PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR DAN ANGIN PUTING BELIUNG: STUDI KASUS JAKARTA DAN YOGYAKARTA THE USE OF SATAID TO ANALYZE FLOOD AND MINI TWISTER: CASE STUDY OF JAKARTA AND YOGYAKARTA Hastuadi Harsa, Utoyo Ajie Linarka, Roni Kurniawan, Sri Noviati Puslitbang BMKG, Jl Angkasa 1 No.2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Japan Meteorology Agency (JMA) mengembangkan aplikasi SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis) untuk menampilkan citra satelit dan mendapatkan nilai beberapa parameter meteorologi di dalamnya. Pada makalah ini dibahas mengenai pemanfaatan aplikasi tersebut terkait kejadian banjir di Jakarta 1 Februari 2008 dan angin puting beliung di Yogyakarta 18 Februari 2007. Prosedur yang dilakukan pada kajian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan analisa berdasar citra satelit yang diperoleh dari aplikasi SATAID tersebut. Kata kunci: SATAID, citra satelit, cuaca ekstrim, banjir, angin puting beliung. ABSTRACT Japan Meteorology Agency (JMA) developed SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis) application to display and to retrieve some meteorology parameter values in satellite image data. This paper studies the use of the application in analyzing the Jakarta flood February 1st, 2008 and the Yogyakarta Tropical cyclone February 18th, 2007. The procedure described in this paper can be applied in another issues as a reference material in analyzing SATAID image data. Keywords: SATAID, satellite imagery, extreme weather, flood, tropical cyclone. Naskah masuk : 2 Agustus 2011 Naskah diterima : 13 September 2011 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pada tahun 2007, Pusat Penelitian dan Pengembangan - Badan Meterorologi dan Geofisika (Puslitbang - BMKG) merintis kegiatan kerja kajian cuaca ekstrim1). Sasaran yang dicapai adalah terbentuknya basis data (database) cuaca ekstrim yang berdampak buruk terhadap sektor kehidupan masyarakat. Basis data terbentuk dari berita-berita media massa utamanya surat kabar. Kemudian pada tahun 2008, Puslitbang - BMKG melanjutkan penelitian dengan mengulas dua contoh kasus bencana berupa banjir di Jakarta pada 1 Februari 2007, dan angin puting beliung Yogyakarta pada 18 Februari 2007, dengan menggunakan model atmosfer numerik CCAM
(Conformal Cubic Atmospheric Model) yang dikembangkan oleh CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization), Australia2). Kondisi atmosfer sebelum kejadian, saat kejadian dan setelah kejadian dari ketiga bencana tersebut disimulasikan. Selain itu dilakukan pula analisis statistik terhadap basis data cuaca ekstrim serta pembaharuan (update) data terhadap basis data yang telah terbentuk pada tahun sebelumnya. Untuk melengkapi analisa studi kasus bencana tersebut, maka perlu kiranya dilakukan kajian pemanfaatan data pendukung parameter meteorologi berupa data yang diambil dari citra satelit.
PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR..................................................................................Hastuadi Harsa dkk
197
1.2.Tinjauan Pustaka Banjir adalah suatu peristiwa terjadinya peluapan air yang berlebihan di suatu tempat3). Kejadian banjir sendiri dapat terjadi karena kombinasi berbagai faktor yang kompleks tetapi di daerah-daerah sekitar khatulistiwa dimana kontribusi hujan monsun dianggap cukup besar. Menurut Sebastian4), banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain, sedangkan diperkotaan genangan lokal terjadi pada saat musim hujan, skala banjir yang terjadi cukup besar dan belum dapat dikendalikan secara dominan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan akibat banjir, antara lain: besar banjir; kecepatan aliran air; dan periode kejadian banjir. Kejadian banjir dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya faktor manusia mempunyai pengaruh sangat besar terhadap terjadinya banjir. Secara garis besar, pengaruh manusia terhadap banjir adalah ketidakmampuan manusia dalam mengatur jalannya air. Salah satu wujud di antara ketidakmampuan manusia tersebut adalah buruknya sistem irigasi yang dibangun untuk mengalirkan air, di mana hal ini diakibatkan pula oleh berbagai permasalahan seperti buruknya peraturan pembangunan gedung, pemukiman, daerah resapan, daerah industri, dan sebagainya. Hasil penelitian Susmarkanto5) menuturkan bahwa perilaku masyarakat dan industriawan dalam membuang limbah dan kotorannya ke sungai merupakan sumber/faktor penyebab pencemaran lingkungan perairan sungai, sehingga sungai mengalami pendangkalan dan penyempitan yang berakibat lebih lanjut timbulnya banjir karena daya dukung sungai untuk menampung dan mengalirkan air hujan ke laut sudah mulai berkurang. Di samping itu, eksploitasi hutan yang berlebihan oleh manusia juga memiliki peran yang besar pada terjadinya banjir. Dengan kondisi lingkungan yang buruk tersebut, peluang terjadinya banjir sangat besar pada saat muncul pemicu dari alam berupa hujan yang turun dalam skala yang besar. Pada makalah ini pembahasan dititik beratkan pada analisa kondisi meteorologi yang terekam dalam bentuk citra satelit, tidak lama sebelum kejadian banjir berlangsung. Selain banjir, angin puting beliung juga menjadi pokok bahasan pada penelitian ini. Puting beliung adalah sebutan masyarakat terhadap
fenomena angin kencang yang berputar (vortex), dan umumnya terjadi bersamaan dengan curah hujan dengan intensitas tinggi3). Fenomena ini bersifat lokal, mencakup area antara 5 - 10 kilometer. Puting beliung dapat didefinisikan sebagai angin kencang yang muncul secara tibatiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi. Periode hidupnya sangat singkat, yaitu sekitar 3 - 5 menit, mulai dari tumbuh hingga punahnya. Jenis angin ini di Indonesia kadang dikenal juga dengan istilah angin Puyuh, Lesus (Jawa), Sirit Batara (Sunda). Bila dibandingkan dengan banjir, puting beliung lebih murni disebabkan oleh faktor alam. J a p a n M e t e o ro l o g y A g e n c y ( J M A ) mengembangkan sebuah aplikasi yang diberi nama SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis). Aplikasi tersebut berfungsi mengambil data parameter meteorologi dari citra satelit. Makalah ini mengkaji penggunaan aplikasi tersebut sebagai penyedia data dukung parameter meteorologi pada citra satelit untuk menganalisa kejadian alam, baik yang terkait dengan cuaca maupun bencana. SATAID adalah satu set software yang dijalankan di dalam sistem operasi Windows, berfungsi untuk mengolah gambar satelit6,7). Inti dari sistem SATAID adalah aplikasi untuk menampilkan data binary dari satelit menjadi gambar. Aplikasi ini dikembangkan sebagai kontribusi JMA kepada World Meteorology Organization (WMO). Saat ini SATAID telah digunakan sebagai alat operasional di JMA untuk analisis cuaca harian, termasuk pula dalam kegiatan monitoring tropical cyclone. Ada beberapa variasi program SATAID seperti GMSLPD yang dikhususkan untuk analisa siklon tropis. SATAID digunakan untuk menampilkan citra satelit dan meng-overlay data prediksi cuaca numerik NWP (Numerical Weather Prediction). Data NWP terpisah dari data citra satelit, didapatkan juga dari JMA dalam satu paket dengan data citra satelit. Dengan menggunakan SATAID, pengguna dapat menampilkan dan melakukan overlay antara citra satelit dan data NWP. Dimungkinkan juga overlay berbagai macam data yang didapatkan antara lain dari data pengamatan sinoptik, kapal, suhu, radar, pencatat profil angin, dan sebagainya, dengan syarat data-data tersebut telah memiliki format yang sama sebagaimana yang diminta oleh aplikasi SATAID.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 195 - 205
198
Aplikasi ini juga dapat menampilkan grafik baik penampang melintang, maupun grafik berdasar waktu (time series), dan menyimpannya ke dalam file MS Excel dengan format *.csv. Hasil output yang disimpan ke dalam file tersebut dapat pula diberi komentar untuk keperluan studi kasus dan pelatihan. Aplikasi SATAID diperoleh di website JMA: http://mscweb.kishou.go.jp/ VRL/.8) II.Metode Penelitian Pada kajian ini dipilih dua studi kasus cuaca ekstrim di Indonesia, yaitu banjir Jakarta 1 Februari 2008 dan angin puting beliung Yogyakarta 18 Februari 2007. 2.1.Banjir Jakarta Batas wilayah/posisi data SATAID dan NWP yang digunakan adalah sebagai berikut: Luas wilayah yang diamati Latitude 18.67 N s/d 15 S Longitude 97.5 E s/d 128.72 E Posisi Jakarta Latitude 6.15 S Longitude 106.82 E
Dari data citra satelit pada kanal Infra Red (IR), dilakukan pengolahan menggunakan aplikasi SATAID, selanjutnya dilakukan interpretasi kualitatif secara visual dari citra satelit untuk menentukan suhu awan dari citra satelit. 2.2.Angin Puting Beliung Yogyakarta Batas wilayah/posisi data SATAID dan NWP yang digunakan adalah sebagai berikut: Luas wilayah yang diamati: Latitude 11.53 N s/d -20 S Longitude 94.77 E s/d 142.04 E Posisi Yogyakarta: Latitude 7.8 S Longitude 110.36 E Dari data citra satelit yang ada, dilakukan pengolahan menggunakan aplikasi SATAID versi GMSLPD yang memiliki fitur analisa tropical cyclone. Di mana dengan fitur tersebut, bentuk tutupan awan dapat lebih diperjelas. Alur kerja umum aplikasi SATAID ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur kerja aplikasi SATAID
Sedangkan prosedur yang dilakukan pada makalah ini adalah: 1. Menyediakan data dukung berupa input file data mentah dari satelit MTSAT (Multi-fuctional Transport Satellite), untuk didisplay oleh SATAID. Pada makalah ini untuk analisa
kejadian banjir Jakarta dipilih data dengan rentang waktu tanggal 30 Januari 2008 jam 01:45 UTC sampai dengan 1 Februari 2008 jam 23:45 UTC (dua hari). Sedangkan untuk analisa kejadian angin puting beliung Yogyakarta dipilih data dengan rentang waktu tanggal 17
PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR..................................................................................Hastuadi Harsa dkk
199
Februari 2007 jam 00:00 UTC sampai dengan 18 Februari 2007 jam 23:00 UTC (dua hari). 2. Memilih data mentah dari kanal infra merah 1 (Ir1), ditandai dari nama filenya. 3. Untuk analisa banjir, dipilih menu "Image" IR1,
kemudian dipilih function "Gray", di dalam function "Gray" dipilih function "Color", di dalam sub function "Color" dipilih function "Ext1". Letak pemilihan pada aplikasi ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Letak item yang disetting untuk analisa banjir.
4. Untuk analisa puting beliung, dipilih menu "Image" EIR-M, kemudian dipilih function "TC", kemudian dipilih skala warna "DG" atau "MG". Letak pemilihan pada aplikasi ditunjukkan pada gambar 3.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Banjir Jakarta Pada 1 Januari 2008 di Jakarta tercatat tidak kurang dari 144 titik mengalami banjir. Di Jakarta Timur, genangan air tertinggi berada di Cipinang Muara, Jatinegara yakni 30cm - 1 meter, Kelurahan Cipinang Besar Utara 70 - 120 cm, Kelurahan Cipinang Besar Selatan 40-160 cm, dan Kecamatan Pulogadung 50-80 cm. Di Jakarta Utara, titik genangan air rata-rata 35 cm. Sedangkan di Jakarta Selatan, titik genangan air rata-rata 10-50 cm9). Kondisi tutupan awan yang tampak pada citra satelit ditampilkan oleh SATAID ditunjukkan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut terdapat awan dingin, yang ditunjukkan oleh warna merah.
Gambar 3. Letak item yang disetting untuk analisa puting beliung. JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 195 - 205
200
Gambar 4. a.Kondisi citra satelit tutupan awan yang telah dikonversi ke dalam suhu puncak awan pada saat awal hujan lebat Jakarta tanggal 31 Januari 2008 jam 08:45 UTC; b.Kondisi angin permukaan; c.Kondisi suhu permukaan; d.Kondisi citra satelit 1 Februari 2008 jam 05:45 UTC.
PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR..................................................................................Hastuadi Harsa dkk
201
Gambar 5. a. b. c. d.
Kondisi angin permukaan 31 Januari 2008 jam 12:45 UTC; Kondisi suhu permukaan; Kondisi angin permukaan 1 Februari 2008 jam 06:00 UTC; Kondisi suhu permukaan; e. Kondisi tutupan awan dengan yang telah dikonversi ke dalam sebaran suhu.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 195 - 205
202
Kondisi saat mulai terbentuk awan hujan ditunjukkan pada Gambar 4.a. Gambar 4.a. didapatkan dari hasil pengolahan kanal Infra Red (IR), gambar tersebut menunjukkan kondisi tanggal 31 Januari 2008 jam 08:45 UTC. Warna merah yang menunjukkan suhu dingin (-60°C sampai dengan -80°C) berada di wilayah selatan Jawa Barat dan Banten. Gambar 4.b. menunjukkan data NWP pada tanggal yang sama yang terkumpul dalam basis data input citra satelit pada jam 06:00 UTC. Gambar ini menunjukkan kondisi angin dari hasil menu penghitungan NWP yang ada pada aplikasi SATAID. Di sebelah selatan Jawa Barat dan Banten kondisi angin cenderung membentuk gerakan siklonik. Parameter NWP ini dikumpulkan setiap 6 jam, Gambar 4.c. menunjukkan suhu permukaan dari hasil pengolahan NWP oleh SATAID. Daerah sebelah selatan Jawa Barat dan Banten bersuhu sekitar 28°C - 29°C pada jam 06:00 UTC. Gambar 4.d. merupakan hasil pemantauan satelit yang diambil pada 31 Januari 2008 jam 12:45 UTC. Awan dengan suhu dingin yang sebelumnya terkonsentrasi di sebelah selatan Jawa Barat dan Banten mulai bergerak ke utara mendekati Jakarta. Sementara itu, kondisi angin yang terpantau menunjukkan bahwa ada pertemuan angin, yaitu dari arah timur Kalimantan dan dari barat Sumatra. Kondisi pertemuan angin tersebut menyebabkan angin bergerak ke arah selatan melewati Banten dan Jakarta. Sementara untuk suhu permukaan yang terpantau oleh satelit di daerah Jakarta dan Banten mengalami penurunan, yaitu sekitar 26°C - 27°C. Kondisi awan berikutnya adalah seperti tampak pada Gambar 4.d. yaitu pada tanggal 1 Februari 2008 jam 05:45 UTC. Sementara awan dingin di Jakarta masih tetap ada. Hal ini mengindikasikan bahwa di Jakarta terjadi hujan dengan intensitas tinggi dimulai dari malam sebelumnya, yaitu tanggal 31 Januari 2008 jam 19:45 UTC. Gambar 5. a.menunjukkan kondisi NWP angin pada tanggal 1 Februari 2008 jam 06:00 UTC. Dari gambar tersebut terlihat bahwa angin masih tetap bergerak ke selatan pulau Jawa, dengan pengaruh pertemuan dua arah angin, yaitu dari barat Sumatera menuju ke timur bertemu dengan dari timur menuju ke barat Kalimantan. Sedangkan suhu permukaan di Jakarta berkisar antara 27°C -
28°C sepeti yang ditunjukkan pada Gambar 5.b. Pada Gambar 5.e ditunjukkan kondisi tutupan awan dingin di sekitar wilayah Jakarta. Pada gambar tersebut terlihat bahwa awan dingin yang terkonsentrasi di tiga tempat sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.d, mengalamai pergerakan. Namun pergerakan ini hanya terjadi pada dua tempat konsentrasi awan saja, yaitu yang tadinya berada di atas Kalimantan Barat bergerak ke arah selat Karimata dan yang tadinya berada di atas Sumatera Selatan bergerak ke arah barat daya ke arah samudra Hindia. Sedangkan satu lokasi konsentrasi awan dingin tetap tanggal, yaitu di atas wilayah Jakarta. Kemungkinan besar, keberadaan awan dingin dengan durasi lama inilah yang menimbulkan hujan dengan intensitas tinggi yang berpotensi menyebabkan terjadinya banjir. 3.2.Angin Puting Beliung Yogyakarta Dari data citra satelit tanggal 18 Februari 2007, data tersebut kemudian diolah menggunakan aplikasi SATAID versi GMSLPD yang memiliki fitur analisa untuk tropical cyclone. Analisa dari citra satelit menunjukkan pertumbuhan awan konvektif kuat yang berpotensi menimbulkan angin puting beliung di daerah Yogyakarta pukul 10:00 UTC, dan dari citra satelit tersebut, kondisi yang mungkin menunjukkan keberadaan angin puting beliung berdurasi sekitar 3 jam, ditunjukkan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 di kotak dengan label a, terlihat bentuk awan yang berpotensi membentuk angin puting beliung. Pada kotak dengan label b, awan semakin membentuk pola bulatan. Pola bulatan yang dimaksud di sini ditunjukkan dengan warna hitam dikelilingi warna putih. Pada kotak dengan label c, awan di atas daerah Jawa Barat semakin hilang, sedangkan di atas daerah Yogyakarta masih tetap ada. Pada kotak dengan label d, awan di atas daerah Yogyakarta semakin sempurna membentuk pola melingkar. Pada kotak dengan label e, pola awan mulai menyebar. Pada kotak dengan label f, awan bergerak ke sebelah selatan Yogyakarta. Gambar 7.a. menunjukkan kondisi tutupan awan pada tanggal 18 Februari 2007. Suhu puncak awan di sepanjang garis berwarna kuning pada Gambar 7.a ditunjukkan pada Gambar 7.b. Dari grafik tersebut tampak adanya penurunan suhu puncak awan. Penurunan suhu puncak awan tersebut mencapai hingga -70°C. Pada penurunan
PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR..................................................................................Hastuadi Harsa dkk
203
suhu puncak awan yang mencapai -70°C, biasanya mengindikasikan pembentukan awan konvektif kuat yang berpotensi menimbulkan angin putting beliung. Selain kondisi penurunan suhu puncak
awan tersebut, angin puting beliung juga berpotensi terjadi apabila kondisi awan dingin membentuk formasi seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Perubahan temporal kondisi tutupan awan pada saat terjadinya angin puting beliung Yogyakarta melalui proses analisa tropical cyclone oleh aplikasi SATAID
Gambar 7. a. Kondisi tutupan awan pada saat terjadi angin puting beliung, 18 Februari 2008 13:00 UTC; b. Data numerik suhu puncak awan sepanjang garis kuning pada Gambar a;
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 195 - 205
204
Gambar 8. a. Kondisi tutupan awan pada saat terjadinya angin puting beliung Yogyakarta; b. Kontur suhu puncak awan dari area pada gambar a;
IV.KESIMPULAN 1. Sebelum terjadi banjir Jakarta 1 Februari 2008, terlihat awan dingin yang ditunjukkan dengan warna merah pada aplikasi SATAID. Awan dingin tersebut mengindikasikan adanya konsentrasi awan konvektif kuat yang dapat menyebabkan curah hujan dengan intensitas tinggi yang berpotensi menyebabkan banjir. 2. Pada saat terjadi puting beliung Yogyakarta 18 Februari 2007, citra satelit menunjukkan awan dengan pola bulatan yang merupakan konsentrasi awan konvektif kuat yang berpotensi menimbulkan angin puting beliung. V. DAFTAR PUSTAKA Puslitbang BMKG. (2007). Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 2) Puslitbang BMKG. (2008). Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 1)
3)
Puslitbang BMKG. (2009). Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 4) Sebastian, L. (2008). Pendekatan Pencegahan Dan Penanggulangan Banjir. Jurnal Dinamika Teknik Sipil, 8(2), 162-169. 5) Susmarkanto. (2002). Pencemaran lingkungan perairan sungai Salah satu faktor penyebab banjir di Jakarta. Jurnal Teknologi Lingkungan, 3(1), 13-16. 6) Yoshiro Tanaka. (2009). SATAID-Powerful Tool for Satellite Analysis. RSMC TokyoTyphoon Center, Japan Meteorology Agency (JMA). 7) Meteorological Satellite Center (MSC) of JMA. (2010). (http://mscweb.kishou.go.jp/VRL/ sataid/index.htm), diakses 12 Juni 2010. 8) Japan Meteorology Agency (JMA). (2010). (http://mscweb.kishou.go.jp/VRL/), diakses tanggal 21 April 2010. 9) Poskojabar. (2008). Banjir Jakarta dan Sekitarnya Februari-2008. (http://poskojabar.blogsome.com), diakses 15 Juni 2011.
PEMANFAATAN SATAID UNTUK ANALISA BANJIR..................................................................................Hastuadi Harsa dkk
205