam minyak lebih banyak bercampur air dan lumpur. “Seperti kemarin, kami coba gali lagi sumurnya, siapa tahu bisa dapat lebih banyak lagi, tapi hasilnya tidak sebanyak dulu,” imbuhnya. Nasrul menambahkan, jumlah sumur tua di wilayah perbukitan (Desa Beji) itu ada sekitar 30 sumur. Namun kondisinya sekarang dengan produksi semakin menurun, banyak yang dibiarkan mangkrak. Saat ini tinggal sekitar 10 sumur yang masih difungsikan, meski hasilnya menurun. Penambang hanya memperoleh upah angkat dan angkut dari PT Pertamina EP melalui KUD yang ditunjuk. Kepala Desa Beji, Rahayuningsih mengatakan, sejak sekitar enam bulan ini, banyak sumur-sumur tua peninggalan Be-
blokBojonegoro/Parto Sasmito
SALAH satu sumur minyak tua di Desa Beji, Kecamatan Kedewan yang masih dioperasikan secara manual oleh penambang.
landa yang berada di antara Dusun Dilem dan Dusun Singget, tidak produksi lagi. “Menjelang akhir tahun kemarin, banyak yang sudah tidak menghasilkan. Ting-
gal beberapa saja yang masih dikelola warga,” tuturnya. Apalagi belakangan ini cukup banyak masalah di sumur tua dan masih menunggu dari PT Pertamina EP.[*]
Sumber Air Mengalir Tanpa Mesin
SUMBER yang dipakai warga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
blokBojonegoro/Parto Sasmito
DI UJUNG timur laut Desa Beji, yakni Dusun Singget, kondisinya berbeda. Jalan turunan dan tanjakan di sepanjang dusun sudah terbuat dari cor, kiri dan kanan jalan banyak pepohonan yang menjulang tinggi. Selain itu, mempunyai sumber air yang dialirkan tanpa menggunakan mesin pompa air. Supadi, warga di situ menjelaskan, sekitar 500 meter di belakang rumahnya, yang ditumbuhi banyak pepohonan, terdapat sumber mata air. Posisinya berada di tempat lebiih tinggi dari halaman rumah. Dari mata air itu, diberinya saluran berupa pipa sampai ke kotak penampungan. Kemudian, dari kotak itu, disalurkan atau dibagikan ke rumah-rumah warga melalui
pipa yang sudah tersedia. “Dulu warga yang ingin air masuk sampai ke rumahnya, hanya membayar satu kali sebesar Rp200.000, untuk membeli pipa dan membangun bak penampungan,” jelas Supadi. Pertama kali dibangun jaringan pipa, sumber air itu bisa mencukupi untuk satu rukun tetangga (RT). Saat ini, kondisi dari pipa kurang terawat, dan beberapa pipa bawah tanah kini tampak menyembul keluar dan kadang terinjak sapi milik warga yang digembala di hutan. Tak jarang pipa terlindas roda kendaraan. Sekarang, tinggal beberapa rumah saja yang masih memanfaatkan pipa saluran air yang
tinggal memuatar kran saja dalam pemakaiannya. Menurut Supadi, warga mulai menggunakan pompa listrik untuk memenuhi kebutuhan air di rumahnya. “Selain itu, airnya sekarang kalau musim kemarau tidak bisa mengalir lancar. Kadang harus minta air ke tetangga, atau langsung mengambil dari sumber terdekat,” tambahnya. Walaupun begitu, masyarakat disini cukup menjunjung tinggi saling tenggang rasa dan masih tetap bergotong-royong. Oleh karena itu, saat tetangganya kesulitan air, tidak sedikit yang menyediakan sumur atau tempat mengambil air. “Sehingga tampak saling pengertian,” lanjut warga lain, Edy.[*]
Awas, Kanker Serviks Mengintai Wanita Deteksi dini untuk mengetahui gejala kanker serviks atau kanker mulut rahim ternyata belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Bahkan bisa dibilang berbicara soal penyakit ini dinilai masih tabu. Padahal, tidak sedikit perempuan yang sudah terjalar dan akhirnya meninggal dunia. Laporan: Dita Afuzal Ulya
Ironisnya, pasien yang ditangani mempunyai riwayat menjadi pekerja seks komersial (PSK).
blokBojonegoro/Dita Afuzal Ulya NARASUMBER Devi Endah saat dialog perempuan di STIKES ICSADA Bojonegoro tengah mengimbau kepada wanita agar selalu menjaga kebersihan Miss V.
M
inggu terakhir di bulan April 2015, seratusan perempuan tengah gayeng berdiskusi mengenai kanker serviks. Penyelenggara adalah Prodi D III Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro. Hadir sebagai pembicara adalah dosen spesialis, dr. Jihan dan dosen Kampus Ungu, sebutan STIKES ICSADA Bojonegoro, Devi Endah. Dengan santai, narasumber memaparkan seputar ikhwal kewanitaan saat dialog khusus perempuan melalui tema “Sayangi Miss V, Cegah Kanker Serviks Sejak Dini”. Beberapa peserta, mulai mahasiswi dan ibu-ibu yang datang khusus untuk menimba ilmu, menanyakan seputar dampak dan kondisi penyakit tersebut di Kabupaten Bojonegoro. Kaprodi D III Kebidanan Kampus Ungu, Niken Yuli Astuti mengatakan, pihaknya sengaja menggelar dialog dengan tema kanker serviks bersamaan Hari Kartini. “Kanker serviks ini harusnya menjadi penting diketahui perempuan, karena belakangan ini trennya bertambah tinggi,” kata Niken, panggilan akrab ibu satu pu-
tri itu kepada blokBojonegoro. Perempuan asal Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban tersebut berharap, peserta dialog akan lebih mengerti cara merawat organ intim perempuan, termasuk mendeteksi dini kanker serviks. Karena, cara merawat Miss V tidak bisa sembarangan, mulai harus memilih celana dalam yang tepat sampai menjaga pembalut tetap bersih. Sementara itu dr. Jihan menjelaskan, kanker serviks bukan tergolong penyakit yang mematikan. Namun jenis penyakit itu termasuk terbanyak kedua setelah kanker payudara di Indonesia. Dikatakan, kanker serviks disebabkan virus Human Papilona Virus (HPV), dengan 40 cabang penyakit yang menyerang alat kelamin dan anus. “Diantaranya ya kanker serviks dan penyakit kutil kelamin,” terang Jihan. Dokter Spesialis Kandungan RSUD Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro itu menegaskan, setiap satu jam perempuan meninggal karena kanker serviks dan setiap harinya ada 30 perempuan yang terdiagnosa mengidap penyakit ini. Tanpa perempuan
sadari, pencegahan kanker serviks bisa dengan deteksi dini atau pap smear. “Kebanyakan mereka datang pada saat kondisi sudah memburuk,” sambungnya. Salah satu peserta dialog bertanya mengenai penyebab kanker serviks, dr. Jihan menjawab, faktornya bermacam-macam. Dari multi partner atau gonta-ganti pasangan, perempuan merokok, seks usia dini, hingga kebersihan organ intim. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ini menjelaskan, dari jumlah perempuan yang ada di Indonesia, kurang dari 5 persen yang sadar akan pentingnya deteksi dini. “Di Bojonegoro tidak bisa dihitung secara kumulatif kasus kanker serviks, sebab saya termasuk baru tinggal di Kota Ledre. Namun, saya sudah bisa melihat kebiasaan remaja di Bojonegoro yang pada akhirnya bisa terkena penyakit tersebut,” terangnya. Sejauh ini, pengalamannya di Bojonegoro menangani penderita kanker serviks kebanyakan terjadi pada perempuan yang masih dalam usia produktif, yakni sekitar 25 tahun.
4 Penderita Meninggal Dunia Kasi Pengamatan Penyakit dan Kesehatan Matra Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro, Kun Sucahyono mengakui, jika sejauh ini banyak wanita yang kurang mengerti bagaimana cara mendeteksi gejala kanker serviks. Terutama cara deteksi dini atau pap smear. Padahal, agar aman semestinya pap smear dilakukan sedikitnya dua tahun sekali. “Apalagi ibu-ibu di desa yang awam, mereka akan risih saat melakukan deteksi dini dengan alasan malu. Tapi sebetulnya deteksi dini adalah cara mencegah kanker serviks,” katanya. Ia menambahkan, ciri-ciri wanita yang mengidap kanker serviks pun sulit diketahui. Sebab, kanker serviks membutuhkan proses yang sangat panjang, yakni antara 10 hingga 20 tahun untuk menjadi sebuah penyakit yang pada mulanya hanya sebuah infeksi. “Oleh karena itu, betapa pentingnya deteksi dini atau pap smear untuk mencegah. Jangan sampai ketika memeriksakan ternyata sudah fatal,” terang Kun Sucahyono. Menurutnya, Dinkes Bojonegoro telah melakukan beberapa upaya untuk terus mengingatkan wanita di Bumi Angling Dharma untuk melakukan deteksi dini. Himbauan melalui petugas di Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Bojonegoro sudah sering dilakukan. Sesuai data, sejak Januari sampai April 2015, pihaknya telah memeriksa 1.412 perempuan di Kabupaten Bojonegoro. Hasilnya, 46 wanita memerlukan perawatan Miss V secara intensif, meski belum dinyatakan positif kanker serviks. Rata-rata mereka berusia produktif, yakni kisaran 30-50 tahun. “Untuk pemetaannya belum bisa kita lakukan, sebab laporan kita terima dari berbagai Puskesmas yang tersebar,” ungkapnya. Yang mengkhawatirkan, justru berlangsung tahun 2013, ketika penderita penyakit kanker serviks di Bojonegoro terdeteksi ada 98 orang. Jumlah itu cukup besar dibanding sebelum-sebelumnya. “Dari jumlah tersebut, 4 penderita meninggal dunia dan itu perlu diwaspadai,” imbuhnya. [*]
Kemana “Mantan” Pegawai Migas Pergi? Oleh:
Muhammad Fatoni
*Penulis:
Reporter blokBojonegoro Media
SEJAK tahun 2011 atau bahkan beberapa tahun sebelumnya, banyak pemuda di Kabupaten Bojonegoro khususnya, menambatkan harapan untuk bisa bekerja di industri minyak dan gas bumi (Migas). Terutama saat megaproyek rekayasa, pengadaan dan pembangunan atau konstruksi (Engineering, Procurement and Construction/EPC) Lapangan Banyuurip, Blok Cepu, mulai dibuka peluang tenaga kerja baru. Awalnya ratusan, bertambah menjadi ribuan dan di penghujung tahun 2014 sampai belasan ribu pekerja. Walaupun tidak semua warga lokal Kota Ledre, sebutan familier Bojonegoro, tetapi bisa dikatakan setengah lebih dari 16.000 yang terserap di EPC 1 dan 5 Blok Cepu, adalah mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bojonegoro. Namun, mulai awal 2015, jumlah pegawai kontrak terkikis. Satu bulan rekanan operator Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) bisa memberhentikan puluhan orang. Bahkan, dalam sebulan sampai 500 tenaga kerja kehilangan mata pencahariannya. Lantas kemana mereka akan pergi? Pertanyaan pahit tersebut saat ini membayangi ribuan warga, jika tidak ingin dikatakan “pecatan” pegawai Migas di Blok Cepu. Mereka yang awalnya berangkat sangat pagi dengan seragam lengkap, baju lengan panjang, topi dan sepatu safety, akan gagap menghadapi hari-hari barunya. Kantong yang cukup tebal, karena rata-rata gaji pegawai di Migas jauh di atas Upah Minimum Kabupaten (UMK), akan mulai mengering. Siapkah eks tenaga kerja Migas tersebut? Dengan status kontrak, pegawai di Migas tetap jumawa. Mereka dianggap dan sudah mendapatkan status baru di masyarakat, yakni dengan hidup berkecukupan, pakaian berseragam dan gaji bulanan di atas normal kehidupan di wilayah Blok Cepu, khususnya di Kecamatan Gayam. Jika dulu kebanyakan pemuda sebagai petani, buruh tani dan penggembala, tetapi seragam telah mengubah segalanya. Jelas, mereka akan susah kembali ke posisi sebelumnya, bertahta di atas bumi mereka sendiri. Bisa dipastikan, selepas proyek EPC tuntas, kebutuhan akan tenaga kerja semakin minim. Hanya golongan tertentu, yakni skill yang dibutuhkan di dunia Migas yang akan masuk. Itupun masih ada syarat, dekat dengan pengambil kebijakan tingkat desa sampai kabupaten, bahkan pusat. Atau minimal mempunyai jaringan ke perusahaan pemenang
tender yang memenangi limpahan kue di Blok Cepu. Masih Kerja di Migas Berbagai cerita muncul di lapangan, terutama mereka yang masih berstatus tenaga kerja dengan seragam perusahaan kontraktor maupun subkontraktor di proyek EPC Blok Cepu. Kebanyakan tidak bisa menutupi keresahan setelah proyek selesai. Mereka sibuk mencari peluang ke perusahaan lain berbekal sertiikat atau keahlian tertentu. Bahkan, tidak jarang yang sebelumnya mempunyai pekerjaan mapan di luar provinsi, pulau atau bahkan luar negeri, harus terancam gigit jari. Status lokal bagi warga di sekitar Blok Cepu, tidaklah menjamin mereka aman mendapatkan pekerjaan. Bahkan, riak-riak konlik antar kelompok mulai muncul, terutama jika berbicara konten lokal. Ingat, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi, serta Pengolahan Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten Bojonegoro atau bisa disebut Perda Konten Lokal dijadikan alat Pemkab Bojonegoro untuk membentengi kepentingan lokal atas proyek Negara. Bahkan, saat itu Pemerintah Pusat sempat geram karena merasa terhalangi kebutuhannya untuk mempercepat produksi minyak nasional. Apa yang terjadi dengan Perda Konten Lokal? Masyarakat bawah menjadikan peraturan itu sebagai “alat perang”. Itu yang kemungkinan tidak diperhitungkan pembuat kebijakan kala itu. Sebab, Perda Konten Lokal dibuat terburu-buru saat proyek EPC Blok Cepu akan dimulai, atau bisa dibilang telah mulai. Warga di satu kecamatan yang merasa wilayahnya ring satu atau ring dua, tidak ingin ada tenaga kerja dari luar kecamatan masuk. Kalau di tahun 2011 gaung yang menyalak harus plat “S” sebutan untuk kode kendaraan Bojonegoro, sekarang ini bisa plat “G” alias Gayam, plat “K” Kalitidu atau bahkan nanti saat PT Pertamina EP Cepu (PEPC) telah memulai Unitisasi Lapangan Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) akan ada plat “N” Ngasem dan plat “T” Tambakrejo. Pengambil kebijakan setempat, paling bawah tingkat desa, akan pula memberlakukan cara yang ditempuh Pemerintah Desa (Pemdes) di Kecamatan Gayam saat Blok Cepu membutuhkan ribuan tenaga kerja. Mereka mendahulukan jaringan mereka atau rakyat di desa setempat untuk terserap. Itu yang saat ini perlu dicarikan solusi. Kalau tidak, maka ge-
sekan di bawah akan memicu konlik berkepanjangan antar tetangga desa, kecamatan atau sama-sama ber KTP Bojonegoro. Sebab, kebanyakan masih menginginkan bekerja di Migas. Sedangkan peluang semakin kecil. Kondisi tersebut semakin diperparah oleh pemilik kebijakan di Migas Blok Cepu yang lebih mendahulukan “komitmen” jaringan, atau alasan faktor besar kecilnya perusahaan yang masuk. Lokal Bojonegoro akan tetap kalah dengan perusahaan skala nasional. Contoh kecil adalah bisnis katering. Padahal, di wilayah Blok Cepu, ada belasan katering warga yang diberi pendidikan atau sertiikasi untuk bisa standar Migas, tetapi ke depan mereka juga akan ditinggal saat Blok Cepu telah digenjot produksi sampai 165.000 barel per hari (BPH) atau bahkan bisa sampai 205.000 BPH. Karena, tender katering jelas tidak mungkin didapatkan mereka, walaupun sekuat tenaga membentuk konsorsium. Tak Sebatas Jualan Citra Mengusahakan sepenuh hati. Itu bisa menjadi salah satu kunci untuk tetap mengedepankan kepentingan tenaga kerja lokal. Prospek berkarier di Migas masih menjadi idaman pemuda sekitar, terutama mereka yang kesulitan kembali ke kehidupan 10 tahun atau bahkan 15 tahun lalu, saat pertanian masih dominan. Sekarang ini lahan petani telah berganti beton dan baja sebagai penopang proyek Migas. Juga, jembatan layang megah dan jalan mulus menuju objek vital nasional tersebut. Pelatihan untuk 12.000 warga yang digagas Bupati Bojonegoro, Suyoto dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) sebagai Satuan Kerja (Satker) yang menjalankannya, belum bisa dianggap sukses mengikis pengangguran. Terutama di wilayah Migas Blok Cepu. Sebenarnya, Pemkab Bojonegoro masih mempunyai power untuk memperjuangkan kegiatan usaha rakyat yang telah dilatih sebelumnya bisa tetap terlibat aktif di kegiatan Migas. Bukan “diam” dan pasrah. Katering yang mempunyai sifat lebih panjang jenis pekerjaannya dibandingkan EPC, ternyata telah dimenangkan perusahaan Jakarta. Bahkan, saat mulai disosialisasikan ke bawah, tidak ada protes atau perjuangan lebih dari pemerintah untuk menyorongkan perusahaan kecil di wilayahnya. Kondisi itu patut disayangkan dan tidak boleh terus berlangsung kedepan. Jika tidak, kerawanan sosial secara alamiah akan memecah rasa persaudaraan antar masyarakat di sekitar Migas. Bukan sekarang, tetapi beberapa tahun mendatang. [*]
SEORANG warga Desa Beji, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, tengah duduk termenung di gubuk yang berdiri di lahan persil. Ia memandangi alam yang begitu indah dari dataran tinggi di wilayah desa di barat daya Bumi Angling Dharma tersebut.
Dari yang Tua Sampai Jepang DESA Beji, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, terletak di barat daya Kota Ledre. Wilayah tersebut terjepit diantara dua kabupaten, yakni Kabupaten Tuban dan Blora, Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Untuk sampai di Jateng, tapal batas hanya ditandai jembatan antar dua desa. Tidak ada simbol gapura atau tetenger lain. Walaupun begitu, masyarakat disana cukup mandiri dengan sumber daya alam yang melimpah. Beji menjadi salah satu desa yang terdapat sumber minyak dan gas bumi (Migas), tepatnya di sumur tua. Setiap hari, seratusan lebih penambang menggantungkan hidup dari menambang secara tradisional dan jauh dari kata modern. Dengan peralatan sederhana, mereka tetap berusaha berdiri tegak seperti rig kayu jati yang menjulang di atas sumur minyak. Mereka mengumpulkan sedikit demi sedikit minyak mentah atau biasa disebut lantung. Tidak hanya disitu saja kreatiitas usaha di tengah minimnya infrastruktur cukup. Lihat saja salah satu “pabrik” pupuk kompos dari daun kering mahoni yang diekspor sampai ke Negeri Sakura, Jepang. Ratusan warga terlibat di produksi maupun pencari daun. Hal itu diapresiasi oleh Pemerintah Kecamatan Kedewan yang bahkan akan segera mengadopsi untuk desa lain di sekitar ladang sumur tua. [*]
EMPAT orang petani tengah mengusung hasil panen dari sawah yang cukup jauh
Foto-Foto: Parto Sasmito / Teks: Muhammad A. Qohhar
TANAH persil yang digarap warga banyak ditanami jagung maupun jenis lainnya
HEWAN menjadi kebanggaan warga dan terkadang tempatnya di depan rumah PENAMBANG tengah memisahkan antara minyak mentah dengan air maupun lumpur. Mereka mendapatkan upah angkat dan angkut.
Ketua Yayasan Dharma Cendekia, Nurul Jariyatin, SH., MKn.
Dari Aktivis, Kini Mencetak Tenaga Kesehatan Sedikit perempuan di Kabupaten Bojonegoro yang konsisten bertahun-tahun pada jalur upaya mencerdaskan masyarakat. Dari yang sedikit itu, Nurul Jariyatin adalah salah satunya. Tahun 2005 ia menjabat Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Bojonegoro. Lembaga ini di antaranya memperjuangkan hak perempuan dalam pendidikan. Dan kini ia menjadi Ketua Yayasan Dharma Cendekia yang menaungi Kampus Ungu, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro. Baginya, pendidikan itu sama, untuk mendidik manusia dan memanusiakan manusia. Laporan: Parto Sasmito
S
ebuah ruang di Kampus Ungu STIKES ICSADA Bojonegoro, tampak sibuk oleh aktivitas penghuninya. Ruang itu disekat dengan kaca untuk membedakan antara satu dengan ruang lainnya. Salah satu ruang ditempati Nurul Jariyatin. Meski sebagai Ketua Yayasan dan Ketua Tim Penjaminan Mutu, ruangannya sama dengan ruang lainnya. Tak ada yang membedakan. Di ruangan itu, perempuan kelahiran Bojonegoro, 14 Mei 1978 ini sudah terbiasa mandiri melakukan aktivitas, seperti nge-print, dan menyiapkan segala macam dokumen. Jika biasanya pekerjaan seperti itu dilakukan oleh staf, maka ia memilih mengerjakannya sendiri. “Sudah terbiasa sejak dulu, mulai dari organisasi, juga apapun dikerjakan sendiri, bahkan tanpa fasilitas,” ujar Bu NJ, panggilan akrabnya mengawali cerita. Kepada blokBojonegoro, ibu dua anak tersebut mengisahkan, pada tahun 2005, dirinya dipercaya untuk menjadi ketua organisasi masyarakat, KPI. Di dalam organisasinya itu, fokus pada pemberdayaan perempuan, dengan memper-
juangkan hak Kaum Hawa yang kadang dipandang lebih rendah daripada pria. Mulai dari tani, pendidikan, sampai pada politik. Selain kepada perempuan, melalui organisasinya itu, juga pernah mengadakan pendidikan anak jalanan. Pada saat bersamaan, Bu NJ juga menjadi tenaga pengajar di kampus yang ada di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, serta ikut dalam organisasi masyarakat sipil (OMS) di Bojonegoro, IDFoS. Aktivitasnya makin padat, karena tahun 2009, atas kepercayaan dari berbagai pihak, ia pun memberanikan diri untuk mengelola Kampus Ungu yang terletak di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo, Kota Bojonegoro. “Waktu pertama saya pegang yayasan ini, juga tidak punya apa-apa, justru malah ditinggali hutang. Jika dilihat dengan mata, untuk apa saya yang sudah hidup serba kecukupan, malah terjun ke dunia pendidikan, apalagi kesehatan dan pada saat itu kondisinya sedang kurang baik?,” sambungnya. M o t i v a s i dirinya berani memegang amanah untuk
Nurul Jariyatin, SH., MKn Ketua Yayasan Dharma Cendekia
mengelola yayasan, tak lepas dari niatnya. Karena sejak awal ia juga ikut menandatangani berdirinya kampus itu, sebagai tanggungjawabnya kepada Tuhan, tanpa ada pihak yang mengintervensi dirinya, ia memberanikan diri untuk mengemban tanggungjawab yang besar itu. Di yayasan itulah kemudian ia menggantungkan setumpuk harapan. Walaupun mempunyai latar belakang pendidikan bidang hukum, pemberdayaan dan pendidikan kepada masyarakat, menurut perempuan asal Kecamatan Dander itu, arahnya tetaplah sama-sama mendidik. “Jika dulu mendidik masyarakat, sekarang mendidik manusia agar lebih memanusiakan manusia,” tegas Bu NJ. Melalui lembaga yang ia tangani, bisa meluluskan bidan (DIII) yang sesuai kompetensi, perawat yang profesional dengan kuliah sampai tingkat sarjana (S1) dan juga Profesi Ners. Istri dari Hasan Bisri ini mempunyai mimpi, bahwa Kabupaten Bojonegoro bisa menjadi Kota Pendidikan. Dan baginya itu bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi. Karena melihat Bojonegoro tergolong kota kecil, jika menggantungkan pada potensi minyak, sumberdaya alam itu bisa segera habis. “Jika tidak dengan pendidikan, apa yang dimiliki Bumi Rajekwesi ini?” tegasnya. Melalui lembaga pendidikannya, ia ingin membawa ke persaingan, bukan hanya di tingkat nasional, bahkan membawa nama Bojonegoro sampai tingkat internasional. Seperti beberapa waktu lalu, pihaknya telah memperkenalkan ke negara Filipina. Di sana, ia juga membawa Batik Bojonegoro sebagai souvenir, dan ternyata mendapat apresiasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Setelah itu dalam waktu dekat ke beberapa negara lain. Hal yang paling menarik dalam dunia pendidikan, menurut dia adalah
bagaimana mendidik manusia agar memanusiakan manusia. Karena melihat tenaga kesehatan masih banyak yang memperlakukan pasien tidak manusiawi, padahal sebagai Negara Pancasila yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, seharusnya lebih manusiawi, jika dibandingkan dengan negara lain. Berangkat dari Nol Perjalanan hidup Nurul Jariyatin atau biasa dosen maupun karyawan di Kampus Ungu memanggil Bu NJ, bukan berangkat dari titik jauh, melainkan benar-benar dari nol. Namun ia memegang erat sebuah prinsip, bahwa semua dilakukan untuk Tuhan. “Sebagai pemimpin, jika sudah banyak orang di sekitar yang bergantung, kepada kita, maka hanya kepada Tuhanlah tempat yang paling kuat untuk bergantung dan berharap. Karena jika bergantung pada yang lain, bisa jadi malah membuat kecewa,” jelasnya dengan mimik wajah serius. Menurut dia, banyak cara yang diberikan Tuhan untuk membuka jalan dalam setiap kesulitan. Salah satunya, dalam perjalanannya menjadi pemimpin di Kampus Ungu, dengan banyaknya tikungan yang membuatnya terkadang merasa lelah dan nyaris putus asa. Tapi, ketika melihat mahasiswa yang memberikan senyum, maka asa itupun membara lagi, lagi dan lagi. Ada satu pesan yang hendak disampaikan kepada para pemuda di Bojonegoro. Yakni jika ingin sukses meraih citacita, harus mempunyai prinsip bahwa “Hidupmu bukan untuk kamu dan keluargamu, tapi juga untuk bangsamu”. “Jika seseorang hanya puas dan bahagia u n - tuk sendiri dan keluarga, hidupnya berhenti cukup di situ, tidak bisa berkembang. Bagaimana dengan keluarga-keluarga yang lain?,” pungkasnya. [*]