Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
INVENTARISASI BAHAN OBAT TRADISIONAL DI KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, BALI. Inventory of Traditional Medicine Materials in District of Kintamani, Regency of Bangli, Bali Eniek Kriswiyanti, I Ketut Junitha, Endang Sri Kentjonowati, Nyoman Darsini dan Iriani Setyawati Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Email:
[email protected] Abstract An inventory of the traditional medicine in Kintamani District, Bangli Regency Bali has been conducted to identify materials, preparation and application method of the Balinese traditional medicine. Data were collected using sampling explorative method and interview technique to Balian, Crakenan and local citizen of Kintamani District. A total of 580 people in 15 villages in the district were interviewed. The result showed that the community has used 126 plant species to make 178 traditionally medicinal prescriptions for 58 kinds of disease. The materials for those traditional medicine used were classified into oral/internal and external uses. We revealed seven types of traditional application for both categories, which are loloh, oles/urut/usug, boreh/lulur, simbuh/sembur, tampel, tutuh/pepeh, and ses. The preparation procedures and application steps of the medicine were also presented in this paper. Keywords: Kintamani, traditional medicine, prescription, balian, crakenan PENDAHULUAN Obat tradisional adalah suatu bahan yang dapat digunakan untuk mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit seseorang berdasarkan tradisi/kebiasaan turun-temurun (Anonim, 2003). Beberapa data penelitian dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa di Bali masih banyak masyarakat yang menggunakan bahan obat tradisional sebagai upaya menjaga kesehatan, untuk itu perlu optimalisasi potensi pendayagunaan sumberdaya hayati yang ada tersebut (Kriswiyanti, 2001; 2007). Astuti et al. (2000) menginventarisasi jenis-jenis tumbuhan untuk pengobatan tradisional di Desa Tenganan (35 spesies), Tigawasa (18), Sepang (64), dan Sembiran (23) . Pada tahun 2006 dilakukan survey yang serupa di empat kabupaten terinventarisasi 231 jenis tumbuhan bahan obat tradisional (Undaharta 2007). Hasil survey Kriswiyanti (2009) di daerah Denpasar, Gianyar dan Klungkung, mengungkapkan 45 jenis tumbuhan sebagai bahanbahan loloh/jamu tradisional untuk pengobatan 18 jenis penyakit yang diformulasikan ke dalam 59 jenis ramuan (Kriswiyanti, 2009). Pengobatan tradisional di Bali lebih dikenal berdasar pada Usada yang ditulis pada daun lontar, Usada: berasal dari kata “ausadhi” (sansekerta) yang berarti tumbuhan yang berkhasiat obat. Usada merupakan suatu pengetahuan pengobatan yang disusun berdasarkan suatu acuan tertentu digabungkan dengan pengalaman praktek
pengobatan di Bali yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu (Nala, 2007). Meningkatnya masyarakat pengguna obat tradisional berkaitan dengan beberapa hal, antara lain: mahalnya harga obat modern, adanya penyakit yang tidak tersembuhkan walaupun sudah diobati dengan caracara pengobatan modern. Kemungkinan lain adanya kecenderungan masyarakat mencari alternatif pengobatan dengan bahan alam“back to nature” dengan alasan mempunyai efek samping yang relatif kecil (Sukara 2007). Pengobatan tradisional setidaknya melibatkan tiga pihak yaitu penderita sakit, dukun (balian) dan penyedia bahan obat seperti alam atau pusat pengembangan obat tradisional maupun pedagang terutama di pasar-pasar tradisional. Dengan demikian untuk mengetahui bahan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat, maka ketiga pihak yang terlibat tersebut digunakan sebagai sumber informasi. Salah satu daerah di Bali yang masyarakatnya masih banyak melakukan pengobatan tradisional adalah Kecamatan Kintamani, dan belum ada informasi tentang bahan obat tradisional dari daerah tersebut. Hal ini karena daerah perbukitan yang jauh, keterbatasan daya beli masyarakat terhadap obat-obatan modern/komersial, akses terhadap Puskesmas terdekat sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1). mengetahui keanekaragaman bahan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Kintamani, 2). mengetahui jenis-jenis 108
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
penyakit yang umumnya dapat ditangani oleh masyarakat maupun balian sebagai narasumber, 3). mengetahui asal sumber bahan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat, dan 4). mengetahui cara pembuatan dan penggunaan bahan obat. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, dilakukan pengkajian secara ilmiah tentang khasiat bahan obat yang dugunakan oleh masyarakat di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. METODE PENELITIAN Penelitian inventarisasi bahan obat tradisional dilakukan di 15 desa yang tersebar di Kecamatan Kintamani, yaitu: Desa Slulung, Daup, Bantang, Subaya, Pangkung, Kutuh, Satera, Dause, Sukawana, Kintamani, Gunungbau, Pagejoran, Catur, Suter, dan Blange. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga akhir Desember 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik sampling eksploratif (Waluyo, 2004), dan cara wawancara dengan narasumber/balian/dukun 7 orang, dan masyarakat serta pedagang bahan obat tradisional/crakenan, seluruhnya 580 orang, juga dilakukan observasi disepanjang daerah yang dilalui untuk mengetahui ada/tidaknya jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Wawancara meliputi nama penyakit, bahan ramuan, cara membuat dan menggunakan obat, asal bahan dan umur yang diwawancarai (35-65 tahun). Data hasil wawancara: diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiah, dihitung prosentase penggunaan bagian tumbuhan, dan cara pembuatan dan penggunaan ramuan obat HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Tumbuhan Bahan Obat Hasil observasi diwilayah penelitian dapat diidentifikasi ± 395 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan obat (Anonim,1986) 12 jenis hewan dan 15 jenis bahan pelengkap/mineral. Dari 395 jenis tumbuhan tersebut hanya 126 jenis tumbuhan (dari 48 suku, 119 marga) digunakan sebagai bahan dari 178 ramuan, untuk mengobati 58 jenis penyakit. Secara terinci masyarakat hanya menggunakan 66 jenis sebagai bahan 80 jenis ramuan untuk pengobatan 38 jenis penyakit, hasil wawancara dengan balian didapatkan 126 jenis tumbuhan bahan dari 102 jenis ramuan untuk pengobatan 58 jenis penyakit. Hasil survey dari penelitian lain terhadap pedagang crakenan di pasar tersedia 108 jenis bahan obat tradisional yang
ISBN 978-979-99448-6-3
diperlukan masyarakat, 70 jenis dari luar Bali (Kriswiyanti, 2007). Jenis tumbuhan yang banyak digunakan untuk ramuan adalah umbi bawang merah (Allium cepa L.) untuk membuat 16 jenis ramuan, kelapa (Cocos nucifera L.) yang digunakan air, daging buah dan minyaknya untuk 15 jenis ramuan, babakan Mesui (Massoia aromatica) untuk 12 jenis ramuan obat, sebagai bahan perekat:beras merah, putih, injin, ketan untuk membuat 17 ramuan. Bagian tumbuhan (gambar 1) yangdigunakan sebagai bahan obat tradisional antara lain akar, batang, daun, bunga buah, biji dan umbi, paling banyak digunakan adalah daun (40%) untuk 107 ramuan. Hal ini sesuai hasil penelitian Pramesthi, dkk. (2009) tentang potensi jenis tumbuhan obat di Taman Nasional Rinjani, bagian tumbuhan yang terbanyak digunakan sebagai bahan obat oleh masyarakat desa Montong Betok adalah daun 27 spesies dari 92 spesies. Karena daun selain tempat untuk aktifitas metabolism primer juga untuk metabolism skunder yang menghasilkan bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Daun yang dapat digunakan sebagai bahan obat : sembung gede (Blumea balsamifera), sembung bikul (Sonchus arvensis), dadap muda (Erythrina subumbrans), sambiloto (Andrographis paniculata), piduh/pegagan (Centella asiatica), katuk (Sauropus androgynus), yang lainnya hanya untuk 1 atau beberapa ramuan. Kemudian bahan yang menggunakan umbi (24 % untuk 66 ramuan) ada 21 jenis umbi : temutemuan (17) : Curcuma aeruginosa, C.purpurascens, Boesenbergia pandurata, C. euchroma, C.zanthorrhiza, C.mangga, Zingiber officinale, Z.zerumbet, Z.cassumunar, Curcuma domestica, C.petiolata*, Alpinia galanga, Zingiber aromaticum, Kaemferia rotunda, K.galanga, Acorus calamus L., Allium cepa dan A. sativum dan yang belum ditemukan nama spesiesnya: temu gongseng, jahe merah, dan jahe pahit. Buah untuk 35 ramuan: buah Cocos nucifera untuk minyak, Morinda citrifolia, Flacourtia indica, Achras zapota, Psidium guajava dan lainnya. Batang biasanya kulit kayu/babakan untuk 21 jenis ramuan: Cordia dichotoma, Schefflera elliptica, Santalum album*, Aquilaria malaccensis*, Massoia aromatica* dan Alstonia scholaris,* Sandoricum koetjape yang lainnya berupa bunga, getah dan akar. Di antara keanekaragaman tersebut terdapat 5 jenis tumbuhan yang tergolong langka yang bertanda * (Mogea, dkk., 2001), yang masih dapat ditemukan diwilayah Kintamani.
109
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
Gambar 1 Persentase (%) Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional Jenis-Jenis Penyakit dan Asal Bahan Obat Tradisional Tumbuhan obat tradisional oleh masyarakat Kecamatan Kintamani pada umumnya dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit ringan misalnya luka, panas, demam, batuk, panas dalam/sariawan, dan gatal/alergi. Tumbuhan bahan obat yang digunakan cenderung yang ada di sekitar rumahnya. Jika sakitnya tidak sembuh-sembuh baru ke balian atau ke Puskesmas. Hasil wawancara dengan narasumber menunjukkan bahwa balian dapat mengobati bermacam penyakit dari yang ringan hingga berat, seperti penyakit sakit kepala, ambeien, kanker usus, impotensi, hipertensi, kanker getah bening, gila, pendarahan, jantung maupun penyakit karena magic (guna-guna/nonmedis). Dari sejumlah 70 bahan obat dari tumbuhan yang didatangkan dari luar Bali oleh pedagang beberapa di antaranya ditemukan dilokasi penelitian. Hal ini menunjukkan adanya peluang ekonomi bagi masyarakat untuk mengembangkan tumbuhan bahan obat dan sebagai pemasok kebutuhan pasar. Dengan pendeknya jalur atau rantai transportasi bahan-bahan obat tersebut tentunya akan berimbas pada lebih murahnya harga bahan obat. Pemanfaatan tumbuhan bahan obat oleh masyarakat masih dapat dioptimalkan dengan cara memasyarakatkan obat-obat tradisional berbasis usada dan tentunya harus didukung oleh kajian ilmiah dan uji klinis tentang khasiat bahan-bahan obat yang ada. Penggunaan obat tradisional berbahan hewan yang diterapkan oleh masyarakat jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan penggunaan obat tradisional berbahan tumbuhan. Dalam penelitian
ini tercatat 16 jenis hewan yang bagian tubuhnya digunakan sebagai bahan obat dari total 66 jenis hewan yang berkhasiat obat. Di antara 16 jenis hewan tersebut banyak bahan biasanya telah disediakan oleh balian, seperti baem badak, caling harimau, tanduk rusa, gading gajah, dan sirip ikan hiu. Sedangkan jenis-jenis hewan yang umumnya bisa diperoleh sendiri oleh masyarakat adalah jenis jenis yang mudah didapat, antara lain kecoak, kadal, cecak, bekicot, dan belalang. Selain menggunakan tumbuhan dan hewan sebagai bahan obat, berbagai jenis mineral juga diaplikasikan sebagai bahan pelengkap ramuan. Beberapa di antaranya adalah tanah sendawa, terusi, arak, kerikan gangse, gula batu, belerang, menyan, tawas, air bayu, dan cuka. Bahan-bahan tersebut khususnya digunakan untuk pelengkap sindrong wayah/jangkep (rempah-rempah yang terdiri dari 42 jenis campuran yang dijual di pasar). Jenis-jenis mineral sebagai pelengkap racikan bahan obat umumnya dapat dibeli di pasar, seperti belerang, cuka tahunan, arak lontar, madu, pamor, gula merah, dan garam (uyah areng : garam yang dibakar). Cara Pembuatan dan Penggunaan Bahan Obat Menurut Usada bentuk obat tradisional dapat berupa padat, cair, dan emulsi. Bahan-bahan obat tersebut dapat dibuat dengan cara digerus, dikunyah oleh yang akan mengobati (tidak selalu balian), direbus, digoreng, dioseng (tanpa larutan), dimasukkan ke dalam abu panas, atau dipanggang. Penelitian lain mengungkapkan adanya beberapa cara penggunaan obat tradisional di Bali, yang dibedakan menjadi obat dalam dan obat luar 110
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
ISBN 978-979-99448-6-3
Gambar 2. Persentase (%) Cara pembuatan dan penggunaan bahan obat (Anonim, 1984). Sebagai obat dalam, bahan obat diaplikasikan dengan cara tetes (diteteskan), tutuh (dimasukkan melalui hidung), dan loloh (diminum), sedangkan jenis obat luar diaplikasikan dengan cara oles (dioleskan), boreh (dilulur), simbuh (disembur), uap (diurapkan), usug (dikompres), ses (pembersihan luka), limpun (diurut), kacekel (dipijat),dan tampel (ditempel). Berdasarkan hasil penelitian ini, ada 7 (tujuh) cara pembuatan dan aplikasi bahan obat tradisional yang diterapkan oleh masyarakat Kecamatan Kintamani, yaitu: 1. Loloh/Jamu (40%/65 jenis ramuan): bahan ramuan digiling tidak perlu sampai halus, diremas-remas kemudian diperas serta disaring. Selanjutnya dicampur dengan cairan yang telah ditentukan, ditambah sedikit garam. Ramuan dapat direbus dulu dan air rebusannya diminum, atau siap diminum tanpa direbus terlebih dahulu. Contohnya untuk pembuatan dan penggunaan ramuan obat batuk, bahan daun piduh/pegagan (Centella asiatica) dihaluskan atau direbus lalu ditambah madu kemudian diminum. Berdasarkan penelitian Nugroho (2009), daun pegagan dan bawang merah oleh balian digunakan untuk obat pendarahan anus. 2. Oles/urut/usug (21,34%: 35 jenis ramuan. Oles: cara pengolahannya sama dengan urap atau lumur, tapi saat aplikasinya memakai alat berupa lidi atau bulu ayam. Untuk obat cacar digunakan buah Piper nigrum, P. cubeba, umbi Acorus calamus dan beras merah dihaluskan tambah arak kemudian oleskan. Usug merupakan bahan obat berupa cairan seperti kompres, di mana pengolahannya dengan cara merebus bahan kemudian cairan perebusnya
3.
4.
5.
6.
yang digunakan atau diolah seperti cara membuat loloh. Aturan pemakaiannya adalah bagian kulit penderita dibasahi dengan usug ini kemudian dilap, bertujuan untuk menurunkan suhu dan membersihkan kotoran badan. Limpun atau Apun bentuknya berupa cairan atau dicampur minyak atau langsung minyak saja yang telah mengandung unsur obat. Penggunaan obat ini seperti urut, dengan tujuan membenahi letak urat/otot, posisi usus atau perut. Kakecel atau pijatan, cara pengolahan dan aturan pakai seperti apun, namun berbeda dalam teknik dan tujuan pelaksanaan yaitu untuk melemaskan otot/urat yang kaku dan melancarkan aliran darah. Boreh/lulur (12%). Boreh dapat disamakan fungsinya dengan parem. Boreh dibuat dengan cara menghaluskan bahan ramuan dan mencampurkannya dengan cairan (air, cuka, arak atau alcohol). Penggunaan langsung diparemkan atau diborehkan atau dilulurkan pada bagian badan yang sakit kecuali bagian perut. Bedanya dengan Uap atau Urap adalah pada cara aplikasinya yang diurapkan pada kulit bagian badan yang sakit dengan menggunakan tangan. Simbuh/Sembur (12,8%), bahan ramuan dikunyah sampai lumat kemudian disemburkan pada bagian yang sakit. Tampel atau Tempel; bahan ramuan dihaluskan kemudian ditempelkan pada bagian yang sakit. Jika ditempel pada ubun-ubun disebut pupuk, biasanya untuk bayi. Tutuh atau Pepeh; berbentuk cairan sari pati, pengolahannya dilakukan dengan mencampur semua bahan ramuan, dicampur sedikit air dan dihancurkan atau digiling untuk diambil sari 111
Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159
patinya dengan memeras bahan-bahannya. Hasil perasan yang telah disaring siap untuk diaplikasikan. Bergantung pada petunjuk pengobatannya, tutuh atau pepeh dapat juga berupa hasil minyak gorengan bahan obat. Pemakaiannya dilakukan dengan cara diteteskan pada telinga atau hidung atau keduanya. 7. Ses atau Cairan pembersih luka; Ses berbentuk cairan yang berfungsi sebagai pencegah infeksi, dibuat dengan cara merebus bahan dalam air hingga mendidih dan siap digunakan setelah dingin dengan cara disiramkan pada bagian yang luka. KESIMPULAN Dari hasil pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi bahan obat tradisional diwilayah Kecamatan Kintamani, tercatat 395 jenis tumbuhan berpotensi obat. Seratus duapuluh enam jenis (dari 48 suku, 119 marga) diantaranya digunakan sebagai bahan dari 178 ramuan untuk mengobati 58 jenis penyakit. Penggunaan obat tradisional dalam komunitas masyarakat Kecamatan Kintamani umumnya untuk penyembuhan penyakit ringan misalnya luka, panas, demam, batuk, panas dalam/sariawan, gatal/alergi dan lain sebagainya. Tumbuhan bahan obat yang digunakan cenderung yang ada disekitar rumahnya. Jika sakitnya tidak sembuh-sembuh baru ke balian atau ke Puskesmas. Hasil wawancara menunjukan bahwa narasumber/balian dapat mengobati bermacam penyakit dari yang ringan hingga berat. Seperti penyakit sakit kepala, ambeien, kanker perut, impoten, hipertensi, kanker getah bening, gila, pendarahan, jantung dan penyakit nonmedis. Dengan demikian diiperlukan sosialisasi atau pemasyarakatan penggunaan obat-obatan tradisional berbasis Usada hasil kajian ilmiah kepada kalangan lebih luas DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1984. Usada Pengrakse Jiwa. Dinas Kesehatan dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan Propinsi Bali. Anonim, 1986. Indek Tumbuh-Tumbuhan Obat di Indonesia. PT Eisai Indonesia. Anonim. 2003. Tanaman Obat Tradisional Bali. BAPELDA Propinsi Bali
ISBN 978-979-99448-6-3
Astuti, AP, S. Hidayat and I.B.K Arinasa. 2000. Traditional Plant Usage in Four Villages of Bali Aga, Tenganan, Tigawasa, Sepang, and Sembiran Bali Indonesia. Botanical Gardens of Indonesia, LIPI. Kriswiyanti, E. 2001. Potensi pendayagunaan dan usaha konservasi keanekaragaman tumbuhan obat (Usada) di Bali. Jurnal Biologi Udayana VI (2): 48-55 Kriswiyanti, E. 2007: Inventarisasi tumbuhan obat tradisional Bali yang dijual di pasar-pasar. Prosiding Seminar Konservasi Tumbuhan Usada Bali dan Peranannya dalam Mendukung Ekowisata. Kriswiyanti, E. 2009. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan “Loloh” dalam Prosiding Seminar Etnobotani IV. Mogea, J.P, D.Gandawidjaja, H.Wiriadinata, RE Nasution dan Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI Balai Penelitian Botani, Bogoriense, Bogor, Indonesia. Nala, N. 2007. Usada Bali: Tinjauan Filosofi dan Peranannya Dalam Ekowisata. Prosiding Seminar Konservasi tumbuhan Usada Bali dan peranannya dalam mendukung Ekowisata. Nugroho, Y.A. 2009. Ramuan tradisional untuk darah tinggi dari pengobat tradisional di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani ke IV. Pramesthi, A.Y., E.A.M. Zuhud dan A Hikmat. 2009. Kajian etnofitomedika dan potensi jenis tumbuhan obat di Taman Nasional Rinjani: Studi kasus di desa Montong Betok, Kecamatan Montong Gading, Kab. Lombok Timur NTB. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani ke IV. Sukara, E. 2007. Bioprospecting dan Strategi Konsevasinya. Prosiding Seminar Konservasi tumbuhan usada Bali dan peranannya dalam mendukung Ekowisata. Undaharta, N.K.E. 2007. Pemanfaatan Tumbuhan Usada Dalam Pengobatan Penyakit Tuju. Prosiding Seminar Konservasi tumbuhan usada Bali dan peranannya dalam mendukung Ekowisata. Waluyo, E.B. 2004.Pengumpulan Data Etnobotani. Dalam Rugayah, et al : Pedoman Pengumpulan data Keanekaragaman Flora Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.
112