INTERPERSONAL NEEDS DALAM KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL ANTARA PENGURUS DAN MUALAF (STUDI KASUS YAYASAN HAJI KARIM OEI JAKARTA)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: ABDUL FATAH NIM: 1111051000100
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK Abdul Fatah 1111051000100 Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil Antara Pengurus dan Mualaf (Studi Kasus Yayasan Haji Karim Oei Jakarta). Kebutuhan interpersonal adalah kebutuhan untuk saling berhubungan satu sama lain dengan orang lain. Kebutuhan interpersonal mengacu kepada kebutuhan menjadi bagian dari sebuah kelompok, sebuah keluarga, untuk saling berinteraksi dan memiliki keterikatan dengan orang lain, dan terutama untuk mengalami keakraban, hubungan yang hangat, keintiman, dan kedekatan sebagai pribadi. Adanya konversi (perubahan) pemeluk suatu agama kepada agama lain, merupakan fenomena yang cukup menarik. Dapat dikatakan bahwa fenomena konversi agama ini ada sejak munculnya keyakinan/agama baru, cenderung berusaha menyebarkan agama barunya tersebut. Perubahan keyakinan seorang dari suatu agama tertentu ke dalam agama Islam, dalam bahasa agama Islam dikenal dengan istilah “mualaf”. Yayasan Haji Karim Oei ini salah satu contoh yayasan yang menangani permasalahan mualaf bukan hanya acara pengislaman saja akan tetapi memberikan pemahaman agama Islam dengan pengajian dalam sepekan dua kali pertemuan yang dijadikan sebagai dasar pemahaman bagi mualaf untuk memahami Islam secara utuh. Adapun pertanyaan yang dimaksud meliputi: Bagaimana Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf? Dan Mengapa Interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi digunakan dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta? Agar penelitian ini dapat terarah, maka teori yang menjadi acuan penelitian ini ialah teori Fundamental Interpersonal Relations Orientation yang dikembangkan oleh William C. Schutz. Dalam teori ini, orang memasuki kelompok didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal, yakni inklusi, kontrol dan afeksi. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan kualitatif, pradigma konstruktivis dan menggunakan metode studi kasus. Data yang didapatkan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian tentang kebutuhan interpersonal dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf diterapkan oleh Yayasan Haji Karim Oei Jakarta, terbukti dengan adanya komunikasi yang diterapkan melalui komunikasi kelompok kecil yakni ada kebutuhan interpersonal dalam komunikasi kelompok kecil dan bentuk kebutuhan interpersonal pada inklusi, kontrol, dan afeksi. Bentuk kebutuhan interpersonal pada mualaf yang terkategorikan pada inklusi (oversocial, social, dan undersocial), kontrol (demokrat), dan afeksi (overpersonal, personal dan underpersonal). Dengan demikian tahap kebutuhan interpersonal sangat penting untuk digunakan pengurus terhadap para mualaf sangat berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan pengetahuan tentang keislaman. Interaksi yang langsung antara pengurus dengan mualaf dalam komunikasi kelompok kecil sangat perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan pengurus kepada mualaf dapat terlealisasikan dengan baik. Kata kunci: Kebutuhan Interpersonal, Komunikasi Kelompok Kecil, Pengurus dan Mualaf.
vi
KATA PENGANTAR
حِي ِم ِ ِالر ِ ِمن ِ ح ِ ِِس ِمِللاِِالر ِ ِب Puji serta syukur penulis panjatkaan ke hadirat Allah SWT yang terus menerus tanpa berhenti sedikitpun memmberikan dan melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tidak terhitung kepada penulis. Terutama nikman Iman, Islam dan kesehatan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini. Penulisi menyakini bahwa penulisan skripsi ini mustahil selesai tanpa pertolongan dan bimbingan Allah SWT. Tak terlupakan shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada sang panutan dan tauladan Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia menjalankan ajarannya. Mudah-mudahan kita mendapatkan pertolongannya di akhirat nanti. Pada prinsipnya penulis skripsi ini bukanlah sekedar syarat atau tugas akhir mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar Strata 1 (S-1). Akan tetapi jauh dari pada itu adalah suatu kewajiban dan ajang pembuktian diri sebagai seorang mahasiswa untuk dapat menyelesaikan sebuah karya tulis. Penulis sadar bahwa karya tulis ini masih sangat sederhana dan jauh dari kata sempurna, memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan karya yang sangat sedderhanaini, karena banyak hambatan dan rintangan yang harus penulis hadapi baik dari faktor internal maupun eksternal. Maka di sinilah pertolongan Allah SWT dan peran orang-orang terdekat yang dapat memberikan pemikiran, motivasi, dan dukungan semua pihak penulis rasakan.
vii
Atas selesainya penulisan skripsi ini berterima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah berperan dan berkontrubusi yang berharga kepada penulis baik selama penulisan skripsi maupun semasa kuliah. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menghanturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. 2. Bapak Masran, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam beserta Ibu Fita Fathurokhman, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Ibu Kalsum Minangsih, MA, selaku dosen Pembbimbing kademik KPI C 2011 yang telah membantu mengarahkan penulis untuk mengikuti proses kegiatan akedemik. 4. Bapak Ade Masturi, MA, selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis. 6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi sdan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan sumber berbgai referensi dalam penyelesaian skripsi.
viii
7. Segenap pihak Yayasan Haji Karim yang telah membeerikan izin untuk melakukan penelitian dan wawancara serta banyak membantu dalam penulisan skripsi ini khususnya Bapak Abdul Karim Oei selaku Ketua Pengurus Yayasan Haji Karim Oei dan para staf-stafnya yang membantu dan memberikan banyak informasi yang berkenaan dengan skripsi ini. 8. Khususnya untuk orangtua-Ku tercinta Bapak Abdul Karim dan Ibu Siti Julaeha yang telah memberikan kasih sayang, restu, motivasi, do’a serta segalanya kepada penulis, sehingga penulis dengan mudah mengerjakan skripsi ini. Terimakasih atas do’anya mudah-mudahan putra-putrimu kelak bahagia, semoga pintu berkah, Rahman dan Rahim Allah SWT senantiasa mengiringi setiap langkahmu. Amin. 9. Adikku tercinta Minhatul Maula dan Abdul Hafidz. Terima kasih atas dukungan dan do’anya. 10. Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2011, khususnya sahabat KPI C: Said, Dika Tomi, Azza, Ozi, Ikhwan, Ferdy, Sonson, Fikar, Hafiz, Ekal, Adit, Burhan, Monic, Ice, Kiki, Bibah, Fira, Lidya, Ela, Olif, Nidya, Anet, Lia, Dwi, dan yang belum disebutkan. Terimakasih atas do’a serta saling membantu dan memberikan dukungan agar kiat bisa sukses bersama. 11. Keluarga Besar Lembaga Kaligrafi Islam (LEMKA) Ciputat yang selalu mendukung dan mendo’akan kepada penulis. Terima kasih atas semuanya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 12. Keluarga KKN HORIZON terima kasih atas do’a dan dukunganya terhadap penulis.
ix
Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan mendoakan kepada peneliti. Semoga Allah SWT semakin memberikan karunianya kepada kita semua. Terima kasih atas segalanya dan mohon maaf atas segala kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat selalu bermanfaat bagi membaca, dan khususnya bagi peneliti. Amin Ya Robbal A’lamiin.
Jakarta, 7 Maret 2016
penulis
x
DAFTAR ISI LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………ii LEMBARAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………..iii LEMBARAN PERNYATAAN………………………………………………….iv ABSTRAK………………………………………………………………………..v KATA PENGATAR…………………………………………………………….vi DAFTAR ISI……………………………………………………………………..x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..1 B. Batasan dan Rumusan Masalah……………………………….......6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………6 D. Metodologi Penelitian……………………………………………..8 E. Teknik Analisis Data………………………………………..……12 F. Pedoman Penelitian………………………………………………13 G. Tinjauan Pustaka………………………………………………....13 H. Sistematika Penulisan……………………………………………16
BAB II
KERANGKA TEORI A. Fundamental Interpersonal Relations Orientation Theory…….....18 B. Komunikasi Kelompok…………………………………………..23 1. Pengertian Kelompok……………………………………......23 2. Hal-hal yang Mendorong Masuk dalam Kelompok……..…..24 3. Pengertian Komunikasi kelompok..........................................24 4. Unsur-unsur Komunikasi Kelompok…………....………......25 5. Bentuk-bentuk Komunikasi Kelompok…...……………..….31 C. Komunikasi Kelompok Kecil………………………………..….32 1. Pengertian Kelompok Kecil………………………………....32 2. Tujuan Komunikasi Kelompok Kecil…….…………..……..34 D. Konsep Mualaf Islam……………………………….………..….35
xi
1. Pengertian Mualaf …………………………………………..35 2. Perlakuan Islam kepada Mualaf……………………...……...39 BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN HAJI KARIM OEI JAKARTA A. Sejarah Yayasan Haji Karim Oei Jakarta……………………….42 B. Visi, Misi, dan Tujuan …………..………………………….......46 C. Makna Logo Yayasan Haji Karim Oei………………………….48 D. Struktur Organisasi……………………………………………...49 E. Program Kegiatan…………………………………………….....50 F. Data Daftar Mualaf Tahun 2015………..……………………….51
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil antara Pengurus
dan
Mualaf
di
Yayasan
Haji
Karim
OEI
Jakarta………………………………………………………..…..53 B. Bentuk Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil Antara Pengurus dan Mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta……………………………………………………………63 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………72 B. Saran …………………………………………………………….73
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...……74 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan interpersonal adalah kebutuhan untuk saling berhubungan satu sama lain dengan orang lain. Kebutuhan interpersonal mengacu kepada kebutuhan menjadi bagian dari sebuah komunitas, sebuah kelompok, sebuah keluarga, untuk saling berinteraksi dengan orang-orang, punya sahabat dan teman, dan memiliki keterikatan dengan orang lain, dan terutama untuk mengalami keakraban, hubungan yang hangat, keintiman, dan kedekatan sebagai pribadi.1 Kebutuhan interpersonal sebagai hubungan erat yang terjadi diantara dua individu atau lebih untuk menumbuhkan
dan
meningkatkan
hubungan
interpersonal.
Kebutuhan
interpersonal pun terdapat pada aspek sosial maupun agama. Kebutuhan interpersonal dalam beragama adalah kebutuhan seseorang yang ingin bergabung atau rasa ingin tahunya dalam beragama, ingin mengontrol dan mempertahankan kepuasan dalam beragama dan ingin mendapatkan perhatian dalam beragama. Adanya konversi (perubahan) pemeluk suatu agama kepada agama lain, merupakan fenomena yang cukup menarik. Dapat dikatakan bahwa fenomena konversi agama ini ada sejak munculnya keyakinan/agama baru, cenderung berusaha menyebarkan agama barunya tersebut kepada seluruh manusia. Pada akhirnya kecenderungan ini, menjadi karakter setiap agama di dunia. Perubahan keyakinan seorang dari suatu agama tertentu ke dalam agama Islam, dalam bahasa
Dewi Putri R.,“The Need for Relatendness itu Kebutuhan Interpersonal”, diakses 20 Oktober 2015 dari http://depewblew2dutz.blogspot.co.id/2010/10/need-for-relatedness-itukebutuhan.html 1
1
2
agama Islam dikenal dengan istilah “mualaf” (orang yang baru masuk Islam).2 Berdasarkan dalam Al-Qur’an bahwasanya Islam itu tak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, sebagaiman yang dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah/2: 256 berikut:
َّ ِالر ْشدُ ِمنَ ْالغَي ِ فَ َمن يَ ْكفُ ْر ب ُ الطا ت ِ غو ُّ َِين قَد تَّبَيَّن ِ آلَإِ ْك َراهَ فِي الد س ِمي ٌع َ ُام لَ َها َوهللا َ َويُؤْ ِمن بِاهللِ فَقَ ِد ا ْست َ ْم َ س َك بِ ْالعُ ْر َوةِ ْال ُوثْقَى الَ ا ْن ِف َ ص َع ِلي ٌم “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Menurut Yusuf Qardhawi, mendefinisikan mualaf adalah mereka yang kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalang dari niat jahat terhadap orang Islam, atau harapan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kepada kaum muslim.3 Mualaf pun mengalami perubahan yang terkait dengan identitas, makna, dan kehidupannya. Kondisi ini disebabkan oleh adanya perubahan yang radikal dan bertentangan dengan kondisi sebelumnya.4 Kondisi yang dialami oleh mualaf pada awal masuk agama Islam lazimnya mengalami tekanan. Berbagai tekanan tersebut berasal dari
Noorkamilah, “Pembinaan Mualaf; Belajar Dari Yayasan Ukhuwah Mualaf (YAUMU) Yogyakarta,” Jurnal PMI vol XII no 1 (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, September 2014), h.2 3 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), h.563 4 Deddy Mulyana, Komunikasi Kontekstual: Teori dan Praktik Komunikasi Kontemporer, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 216 2
3
keluarga, kerabat, dan kawan-kawan non-Muslim yang menentang keputusan mereka untuk melakukan perubahan agama. Selain itu tekanan lain muncul yakni harus mempelajari agama baru dalam waktu singkat. Perubahan agama adalah contoh transformasi identitas ekstrem yang nyaris sempurna.5 Proses ini ditandai tidak hanya perubahan perilaku, tetapi lebih penting lagi perubahan pandangan hidup. Posisi mualaf itu sendiri masih membutuhkan suatu pembinaan, bimbingan dan haus dalam pengetahuan agama Islam. Perkembangan
mualaf
di
Indonesia
khususnya,
menunjukkan
perkembangan yang cukup signifikan. Akan tetapi meningkatnya angka mualaf, ternyata tidak diimbangi dengan pembinaan yang terstruktur bagi para mualaf ini adanya pembinaan, terjadi secara sporadis dan tersebar di berbagai titik seperti masjid, organisasi dan lembaga lainnya yang menangani permasalahan mualaf akan tetapi hanya sebatas mengadakan pengislaman saja, tanpa adanya pemberian pengetahuan yang luas tentang agama Islam. Pembinaan selama ini tidak dilakukan dengan cukup komprehensif yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan seorang mualaf.6 Yayasan Haji Karim Oei ini salah satu contoh yayasan yang menangani permasalahan mualaf bukan hanya acara pengislaman saja akan tetapi memberikan pemahaman agama Islam dengan pengajian dalam sepekan dua kali pertemuan yang dijadikan sebagai dasar pemahaman bagi mualaf untuk memahami Islam secara utuh.
5
Deddy Mulyana, Komunikasi Kontekstual: Teori dan Praktik Komunikasi Kontemporer,
h. 216 Noorkamilah, “Pembinaan Mualaf; Belajar Dari Yayasan Ukhuwah Mualaf (YAUMU) Yogyakarta,” Jurnal PMI vol XII no 1 (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, September 2014), h.2 6
4
Nama yayasan ini diambil dari nama seseorang perintis dakwah Islam yang berasal dari keturunan China yang merupakan Warga Negara Indonesia. Beliau adalah Karim Oei atau yang dikenal juga nama Haji Abdul Karim Oei. Nama asli beliau adalah Oei Tjeng Hien yang lahir pada tanggal 6 Juni tahun 1905. Beliau adalah orang China dan masuk agama Islam pada tahun 1926. Memang, pada saat itu langka sekali orang dari etnis China yang masuk Islam, sehingga keberadaan Karim Oei saat itu menjadi sorotan masyarakat baik dari kalangan pribumi maupun dari etnis China.7 Beliau adalah pelopor pembauran agama antara kaum etnis Cina dengan warga pribumi. Bahwasanya nama yayasan ini mengenang atas perjuangan beliau dalam berdakwah Islam di kalangan Cina. Yayasan Haji Karim Oei mempunyai ciri khas, yaitu didirikan di Masjid Lautze yang dimana masjid ini dengan gaya interior kombinasi Tinghoa dan Arab, Masjid Lautze ini adalah jam operasional masjid layaknya durasi kerja kantoran. Masjid dibuka pukul 09.00 dan tutup pukul 17.00 WIB. Yayasan tersebut menjadi pusat informasi untuk etnis Cina yang ingin mengetahui seputar Islam.8 Yayasan Haji Karim Oei dapat membina mualaf dengan penanaman nilai-nilai yang baik bukanlah suatu perkara yang mudah seperti membalikan telapak tangan akan tetapi butuh proses yang panjang sehingga penanaman nilai-nilai ke-Islaman kepada mualaf dapat melekat sampai akhir hayat. Yayasan Haji Karim Oei ini sebagai wadah perkumpulan para mualaf
7
Junus Jayja, Islam Dimata WNI, ( Jakarta: YHKO, 1993), h. 37 Yusuf Mansur, “Masjid Lautze, Tempat Etnis Tionghoa Memeluk Islam”, diakses pada 1 April 2015 dari http://yusufmansur.com/masjid-lautze-tempat-etnis-tionghoa-memeluk-islam/ 8
5
yang beretnis Cina atau orang Cina yang ingin masuk Islam untuk mencari informasi, berinteraksi, dan khususnya untuk mempelajari tentang Islam. Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan terjadi komunikasi yang begitu hangat dalam membahas pelajaran ataupun diskusi dengan para pengurus maupun mualaf lainnya di Yayasan Haji Karim Oei. Komunikasi yang terjadi pada pengurus dan para mualaf termasuk dalam komunikasi kelompok kecil. Komunikasi kelompok kecil adalah sejumlah orang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka.9 Yayasan Haji Karim Oei mempunyai prinsip-prinsip kebutuhan interpersonal pada mualaf seperti ingin bergabung dalam kelompok mualaf, ingin mempertahankan kepuasan terhadap kegiatan mualaf dan ingin mendapatkan perhatian dari pengurus dan mualaf lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara khusus mengenai “Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil Antara Pengurus dan Mualaf (Studi Kasus Yayasan Haji Karim OEI Jakarta)”
9
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 76
6
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada seluruh aktifitas pengurus dan mualaf terkait dengan Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil di Yayasan Haji Karim OEI. 2. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana proses Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta? b. Mengapa Interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi digunakan dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan oleh peneliti, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui serta memahami bagaiamana proses Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. b. Untuk mengetahui serta memahami Mengapa Interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi digunakan dalam komunikasi
7
kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Akademis Peneliti berharap penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu dalam bidang komunikasi kelompok kecil bagi mahasiswa UIN syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. b. Manfaat Praktis Diharapkan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi serta menambah wawasan dan membuka pemikiran baru khususnya bagi peneliti dalam rangka mengetahui langkah dan positif bagi mualaf, yang berbeda dengan orang Islam secara keturunan pada umumnya. Pada umumnya bagi orang-orang yang tertarik dengan penelitian dalam bidang komunikasi kelompok kecil serta dapat gambaran bagi pembaca, dan menambah khazanah pengetahuan tentang pola komunikasi lainnya.
8
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum dan klasik. Pradigma konstruktivisme menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, alam manusia bertindak sebagai agen mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.10 Pradigma kontruktivisme merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menenemukan realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara. Karena dasar paradigma ini memfokuskan pada pengamatan dan objektivitas. Maka hubungan antar pengamat dan objektif bersifat kesatuan, subjektif dan merupakan hasil interaksi diantara keduannya.11 Untuk ini peneliti akan melakukan penelitian dengan komunikasi kelompok kecil antara Pengurus dan Mualaf agar mampu merekonstruksi realitas yang ada.
10
Eriyanto, Wacana, Pengantar Analisi Isi Media (Yogyakarta: LKis, 2004), h. 13 Norman K. Dezin, Teori dan Pradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001) 11
9
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan bersifat penelitian deskriptif. Krik dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengethauna sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannta sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang
tersebut
dalam
bahasanya
dan
dalam
peristilahannya.12 Maka pada penelitian ini peneliti akan mengamati dan berhubungan dengan Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf melalui teknik pengumpulan data wawancara, dokumentasi dan observasi langsung pada aktifitas komunikasi antara pengurus dengan mualaf yang terkait dengan Interpesonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan menyulur pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai sumber data.13 Dengan menempatkan Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf sebagai kasus atau fenomena yang bersifat kontemporer
12
Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1997), h. 3 13
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 121.
10
makaa peneliti perlu mengumpulkan data dari berbagai sumber agar dapat mengetahui apa yang sedang terjadi. 4. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para pengurus dan mualaf Yayasan Haji Karim OEI yang menjadi sumber bagi peneliti untuk memperoleh ketereangan dan data. Sedangkan obejek penelitiannya adalah bagaimana proses Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil antara pengurus dan mualaf. 5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Haji Karim OEI jl. Lautze No.87/89 Pasar Baru Jakarta Pusat dimulaia dari bulan April tahun 2015 hingga bulan Oktober 2015. 6. Teknik pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan bagian penting yang memiliki beberapa teknik. Teknik di bawah ini dilakuakan dengan tujaun agar penelitian mendapatkan data yang lengkap dan tepat untuk penelitian ini. Berikut beberapa teknik dan pengumpulan data yang digunakan: a. Obeservasi Obeservasi atau pengamatan langsung merupakan metode pertama yang digunakan dalam penelitian, dan merupakan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara pengamatan langsung untuk memperoleh data yang diinginkan.14
14
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi (Teori Aplikasi), (Yogyakarta: Gintanyali, 2004) h. 70
11
Peneliti dalam penelitian ini melakukan pengamatan langsung ke salah satu Pengurus dan Mualaf yang ingin gabung/ ikutserta, ingin mendapatkan kepuasaan dan ingin mendaptkan afeksi di yayasan tersebut. Sebagai metode ilmiah, observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena yang diselidiki. Pengamatan yang dilakukkan yakni penulis langsung mendatangi ikut serta, guna memperoleh data-data yang akurat tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. b. Wawancara Wawancara diartikan sebagai sebuah interaksi dalam yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagai aturan tanggungjawab, perasaan,
kepercayaan,
motif,
dan
informasi.15
Penelitian
ini
menggunakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan menerus. Wawancara yang dilakukan selama proses penelitian ini lebih menggunakan tipe open–ended dan tipe terfokus. Tipe open-ended yakni dimana penulis mewawancarai kepada respoden guna kunci mengetahu fakta-fakta yang terjadi. Sedangkan tipe terfokus yakni dimana respoden diwawancarai dalam waktu yang singkat. Adapun informan yang diwawancarai yakni H. M Ali Karim Oei S.H selaku Ketua Umum Yayasan Haji Karim Oei, H. Yusman Iriansyah S.E dan Liem on Siem selaku pengurus dan pengajar serta beberapa mualaf di Yayasan Haji
15
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) h. 118
12
Karim Oei Jakarta yaitu Yuvens, Sugeng dan Lilis. Sehingga dapat membantu dalam memberikan informasi dan kelengkapan data yang diperoleh oleh penulis. c. Dokumentasi Pada tahap dokumentasi ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dokumenter sebanyak-banyaknya guna mendapatkan hasil yang relevan. Teknik pengumpulan data ini dengan cara mengumpulkan dan menyimpan dokumen-dokumen yang relevan terkait dengan permasalahan yang diteliti yakni melalui buku bacaan, studi pustaka, artikel dan hasil survei seperti rekaman gambar dan data lainnya yang menjadikan bahan pertimbangan untuk kelengkapan penelitian ini. E. Teknik Analisis Data Menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Bisnis, mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan.16 Berikut penjelasannya: a. Reduksi Data Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dan mencari tema dan polanya.17
16 17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 210. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h. 92
13
b. Paparan Data Pemaparan data sebagai sekumpulan informasi tersusun, dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.18 c. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan disajikan dalam bentuk deskriptif dengan berpedoman pada kajian penelitian. F. Pedoman Penelitian Teknik penulisan dalam penelitian ini adalah menggunakan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah, 2007. G. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian terkadang ada tema yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti teliti sekalipun arah dan tujuan yang diteliti berbeda. Untuk dijadikan rujukan awal penelitian menemukan beberapa sumber kajian lain yang lebih terdahulu yang membahas terkait dengan mualaf di Yayasan Haji Karim Oei. Rujukan pertama berjudul dengan “Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa (Studi Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa di Yayasan haji Karim Oei Masjid Lautze 2 Bandung)” oleh Randi 18
Sastra
Jendra
(Universitas
Komputer
Indonesia
Bandung
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 17.
14
2012).19Skripsi ini membahas konsep diri mualaf etnis Tionghoa di Yayasan Haji Karim Oei 2 Bandung. Persamaan pada penelitian ini adalah keduannya meneliti tentang mualaf etnis Tionghoa. Kemudian perbedaan pada penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada subjeknya. Pada penelitian ini sebelumnya subjeknya adalah mualaf etnis Tionghoa yang berada di Yayasan Haji Karim OEI 2 Bandung dan pada penelitian ini subjeknya adalah mualaf etnis Tionghoa yang berada di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. Terdapat pada perbedaan lain yaitu pada pembahasannya, dimana penelitian terdahulu membahasa bagaimana konsep diri mualaf etnis Tionghoa sedangkan pada penelitian ini peneliti membahasa Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf. Perbedaan lain juga yang terdapat pada metode penelitian, yakni penelitian terdahulu dengan metode penelitian yang digunakan yaitu studi fenomenologi dan pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus. Rujukan yang kedua berjudul “Upaya Bimbingan dalam Pembinaan Mental Keagamaan Mualaf Keturunan Cina Di Yayasan Haji Karim OEI Pasar Baru Jakarta Pusat” oleh Nur Chalida Amalia (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003).20 Skripsi membahasa tentang upaya bimbingan pada pembinaaan mental khususnya mualaf keturunan Cina. Persamaan
19 Randi Sastra Jendra, “Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa (Studi Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa di Yayasan haji Karim Oei Masjid Lautze 2 Bandung)”, (Skripsi S1 FISIP: Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2012) 20 Nur Childa Amalia,”Upaya Bimbingan Dalam Pembinaan Mental Keagaman Mualaf Keturunan Cina Di Yayasan Haji Karim Oei Pasar Baru Jakarta Pusat,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi: Universitas Islam Negri Jakarta, 2003).
15
pada penelitian ini adalah keduanya meneliti pada subjeknya yang sama yakni Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. Kemudian perbedaan pada penelitian ini sebelumnya terletak pada pendekatan penelitian. Pada penelitian sebelumnya pendekatan penelitian adalah kuantitatif dan pada penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif. Terdapat perbedaaan lain juga pada penelitian pada pembahasannya, dimana penelitian terdahulu bagaimana upaya bimbingan dalam pembinaan mental mualaf keturunan Cina dan pada penelitian ini membahas bagaimana Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf. Rujukan yang ketiga berjudul “Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf (Studi Fenomenologi terhadp Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf di Yayasan Haji Karim OEI Masjid Lautze, Jakarta Pusat)” oleh Inggan Aulia Firgyana (Universitas Gunadarma, 2014).21 Skripsi membahas tentang konsep diri dan interaksi sosial terhadap mualaf etnis Tionghoa di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta Pusat. Persamaan terletak pada penelitian ini adalah keduanya meneliti pada subjeknya yang sama yakni Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. Kemudian perbedaan pada penelitian ini sebelumnya terletak pada metode penelitian yang diterapkan yakni studi fenomenologi dan pada penelitian ini adalah menerapkan metode penelitian dengan metode studi kasus. Terdapat pada perbedaan lain juga yaitu pada pembahasannya, dimana penelitian terdahulu membahasa bagaimana konsep diri dan interaksi sosial mualaf etnis
21 Ingan Aulia Firgyana, “Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf (Studi Fenomenologi terhadp Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf di Yayasan Haji Karim OEI Masjid Lautze, Jakarta Pusat)” (Skripsi S1 FISIP :Universitas Gunadarma, 2014)
16
Tionghoa sedangkan pada penelitian ini peneliti membahasa Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. H. Sistematika Penelitian Sistematika
penulisan
ini
ditunjukan
untuk
memudahkan
pemahaman tentang penelitian ini, maka peneliti membagi skripsi ini menjadi lima bagian yang terdiri dari bab per bab, yang berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh dari skripsi ini. Adapun sisitematika penelitiannya sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini dibahasa pendahuluan yang mengenai dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metedologi Penelitian, Teknik Analisis Data, Pedoman Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL Dalam bab ini dibahas tinjauan teori yang meliputi penjelasan tentang Fundamental Interpersonal Relations Orientation Theory (Teori Kebutuhan Antarpribadi oleh William Schutz), Komunikasi
Kelompok
Kecil
(Pengertian
komunikasi
kelompok, unsur-unsur komunikasi kelompok, pengertian komunikasi kelompok kecil dan tujuannya) dan Mualaf (pengertian mualaf dan perilaku Islam pada mualaf).
17
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN HAJI KARIM OEI JAKARTA Dalam bab ini berisi tentang pemaparan profil dan sejarah, visi dan misi, makna logo Yayasan Haji Karim Oei, dan data-data masuk Islam pada tahun 2015 di Yayasan Haji Karim Oei. BAB IV
ANALISIS PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan tentang Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta dan Interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi digunakan dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta.
BAB V
PENUTUP Dalam bab ini ditarik kesimpulan dari hasil penelitian serta saran dari penelitian yang dilakukan, serta lampiran-lampiran sebagai bahan pelengkap.
BAB II KERANGKA TEORI A. Fundamental Interpersonal Relations Orientation Theory Teori Fundamental Interpersonal Relations Orientation biasa disebut dengan teori kebutuhan interpersonal yang telah dikemukan oleh William Shuctz. Teori ini untuk menggambarkan apa yang mendasari perilaku kelompok kecil. Menurut teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal, yakni inclus-ingin masuk dalam kelompok, control—ingin orang lain dalam suatu tatanan hierarkis; dan affection/openess—ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.1 1. Kebutuhan Interpersonal pada Inklusi Inklusi adalah rasa ikut saling memiliki dalam suatu situasi kelompok. Kebutuhan yang mendasarinya adalah hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Termasuk dalam inklusi bermacam-macam, mulai dari interaksi yang intensif sampai penarikan atau pengucilan diri sepenuhnya.Tingkah laku antarpribadi dalam kebutuhan inklusi dapat terpenuhi dalam jumlah yang terlalu sedikit, terlalu banyak ataupun ideal. Kadar pemenuhan kebutuhankebutuhan itu akan membentuk berbagai maacam perilaku antarpribadi. Adapun tipe-tipe perilaku inklusi, yakni perilaku kurang sosial (undersocial), perilaku terlalu sosial (oversocial) dan ideal.2
1 2
Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 167 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV Rajawali,1984),
h.163
18
19
a)
Tipe kebutuhan inklusi yang berperilaku kurang sosial (under social), yakni timbul jika kebutuhan akan inklusi kurang terpenuhi, misalkan sering tidak diacuhkan oleh keluarga semasa kecil. Kecendrungannya orang ini akan menghindari hubungan dengan orang lain, tidak mau mau ikut dalam kelompok-kelompok, menjaga jaga jarak antara dirinya dengan orang lain, tidak mau tahu, acuh tak acuh. Pendek kata, kenderungan introvert dan menarik diri. Bentuk tingkah laku yang lebih ringan adalah terlambat dalam pertemuan-pertemuan atau tidak datang sama sekali. Kecemasan yang ada dalam ketidak sadarannya dan tidak ada orang lain yang mau menghargainya. 3
b)
Tipe perilaku terlalu sosial (oversocial) dalam kebutuhan inklusi. Tipe yang ini berlawanan dengan perilaku kurang sosial dikarenakan tipe perilaku terlalu sosial ini orangnya cenderung memamerkan diri berlebihan-lebihan. Bicaranya keras, selalu menarik perihatian orang, memaksakan dirinya untuk diterima dalam kelompok, sering menyebutnamanya
sendiri,
suka
mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan yang mengagetkan. 4 c) Tipe kebutuhan inklusi yang terakhir ini, yakni ideal. Perilaku ini tumbuh dari orang-orang yang pada masa kecilnya mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan inklusinya. Ia tidak memunya masalah dalam hubungan antarpribadi. Berada bersam orang lain atau sendirian, bisa sama-sama menyenangkan buat dia, tergantung 3 4
Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.165 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.165
20
pada situasi dan kondisinya. Ia bisa sangat berpartisipasi, tetapi bisa juga tidak ikut-ikutan, ia bisa melibatkan diri pada orang lain, bisa juga tidak, secara tidak disadari ia merasa irinya berharga dan tanpa ia menonjol-menonjolkan diri. Dengan sendirinya orang lain akan melibatkan dia dalam aktivitas-aktiviaas mereka. 5 2. Kebutuhan Interpersonal pada Kontrol Kebutuhan kontrol adalah aspek pembuatan keputusan dalam hubungan antarpribadi. Sebagaimana kebutuhan ini mendasari adalah keinginan untuk menjaga dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam kaitannya dengan wewenang dan kekuasaan. Tingkah kontrol bisa bervariasi dari terlalu berdisplin sampai tetrlalu bebas dan tidak disiplin. Tingkah laku antarpribadi dalam kebutuhan kontrol dapat terpenuhi dalam jumlah yang terlalu sedikit, terlalu banyak ataupun ideal. Kadar pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu akan membentuk berbagai maacam perilaku antarpribadi. Adapun tipe-tipe perilaku kontrol yakni perilaku abdikrat, perilkau otokrat, perilaku demokrat dan juga perilaku patologik. 6 a)
Tipe perilaku abdikrat pada kebutuhan kontrol, yakni orang yang berperilaku dengan ini merasa dirinya tidak mampu membuat keputusan
dan
bahwa
orang
lain
pun
mengetahui
akan
kelemahannya ini. Karena itu ia cenderung menghidari keputusan dalam hubungan antarpribadi. Ia lebih suka dipimpin dari pada pemimpin dan ia lebih suka jadi orang yang submisif. 7
5
Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.166 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.163 7 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.166 6
21
b)
Tipe perilaku otokrat pada kebutuhan kontrol ini terdapat kecenderungan mendominsi orang lain, ingin selalu menduduki posisi-posisi atas, mau membuat keputusan, tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga buat orang-orang lain. Dinamika yang mendasari perilaku ini sama dengan perilaku abdikrat, tetapi reaksi tak sadar terhadap perasaan tak mampu pada tipe otokrat ini adalah mencoba untuk membuktikan bahwa ia mampu dan bisa membuat keputusan. 8
c) Tipe perilaku demokrat pada kebutuhan kontrol ini termasuk dalam perilaku yang ideal. Orang-orang yang berperilaku demokrat biasanya persoalan dalam hubungan antarpribadi. Ia bisa senang dalam kedudukan atasan maupun bawahan, teergantung pada situasi dan kondisinya. Ketidak sadarnya ia merasa mampu dan kemampuannya ini tidak perlu dibuktikannya kepada orang lain. 9 Dari ketiga tipe perilaku dalam kebutuhan kontrol ini terdapat juga perilaku patalogik. Perilaku patalogik dari tipe kontrol ini adalah psikopat yakni tidak mau menerima segala kontrol dalam bentuk apapun dan ketaat. Obsesif yakni terlalu taat terhadap segala kontrol yang datang dari luar. 10 3. Kebutuhan Interpersonal pada Afektif. Kebutuhan Interpersonal pada afektif adalah dimensi emosional kelompok. Sejauh mana seseorang disukai dan akrab oleh anggota kelompok lainnya. Kebutuhan afeksi ini untuk mengadakan serta mempertahankan
8
Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.166 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.167 10 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.167 9
22
hubungan yang memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan cinta, kasih sayang, dan afeksi lainnya.11 Adapun tipe-tipe perilaku afektif yakni perilaku underpersonal, perilkau overpersonal, perilaku personal dan juga perilaku patologik. 12 a) Tipe perilaku kebutuhan interpersonal pada afeksi yaitu perilaku kurang pribadi (underpersonal behavior). Orang-orang yang berperilaku ini cenderung menghindari hubungan pribadi yang terlalu dekat, kalau ramah hanya dibuat.13 b)
Tipe perilaku kebutuhan interpersonal pada afeksi yaitu perilaku terlalu pribadi (overpersonal behavior). Orang yang berperilaku dengan tipe ini lebih menginginkan hubungan emosional yang sangat erat, terlalu intim dalam berkawan dan kadang-kadang menuduh kawannya tidak setia kalau kawan itu berteman dengan orang lain dalam berkelompok. Psikodinamika perilaku ini sama dengan perilaku kurang pribadi, yaitu ada kecemasan untuk dicintai dan merasa tidak bisa dicintai. 14
c) Tipe perilaku kebutuhan intepersonal pada afeksi yaitu perilaku yang termasuk perilaku yang ideal. Orang ini bisa bertindak tepat dan selalu merasa senang dalam hubungan emosional yang dekat maupun renggang. Orang ini tidak punya kecemasan-kecemasan dan yakin bahwa ia adalah orang yang patut untuk dicintai. 15
11
Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 168-169 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.163 13 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.167 14 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.167-168 15 Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.168 12
23
Dari ketiga tipe perilaku dalam kebutuhan interpersonal pada afeksi ini terdapat juga perilaku patalogik. Perilaku patalogik dari tipe afeksi ini adalah psikoneorosi yakni selalu dalam kepribadian dirinya merasa kecemasan yang sudah kronis. 16 B. Komunikasi Kelompok 1. Pengetian Kelompok Menurut Adam dan Galanes bahwa kelompok adalah tiga atau lebih individu yang memiliki tujuan yang sama, berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling bergantung.17 Pendapat selaras juga yang dikemukkan oleh Deddy Mulyana bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.18 Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok itu sekumpulan individu yang terdiri tiga atau lebih yang memiliki tujuan yang sama dan saling berinteraksi dalam mencapai tujuan bersama. Adapun hal-hal yang mendorong masuk dalam kelompok sebagai berikut.
16
Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.168 Katherine Adams and Gloria J. Galanes, Communicating in Groups: Applications and Skills, (New York: McGraw Hill, 2006), h. 11 18 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 82. 17
24
2. Hal-hal Yang Mendorong Masuk Dalam Kelompok Hal-hal yang mendorong seseorang masuk dalam suatu kelompok, yakni:19 a. Seseorang masuk dalam suatu kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai. b. Kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologi (walaupun tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis. Dalam kelompok, seseorang dapat saling memberi dan menerima perhatian, saling memberi dan menerima afeksi, saling mendorong dalam mencapai tujuan dan mengembangkan kerja sama. c. Kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengenbangkan harga diri seseorang. d. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi. e. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis. Dengan memperhatikan hal-hal di atas, pada dasarnya seseorang masuk dalam kelompok dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang bersifat psikologi maupun nonpsikologi. 3. Pengertian Komunikasi Kelompok Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dikutip oleh Roudhonah dalam bukunya yang berjudul ”Human Communication, A Revisian of Approaching Speech/Communiation”. Bahwa komunikasi
19
Bimo Walgito, Psikologi Kelompok (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), h. 13
25
kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.20 Pendapat senada juga dikemukkan oleh Effendy bahwa komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara seseorang dengan sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.21 Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. 4. Unsur-unsur Komunikasi Kelompok Ada beberapa unsur dalam proses komunikasi, yaitu: komunikator, proses encoding, pesan/informasi, media, komunikan, proses decoding, feedback, dampak, dan gangguan. Beberapa komponen tersebut memiliki keterikatan antara satu sama lain. Adapun penjelasan mengenai komponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Komunikator, yaitu pihak yang mengirim pesan kepada komunikan. Karen itu komunikator biasa disebut sumber, encoder atau pengirim pesan yang harus terampil dalam berkomuniakasi, dan juga kaya ide atau gagasan serta penuh daya kreativitas.22 Dari pendapat tersebut
20
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 124 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 75 22 Hafied Cangara., Pengatar Ilmu Komunikasi, h. 81 21
26
dapat disimpulkan bahwa komunikator merupakan individu yang menciptakan, menformulasaikan, dan menyampaikan pesan. Anggota dan pengurrus dalam suatu kelompok atau komunitas bisa menjadi komunikator. Ketika mereka melakukan proses komunikasi dalam proses tersebut. Ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh komunikator agar proses komunikasi dapat berjalan efektif. Pertama, komunikator diharapkan memilki kredebilitas yang tinggi bagi komunikasinya. Kedua, memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik. Ketiga, mempunyai pengetahuan yang luas. Keempat, memiliki sikap yang baik. Kelima, memiliki daya tarik atau memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap /menambah pengetahuan pada diri sendiri.23 b. Encoding, merupakan aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan dan memformulasikan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan simbol nonverbal, yang disusun berdasarkan aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunnikan. Kegiatan ini merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran ke dalam simbol.24 c. Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan seharusnya mempunyai inti pesan sebagai pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku 23 H.A.W. Widjaja, Komunikasi: Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.12 24 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) h.7
27
komunikan. Pesan dapat disampaikan secara panjang lebar, namun yang perlu diperhatikan dan diarahkan kepada tujuan akhir dari komunikan.25 Penulis dapat memahami bahwa jika pesan merupakan hasil dari ide dan perasaan, maka komunikator yang baik yakni komunikator yang selalu berpikir ataupun menimbang-nimbang terlebih dahulu isi pesan yang akan ia sampaikan sehingga apapun yang ia sampaikan selalu sinkron dengan kondisi komunikan. Karena, meski bagaimanapun juga proses komunikasi selalu memilki tujuan akhir yaitu merubah perilaku atau pendapat seseorang akan suatu hal. Pesan yang disampaikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:26 umum, jelas dan gambling. Bahasa yang jelas, positif, seimbang dan penyesuaian dengan keinginan komunikan. Dan pesanpun harus bersifat informatif, persuasif, dan koersif.27 1)
25
Informatif Komunikator memberikan beberapa keterangan dimana setelah itu komunikanlah yang akan mengambil kesimpulan sendiri. 2) Persuasif Bujukan/rayuan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan. Tetapi perubahana yang terjadi merupakan kehendakan sendiri, misalkan proses lobbying. 3) Koersif Pesan yang disampaiakan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi, seperti agitasi dengan penekanan yang menumbuhkahkan tekanan batin dan ketakkutan. Pesan yang mengandung unsur koersif berbentuk perintah, intruksi untuk penyampaian akan suatu target.
H.A.W. Widjaja, Komunikasi: Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, h. 14 H.A.W. Widjaja, Komunikasi: Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, h. 15. 27 H.A.W. Widjaja, Komunikasi: Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, h. 14. 26
28
Dari tiga kutipan diatas, penulis dapat memahami bahwa bentuk pesan yang disampaikan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tujuan dari komunikasi itu sendiri. Jika tujuan dari komunikasi tersebut hanya ingin memberikan informasi layaknya seperti di mall terdapat tempat informan yang secara masif disampaikan kepada audiens, maka pesan yang telah disampaikan cendrung bersifat informatif. Akan tetapi, jika proses komunikasi bertujuan untuk merubah sisi psikomotorik atau behavioral seseorang maka yang digunakan ialah bentuk komunikasi persuasif, pada saat itu yang diinginkan oleh sales bukan hanya konsumen tahu akan informasi produk tetapi konsumen diharapkan membeli produk yang telah ditawarkan. Lain halnya dengan bersifat koersif, jika pesan bersifat informatif dan persuasif lebih halus dalam penyampainya maka pesan koersif ini lebih mengandung perintah atau ancaman. Misalnya ketika Bos memerintahkan kepada karyaawan untuk mengambilkan berkas akan tetapi berkas itu terjatuh, maka Bos akan memberikan
pesan
ancaman
kepada
karyawan
tersebut.
Dikarenakan tujuan menyampaikan pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sika, perilkau atau menujukkan arah tertentu. d. Media komunikasi lebih identik pada proses berjalannya pesan sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat untuk menyampaikan. Media juga berfungsi sebagai perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk mengantarkan pesannya agar sampai ke komunikan, contohnya Handphone. Media yang terdapat
29
dalam kelompok bermacam-macam jenis. Seperti rapat, seminar, pameran, diskusi, kelompok belajar dan lain-lain. Media dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dan kepentingan pribadi.28 e. Penerima/komunikan
adalah
salah
satu
aktor
dari
proses
komunikasi.29 Komunikan adalah sasaran komunikasi. Penerima mendengar ketika sumber berbicara, atau membaca apa yang ditulis oleh sumber. Dalam komunikasi kelompok komunikan bertatap muka dan bertemu langsung dengan komunikatornya. Sehingga seorang bisa berkomunikasi secara langsung. f. Proses Decoding merupakan aktifitas internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol yang harus dirubah kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.30 g. Umpan Balik (Feedback) sebagai suatu proses komuikasi dalam kegiatan/pelaksanakannya suatu yang berkesinambungan seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikannya, pada pelaksanakannya ia juga merupaka komunikan ketika komunikan tadi memberikan tanggapan kepadanya. Feedback atau umpan balik memiliki peranan yang sangat penting, sebab dari umpan balik yang terjadi sebagai hasil komunikasi dapat dilihat apakah kegiatan komunikasi yang sedang dilancarkan oleh
28
Alvin Golberg, Komunikasi Kelompok (Jakarta: Universita Indonesia, 1985), h 24 Hafied Cangara, Pengatar Ilmu Komunikasi, h. 135 30 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, h. 8 29
30
komunikator baik atau kurang.31 Dalam komunikasi kelompok umpan balik yang dihasilkan oleh anggota dan pengurus dalam komunitas tersebut berbeda-beda, usulan atau keputusan dalam komunikasi tersebut didukung, diperbaiki, dijelaskan, dirangkum, atau disetujui, maupun yang mengakibatkan tanggapan yang menyenangkan atau bahkan meragukan. h. Dampak atau hasil, yaitu hasil akhir komunikasi atas sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang diinginkan. Keberhasilan suatu komunukasi dapat terlihat jika sikap dan tingkah laku seorang komunikan sesuai dengan pesan yang disampaikan.32 Dampak yang ditimbulkan dapat diklasfikasikan menurut kadarnya yakni dampak kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dampak kognitif atas komunikasi, seseorang menjadi tahu tentang sesuatu hal. Berarti, komunkasi berfungsi untuk memberikan informasi.33 Dampak afektif yakni komunikasi sudah membuat hati dan perasaan komunikan tergerak sehingga sudah timbul perasaan iba, terharu, sedih, gembila, marah, dan sebagainya.34 Dampak psikomotorik yakni dampak yang ditimbulkan pada komunikan dalam bentuk tindakan atau perilaku. Kini komunikan sudah benar-benar mau melakukan apa yang yang komunikator bicarakan.35
31
H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 24 Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 18-19. 33 Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 65 34 Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 20 35 Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 20 32
31
5. Bentuk-Bentuk Komunikasi Kelompok Adapun bentuk-bentuk komunikasi kelompok juga terbagi dua macam, yakni: a. Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kelompok individu yang mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terkait satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka.36 Seperti diskusi, kelompok belajar dan lain-lain. b. Komunikasi kelompok besar, yakni komunikasi yang terjadi dengan sekumpulan orang banyak dan komunikasi antarpribadi jauh lebih kurang atau susah dilakukan, karena terlalu banyaknya orang yang berkumpul, seperti halnya yang terjadi pada acara tabligh akbar, kampanye dan lain-lain. 37 Dari kedua bagian komunikasi kelompok dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok kecil, komunikator masih memungkinkan untuk menggunakan komunikasi antarpribadi kepada anggota kelompok. Sedangkan komunikasi kelompok besar, komunikator tidak bisa difokuskan
dengan
menjalin
komunikasi
antarpribadi
tak
memungkinkan dikarenakan jumlah yang terlalu banyak. Adapun penulis akan meneliti komunikasi pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim Oei dengan menggunakan pola komunikasi kelompok kecil.
36 37
Armi Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 182 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 128
32
C. Komunikasi Kelompok Kecil 1. Pengertian Komunikasi Kecil Komunikasi kelompok kecil adalah komunikan yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal dengan lain perkataan dalam komunikasi kecil. Komunikator dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan salah satu anggota kelompok, seperti diskusi, kelompok belajar dan lain-lain.38 Menurut Robert F. Bales yang dikutip oleh Effendy dalam bukunya “Interaction Process Analysis” bahwa komunikasi kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka. Di mana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup tampak, sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan.39 Pendapat seirama juga dikemukan oleh Adam dan Galanes bahwa komunikasi kelompok kecil yang mengacu pada dinamika kelompok yang fokus kepada pertukaran informasi verbal maupun non verbal terhadap anggota kelompok kecil.40 Kedua pendapat tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa komunikasi kelompok kecil ialah sekumpulan orang atau kelompok yang saling bertemu secara tatap muka dan saling fokus kepada perubahan informasi verbal maupun non verbal terhadap anggota
38
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 128 Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 76 40 Katherine Adams and Gloria J. Galanes, Communicating in Groups: Applications and Skills, h. 13 39
33
kelompok kecil agar dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing anggota. Maka komunikasi kelompok kecil dapat bertatap muka antara komunikator dengan para komunikan kemungkinan terjadi komunikasi interpersonal. Ciri-ciri dari komunikasi kelompok kecil ialah bahwa prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular, umpan balik/feed back terjadi verbal dan komunikasi dapat menanggapi uraian komunikator (bisa bertanya jika tidak mengerti dan dapat menyanggah bila tidak setuju).41 Adapun ciri-ciri dalam berkomunikasi kelompok kecil tersebut terdapat tujuan dan fungsi komunikasi kelompok kecil sebagai berikut. 2. Tujuan Komunikasi Kelompok Kecil Berdasarkan hal ini kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah suatu kelompok individu yang mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terkait satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka.42 Jika salah satu komponen ini hilang individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok kecil mempunyai terbagi dua tujuan, yakni tujuan personal dan tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan.43
41
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 76-77 Armi Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 182 43 Armi Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 183 42
34
1) Tujuan personal a) Hubungan sosial, kita sering terlibat dalam komunikasi kelompok kecil agar dapat bergaul dengan orang lain. Bila kita berkumpul pada kelompok kecil untuk tujuan hubungan sosial, tujuan kita adalah untuk memperkuat hubungan
interpersonal dan menaikkan
kesejahteraan. b) Penyaluran, kelompok kecil memberikan kemungkinan untuk menyalurkan perasaan kita, termasuk perasaan kecewa, perasan takut, keluhan, maupun harapan dan kenginan kita. Tujuan ini biasa dilakukan dalam suasana yang mendukung adanya pertukaran pikiran atau diskusi di mana keterbukaan diri adalah paling tepat. c) Kelompok terapi, biasanya digunakan untuk membantu orang menghilangkan sikap-sikap mereka, atau tingkah laku dalam beberapa aspek kehidupan mereka. d) Belajar, alasan umum orang mengikuti kelompok kecil adalah belajar dari orang lain. Tujuan ini adalah seorang dapat menukar informasi dari pengalaman keilmuan atau pengalaman kehidupan yang terdapat pada kelompok maupun anggota. 2) Tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan a) Perbuatan keputusan, di mana orang-orang yang berkumpul bersama-sama dalam kelompok untuk membuat keputusan mengenai sesuatu. Mendiskusikan alternatif dengan orang lain membantu orang memutuskan mana pilihan terbaik untuk kelompok.
35
b) Pemecahan masalah, di mana mereka berusaha untuk menyelesaikan masalah dalam mencakup bagaimana menyempurnakan produksi dan bagaimana menyempurnakan hubungan yang kurang baik.
D. Konsep Mualaf 1. Pengertian Mualaf Menurut bahasa mualaf berasal dari bahasa arab yaitu Muallafah adalah bentuk jamak dari muallaf, yang berasal dari kata al-ulfah, maknanya adalah menyatukan, melunakan dan menjinakkan.44 Ada beberapa
pendapat
tentang
peisi
dengan
sesuai
tingkat
perkembanahngertian mualaf, yakni: a) Dalam Ensiklopedi Dasar Islam, mualaf ialah seseorang yang semula kafir dan memasuki Islam.45 b) Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, mualaf (ar: muallaf qalbuh; jamak muallaf qulubuhum: seseorang hatinya dibujuk dan dijinakkan). Orang yang dijinakan hatinya agar cenderung kepada Islam.46 Sedangkan secara istilah, menurut para ulama mendefiniskan makna Almuallafati qulubuhum dengan berbagai pengertian dan definisi:
44
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresip, 1997),
45
Achamad Roestandi, Ensiklopedi Dasar Islam (Jakarta: PT. Pramadya Paramitia, 1993),
46
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1997
h. 34 h. 173 ) h. 187
36
1) Menurut Sayyid Sabiq mendefinisikan mualaf sebagai orang yang hatinya perlu dilunakkan (dalam arti yang positif) untuk memeluk Islam, atau untuk dikukuhkan karena keIslamannya yang lemah atau mencegah tindakan buruknya terhadap kaum muslimin atau ia membentengi kaum muslimin.47 2) Menurut Yusuf Al-Qaradhawi senada dengan diatas, mendefiniskan mualaf adalah mereka yang kecendrungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalang dari niat jahat terhadap orang Islam, atau harapan adanya kemanfaaatan mereka dalam membela dan menolong kepada kaum muslim.48 3) Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, mualaf adalah mereka yang perlu dilunakkan hatinya, ditarik simpatinya kepada Islam, atau mereka yang ditetapkan hatinya di dalam Islam. Juga mereka yang perlu ditolak kejahatannya terhadap orang Islam dan mereka yang diharap akan membela orang Islam.49 Dari uraian yang diatas, bahwasanya penulis menarik kesimpulan bahwasanya mualaf itu orang yang baru masuk Islam. Kedudukan mualaf dalam Islam diartikan sebagai orang hatinya dijinakan agar cenderung kepada Islam dan orang yang belum mengetahui ajaran Islam. Oleh karena itu posisi
47
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj Fiqh Sunah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2009), h.
677 48 Dr.Yusuf Qaradhawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), h. 563 49 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1996), h.188
37
mualaf itu sendiri masih membutuhkan suatu pembinaan, bimbingan, dan pengetahuan seputar agama Islam. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwasanya mualaf itu mendapatkan hak zakat agar ia meneguhkan hatinya kepada Islam. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Taubah/9: 60 berikut:
ام ِلينَ َعلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َو ِفي ِ صدَقَاتُ ِل ْلفُقَ َر ِ ين َو ْال َع َّ ِإنَّ َما ال َ اء َو ْال َم ِ سا ِك ضةً ِمنَ هللاِ َوهللاُ َع ِلي ٌم َّ سبِي ِل هللاِ َواب ِْن ال ِ الرقَا َ سبِي ِل فَ ِري َ َار ِمينَ َوفِي ِ ب َو ْالغ ِ َح ِكي ٌم “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dalam ayat tersebut dapat diartikan, ada beberapa kategori orang yang berhak menerima zakat dan salah satu dari yang menerima tersebut adalah mualaf dalam hal ini dikatakan bahwa kata muallafati quluubuhum artinya orang-orang yang sedang dibujuk hatinya. Mereka dibujuk adakalanya karena mereka masih baru memeluk agama Islm sehingga mereka termasuk dalam kategori orang yang berhak menerima zakat.
38
Adapun kriteria mualaf menurut Yusuf Qardawi, yakni ada beberapa golongan yang muslim maupun yang bukan muslim pada dibawah berikut ini:50 1) Golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta keluarganya. 2) Golongan yang dikuatirkan kelakuan jahatnya. 3) Golongan orang yang aru masuk Islam. 4) Golongan pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat yang kafir 5) Golongan pemimpin dan tokoh kaum muslim yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah. 6) Golongan kaum muslim yang bertempat tinggal di bentengbenteng dan di daerah perbatasan dengan musuh. 7) Golongan kaum muslim yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang tidak mengeluarkan, kecuali dengan paksaan seperti diperangi. Adapun kriteria mualaf yang diuraikan di atas bahwansanya dapat disimpulkan kriteria mualaf itu bukan hanya orang yang baru masuk Islam saja tetapi orang yang muslim juga bisa disebutkan mualaf juga dikarenakan imannya masih lemah.
50
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, h.563-568.
39
2. Perlakuan Islam kepada Mualaf Berdasarkan pengertian mualaf yang telah dijelaskan di atas bahwa mualaf adalah orang yang hatinya dijinakkan agar cenderung kepada Islam dan orang yang baru mengetahui dan belum memahami ajaran Islam. Oleh karena itu, mereka berada pada posisi yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan seputar agam Islam. Pada masa Rasulullah SAW para mualaf tersebut diposisikan sebagai penerima zakat untuk menjamin kelestarian mereka kepada Islam dengan terus memberikan pembinaan dan pengajaran tentang agama Islam. Alasan Rasulullah SAW memberikan zakat kepada mereka dikarenakan agar tujuan Rasulullah SAW untuk menarik mereka agar memeluk agama Islam atau mencegah mereka agar tidak membahayakan kaum muslimin. Di samping itu Rasulullah SAW bagian zakat diberikaan kepada orang-orang Islam yang masih lemah imannya, agar mereka tetap dalam Islamnya.51 Oleh karena itu mereka dinamakan al-Mualafah Qulubuhum. Dalam suatu riwayat dikemukakan, bahwa ketika Rasululullah SAW akan wafat, orang-orang datang kepada Abu Bakar dan memintannya menulis suatu catatan resmi yang memuat bagian golongan mereka, lantas dipenuhinya permintaaaan mereka itu. Kemudian mereka dating kepada Umar menjelaskan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Umar lantas mengambil catatan tersebut dari tangan mereka dan menyobeknya. Umar berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memberikan bagian kepada
51
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar Ibn Al- Khattab: Studi Tentang Perubahan Hukum Islam (Yogyakarta: Rajawali Press,1987) h. 138
40
kamu, agar kamu tertarik hati kamu sekalian terhadap Islam, akan tetapi sekarang Allah telah memperkuat agama-Nya. Terserah, apakah kamu sekalian tetap dalam Islam; kalau tidak, maka tidak ada hubungan antara kalian dengan kami, kecuali dengan pedang (perang).” Mereka pun kembali datag kepada Abu Bakar dan diceritakannya apa yang telah diperbuat oleh Umar. Mereka bertanya: “Andakah Khalifah itu atau Umar?” Abu Bakar menjawab “Umar, Insya Allah.”52 Uraian yang di atas dapat disimpulkan bahwa Abu Bakar sama sekali tidak menolak ucapan dan perbuatan Umar itu, demikian pula para sahabat, sehingga masalah tersebut merupakan kesepakatan Para Sahabat, sehingga masalah tersebut disepakati, bahwa Nabi SAW memberikan zakat kepada golongan mualaf, agar mereka tertarik pada Islam, sehingga Allah pun menyebutkan mereka dengan golongan mualaf. Memang, Islam pada masa itu masih dalam keadaan lemah, pemeluknya masih sedikit, sedangkan di pihak mereka kekuatan dan jumlahnya sangat banyak. Tetapi sekarrang berkat pertolongan Allah Islam telah kuat, pemeluknya telah banyak, tiang dan bangunannya telah kokoh tertancap dan jadilah orang-orang musyrik tidak berdaya. Apabila seecara ma’qul berlakunya sesuatu hukum untuk suatu keadaan khusus, maka apabila keadaan itu hilang maka hilang karena mualaf itu bukan sesuatu yang bersifat tetap, dan tidak pula seorang mualaf pada suatu masa lainnya.53
52 53
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, h. 570 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, h. 570
41
Dari penjelasan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa mualaf itu orang yang baru pindah agama dari non Islam menjadi Islam. Karena mereka baru memeluk agama Islam, akan tetapi mualaf itu tak bisa menerima hak zakat pada masa ke masa lainnya.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN HAJI KARI OEI JAKARTA Dalam bagaian ini, terlebih dahulu penulis akan memaparkan gambaran tentang Yayasan Haji Karim Oei yang merupakan studi dalam penelitian ini. Penulis akan menggambarkan mulai dari sejarah yayasan, berbagai kegiatan di yayasan hingga kepengurusan yayasan yang seluruhnya dijelaskan secara runut. A. Sejarah Berdirinya Yayasan Haji Karim Oei Jakarta Pusat Yayasan Haji Karim Oei sebuah yayasan yang berfungsi untuk memberikan informasi mengenai agama Islam bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Di depan yayasan ini terdapat sebuah plang besar yang bertuliskan Yayasan Haji Karim Oei: Pusat Informasi Islam Untuk WNI. Penulisan WNI ini mengandung pengertian yakni orang yang secara hukum sah menjadi Warga Negara Indonesia namun berasal dari negara lain atau perantauan, dan WNI tersebut menujuk kepada orang– orang keturunan Cina. Yayasan Haji Karim Oei sendiri berdiri ditengah-tengah kawawsan pecinaan, yang beralamatkan di jalan Lautze 88-89 kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, di mana kawasan tersebut dikelilingi oleh pemukiman masyarakat Cina. Penjelasan mengenai awal berdiriya Yayasan Haji Karim Oei ini sebagian besar dituliskan berdasarkan buletin yang sempat dicetak secara cumacuma oleh Yayasan Haji Karim Oei.1 Nama yayasan ini diambil dari nama seseorang perintis dakwah Islam yang berasal dari keturunan China (sekarang menjadi Tionghoa) yang merupakan Warga
1
Brosur Yayasan Haji Karim Oei Jakarta, 1991
42
43
Negara Indonesia. Beliau adalah Karim Oei atau yang dikenal juga nama Haji Abdul karim Oei (Oei yang dibaca: Ui). Nama asli beliau adalah Oei Tjeng Hien yang lahir pada tanggal 6 Juni tahun 1905. Beliau adalah orang China dan masuk agama Islam pada tahun 1926. Memang, pada saat itu langka sekali orang dari etnis China yang masuk Islam, sehingga keberadaan Karim Oei saat itu menjadi sorotan masyarakat baik dari kalangan pribumi maupun dari etnis China. Karim Oei yang pada saat itu menjadi seorang muslim, mendapatkan cemoohan dari kalangan etnis China. Hal tersebut beralasan karena bagi orang China, siapa pun yang masuk agama Islam akan menjadi turun derajaatnya di mata seluruh orang China terutama konvensional. Selain itu, orang Cina yang masuk Islam dianggap oleh orang China lainnya sebagai inlander.2 Di mana pada saat itu merupakan kedudukan tingkat terendah atau “kelas kambing” pada masyarakat dimasa itu. Akan tetapi, bagi mereka (orang China yang masuk Islam) orang yang berpendirian teguh akan tidak merisaukan permasalahn tersebut. Bahakan mereka bersyukur bahwa dengan menjadi muslim maka mereka dapat menyatu dengan rakyat banyak yang mayoritasnya adalah penganut agama Islam.3 Karim Oei merupakan bagian dari kisah persahabatan antara Buya Hamka dan Soekarno. Beliau sendiri juga lulusan dari Hollandsch Chineesche School, SD tujuh tahun dengan berbahasa Belanda untuk keturunan China, dan beliau juga pernah mengikuti kursus-kursus berdagang. Pada awla tahun 1926 beliau merantau ke Bengkulu dan berdagang hasil bumi, dan pada tahun tersebtu beliau juga masuk Islam. Dengan masuknya beliau sebgaia penganut Islam, maka beliau disebut 2 Inlander yakni gelar yang rendah martabatnya yang selalu diadreskan kepada anak negeri asli lihat dalam Junus Jahja, Islam Dimata WNI, (Jakarta: Yayasan Haji Kariem Oei, 1993) h. 57 3 Junus Jahja, Islam Dimata WNI, (Jakarta: Yayasan Haji Kariem Oei, 1993) h. 31-32
44
sebagai saudara baru oleh sebagian besar warga pribumi. Dengan pergaulan sejak muda di lingkungan Islam, beliau berkesempatan berkenalan dengan para tokoh pergerakan nasional. Satu dari para tokoh tersebut adalah Bung Karno yang sudah beliau kenal sejak tahun 1932 di Bandung. Semenjak itu, beliau semakin akrab dengan tokoh nomor satu di Indonesia pada waktu itu. Aktifitas yan pernah dilakukan oleh Karim Oei antara lain membuka kegiatan bisnis dengan bekerja samadengan ayah dari Ibu Fatmawati yaitu Hasan Din. Beliau juga pernah menjadi anggota DPR antara tahun 1956-1959 yang mewakili minoritaskaum Cina, kemudian aktif dalam partai Masyuni menjadi ketua partai setelah Juli tahun 1959, serta menjadi anggota konstituante, dan lain sebagainya. Dalam hal dakwah Islam, beliau juga aktif di Muhammadiyah dan menjadi pendiri Persastuan Islam Cina Indonesia/Pembina Iman Tauhid Islam (PITI). Beliau juga menjadi anggota Majelis Ulama Islam (MUI) dan pimpinan Harian Panitia Penyelenggaraan Pembangunan Masjid Istiqlal. 4 Dalam lingkungan keluarganya pun, Karim Oei juga menerapkan konsep asimilasi di mana putrinya Tjioe Nio menikah dengan seorang dokter asal Indonesia asli. Putrinya yang kedua Eng Lie (Iriani) juga menikah ddengan Ir. Machyar Helmy Nasution, putra dari mubaligh kenamaan Yunan Helmy Nasution. Para tokoh nasional pada saat itu sangat mengagumi sosok Karim Oei dalam menerapkan pembauran dalam keluarganya sendiri.5 Karim Oei meninggal dunia pada tahun 1988 dalam usianya yang ke-83 tahun. Wafatlah sudah sosok sorang Cina yang berandil besar dalam dakwah Islam
4 5
Junus Jahja, Islam Dimata WNI, (Jakarta: Yayasan Haji Kariem Oei, 1993) h. 31-32 Junus Jahja, Islam Dimata WNI, (Jakarta: Yayasan Haji Kariem Oei, 1993) h. 37
45
dan memiliki semangat nasionalis tinggi terhadap Indonesia. Hingga akhirnya, untuk mengenang sosok beliau dan kontribusinya kepada negara, sejumlah sahabat ingin mengabadikan dan meneruskan semangat mulia beliau, dengan mendirikan sebuah yayasan didirikanlah YHKO pada tahun tanggal 9 April 1991 dihadapan notaris H. Azhar Alia S.H, oleh para pendiri yaitu K.H Ali Yafie, Prof. Dr. H. Sri Edi Swasono, Drs H. Junus Yahya, H. Ahmad Gozali Katianda S.H, H. Endang Suhendi, H. Suria, SE, H. Muhammad Ali Karim SH, H. M. Ridwan Lubis, H. Sofyan S. Tandjoeng, H. Azroel Haroen, H. Fahmi Idris, Dr. H. Lukman Harun, H. Yunan Helmy Nasution, H. B. Wiwoho, H.R. Sudrajat Brotokuntjoro, drs. H. Fairus Lubis, H.M.D. Rachman, H. Syarief Tanujaya, serta H. Mohammad Amid. Pembentukan yayasan tersebut merupakan gagasan dari para tokoh antara lain Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Al Wasliyah, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Himpunan Mahasiswa (HMI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan para muslim keturunan Cina. Selain untuk mengenang Karim Oei, para tokoh tersebut juga berkeinginan untuk lebih meningkatkan dakwah Islamiyah khususnya kepada orang-orang keturunan Cina. Mereka ingin kembali meneruskan Kiprah yang telah dilakukan oleh Karim Oei semasa hidupnya, dan berharap muncul Karim Oei-Karim Oei berikutnya di tanah air.6
6
Brosur Yayasan Haji Karim Oei Jakarta, 1991
46
B. Visi, Misi, Tujuan dan Maksud Yayasan Haji Karim Oei Sebagaimana bentuk organisasi aatau lembaga lainnya, yayasan Haji karim Oei ini juga memiliki visi dan misi yang dipegang teguh oleh para pengurusnya, Visi tersebut antara lain:7 1.
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa kita itu saling menghargai satu sama lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah al-Hujuraat: 13 berikut:
ُ اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِمن ذَ َك ٍر وأُنثَى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم شعُوبًا َوقَ َبآ ِئ َل ِإ َّن ُ ََّيآأَيُّ َها الن ير ٌ ِهللا َع ِلي ٌم َخب َ أ َ ْك َر َم ُك ْم ِعندَ هللاِ أَتْقَا ُك ْم إِ َّن "Wahai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al Hujuraat: 13). 2.
Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa sesame muslim itu saudara, sebagaimana yang dijelaskan dala Surah al-Hujuraat: 10 berikut:
َهللا لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُمون ْ َ ِإنَّ َما ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِإ ْخ َوة ٌ فَأ َ ص ِل ُحوا َبيْنَ أَخ ََو ْي ُك ْم َواتَّقُوا “Sesunggauhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supayakamu mendapatkan rahmat.”(Q.S Al Hujuraat: 10). 3.
“Orang yang benar-benar Muslim harus cinta tanah air dan cinta pribumi.”(H. Abdul Karim Oei dalam Tempo, 23 Februari 1973).
7
Brosur Yayasan Haji Karim Oei Jakarta, 1991
47
Visi YHKO yang tertulis diatas sebenarnya juga tertulis berdasarkan dalam buletin yang disebarkan oleh YHKO dan berdasarkan wawancara penulis kepada pengurus yayasan. Hanya saja visi tersebut masih seulit dipahami karena hanya mengutip ayat tercantum dalam Al-Quran. Maksud dan tujuan Yayasan Haji Karim Oei adalah: 8 1. Memantapkan nation dan character building (pembinaan kesatuan bangsa dan watak bangsa), dakwah islamiyah dan semangat kewiraswataan. 2. Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera adil dan makmur, baik materiil maupun spiritual. 3. Membantu pemerintah
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan
kesejahteraan. 4. Menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha-usaha produktif dari amal ibadah dan sosial umat Islam Indonesia untuk kemashalatan umum. 5. Membantu usaha-usaha pemerintahan dan masyarakat untuk meningkatkan kesatuan bangsa.
8
Brosur Yayasan Haji Karim Oei Jakarta, 1991
48
C. Makna Logo Yayasan Haji Karim Oei
Gambar Logo Yayasan Haji Karim Oei Sumber: Brosur YHKO Logo yayasan Haji Karim Oei Jakarta yaitu berupa gambar kepala seseorang yang memakai peci di dalam kubah masjid, Logo ini ditetapkan sejak 1997.9 1) Makna kubah masjid Makna Kubah Masjid yakni melambangkan tempat beribadah seorang Islam untuk melaksanakan solat dan kegiatan Islam lainnya 2) Makna Kepala seseorang yang memakai peci Makna Kepala seseorang yang memakai peci yakni seseorang yang sedang solat pada tahiyyat terakhir ketika mengucapkan salam terakhir. 3) Makna garis warna hijau Makna garis warna hijau yakni garis tersebut berjumlah sembilan mengartikan walingsongo dan warna hijau itu diartikan perdamaian. 4) Makna Lingkaran yang di dalam kubah masjid Makna lingkaran yang di dalam kubah masjid seperti celengan diartikan tabungan untuk akhirat.
9
Wawancara pribadi dengan Bapak Ali Karim selaku Ketua Yayasan Haji Karim Oei
49
D. Pengurus Yayasan Haji Karim Oei Yayaasan Haji Karim Oei dikelola oleh pengurus yang terdiri: 1. BADAN PEMBINA
Prof. K. H. Ali Yafie
Drs. H. Fahmi Idris, MH
Drs. H. M. Ridwan Ibrahim Lubis
H.B. Wiwoho
2. BADAN PENGAWAS
H. Marzuki Usman MA.
Drs. H. M. Syafi’i Antonio
H. Mohammad Zain
3. BADAN PENGURUS
Ketua Umum
: H. M. Ali Karim S.H.
Ketua
: H. Umar Al Fattah Lubis
Sekretaris Umum
: Ir.H. Surya Madya
Wakil Sekretaris Umum: H. Azmi Ali Yafie
Sekretaris
: Anita A. Lukman Harun
Bendahara Umum
: Dra. Hj. Lina Putri Apt
Wakil Bendahara Umum: H. Nova Agung Siswanto
50
E. Program Kegiatan Kegiatan Yayasan Haji Karim Oei antara lain yakni yang terdiri dari: 10 1. Memberikan informasi Islam Kepada WNI keturunan Tionghoa. 2. Mendirikan dan mengelola masjid-masjid Lautze di Indonesia. 3. Mengadakan pengajian-pengajian, bimbingan Al-Qur’an, bimbingan solat dan lain-lain. 4. Konsultasi agama Islam. 5. Pengislaman 6. Penyelenggaran Akad Nikah 7. Menyelenggarakan silahturahmi (open house) antar mualaf dengan muslim sejak lahir dalam rangka Ukhuwah Islamiyah. 8. Di bulan suci ramadhan secara khusus memenuhi undangan berbuka puasa, sholat tarawih dengan pejabat dan tokoh-tokoh Islam. 9. Pada hari Raya Idul Fitri dan Idul ‘Adha menyelenggarakan sholat Ied di halaman depan masjid Lautze dan menyalurkan zakat serta hewan kurban para mualaf dan masyarakat sekitar Masjid Lautze. 10. Memberikan informasi mengenai kegiatan kepada media cetak dan elektronik dalam maupun luar negri. 11. Membantu peneliti dan sarjana membuat skripsi/disertasi mengenai perkembangan Islam di lingkungan keturunan Cina. 12. Menerima tamu/tokoh-tokoh dalam dan luar negri
10
Brosur Yayasan Haji Karim Oei
51
13. Meneruskan sumbangan/santunan (beasiswa dll) kepada yang berhak menerimanya.
F. Data Daftar Mualaf Yayasan Haji Karim Oei Tahun 2015 Sejak berdiri tahun 1991 pengislaman dilakukan atas kerjasama dengan Masjid Agung Sunda Kelapa. Jadi yayasan mengirim mualaf ke Masjid Agung Sunda Kelapa untuk mengucapkan Dua Kalimat Syahadat. Para mualaf menerima piagam pengislaman dari masjid tersebut. Baru pada 1997 Masjid Lautze mengeluarkan sertifikat pengislaman sudah banyak. Adapun daftar pada tahun 2015 yakni:11
11
Bulan
Orang
Januari
7
Februari
8
Maret
5
April
6
Mei
7
Juni
6
Juli
11
Agustus
7
September
9
Oktober
6
November
8
Desember
9
Terdaftar dalam MADING (Majalah Dinding) Yayasan Haji Karim Oei Jakarta.
52
Pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai bulan Desember terdaftar orang yang masuk Islam atau mualaf berjumlah 88 orang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Interpersonal needs dalam Komunikasi Kelompok Kecil antara Pengurus dan Mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta. Penelitian ini membahas tentang bagaimana Interpersonal needs yang diterapkan pada komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI. Interpersonal needs memiliki arti yaitu kebutuhan untuk saling berhubungan satu sama lain dengan orang lain. Interpersonal needs mengacu kepada kebutuhan menjadi bagian dari sebuah komunitas, sebuah kelompok, sebuah keluarga, untuk saling berinteraksi dengan orang-orang, memiliki keterikatan dengan orang lain, dan terutama untuk mengalami keakraban, hubungan yang hangat, keintiman, dan kedekatan sebagai pribadi. Untuk memiliki suatu kelompok atau komunitas maka Interpersonal needs dalam berkelompok sangat diperlukan. Peneliti menganalisa Interpersonal needs dalam komunikasi kelompok kecil di Yayasan Haji Karim OEI dengan menggunakan Teori Kebutuhan Interpersonal biasa disebut dengan Fundamental Interpersonal Relations Orientation Theory (FIRO) yang dikemukan oleh William Schutz. Teori Kebutuhan Interpersonal bahwa komunikasi kelompok kecil itu memerlukan kebutuhan interpersonal, dimana setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang perlu dalam berinteraksi secara individu maupun berkelompok. Terdapat tiga tahap Interpersonal needs pada teori ini yaitu Interpersonal needs pada Inklusi, Kontrol dan Afeksi
53
54
1. Interpersonal needs pada Inklusi Tahap kebutuhan interpersonal pada inklusi, sebelum memasuki komunitas mualaf di Yayasan Haji Karim Oei. Apabila seorang nonmuslim akan masuk ke komunitas mualaf, pada umumnya ia tidak serta-merta masuk dalam komunitas mualaf tapi ada proses tersebut. Proses ini, baik seorang calon mualaf maupun kelompok yang akan dimasuki, dan masing-masing saling mengadakan evaluasi. Kebutuhan mualaf untuk bergabung atau ikutsertaan dengan komunitas mualaf. Hal tersebut karena mualaf terlibat dalam komunikasi maupun pengambilan keputusan dalam komunitas mualaf. Ketika calon mualaf ingin bergabung pasti ingin melihat suatu kelompok yang akan ia masuki agar calon mualaf mengambil keputusan tak salah langkah. Calon mualaf pun akan melihat hal-hal yang menguntungkan, selain yang merugikan dari kelompok bersangkutan. Demikian pula, kelompok yang dimasuki memberikan informasi–informasi yang sekiranya dibutuhkan oleh calon mualaf. Adapun yang telah diungkapan oleh Yusman Iriansyah bahwa: ”Sebelum para calon mualaf ingin memasuki agama Islam, kebanyakan calon mualaf ingin mengetahui sambil bertanya-tanya tentang Islam dan mengikuti kegiatan yang telah ada, kegiatan diadakan pada hari sabtu dan minggu. Ada yang mengikuti kegiatan pengajian sampai berbulan-bulan dan sampai bertahun-tahun dikarenakan ia belum begitu mengenal lebih jauh tentang Islam.”1
1
Wawancara pribadi dengan Yusman Iriansyah di Ruangan Humas Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015
55
Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menganalisis bahwa kebutuhan interpersonal pada inklusi sangat diperlukan pada setiap mualaf dikarenakan pastinya mualaf sebelum menyakinkan dirinya untuk memasuki sebuah kelompok atau suatu hal yang baru harus adanya penjajakan yang begitu lama. Selama ini, kebanyakan mualaf yang ingin bergabung dalam komunitas atau kelompok belajar di Yayasan Haji Karim OEI, sebelumnya calon mualaf datang ke yayasan tersebut untuk mencari informasi tentang Islam dikemudian harinya calon mualaf mendatangi yayasan pada kegiatan pengajiana yang dilakasanakan pada dua pekan yaitu hari sabtu dan minggu. Dalam pengajian tersebut diajarkan dasardasar tentang Islam seperti tata cara wudhu dan salat, pemberian materi fikih, pengajian tulis baca al-Qur’an dan lain-lain. Mayoritas mualaf yang ingin masuk dalam kelompok belajar ini tidak serta-merta langsung ikutserta atau masuk untuk bergabung dalam suatu kelompok belajar di yayasan ini, mualaf ini mengikutinya berulang kali untuk menyakinkan dirinya untuk memasuki Islam dan bergabung dalam kelompok belajar di Yayasan Haji Karim OEI. Kebutuhan interpersonal inklusi pada mualaf dalam suatu kelompok diperlukan agar mualaf yang ingin bergabung pada suatu kelompok bisa mengevalusi dan keinginan mualaf dalam berkelompok untuk tujuan yang diharapkannya. Adapun yang telah diungkapkan oleh Ali Karim bahwa:
56
”Calon-calon mualaf yang berdatangan ke yayasan ini, dikarenakan ia ingin menikah dengan seorang muslim, ajakan dari teman atau saudara, dan ada juga dikarenakan dengan keilmuan. Tapi, semua yang telah dialami oleh mualaf itu dikarenakan adanya hidayah dari Allah. Saya pun mengingatkan bahwa Islam itu Rahmatan lil’alamin. Islam itu bukan agama yang radikal dan teroris tapi Islam itu Rahmatan lil’alamin. Memang, yayasan ini bergerak pada pembauran dari etnis Tionghoa yang non-Islam dengan orang pribumi yang Islam.” 2 Memang setiap mualaf yang keinginan untuk memeluk Islam dengan beralasan berbagai faktor misalkannya menikah dengan seorang muslim (calon suaminya atau calon istrinya yang muslim), bisa juga ajakan dari teman dekat dikarenakan ia sepasang kekasih atau juga teman lingkungannya yang mayoritas beragama Islam, dan juga bisa dari keilmuannya, kemungkinan seorang yang mempunyai keilmuan selalu membandingkan atas dasar-dasar keilmuannya dengan berbagai agama kemudian ia membenarkan Islam itu agama yang layak dianut olehnya. Banyak sekali mualaf ingin memasuki Islam itu selalu mempertimbangkan dan mengevaluasikan setiap hasil dari masuk Islam tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengurus pun mengevaluasi calon mualaf tentang hal-hal yang dibutuhkan oleh komunitas mualaf. Apabila calon mualaf sudah menetapkan akan masuk dalam komunitas dan komunitas siap menerimanya. Selanjutnya, calon mualaf yang telah mengevaluasikan suatu kelompok atau komunitas kemudian menetapkan akan masuk dalam kelompok dan kelompok tersebut
2
Wawancara pribadi dengan M. Ali Karim Oei di Ruangan Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015
57
menerimanya. Maka, calon mualaf sudah menjadi anggota baru dalam kelompok bersangkutan. Anggota baru akan menyesuaikan
diri
dengan hal-hal yang dituntut oleh kelompok. Apabila calon mualaf yang sudah memantapkan dirinya untuk memeluk Islam dan bergabung dalam komunitas mualaf
agar
mendapatkan bimbingan dan
pengetahuan tentang Islam. Calon mualaf pun mendaftarkan dirinya ke Yayasan Haji Karim OEI untuk bergabung dalam komunitas mualaf etnis Cina.
Gambar Kegiatan pengislaman di Yayasan Haji Karim Oei Jakarta
Ada pun bukti dokementasi pribadi ketika salah seorang calon mualaf ingin bersyahadatan untuk memenuhi syarat masuk Islam dan bergabung dalam komunitas mualaf yang diselenggarakan di Yayasan Haji Karim Oei pada ruangan Masjid Lautze.3 Ketika mualaf sudah bergabung dalam komunitas mualaf tersebut, mualaf akan mengikuti kegiatan pembinaan keislaman yang diselenggarakan pada hari sabtu
3
Observasi Yayasan Haji Karim Oei, Jakarta, 20 Juni 2015
58
dan minggu. Ada pun kegiatan pembinaan keislaman seperti pengajian tafakur, ta’lim, baca tulis al Qur’an, praktek wudhu, tata cara sholat dan lain-lainnya. 2. Interpersonal needs pada kontrol Tahap kebutuhan interpersonal pada kontrol ini, dimana kebutuhan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang-orang untuk mengontrol dan kekuasaan. Pada tahap ini seorang pengurus dan mualaf saling mengontrol dirinya dalam memuaskan dan mempertahankan suatu pengontrolan dan kekuasaan dalam kelompok mualaf di Yayasan Haji Karim OEI. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Yusman bahwa: “Setiap mualaf mempunyai kepribadian yang masih bergantungan terhadap pengurus maupun pengajar-pengajar di yayasan ini. Meskipun mualaf masih belum menerima atas diusirnya maupun dijauhkan oleh keluarga, kerabat sampai pekerjaannya pun dikeluarkan. Perannya pengurus dan pengajar disini saling memotivasi agar mualaf ini tidak kembali lagi ke agama sebelumnya. Maka adanya kegiatan di yayasan ini, untuk mempererat silahturahmi dan memupukkan keislaman kepada mualaf tersebut.” 4 Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menganalisis bahwa kebutuhan interpersonal pada kontrol dalam kelompok mualaf di Yayasan haji Karim OEI sangat diperlukan dikarenakan para mualaf masih banyak membutuhkan bimbingan, maka pengurus dan pengajar di yayasan tersebut harus memberikan bimbingan yang benar-benar dibutuhkan oleh mualaf tersebut.
4
Wawancara pribadi dengan Yusman Iriansyah di Ruangan Humas Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015
59
Mualaf itu seorang yang masih perlu dibimbing dalam segi pendidikan maupun ekonominya agar mualaf tidak akan kembali ke agama asalnya, mualaf di yayasan ini selalu mendapatkan pelajaran yang selalu dibimbing oleh para pengajar dari tata cara wudhu dan salat, pengajian ta’lim dan lain-lainnya. Pada tahun ini, para mualaf di Yayasan Haji Karim terdapat kunjungan-kunjungan dari berbagai aspek misalkan kunjungan ke BAZNAS Indonesia diperuntukan untuk para mualaf dikarenakan para mualaf yang belum mendapatkan modal usaha akan diberikan donasi untuk menjadi modal awal dalam berusaha untuk dalam kebutuhan hidupnya. Pada tahap ini, para pengurus dan pengajar selalu memberi bimbingan khususnya untuk para mualaf yang belum mengenal Islam. Ada pula mualaf yang belajar tentang Islam melalui internet, bukubuku tentang Islam dan lebih dianjurkan lagi belajar dengan ustadz agar tidak salahpaham dalam interprestasikan setiap makna tentang pelajaran Islam bukan hanya di yayasan ini saja, boleh saja belajar di masjid maupun lembaga yang terdekat dengan rumah para mualaf masing-masing. Ungkapan yang disampaikan oleh Yusman: “Para mualaf di yayasan ini memang mempelajari tentang agama Islam yang sangat mendasari seperti tata cara wudhu dan salat. Pengajian disini juga ada tafakur dan ta’lim untuk sebagai pondasi keimanan untuk para mualaf yang dirutinkan setiap sabtu dan minggu. Kami pun memberitahukan kepada para mualaf melalui SMS atau WA. Meskipun yang datang tidak seberapa yang diinginkan, kemungkinan karena jarak rumah dan waktu yang begitu jauh ataupun sibuk. Kami menganjurkan para mualaf apabila tidak bisa ikut pengajian di yayasan ini, belajar agama Islam di masjid-
60
masjid yang dekat dengan rumah masing-masing. Mungkin bisa terjangkau dari waktu dan jaraknya.” 5 Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menganalisis bahwa kebutuhan interpersonal pada kontrol dalam kelompok mualaf di Yayasan Haji Karim OEI sangat diperlukan dikarenakan para mualaf masih banyak membutuhkan bimbingan, maka pengurus dan pengajar di yayasan tersebut memberikan peluang untuk para mualaf yang berkeinginan belajar agama Islam di masjid ataupun lembaga yang terdekat rumah masing-masing. Jadi dapat disimpulkan dalam tahap kebutuhan interpersonal pada kontrol ini, kebutuhan sangat diperlukan dikarenakan setiap mualaf itu membutuhkan bimbingan dan arahan dari pengurus maupun pengajar di yayasan tersebut. Adapun dari yayasan tersebut membiarkan para mualaf untuk meluangkan waktunya untuk belajar agama Islam di masjid maupun lembaga yang terdekat dengan rumahnya. 3. Interpersonal needs pada afeksi/keterbukaan. Tahap terakhir ini, dimana tahap yang sebelumnya yaitu tahap inklusi (ingin masuk) dalam kelompok dan tahap pengendalian dalam diri seorang mualaf pada kegiatan pembinaan keislamaan. Dalam tahap kebutuhan interpersonal pada afeksi, selanjutnya yakni di mana pengurus dan para mualaf saling berinteraksi yang begitu mempunyai
5
Wawancara pribadi dengan Yusman Iriansyah di Ruangan Humas Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015
61
rasa kasih sayang dan akrab dalam komunitas mualaf ini. Pada tahap ini, di mana seorang mualaf yang sudah cukup mapan dalam berkelompok, sehingga memungkinnya memperoleh status dan peran yang berbeda dengan saat berkedudukan sebagai mualaf yang baru masuk kelompok. Demikian pula, kelompok sudah dapat menerima anggota dengan baik, sehingga interkasinya lebih akrab. Apabila seorang mualaf yang sudah mengikuti kegiatan pembinaan keislaman dan bergabung dalam komunitas mualaf merasa sudah akrab dan nyaman dalam berinteraksi, maka mualaf pun akan saling curhat, meminta solusi dan saling berdiskusi tentang keilmuan maupun kepentingan pribadi.6 Sebagaiman yang telah diungkapak oleh Liem on Siem biasa di panggil ust Aon: ”Melihat sejauh ini saya anggap mualaf di yayasan ini, merasa akrab dan saling perhatian. Mungkin sebelum ia bergabung di yayasan ini sudah sungkan atas yayasan yang beretnik Cina ini. Dari situlah mualaf merasa nyaman atas satu etnik dan satu nasib sebagai mualaf. Jadi banyak sekali para mualaf ini bercurhat dengan saya dan para pengurus lainnya. Ada yang curhat secara terang-terangan dan juga curhatnya secara tersembunyi-sembunyi. Mungkin yang masih tersembunyi ini masih malu dengan yang lainnya” 7 Adapun yang bersenada dengan ungkapan yang diatas, yakni ungkapan dari Yusman: ”Memang mualaf di sini, pertama kali datang kebanyakan langsung diajak ngobrol dengan para mualaf lainnya. Apabila bertepatan dengan adanya kegiatan di yayasan tersebut. Saya lihat mualaf selama ini merasa akrab dan saling berbagi pengalaman yang pernah dialami oleh mualaf sebelumnya. Misalkan ada salah satu mualaf yang sudah lama menjadi mualaf bertemua dengan mualaf yang baru akan 6
Observasi Yayasan Haji Karim Oei, Jakarta, 20 September 2015 Wawancara pribadi dengan Liem On Siem di Aula Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015 7
62
menceritakan pengalaman hidupnya menjadi mualaf. Memang ada suka dukanya menjadi mualaf.” 8 Hasil wawancara yang diatas, peneliti dapat menganalisis bahwa kebutuhan interpersonal yang terakhir ini yakni afeksi sangat diperlukan dalam suatu kelompok mualaf yang terdapat di Yayasan haji Karim OEI, di mana setiap mualaf akan memberikan rasa kepedulian terhadap mualaf lainnya dan begitu juga pengurus dan pengajar yang selalu memberikan perhatian lebih
untuk para
mualaf. Agar para mualaf pun saling menjaga keharmonisan dalam kelompok tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebutuhan interpersonal pada afeksi ini sangat dibutuhkan untuk keharmonisan kelompok agar ada yang diperdulikan dalam kelompok ini. Mualaf sangat membutuhkan keperhatian terhadap pengurus, pengajar dan mualaf lainnya yang sudah lama dalam mengikuti kelompok tersebut. B. Bentuk Interpersonal needs Inklusi, Kontrol dan Afeksi dalam Komunikasi Kelompok Kecil antara Pengurus dan Mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarata. Pada bab II sudah dijelaskan beberapa bentuk atau tipe interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi. Peneliti akan mengaplikasikan tipe-tipe interpersonal needs inklusi, kontrol dan afeksi dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI. Adapun tipe-
8
Wawancara pribadi dengan Yusman Iriansyah di Ruangan Humas Yayasan Haji Karim OEI. Jakarta, 8 Agustus 2015
63
tipe interpersonal needs inklusi yaitu undersocial, oversocial, ideal dan patalogis. Begitu juga pada interpersonal needs pada kontrol terdapat otokrat, demokrat, abdikrat dan patalogik dan juga tipe interpersonal needs pada afektif yakni underpersonal, overpersonal, personal dan patalogis. 1. Bentuk Interpersonal needs pada inklusi Interpersonal needs pada inklusi dalam komunikasi antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI. Di mana para mualaf yang ingin bergabung dalam kelompok mualaf di Yaysasan ini. Mualaf sebelumnya berkonsultasi kepada pengurus tersebut. Ada pun persyaratan yang harus terpenuhi untuk bergabung di Yayasan Haji Karim OEI. Interpersonal needs pada inklusi adalah keinginan untuk membangun rasa ikut saling memiliki dalam suatu kelompok.9 Kebutuhan mualaf untuk bergabung atau keikutsertaan dengan kelompok mualaf di yayasan ini. Hal tersebut karena mualaf terlibat dalam komunikasi maupun pengambil keputusan dalam kelompok mualaf. Ketika mualaf ingin bergabung pasti ingin melihat suatu kelompok yang akan ia masuk agar calon mualaf mengambil keputusan tak salah langkah. Adapun mualaf beralasan untuk menjadi mualaf dan bergabung dalam kelompok tersebut. Sebagaimana lilis beralasan: ”Alasan saya masuk ke agam Islam yakni karena nikah, suami saya itu orang Islam sedangkan saya beragama kristen, jadi, saya ngikut kepada apa yang dianut oleh suami saya. Saya bergabung di yayasan ini belum lama sih. Karena saya sehabis nikah itu cuma pertama jadi mualaf saya mengerjakannya, pas sudah lama yah begitu dah. Mungkin disinilah saya bergabung di yayasan ini untuk memperkokohkan keyakinan saya terhadap agama Islam, 9
Sarlinto Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.163
64
belajar tentang pengetahuan Islam dan silahturahmi karena saya pun keturunan etnis Cina” 10
Adapun alasan dari mualaf yang lain, seperti Sugeng beralasan untuk menjadi mualaf dan bergabung di yayasan tersebut: ”Saya sih pernah mengikuti kegiatan di yayasan ini sampai berbulan-bulan akan tetapi saya mengikuti anak saya tinggal di luar kota sampai sekitar dua tahunan. saya kembali lagi ke Jakarta, saya pun mengikuti kembali kegiatan di yayasan ini. Saya pun merasa yakin dengan Islam maka saya meminta izin kepada anak saya. Bahwasanya saya ingin masuk ke agam Islam. Anak saya pun mengizinkan untuk saya masuk Islam. Saya pun minta tolong kepada pengurus yayasan ini, bagaimana cara untuk masuk Islam. Saya pun diberikan saran dan apa yang harus disiapkan.” 11 Adapun
alasan
mualaf
yang
lain,
sebagaimana
yang
diungkapkan oleh Yuvens: ”Alasan saya masuk Islam ini, mungkin karena rasa ingin tahu saya terhadap semua agama, saya pun tertarik terhadap agama Islam. Dari situlah, saya mencari tempat yang berkumpulnya para mualaf melalui internet. Saya pun mendapatkan info bahwa masjid satu-satunya di Jakarta yang bergaya Cina dan banyak mualafnya. Jadi saya memutuskan untuk memperdalam Islam di sini untuk kenyamanan. Dibandingkan tempat lainnya, mungkin saya menjadi minoritas di sana. Cara bergabung pada komunitas ini saya hanya datang kemudian saya bertemu dengan mualaf lainnya dan saya mengikuti kegiatan di yayasan ini. Saya pun disarankan oleh salah satu mualaf untuk memenemui Pak Yusman untuk pengislaman. Sehabis pengislaman mendapatkan saran untuk selalu menghadiri kegiatan di yayasan ini.” 12 Peneliti menganalisa dari hasil wawancara bahwa mualaf yang bernama lilis ini masuk Islam dikarenakan menikah sebab calon suaminya beragama Islam. Jadi lilis pun mengikutnya dan masuk ke
10 Wawancara Pribadi dengan Lilis di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 20 September 2015 11 Wawancara Pribadi dengan Sugeng di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 11 Oktober 2015 12 Wawancara Pribadi dengan Yuvens di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 11 Oktober 2015
65
Islam. Bergabung pada kelompok ini dikarenakan ia merasa satu etnis jadi lebih nyaman dalam berkumpul. Dalam kebutuhan seorang mualaf yang terlalu banyak ikut-ikutan itu termasuk dalam tipe undersocial (kurang sosial) dikarenakan lilis ini mengikuti suaminya yang beragama Islam dikarenakan ia ingin menikah. Pada mualaf yang bernama Sugeng adalah seorang yang termasuk dalam kategori kebutuhan interpersonal pada inklusi pada kategori perilaku ideal. Di mana Sugeng ini beberapa kali mengikuti dan mengamati pada kegiatan di yayasan tersebut. Merasa dirinya sudah yakin atas pengamatannya yang berkali-kali, barulah ia bergabung dan masuk Islam di yayasan tersebut. Sugeng bisa dikategorikan dalam kebutuhan interpersonal pada inklusi termasuk pada kategori ideal dikarenakan ia mengikuti terlebih dahulu atas kegiatan yang sudah ada di yayasan tersebut. Pada mualaf yang bernama Yuvens ini termasuk dalam kategori yang oversocial. Di mana Yuvens ini adalah seorang yang berpendidikan, ia pun masuk Islam itu dikarenakan ia membandingkan dengan agama lainnya. Ia cocok dengan agama Islam kemudian masuk Islam. Ia bergabung pada kelompok ini ia merasa nyaman dikarenakan satu etnis dari pada ia bergabung di tempat lain mungkin ia diminoritaskan. Memang Yuvens ini ketika berbicara dengan intonasi tinggi. Dapat disimpulkan bahwa lilis sebagai perilaku undersocial, Sugeng sebagai perilaku ideal dan Yuvens termasuk pada oversocial. Itulah bentuk kebutuhan interpersonal pada inklusi terdapat pada mualaf di Yayasan Haji Karim OEI.
66
2. Bentuk Interpersonal needs pada kontrol Interpersonal needs pada kontrol dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf. Kebutuhan interpersonal pada kontrol yakni kebutuhan untuk menjaga keseimbangan memuaskan kekuasaan dan pengaruh dalam hubungan. Peneliti melihat pada kebutuhan mualaf yang selalu dapat bimbingan dari pengurus dan pengajar, agar mualaf dibimbing untuk mengenal Islam. Pengurus dan pengajar di yayasan ini, selalu memberikan bimbingan melalui kegiatan tafakur, kegiatan ta’lim maupun kegiatan sosial yang dikhususkan untuk para mualaf yang haus tentang agama Islam. Adanya kegiatan yang dibimbing oleh para pengurus sangat berpengaruh pada mualaf dalam kehidupannya. Pengurus dan pengajar saling berkomunikasi kepada mualaf
bukan hanya permasalahan
kegiatan saja akan tetapi permasalahan yang lain juga jadi ajang berkomunikasi. Dalam kelompok mualaf di yayasan ini bermakna sekali untuk para mualaf dikarenakan yayasan ini sangat membantu para mualaf untuk mencari informasi tentang Islam. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Lilis bahwa: ”Saya lihat kepengurusan disini sangat membantu mualaf dalam memberikan pelajaran agama Islam. Kalo tidak ada kepengurusan pastinya tidak ada mualaf yang ingin belajar di yayasan ini. Kelompok mualaf di yayasan ini bermakna seperti keluarga saja. Dalam kegiatannya pun banyak sekali, saya sangat dibimbing sekali untuk mualaf seperti saya ini. Adapun kegiatan yang dilaksanakan sabtu dan minggu, saya selalu mengikutinya, saya pun mengajak teman-teman mualaf
67
yang lainnya untuk mengaji. Kan mengajak kebaikan pasti dapat kebaikan berlipat-lipat.” 13 Ungkapan diatas bahwa mualaf ini merasakan dibimbing oleh para pengurus dan pengajarnya, di sisi lainnya ia pun mengajak temantemannya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Anggapan ia kelompok mualaf itu seperti keluarganya. Sebagaimana yang telah diungkapan oleh Yuvens, ketika diwawancari: ”Kepengurusan di Yayasan Haji Karim OEI sangat bagus, sudah banyak sekali mengeluarkan sertifikat orang masuk Islam, bukan hanya itu saja yayasan ini sudah sebagai wadah mualaf untuk belajar Islam. Ada kumpulan mualaf di yayasan ini suatu yang nyata, banyak sekali mualaf yang belajar dan silahturahmi bagi etnis Tionghoa. Kita pun bisa saling curhat, berdiskusi dan saling berbagi pengalaman sambil kumpul bareng dengan para mualaf lainnya.” 14 Sebagaimana
juga
Sugeng
mengungkapkan
tentang
kepengurusan dan kegiatan di yayasan tersebut: ”Kalo saya melihat pengurus di yayasan ini, sangat membimbing sekali para mualaf dan kepengurusannya ada juga dari golongan mualaf jadi punya pengalaman dalam kehidupan kami. Pokoknya pengurus disini sangat membantu banget buat kalangan mualaf yang baru mengenal Islam. Dalam kegiatannya kami diajarkan fikih, misalkan seperti tata cara solat dan wudhu’. Adanya kegaiatan kami bisa saling berdiskusi tentang pelajaran bersama pengajar dan mualaf lainnya.” 15
13
Wawancara Pribadi dengan Lilis. Jakarta, 20 September 2015 Wawancara Pribadi dengan Yuvens. Jakarta, 11 Oktober 2015 15 Wawancara Pribadi dengan Sugeng di a aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 11 Oktober 2015 14
68
Hasil wawancara yang diatas dapat diuraikan bahwa dari ketiga mualaf ini merasa dirinya dibimbing dan diarahkan dalam mempelajari agama Islam. Mereka pun menerima dan memberikan kontrol pada pengurus dan mualaf lainnya. Dalam kategori atau tipe perilaku kebutuhan interpersonal pada kontrol termasuk dalam kategori perilaku demokrat, di mana seorang yang mendapatkan tipe kebutuhan seperti ini selalu menerima segala perintah dan memberikan pemuasaan berbagai posisi. Kemungkinan mualaf ini adalah orang membutuhkan bimbingan dan arahan maka mualaf pun harus mengikuti bimbingan para pengurus agar apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh mualaf bisa disampaikan dengan baik. Bentuk kebutuhan interpersonal yakni perilaku demokrat. 3. Bentuk interpersonal needs pada afeksi Interpersonal needs pada afeksi, di mana seorang mualaf yang sudah cukup mapan dalam berkelompok, sehingga memungkinnya memperoleh status dan peran yang berbeda dengan saat berkedudukan sebagai mualaf yang baru masuk kelompok. Demikian pula, kelompok sudah dapat menerima anggota dengan baik, sehingga interkasinya lebih akrab. Apabila seorang mualaf yang sudah mengikuti kegiatan pembinaan keislaman dan bergabung dalam komunitas mualaf merasa sudah akrab dan nyaman dalam berinteraksi, maka mualaf pun akan saling curhat, meminta solusi dan saling berdiskusi tentang keilmuan maupun kepentingan pribadi. Pengurus berinteraksi dengan mualaf dan begitu
mualaf
berinteraksi
dengan
mualaf
lainnya
dengan
69
berkomunikasi yang begitu hangat dan akrab. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sugeng: ”Pandangan saya pada mualaf lainnya, semuanya baik kok. Kita seperti keluarga yang bernasib sama saja. Intinya mah kita ini sama-sama mualaf yang belajar agama Islam di yayasan ini. Kami disini hanya berkumpul, saling berbagi cerita dan curhat tentang permasalahan kita saja.” 16 Hasil wawancara diatas bahwa mualaf yang bernama Sugeng ini beranggap mualaf lainnya itu sebagai keluarga yang bernasib sama. Ia pun menganggap mualaf lainnya sama-sama belajar tentang Islam. Dalam kebutuhan interpersonal pada afeksi, mualaf tersebut dikategorikan perilaku personal, di mana seseorang tidak punya perasaan kecemasan pada orang lain. Tak selamanya dalam berkelompok itu mempunyai kebutuhan yang sama pastinya mempunyai kebutuhan berbeda-beda. Seperti Lilis yang berpendapat: ”Saya merasa akrab dan nyaman sekali dengan mualaf lainnya. Kami pun akrab bukannya hanya pertemuan pengajian saja tapi diluar pun kami menjaga hubungan kami. Kami pun menjaga hubungan berkomunikasi melalui WA group khususnya mualaf wanita. Ada pun informasi tentang yayasan atau pun info tentang syiar Islam akan disebarkan di WA group adan yang ingin bertanya tentang pelajaran maupun curhatan, maka saya merasa dekat banget dengan mualaf lainnya.” 17
16
Wawancara Pribadi dengan Sugeng di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 11 Oktober 2015 17 Wawancara Pribadi dengan Lilis di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 20 September 2015
70
Uraian diatas bisa dijelaskan bahwa Lilis merasa dirinya sudah dekat sekali dengan para mualaf lainnya khususnya mualaf wanita. Ia menyakini bahwa merasa mendapatkan perhatian lebih kepada para mualaf. Begitu juga dengan Yuvens, ia mengungkapkan atas pandangan mualaf lainnya dengannya: ”Sejauh ini saya merasa mereka sangat ramah dan mengasihi saya. Untuk keakraban, saya berharap bisa lebih akrab lagi dengan mereka, dengan sering bersilahturahmi ke yayasan secara rutin.”18
Dari hasi wawancara diatas, peneliti akan menguraikan bahwa mualaf yang bernama Yuvens ini dalam mengatakan mengasihi ini suatu yang masih ada keraguan dalam dirinya untuk melanjutkan interaksi dengan mualaf lainnya. Jadi, dapat disimpulkan atas ketiga mualaf tersebut, mualaf yang pertama itu termasuk dalam kebutuhan interpersonal pada afeksi dalam kategori personal, di mana ia bisa bertindak tepat dan selalu merasa senang maupun dalam hubungan emosi dekat maupun keadaan jauh. Ia tidak punya kecemasan-kecemasan. Mualaf yang kedua itu termasuk dalam kategori perilaku kebutuhan interpersonal pad afeksi yaitu perilaku oversosial, di mana mualaf tersebut menginginkan hubungan emosional yang sangat erat, terlalu intim dalam berkawan dan bisa menimbulkan rasa kecemasan dikarenakan ia ingin selalu mendapat perhatian dari mualaf lainnya. Sedangankan mualaf yang ketiga ini termasuk dalam kategori kebutuhan
18
Wawancara Pribadi dengan Yuvens di aula Yayasan Haji Karim OEI Jakarta, 11 Oktober 2015
71
interpersonal pada afeksi yakni perilaku undersocial, di mana mualaf ini cenderung menghindari hubungan pribadi yang terlalu dekat, padahal secara emosional tetap menjaga jarak. .
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kebutuhan interpersonal dalam komunikasi kelompok kecil antara pengurus dan mualaf di Yayasan Haji Karim OEI Jakarta adalah melalui tahap kebutuhan interpersonal pada inklusi yaitu seorang mualaf ingin bergabung dan ikutsertaan dalam kelompok mualaf di Yayasan Haji Karim OEI. Sebelum mualaf ingin bergabung dan ikutsertaan dalam kelompok tersebut. Mualaf mengevaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang ada di Yayasan Haji Karim OEI untuk menilai dan harapan mualaf yang diingikan. Tahap selanjutnya adalah melalui tahap kebutuhan interpersonal pada kontrol yaitu di mana seorang mualaf sudah memasuki dan bergabung di kelompok mualaf tersebut, mengikuti dan belajar dengan para pengurus maupun pengajar di Yayasan tersebut. Pada tahap kebutuhan interpersonal pada kontrol ini mualaf menerima segala pengontrolan dari pengurus dan pengajar sebagai pembimbing dalam kegiatan belajar tentang agama Islam. Pada tahap terakhir adalah melalui tahap kebutuhan interpersonal pada afeksi yakni seorang mualaf yang sudah membentuk emosional yang akrab dan kasih sayang terhadap pengurus dan mualaf lainnya. Seorang mualaf saling menceritakan pengalaman dan berdiskusi dengan pengurus
dan mualaf akan menimbulkan rasa keperhatian dan kepedulian terhadap mualaf yang mempunyai permasalahan dalam kehidupan.
72
73
B. Saran Kebutuhan interpersonal terhadap mualaf harus diperhatikana kembali dikarenakan mualaf itu orang yang baru masuk maupun baru mengenal Islam. Harapan peneliti terhadap mualaf, umumnya semua lembaga atau masjid yang memperdulikan para mualaf dan khususnya Yayasan Haji Karim OEI, agar kebutuhan para mualaf yang masih baru tersebut harus lebih diperhatikan lagi atas keyakinannya terhadap Islam. Banyak sekali lemahnya keimanan seorang mualaf, bahkan ia bisa kembali lagi ke agama asalnya (bisa dikatakan murtad). Mayoritas seorang mualaf yang ingin masuk Islam hanya melalui dari pernikahan saja, tidak ditanamkan pelajaran Islam yang diperlukan oleh mualaf tersebut. Maka peneliti menyarankan bagi pihak-pihak yang memperdulikan nasib mualaf harus ditingkatkan kembali kualitas dan kuantitas terhadap agama Islam. Saran terakhir dari peneliti agar Yayasan Haji Karim OEI dapat menjadikan karya ilmiah ini sebagai bahan tambahan referensi ilmiah di dunia praktisi komunikasi dan peneliti berharap skripsi ini layak untuk dijadikan acuan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Literatur A. Samovar, Larry. dkk. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika. 2010 Adams, Khatherine and J. Galanes, Gloria. Communicating in Groups: Applications and Skills. New York: McGraw Hill. 2006 Al-Qaradhawi, Yusuf. Hukum Zakat. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. 2002 -----------------. Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996. Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007 Brosur Yayasan Haji Karim Oei Jakarta. 1991 Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. 2001 Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi (Teori Aplikasi). Yogyakarta: Gintanyali. 2004 Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005 Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve. 1997 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 1996 Departemen Penerangan RI. Pembinaan Generasi Muda (Pola Program Kerja Departemen P dan K). Jakarta: Balai Pustaka. 1998. Gunawan, Imam. Metode Penelitan Kualitatif teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Askara. 2003 74
75
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 2010. Hidayat, Dasrun. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Jayja, Junus. Islam Dimata WNI. Jakarta: YHKO.1993 K. Dezin, Norman. 2001. Teori dan Pradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001 Kriyanto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. 2010 M. Hardjana, Agus. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. 2003 Miles, A. Michael dkk. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang MetodeMetode Baru. Jakarta: UI Press.1992. Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. 2007 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tengku.
Pedoman Zakat (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 1996 Mulyana, Deddy. Komunikasi Kontekstual: Teori dan Praktik Komunikasi Kontemporer. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011 --------------------.
Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2005 Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresip, 1997 Nurudin, Amiur. Ijtihad Umar Ibn Al- Khattab: Studi Tentang Perubahan Hukum Islam. Yogyakarta: Rajawali Press.1987.
76
Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001 ------------------------. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007 Roestandi, Achmad. Ensiklopedi Dasar Islam. Jakarta: PT. Pramadya Paramitia. 1993 Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007 Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah. Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2009 ------------. Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996. Soeharono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011 Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2010 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta. 2007 Syarif, Usep. Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2013 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesi. Jakarta: Pusat Bahasa. 2001 Effendy. Onong Uchjana. Kepimpinan dan Komunikasi. Bandung: CV Mandar Maju. 1998 ---------. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Karya. 2003 Walgito, Bimo. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset. 2010 Widjaja, H.A.W. Komunikasi: Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara. 2002
77
Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab: Indonesia. Jakarta: Yayasan Penafsiran AlQur’an. 1973 Skripsi Nur Childa Amalia,”Upaya Bimbingan Dalam Pembinaan Mental Keagaman Mualaf Keturunan Cina Di Yayasan Haji Karim Oei Pasar Baru Jakarta Pusat,” Skripsi S1 fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Jakarta. 2003. Randi Sastra Jendra, “Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa (Studi Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Mualaf Etnis Tionghoa di Yayasan haji Karim Oei Masjid Lautze 2 Bandung)”, Skripsi S1 FISIP: Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2012 Ingan Aulia Firgyana, “Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf (Studi Fenomenologi terhadp Konsep Diri dan Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Muallaf di Yayasan Haji Karim OEI Masjid Lautze, Jakarta Pusat)” Skripsi S1 FISIP :Universitas Gunadarma, 2014 Website dan Artikel Yusuf Mansur, “Masjid Lautze, Tempat Etnis Tionghoa Memeluk Islam”, artikel pada
19
Februari
2015
diakses
pada
1
April
2015
dari
http://yusufmansur.com/masjid-lautze-tempat-etnis-tionghoa-memelukislam/ Dewi Putri R.,“The Need for Relatendness itu Kebutuhan Interpersonal”, diakses 20 Oktober 2015 dari http://depewblew2dutz.blogspot.co.id/2010/10/needfor-relatedness-itu-kebutuhan.html Noorkamilah, “Pembinaan Mualaf; Belajar Dari Yayasan Ukhuwah Mualaf (YAUMU) Yogyakarta,” Jurnal PMI vol XII no 1 (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, September 2014), h.2
78
LAMPIRAN
79
80
81
82
83
84
85
Hasil Wawancara Narasumber
: H. M. Ali Karim Oei S.H.
Jabatan
: Ketua Yayasan Haji Karim Oei
Tanggal
: 8 Agustus 2015
Q: Program apa saja yang dilakukan oleh Yayasan Haji Karim Oei untuk para mualaf? A: Program yang dilaksanakan di yayasan ini adalah setiap hari sabtu dan minggu selama sebulan selanjutnya bagaimana dengan para muallaf untuk mau belajar agama bisa di rumah atau di masjid sekitar rumah.
Q: bagaimana mualaf bisa masuk ke kelompok mualaf di yayasan ini? A: Calon-calon mualaf yang berdatangan ke yayasan ini, dikarenakan ia ingin menikah dengan seorang muslim, ajakan dari teman atau saudara, dan ada juga dikarenakan dengan keilmuan. Tapi, semua yang telah dialami oleh mualaf itu dikarenakan adanya hidayah dari Allah. Saya pun mengingatkan bahwa Islam itu Rahmatan lil’alamin. Islam itu bukan agama yang radikal dan teroris tapi Islam itu Rahmatan lil’alamin. Memang, yayasan ini bergerak pada pembauran dari etnis Tionghoa yang non-Islam dengan orang pribumi yang Islam.
Q: Konsep yang dijalankan oleh yayasan ini bagaimana untuk para muallaf? A: Islam itu adalah rahmatanlilalamin tidak memandang suku maupun ras. Siapapun yang datang kemari kita buka. Kalau ada yang tanya kita jawab dia tanya seputar agama kita jawab. Jangan kita merasa jijik dengan orang yang ingin tahu islam. Islam itu harus memberi contoh.
Q: Bagaimana terjadinya interaksi komunikasi antara pengurus dan muallaf ? A: Komunikasi terjadi kamu tanya saja sama ustadz ahong yang ngajar para muallaf, karena kalau bicara komunikasi kita harus melihat adat istiadat yang ada di indonesia. Misalnya kita berbicara suku, indonesia masih susah untuk disatukan. Seharusnya kita harus bisa bersatu dengan suku satu dengan suku lainnya untuk mewujudkan komunikasi yang menyatu.
86
Misalnya islam membaur dengan suku yang lain jangan memspesialkan sendiri. Apalagi etnis cina yang masih dipandang aneh untuk tanya agama islam ke ustad, perlu waktu untuk menyatukan orang dengan tujuan yang dia mau.
Q: Bagaimana cara yayasan memperkenalkan islam ke etnis cina? A: Kita membangun masjid khas cina untuk para etnis cina agar tidak malu bertanya tentang islam. Karena masih banyak diluar sana yang masih memandang aneh kalau ada etnis lain tanya tentang agama. Kami memberikan layanan secara sabar untuk para calon muallaf yang ingin tahu tau mau masuk islam. Apalagi etnis Cina susah dalam menglafalkan ayatayat alqu’ran.
Apakah yang terjadi komunikasi dalam kegiatan tafakur? Memang dalam pengajian tafakur hanya ustadz saja yang banyak berbicara, karena pengajian ini untuk lebih mengenal kepada Allah dan berpikir lalu merenungkan apa yang telah kita lakukkan pada semasa hidup ini. Ehmm, jadi para jama’ah menyimak lalu ia agar berpikir dan merenungkan atas kekuasaan Allah. Maka kegiatan ini hanya dua jam aja di setiap hari sabtu siang.
Q: Apa faktor penghambat dalam memperkenalkan agama islam kepada para muallaf? A: Orang dari luar, misalnya masih banyak yang curiga kepada para muallaf dalam menjalankan agama islam. Misalnya masih mengolok para muallaf dengan tidak percaya kalau dia sudah masuk islam, seharusnya diberikan selamat dan bimbingan kepada para muallaf. Lalu kedua adalah keluarga yang masih belum mendukung orang tersebut masuk islam dengan masih menyediakan makanan haram di rumah.
Q: Tahapan-tahapan apa saja yang pernah dialami oleh para muallaf selama proses pembelajaran di yayasan ? A: Banyak, karena masih banyak para muallaf yang setengah-tengah dalam masuk islam. Semua tergantung bagaimana niat dari para muallaf untuk mau sabar menghadapi cobaan. Misalnya kemarin abis masuk islam
87
besoknya dia masih mabuk-mabukan. Maka dari itu kami terus memberikan bimbingan kepada mereka kembali ke jalan yang benar. Terus kita melatih kejujuran kepada para muallaf dengan apa saja yang mereka lakukan.
Q: Dari para muallaf, apa saja alasan mereka untuk memutuskan masuk islam ? A: Pertama karena pergaulan banyak mahasiswa ya ng bergaul dengan islam dan memutuskan untuk masuk islam. Kedua pernikahan dengan orang islam.
Q: Ustad yang membimbing di yayasan ini ada berapa? A: ada banyak cuman mereka lebih memilih yang satu suku dan etnis atau yang berpengalaman baru masuk islam.
Q: Kendala apa saja yang dalam membimbing masuk islam? A: Lafal mereka dalam membaca Al-Qur’an dan keluarga mereka dalam mengurus kematian muallaf karena ketika dia mati keluarganya memakamkan mereka dengan cara agama keturunan mereka. Terkadang mualaf yang ada di sini terhambat dalam melafalkan huruf Ro, maklum dikarenakan mualaf yang disini mayoritas orang china jadi gak bisa menyebuti huruf Ro, menyebutkan huruf Ro nya jadi Lo.
Q: Bagaimana awalnya ceritanya terbangun masjid ini? A: Awalnya ayah saya membangun masjid ini karena banyak ustad dan kyai yang mengislami orang islam bukan mengislami orang yang bukan islam. Orang yang sudah islam memperdalam islam di masjid. Sedangkan islam dasarnya adalah rahmtanlillahialami. Apalagi ada satu etnis cina yang di syirikin oleh pribumi begitu juga sebaliknya cina memandang islam yang aneh. Maka kita ingin meluruskan islam dipandang aneh oleh cina. Apalagi cina sudah islam sudah ada sejak indonesia masih menganut aninisme.
Q: tujuan membangun bangun masjid ini ? A: untuk memberikan informasi, menjadi islam yang rahmatanlilalamin serta menjadi tempat translit etnis cina yang ingin sedekah. Adanya yayasan ini untuk mengenang perjuangan bapak saya dan juga menyambung silahturahmi khususnya untuk orang Cina, agar warga Cina yang ingin
88
mengetahui Islam itu, gak terlalu bingung harus kemana ia mencari informasi Islam. Kebanyakan Cina itu dah, kena doktrin dari leluhurluhurnya. Maka, orang Cina itu ga boleh masuk Islam. Atas perjuangan bapak saya lah, para Cina mengenal Islam. Dibangunlah yayasan ini sebagai pedoman untuk Cina yang ingin mengetahui dan mengenal Islam lebih jauh lagi. Yayasan ini bergerak di bidang pembauran karena ada gap antara Cina dan pribumi. Kalo ada keributan yang jadi kambing hitam tetep aja Cina. Nah, inilah yang kita coba yakni pembauran baik dengan perkawinan, dll. Dan pembauran melalui ini lebih berhasil. Karena Islam itu nggak bedakan orang hitam atau putih tapi mana yang lebih bertakwa. Alhamdulillah lebih berhasil dari cara-cara lain.
Q: Aktivitas dari jamaah, apakah jamaahnya bersifat sementara atau ada dari mana saja untuk belajar islam? A: Siapa saja boleh kesini, kalau ada para muallaf yang sebulan pembelajaran masih ingin belajar masih kita perbolehkan.
Q: Bagaimana menghadapi orang-orang yang mempertanyakan islam atau berdebat mengenai islam? A: Kita masih menggunakan dasar Al-Qur’an dan hadits kalau dia terus menyeleng pertanyaan maka kita luruskan.
Q: bagaimana mualaf ingin masuk dan bergabung di yayasan ini? A: Sebelum para calon mualaf ingin memasuki agama Islam, kebanyakan calon mualaf ingin mengetahui sambil bertanya-tanya tentang Islam dan mengikuti kegiatan yang telah ada, kegiatan diadakan pada hari sabtu dan minggu. Ada yang mengikuti kegiatan pengajian sampai berbulan-bulan dan sampai bertahun-tahun dikarenakan ia belum begitu mengenal lebih jauh tentang Islam.
Q: Bagaimana strategi yang dilakukan oleh masjid ini ? A: Kita memanfaatkan media sosial dalam menyiarkan islam.
Q: Berapa banyak jamaah yang mengikuti pengajian? A: Banyak semua bergabung baik yang muallaf maupun warga sini semua saudara dalam mempelajari islam.
89
Q: Ada jangka waktu tidak untuk para muallaf dalam mempelajari islam? A: kita disini ada jangka waktu satu bulan dan kita berikan sertifikat untuk yang sudah masuk islam. Kebanyakan muallaf masuk islam karena ingin menikah dengan orang islam.
Q: Adakah waktu tertentu dalam mengislamkan para muallaf? A: Itu tergantung rezeki anda disini, karena ada waktu itu ada orang kedutaan arab yang ingin mengislamkan orang tapi setelah 5 kali datang tidak yang ingin masuk islam. Kita bebaskan untuk orang yang masuk islam bahkan segera mungkin untuk mengislamkan mereka kalau hari ini datang dan niat dia sudah mantap bisa langsung kita mengislamkan dia.
Jakarta, 15 Oktober 2015
90
Hasil Wawancara Narasumber
: H. Yusman Iriansyah S.E.
Jabatan
: Humas dan Pengajar Yayasan Haji Karim Oei
Tanggal
: 8 Agustus 2015
Q: Apakah ada lembaga lain dalam kerjasama yayasan ini? A: Tidak ada, cuman ada lembaga Amil zakat dari bank mandiri untuk mengurusi amal. Kita membikin gerakan dalam persatuan agama. Lebih banyak kegiatan sendiri yang dijalankan.
Q: Apakah ada media yang kerjasama dalam yayasan ini dalam komunikasi para muallaf? A: Kalau sekarang lebih banyak media televisi yang memberikan informasi mengenai yayasan ini. Walaupun dahulu ada media cetak yang getar memberitakan yayasan ini.
Q: Bagaimana penting yayasan menjalani komunikasi yang baik terhadap muallaf serta arah apa saja yang diberikan? A: masalah komunikasi berupa sms,wa, bb, dll semua informasi kita kasih. Selama ini komunikasi lebih banyak lewat itu. Arahan untuk muallaf selama ini kita kasih tau hanya satu yaitu islam rahmatanlilalami. Walaupun ada ajaran-ajaran lain kita hanya membimbing untuk tidak terjebak dengan ajaran-ajaran islam yang semakin bervariasi.
Q: adakah tingkat kesulitan dalam komunikasi dengan para muallaf? A: kebanyakan para muallaf tertutup kepada keluarganya kalau dia masuk islam.
Q: bagaimana tanggung jawab dalam mengurusi yayasan? A: semua ada donasinya untuk yang mengurusi yayasan kalau ada relawan biasanya dari para muallaf itu sendiri.
91
Q: program kerja yang ada di brosur adanya visi dan misi, bagaimana dengan program kerja yang dilakukan oleh yayasan? A: biasanya kita dadakan kecuali hari besar itu masuk dalam program kerja.
Q: bagaimana sudut pandang antara pengurus dan para muallaf? A: Setiap mualaf mempunyai kepribadian yang masih bergantungan terhadap pengurus maupun pengajar-pengajar di yayasan ini. Meskipun mualaf masih belum menerima atas diusirnya maupun dijauhkan oleh keluarga, kerabat sampai pekerjaannya pun dikeluarkan. Perannya pengurus dan pengajar disini saling memotivasi agar mualaf ini tidak kembali lagi ke agama sebelumnya. Maka adanya kegiatan di yayasan ini, untuk mempererat silahturahmi dan memupukkan keislaman kepada mualaf tersebut..
Q: bagaimana sebelum para muallaf berkomunikasi dengan bapak sebelum masuk islam? A: biasanya mereka masih bertanya lewat telepon, ada juga yang berdebat dulu apa keuntungan dia ketika masuk islam dan sebelum para calon mualaf ingin memasuki agama Islam, kebanyakan calon mualaf ingin mengetahui tentang Islam dan mengikuti kegiatan yang telah ada, kegiatan diadakan pada hari sabtu dan minggu. Ada yang mengikuti kegiatan pengajian sampai berbulan-bulan dan sampai bertahun-tahun dikarenakan ia belum begitu mengenal lebih jauh tentang Islam dan ada juga yang sudah mantap langsung datang untuk mengucapkan syahadat.
Q: bagaimana ketika mualaf yang baru gabung dengan komunita mualaf disini? A: Sebagian mualaf itu cenderung merendahkan dirinya, dikarenakan ia masih takut dalam bertindak untuk mengambil suatu keputusan yang terdapat dalam komunitas mualaf ini dan juga sebagian mualaf yang terdapat disini, bertanggung jawab apa yang telah diperintahkan oleh para pengurus.
Q: bagaimana bentuk komunikasi terhadap muallaf?
92
A: sifat terbuka bisa face to face, sms, wa, dan bbm. Kita mengunakan media dalam menjalankan komunikasi. Semua dituangkan dalam group itu bahkan ada ustad yang bergabung dalam media itu untuk memberikan solusi dari permasalahan mereka ketika masuk islam. Selain itu juga media ini dijadikan media pertukaran pikiran sesama muallaf untuk bertukar pikiran dan menceritakan pengalaman mereka.
Q: adakah media komunikasi tahapan awal untuk para muallaf? A: adanya diksusi dalam sehari, menjelaskan islam secara singkat kalaupun ada aliran-aliran islam yang mereka tanyakan kita jelaskan mana yang baik untuk dijalankan tanpa memprovokasikan aliran agama lain.
Q: pesan yang disampaikan apakah secara informatif atau persuasif? A: mereka lebih tahu daripada kita karena mereka membandingkan agama yang lain sebelum masuk islam. cuman kita membimbing mereka untuk memantapkan pilihan mereka untuk masuk islam.
Q: adakah kerterbukaan diri dari muallaf kepada pengurus? A: semua rata-rata terbuka dalam menceritakan masalahnya karena mereka ingin membutuhkan solusi dari kita. Mualaf itu mempunyai perasaan dan nasib yang sama dalam permasalahan kehidupannya ada yang diusir, dikucilkan oleh keluarganya, merasa minder, dan kekecewaan terhadap agama sebelumnya. Banyak sekali para mualaf yang menceritakan tentang kehidupannya, ada yang terbuka untuk saling berdiskusi dengan pengurus dan mualaf lainnya maupun tertutup dalam menceritakan kehidupannya, ada yang cerita dengan saya maupun pengurus lainnya secara tertutup. Adapun yang terbuka maupun tertutup dalam menceritakan masalahnya, kami selalu memberikan solusi yang terbaik untuk berkelangsungan kehidupannya.
Q: program kegiatan pembinaan islam yang dlilakukan seperti apa? A: silahturahmi dalam pengajian setiap hari sabtu, tafakur alam, dan sedangkan minggu biasanya ada ta’lim.
Q: hambatan dalam komunikasi dengan para muallaf?
93
A: tidak ada hambatan mereka semua terbuka. Kita memberikan solusi yang enak dalam masalah. Dengan persuasif dalam berkomunikasi dengan muallaf.
Jakarta, 15 Oktober 2015
94
Hasil Wawancara Narasumber
: Liem On Sie
Jabatan
: Pengajar Sekaligus Pengurus Yayasan Haji Karim Oei
Tanggal
: 8 Agustus 2015
Q: Apakah ada tujuan tertentu pada komunitas mualaf di Yayasan Haji Karim Oei? A: Pasti ada, karena dibentuk yayasan ini untuk berkumpul para mualaf, tempat kelompok belajar dan juga tempat terapi untuk para mualaf. Kebanyakan mualaf yang ada di yayasan ini, ingin sama-sama belajar untuk mengetahui tentang Islam. Meskipun sebagian mualaf ada yang mencari di internet. Kami selalu mengarahkan kepada para mualaf itu bahwasanya Islam itu Rahmatan li’alamin. Biar para mualaf yang baru masuk Islam jangan sampai mengatakan dalam mindset-nya Islam itu di pandang buruk. Kebanyakan mualaf itu mempunyai kebiasaannya sebelum ia memeluk Islam seperti minum arak dan makan daging babi. Saya pun mengarahkan kepada mualaf ini jangan minum arak dan makan babi, bahwa diajaran kita ini tidak diperbolehkan minum yang memabukkan dan diharamkan memakan daging babi. Baik dalam ilmu kedokteran pun tak baik untuk mengkonsumsi arak dan daging babi mempunyai efek yang bahaya bagi tubuh kita sendiri. Bagaimana pun ia harus menjauhi kebiasan-kebiasaan tersebut walaupun agak sulit. Kami beserta pengurus lainnya selalu mengingatkan apa saja yang dilarang oleh agama Islam.
Q: Bagaimana tanggapan mualaf ketika anda berkomunikasi saat memberikan materi yang disampaiakan kepadanya? A: Respon yang diberikan mualaf sejauh ini, sangat tanggap dengan apa yang sudah diberikan materi oleh para ustadz. Kebanyakan ustadz pun memberikan dalam materinya menyesuaikan apa yang dibutuhkan oleh para mualaf tersebut, agar apa yang telah ia terima materinya bisa cepat tanggap dan bisa diamalkan
Q: Bagaimana cara anda mengajari para mualaf?
95
A: Saya mengajari dasar-dasar dalam mengenal Islam seperti rukun iman, rukun Islam, tata sholat disertai do’a-do’anya dan lain-lainnya.
Q: Metode apa ketika anda mengajari para mualaf? A: saya mengajari para mualaf itu dengan metode pendekatan saja, karena setiap mualaf itu punya kegelisahan dalam pertama kali ia belajar tentang agama Islam walaupun ada yang sudah dimengerti tapi itu hanya sebagian saja. Banyak sekali koq yang belajar tapi ujung-ujungnya dia curhat kepada saya dengan permasalahan kepribadiannya. Banyak sekali yang curhat dengan saya untuk permasalahan pribadi, mungkin saya dari etnis Cina juga kali ya. Jadi sesame etnis Cina itu merasa nyaman dan senasib pula.
Q: kendala dalam kegiatan pembinaan keislaman kepada mualaf apa saja? A: kendalanya sih, mungkin para mualaf itu karena waktu dan malasnya saja. Karena disini sudah banyak sekali para jam’ahnya akan tetapi yang datang itu lagi itu lagi.
Q: Sejauh mana menurut anda dalam keakraban para mualaf? A: Melihat sejauh ini saya anggap mualaf di yayasan ini, merasa akrab dan saling perhatian. Mungkin sebelum ia bergabung di yayasan ini sudah sungkan atas yayasan yang beretnik Cina ini. Dari situlah mualaf merasa nyaman atas satu etnik dan satu nasib sebagai mualaf. Jadi banyak sekali para mualaf ini bercurhat dengan saya dan para pengurus lainnya. Ada yang curhat secara terang-terangan dan juga curhatnya secara tersembunyi-sembunyi. Mungkin yang masih tersembunyi ini masih malu dengan yang lainnya
Jakarta, 20 Oktober 2015
96
Narasumber
: Yuvens Winatra
Jabatan
: Anggota mualaf
Q: Alasan anda masuk Islam dan bergabung di Yayasan Haji Karim Oei? A: Alasan saya masuk Islam ini, mungkin karena rasa ingin tahu saya terhadap semua agama, saya pun tertarik terhadap agama Islam. Dari situlah, saya mencari tempat yang berkumpulnya para mualaf melalui internet. Saya pun mendapatkan info bahwa masjid satu-satunya di Jakarta yang bergaya Cina dan banyak mualafnya. Jadi saya memutuskan untuk memperdalam Islam di sini untuk kenyamanan. Dibandingkan tempat lainnya, mungkin saya menjadi minoritas di sana. Cara bergabung pada komunitas ini saya hanya datang kemudian saya bertemu dengan mualaf lainnya dan saya mengikuti kegiatan di yayasan ini. Saya pun disarankan oleh salah satu mualaf untuk memenemui Pak Yusman untuk pengislaman. Sehabis pengislaman mendapatkan saran untuk selalu menghadiri kegiatan di yayasan ini.
Q: Bagaimana anda ketika mengikuti kegiatan di yayasan ini? A: Saya mengikuti kegiatan yang ada disini, biasa diadakan dalam sepekan hanya dua pertemuan. Di mana kegiatan tafakur dan kegiatan ceramah. Saya tertarik dengan kegiatan tafakur.
Q: Bagaimana menurut anda setelah mengikuti kegiatan tafakur? A: Menarik dan banyak mendapatkan pelajaran yang baik. Begitu juga pembahasannya ringan dan mudah dimengerti.
Q: bagaimana menurut anda dalam berkomunikasi kepada pengurus dan mualaf lainnya? A: sejauh ini saya merasa mereka sangat ramah dan mengasihi saya. Untuk keakraban, saya berharap bisa lebih akrab lagi dengan mereka, dengan sering bersilahturahmi ke yayasan secara rutin.
97
Q: bagaimana cara penyampaian pesan yang diberikan oleh ustadz ataupun pengurus kepada mualaf? A: untuk pribadi kepada saya, cara berkomunikasi sangat bersahabat, penuh dimengerti dan pengertian, dan bertanggung jawab pada keislamaan saya. Jakarta, 30 Oktober 2015
Yuvens
98
Nama: Lilis Jabatan: Anggota Mualaf
Q: alasan anda memasuki Islam dan bergabung di Yayasan Haji Karim OEI? A: Alasan saya masuk ke agam Islam yakni karena nikah, suami saya itu orang Islam sedangkan saya beragama kristen, jadi, saya ngikut kepada apa yang dianut oleh suami saya. Saya bergabung di yayasan ini belum lama sih. Karena saya sehabis nikah itu cuma pertama jadi mualaf
saya
mengerjakannya, pas sudah lama yah begitu dah. Mungkin disinilah saya bergabung di yayasan ini untuk memperkokohkan keyakinan saya terhadap agama Islam, belajar tentang pengetahuan Islam dan silahturahmi karena saya pun keturunan etnis Cina
Q: Sejauh mana anda dekat dengan mualaf lainnya? A: Saya merasa akrab dan nyaman sekali dengan mualaf lainnya. Kami pun akrab bukannya hanya pertemuan pengajian saja tapi diluar pun kami menjaga hubungan kami. Kami pun menjaga hubungan berkomunikasi melalui WA group khususnya mualaf wanita. Ada pun informasi tentang yayasan atau pun info tentang syiar Islam akan disebarkan di WA group adan yang ingin bertanya tentang pelajaran maupun curhatan, maka saya merasa dekat banget dengan mualaf lainnya.
Q: bagaimana menurut anda pada kepengurusan di yayasan ini? A: Saya lihat kepengurusan disini sangat membantu mualaf dalam memberikan pelajaran agama Islam. Kalo tidak ada kepengurusan pastinya tidak ada mualaf yang ingin belajar di yayasan ini. Kelompok mualaf di yayasan ini bermakna seperti keluarga saja. Dalam kegiatannya pun banyak sekali, saya sangat dibimbing sekali untuk mualaf seperti saya ini. Adapun kegiatan yang dilaksanakan sabtu dan minggu, saya selalu mengikutinya, saya pun mengajak teman-teman mualaf yang lainnya untuk mengaji. Kan mengajak kebaikan pasti dapat kebaikan berlipat-lipat. Jakarta, 20 September 2015
99
Nama : Sugeng Jabatan: Anggota Mualaf.
Q: alasan anda masuk Islam dan bergabung di yayasan ini? A: Saya sih pernah mengikuti kegiatan di yayasan ini sampai berbulanbulan akan tetapi saya mengikuti anak saya tinggal di luar kota sampai sekitar dua tahunan. saya kembali lagi ke Jakarta, saya pun mengikuti kembali kegiatan di yayasan ini. Saya pun merasa yakin dengan Islam maka saya meminta izin kepada anak saya. Bahwasanya saya ingin masuk ke agam Islam. Anak saya pun mengizinkan untuk saya masuk Islam. Saya pun minta tolong kepada pengurus yayasan ini, bagaimana cara untuk masuk Islam. Saya pun diberikan saran dan apa yang harus disiapkan.
Q: bagaimana menurut anda dalam kepengurusan di yayasan ini? A: Kalo saya melihat pengurus di yayasan ini, sangat membimbing sekali para mualaf dan kepengurusannya ada juga dari golongan mualaf jadi punya pengalaman dalam kehidupan kami. Pokoknya pengurus disini sangat membantu banget buat kalangan mualaf yang baru mengenal Islam. Dalam kegiatannya kami diajarkan fikih, misalkan seperti tata cara solat dan wudhu’. Adanya kegaiatan kami bisa saling berdiskusi tentang pelajaran bersama pengajar dan mualaf lainnya.
Q: Sejauh mana anda dekat dengan para mualaf lainnya? A: Pandangan saya pada mualaf lainnya, semuanya baik kok. Kita seperti keluarga yang bernasib sama saja. Intinya mah kita ini sama-sama mualaf yang belajar agama Islam di yayasan ini. Kami disini hanya berkumpul, saling berbagi cerita dan curhat tentang permasalahan kita saja. Jakarta, 27 Oktober 2015
Sugeng
100
DOKUMENTASI
Foto saat wawancara dengan Pak Haji Ali Karim Oei selaku Ketua Yayasan Haji Karim Oei Jakarta
Foto saat wawancara dengan Pak Haji Yusman selaku Pengurus di Yayasan Haji Karim Oei, Jakarta
101
Foto bersama dengan Ustadz Liem On Siem salah satu Pengurus di Yayasan Haji Karim Oei, Jakarta
Foto pengajian ta’lim di Yayasan Haji Karim Oei pada 9 Juli 2015
Foto pengajian tulis baca al-Quran di Yayasan Haji Karim Oei pada 15 Juli 2015
102
Foto pengurus dan mualaf dalam kegiatan sosial di Rumah Sehat BAZNAS Jakarta