Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
INVENTARISASI POTENSI UBI UBIAN DI WILAYAH MADURA Cahyo Indarto dan Millatul Ulya Program studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Email :
[email protected]
ABSTRAK Permasalahan pada ketahanan pangan saat ini, secara internal dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk dan pergeseran pola konsumsi dari non beras ke beras. Hal ini terjadi karena masyarakat selalu berorientasi terhadap pola pangan beras (beras sentris). Selain itu juga, ada anggapan bahwa mengkonsumsi beras lebih prestige daripada sumber energi yang lain. Sektor pangan non beras yang potensi di Jawa Timur khususnya Madura selain jagung adalah ubi-ubian. Oleh karena itu perlu dicari suatu alternatif pemecahan masalah tersebut dengan cara melakukan inventarisasi potensi ubiubian lokal Madura. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang potensi ubi-ubian (keragaman dan pemanfaatan ubi-ubian). Hasil Penelitian menunjukan bahwa jenis- jenis ubi yang dikenal pada masyarakat Madura adalah : ketela pohon, ubi jalar, bentul, umbi, gadung, talas, ganyong dan garut. Jenis ubi-ubian yang dapat dikembangkan di Madura adalah Ketela pohon dan ubi jalar, karena kedua jenis ubi-ubian ini sudah dikenal baik oleh masyarakat Madura.Bahkan di Kabupaten Sumenep (salah satu kabupaten di wilayah Madura) hanya ketela pohon dan ubi jalar yang mempunyai nilai ekonomi, sedangkan jenis ubi yang lain tidak ditemukan secara signifikan. Produktivitas rata-rata ubi kayu di Madura adalah 11,97 ton /ha, sedangkan produktivitas ubi jalar rata-rata adalah 8,38 ton/ha. Pengolahan jenis ubi-ubian di Madura yang banyak ditemukan adalahsemua jenis keripik, jajan pasar, rog orog dan bugul. Kata kunci : Inventarisasi, ubi-ubian, potensi PENDAHULUAN Ubi-ubian merupakan sumber karbohidrat potensial. Ubi-ubian juga merupakan tanaman indenous Indonesia. Beberapa wilayah Indonesia merupakan wilayah potensial ubi-ubian baik sebagai wilayah penanaman maupun pemanfaatan (Lampung, Bogor, Wonogiri, Gunungkidul, Pacitan, dan Papua). Pencapaian swa-sembada pangan, beras khususnya pada tahun 1984 diduga menggeser pola konsumsi dari ubi-ubian menjadi beras. Pulau Madura pada awalnya merupakan wilayah potensial jagung dan memanfaatkannya sebagai sumber pangan. Namun demikian dimungkinkan juga terjadi pergeseran pola konsumsi menjadi beras. Untuk merancang ketahanan pangan yang komprehensip diperlukan data tentang sumber-sumber pangan secara METODE Lokasi Penelitian Metode mendapatkan data identifikasi dan inventarisasi menggunakan metode survei eksploratory dan teknik PRA dengan memanfaatkan analisis data peubah Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
kualitatif dan kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan memanfaatkan kelompok yang terdapat di pedesaan. Lokasi penelitian ditentukan secara “purposive” yakni di empat wilayah Madura yaitu Kabaupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep yang memiliki zona iklim berbeda. Selanjutnya dari masing-masing Kabupaten dipilih Kecamatan-kecamatan. Lebih jauh akan ditentukan desa dari setiap kecamatan yang telah dipilih. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keragaman Umbi-umbian Hasil survei macam umbi-umbian yang ada di empat kabupaten di Madura disajikan pada Tabel 1 dengan persentase menggambarkan banyaknya petani penanam umbi-umbian tersebut. Dari Tabel 1 terlihat bahwa di Madura ditemukan 9 macam umbi-umbian. Ubi kayu atau umbi kayu dan ubi jalar (ubi jalar) menempati urutan pertama dan kedua (termasuk dalam kelompok umbi utama) ditemukan di semua wilayah kabupaten, sedang 6 jenis lainnya, tidak selalu ditemukan di setiap kabupaten. Umbi-umbian lain seperti umbi (Deoschorea spp.), gadung (D. Hispida), ganyong (Canna edulis), talas (C. antiquarum), garut (Maranta arundinaceae), dan suweg (Amorphophallus campanulatus) secara adminsitratif tidak tercatat meskipun hampir semua tetap ditanam oleh petani, kecuali suweg dan iles-iles (umbi gajah) dibiarkan tumbuh liar. Suweg/lorkong dijumpai di lahan-lahan yang tidak dikelola, hidup liar dekat kelompok bambu, di bawah pohon lain dan di pinggir sungai. Pada jaman penjajahan Jepang lorkong atau iles-iles (Amorphophallus variabilis) digunakan untuk membuat konjaku, makanan Jepang (Rifai, 1993). Tabel 1. Persentase Keragaman umbi-umbian di Madura No
Macam umbiumbian 1 Ubi Kayu 2 Ubi Jalar 3 Bentul 4 Umbi 5 Ganyong 6 Gadung 7 Garut 8 Suweg 9 Talas Sumber : Data Primer
Madura
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
44,38% 21,72% 3,91% 13,75% 1,41% 4,69% 0,47% 9,69%
9,06% 6,72% 5,00% 1,41% 3,28% 0,47% 3,28%
11,41% 7,03% 0,63% 4,22% 0,94% 0,78%
13,13% 4,38% 3,28% 4,53% 0,47% 5,16%
10,78% 3,59% 0,47%
Keragaman umbi di Madura meliputi Dioscorea alata L.,(umbi ungu), D. cayenensis Lam.,(umbi kuning), and D. rotundata Poir.,(umbi putih), D esculenta (gembili), D hispida (gadung) dan gembolo (D. opposita). Jumlah ini merupakan 75% dari jumlah umbi yang bisa dimakan atau 1% dari jumlah seluruh spesies dari genus Deoscorea (Williams, 1980). Di Madura umbi dan gadung ditemukan sebagai tanaman pagar di pekarangan dan di pinggir lahan pertanian. Penanaman di pinggir lahan untuk ubi kayu juga dijumpai di wilayah Kabupaten Sumenep dan Pamekasan terutama di daerah sentra penanaman tembakau. Umbi-umbian mempunyai nilai glychemic index rendah sehingga sesuai untuk sumber energi bagi penderita diabetis melitus.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Talas (Colocasia antiquarum) dan bentul (Colocasia esculenta) seringkali disatukan, padahal keduanya berbeda, terutama bagian umbi yang dapat dimakan. Dari pustaka yang ada dijelaskan bahwa yang dimakan dari talas adalah anak umbi utama, sedangkan untuk bentul yang dimakan adalah umbi batang. Selain bentul dan talas yang ditanam petani, di Madura juga ditemukan talas air liar (Cyrtosperma chamissonis dan Cyrtosprma merkusii), di Burneh, Bangkalan dan di Sumenep. Di Filipina umbi talas air ini dikonsumsi (Bartolini dan Hirose, 1984), tetapi di Madura tampaknya tidak dikomsumsi atau belum ada informasi tentang konsumsi talas tersebut. Tanaman garut hanya ditemukan pekarangan di Tragah dan Modung Kabupaten Bangkalan dan di Pamekasan. Di Bangkalan tanaman ini pernah ditanam sebagai tanaman alternatif bawah naungan pohon dalam pengembangan hutan rakyet oleh Balai Rehabilitasi Lahan dan Reklamasi Tanah (BRLKT) di tahun 1998. 2. Alasan Menanam Umbi-umbian Alasan kenapa menanam umbi-umbian nampaknya ada perbedaan antara Kabupaten Bangkalan dan Sampang di satu sisi dan Kabupaten Pamekasan dan Sumenep di sisi lain (Tabel 2). Untuk ubi kayu, di Kabupaten Bangkalan dan Sampang aspek kemudahan perawatan menjadi keutamaan, sedangkan di Kabupaten Pamekasan dari nilai ekonomi dan konsumsi sama persentasenya (lebih tinggi dari persentase kemudahan perawatan), dan untuk di Kabupaten Sumenep persentase pilihan alasan nilai ekonomi sama kemudahan perawatan. Dalam hal ubi jalar kecenderunganya hampir sama untuk 2 kabupaten (Bangkalan dan Sampang), yaitu mengikuti kecenderungan sebelumnya, sedangkan untuk Kabupaten Sumenep dan Pamekasan alasan konsumsi menjadi lebih mengemuka daripada alasan ekonomi. Tabel 2. Alasan Petani di Madura memilih menanam umbi Macam Bangkalan Sampang Pamekasan Umbia b c a b c a b c umbian Ubi Kayu 76% 22% 2% 77% 13% 10% 26% 36% 37% Ubi Jalar 63% 37% 49% 24% 27% 14% 28% 58% Bentul 25% 75% 10% 31% 59% Umbi 73% 22% 5% 82% 11% 7% 10% 31% Ganyong 92% 8% Gadung 95% 5% 71% 29% 100% Garut 100% Talas 56% 44% 80% 20% 3% 18% 79% Keterangan ; a. perawatan mudah, b. nilai ekonomis, c. Dikonsumsi
a
Sumenep b
44% 43% 59% 100%
44% -
c 11% 56% -
3. Penggunaan Hasil Panen Umbi-umbian yang dipanen oleh petani tampaknya tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk pangan atau dikonsumsi sebagai sumber kalori tetapi dijual baik sebagian maupun seluruh hasilnya.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tabel 4. Penggunaan Hasil Umbi-umbian di 4 Kabupaten di Madura Nama Kabupaten
Jenis Umbi Ubi Kayu Ubi Jalar Bentul Obi Ganyong Gadung Garut Lorkong Talas
a 48 44 1 10 7 2
Bangkalan % b 78,69 13 77,19 13 3,45 28 100 16 30,43 3 10 16,67 -
% 21,31 22,81 96,55 69,57 100 83,33
a 14 10 2 -
Sampang % b 19,18 59 22,22 35 50 2 27 6 5
% 80,82 77,78 50 100 100 100
a 22 15 12 10 10
Pamekasan % b 31,88 47 51,72 14 44,44 15 43,48 13 43,48 13
% 68,12 48,28 55,56 56,52 56,52
a 41 5 -
Sumenep % b % 56,94 31 43,06 21,74 18 78,26 3 100
Keterangan : a) Seluruhnya dijual b) Sebagian dijual
Tabel 4 memperlihatkan bahwa di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Pamekasan rata rata umbi yang dihasilkan lebih banyak untuk dijual dari pada dikonsumsi sendiri. Dua kabupaten lain di Madura yaitu Sampang dan Sumenep Rata rata umbi yan dihasilkan lebih banyak untuk konsumsi sendiri daripada dijual. 4. Bentuk Umbi yang dijual Pada umumnya umbi di kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep dijual dalam bentuk bahan mentah dan hanya sebagaian kecil yang dijual dalam bentuk olahan (Tabel 5) Tabel 5. Bentuk Umbi-umbian yang dijual di 4 Kabupaten di Madura
Keterangan : a. Bahan Mentah, b. Bahan Setengah Jadi, c. Bahan Jadi
5. Pola Konsumsi Umbi-umbian a. Pemanfaatan Umbi-umbian Di Kabupaten Bangkalan umbi-umbian yang ditanam dimanfaatkan sendiri sebagai sumber kalori untuk Ubi kayu sekitar 50%, ubi jalar 62.75%, obi 22.58%, ganyong 11.11%, gadung 60%, garut 33.33% dan talas 8.33. Mengingat umbi-umbian yang ditanam juga memiliki nilai ekonomis maka masyarakat tidak seluruhnya untuk dikonsumsi sendiri tapi sebagian dijual. Keadaan tersebut dapat mencapai sekitar 50% ubi kayu, 33,33% ubi jalar, 70,97% obi, 33,33% ganyong, 20% gadung, 33,33% garut dan 97,67% talas. Sisanya 3,92% ubi jalar, 6,45% obi, 55,55% ganyong, 20% gadung, 33,33% garut dimanfaatkan untuk dijual semua. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Di Kabupaten Sampang ubi kayu sebesar 28.77%, ubi jalar 8.89%, 33.33% obi, dan 20% talas adalah untuk dikonsumsi sendiri. Namun sebagian masyarakat tidak seluruhnya mengkonsumsi hasil panennya tapi hanya sebagian saja persentasenya untuk ubi kayu sebesar 71.23%, ubi jalar 91.11%, Bentul 50%, obi 66.67%, gadung 100% talas 40% sedangkan 50% Bentul dan 40% talas adalah untuk dijual semua. Pemanfaatan umbi-umbian di Kabupaten Pamekasan relatif sama dengan 2 Kabupaten lainnya yaitu memiliki kecenderungan untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Persentasi yang dikonsumsi sendiri untuk ubi kayu sebesar 27.16 ubi jalar 55.56%, 33.33% Bentul, 29.63% obi dan 46.67% talas. Sedangkan yang sebagian dikonsumsi untuk ubi kayu sebesar 70.73%, ubi jalar dan Bentul 44.44%, obi 70.37%, talas 53.33%. Selanjutnya hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menjual secara keseluruhan yaitu sebesar 2,47% ubi kayu dan 22,22% bentul. Di Kabupaten Sumenep pola pemanfaatannya dari masing-masing umbi kurang bervariasi yaitu untuk ubi kayu biasanya dikonsumsi sendiri sebanyak 20,83% dan 79,17% ubi kayu hanya sebagian saja yang dikonsumsi sedangkan 100% ubi jalar dan talas juga sebagian yang dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual. b. Bentuk Konsumsi Bentuk pemanfaatan umbi-umbi di wilayah Madura masih cenderung untuk pemenuhan kebutuhan kalori masih belum mengarah pada industri nonpangan seperti ditunjukkan oleh Tabel 5.2. Tabel 5.2. Bentuk Pemanfaatan Umbi-umbian di Madura
Keterangan : a. Diolah secara sederhana b. Diolah secara modern c. Campuran Bahan Makanan
Bentuk konsumsi yang dilakukan selama ini di Kabupaten Bangkalan untuk ubi kayu sekitar 53.16%, ubi jalar 58.67%, obi 71.79%, ganyong, gadung dan garut masingmasing adalah sekitar 100% diolah secara sederhana. Sedangkan 32.91 ubi kayu, 25.33 ubi jalar dan 28.21 obi diolah secara modern. Pemanfaatan untuk campuran bahan makanan mencapai 13.92% untuk ubi kayu dan 16% untuk ubi jalar. Bentuk konsumsi di Kabupaten Sampang Ubi kayu sebesar 52.63%, ubi jalar 28.09%, Bentul, obi dan gadung 100% diolah secara sederhana. Sedangkan 15.15% ubi kayu diolah secara modern, selanjutnya 39,39% ubi kayu dan 49,99% talas dikonsumsi untuk campuran bahan makanan.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kabupaten Pamekasan merupakan Kabupaten dengan persentase relatif paling besar melakukan pengolahan secara sederhanan yaitu: Ubi kayu sebesar 89.53%, talas 96.97% dan 100% ubi jalar, Bentul, dan obi diolah secara sederhana. Sedangkan yang digunakan sebgai campuran bahan makanan sebesar 10,47% dan 3,03% masing-masing untuk ubi kayu dan talas. Di Kabupaten Sumenep bentuk konsumsi relatif hamper sama dengan Kabupaten Pamekasan yaitu: diolah secara sederhana untuk ubi kayu mencapai 98,61% dan 59,09 untuk ubi jalar. Sedangkan yang diolah secara modern hanya sekitar 1,39% untuk ubi kayu, 40,91% untuk ubi jalar dan 100% untuk talas. 6. Pola Diservikasi Produk Bentuk olahan di setiap Kabupaten di Madura ditunjukkan oleh Tabel 7. Di Kabupaten Bangkalan bentuk olahan yang diterapkan adalah berupa bahan setengah jadi untuk ubi kayu sekitar 57.89%, ubi jalar 47.62%, obi 4.76%, gadung 85.71%. sedangkan bentuk olahan berupa produk jadi 42.11% untuk ubi kayu, 52.38% untuk ubi jalar, 95.24% untuk obi, 100 % untuk ganyong dan talas, 14.29% untuk gadung. Produk olahan bahan setengah jadi umumnya dalam bentuk gaplek, chips dan tepung. Sedangkan dalam bentuk jadi umumnya sebagai makanan tradisonal. Data selengkapnya (termasuk 3 Kabupaten yang lain di Madura), disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Bentuk Olahan Umbi-umbian di ke 4 Kabupaten di Madura Nama Kabupaten Jenis Ubi Kayu Ubi Jalar Bentul Obi Ganyong Gadung Garut Lorkong Talas
a 33
Bangkalan % b % 57,89 24 42,11
a 21
Sampang % b 28,77 52
10
47,62
11
52,38
14
31,11
1
4,76 0,00 85,71
20 4 2
95,24 100 14,29
31 4 27
6
100
0,00
4
100
5
100
12
% 71,23
a 44
Pamekasan % b 67,69 21
% 32,31
68,89 100 100
11 8 12
37,93 33,33 41,38
18 16 17
62,07 66,67 58,62
13
44,83
16
55,17
a 17
Sumenep % b 25 51 22
3
100
Keterangan : a. Bahan setengah jadi b.Produk jadi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Umbi-umbian yang sesuai dikembangkan di Madura pertama adalah ubi kayu dan ubi jalar. Dari segi kalori tanaman tersebut mempunyai kalori tinggi setelah beras dan jagung sehingga memungkinan untuk sumber pangan pendukung ketahanan pangan. Produktivitas rata-rata ubi kayu di Madura adalah 11,97 ton /ha, sedangkan produktivitas ubi jalar rata-rata adalah 8,38 ton/ha. 2. Secara umum, selain Ubi kayu dan ubi jalar orientasi pemanfaatan ubi ubian di Madura adalah untuk konsumsi sendiri, dan belum dolah menjadi produk produk
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
% 75 100
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
yang variatif. Olahan produk umbi-umbian yang banyak dijumpai di Madura adalah: Semua jenis keripik, jajan pasar, rog orog dan bugul. Saran Pengolahan umbi-umbian menjadi produk yang bernilai tambah tinggi masih sedikit di Madura. Perlu dilakukan penelitian tentang kondisi industri berbasis umbiumbian di Madura dan perlu adanya proses pembelajaran kepada masyarakat Madura agar dapat meningkatkan produktivitas umbi-umbian dan mengolahnya menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. DAFTAR PUSTAKA Bartolini, P.U dan Hirose, SH., 1984. Root Crop Survey in Visayas (Leyte and The Camoties Islands, Cebu) A. Leyte Survey in Tropical Root Crops: Postharvst Physiology and Processing (Uritani I and Reyes, E.D. Eds.). Japan Scientific Societies Press. Tokyo pp. 9-21 BPS Bangkalan, 2007. Bangkalan Dalam Angka 2007. Badan Statistik Kabupaten Bangkalan BPS Pamekasan, 2007. Pamekasan Dalam Angka 2007. Badan Statistik Kabupaten Pamekasan BPS Sumenep, 2005/2006. Sumenep Dalam Angka 2005/2006. Badan Statistik Kabupaten Sumenep Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab Sampang, 2007. Laporan Tahun 2006. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab Sampang. Sampang Rifai, M.A. 1993. Lintasan Sejarah Madura. Yayasan Lebbur Legga. Surabaya. Widodo,Y. 1986. Masalah Umbi-umbian di Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Williams, C.N. 1980. Tree and field crops of the wetter regions of the Tropics. Longman Group Ltd.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012