FAKULTAS BIOLOGI | Universitas Jenderal Soedirman
INTRODUKSI SPESIES TERITIP ASING, Striatobalanus taiwanensis, DARI PERAIRAN TAIWAN KE PELABUHAN TELUK BAYUR PADANG Romanus Edy Prabowo Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto E‐mail :
[email protected] Pada saat dilakukan studi biodiversitas dan pola distribusi spesies teritip intertidal Pulau Sumatra tahun 2009, ditemukan adanya spesies teritip asing yang terintroduksi di Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Dalam studi biodiversitas teritip intertidal di Indonesia, khususnya Pulau Sumatra, hanya diketahui satu jenis teritip dari Genus Striatobalanus yaitu S. amarylis, teritip yang umum dijumpai pada daerah intertidal hingga subtidal di daerah tropical hingga temperate. Namun demikian, di Pelabuhan Teluk Bayur Padang ditemukan satu jenis lain yang diduga adalah S. taiwanensis, jenis teritip yang sebelumnya hanya dijumpai di perairan Taiwan, sehingga diduga bahwa spesies tersebut adalah spesies terintroduksi. Penelitian ini mengkaji karakter morfologis jenis Striatobalanus asing yang ditemukan di Pelabuhan Teluk Bayur Padang dan membandingkannya dengan deskripsi asli S. taiwanensi oleh Hiro, 1939.
PENDAHULUAN Globalisasi dan perdagangan bebas telah meningkatkan lalu‐lintas kapal internasional di pelabuhan‐pelabuhan Indonesia, yang tidak lain adalah vektor dari spesies laut invasive dari berbagai penjuru dunia. Resiko dan ancaman introduksi spesies invasive diantaranya adalah; menurunnya keanekaragaman hayati lokal karena infeksi, predasi, kompetisi, maupun putusnya rantai makanan pada ekosistem lokal; infeksi dan predasi juga bisa terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung pada perikanan dan budidaya laut lokal; menjadi biofouler bagi kapal maupun dermaga; keracunan bila spesies invasive mampu menghasilkan toxin yang berbahaya; dan pada faktor estetis blooming spesies asing bisa juga mengurangi keindahan perairan pesisir. Pimentel et.al. (2000) melaporkan bahwa kerugian dan biaya yang ditanggung oleh Amerika Serikat akibat spesies invasive adalah sebesar US$ 138 juta per tahun, suatu angka dan gambaran yang sangat mahal untuk penanganan hama spesies invasive pertanian dan maritim. Setiap organisme secara alamiah mempunyai daerah jangkauan distribusi geografisnya masing‐masing, oleh karena itu berdasarkan distribusi alamiahnya dikenal istiliah spesies indigenous. Sedangkan istilah spesies non‐indigenous adalah spesies yang hadir pada lingkungan yang bukan merupakan daerah distribusi alamiahnya, hal ini biasanya terjadi karena introduksi yang dilakukan oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung (Colautti dan Hugh, 2004). Introduksi spesies asing biasanya mempunyai pengaruh buruk pada lingkungan lokal. Menurut Ian LeProvost (2004), resiko dan ancaman introduksi spesies invasive diantaranya adalah; menurunnya keanekaragaman hayati lokal karena infeksi, predasi, kompetisi, maupun putusnya rantai makanan pada ekosistem lokal; infeksi dan predasi juga bisa terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung pada perikanan dan budidaya laut lokal; menjadi biofouler bagi kapal maupun dermaga; keracunan bila spesies invasive mampu menghasilkan toxin yang berbahaya; dan pada faktor estetis blooming spesies asing bisa juga mengurangi keindahan perairan pesisir. Introduksi S. taiwanensis di Padang merupakan kasus introduksi spesies teritip asing pertama di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui identitas spesies non‐ indigenous yang ditemukan di perairan Pelabuhan Teluk Bayur Padang secara morfologis dan bila memungkinkan secara molekuler.
|
76
BIODIVERSITAS
PROSIDING SEMINAR NASIONAL | Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik | ISBN 978‐979‐16109‐3‐3
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di perairan Pelabuhan Teluk Bayur Padang Sumatra Barat. Lokasi pengambilan sampel ditunjukan pada Gambar 1. Material utama yang dipakai dalam penelitian ini adalah Teritip yang hidup menempel pada substrat alami maupun buatan pada daerah kisaran pasang surut (intertidal) di perairan Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Material lainnya adalah ethanol 96 % yang berfungsi untuk fiksasi (mengeluarkan kandungan air) teritip dengan cara merendamnya dalam kontainer sampel. Ethanol 96 % juga berfungsi sebagai media rendaman untuk penyimpanan koleksi sampel teritip. Penelitian ini mengunakan Keiser’s glyceryn jelly sebagai media untuk pembuatan preparat awetan bagian lunak teritip yaitu trophi (bagian‐bagian mulut) dan cirri (kaki‐kaki filter) yang karakteristiknya sangat penting dalam identifikasi spesies teritip. Alat yang digunakan dalam penelitian laboratorium adalah: alat diseksi untuk diseksi bagian lunak teritip dan untuk pembuatan preparat; mikroskop stereo untuk pengamatan bentuk dan struktur cangkang (paries) dan plat penutup cangkang (opercular plates); mikroskop cahaya untuk pengamatan preparat bagian lunak yaitu trophi dan cirri; komputer dengan software untuk pengukuran diameter sampel dan untuk analisa data.
U
R
Gambar 1. Foto udara lokasi penelitian, Pelabuhan Teluk Bayur, dengan titik lokasi ditemukannya species invaise S. taiwanensis (Sumber foto : http://www.telukbayurport.com/).
Identifikasi Taksonomis (morfologis) Deskripsi karakteristik morfologi teritip dilakukan untuk bagian keras (cangkang) dan lunak (bagian tubuh di dalam cangkang). Oleh karena itu deskripsi sampel teritip invasive akan didahului dengan pembuatan preparat awetan baik bagian keras berupa cangkang (parietes) dan plat penutup cangkang (opercular plates) maupun bagian lunak yaitu trophi dan cirri. Pembuatan preparat awetan bagian keras dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sampel teritip yang sudah disimpan dalam ethanol 96% dipisahkan bagian lunaknya dari cangkang keras menggunakan pisau diseksi. Parieta, tergum dan scutum dibersihkan dan direndam dalam larutan ’pemutih’ (bleach) untuk menghilangkan bahan organik yang menempel.
BIODIVERSITAS
|
77
FAKULTAS BIOLOGI | Universitas Jenderal Soedirman
Kemudian dikeringkan dan ditempelkan pada slide untuk diamati karakteristik morfologinya menggunakan mikroskop stereo. Pembuatan preparat awetan bagian lunak dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sampel teritip yang disimpan dalam ethanol 96% yang sudah dipisahkan dari cangkang kerasnya, didiseksi bagian lunaknya yaitu trophi (bagian‐bagian mulut) dan cirri (kaki‐kaki filter) menggunakan gunting dan pisau diseksi. Setiap bagian trophi (labrum, palpus, maxilla, dan maxillula) dan cirri (pasangan cirrus I‐VI dan penis) dari satu individu ditempelkan pada satu object glass dengan menggunakan Keiser’s glyceryn jelly mounting media dan kemudian ditutup dengan menggunakan cover glass. Setelah mengeras kemudian diamati karakteristik morfologinya menggunakan mikroskop cahaya. Terminologi morfolologi teritip yang digunakan mengacu pada Darwin (1854) and Newman et.al. (1969). Sampel individu spesies invasive dari Pelabuhan Teluk Bayur dibandingakan dengan deskripsi asli menurut Hiro (1939). Studi komparasi morfologi dengan sampel topotype S. taiwanensis dari Taiwan tidak bisa dilaksanakan karena species tersebut tidak bisa ditemukan di habitat asalnya maupun dari koleksi Coastal Ecology Laboratory, Biodiversity Research Centre, Academica Sinica, Taiwan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan internasional dengan beberapa dermaga besar yang melayani ocean‐going vessel. Terletak di kota Padang bagian selatan, pelabuhan ini memiliki substrat berpasir dan berbatu. Daerah tepinya dikelilingi oleh beton pondasi dermaga yang diperkuat dengan timbunan batu. Di bagian luar komplek pelabuhan yang masih di dalam teluk, substrat tersusun atas pasir dan lumpur, substrat berlumpur terutama pada bagian timur yang banyak perumahan penduduk dan pada bagian selatan teluk. Kondisi air di Pelabuhan Teluk Bayur jernih dan cenderung tenang.
Gambar 2. Striatobalanus taiwanensis pada substrat batu di lokasi R.
Dari data pengambilan sampel, diketahui biodiversitas teritip tertinggi adalah di lokasi R, lokasi referensi ditemukannya Striatobalanus taiwanensis untuk pertama kalinya (Gambar 2). Lokasi R memiliki biodiversitas tertinggi karena mampu memberikan kondisi lingkungan yang cocok untuk kebanyakan teritip, yaitu berair jernih dengan substrat yang keras. Lokasi R juga merupakan tempat sandar utama kapal yang datang ke Palabuhan Teluk Bayur, sehingga bisa
|
78
BIODIVERSITAS
PROSIDING SEMINAR NASIONAL | Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik | ISBN 978‐979‐16109‐3‐3
dimengerti apabila lokasi ini memiliki biodiversitas tertinggi, karena kapal yang datang juga merupakan batu loncatan untuk rekruitmen individu baru teritip di lokasi pelabuhan. Identitas teritip jenis Striatobalanus yang ditemukan di Pelabuhan Teluk Bayur adalah benar S. taiwanensis sesuai dengan diagnosis dan deskripsi Hiro (1939). Namun demikian komparasi morfologi dengan sample individu (toptype) dari daerah asal jenis ini yaitu Taiwan tidak bisa dilakukan, karena jenis S. taiwanensis tidak bisa ditemukan di habitat asalnya demikina juga dari koleksi milik Coastal Ecology Laboratory, Biodiversity Research Center, Academica Sinica, Taiwan. Chan, et al. (2009) menyatakan bahwa sejak ditemukannya jenis S. taiwanensis sebagai jenis baru di Taiwan, hingga kini belum ditemukan lagi sampel dari jenis tersebut di perairan Taiwan. Berikut adalah sistematika dan diagnosis S. taiwanensis yang ditemukan di Pelabuhan Teluk Bayur Padang. SISTEMATIKA Subclass CIRRIPEDIA Burnmeister, 1834 Superorder THORACICA Darwin, 1854 Order SESSILIA Lamarck, 1818 Suborder BALANOMORPHA Pilsbry, 1916 Superfamily BALANOIDEA Leach, 1817 Family BALANIDAE Leach, 1817 Subfamily ARCHAEOBALANINAE Pitombo, 2004 Genus Striatobalanus Hoek, 1913. Striatobalanus taiwanesnsis Hiro, 1939 Diagnosis Cangkang berbentuk conical dengan bagian luar halus berwarna putih. Parieta solid tanpa ‘tabung’ hanya tersusun atas satu lamina luar. Parieta bagian dalam mempunyai longitudinal ribs pada lebih dari setengah bagian bawah tabungnya. Sheath solid. Radii solid, sempit dan disparietal. Alae tidak mempunyai kait. Spur dari tergum relatif panjang dengan cekungan terbuka. Jarak antara sudut basiscutal and spur sama dengan lebar spur. Cekungan artikular sempit dan dalam. Labrum dengan tiga ‘gigi’ pada kedua sisi notch yang tidak terlalu dalam. Mandibula dengan 5 ‘gigi’, gigi ke‐5 menempel dengan inferior angle. Maxilla I tanpa notch. Cirrus III mempunyai conical teeth pada sisi anterior tapi tanpa complex setae pada distal apex dari cirrus dan erect ‘tooth’ pada sudut posterio‐distal dari articles. Striatobalanus taiwanensis secara umum ditemukan dengan kepadatan relatif yang tidak terlalu banyak, namun demikian pada balik batu jenis ini ditemukan dengan kepadatan yang cukup tinggi (Gambar 2). Kondisi ini menunjukkan bahwa jenis ini termasuk jenis yang menghindari sinar matahari langsung yang bisa menyebabkan kondisi kelewat panas di dalam cangkang teritip. Selain itu kondisi ini juga mengindikasikan bahwa jenis teritip ini menghindari pengaruh hempasan ombak. KESIMPULAN Penelitian “Status introduksi teritip invasive Genus Striatobalanus (Cirripedia : Balanomorpha) native Taiwan di Pelabuhan Teluk Bayur Padang” ini menyimpulkan bahwa Identitas species Striatobalanus yang ditemukan di Pelabuhan Teluk Bayur Padang adalah Striatobalanus taiwanensis sesuai dengan deskripsi Hiro (1939). Identitas genetik tidak bisa dibandingkan karena Striatobalanus taiwanensis dari populasi asalnya (topotype) hingga kini tidak bisa diperoleh.
BIODIVERSITAS
|
79
FAKULTAS BIOLOGI | Universitas Jenderal Soedirman
DAFTAR PUSTAKA Advisory Committee on the Marine Environment, 2001, Report of the Working Group on Introductions and Transfers of Marine Organisms (WGITMO), International Council for the Exploration of the Sea, Barcelona, Spain ________________________________________, 2004, Report of the Working Group on Introductions and Transfers of Marine Organisms (WGITMO), International Council for the Exploration of the Sea, Casenatico, Italy Clarke KR and RM Warwick. 2001. Change in Marine Communities: an approach to statistical analysis and interpretation, 2nd edition. Primer‐E Limited: Plymouth. Colautti RI and Hugh JM. 2004. A neutral terminology to define ‘invasive’ species. Diversity Distrib. 10:135‐141 Darwin CW. 1854. A monograph on the subclass Cirripedia, with figures of all species. The Balanidae, (or sessile cirripedes), the Verrucidae, etc., pp. 30‐300. London : Ray Society. Darwin CW. 1968. A Monograph II, On The Sub‐Class Cirripedia. Ray Society. p:446 Godwin L. 2003. Hull fouling of maritime vessels as a pathway for marine species invasions to the Hawaiian Islands. Biofouling, v. 19, p. 123‐131 LeProvost, Ian., 2004, Best Practice for The Management of Introduced Marine Pests, The Global Invasive Species Programme, Australia Lewis, J. A., 2008, Personal communication, Environmental Compliance & Biotechnology, Maritime Platforms Division, Defence Science & Technology Organisation, Australia Martin JW and Davis GE. 2001. An Updated Classification of the Recent Crustacea. Science Series 39, Los Angeles County : Natural History Museum. Myers AA. 1997. Biogeographic barriers and the development of marine biodiversity. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 44, 241‐248 Newman WA, VA Zullo and TH Withers. 1969. Cirripedia. In, Moore, R.C. (ed.), Treatise on Invertebrate Paleontology Part R. Arthropoda 4. (1):R206‐295, Geol.Soc.Am., Univ.Kansas. Otani, M., Oumi, T., Uwai, S., Hanyuda, T., Prabowo, R. E., Yamaguchi, T. and Kawai, H., 2007, Occurrence and diversity of barnacles on international ships visiting Osaka Bay, Japan, and the risk of their introduction', Biofouling, 23:4, 277‐286 Pilsbry HA. 1916. The sessile barnacles (Cirripedia) contained in the collections of the U.S. National Museum; including a monograph of the American species. Bulletin of The United States National Museum, 93, 47−366. Pimentel D., Lach L., Zuniga R., Morrison D., 2000. Environmental and economic costs of nonindigenous species in the United States. Bio‐Science, 50: 53–65 Prabowo RE. 2005. Biogeography of intertidal barnacle in Indonesian and surrounding seas. Master Thesis, Chiba Univ. Prabowo, R. E. 2005. Biogeography of intertidal barnacle in Indonesian and surrounding seas. Master Thesis, Chiba Univ. Sastroutomo, S.S., K‐Y Lum, W‐H Loke., 2005, Identification of capacity‐building needs in ASEAN for the management of invasive alien species., in Identification of risks and management of invasive alien species using the IPPC framework, Proceedings of a workshop in Braunschweig, Germany 22‐26 September 2003, FAO Corporate Document Southward AJ. Burton RS. Coles SL. Dando PR. DeFelice R,Hoover J, Parnell PE, Yamaguchi T, Newman WA. 1998. Invasion of Hawaiian shores by an Atlantic barnacle. Mar. Ecol.‐Progress Ser. 165:119‐ 126. Stafford, H. and Willan, R. C. 2007. Is it a Pest? Introduced and naturalised marine animal species of Torres Strait Northern Australia. Queensland Department of Primary Industries and Fisheries, Cairns. pagg. 11 Yamaguchi T, Prabowo RE, Ohshiro Y, Shimono T, Jones D, Kawai H, Otani M, Oshino A, Inagawa S, Akaya T, and Tamura I. 2009. The introduction to Japan of the Titan barnacle, Megabalanus coccopoma (Darwin, 1854) (Cirripedia: Balanomorpha) and the role of shipping in its translocation, Biofouling, 25(4):325‐333 Wolff WJ. 2005. Non‐indigenous marine and estuarine species in the Netherlands. Zool. Med. Leiden 79 (1) : 1‐11
|
80
BIODIVERSITAS