INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
INVESTIGASI DAN MODEL TERPADU UNTUK MENDUGA DAMPAK ANGIN PUTING BELIUNG DI KAWASAN HUTAN DAN PEDESAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh WAHYUNI ILHAM1) & SYARIFUDDIN KADIR1) Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT The purpose of the work is to develop an investigation and integrated model to determine changes and explain the relationship between the state of the population, forest plantation in the city area during the Tornados in the province of south Kalimantan.For the sustainable protection of forest and state of population in term to develope an investigation and integrated model during the Tornados in the province of South Kalimantan three aspects are of major importance: (1) Identify and classify the land cover and land use in concerning with agrometeorology aspect to prepare and build the forest management system and land conservation model; (2) Investigate and determine the characteristic of Tornados in order to build an integrated model with several approachs such as satellite supported inventory system, agroclimate aspect (especially thunder storm data), state of population and also characteristic of vegetation/land cover/land use); and (3) Identify and delineation the possibilities of Tornados especially on the urban area and forest plantation in the city area.The present investigation (1st year) shows the characteristic of Tornados in the province of south kalimantan which greatly influence the environtmental conditions within the sample area such as thunder storm, land cover/land form, agroclimate datas are taken into considerations. Consequently, the factors contituted the essential base data fot this study. As a final result of this investigation, maps indicating the potensial risks from disturbance due the natural hazard (Tornado) influences were created. In addition, ecological aspects, that is, the geomorphology and dynamism of the vegetation, anthropogenic influences and also remotely sense data are taken into consideration. Keywords: Tornado, thunder storm; remotely sense and agroclimate data; integrated model Penulis untuk Korespondensi : Tel.+6287815644398 PENDAHULUAN
Kerusakan kondisi sumberdaya alam diatas memberikan dampak yang cukup signifikan pada alam Indonesia, yang terbukti dengan semakin banyaknya bermunculan bencana alam di kawasan nusantara. Mulai dari Angin puting beliung/tornado, Tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan yang merajalela, kekerirngan dan puso yang menyerang petani, dll. Khususnya bencana puting beliung yang melanda, kejadian ini di Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir cukup merepotkan dan banyak menelan kerugian baik dari sisi materi maupun jiwa. Bencana angin puting beliung ini seolah-
olah tidak dapat terdeteksi dan begitu tibatiba datangnya. Bila dilihat dari aspek hubungan manusia dengan Meteorologi secara positif adalah semakin rumit dan sulit terdeteksi. Akibat dari gangguan manusia dipermukaan bumi (seperti pembukaan lahan, pembalakan liar, dll) maka kondisi cuaca sekarang menjadi semakin kompleks. Perubahan lahan yang terjadi tidak hanya membuka hutan untuk dikonversi menjadi gedung bertingkat, pemukiman penduduk, lahan pertanian dll, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang sehat dengan
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
292
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
memperhitungkan faktor cuaca dengan arif dan seksama. Banyak fakta dan contoh yang menggambarkan betapa pentingnya faktor cuaca ini misalnya jatuhnya pesawat karena cuaca buruk dan badai, tanah longsor dan banjir akibat adanya hujan torensial, gagal panen, dll. Ditambah lagi akhir-akhir ini semakin banyak kerugian harta benda dan bahkan korban jiwa yang disebabkan oleh adanya bencana tornado atau angin puting beliung seperti di jakarta yang menewaskan beberapa pengendara mobil akibat pohon tumbang dengan tibatiba, dan kejadian tahun 2007-2008 ini di Kalimantan Selatan terjadi angin puting beliung yang menumbangkan banyak rumah pemukiman penduduk, baliho-baliho dan bahkan juga menelan korban jiwa. Penelitian berupa model investigasi dan penanganan terpadu bencana angin puting beliung pada kawasan pemukiman dan hutan kota di Kalimantan Selatan adalah merupakan upaya terobosan agar pengelolaan dan pengolahan lahan hutan dan kawasan hutan di Kalimantan Selatan ini betul-betul dilaksanakan secara arif dan bijaksana dengan tidak lagi melihat secara parsial pada tiap permasalahan namun
memperhatikan aspek-aspek yang bersifat komprehensif dan terpadu. Model investigasi dan penanganan terpadu bencana angin puting beliung pada kawasan pemukiman dan hutan kota di Kalimantan Selatan ini bertujuan: (a) Identifikasi dan klasifikasi struktur liputan dan penggunaan lahan dengan memperhatikan aspek agrometeorologi yang meliputi vegetasi dan pola pertumbuhannya dalam rangka persiapan sebagai identifikasi awal upaya pengelolaan hutan dan konservasi lahan. (b) Melakukan investigasi terhadap karakteristik angin puting beliung dan rekomendasi penanganan terpadu pada kawasan pemukiman dan hutan kota di Kalimantan Selatan berdasarkan pendekatan-pendekatan aspek agrometeorologi, aplikasi teknik penginderaan jauh, inventarisasi terestris tentang kekayaan dan keragaman jenis, pendekatan sosial ekonomi masyarakat, evaluasi liputan dan penggunaan lahan; (c) Melakukan identifikasi dan deliniasi kondisi lahan terhadap kemungkinan adanya bahaya angin puting beliung pada suatu kawasan hutan dan pemukiman sekitarnya
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Metodologi pekerjaan ini adalah metode analisis spasial berlapis, memadukan anilisis data penginderaan jarak jauh, Agrometeorologi, evaluasi liputan dan penggunaan lahan serta inventarisasi terestris dengan menggunakan teknik aplikasi sistem informasi geografis. Bahan yang digunakan adalah Bahan untuk Deliniasi kawasan dan Sistem Pemotretan, Data-data Agroklimatologi berupa data-data iklim berupa data faktor utama iklim seperti CH, HH, Intensitas radiasi matahari, kelembaban, temperatur, kecepatan angin, evaporasi, evapotransirasi dan termasuk data petir (lighting points/thunderstorm) dan bahan untuk Peta-peta tematik. Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Personal computer dengan kemampuan tinggi setara Pentium 4 dengan kemampuan memory minimal 1 GB (SD RAM atau DDR RAM) yang dilengkapi piranti lunak khusus pengolah data digital raster dan vector (misal: ArcGIS dan
ERDAS) dan piranti pengolah data statistik, Kamera, loupe, Global Positioning System (GPS), Kompas dan alat-alat tulis menulis, Piranti keras perkantoran pendukung pengolah data penginderaan jauh, Piranti lunak pendukung pengolah data penginderaan jauh dengan spesifikasi khusus untuk mengolah data citra penginderaan jauh (image processing) berbasis pengolahan piksel (pixel base) dan atau object oriented, data geostatistik, visualisasi keruangan 3D dan sistem informasi geografis dan Peralatan lapangan pendukung pengolahan data penginderaan jauh dan perkantoran Dilakukan pengumpulan data terestris untuk mengetahui dan mengidentifikasi bentuk struktur tegakan, potensi pada beberapa kondisi hutan serta melakukan deliniasi kawasan rawan angin puting beliung berdasarkan pendekatan analisis penginderaan jauh dengan metode statistik penarikan sampel dan analisis geostatistik
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
293
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
yang relevan untuk melakukan delineasi kawasan rawan bencana angin puting beliung. Pengolahan data penginderaan jauh diarahkan dan minimal meliputi beberapa bentuk tahapan kegiatan dan analisis sebagai berikut: Teknik pendekatan dan pengolahan data secara sistematik tentang analogi dan teknis pelaksanaan lapangan secara keseluruhan dari proses kegiatan penyusunan model dan integrasi data bencana angin puting beliung Pendekatan teknis penyusunan peta-peta tematik sesuai dengan aspek kajian yang berkaitan dengan bencana angin puting beliung beserta aspek pendukung lainnya Pendekatan terhadap indikator bencana angin puting beliung (biodiversitas dan keragaman vegetasi serta intensitas persebarannya) Pendekatan keruangan pada aspek sosekbud masyarakat dalam kaitannya dengan pelaksanaan penanganan bencana angin puting beliung Pendekatan prediktif untuk melakukan identifikasi dan interpolasi tingkat resiko datangnya bahaya bencana angin puting beliung Pengolahan data terestris adalah dengan melakukan inventarisasi pada plot-plot sampling yang dipilih secara purpossive
(subyektif) dengan maksud untuk menjamin adanya keterwakilan obyek yang dipilih sesuai dengan klas liputan atau struktur penggunaan lahan yang diperoleh sebelumnya melalui hasil klasifikasi multispektral citra satelit sebagai referensi. Metode pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengolahan data sosial ekonomi masyarakat adalah dengan mengumpulkan data langsung dilapangan (primer) berupa data tentang jumlah penduduk, matapencaharian, penghasilan, dll melalui kegiatan wawancara berdasarkan angket (kuisioner) pada daerah-daerah terpilih yang dianggap dapat memberikan kontribusi pengaruh yang besar terhadap keberadaan atau kelestarian hutan yang ada disekitar pemukiman. Disamping itu sebagai data penunjang, juga dikumpulkan data-data sekunder yang berhubungan dengan kondisi sosek masyarakat, terutama data-data yang berhubungan dengan masalah kependudukan, statistik daerah serta pertumbuhan ekonomi daerah. Data yang diperoleh diolah dan dimasukan sebagai input data atribut dan diintegrasikan dengan data-data spasial yang telah dibangun dalam bank data GIS. Selanjutnya adalah melakukan zonasi daerah-daerah yang telrkena “impact” dan menjadikannya sebagai salah satu parameter dalam model induk Sistem Informasi Terpadu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Penggunaan Lahan Penggunaan lahan pada wilayah kabupaten Banjar dapat diklasifikasikan berupa: hutan rawa kerapatan tinggi, hutan rawa kerapatan sedang, hutan rawa kerapatan rendah, tubuh air/rawa, pemukiman, lahan terbuka, perkebunan, hutan kerapatan tinggi, hutan kerapatan sedang, hutan kerapatan rendah, semak/belukar, ladang/tegalan dan semak belukar (RUTRD Kab. Banjar, 2002). Secara keseluruhan, bila dilihat dari aspek tata ruang wilayah liputan penggunaan
lahan di lokasi penelitian merupakan suata bentang alam yang saling berkaitan dan berinteraksi (saling mempengaruhi) dengan kondisi alam wilayah tetangga terdekat. Sehingga tidak heran apabila kondisi alamnya saling ada kemiripan dan saling berkaitan dengan lainnya. Posisi liputan penggunaan lahan ini berdasarkan liputan citra satelit Landsat ETM 7+ bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Gambar 1.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
294
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Gambar 1. Kondisi liputan citra satelit Landsat ETM 7+ bulan Desember 2006 pada wilayah kabupaten Banjar. Berdasarkan kondisi bentang alam yang ada diatas terlihat bahwa hampir dua per tiga bagian dari gabungan 4 wilayah kabupaten (Batola, Banjarmasin, Banjarbaru dan Banjar) tersebut merupakan wilayah datar (flat). Wilayah tersebut merupakan bila tidak dikendalikan tingkat pentupan lahan atau penggunaan lahannya maka sangat berpotensi terjadinya aktivitas alam berupa angin puting beliung. Indikasi yang digambarkan sebagai bentuk arah limpasan angin merupakan bentuk yang diacu dari analisis geomorfologi lahan dalam bentuk analisis 3D yang dipadukan dengan kondisi penutupan lahan yang ada berdasarkan hasil liputan terbaru citra satelit Landsat ETM 7+ dan DEM dari radar SRTM. Berdasarkan hasil analisis tersebut, wilayah-wilayah limpasan yang berpotensi
merugikan adalah kecamatan Astambul dan Martapura Timur terkoneksi dengan kecamatan Barambai (Kab. Barito Kuala). Sedangkan alur lainnya mulai dari Kecamatan Pengaron yang terkoneksi dengan kec. Banjarbaru dan Landasan Ulin serta kecamatan Aluh-aluh. Data yang terhimpun berdasarkan kejadian angin puting beliung yang terjadi maka daerah yang telah terindikasi tersebut semuanya telah mengalami kejadian angin puting beliung tersebut. Informasi ini kemudian apabila dikoneksikan dengan data dan arah kecepatan angin maka indikasi yang telah dibuat berkorelasi linear dengan kenyataan kejadian angin puting beliung tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada sketsa analogi seperti dibawah ini:
Gambar 2. Sketsa analogi pergerakan angin berdasarkan kecepatan dan arah angin yang bergerak pada provinsi Kalsel di wilayah stasiun pengamat Bandara Syamsudin Noor Kalsel
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
295
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Berdasarkan data yang kemudian dituangkan dalam sketsa analogi pergerakan angin tersebut terlihat bahwa ada kecenderungan arah angin yang bergerak mulai dari arah utara/timur laut yang bergerak ke barat dan juga arah angin utara yang menuju ke selatan/barat daya dengan kecepatan maksimal berkisar antara 14 sampai 17 knot/jam (31,484
km/jam). Angin yang bertiup ini akan berubah menjadi angin puting beliung bila bentang alam yang dilaluinya merupakan kawasan terbuka dan kondisi iklim seperti tekanan udara dan suhu yang ekstrim. Biasanya kejadian ini disertai dengan adanya kilat dan petir. Indikasi pemicu kejadian ini berasal dari bentuk-bentuk awan cumulunimbus yang berlapis-lapis.
Keterangan: = Prakiraan titik angin puting beliung = Prakiraan arah angin Gambar 3. Pergerakan angin berdasarkan kecepatan dan arah angin yang bergerak pada di wilayah penelian (Kab. Banjar, Banjarbaru dan Batola) Berdasarkan informasi tekanan udara yang diperoleh dari stasiun pengamat BMG Syamsudin Noor, maka tekanan-tekanan udara yang ekstrim akan terjadi pada bulan-bulan Juli sampai Oktober. Hal ini juga didukung oleh kejadian angin puting beliung yang baru-baru terjadi di daerah Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura dan Barambai. Prakiraan pola aliran angin puting beliung di wilayah Kota Banjarbaru Prakiraan pola aliran angin puting beliung pada wilayah Kota Banjarbaru dilakukan dengan menggunakan analisis bertingkat data penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dengan metode overlay dengan beberapa peta-peta tematik (peta topografi, tanah, penggunaan lahan, penutupan lahan, infrastruktur, sarana dan
prasarana wilayah) dan analisis multispektral. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pola aliran yang bergerak pada wilayah Kota Banjarbaru adalah sebagai berikut: Pada wilayah Kota Banjarbaru, pola aliran bergerak mulai dari wilayah timur laut/timur menuju ke arah barat melalui celah atau jeluk yang berada disepanjang wilayah simpang 4 sampai lembah gunung apam yang berada di sekitar wilayah kelurahan Banjarbaru 1. Kejadian ini terbukti pada pertengahan tahun 2008 yaitu angin puting beliung yang melanda wilayah simpang 4 dan banjarbaru 1 yang mengakibatkan kerugian beberapa Baliho disepanjang jalan A. Yani Km 33 – 36. Gambaran pola aliran ini dapat dilihat pada Gambar berikut.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
296
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Keterangan: = Prakiraan arah angin puting beliung = Prakiraan titik fokus bahaya angin puting beliung Gambar 4. Pola pergerakan angin diatas wilayah simpang 4 Banjarbaru Pola pergerakan aliran angin yang terjadi di simpang 4 Banjarbaru memiliki kemiripan dengan pola yang terjadi pada wilayah Kecamatan Landasan Ulin Banjarbaru, dimana angin yang datang merupakan lanjutan dari akumulasi angin pada daerah yang kosong menuju celah atau jeluk kawasan pemukiman. Angin yang ada bergerak berputar dari arah selatan menuju ke utara dimana terdapat wilayah pemukiman padat penduduk dan wilayah hutan kota yang ada di sekitar kecamatan Landasan Ulin. Prakiraan pola aliran angin puting beliung di wilayah Kabupaten Banjar Peluang terjadinya angin kencang pada kecamatan Martapura relatif tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di kabupaten Banjar. Wilayah yang berpeluang cukup tinggi adalah wilayah kecamatan Aluh-aluh dan Astambul. Hal ini disebabkan karena dua
wilayah berresiko tinggi tersebut memiliki bentuk tekanan yang relatif terbuka terhadap limpasan angin. Khususnya wilayah aluh-aluh, peluang terjadinya angin kencang ini lebih tinggi karena adanya kemungkinan bentuk benturan angin yang bisa menyebabkan perputaran akumulasi dan rotasi arah angin. Pola rotasi arah angin ini akan semakin tinggi apabila didukung oleh kondisi iklim yang terbentuk diatas kawasan ini menjadi ekstrim (misalnya: curah hujan, pembentukan awan cumulunimbus, tekanan udara, kelembaban dan suhu). Peluang terjadinya angin ribut atau topan yang disertai petir akan semakin tinggi terjadi di daerah ini. Hal ini disebabkan karena posisi wilayah yang relatif terbuka dan terkoneksi langsung dengan laut lepas ditambah lagi dengan adanya posisi wilayah kecamatan Aluh-aluh yang terletak membujur disepanjang sungai.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
297
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Gambar 5. Pola pergerakan dan akumulasi benturan angin diatas wilayah kecamatan Aluh-aluh
Prakiraan pola aliran angin puting beliung di wilayah Kotamadya Banjarmasin dan Kab. Barito Kuala Salah satu bentuk pola pergerakan dan arah angin yang terjadi di desa Aluh-aluh seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah angin yang datang dari daerah atau kawasan kodya Banjarmasin. Angin penyokong yang masuk ke wilayah kodya Banjarmasin ini salah satunya adalah dari wilayah kabupaten Banjar sebelah timur yaitu kecamatan Martapura dan Astambul. Hal ini terbukti dengan terjadinya angin puting beliung yang acapkali terjadi di wilayah kodya Banjarmasin terutama pada wilayah bukaan sepanjang jalan A. Yani. Hujan dan angin kencang acap kali menumbangkan Baliho-baliho dan papan pengumuman yang berada di sepanjang jalur instalasi Jalan A. Yani. Lahan adalah daerah dipermukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu atmosfir, geologi, geomorfologi, tanah, hidrologi, vegetasi dan penggunaan lahan. Sedangkan Arsyad (1989) menyatakan bahwa lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda-benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan masa lalu dan masa mendatang. Anonim (1995)
menjelaskan tingkat kesesuaian lahan S1 diasumsikan lahan mampu berproduksi > 75% dari produksi. Sedangkan lahan dengan tingkat kesesuaian S2 diasumsikan lahan mampu berproduksi 50-75% dari produksi optimal. Untuk lahan dengan tingkat kesesuaian lahan S3 diasumsikan bahwa lahan untuk berproduksi 25-50% dari produksi optimal. Faktor-faktor lingkungan yang perlu dinilai yaitu kondisi topografi, iklim, tanah, gangguan keamanan hutan dan kondisi atmosfir. Faktor-faktor tersebut merupakan suatu kesatuan dalam mempengaruhi, pertumbuhan pohon dan akan menghasilkan pertumbuhan yang berbedabeda tergantung pada faktor-faktor lingkungan pembatas yang terdapat pada areal penanaman dan persyaratan lingkungan yang dikehendaki oleh tanaman.Pada wilayah kabupaten Banjar, lahan seperti ini banyak dijumpai didaerah Kecamatan Sungai Pinang, Pengaron, Simpang Empat, Sambung Makmur dan sebagian Aranio. Lokasi dilapangan ditemui sebagai lokasi tambang (batu bara dan emas).
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
298
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Gambar 6. Situs-situs akibat kejadian angin puting beliung di Kalimantan Selatan
a. Topografi Yang harus diperhatikan dari faktor topografi adalah kondisi relief seperti ketinggian dari permukaan laut, derajat kelerengan atau kemiringan kontur dan kondisi batuan yang menutupi permukaan lahan yang mungkin muncul kepermukaan. Kemiringan lereng lebih banyak dikaitkan dengan kondisi kelembaban tanah, kandungan unsur hara mineral dan perlakuan yang perlu dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya erosi permukaan terutama pada saat lahan sedang terbuka. Sedangkan kondisi batuan yang menutupi areal baik yang berada pada lapisan tanahnya maupun yang muncul kepermukaan sangat menentukan kondisi dan perkembangan pertumbuhan akar tanaman.
b. Kondisi Iklim Kondisi iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah jumlah dan distribusi curah hujan, rata-rata temperatur udara tahunan, temperatur udara maksimum dan minimum, kelembaban dan
kecepatan angin. Bila kondisi iklim terutama dalam hal rerata jumlah distribusi hujan yang tidak sesuai dengan persyaratan jenis pohon yang ditanam akan menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan misalnya dalam hal kualitas tiap pohon atau bahkan dapat menimbulkan kematian sewaktu masih muda. Daerah Kabupaten Banjar secara umum mempunyai karakteristik iklim dengan ciriciri kelembaban tinggi. Rata-rata intensitas sinar matahari sebanyak 302 kal.cm2 .menit-1. Rata-rata kelembaban udara adalah 85% dengan jumlah curah hujan tahunan sebanyak 2.395 mm. Karenanya daerah kabupaten Banjar berdasarkan Schmidt and Ferguson (1951 in Sumadi, P., 1999) mempunyai iklim tipe B dengan nilai Q 23,2%. Temperatur berkisar sepanjang tahun mulai 26ºC sampai 29ºC (rata-rata 27 ºC). Menurut Khairiah (2005) secara analogi perspektif hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi iklim dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
299
IN NVESTIGASII DAN MODE EL .........(28)):292-304
Gambar 7. Diagram hubungan faktor-fakto or yang mempengaruh hi iklim di wilayah Ka abupaten Ba anjar dan Ko ota Banjarbarru. 1. Intensität Sinar S Mataha ari (Cal.cm-2.m min-1) Intensitas pen nyinaran mattahari merup pakan sa alah satu fa aktor penting g yang berperan da alam pembentukan siste em iklim di daerah ka abupaten Banjar d dan sekita arnya. Intensitas pen nyinaran mattahari didaerrah ini be ergerak anattara 150 sam mpai dengan n 450 Ca al.cm-2.min-1. Berdasa arkan data yang diperoleh te erlihat bahw wa pening gkatan inttensitas pen nyinaran terrjadi mulai bulan ap pril sampai oktober, kemudian bulan no opember sampai marret terjadi fase pe enurunan. Hal ini mengin ndikasikan bahwa b pa ada bulan-bulan terse ebut merup pakan pe eriode perga antian musim (musim hujan da an kemara au). Apabila data diatas d dihubungan dengan d flukktuasi tempe eratur da an evapora asi/transpirassi vegetasi dan yang pe enutupan lah han maka karakteristik k terlihat bahwa a semakin in ntensif penyinaran matahari ma aka berakibat pula pada flu dan ju suhu uktuasi umlah evvaporasi/tran nspirasi. 2. Curah Huja an (mm) Be erdasarkan informasi dari stasiun BMG kla as I di Banjarbaru u tahun 2004, memperlihatka an karakteriistik curah hujan (1998 – 2007 7) tertinggi pada p tahun 1998 de engan rata-rrata curah hujan 3.013 3 mm pa ada bulan n Desemb ber. Sedan ngkan se ebaliknya curah c huja an tahun 1991
memperlihatkan karakkteristik cura ah hujan terendah. Curah hujjan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desembe er 2003 sebanyak 656 6 mm. Secara um mum karakteristik iklim se elama 11 tahun te erakhir me enunjukkan adanya perubahan n iklim yang n nyata yaitu pada p saat musim kering (kemarrau) terjadi hanya 5 bulan sed dangkan no ormalnya adalah a 6 bulan. Sebaliknya m musim hujan menjadi lebih panja ang yaitu 7 bulan. Pad da bulanbulan okto ober sampa ai maret me erupakan bulan-bula an terjadinya curah hujan n dengan intensitas tinggi, sehiingga pada saat itu sangat me emungkinkan n terjadinya banjir b dan angin pu uting beliun ng apabila kondisi dan faktor penutupan n lahan agrometeo orologi lainnyya berubah ekstrim. e 3. Hari Hu ujan (hari) Berdasarka an data hari hujan yang terjadi di wilayah ka abupaten Ba anjar dan sekitarnya s diperoleh kenyataan b bahwa rata--rata hari hujan terttiggi terjadi pada tahu un 2000 dengan ha ari kejadian sebanyak 267 hari atau lebih h dari 8 bu ulan kejadia an hujan. Sedangkan n kejadian hu ujan bulanan n tertinggi terjadi pad da bulan Dessember 1995 5 dengan kejadian hujan h selama 29 hari. Gambar berikut me enunjukkan ssecara grafis s kejadian hari hujan mulai tahun 1998 sampa ai dengan 2007.
urnal Hutan Tropis T Borne eo Volume 10 0 No. 28, Edisi Desembe er 2009 Ju
300
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
Gambar 8. Grafik jumlah kejadian hari hujan di wilayah Kabupaten Banjar dan sekitarnya selama 10 tahun terakhir (1998 – 2007). Berdasarkan data jumlah hari hujan diatas menunjukkan bahwa hampir sepanjang tahun terjadi hujan, namun hari hujan tertinggi (25 -27 hari) terjadi pada bulan oktober sampai desember. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah kabupaten Banjar, Batola, Kota Banjarbaru dan Kodya Banjarmasin selain memiliki kemiripan lahan yang relatif datar, juga merupakan lahan yang sangat cocok sebagai lahan pertanian yang siap olah karena ketersediaan air yang cukup. Konsekuensi kondisi lahan ini sangat memungkinkan terjadinya Banjir pada hampir seluruh wilayah terutama daerah-daerah pesisir dan dataran bagian lembah. Konsekuensi lainnya adalah sangat memungkinkan terjadinya bahaya angin puting beliung.
relatif tipis yaitu hanya 1 sampai 2°C saja sepanjang tahun.
4. Kelembaban (%) Informasi kelembaban udara pada di wilayah Kabupaten Banjar dan sekitarnya, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan tingkat kelembaban yang tinggi (85–90%). Kisaran paling lembab ditemui terutama pada musim hujan dan sebaliknya kisaran terendah pada musim kemarau. Kelembaban rendah terjadi pada bulan Juli sampai Oktober dengan tingkat kelembaban 70-75%. Secara umum kelembaban rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 1995 dan 1996 (88%).
7. Evapotranspiration (mm) Seperti halnya yang terjadi dengan evaporasi, evapotranspirasi memiliki kemiripan dalam hal peranannya dalam siklus hidrologi di alam. Evapotranspirasi merupakan hasil penggabungan nilai dari evaporasi dan transpirasi sekaligus bersamaan, namun nilai ini merupakan nilai terpisah perhingannya. Evaporasi adalah nilai faktor penguapan yang terjadi pada obyek bukan tumbuhan (benda mati yang menguap seperti bumi, sungai, danau, sawah kosong, dll), Sedangkan evapotranspirasi lebih menyangkut pada penguapan obyek-obyek gabungan antara permukaan benda mati dan hidup sekaligus yang pehitungan nilai penguapannya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya seperti sawah yang bervegetasi, kebun, ladang, dan lain-lain.
5. Temperatur (°C) Kisaran temperatur yang terjadi di wilayah kabupaten Banjar dan sekitarnya berkisar antara 25°C dan 29°C. Namun demikian perbedaan temperatur pada sepanjang tahun tidak terlihat secara jelas. Kenaikan dan penurunan temperatur yang terjadi
6. Evaporasi (mm) Evaporasi adalah salah satu faktor iklim yang keberadaannya dipengaruhi langsung oleh faktor iklim lain (curah hujan, temperatur dan kelembaban). Faktor evaporasi ini memegang peranan penting dalam mengatur dan mengendalikan fungsi hidro-orologis kawasan terutama dalam mengatur jumlah curah hujan dan hari hujan. Banyak atau sedikitnya evaporasi pada suatu kawasan akan mempengaruhi secara global kondisi iklim pada kawasan tersebut, karena faktor evaporasi adalah salah satu faktor dalam siklus hidrologi atau pergerakan air dibumi ini.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
301
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
c. Kondisi Tanah Beberapa sifat fisik tanah yang penting peranannya dalam pertumbuhan tanaman adalah kedalaman tanah, tekstur dan drainase, sifat kimianya adalah pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan unsur hara dan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman d. Gangguan Keamanan Hutan Faktor gangguan terhadap keamanan hutan juga berperan ini terutama menyangkut masalah kondisi sosial ekonomi dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan dalam rangka pembangunan HTI, masyarakat sekitar hutan, aksesibilitas dari hutan terhadap lingkungan serta sumberdaya yang tersedia sehingga dapat terjadi gangguan seperti pencurian kayu, penggembalaan liar, kebakaran dll, disamping gangguan hutan yang bersifat non teknis seperti gangguan hama dan penyakit tanaman. e. Kondisi Atmosfir Kondisi atmosfir yang buruk dapat menyebabkan kemunduran kerusakan pada pertumbuhan tanaman, misalnya terjadinya hujan asam, kandungan gas-gas beracun yang terdapat diatmosfir yang meningkat (misalnya CO, SO2, penipisan lapisan ozon) sehingga menjadikan kondisi baik tanaman maupun kualitas udara di atmosfir semakin memburuk. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Hasil yang diperoleh dari pengamatan partisipasi masyarakat ini menunjukkan bahwa partisipasi aktif masyarakat dalam menanggapi situasi Angin Puting Beliung cukup positif sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat serta pengetahuannya tentang lingkungan. Pada prinsipnya masyarakat cukup aktif dalam mengapresiasi bentuk-bentuk kegiatan pemerintah dalam upaya menangani degradasi dan kerusakan lingkungan. Namun demikian adanya keterbatasan pengetahuan dan kurangnya penyuluhan tentang pentingnya menjaga lingkungan terhadap masyarakat menjadikan masyarakat setempat terkesan tidak berdaya. Hal ini terlihat pada hasil pengolahan data di lapangan pada daerah survey di wilayah Simpang Empat dan Pengaron dimana dalam beberapa waktu
yang lalu terjadi Angin Puting Beliung besar, terlihat antusiasme masyarakat yang selalu kooperatif dengan pihak pendatang (peneliti). Umumnya mereka menyadari bahwa dengan berkurang atau terbukanya lahan akan menyebabkan Angin Puting Beliung dimana-mana, apalagi dengan adanya pengrusakan lahan yang tidak terkendali akibat adanya praktek pertambangan baik yang berizin maupun liar. Pada akhirnya masyarakat tidak berdaya untuk melakukan sesuatu, kalau tidak ada kebijakan pemerintah yang memacu dalam hal pengelolaan lahan tersebut. Kondisi Sifat Fisik Tanah Tanah yang berada dilokasi penelitian mempunyai tekstur lempung berpasir (untuk areal pasca kebakaran). Tanah mengandung 58,73% pasir, 13,45% debu dan 40,71 – 45,65% liat, konsistensi tanah dari sangat gembur sampai lepas. Berdasarkan sifat fisik tanah diduga akan mengandung pasir dan liat dengan persentase yang hampir seimbang. Fraksi pasir akan menciptakan pori makro di dalam tanah. Pori makro di dalam tanah akan ditempati oleh udara. Sebaliknya liat akan menciptakan pori mikro di dalam tanah yang akan ditempati oleh air. Adanya pori makro dan pori mikro akan mampu menyediakan udara dan air yang cukup untuk proses metabolisme tumbuhan. Tanah yang terlalu banyak atau hampir seluruhnya mengandung pasir tanahnya terlalu porous sehingga tidak mampu menahan air. Sedangkan tanah yang terlalu banyak atau hampir seluruhnya mengandung liat tanahnya menjadi pejal sehingga dapat menyebabkan tanaman kekurangan udara, akar tanaman juga sukar untuk bergerak (merambat). Tanah yang banyak mengandung liat juga sering sekali sukar untuk dapat ditembus air sehingga jika lahan dalam kondisi datar akan dapat menyebabkan genangan air yang berakibat membusuknya akar. Pada lahan yang miring dapat terjadi aliran air permukaan yang mengakibatkan terjadinya erosi. Selain sifat fisik tanah yang baik, tanah juga didukung oleh sifat kimia yang baik pula yaitu kisaran pH mendekati netral–netral. PH tanah yang demikian ini akan mendukung bagi ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan juga mendukung kehidupan organisme-
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
302
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
organisme tanah baik itu mikroorganisme maupun makroorganisme. Kisaran pH tanah pada areal pasca kebakaran menunjukkan dari 6,2–7. Sifat basa dari areal tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan areal tidak terbakar. Hal ini disebabkan karena tanah pada areal pasca kebakaran mengandung abu. Dalam keadaan pH tersebut, diduga akan cukup mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan vegetasi dalam proses suksesi. Sekitar 3,51% dan luas wilayah kabupaten Banjar dikategorikan tererosi berat yang terjadi disekitar waduk Riam Kanan di Kecamatan Aranio, Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Karang Intan khususnya di daerah-daerah pengambilan batu dilerenglereng bukit. Berdasarkan data dan buku RTRW tahun 2004 diketahui bahwa pada tahun 1998 di kecamatan Simpang Empat sekitar 63.665 ha tidak ada erosi. 1.300 ha erosi ringan dan sekitar 523 ha erosi berat seiring dengan bertambah banyak aktivitas kegiatan penambangan di kecamatan yang tererosi berat pun semakin luas. Hasil pengamatan di lapangan selama survei terlihat bahwa tingkat erosi tanah yang terjadi beragam dari ringan sampai sangat berat. Hal ini erat hubungannya dengan penutupan lahan oleh vegetasi topografi setempat serta terdapatnya arealareal yang sudah ditambang oleh rakyat dimana tidak atau belum dilakukan reklamasi dan revegetasi lahan bukaan tambang dan waste dump area.
Berpedoman kepada formula untuk menghitung nilai indeks erositas hujan yang ditampilkan pada metoda studi, yaitu RM = 2,21(rain)m1.36, maka nilai indeks erosivitas hujan (R) menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu 1798,6. Hal ini disebabkan karena rata-rata curah hujan tahunan yang juga tinggi, yaitu mencapai 2449,1mm per tahun. Angka indeks erodibilitas tanah (K) yang dihitung berdasarkan beberapa penilaian sifat-sifat dan kimia tanah, yaitu dengan menggunakan rumus yang tercantum pada metode studi, maka dapat dicatat bahwa nilai indeks erodibilitas tanah untuk tanah podsolik adalah 0,22 dan 0,48 untuk tanah di areal bukaan tambang dan waste dump area. Berdasarkan tabel petunjuk penetapan nilai indeks vegetasi dan pengelolaan lahan (CP), maka perkebunan karet yang dilengkapi dengan tanaman penutup tanah nilai CP nya adalah 0,1, sedangkan kebun campuran/tegalan yang tidak diteras adalah 0,2. Adapun nilai CP dari lahan bekas tambang yang saat ini masih kosong (tidak ada tanaman) adalah 1,0. Besarnya erosi maksimum yang terjadi pada berbagai penggunaan lahan, lereng dan jenis tanah wilayah studi dapat dilihat dimana rata-rata besarnya erosi adalah 335,49 ton/ha/tahun. Angka ini dapat dianggap sebagai rona lingkungan hidup awal dari erosi yang terjadi di wilayah studi, dan tergolong ke dalam tingkat bahaya erosi berat, dimana hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh tingginya erosi yang terjadi pada area yang sedang ditambang.
KESIMPULAN
Dalam mengelola atau menangani bencana angin puting beliung khususnya di wilayah Kalimantan Selatan adalah suatu pengelolaan bencana terpadu dapat dikelompokkan dalam 3 elemen penting, yaitu : the enabling environment, peranperan institusi (institutional roles), dan Kebijakan-kebijakan yang terkait pengelolaan bencana. Pola aliran angin puting beliung yang berpotensi melanda kawasan di wilayah Kalimantan Selatan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu bagian hilir yang meliputi wilayah kecamatan aluh-aluh, kodya
Banjarmasin dan batola serta kawasan hulu yaitu di wilayah kecamatan Astambul, Banjarbaru dan Martapura. Model pendekatan yang dikembangkan adalah pendekatan teknik inderaja, terestris (ekologi vegetasi, tanah dan lahan) dan sosekbud (pendekatan PRA) merupakan pendekatan terpadu yang memadukan teknik interpretasi bertingkat dan multi disipliner. Model ini merupakan suatu pendekatan yang relatif akurat secara teknik dan dapat menjembatani “needs” masyarakat selaku stakeholder dalam upaya melakukan konservasi dan
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
303
INVESTIGASI DAN MODEL .........(28):292-304
rehabilitasi lahan di wilayah Kalimantan Selatan Sosialisasi yang dilakukan merupakan model pendekatan multi sektoral dan multi institusional, dimana hampir semua institusi yang berkepentingan dapat mengerti dan memahami pemanfaatan kajian dari kejadian angin puting beliung. Model yang dikembangkan ini bila dilihat dari aspek konservasi dan rehabilitasi lahan, dapat dikategorikan dalam 2 (dua) hal yaitu: Upaya analitik dalam identifikasi dan penanganan kawasan secara terpadu
sesuai dengan kondisi floristik, sosek masyarakat dan karakteristik lahan. Model ini merupakan upaya mengoptimumkan kondisi terkini lahan dan melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan. Upaya preventif dalam menangani bahaya angin puting beliung jika datang melanda dengan mengembangkan model alat sistem deteksi dini bahaya angin puting beliung. Model ini merupakan upaya meminimalisasikan bentuk kerugian materi maupun non materi pada saat terjadinya angin puting beliung.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
304