BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Uraian Tentang Pemasaran Dan Pengeceran Secara ringkas, pemasaran adalah (mengutip pendapat Philip Kotler) pekerjaan menciptakan, mempromosikan, dan menyampaikan barang dan jasa kepada konsumen dan pebisnis. (Ma’ruf,2005,p9-p10). Dalam uraian lain, Asosiasi Pemasaran AS (American Marketing Association) yang dikutip oleh Ma’ruf (2005,p10) memberikan definisi pemasaran sebagai berikut ini: “Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan penciptaan ide, barang dan jasa berikut harga, promosi, dan pendistribusiannya untuk menciptakan transaksi yang memuaskan kebutuhan individu dan institusi”. Pemasaran memiliki tugas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan program masing-masing unit perusahaan agar seirama dalam menciptakan, mempromosikan dan menyampaikan barang atau jasa mereka kepada kelompok konsumen mereka. (Ma’ruf,2005,p12) jadi dapat disimpulkan bahwa pemasaran
adalah
proses
menciptakan
ide,
barang
dan
jasa
termasuk
mempromosikan dan menyampaikan barang dan jasa kepada konsumen dan institusi dalam rangka memuaskan kebutuhan mereka. Tugas pemasaran ini dilakukan oleh semua perusahaan di dalam berbisnis, tidak terkecuali di bidang penjualan eceran (ritel). Kotler (2003:535) yang dikutip oleh (Foster,2008,p35) mengemukakan, “Penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis (retailing includes all the activities
involved in selling goods or services directly to final consumer for personal, non-
6
7
business use).” Dalam pelaksanaannya, kegiatan penjualan eceran ini dilakukan oleh pihak yang disebut peritel/pengecer. Peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen. (Ma’ruf,2005,p71) Tipe-tipe pedagang eceran yang dikemukakan oleh Kotler (2003:536) yang dikutip oleh Foster (2008,p40-p44) adalah sebagai berikut : 1) Store retailer (pedagang eceran bertoko) : a) Toko khusus (specialty stores) : yaitu suatu toko yang mempunyai lini produk terbatas tetapi dengan berbagai keragaman dalam hal produk tiu. Contoh : toko olahraga, toko furniture, toko pakaian, dan toko buku. b) Toko Serba Ada (department stores) : yaitu toko serba ada yang memiliki beberapa lini produk, khususnya pakaian, alat-alat rumah tangga, dan perlengkapan rumah, dimana setiap lini produk dioperasikan sebagai sebuah departemen yang terpisah yang dikelola oleh pembeli barang khusus. Gerai jenis ini mempunyai ukuran luas ruang yang beraneka, mulai dari beberapa ratus m2, hingga 2.000 m2 - 3.000 m2. (Ma’ruf,2005,p75) c) Pasar Swalayan (supermarket) : yaitu suatu toko yang cukup besar, menyediakan makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, barang-barang kosmetik, bahkan obat-obatan. Supermarket kecil mempunyai luas ruang antara 300 m2 sampai 1.100 m2, sedangkan supermarket besar mempunyai luas ruang antara 1.100 m2 sampai 2.300 m2. (Ma’ruf,2005,p75) d) Toko kebutuhan sehari-hari (convenience store) : yaitu toko kebutuhan sehari-hari secara relatif merupakan toko yang kecil yang berada pada dekat wilayah-wilayah pemukiman. e) Toko super, toko kombinasi, dan pasar hyper.
8
•
Toko super : merupakan yang lebih besar daripada pasar swalayan konvensional dengan ruang jual seluas 35.000 kaki persegi, toko ini bertujuan memenuhi kebutuhan total konsumen untuk jenis-jenis makanan yang dijual secara rutin dan konstan serta jenis-jenis non makanan.
•
Toko gabungan : merupakan diversifikasi dari pasar swalayan dengan memasuki produk obat-obatan dengan resep, toko ini ratarata mempunyai ruang jual 55.000 kaki persegi.
•
Pasar hyper : lebih luas dari toko gabungan, yaitu 80.000-220.000 kaki persegi. Pasar hyper ini merupakan kombinasi antara pasar swalayan, toko diskon, dan prinsip-prinsip pedagang eceran gudang.
f)
Toko pemberi potongan harga (discount store) : yaitu toko yang menjual barang-barang standar dengan harga lebih rendah daripada pedagang konvensional yang menetapkan marjin yang lebih rendah dan volume lebih tinggi.
g) Toko gudang (warehouse store) : yaitu toko tanpa embel-embel diskon, mengurangi operasi pelayanan yang menjual dengan volume tinggi pada harga rendah. h) Ruang pamer catalog (catalog showroom), merupakan prinsip-prinsip catalog dan pemotongan harga terhadap pilihan-pilihan produk yang banyak dengan penggembungan (mark up) yang tinggi, perputaran cepat (fast
moving), dan bermerek. 2. Pedagang eceran bukan toko (non store retailer) a) Direct selling (penjualan langsung) : adalah suatu jenis pedagang eceran yang menggunakan metode langsung ke konsumen dalam memasarkan
9
barang dagangannya dengan melalui tenaga penjual yang mendatangi konsumen. b) Direct marketing (pemasaran langsung) : adalah suatu sistem pemasaran yang menarik yang menggunakan suatu metode iklan untuk mempengaruhi suatu respons yang terukur dan atau transaksi pada suatu lokasi. (Kotler,2003:631) c) Automatic vending (mesin penjaja otomatis) : adalah suatu jenis pedagang eceran tanpa toko yang menggunakan mesin yang dioperasikan dengan koin dalam melayani pembeli di mana mesin tersebut beroperasi secara otomatis. d) Buying service (pelayanan pembelian) : merupakan suatu bentuk pedagang eceran yang bertindak sebagai agen pembeli untuk kelompok-kelompok organisasi besar seperti sekolah, rumah sakit, lembaga-lembaga dan agenagen. 3. Retail Organization (organisasi pedagang eceran) a) Corporate chain (rantai perusahaan) : dua gerai atau lebih yang umumnya dimiliki dan diawasi, menjual lini produk yang sama, memiliki pembeli dan barang dagangan terpusat, dan mungkin menggunakan motif arsitektur yang seragam. b) Voluntary chain and retailer cooperative : •
Voluntary chain : kelompok pedagang eceran dalam pembeli besar dan barang dagangan umum.
•
Retailer cooperative : sekelompok pedagang eceran yang membentuk sebuah organisasi pembeli terpusat dan melakukan usaha-usaha promosi bersama.
c) Consumer cooperative : yaitu suatu perusahaan eceran yang dimiliki oleh pelanggannya sendiri.
10
d) Franchise organization (organisasi hak guna paten) : sebuah organisasi kontrak antara franchiser (perusahaan pedagang besar atau organisasi jasa) dan franchise (masyarakat bisnis mandiri yang membeli hak untuk memiliki dan menjalankan suatu niat atau lebih dalam sistem franchise). e) Merchandising conglomerate (konglomerat dagang) : konglomerat dagang merupakan bentuk bebas dari perusahaan yang mengombinasikan beberapa lini pedagang eceran yang terdiversifikasi dan berbentuk-bentuk di bawah satu kepemilikan yang mengintegrasikan fungsi-fungsi distribusi dan proses manajemen mereka.
2.1.2 Uraian Tentang Bauran Pemasaran Ritel (Retail Marketing Mix) Istilah 4P adalah istilah klasik yang muncul puluhan tahun lalu dan sampai sekarang masih sering dikutip karena mudah dan masih tetap relevan. Sekitar tahun 1990 telah muncul istilah padanannya, yaitu 4C, yang dipakai secara bergantian dengan 4P. Jika 4P berangkat dari kacamata produsen sebagai penjual, 4C berangkat dari pengamatan atas konsumen. (Ma’ruf,2005,p13) Jika 4P, 4C dan unsur-unsur dipadukan dalam bauran pemasaran ritel akan terlihat sebagai berikut: Tabel 2.1 Tabel 4P, 4C dan Bauran Pemasaran Ritel Unsur-unsur dalam 4P
4C
Pemasaran Ritel
Produk
Customer solution
Merchandise
Price
Cost
Price
Place/distribution
Convenience
Location,Space,Atmosfer,Retail Service
11
Promotion Mix
communication
Promotion mix (Bauran unsurunsur promosi)
Sumber :Ma’ruf (2005:13) Untuk mendukung usaha eceran dibutuhkan strategi-strategi yang terpadu, agar di dalam mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retailing
mix (bauran penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran penjualan eceran ini mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bauran pemasaran (marketing mix). (Foster,2008,p49) Sebagai alat strategi yang kinerjanya dirasakan langsung oleh pelanggan, maka bauran penjualan eceran ini dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan serta mengakibatkan pelanggan tersebut menjadi loyal sebagaimana juga dikemukakan oleh Dunne, Lusch dan Griffit
(2002:53) yang dikutip oleh Foster
(2008:146). Menurut Kotler dan Armstrong (2004:442) yang dikutip oleh Foster (2008,p50), keputusan pemasaran pedagang eceran terdiri dari keputusan pasar sasaran, keputusan ragam produk dan perolehan, keputusan pelayanan dan suasana toko, keputusan harga, keputusan promosi, keputusan tempat yang digambarkan seperti berikut ini :
Bauran Pemasaran Eceran Strategi Pengecer Pasar Sasaran Positioning
Bauran Produk Layanan Suasana Toko Harga Promosi Lokasi
Sumber : Kotler dan Armstrong (2004:442) Gambar 2.1 Strategi Bauran Penjualan Eceran
12
Komponen-komponen bauran pemasaran eceran tersebut akan diuraikan sebagai berikut: 2.1.2.1 Lokasi Lokasi merupakan faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel (retail marketing mix) dan untuk persaingan. Menurut Kotler (2004:446) yang dikutip oleh Foster (2008,p51), “Retailing are accustomed to saying that the three keys to
success are location, location and location.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tiga kunci sukses bagi pedagang eceran adalah lokasi, lokasi, dan lokasi. Lokasi akan mempengaruhi jumlah dan jenis konsumen yang akan tertarik untuk datang ke lokasi yang strategis, mudah dijangkau oleh sarana transportasi yang
ada,
serta
kapasitas
parkir
yang
cukup
memadai
bagi
konsumen.
(Foster,2008,p52)
2.1.2.2 Merchandise Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya, disebut merchandise, adalah salah
satu
dari
unsur
bauran
permasaran
ritel
(retail
marketing
mix).
(Ma’ruf,2005,p135) Menurut Kotler (2003:540) yang dikutip oleh Foster (2008,p54), pedagang eceran harus memutuskan ragam produk dan perolehan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Keanekaragaman atau keragaman produk terdiri atas dua hal (Ma’ruf,2005,p144p145) : •
Wide/Lebar, yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual. -Lebar : banyak ragam kategori produk -Sempit : sedikit ragam kategori produk
13
•
Deep/dalam, yaitu banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk. - Dalam : banyak pilihan (warna, ukuran, bahan, dll) dalam setiap kategori produk. - Dangkal : sedikit pilihan dalam setiap kategori produk.
Jadi elemen kunci dalam pengelompokan/pilihan produk tersebut adalah pada dimensi lebar dan dimensi dalamnya. Dimensi lebar adalah berapa banyak lini produk yang akan diperdagangkan sedangkan dimensi dalam adalah berapa banyak perbedaan atau pilihan yang ditawarkan tiap produk dalam satu lini (mencakup ukuran, warna, style, merek, perbedaan kualitas dan keistimewaan lainnya). (Suprayitno,2002,p119)
2.1.2.3 Kebijakan Harga Strategi kebijakan penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan menetapkan harga pertama kalinya, karena penetapan harga akan mempengaruhi pendapatan total dan biaya. (Foster,2008,p57). Harga merupakan factor utama penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran
ragam
produk,
dan
pelayanan,
serta
persaingan
(Kotler
dan
Armstrong,2004:348) yang dikutip oleh Foster (2008,p57). Harga merupakan elemen penting dalam persaingan, karena harga mencerminkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Keberhasilan pengusaha bisnis eceran/pengecer ditentukan oleh kecermatannya dalam menetapkan harga. (Suprayitno,2002,p120) Mau memasang harga murah atau mahal tergantung pada siapa pasar sasaran. (Simamora,2003,p47).
14
2.1.2.4 Suasana Toko (Store Atmosphere) Menurut Kotler (2003:542) yang dikutip oleh Foster (2008,p61) Suatu toko harus membentuk suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli di toko tersebut. Setelah diketahui bagaimana perilaku berbelanja konsumen sasarannya, maka peritel harus mengusahakan terciptanya suasana yang menyenangkan bagi para pengunjung. Suasana tersebut dapat diciptakan melalui 3 hal berikut :
a) Eksterior Eksterior meliputi keseluruhan bangunan fisik yang dapat dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, dll. (Foster,2008,p61) Dalam ritel, desain eksterior merupakan bagian dari fasilitas fisik yang mempunyai peranan untuk memberi tempat bagi pengunjung yang akan datang ke toko tersebut.
b) Interior Penataan interior dirancang cermat sehingga memberikan kesan eksklusif dan menyenangkan. Atmosfer dan ambience dapat tercipta melalui aspek-aspek berikut ini (Ma’ruf,2005,p206-p207): •
Visual, yang berkaitan dengan pandangan : warna, brightness (terang atau tidaknya), ukuran, bentuk.
•
Tactile, yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit : softness, smoothness, temperature.
•
Olfactory, yang berkaitan dengan bebauan/aroma : scent, freshness.
•
Aural, yang berkaitan dengan suara : volume, pitch, tempo.
c) Tata letak (layout) Tata letak toko merupakan pengaturan secara fisik dan penempatan barang dagangan, perlengkapan tetap, dan departemen di dalam toko.
15
(Foster,2008,p62) Tujuan dari tata letak toko adalah memberikan gerak pada konsumen, memperlihatkan barang dagangan atau jasa, serta menarik dan memaksimalkan penjualan secara umum. (Foster,2008,p62)
2.1.2.5 Promotion Mix (bauran unsur-unsur promosi) Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan untuk menyakinkan calon pelanggan tentang barang dan jasa (Buchari Alma,2004:179) yang dikutip oleh Foster (2008,p65). Menurut Berman dan Evans (2004:474) yang dikutip oleh Foster (2008,p67), terdapat empat elemen promosi ritel yaitu : a) periklanan (advertising) Tujuan periklanan ada 3 yaitu (Ma’ruf,2005,p184-p185): •
Memberi informasi, yaitu untuk menginformasikan konsumen tentang produk dan jasa dan/atau atribut toko, menumbuhkan atau memperkuat citra dan memperlancar tugas pramuniaga.
•
Membujuk,
yaitu
untuk
membangun
rasa
suka
konsumen
kepada
perusahaan, membujuk untuk datang ke gerai, membujuk untuk mencoba prouk baru. •
Mengingatkan, yaitu untuk mengingatkan pelanggan bahwa perusahaan “kami” selalu menjual produk berkualitas, mengingatkan konsumen dari waktu ke waktu untuk berbelanja di gerai “kami”. Kegiatan periklanan ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya
papan reklame, poster, katalog, folder, spanduk, slide dan iklan di media cetak seperti surat kabar, majalah atau media elektronik seperti televisi dan radio. (Foster,2008,p68) b) Promosi penjualan (sales promotion)
16
Sales promotion adalah program promosi peritel dalam rangka mendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan atau dalam rangka mempertahankan
minat
pelanggan
untuk
tetap
berbelanja
padanya.
(Ma’ruf,2005,p187) Alat-alat utama promosi penjualan menurut Kotler (2003:612) yang dikutip oleh Foster (2008,p71-p72) : •
Sample : tawaran gratis atas sejumlah produk atau jasa.
•
Kupon : sertifikat yang memberi hak kepada pemegangnya untuk mendapat pengurangan harga seperti yang tercetak bila membeli produk tertentu.
•
Tawaran pengembalian tunai (rabat) : memberikan pengurangan harga setelah pembelian terjadi dan bukan pada saat di toko pengecer.
•
Premi (hadiah) : barang yang ditawarkan dengan biaya relatif rendah/gratis sebagai insentif bila membeli produk tertentu.
•
Hadiah (kontes, undian, permainan) : tawaran kesempatan untuk memenangkan uang tunai, perjalanan atau barang karena membeli sesuatu.
•
Hadiah loyalitas pelanggan : hadiah berupa uang tunai atau bentuk lain yang proporsional dengan loyalitas seorang atau sekelompok pemasok.
•
Percobaan gratis : mengundang calon pembeli untuk mencoba produk tertentu secara cuma-cuma dengan harapan mereka akan membeli produk itu.
•
Garansi produk : janji yang diberikan oleh penjual baik secara eksplisit maupun implisit bahwa produknya akan bekerja sesuai spesifikasi atau jika produknya gagal, penjual akan memperbaiki atau mengembalikan uang pelanggan selama periode tertentu.
17
•
Promosi gabungan : dua atau lebih merek atau perusahaan bekerja sama mengeluarkan kupon, pengembalian uang dan mengadakan kontes untuk meningkatkan daya tarik mereka.
•
Promosi silang : menggunakan suatu merek untuk mengiklankan merek lain yang tidak laku.
•
Pajangan dan demonstrasi di tempat pembelian (Point-of-purchasePOP): pajangan dan demonstrasi POP berlangsung di tempat pembelian atau penjualan.
c) Kehumasan (Public relation)
Public relation adalah kegiatan komunikasi yang dimaksudkan untuk membangun citra yang baik terhadap perusahaan, dan menjaga kepercayaan dari para pemegang saham. (Foster,2008,p75) Unsur-unsur dalam public relations atau disebut public relations mix terdiri atas (Ma’ruf,2005,p191): •
Corporate Image, yaitu citra perusahaan, hal-hal yang dilakukan berkenaan dengan komunikasi perusahaan.
•
Etika & tanggung jawab sosial : berkenaan dengan karyawan dan dengan masyarakat.
•
Publisitas : berupa konferensi pers, ceramah, media relations, press release.
•
Sponsorship : misalnya kegiatan charity (amal social) dan event tertentu misalnya olahraga, bazaar, sosial dan event management.
d) Penjualan tatap muka (personal selling)
Personal selling adalah upaya penjualan yang dilakukan oleh para karyawan di gerai ritel kepada calon pembeli. (Ma’ruf,2005,p192) Karyawan semacam itu disebut sebagai customer contact personnel, yaitu orang-orang yang berhadapan
18
dengan
pembeli,
dengan
sebutan
pramuniaga
atau
salesman/saleswoman.
(Ma’ruf,2005,p192)
2.1.2.6 Retail Service Retail service (pelayanan eceran) bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. (Ma’ruf,2005,p217) Jenis-jenis pelayanan (Ma’ruf,2005,p192) : 1.
Customer service : •
pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion
girl) yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu. •
Personal shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal diambil oleh pelanggan.
2.
Terkait fasilitas gerai : jasa pengantaran (delivery), gift wrapping, gift
certificates (voucher), jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan), cara pembayaran dengan credit card atau debit card, fasilitas tempat makan (food corner), fasilitas kredit, fasilitas kenyamanan dan keamanan berupa tangga jalan atau tangga darurat, fasilitas telepon dan
mail orders, lain-lain, seperti fasilitas kredit. 3.
Terkait jam operasional toko : jam buka yang panjang atau buka 24 jam.
4.
Fasilitas-fasilitas lain : ruang/lahan parkir, gerai laundry, gerai cuci cetak film.
19
2.1.3 Uraian Tentang Kualitas Pelayanan Ritel
ASQC Quality Cost Committee yang dikutip oleh Kusbani (2007,p34), mengatakan bahwa kualitas adalah keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang khusus dan umum. Kualitas telah dikaitkan dengan factor-faktor seperti kepuasan pelanggan (Cronin dan Taylor, 1992;Fornell, et al., 1996), mempertahankan pelanggan (Potter dan Brotman, 1994) dan implikasi untuk pengembangan manajemen (Gupta dan Chen, 1995) yang dikutip oleh Ariyanto (2003,p85). Zeithaml, et al. (1996) yang dikutip oleh Ariyanto (2003,p87) menyarankan bahwa hubungan konsumen dengan perusahaan dikuatkan ketika pelanggan membuat penilaian yang positif tentang kualitas pelayanan perusahaan dan dilemahkan ketika konsumen membuat penilaian yang positif tentang kualitas pelayanan pelanggan. Dabholkar, et al (1996) yang dikutip oleh Ariyanto (2003,p87) menyarankan
bahwa
kualitas
pelayanan
dikaitkan
dengan
kemungkinan
merekomendasikan suatu produk atau jasa. Kedua peneliti ini berpendapat bahwa penilaian yang menyenangkan pada kualitas pelayanan akan membawa pada behavioural intention yang menyenangkan seperti “memuji perusahaan” dan ungkapan preferensi untuk perusahaan melebihi daripada perusahaan lainnya. (Ariyanto,2003,p87) Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam
riset
pemasaran
adalah
model
SERVQUAL
(Service
Quality)
yang
dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sector jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel pialang sekuritas. (Tjiptono,2000,p148)
20
Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman (1988) yang melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam 4 perusahaan) berusia 25 tahun ke atas disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi (SERVQUAL) sebagai berikut (Parasuraman,et.all,1998) yang dikutip oleh Tjiptono (2000,p148): 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Reliability,
atau
keandalan
yaitu
kemampuan
perusahaan
untuk
memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Responsiveness,
atau
ketanggapan
yaitu
suatu
kemauan
untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada
pelanggan
dengan
penyampaian
informasi
yang
jelas.
Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Assurance,
atau
jaminan
dan
kepastian
yaitu
pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
21
kredibiltas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan
secara
spesifik
serta
memiliki
waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Dabholkar,et al. (1996) yang dikutip oleh Tjiptono (2009,p293) mengkritik bahwa model SERVQUAL tidak mampu menjelaskan secara akurat persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa/layanan toko ritel, yaitu toko yang menjual berbagai macam barang dan jasa (seperti pasar swalayan, toserba dan specialty
stores). Dimensi Kualitas jasa ritel meliputi 5 faktor utama (Tjiptono,2009,p295) : •
Aspek
Fisik
(physical
aspects), meliputi penampilan fasilitas fisik dan
kenyamanan yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan dengan layout fasilitas fisik (misalnya, memudahkan pelanggan untuk bergerak di dalam toko dan mencari barang yang dibutuhkan). •
Reliabilitas (reliability), yang pada prinsipnya sama dengan dimensi reliabilitas pada model SERVQUAL. Hanya saja, disini reliabilitas dipilah ke dalam 2 sub dimensi, yaitu memenuhi janji (keeping promises) dan memberikan layanan dengan tepat (doing it right).
•
Interaksi personal (personal interaction), mengacu pada kemampuan karyawan jasa dalam menumbuhkan kepercayaan pelanggan dan sikap sopan/suka
22
membantu. Pada prinsipnya dimensi ini berkaitan dengan cara karyawan memperlakukan para pelanggan. •
Pemecahan masalah (problem solving), berkaitan dengan penanganan retur, penukaran dan komplain.
•
Kebijakan (policy), mencakup aspek-aspek kualitas jasa yang secara langsung dipengaruhi kebijakan toko, seperti jam operasi, fasilitas parkir, dan pemakaian kartu kredit.
2.1.4 Uraian Tentang Kepuasan Pelanggan Kotler (2000) yang dikutip oleh Semuel (2006,p57), “customer satisfaction is
a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product perceived performances (or outcome) in relation to his or her expectations” (p.36) dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen atau pelanggan dapat diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa (ketidakpuasan) seseorang setelah membandingkan kinerja (performance) produk dengan apa yang diharapkan (expectation). (Julianto,2000,p34) Apabila dijabarkan kepuasan pelanggan merupakan perbedaan antara yang diharapkan pelanggan (nilai harapan) dengan realisasi yang diberikan perusahaan dalam usaha memenuhi harapan pelanggan (nilai persepsi), apabila : •
Nilai harapan = nilai persepsi
Pelanggan puas
•
Nilai harapan < nilai persepsi
Pelanggan sangat puas
•
Nilai harapan > nilai persepsi
Pelanggan tidak puas
Fornell (1992) yang dikutip oleh Ariyanto (2003,p87) berpendapat bahwa kepuasan konsumen akan menghasilkan meningkatnya loyalitas konsumen suatu perusahaan dan konsumen tidak mudah mengajukan tawaran dari persaingan. Kepuasan konsumen akan meningkatkan loyalitas konsumen, mengurangi elastisitas
23
harga, melindungi pangsa pasar dari pesaing, mengurangi biaya menarik pelanggan baru, dan meningkatkan reputasi pelanggan di pasar (Sheth and Sisodia, 1999:80) yang dikutip oleh Foster (2008,p166). Menurut Hoffman dan Bateson (1997:271) yang dikutip oleh Keni (2000, p41), perbandingan harapan pelanggan dengan persepsi mereka menunjukan
expentancy disconfirmation model. Keadaan expentancy confirmation terjadi apabila persepsi konsumen sesuai dengan harapan mereka, sedangkan keadaan expentancy
disconfirmation terjadi apabila terdapat perbedaan antara persepsi dengan harapan. Ada dua jenis keadaan disconfirmation (Hoffman & Bateson, 1997: 271) yang dikutip oleh Keni (2000, p41) antara lain : •
Negative disconfirmation, yang terjadi apabila persepsi actual lebih rendah daripada
harapan,
sehingga
menimbulkan
(emotional
ketidakpuasan
dissatisfaction) dan menyebabkan terjadinya publisitas komunikasi word-ofmouth yang negatif serta penolakan oleh konsumen. •
Positive disconfirmation, yang terjadi apabila persepsi melebihi harapan, sehingga
menimbulkan
kepuasan
(emotional
satisfaction),
sehingga
menyebabkan terjadinya publisitas komunikasi word-of-mouth yang positif, dan customer retention. Harapan mengenai performance/kualitas produk dipengaruhi oleh berbagai factor (Mowen & Minor, 1998:424) yang dikutip oleh Keni (2000,p44), antara lain : •
Karakteristik produk : yaitu harga dan atribut/karakteristik fisik yang dimiliki oleh produk tersebut.
•
Faktor
promosi
:
dipengaruhi
oleh
bagaimana
perusahaan
mempromosikan produk baik melalui iklan maupun komunikasi sales
personnel perusahaan. Di samping itu komunikasi mulut ke mulut (Word
24
of mouth communication) juga memainkan peranan penting dalam membentuk harapan pelanggan. •
Pengalaman sebelumnya dengan produk atau produk lain yang setara : harapan pelanggan juga dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, karena pelanggan cenderung untuk mengevaluasi pengalamannya dengan produk yang sama, produk yang lain dari industri yang sama maupun produk yang berbeda dari industri yang berbeda pula. Pengalaman ini bisa membentuk norma atau standar mengenai tingkat performance yang harus ditampilkan oleh suatu produk/merek tertentu.
•
Karakteristik konsumen : karakteristik konsumen juga mempengaruhi harapan mengenai performance produk. Sebagian konsumen memiliki area toleransi penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan sebagian konsumen yang lain.
(Putra,2005,p9-p10) Berdasarkan studi literature dan pengalaman para peneliti berbagai perusahaan di Indonesia, ada lima driver utama kepuasan pelanggan, yaitu: a) Kualitas produk : pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut ternyata kualitas produknya baik. Ada 6 elemen dari kualitas produk, yaitu : •
Performance
•
Features
•
Reliability
•
Durability
•
Consistency
•
Design
25
b) Harga : untuk pelanggan yang sensitive, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi. Komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga. Untuk industri ritel komponen harga ini sungguh penting dan kontribusinya terhadap kepuasan relatif besar. Tinggi rendahnya harga yang ditetapkan oleh eceran, akan tetapi tergantung pula pada produk apa yang ditawarkan. (Simamora,2003,p47) c)
Service Quality : service quality sangat bergantung pada tiga hal yaitu system, teknologi dan manusia. Faktor manusia ini memegang kontribusi sekitar 70%. Tidak mengherankan jika kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Salah satu konsep service
quality yang popular adalah SERVQUAL. Berdasarkan konsep ini, service quality diyakini memiliki lima dimensi yaitu reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible. Salah satu ciri khas dari indeks kepuasan pelanggan yang dihasilkan oleh SERVQUAL ini adalah perhitungan berdasarkan analisis gap, ini terjadi karena responden ditanyakan dua kali untuk setiap atribut pelayanan yaitu harapan dan persepsinya. (Irawan,2002,p130) c) Emotional Factor, kepuasan pelanggan dapat timbul pada saat mengendarai mobil yang memiliki brand image yang baik. Rasa bangga, rasa percaya diri, symbol, sukses, bagian dari kelompok orang penting dan sebagainya adalah contoh-contoh emotional
value yang mendasari kepuasan pelanggan. d) Berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapat produk atau jasa tersebut : pelanggan akan semakin puas apabila relatif
26
mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
2.1.5 Uraian Tentang Loyalitas Pelanggan Oliver dalam Sivadas (2000:17) yang dikutip oleh Foster (2008,p174) loyalitas pelanggan merupakan suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian kembali atau berlangganan atas suatu produk atau pelayanan secara konsisten untuk masa datang, serta tidak terpengaruh pada lingkungan yang ada atau upaya-upaya yang ada atau upaya-upaya pemasaran yang dilakukan, serta halhal lain yang berpotensi pada kemungkinan berpindahnya si pelanggan ke perusahaan pesaing. Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan, karena karakteristik dari konsumen yang loyal menurut Griffin (2002:31) yang dikutip oleh Foster (2008,p175) antara lain: •
Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat purchase)
•
Membeli di luar lini produk/jasa (purchase across product lines)
•
Mengajak orang lain (refers others)
•
Menunjukan
kekebalan
dari
tarikan
persaingan
(tidak
mudah
terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya/immunity) Loyalitas pelanggan dapat dilihat pada frekuensi kunjungan dan persentase belanja mereka. Seseorang pelanggan yang rutin berbelanja di suatu gerai dengan total belanja sebulannya kurang lebih sama, itu berarti ia loyal pada gerai itu. Jika hanya
memerhatikan
frekuensi
kunjungan saja, ada empat jenis loyalitas
berdasarkan komitmen dan banyaknya gerai yang dikunjungi seperti dalam tabel berikut (Ma’ruf,2006,p69-70):
27
Repeat Patronage High
Low
High/Strong LOYALTY
LATENT LOYALTY
SPURIOUS LOYALTY
NO LOYALTY
Attitude Strength
Low/Weak Sumber: Dick dan Basu (1994:101) yang dikutip oleh Foster (2008,p168) Gambar 2.2 Relative Attitude-Behaviour Relationship
Untuk dapat menjadi konsumen yang loyal, seorang konsumen harus melalui beberapa tahapan. Tahapan loyalitas pelanggan menurut Hill tersebut diperkuat oleh pendapat Griffin (2002:35) yang dikutip oleh Foster (2008,p179-180) yang menyatakan bahwa masing-masing tahap loyalitas pelanggan adalah : 1. Suspect : meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan.
2. Prospect : adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya.
3. Disqualified Prospect : merupakan Prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First Time Customer : adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih merupakan pelanggan baru perusahaan.
28
5. Repeat Customer : adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. 6. Client : merupakan pelanggan yang membeli semua produk/jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Pembelian dilakukan secara teratur. 7. Advocate : seperti layaknya klien, advocates membeli seluruh barang/jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhannya serta melakukan pembelian secara teratur. Di samping itu mereka juga memberikan rekomendasi tentang produk/jasa dan mendorong orang lain untuk melakukan pembelian terhadap produk/jasa perusahaan. Advocates membicarakan produk/jasa tersebut dan melakukan
usaha
pemasaran
serta
membawa
pelanggan
baru
untuk
perusahaan. Griffin (1996:13) yang dikutip oleh Bagja (2003,p42) mengemukakan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal adalah : 1. mengurangi biaya pemasaran karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal. 2. mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, perumusan pesanan dan lain-lain) 3. mengurangi biaya turn over konsumen 4. meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar 5. word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti pelanggan yang puas 6. mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian dan lain-lain). Menurut Tjiptono (1995) yang dikutip oleh Bagja (2003,p42) ada lima strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan, di antaranya adalah :
29
1. memberikan informasi yang menarik mengenai jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. 2. menangani dengan cepat keluhan-keluhan yang dihadapi pelanggan dan mencari alternative yang baik. 3. menjalin hubungan baik dengan pelanggan dalam jangka panjang 4. mengorganisasikan pelanggan ke dalam kelompok anggota yang mendorong mereka melakukan atau memanfaatkan ulang terhadap jasa yang ditawarkan perusahaan 5. meningkatkan kepuasan dan meminimumkan tingkat kesenjangan pelanggan dalam memanfaatkan pelayanan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Bauran Pemasaran Ritel
Kepuasan Pelanggan
Kualitas Pelayanan Ritel
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis
Loyalitas Pelanggan
30
2.3 Hipotesis Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran ritel dan kualitas pelayanan ritel terhadap kepuasan pelanggan di Aneka Buana, Cirendeu? • Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y
Ho : Variable bauran pemasaran ritel dan kualitas pelayanan ritel tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.
Ha : Variabel bauran pemasaran ritel dan kualitas pelayanan ritel berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan. • Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Y
Ho : Variabel bauran pemasaran ritel tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.
Ha : Variabel bauran pemasaran ritel berkontribusi secara signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan. • Hipotesis pengujian individual antara X2 dan Y
Ho : Variabel kualitas pelayanan ritel tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.
Ha : Variabel kualitas pelayanan ritel berkontribusi secara signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan. 2. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran ritel dan kualitas pelayanan ritel terhadap kepuasan pelanggan dan dampaknya terhadap loyalitas pelanggan di Aneka Buana, Cirendeu? • Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z
31
Ho : Variabel bauran pemasaran ritel, kualitas pelayanan ritel dan kepuasan pelanggan tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan.
Ha : Variabel bauran pemasaran ritel, kualitas pelayanan ritel dan kepuasan pelanggan berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. • Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Z
Ho : Variabel bauran pemasaran ritel tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan.
Ha : Variabel bauran pemasaran ritel berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. • Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Z
Ho : Variabel kualitas pelayanan ritel tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan.
Ha : Variabel kualitas pelayanan ritel berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. • Hipotesis pengujian individual antara Y dan Z
Ho : Variabel kepuasan pelanggan tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan.
Ha : Variabel kepuasan pelanggan berkontribusi secara signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan.