INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
SKRIPSI
Oleh: IKE MONIKA PUTRI ANATASIA 110569201032
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
(Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Sosiologi
SKRIPSI Oleh: IKE MONIKA PUTRI ANATASIA 110569201032
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA
: Ike Monika Putri Anatasia
NIM
: 110569201032
JUDUL
: Interaksi Sosial Di dalam Kelompok Nelayan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
Masyarakat dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benarbenar merupakan hasil karya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau seluruh skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas pembuatan tersebut.
Tanjungpinang, 7 Agustus 2016 Yang Mengatakan
Ike Monika Putri Anatasia
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wb Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat rahmat dan karunia Allah S.W.T yang telah diberikan kepada penulis sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa salam penulis berikan kepada Rasulullah S.A.W beserta para sahabat dan keluarganya. Akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial Di dalam Kelompok Nelayan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)”. Skrips ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Halangan rintangan dan doa serta berbagai usaha maksimal telah dilakukan peneliti untuk menyelesaikan dan memberikan sebuah karya yang terbaik. Namun peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Skripsi ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Drs. Son Haji, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji yang telah memberikan waktu serta ilmu nya dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Ibu Nanik Rahmawati , M. Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
3.
Ibu Marisa Elsara, M. Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
4.
Ibu Suryaningsih, M. Si dan Ibu Emmy Solina, M. Si selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang turut membantu, memberikan masukkan, kritikan serta bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
v
5.
Seluruh Dosen dan Staff tata usaha serta karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
6.
Kepala Dinas Kecamatan Gunung Kijang Kelurahan Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan beserta jajarannya yang telah membantu dalam proses penyusunan Skripsi ini.
7.
Ayah (Mazra.H.) dan Ibu (Susi.E.), yang telah memberikan kasih sayang, semangat, doa, cinta dan dukungan dalam segi material dan moril.
8.
Teman seperjuangan angkatan 2011, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khusunya jurusan Sosiologi Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Sesungguhnya penulis menyadari bahwasahnya skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga kelak skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta dapat menjadi referensi untuk peneliti berikutnya.
Tanjungpinang,
Agustus 2016
Penulis
Ike Monika Putri Anatasia
vi
ABSTRAK Interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat nelayan berupa interaksi dalam pembentukkan kelompok. Terhitung dari tanggal 1 januari 2016 kelompok yang terbentuk berjumlah 3 kelompok. Interaksi yang terjalin sebenarnya tidak hanya pada awal pembentukkan kelompok, namun interaksi yang terjalin terlihat juga pada saat anggotanya mempertahankan kelompoknya. Jika kelompok tersebut memiliki hubungan yang solid, maka setiap anggotanya akan menjaga hubungan baik di dalam kelompok sehingga mereka sulit untuk keluar dari kelompoknya. Hal tersebut di karenakan, mereka merasa tidak enak untuk meninggalkan kelompok lamanya, tidak hanya itu saja akan tetapi mereka sudah merasa nyaman dengan kelompoknya sekarang. Walaupun sebenarnya tidak ada larangan untuk anggotanya keluar/masuk kedalam kelompok lain. Di pilihnya penelitian ini karena peneliti ingin mengidentifikasi interaksi sosial yang terjadi antar individu di dalam kelompok nelayan dan mengidentifikasi konflik dan kerjasama di dalam kelompok nelayan Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui identifikasi interaksi yang terjadi di dalam masyarakat nelayan dan mengidentifikasi kerjasama dan konflik di dalam kelompok nelayan. Sistem Jenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif. Dengan menggunakan metode kualitatif. Di gunakan metode ini di karenakan dalam perolehan data, penulis menggunakan observasi dan wawancara dalam perolehan data. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori interaksi sosial dan bentuk-bentuk interaksi yang meliputi kerjasama dan konflik. Hal yang di analisis pada penelitian ini berupa interaksi yang terjalin pada masyarakat nelayan yang di tekankan pada kerjasama dan konflik. Kerjasama yang di lihat berupa kerjasama dalam pekerjaan. Kerjasama dalam pekerjaan ialah kerjasama yang terljalin sehingga memunculkan rasa kepercayaan di dalam diri individu didalam kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian hasil dari sebuah pekerjaan, maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak ada rasa curiga atas pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak ada pihak yang di rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau pembagian. Kemudian konflik yang terdapat pada penelitian ini adalah konflik yang timbul dari kecemburuan sosial dari pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak ini merasa bahwa bantuan dari PEMKAB tidak merata. Sehingga menimbulkan konflik di dalam kelompok. Namun konflik yang terjadi masih bisa di selesaikan dengan cara mediasi.
Kata Kunci : Interaksi Sosial, Kerjasama, Konflik dan Masyarakat Nelayan
vii
ABSTRACT Social interactions that occur in fishing communities in the form of interaction in the formation of the group. Commencing from January 1, 2016 formed group consists of 3 groups. Actual interaction that exists not only at the beginning of the formation of the group, but the interaction that exists visible also when its members maintain the group. If the group has a solid relationship, then each member will maintain good relations within the group so they are difficult to get out of the group. It is in because they felt bad for leaving his old group, not only that but they are comfortable with the group now. Although in fact there are no restrictions for members exit / entry into another group. In voting this study because researchers wanted to identify the social interaction that occurs between individuals within a group of fishermen and identify conflicts and cooperation in the fishing groups The purpose of this study was to determine the identification of interactions that take place within the fishing communities and identify cooperation and conflicts within the group fishermen. System Kind research used is descriptive. By using qualitative methods. In use this method because of the acquisition of the data, the authors used observations and interviews in the acquisition of data. The theory used in this research is the theory of social interaction and the forms of interaction that includes cooperation and conflict. Things in the analysis in this study of interaction that exists in fishing communities who emphasized on cooperation and conflict. Cooperation is seen in the form of cooperation in the work. Cooperation in work is cooperation terljalin so bring a sense of confidence within the individual within the group. So when it comes to the sharing of a job, then the individuals who conduct cooperation there is no suspicion on the distribution of the results. And they feel that no one is disadvantaged because everything is already no details or division. Then the conflict contained in this research is the conflict that arises from jealousy of the parties in conflict. These parties feel that the help from the district government uneven. So that creates a conflict within the group. But conflict can still be resolved by way of mediation.
Keywords: Social Interaction, Cooperation, Conflict and Society Fishermen
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii LEMBAR TIM PENGUJI................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................... vii ABSTRACK ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 13 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 13 D. Konsep Operasional ..................................................................................... 14 E. Metode Penelitian ........................................................................................ 15 F.
Teknik Analisa Data..................................................................................... 19
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Masyarakat Nelayan ....................................................................... 21 B. Interaksi Sosial ............................................................................................. 25 C. Konsep Konflik ............................................................................................ 28
ix
D. Kerjasama .................................................................................................... 31 E. Konflik Nelayan ........................................................................................... 33 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Sosial-Ekonomi .............................................................................. 36 B. Masyarakat Nelayan Setelah Mendapatkan Bantuan ................................... 37 C. Potensi Kelautan dan Perikanan................................................................... 39 D. Tauke............................................................................................................ 39 E. Bentuk Bantuan PEMKAB kepada Kelompok Nelayan ............................. 41 F.
Hubungan Nelayan dengan Pengelola Pelabuhan ........................................ 42
BAB IV INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Di dalam Kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling) A. Karakteristik Data Informan ........................................................................ 44 B. Interaksi Sosial ............................................................................................. 46 a.
Kerjasama ............................................................................................. 50 a) Kelompok Nelayan ........................................................................ 55 b) Jumlah Kelompok Nelayan ............................................................ 59 c) Proses Terbentuknya Kelompok Nelayan ...................................... 63 d) Syarat Untuk Memperoleh Bantuan PEMKAB ............................. 68 e) Pemecahan Kelompok Nelayan yang di anggap sah
di dalam
kelompok ....................................................................................... 72 f)
Kepemilikan Alat Tangkap ............................................................ 75
x
b.
Konflik .................................................................................................. 78 a) Konflik Alat Tangkap .................................................................... 82 b) Penyelesaian Konflik ..................................................................... 87
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 92 B. Saran
....................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Penggolongan Nelayan Berdasarkan Karakteristik Usahanya ......... 24 TABEL 2 Jumlah Kelompok Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa Malang Rapat ................................................................................... 38 TABEL 3 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur ...................................... 44 TABEL 4 Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan ............................. 45
xii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu musyarak, yang artinya sebuah masyarakat merupakan suatu jaringan hubunganhubungan antar entitas-entitas. Masyarakat juga dapat diartikan sebagai sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Untuk membentuk hubungan antar entitas-entitas tersebut di butuhkan interaksi. Interaksi itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu pondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku , interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai–nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing–masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari – hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainya, ia akan selalu perlu untuk mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran
1
. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa syarat untuk melakukan interaksi adalah adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi. Interaksi yang terjalin pada masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat juga bermula dari adanya kontak sosial dan komunikasi. Interaksi yang terjalin adalah interaksi pada pembentukan sebuah kelompok. Pembentukan kelompok yang di maksud ialah di dalam masyarakat nelayan memiliki beberapa jumlah kelompok nelayan. Hanya saja kelompok yang terbentuk baru berupa kelompok kecil saja. Pembentukan kelompok nelayan dalam skala kecil ini terbentuk karena mereka saling kenal, ada hubungan pertemanan, hubungan kerja dan memiliki tujuan yang sama, sehingga mereka dapat membentuk kelompok-kelompok nelayan kecil . Akan tetapi, interaksi yang muncul ternyata tidak hanya pada kelompok dalam skala kecil ini saja, akan tetapi dari hubungan dengan skala kecil ini, juga dapat membentuk kelompok dalam skala besar. Perubahan kelompok dari skala kecil menjadi skala besar ini tentu memiliki nilai dan aturan yang berbeda. Hal tersebut di karenakan, sistem pengelolaan pun yang berbeda. Sistem pengelolaan yang di maksud berupa aturan-aturan yang terbentuk dan di sepakati secara bersama. Aturan yang ada pada kelompok dalam skala kecil biasanya aturan dalam hal bagi hasil. Namun berbeda dengan aturan yang di timbulkan dalam kelompok skala besar. Aturan yang di buat dalam kelompok skala besar adalah aturan berupa, pemilihan ketua kelompok yang didalamnya terdapat kriteria-kriteria dan pemilihan tersebut sudah di sepakati dan di setujui oleh para anggota, pemilihan sekretaris dan penentuan bendahara kelompok. Interaksi yang terjalin pada
2
kelompok dalam skala kecil dan besar pun berbeda. Perbedaan tersebut dapat di lihat dari hasil yang mereka peroleh. Interaksi yang terjalin di dalam kelompok kecil hanya terjalin antara individu dengan individu didalam kelompok saja dan biasanya hanya terdiri atas 2 s/d 4 orang saja, namun interaksi yang terjalin pada kelompok besar ialah interaksi yang terjadi antara individu individu sesama anggota, nelayan dengan ketua kelompok, nelayan dengan sekretaris, nelayan dengan bendahara dan nelayan di dalam kelompok dengan pengelola pelabuhan. Interaksi yang terjalin pun lebih luas di bandingkan interaksi yang terjadi pada kelompok dalam skala kecil. Kemudian di dalam interaksi ada faktor pendorong terjadinya sebuah interaksi di dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut meliputi: faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Pertama, faktor imitasi memiliki segi positif yaitu mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, faktor imitasi ini, juga memiliki segi negatifnya berupa peniruan sebuah tindakan, yang mengarah kepada tindakan-tindakan penyimpangan. Kedua, faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian di terima oleh pihak lain. Sebenarnya, faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya saja faktor sugesti terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi nyang menghambat seseorang tersebut untuk berfikiran secara rasional. Ketiga, faktor identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dibandingkan imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk
3
atas dasar proses identifikasi ini. Proses identifikasi ini, dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan di sengaja karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya. Keempat, faktor simpati merupakan suatu proses dimana, seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Kemudian, di dalam interaksi sosial tidak hanya terdapat syarat utama terjadinya sebuah interaksi dan tidak hanya terdapat faktor pendorong terjadinya sebuah interaksi, namun didalam interaksi juga terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah interaksi, yang meliputi : bentuk asosiatif dan bentuk diasosiatif. Bentuk asosiatif meliputi : kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accomodation). Sedangkan bentuk diasosiatif meliputi
:
Persaingan
(competition)
dan
kontravensi
(contravention).
(Soekanto,2007:54-88) Bentuk asosiatif pada kerjasama yang muncul pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah pembentukan kelompok. Dimana dengan kerjasama di dalam
kelompok
memiliki
tujuan
untuk
membentuk
kerjasama
agar
mempermudah mereka untuk memperoleh hasil laut yang lebih banyak, mudah dalam meminjam alat tangkapan serta untuk memperkuat modal. Dengan adanya kelompok ini juga, sedikit banyaknya membantu para nelayan yang kurang memiliki perlengkapan untuk melaut.. Karena kelompok yang terbentuk bukan semuanya memiliki alat tangkap yang lengkap, namun kelompok yang terbentuk
4
sebenarnya memiliki alat tangkap yang terbatas. Kelompok-kelompok yang di bentuk ini, tidak hanya berdasarkan dari garis kekeluargaan saja namun kelompok-kelompok yang di bentuk ini adalah berdasarkan tujuan yang sama, seperti persamaan nasib, persamaan memiliki keterbatasan alat tangkap, dan persamaan akan keterbatasan akses untuk perolehan alat tangkapan. Namun, dengan penggolongan kelompok nelayan tersebut, terdapat perbedaan kelompok nelayan yang membedakan mereka ke dalam alat tangkapan. Alat tangkapan kelompok beragam seperti : nelayan jaring dan nelayan bubu. Kelompok nelayan jaring alat tangkapan mereka meliputi : jaring yang terbuat dari nilon sedangkan nelayan bubu alat tangkapan mereka menggunakan bubu. Walaupun individu-individu bergabung di sebuah kelompok, namun ternyata kelompok-kelompok tersebut banyak. Kalaupun ada kelompok yang sejenis, namun kelompok tersebut masih di bedakan lagi ke dalam alat tangkapan dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok-kelompok lain. Kemudian fenomena lain yang muncul di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah kerjasama yang muncul tidak hanya karena pertemanan atau hubungan persaudaraan, malahan kerjasama yang terjalin lebih luas yaitu kerjasama dengan nelayan luar. Banyak nelayan luar yang menjadi investor bagi nelayan lokal. Hanya saja kerjasama tersebut terjalin antara investor dengan tauke, kemudian tauke dengan nelayan. Kemudian nelayan-nelayan kecil ini lah yang kemudian melakukan kerjasama dengan modal yang di berikan oleh investor melalui tauke. Pada penjelasan sebelumnya sudah di katakan bahwa kelompok nelayan bermula dari kelompok-kelompok kecil kemudian dari kelompok kecil ini
5
membentuk kelompok dalam skala besar. Dari kelompok-kelompok yang sudah terbentuk di dalam masyarakat nelayan, maka pemerintah melalui perangkat desa melakukan observasi ke lapangan, untuk mendata kelompok-kelompok nelayan mana saja yang belum mempunyai alat tangkap yang layak untuk melaut dan nelayan mana saja yang masih menggantungkan hidupnya dengan para tauke. Hal ini di lakukan karena Pemerintah ingin mencanangkan untuk memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat pesisir, termasuk kepada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat. Bantuan yang di berikan pemerintah dengan syarat masyarakat harus berada di dalam kelompok nelayan yang aktif, kemudian nelayan harus terdata dalam perangkat desa sebagai kelompok nelayan yang memiliki alat tangkap yang kurang lengkap, dan nelayan yang belum memiliki alat tangkapan yang lengkap harus bergabung kedalam kelompok besar. Kemudian mereka harus melaporkan nama-nama anggota kelompok mereka ke pengelola pelabuhan. Tujuan pemerintah dalam memberikan bantuan ini guna untuk mempermudah masyarakat dalam melaut, mempererat hubungan kerjasama yang sudah terbangun di masing-masing individu didalam sebuah kelompok serta membantu masyarakat dalam mengatasi perekonomian mereka. Karena bantuan dari Pemerintah diberikan kepada kelompok-kelompok nelayan, maka para nelayan yang belum tergabung di dalam kelompok, membentuk kelompok mereka sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah juga. Tetapi bantuan yang diharapkan oleh kelompok nelayan di anggap tidak merata. Anggapan kelompok nelayan ini dibuktikan dengan masih banyaknya kelompok-kelompok nelayan yang belum memiliki perlengkapan
6
melaut yang lengkap. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial antar sesama kelompok nelayan yang berujung pada terjadinya konflik. Kecemburuan tersebut sebenarnya muncul karena kelompok nelayan yang tidak mendapatkan bantuan sebenarnya mereka sangat membutuhkan bantuan tersebut. Karena alat tangkap yang kelompok ini miliki tidak baik dan tidak layak untuk melaut. Tapi karena mereka tidak mendapatkan bantuan tersebut,mereka tetap saja melaut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Dengan adanya konflik tersebut kelompok nelayan yang tidak mendapatkan bantuan memisahkan diri dari kelompok yang mendapatkan bantuan dengan berpindah wilayah tangkapan atau wilayah melaut ke wilayah yang lain. Karena jika mereka tidak memisahkan diri, maka pendapatan mereka tidak akan sesuai dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dilihat dari alat tangkap saja mereka sudah kalah.
Kekecewaan kelompok-kelompok yang termarjinalisasi
tersebut diungkapkan dengan cara mengasingkan diri. Kinseng, 2014:36-37 didalam nelayan dan permasalahan bahwa penyebab konflik nelayan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : perlengkapan melaut yang terbatas, kurangnya modal yang menyebabkan nelayan terlilit hutang oleh tauke sebagai pemilik modal, perebutan lokasi penangkapan ikan antara nelayan kecil dan buruh dengan nelayan kapitalis, kondisi alam yang tidak menentu membuat nelayan kecil selalu berada pada masa-masa paceklik, dan kemiskinan yang bersifat vertical yang selalu turun-temurun. Hal tersebut yang memicu terjadinya konflik nelayan yang ada di seluruh Indonesia. Sehingga membuat kelompok nelayan selalu berada
7
pada kemiskinan. Dari kemiskinan tersebut lah yang membuat konflik sangat mudah masuk kedalam kelompok nelayan.. Fenomena yang terlihat pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat ialah kerjasama dan konflik. Kerjasama yang terlihat ialah kerjasama di dalam pembentukan kelompok dan pekerjaan. Tidak hanya itu saja, akan tetapi kerjasama yang muncul ialah kerjasama dalam perolehan hasil tangkapan melaut. Karna jika para nelayan melakukan kerjasama, maka akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal dibandingkan sesuatu yang di kerjakan secara individual. Awal mereka melakukan kerjasama adalah karena mereka sudah sama-sama saling mengenal, walaupun mereka tidak satu ras, tidak ada hubungan darah bahkan memilik rumah pun yang tidak berdekatan. Tetapi tidak ada larangan untuk mereka melakukan kerjasama tersebut. Selagi kerjasama yang ingin di bentuk sudah mempunyai kesepakatan di antara kedua belah pihak. Akan tetapi kerjasama yang di bentuk tidak hanya karena mereka saling mengenal, akan tetapi ada juga kerjasama yang terjalin karena hubungan darah atau saudara. Karena siapapun berhak untuk melakukan kerjasama selagi kerjasama yang di buat tidak menguntung salah satu pihak saja. Kemudian kerjasama dalam pekerjaan ialah kerjasama yang terljalin sehingga memunculkan rasa kepercayaan di dalam diri individu didalam kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian hasil dari sebuah pekerjaan, maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak ada rasa curiga atas pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak ada pihak yang di rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau pembagian. Dimana
8
pembagian tersebut sudah di sepakati bersama. Selain kepercayaan yang tumbuh di dalam kerjasama, juga muncul modal sosial di dalam kelompok nelayan. Modal sosial yang muncul di lihat dari peminjaman alat tangkapan. Jika ada nelayan yang meminjam alat tangkapan kepada tauke atau bekerja kepada tauke, maka jika ia mendapatkan hasil tangkapannya maka ia harus menjual hasil tangkapan tersebut kepada tauke itu. Walaupun harga yang di tentukan tauke lebih murah di bandingkan harga yang di berikan oleh tauke di tempat lain. Namun karena modal sosial sudah terbangun pada kerjasama tersebut, maka nelayan tidak merasa bahwa ia di rugikan. Masyarakat pesisir mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Dan dalam konteks ini, masyarakat pesisir di tekankan kepada kelompok-kelompok nelayan, yang terbentuk di dalam masyarakat pesisir. Di wilayah pesisir, sebagian besar masyarakatnya hidup dari mengelola sumber daya pesisir dan laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari perspektif mata pencariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok-kelompok masyarakat yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik toko, serta pelaku industri kecil dan pengolahan hasil laut.
Fenomena pada masyarakat
nelayan Desa Malang Rapat memiliki aturan-aturan di dalam masyarakat. Aturan yang di maksud ialah siapapun yang ingin bergabung menjadi nelayan Desa Malang Rapat di perbolehkan dan tidak ada larangan, hanya saja mereka harus melaporkan diri kepada pengelola pelabuhan, dengan menyerahkan foto copy KTP.
9
Hal tersebut dilakukan agar semua nelayan saling mengenal dan saling melakukan interaksi tanpa harus memandang dari mana ia berasal. Sikap seperti itu dilakukan karena mereka menganut system kekeluargaan. Jadi siapapun yang sedang kesusahan maka mereka akan segera membantu. Dan tidak hanya itu saja, nelayan lokal dengan nelayan luar pun bisa melakukan kerjasama dengan cara penanaman modal. Sehingga dari proses interakksi semacam ini, banyak nelayan luar yang menanamkan modal mereka kepada nelayan lokal. Hal tersebut akhirnya menumbuhkan kerjasama antara nelayan lokal dengan nelayan luar. Seperti yang di katakan oleh Linton (Harsojo,1984:126) bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Kemudian Satria (2009a,2015:85) mengatakan bahwa konflik didalam masyarakat nelayan ada 7 kategori,yaitu : konflik kelas, konflik kepemilikann sumber daya, konflik pengelolaan sumber daya, konflik cara produksi atau alat tangkap, konflik lingkungan, konflik usaha, konflik primordial. Dari penjelasan di atas maka konflik yang ada di desa Malang Rapat termasuk kedalam konflik pada cara produksi atau alat tangkap. Hal tersebut dikarenakan, akibat bantuan yang tidak merata, membuat kesenjangan atau perbedaan didalam kelompok nelayan khususnya perbedaan cara produksi atau alat tangkap. Konflik cara produksi atau alat tangkap dapat diartikan sebagai konflik yang terjadi akibat perbedaan alat tangkap, baik sesama alat tangkap tradisional maupun alat tangkap tradisional dan modern yang merugikan salah satu pihak.
10
Dampak dari konflik tersebut membuat kerjasama di dalam kelompok menjadi goyah bahkan sebagian anggota pecah dan bergabung keanggota lain,yang dianggap memiliki perlengkapan melaut yang lebih baik. Dimana di dalam interaksi sosial, konflik/persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasa
( Soejono
Soekanto,2007:83). Pernyataan ini juga di perkuat oleh pendapat Abdulsyani:2002 bahwa di dalam interaksi sosial melahirkan kerjasama dan persaingan, yang kerjasama tersebut dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuannya. Namun bila tujuan tersebut tidak tercapai, maka akan memunculkan yang namanya persaingan/konflik di dalam kelompok. Di dalam kerjasama juga terdapat bentuk-bentuk kerjasama, yang meliputi : kerjasama spontan (spontaneous cooperation) merupakan kerjasama yang sertamerta, kerjasama langsung (directed cooperation) merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, kerjasama kontrak (contractual cooperation) merupakan kerjasama atas dasar tertentu dan kerjasama tradisional (traditional cooperation)
11
merupakan bentuk kerjasama sebagai bagian atau unsur dari system sosial (Soekanto,2007:67). Dari bantuan yang di berikan oleh pemerintah, membuat pendapatan serta hasil laut para nelayan lebih banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup para nelayan. Bukan hanya itu saja, bahkan pendapatan perekonomian mereka pun sedikit membaik. Karena dengan perlengkapan melaut yang dianggap baik bagi pemerintah, membantu para nelayan untuk melaut dengan jangka waktu yang lebih lama. Dari lamanya waktu yang melaut inilah, yang membuat hasil tangkapan lebih banyak. Kelompok-kelompok yang sering mendapatkan bantuan dari pemerintah adalah kelompok nelayan jaring. Di pilihnya kelompok ini karena nelayan ini memiliki tempat berkumpul sebelum pergi melaut. Tempat berkumpulnya para nelayan ini di pelabuhan Tanjung Keling, tempat ini tidak hanya digunakan sebagai tempat berkumpul saja, tetapi pelabuhan ini di gunakan untuk tempat menaruh sampan-sampan mereka, tempat untuk membuat alat tangkap, tempat untuk menyimpan perlengkapan melaut dan sebagai tempat untuk para produsen (tauke-tauke besar dari Tanjungpinang) mengambil ikan. Kemudian bantuan alat tangkap yang paling membatu para kelompok nelayan adalah box fiber (tempat untuk menyimpan ikan lebih lama).Karena dianggap box fiber ini sangat memudahkan para nelayan untuk melaut lebih lama. Tanpa adanya box fiber, maka ikan-ikan para nelayan tidak akan tahan lebih lama. Bantuan lain yang di butuhkan para nelayan dan sudah di terima selain box fiber adalah berupa : olari, kelong apung dan boat
12
Pada intinya, berdasarkan bantuan yang diberikan Pemerintah diharapkan untuk bisa membentuk kerjasama serta untuk mensejahterakan kelompok nelayan desa Malang Rapat (khususnya kelompok nelayan di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling).
Namun, pada kenyataannya bantuan yang diberikan
kurang merata sehingga menyebabkan konflik didalam kelompok atau antar individu didalam kelompok nelayan yang merusak adanya kerjasama tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, peneliti ingin mengkaji mengenai Interaksi Sosial Di dalam Kelompok Nelayan Desa Malang Rapat Kec.Gunung Kijang (Studi Kasus Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling).
B.
Perumusan Masalah a)
Bagaimana interaksi yang terjadi antar individu di dalam kelompok nelayan?
b)
Bagaiman konflik dan kerjasama yang terjadi di dalam kelompok nelayan?
C.
Tujuan/Kegunaan a)
Mengidentifikasi interaksi sosial yang terjadi antar individu di dalam kelompok nelayan
b)
Mengidentifikasi konflik dan kerjasama di dalam kelompok nelayan
13
D.
Konsep Operasional Nelayan merupakan orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
dilaut. Definisi ini mudah di buat untuk konteks nelayan didalam masyarakat tradisional. Di dalam masyarakat nelayan yang tradisional, biasanya memiliki kelompok-kelompok nelayan, dimana dengan adanya kelompok-kelompok nelayan ini memudahkan para individu didalam kelompok untuk memperkuat modal dan dalam peminjaman alat tangkapan melaut di dalam kelompok nelayan. Namun, sebelum membentuk sebuah kelompok di awali oleh hubungan interaksi yang baik terlebih dahulu di masing-masing individu, sehingga jika membentuk sebuah kelompok akan mencapai sebuah tujuan yang di awali dengan sebuah kesepakatan. Dimana interaksi sosial berarti hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompokkelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Pada penelitian ini, penulis berfokus pada interaksi sosial yang di dalamnya terdapat kerjasama dan konflik. Karena di anggap, hal yang yang paling menonjol di kelompok nelayan yang terdapat di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa Malang Rapat tersebut hanya kerjasama dan konflik saja. Sehingga penulis berfokuskan pada hubungan interaksi yang di lihat berdasarkan kerjama dan konflik. Karena akan memudahkan penulis dalam mencari data di lapangan. Adapun pengertian kerjasama dan konflik ini, yaitu :
14
a)
Kerjasama Kerjasama merupakan : usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara
saling membantu. Kerjasama yang dilihat pada kelompok nelayan adalah kerjasama yang terbangun di masing-masing individu didalam kelompok. Dimana dengan adanya kerjasama didalam sebuah kelompok, memberikan kemudahan kepada individu didalam kelompok. Kemudahan yang dirasakan berupa : peminjaman alat tangkap dan tentang kepemilikan modal. b) Konflik Konflik merupakan : proses dimana orang/kelompok berusaha memperoleh sesuatu (imbalan tertentu) dengan cara melemahkan atau menghilangkan pesaing atau kompetitor lain.
E.
Metode Penelitian, terdiri atas : a)
Jenis penelitian Jenis penelitian dalam Penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif itu
sendiri dapat di artikan sebagai situasi, kegiatan, atau peristiwa maupun fenomena tertentu, baik menyangkut manusianya maupun hubungannya dengan manusia lainnya. (Yusuf, 2014:331) . Adapun hal-hal yang di deskriptifkan yaitu : tentang fenomena masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat di lihat berdasarkan interaksi sosial yang terjadi di antara individu di dalam sebuah kelompok, yang di dalamnya terdapat konflik dan kerjasama.
15
b)
Lokasi penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan Desa Malang Rapat sebagai
lokasi penelitian karena berawal dari isu-isu masyarakat sekitar Desa Malang Rapat yang berasumsi bahwa adanya konflik yang terjadi akibat perebutan hak milik alat tangkap pribadi. Selain itu mayoritas masyarakat nya berprofesi sebagai nelayan. Sehingga peneliti memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian. Karena peneliti tertarik akan konflik tentang perebutan alat tangkap nelayan. Oleh karena itu peneliti akan melakukan observasi ke lapangan guna mencari data tentang permasalahan tersebut. c)
Jenis data Jenis data yang di gunakan untuk menjawab permasalahan dilakukan
penelitian ini adalah : Primer dan sekunder . Data primer itu sendiri dapat di artikan sebagai sumber data yang di peroleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sedangkan data sekunder itu sendiri dapat di artikan sebagai sumber data penelitian yang di peroleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (di peroleh dan di catat oleh orang lain). (Yusuf, 2014:350) a.
Data Primer : data atau informasi yang penulis peroleh langsung dari responden yakni kelompok nelayan di desa Malang Rapat. Data yang di peroleh berupa hubungan interaksi mencakup kerjasama dan konflik baik antar nelayan maupun antar kelompok nelayan.
16
b.
Data Sekunder : data atau informasi yang penulis peroleh dari catatan kelurahan. Data tersebut berupa : profil Desa Malang Rapat dan karakteristik masyarakat Desa Malang Rapat. Data yang di peroleh berupa bentuk-bentuk kelompok nelayan yang ada di desa Malang Rapat dan bantuan-bantuan apa saja yang di peroleh oleh masyarakat nelayan di desa Malang Rapat
d)
Populasi dan Sampel Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel
tetapi menggunakan istilah informan penelitian. Dan dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokuskan pada kelompok nelayan jaring yang jumlah kelompok nelayan jaring di Desa Malang Rapat ada beberapa kelompok nelayan. Kelompok nelayan terhitung dari tanggal 1 januari 2016 adalah berjumlah 3 kelompok nelayan, yang meliputi 2 kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Peneliti menggunakan 10 informan,yang terdiri atas : 1 orang nelayan yang berperan sebagai pengelola pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.Keling Desa malang Rapat, 3 orang tauke yang tergabung ke dalam kelompok nelayan, dan 6 orang nelayan yang menjadi anggota dari kelompok nelayan. Dan ke 10 informan ini di ambil dari 2 kelompok nelayan jaring. Di ambilnya 10 informan ini karena 10 informan ini di anggap mampu untuk memberikan data yang di butuhkan oleh penulis dan dari data yang di berikan oleh informan ini, kemudian ydapat mempermudah penulis dalam pengolahan data. e)
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
17
a.
Observasi Hal yang di observasi berupa interaksi sosial yang terjadi di antara
individu-individu di dalam kelompok nelayan, yang interaksi tersebut hanya berfokuskan pada hubungan kerjasama dan konflik yang terjalin di dalam kelompok nelayan, yang meliputi : rutinitas kegiatan yang terjadi didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama, alat tangkap yang di gunakan, dampak terbentuknya kerjasama, penyebab timbunya konflik, dampak konflik bagi individu didalam sebuah kelompok, dan cara penyelesaiannya. b.
Wawancara Wawancara yang di lakukan peneliti terhadap responden adalah
wawancara yang berguna untuk mendapatkan
informasi-informasi
berupa hubungan kerjasama yang terjalin dan bentuk konflik apa saja yang ada didalam kelompok-kelompok nelayan. Dari hal tersebut yang kemudian di gunakan untuk memperkuat observasi yang dilakukan. Wawancara itu sendiri merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. (Yusuf, 2014:372). Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data di lapangan dengan berpedoman kepada pedoman wawancara. Hal yang di wawancarai berupa : hubungan kerjasama yang terjalin antara individu-individu didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama, dampak dari kerjasama, pemicu timbulnya konflik, dampak timbulnya konflik didalam individu, dan cara mengatasi konflik, dengan
18
menggunakan informan sebagai sumber mendapatkan konflik dan jumlah informan sebanyak : 10 orang c.
Dokumentasi Berupa hasil gambar dari penelitian yang di lakukan, baik itu foto
antara responden dengan peneliti maupun hasil foto dari bentuk hubungan yang terjalin di dalam kelompok nelayan. (Yusuf, 2014:391). Hasil foto yang di peroleh dapat dijadikan sebagai pendukung yang berkaitan dengan proses interaksi yang terjalin didalam masyarakat Desa Malang Rapat. Selain itu data dokumentasi juga bisa didapat dari data tertulis berupa catatan-catatan dari sumber yang diperoleh.
F.
Teknik Analisa Data Untuk menganalisa data , penulis menggunakan metode kualitatif yaitu
metode ini menggambarkan segala bentuk data dan fakta mengenai objek penelitian. Dimana penelitian menggunakan metode kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan rancangan yang terstruktur, formal, dan spesifik, serta mempunyai rancangan operasional yang mendetail. Kemudian didalam metode kualitatif ini terdapat rancangan pembatasan masalah, perumusan masalah, kegunaan penelitian, studi kepustakaan, jenis instrument, populasi dan sampel, serta teknik analisis yang digunakan dengan jelas dan benar. (Yusuf,2014:58) Data yang di kualitatifkan yaitu interaksi soaial yang terjadi di antara individuindividu di dalam kelompok nelayan, yang hanya berfokuskan pada konflik dan kerjasama yang muncul didalam kelompok maupun antar individu didalam
19
kelompok nelayan, yang dilihat berdasarkan : rutinitas kegiatan yang terjadi didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama, alat tangkap yang di gunakan, dampak terbentuknya kerjasama, penyebab timbunya konflik, dampak konflik bagi individu didalam sebuah kelompok, dan cara penyelesaiannya.
20
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Masyarakat Nelayan Secara sosiologis, karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan
masyarakat pada umumnya,seperti masyarakat agraris. Masyarakat agraris yang biasanya adalah tani memiliki sumber daya yang lebih terkontrol, berbeda dengan masyarakat nelayan. Sumber daya masyarakat nelayan tidak bisa di pantikan, semua tergantung dengan alam dan cuaca alam dan resiko yang dihadapi oleh masyarakat nelayan lebih besar dibandingkan dengan resiko yang dihadapi oleh masyarakat agraris (Satria,2015:7). Di dalam masyarakat ada juga yang disebut dengan masyarakat pesisir, yang artinya adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah pesisiran. Wilayah pesisiran ini merupakan wilayah transisi yang menandai tempat perpindahan antara wilayah daratan dan laut atau sebaliknya (Dahuri dkk. 2001: 5) Posisi sosial masyarakat nelayan dalam masyarakat biasanya berada pada posisi rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan juga diakibatkan keterasingannya nelayan. Karena masyarakat nelayan tidak punya akses untuk melakukan interaksi ke luar dari komunitasnya sendiri. Goodwin:1990,Satria,21-23:2010 mengatakan bahwa ciri-ciri nelayan kecil (small scale fisher) adalah ketidak mampuan untuk mempengaruhi kebijakan public,akibatnya nelayan terus dalam posisi dependen dan marjinal.hal tersebut yang membuat masyarakat nelayan rentan akan kemiskinan.
21
Imron:2003 mengatakan bahwa nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya.Secara geografis, masyarakat yang hidup,tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi,2009). Nelayan juga dapat diartikan sebagai orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Kemudian di dalam masyarakat pesisir, juga ada yang namanya kelompok-kelompok masyarakat pesisir atau komunitas nelayan. Komunitas nelayan itu sendiri dapat diartikan sebagai kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal didesa-desa atau pesisir. (Sastrawidjaya,2002) Kemudian nelayan itu sendiri didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Definisi ini mudah di buat untuk konteks masyarakat tradisional. Menurut Undang-undang No.45 Tahun2009 Tentang Revisi Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan,Pasal 1, angka 10 mendefenisikan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.(Satria, 2015:26). Imron,2003 mengatakan bahwa nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat
dengan
lokasi
kegiatannya.
Secara
geografis,
masyarakat
yang
hidup,tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi,2009). Nelayan adalah orang yang hidup
22
dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya,2002) Masyarakat nelayan tidak hanya berdiri sendiri, namun nelayan memiliki kelompok nelayan yang dapat mendukung system kerja yang ia lakukan. Dan biasanya kelompok sosial nelayan ini muncul guna untuk membantu dan meringankan kerjaan secara bersama. Kelompok sosial nelayan ini sendiri ada karena mereka memiliki nasib yang sama sehingga tujuan hidup mereka pun sama. Fungsi dari kelompok nelayan itu sendiri yaitu: Untuk memperkuat modal, meningkatkan kinerja individu, dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah secara bersama. Ditjen Perikanan (2002) mengklarifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan, yaitu: a)
Nelayan/Petani ikan penuh, yaitu nelayan/petani ikan yang seluruh waktu kerjaanya di gunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/ pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air
b)
Nelayan/Petani ikan sambilan utama, yaitu nelayan/ petani ikan yang sebagian besar waktu kerjaanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Selain melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini bisa jadi mempunyai pekerjaan lain
23
c)
Nelayan/Petani ikan sambilan tambahan, yaitu nelayan/petani ikan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air Nelayan memiliki keragaman status nelayan menjadi 2 bentuk, yaitu :
nelayan dengan skala besar dan nelayan dengan skala kecil. Perbedaan keragaman nelayan ini berdasarkan respons untuk mengantisipasi tinggi nya resiko ketidakpastian terhadap kapasitas teknologi, orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi. Dibawah ini ada penggolongan nelayan berdasarkan karakteristik usahanya yang di rangkum dalam tabel 1.2
Tabel 1 Penggolongan Nelayan Berdasarkan Karakteristik Usahanya N NO. 1.
Jenis
Usaha Tradisional
Orientasi Ekonomi dan Pasar Subsistensi rumah tangga
Tingkat Teknologi
Tidak hierarki, status terdiri dari pemilik dan ABK yang homogeny 2. Usaha Post- Subsistensim Rendah Tidak hierarki,status Tradisional surplus,rumah terdiri dari pemilik tangga,pasar domestic dan ABK yang Homogen 3. Usaha Surplus,pasar Menengah Hierarki, status terdiri Komersia domestic,ekspor dari pemilik, manajemen, ABK yang heterogen 4. Usaha Surplus,ekspor Tinggi Hierarki, status terdiri Industrial daripemilik, manajemen,ABK yang heterogen Sumber : satria (2001) di dalam buku Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir , Arif Satria 2015:31
24
Rendah
Hubungan Produksi
B.
Interaksi Sosial Interaksi merupakan : hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa syarat untuk melakukan interaksi adalah: adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi. Dimana kontak sosial daalam bahasa latin yaitu : con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Jadi kontak sosial dapat diartikan sebagai bersama-sama menyentuh. (Soekanto,2007:59). Sedangkan komunikasi
merupakan pembicaraan, gerak-
gerah badaniah atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan oleh orang tersebut. (Soekanto,2007:60).
Kemudian di dalam interkasi ada faktor
pendorong terjadinya sebuah interaksi di dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut meliputi: a)
Faktor imitasi memiliki segi positif yaitu mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, faktor imitasi ini, juga memiliki segi negatifnya berupa berupa peniruan sebuah tindakan, yang mengarah kepada tindakan-tindakan penyimpangan.
b)
faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian di terima oleh pihak lain. Sebenarnya, faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya saja
25
faktor sugesti terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi nyang menghambat seseorang tersebut untuk berfikiran secara rasional. c)
Faktor
identifikasi
merupakan
kecenderungan-kecenderungan
atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dibandingkan imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi ini. Proses identifikasi ini, dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan di sengaja karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya. d)
faktor simpati merupakan suatu proses dimana, seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. (Soekanto: 2007:55-58) Didalam interaksi juga terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah interaksi,
yang meliputi : a)
Bentuk Asosiatif, meliputi : a.
kerjasama (cooperation),merupakan : bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersaman mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya
26
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
yang
penting
dalam
kerjasama
yang
berguna.
(Soekanto,2007: 66) b.
akomodasi (accommodation), akomodasi dapat di artikan 2 arti yaitu : untuk menunjukkan suatu keadaan dan untuk menunjukkan pada suatu proses. Akomodasi menunjukkan pada suatu keadaan berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan akomodasi yang menunjukkan pada suatu proses yaitu : menunjukkan pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. (Soekanto,2007:68)
b)
Bentuk Diasosiatif meliputi : a.
Persaingan (competition, merupakan suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umumm (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. (Soekanto,2007:83)
b.
Kontravensi (contravention, merupakan suatu bentuk proses yang di tandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang
27
atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang di sembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Atau perasaan tersebut dapat pulla berkembang terhadap kemungkinan, kegunaan, kaharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah fikian, kepercayaan, doktrin, atau rencana yang di kemukakan orang perorangan atau kelompok manusia lain. (Soekanto,2007:87-88)
C.
Konsep Konflik Konflik merupakan unsur terpanting di dalam kehidupan manusia. George
simmel;1918 mengatakan bahwa konflik memiliki fungsi yang positif. Kemudian di dalam konsep ini, manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Konflik bisa muncul di dalam masyarakat pada skala yang berbeda, seperti : konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik kelompok dengan Negara (vertical conflict), konflik antar Negara (interstate conflict) a)
Pengertian Konflik Manusia merupakan makhluk konfliktis (homo conflictus) yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Poerwadarminta, mengatakan bahwa konflik merupakan pertentangan atau percecokkan. Pertentangan sendiri bisa muncul kedalam bentuk pertetangan ide maupun fisik antara dua belah pihak bersebrangan.(Susan, 8:2010)
28
Di dalam interaksi yang terbangun di dalam masyarakat akan terbentuk sebuah relasi didalamnya. Dimana relasi yang terbangun di dalam masyarakat di pengaruhi karena memiliki kepentingan, adanya penguasaan, menimbulkan permusuhan dan akan terjadi penindasan. Dari hal tersebut akan memicu timbulnya konflik. Secara umum orientasi konflik terkait dengan 3 sentral dan berkaitan dengan asumsi-asumsi, yaitu : a.
Setiap orang memiliki sejumlah keinginan mendasar,sesuatu yang mereka inginkan dan berusaha untuk mendapatkannya karena tidak diperoleh dalam sistem masyarakat yang banyak berlaku bagi semua. Teori konflik tidak selalu eksplisit tertuju kepada manusia,akan tetapi tertuju pada hasil relasi didalamnya.
b.
Keseluruhan perspektif konflik, menekankan pada kekuasaan sebagai inti dari relasi sosial. Teori konflik selalu menunjukkan pada kekuasaan tidak hanya sebagai pembagi kesenjangan dan ketidakadilan,banyak yang menjadi sumber konflik, tetapi juga pemaksa yang paling utama. Analisis ini menunjukkan perhatian terhadap distribusi sumber daya yang diberikan oleh seseorang dengan banyak atau sedikit kekuasaan.
c.
Aspek pembeda dari teori konflik adalah nilai dan ide sebagai senjata yang digunakan oleh kelompok yang berbeda untuk memajukan diri merekalebih dari sebagai pemaknaan untuk mendefinisikan identitas dan tujuan keseluruhan masyarakat (Muryanti,2013:4)
29
b)
Pengelola Konflik Tiap skala konflik, memiliki latar belakang dan arah perkembangan yang berbeda. Masyarakat manusia di dunia, pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antar perorangan sampai antar Negara. Konflik yang bisa di kelola secara arif dan bijaksana akan dapat di selesaikan tanpa menghadirkan kekerasan. Namun, jika konflik tidak dapat di kelola dengan baik, aka akan menimbulkan : perang dan pembantaian. (Susan,2009:xxiiixxiv). Adapun pengelolaan konfik sebagai berikut : a)
Wacana Conflict Management Wacana
conflict
management
merupakan
pencegahan
bentuk
kekerasan dari konflik baik langsung maupun tidak langsung. Stein (Susan,2009:122-123) menyatakan bahwa “conflict management” bertujuan sebuah moderasi atau memberadabkan efek-efek konflik tanpa menangani akar konflik dan sebab-sebabnya. Management
konflik ini, juga
menjelaskan bahwa konflik tidak perlu di selesaikan tetapi konflik perlu di pelajari bagaimana cara mengelola berbagai konflik agar dapat mengurangi kekerasan. b)
Conflict Governance Conflict governance (tata kelola konflik) merupakan dinamika
hubungan antara berbagai actor dan lembaga dalam tata kelola unsur-unsur konflik dalam suatu ruang politik inklusif (inclusive political arena) yang di tandai
oleh
aktifitas
memersuasi,
memusyawarahkan,
mengimplementasikan kebijakan perdamaian yang telah tercapai.
30
dan
D.
Kerjasama Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara
individu-individu, individu-kelompok, maupun kelompok-kelompok. Di dalam interaksi sosial terdapat bentuk-bentuk interaksi. Salah satu bentuk interaksi sosial yang ada adalah : kerjasama. Dimana kerjasama itu sendiri dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara saling membantu. Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingankepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan
dan
pengendalian
kepentingan-kepentingan
tersebut,
terhadap
diri
kesadaran
sendiri atas
untuk
adanya
memenuhi
kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. (Soekanto,2007:66) Dalam teori-teori akan dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerjasama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan menjadi 4, yaitu : a)
kerjasama spontan (spontaneous cooperation), merupakan kerjasama yang serta-merta
31
b)
kerjasama langsung (directed cooperation), merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa
c)
kerjasama kontrak (contractual cooperation), merupakan kerjasama atas dasar tertentu
d)
kerjasama
tradisional
(traditional
cooperation),
merupakan
bentuk
kerjasama sebagai bagian atau unsur dari system sosial (Soekanto,2007:67) Selain bentuk-bentuk kerjasama diatas, bentuk kerjasama juga di golongkan kedalam 5 golongan, yaitu: a)
kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong
b)
bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barangbarang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih
c)
kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
d)
koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satuatau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif
32
e)
joint venture, yaitu kerjasama dalam penguasaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya . (Soekanto,2007: 68)
E.
Konflik Nelayan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinseng,2014:43 bahwa dari
berbagai kasus konflik nelayan tidak ada yang bersifat terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada konflik nelayan yang terjadi secara brutal terjadi antara kelas buruh dan kelas pemilik. Hal itu di sebabkan karena modal sosial yang terjalin antara buruh nelayan dan kelas pemilik terjalin cukup baik. Walaupun sebenarnya timbul ketidakpuasan didalam diri buruh nelayan. Berdasarkan basis terbentuknya kelompok nelayan yang berkonflik (conflict group), Kinseng,35-36:2014 membagi konflik antar-sesama nelayan menjadi 3 kategori, yaitu: a) Konflik Kelas b) Konflik Identitas c) Konflik Alat Tangkap Konflik kelas adalah konflik yang terjadi antara kelompok nelayan yang berbeda, misalnya antara buruh dengan pemilik maupun antara kelas nelayan kecil dengan nelayan besar-kapitalis. Sedangkan Konflik identitas adalah konflik yang terjadi antara kelompok nelayan berbasis identitas primordial seperti etnik da nasal daerah atau yang sering di kenal dengan istilah local versus pendatang. Selain itu, agama bisa juga dijadikan sebagai basis terbentuknya kelompok konflik primordial ini. Dan Konflik alat tangkap adalah : konflik yang terjadi
33
antara kelompok nelayan yang berbasis alat tangkap yang berbeda, tetapi berada pada “tingkat” yang kurang lebih setara, seperti antara perenge dengan dongol di Balikpapan, yang sama-sama merupakan “nelayan kecil”. Selain itu, satria,dkk mengelompokkan konflik nelayan menjadi 3 tipe kelompok, yaitu : a) Konflik kelas b) Konflik Orientasi c) Konflik Agrarian Konflik kelas merupakan konflik yang terjadi antara kelas sosial nelayan akibat dominasi usaha bermodal dan usaha tradisional, seperti konflik antar nelayan tradisional dan nelayan’trawl’. Kemudian Konflik orientasi merupakan konflik yang terjadi antar nelayan yang memiliki orientasi yang berbeda dalam pemanfaatan sumber daya, yaitu antara nelayan yang memiliki orientasi jangka panjang dengan nelayan yang berorientasi jangka pendek. Dan Konflik agrarian merupakan konflik yang terjadi akibat perebutan fishing ground; bisa terjadi baik antar kelas maupun intra-kelas dan antar nelayan dengan non-nelayan (kinseng,2014:34) Kemudian, Charles juga membagi “konflik perikanan” menjadi 4 tipe, yaitu : a) Fishery jurisdiction, b) Management mechanisms c) Interball allocation d) External allocation
34
Fishery jurisdiction, menyangkut masalah siapa yang “memiliki” sumber daya perikanan, siapa yang mengontrol akses kepada sumber daya tersebut, seperti apa bentuk pengelolaan yang optimal, dan apa peranan yang mestinya dimainkan oleh pemerintah. Sedangkan management mechanisms, menyangkut isu-isu jangka pendek, khususnya konflik antara nelayan dan pemerintah menyangkut tingkat produksi, proses konsultasi, dan penegakkan hokum. Kemudian internal allocation, menyangkut konflik yang muncul di dalam suatu system perikanan, antara kelompok-kelompok pengguna dan alat tangkap yang berbeda, maupun antar nelayan, pengolah dan “pemain” lainnya. Dan external allocation, mencakup konflik-konflik antara “pemain” di sector perikanan secara internal dengan pihak luar, seperti armada nelayan asing, pertanian, industry nonperikanan seperti pariwisata dan kehutanan. Dalam tipologi Charles ini, tidak ada khusus di sebut tipe konflik kelas; kemungkinan konflik kelas ini termasuk kedalam tipe konflik yang ketiga, yakni External allocation. (kinseng,2014:33-3)
35
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Desa Malang Rapat Masyarakat Desa Malang Rapat mayoritas masyarakatnya bermata
pencaharian sebagai nelayan. Banyaknya jumlah nelayan di sana di karenakan jarak tempat tinggal mereka dekat dengan bibir pantai sehingga tidak heran jika banyak masyarakatnya yang bergantungkan hidupnya pada laut. Kondisi sosial di sana baik di karenakan mereka menganut sistem kekerabatan. Jika ada masyarakat yang sedang mengalami kesusahan maka masyarakat lain akan saling membantu tanpa ada unsur paksaan. Tidak hanya itu saja, kondisi sosial di dalam kelompok nelayan pun terlihat ketika mereka mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Ketika ada kelompok lain yang anggotanya keluar masuk ke kelompok lain guna mendapatkan bantuan lain, hal tersebut di perbolehkan karena pada kesepakatan awal tidak ada larangan untuk keluar masuk dalam kelompok. Akan tetapi ada kelompok dimana para anggotanya sudah solid sehingga sulit untuk para anggotanya keluar. Hal tersebut di karenakan, mereka sudah merasa nyaman berada pada kelompoknya dan mereka beranggapan bahwa interaksi yang sudah terjalin pun cukup lama sehingga membuat para anggota merasa tidak enak ketika mereka keluar masuk ke kelompok lain. Karena kerjasama yang sudah terjalin di dalam kelompoknya sudah cukup baik. Selain itu, modal sosial yang terbangun pun sudah cukup untuk membantu perekonomian mereka. Tidak hanya itu saja, para anggota kelompok ini juga
36
merasa bahwa tanpa keluar masuk ke kelompok lain pun mereka masih dapat untuk memperoleh bantuan walaupun tidak setiap proposal yang mereka ajukan langsung di setujui oleh PEMKAB. namun, hal semacam ini tidak mendasari untuk mereka keluar dari kelompok awal mereka. Namun pada dasarnya tidak ada larangan akan tidak boleh ny anggota untuk keluar atau membentuk kelompok lain. Akan tetapi tergantung bagaimana solidaritas
yang terbentuk di dalam
kelompok mereka masing-masing. Jika solidaritas mereka kuat maka tidak mungkin ada anggotanya yang keluar hanya untuk memperoleh bantuan. Akan tetapi jika ada anggota kelompoknya yang tidak merasa puas di dalam kelompoknya sendiri, maka di perbolehkan anggota tersebut keluar dari kelompoknya dengan cara musyawarah/rapat kelompok.
B.
Masyarakat Nelayan Desa Malang Rapat Setelah Mendapatkan Bantuan Masyarakat nelayan Desa Malang Rapat bisa di kategorikan sebagai nelayan
yang berkehidupan cukup dan layak. Hal tersebut terbukti dari bentu rumah yang mereka miliki. Rata-rata masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di pelabuhan Dusimas Kampung Tg.keling ini, memiliki rumah yang layak huni, seperti rumah beton dan rumah ½ beton. Pendapatan mereka perbulan, jika di lihat dari pendapatan bersih atau pendapatan yang di hitung berdasarkan nota, maka pendapatan mereka perbulan minimal bisa mencapai hingga 5 juta/bulan. Sehingga tidak heran, jika nelayannya memiliki hidup yang layak.
37
Nelayan yang berada di pelabuhan Dusimas kampong Tg.keling ini nelayan seperti : kelompok nelayan jaring, sampan, pancing dan boat. Sistem kerja mereka biasanya berkelompok. Terdiri atas 2 orang atau lebih. Hitungan pendapatan mereka menggunakan hitungan 27 atau 25, maksudnya ialah mereka melaut dengan jarak tempuh 25-27 hari dan sisanya mereka pergunakan untuk beristirahat di rumah. Hitungan tersebut berupa setoran ikan kepada penadah local. Hitungan tersebut biasanya menggunakan nota. Harga hitungan di tentukan oleh penadah. Ketika ikan sudah terkumpul kepada penadah, maka penadah local tersebut, akan mengirim ikan-ikan dari hasil tangkapan nelayan di pelabuhan Dusimas Kampung Tg.keling ke tauke-tauke besar yang ada di sekitar Tg.pinang.
Terhitung dari
tanggal 1 januari 2016, di Pelabuhan Dusimas Kampung Tg.keling terdapat 3 kelompok nelayan, yang meliputi : 2 kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Adapun nama-nama kelompok tersebut di sebutkan di dalam susunan di bawah ini :
Tabel 2 Jumlah Kelompok Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa Malang Rapat NO. 1 1. 2 2. 3 3.
Nama Kelompok
Jumlah Anggota
Jenis Bantuan
Kuda laut
16 orang
16 unit box fiber
Bahari
10 orang
10 unit radio/olari
Gemilang
4 orang
Kelong apung
Jumlah
30 orang
Sumber : catatan dari pengelola Pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.Keling
38
C.
Potensi Kelautan Dan Perikanan Desa Malang Rapat Desa Malang Rapat merupakan daerah pesisir yang kaya akan hasil
perikanannya, baik itu daerah pesisirnya sendiri maupun lautannya. Kawasan pesisir pantai merupakan kawasan konserpasi padang lamun, sebagaimana di ketahui bahwa lamun merupakan tempat berkembang biaknya biota laut, jadi tidak salah kalau banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan ini. Alat tangkap nelayan yang sering digunakan masih bersifat tradisional yaitu berupa pancing, jaring maupun kelong. Banyak para pengusaha dari luar melakukan investasi di daerah ini terutama yang memerlukan modal besar seperti kelong dan pompong. Sebagain besar sarana dan prasarana yang dipakai masyarakat merupakan milik pengusaha. Kendala yang paling utama yang dihadapi para nelayan yaitu kepemilikan sarana dan prasaran tangkap sehingga para masyarakat hanya sebagai pekerja bukan sebagai pelaku, sebanyak mana hasil yang didapat tidak akan berpengaruh banyak bagi nelayan karena hasil tersebut sebagian besar didapat oleh pengusaha baik itu lokal maupun luar.
D.
Tauke Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, terdapat 2 tauke, yaitu tauke
lokal dan tauke besar. a)
Tauke lokal Tauke lokal merupakan tauke yang berasal dari masyarakat nelayan Desa
Malang Rapat dan memiliki modal yang besar. Tugas dari tauke ini berupa menampung ikan dari hasil nelayan lokal dan nelayan pendatang. Sistem
39
pemasaran dari tauke ini ialah para nelayan menyetor hasil tangkapan ikan mereka ke tauke lokal dan akan di hitung menggunakan nota. Harga yang di berikan tergantung kebijakan dari tauke lokal yang sesuai dengan harga pasaran. Hal semacam ini di lakukan tauke lokal agar para nelayan tidak terlalu rugi. Karena jika harga yang di berikan oleh tauke lokal sangat rendah dari harga pasaran, maka akan membuat para nelayan rugi besar. Adanya pembagian tauke semacam ini, memudahkan nelayan lokal untuk menjual hasil tangkapan ikannya. Karena jika tauke lokal ini tidak tersedia, maka akan mempersulit para nelayan lokal untuk menjual hasil tangkapannya ke tauke besar yang ada di Tanjungpinang. Kesulitan para nelayan yang akan di hadapi jika tauke lokal tidak tersedia ialah berupa akses yang cukup jauh untuk menempuh jarak penjualan ikan.Dan para nelayan akan rugi di bagian transportasi untuk menuju ke tauke besar yang ada di Tanjungpinang. Kemudian, hasil ikan yang di tampung oleh tauke lokal ini, kemudian akan di angkut dengan menggunakan pick-up dan di bawa ke tauke Tanjungpinang. b)
Tauke Besar Tauke besar adalah tauke yang ada di Tanjungpinang, dengan memiliki
modal yang lebih banyak di bandingkan tauke lokal. Dan tauke besar ini biasanya memiliki boat-boat dan alat tangkap yang mendukung untuk nelayan lokal melaut dan bekerja dengannya. Tauke ini, juga memiliki relasi yang sangat baik kepada para tauke-tauke lokal, dengan tujuan agar para tauke lokal menjual semua ikanikannya kepada dirinya. Tauke besar ini memiliki tugas berupa menampung hasil ikan yang di kirimkan tauke lokal kepadanya. Tauke besar ini terdapat di daerah
40
Tanjungpinang. Dan tauke besar ini yang kemudian akan memasarkan ikan-ikan tersebut ke sejumlah tempat yang ada di Tanjungpinang. Pemasaran ikan tersebut biasanya di pasarkan ke sejumlah pasar tradisional, seperti agen-agen penjual ikan di wilayah Tanjungpinang, pasar Bincen dan pasar Tanjungpinang. Dengan adanya 2 tugas tauke ini, maka memudahkan para nelayan untuk menjual hasil tangkapannya tanpa harus pergi jauh-jauh untuk menjual hasil tangkapannya. Dan harga jual ke tauke pun, tidak terlalu jauh dengan harga normal di pasaran. Dari penjelasan tentang tugas tauke di atas, maka tampak jelas bahwa interkasi yang terjadi di antara tauke dan para nelayannya berjalan sangat baik. Itu di buktikan dari system pembagian tugas kerja antara tauke lokal dan tauke besar. Pembagian tugas tersebut semata-mata bukan untuk kepentingan sendiri, namun pembagian tugas tauke tersebut juga demi kepentingan nelayan tanpa harus merugikan nelayan lokal tersebut.
E.
Bentuk Bantuan PEMKAB kepada Kelompok Nelayan PEMKAB memberikan kesempatan untuk seluruh masyarakat di Desa
Malang Rapat untuk mengajukan bantuan ke PEMKAB lewat proposal. Dimana proposal tersebut berisikan tentang bantuan yang di butuhkan oleh masyarakat nelayan. Dengan catatan, masyarakat nelayan harus bergabung ke dalam kelompok nelayan. Bergabungnya masyarakat nelayan ke dalam kelompok nelayan, memudahkan PEMKAB untuk memberikan bantuan kepada mereka. Kemudian kelompok nelayan di berikan kesempatan untuk mengajukan proposal dengan batas waktu 3 tahun sekali dan bantuan yang di ajukan bisa bermacam-
41
macam tergatung dari kebutuhan. Tetapi, tidak semua kelompok yang mengajukan proposal bisa langsung di penuhi oleh PEMKAB, karena bantuan yang di berikan juga bertahap. Jadi, proposal yang di ajukan bisa di katakan nasib-nasipan untuk mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Jenis bantuan yang baru di dapatkan oleh kelompok nelayan dari pengajuan proposal adalah : boat, box fiber, olari dan kelong apung. Bantuan di berikan langsung kepada pengelola pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, pemberian bantuan ini di harapkan bisa bermanfaat bagi nelayan untuk kebutuhan melautnya. Namun, bantuan yang di berikian oleh PEMKAB ini tidak boleh di jual belikan dalam kondisi apapun. Maka jika ketahuan ada nelayan yang menjual bantuan yang di berikan oleh PEMKAB, maka nama nelayan tersebut akan di ceklis oleh pengawas lapangan, kemudian di laporkan ke kantor dan akan di pastikan proposal yang akan di ajukan akan di kembalikan dan tidak akan di hiraukan. Hal tersebut di lakukan oleh PEMKAB, agar bantuan yang di berikan tersebut, bisa di jaga dan di gunakan sesuai dengan kebutuhannya.
F.
Hubungan Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa Malang Rapat dengan Pengelola Pelabuhan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, terdapat 2 tauke. Ada tauke
lokal yang tugasnya menampung hasil dari nelayan lokal dan nelayan pendatang. Dan tauke besar, terdapat di daerah Tanjungpinang yang tugasnya menampung dari seluruh hasil tangkapan nelayan dari tauke lokal. Ciri khas dari nelayan
42
pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling ini adalah masalah pengelolaan pelabuhan di sana. Sistem pengelolaan di sana, bahwa siapapun yang masuk ke Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling untuk menangkap ikan, maka akan di kenakan iuran bulanan. Tidak hanya itu saja, bahkan mereka para pendatang harus melapor dan menyerahkan foto copy KTP. Dimana hal tersebut akan berguna ketika, terjadi sesuatu kepada para nelayan. Iuran bulanan tersebut bervariasi. Tauke-tauke lokal pun, juga ikut serta dalam pembayaran iuran. Iuran yang terkumpul tersebut, akan di bacakan pada rapat tahunan. Dimana rapat tahunan tersebut akan di hadiri oleh pengelola pelabuhan, para nelayan dan masyarakat yang terlibat langsung di pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling tersebut. Iuran yang terkumpul, biasanya di gunakan untuk keperluan bahan bakar nelayan, jika nelayan tersebut kehabisan bahan bakar di tengah laut. iuran ini, juga sangat membantu para nelayan dalam hal-hal kesulitan di laut. Dari sistem pengelolaan seperti ini, yang mempermudah pengelola untuk mendata, para nelayannya yang berada pada tahap bawah. Tahap bawah yang di maksud ialah, nelayan yang tidak mempunyai erlengkapan melaut dan masih bergantung kepada tauke lokal. Masyarakat yang biasanya membayar iuran perbulan ialah : tauke lokal yang memiliki boat, tauke luar yang memiliki boat yang bersandar di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, nelayan, dan masyarakat yang membawa pick up/motor untuk mengirim ikan. Iuran di tentukan sesuai dengan kesepakatan di dalam rapat. Sehingga iuran tersebut di setujui oleh semua pihak yang terkait di dalam Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling.
43
BAB IV INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
A.
Karakteristik Data Informan Berikut ini akan di sajikan terlebih dahulu karakteristik informan
berdasarkan: umur dan pendidikan. a) Karakteristik Informan Berdasarkan Umur Karakteristik informan berdasarkan umur, maka
dapat
dilihat
berdasarkan tabel di bawah ini : Tabel 3 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur NO.
Umur
Jumlah
Presentase (%)
1.
30-35
2 orang
20
2.
36-41
2 orang
20
3.
42-46
4 orang
40
4.
47-55
2 orang
20
Jumlah 10 orang (Sumber data : hasil pengolahan wawancara tahun 2016)
44
100%
Berdasarkan data di atas tentang karakteristik informan berdasarkan umur, nelayan yang berumur 30-35 tahun ada 2 orang, nelayan yang berumur 3641tahun ada 4 orang, nelayan yang berumur 42-46 tahun ada 2 orang, nelayan yang berumur 47-51 tahun ada 4 orang. Maka dapat di simpulkan bahwa informan rata-rata berusia di atas 30 tahun. Nelayan yang paling banyak berusia 36-41 tahun dengan jumlah 2 orang. Dalam artian bahwa nelayan di Desa Malang Rapat sudah lama berpengalaman sebagai seorang nelayan. Sehingga ketika peneliti menanyakan data kepada informan, maka informan akan menjawab berdasarkan pengalamannya. Dan data yang di berikan informan kepada peneliti dapat di pertanggung jawabkan. b) Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan Karakteristik informan berdasarkan pendidikan, maka dapat di lihat berdasarkan tabel di bawah ini : Tabel 1.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1.
SD/Sederajat
6 orang
60
2.
SMP/Sederajat
4 orang
40
3.
SMA/Sederajat
-
-
4.
Tidak sekolah
-
-
Jumlah 10 orang (Sumber data : hasil pengolahan wawancara tahun 2016)
100%
Berdasarkan data di atas, jumlah informan yang tamatan SD berjumlah 6 orang, informan yang tamatan SMP berjumlah 4 orang, jumlah informan tamatan
45
SMA adalah 0 dan jumlah informan yang tidak bersekolah adalah 0. Melihat karakteristik informan berdasarkan pendidikan maka dapat di ketahui bahwa responden yang di jadikan peneliti sebagai informan adalah orang-orang yang di anggap baik dalam berkomunikasi, dan mampu menjawab segala pertanyaan yang di ajukan oleh peneliti. Karena jumlah informan terbanyak adalah informan dengan lulusan SD/sederajat dan SMP/sederajat.
B.
Interaksi Sosial Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Berdasarkan hasil temuan di lapangan bahwa interaksi yang ada pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat sudah terjadi, hal tersebut di buktikan dengan adanya pertemuan antara dua orang atau orang perorangan dengan kelompok manusia. Dari interaksi tersebut menimbulkan pengaruh positif maupun negatif tergantung dari bagaimana masyarakat tersebut dalam menjalin interaksi kepada orang lain. Jika interaksi yang terjadi baik maka akan memberikan dampak positif bagi yang berinteraksi, namun jika interaksi yang terjalin tidak baik maka akan memberikan dampak negative bagi yang melakukan interaksi. Berikut kutipan wawancara oleh Rio Ardiyanto 30 tahun :
46
“Hubungan yang ade dekat sini tu bagus lah, cume namanye manusie kadang-kadang ade juge lah yang punye perangai yang agak tak bagos. Tapi kan tak semue orang dekat sini ni punye perangai macam tu. Ade juge lah yang punye perangai bagus” (wawancara tanggal 8 februari 2016) Pernyataan Informan Rio Ardiyanto, di dukung oleh pernyataan M.ali ( 35 tahun) yang menyatakan bahwa : “Kami dekat sini ni dah macam saudare, kalau ade ape-ape nelayan sini bantu kami. Macam kemaren boat kami habes minyak dekat laot sane, teros orang yang ade dekat pelabuhan langsong jemput kami same ngantar bahan bakar buat boat kami. Malah kami tak ade bayar. Tu gratis soalnye uangnye di ambel dari uang iuran bulanan kami. Sedap lah jadi nelayan sini soalnye nelayannye tu kompak” (wawancara tanggal 10 Februari 2016) Pernyataan Informan M.ali tidak sama dengan pernyataan Herman (44 tahun) yang menyatakan : “Nampak sekilas nelayan dekat sini ni baek-baek ye dek. Tapi sebetolnye tak macam gitu juge dek. Sebetolnye ade juge yang tak baek. Tapi baek buruknye orang tu tergantung dari perangai-perangai orang tu sendiri juge lah dek. Kemaren pas kami ade rapat tahunan di rumah saye, ade je nelayan yang tak sejalan pemikirannye same saye. Tapi sebetolnye tak salah, cume care die nyampaikan ke saye aje yang tak sedap dek. Die nuduh saye pakai duet iuran padahal saye tak macam gitu dek. Die tu padahal kenal same saye, tapi tak sangke die malah nuduh saye macam tu. Mungkin die tak faham dengan penjelasan saye pas rapat tu dek” (wawancara tanggal 10 april 2016) Pernyataan Informan Herman tidak sama dengan pernyataan Abdul khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Nelayan dekat sini ni kompak lah dek, kalau ade ape-ape cepat lah gerak nye. Tak payah di suroh juge lah. Dah macam keluarge sendiri. Tiap hari kami ketemu teros. Tak cume jempe dekat pelabuhan sini aje lah dek. Kadang-kadang kalau angen kencang pas kami tak kelaot, kami ngumpul dekat rumah siape gitu lah buat ngumpol-ngumpol bahas macam-macam lah untuk ke laot nanti” (wawancara tanggal 23 februari 2016) Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Nelayan di sini tu banyak dek, tapi Alhamdulillah kompak-kompak lah. Padahal nelayan yang terdaftar di pelabuhan ni bukan nelayan dari Desa Malang Rapat aje dek. Tapia de juge nelayan luar yang ambek ikan dekat sini. Macam nelayan pinang. Tapi kan nelayan yang dah masok dekat sini tu harus terdaftar. Jadi kalau ade ape-ape semue orang dekat sini tu tau. Walaupon die orang luar,
47
tapi kalau dia terdaftar, kan enak. Pokoknye semue yang ade dekat sini tu kami kenal dek” ( wawancara tanggal 11 februari 2016) Pernyataan Samat tidak sama dengan pernyataan Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Nelayan dekat sini tu dek sebetolnye sifat nye ni same je dengan nelayan di luar sane, Ade rase tak puas, iri hati, cemburu, macam-macam lah dek. Kite tengok die baek, padahal ternyate baek dekat depan je, belakang kite rupenye tak baek. Semue tu tergantung orangnye juge lah. Cume nelayan sini tu tak ade yang bekoar-koar sampai dengar orang. Kalau tak suke pakai diam aje tapi kalau dah tak tahan tu kadang-kadang kelahi juge. Cume kan tak sampai parah-parah kali lah dek. Tetap pengelola pelabuhan yang nyelesaikan kalau ade masalah” (wawancara tanggal 23 februari 2016) Pernyataan Marwan di dukung oleh Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Semue orang tu nak dekat mane aje same aje, pasti ade masalah. Adek beradek aje ade masalah. Apalagi cume kenal gitu aje. Cume kalau ade masalah pun pandai lah nak nyelesaikan. Paleng masalah dekat sini tu cume iri hati aje same punye orang. Macam si A tu punye sampan, si B tak punye, biasenye si B tu tak suke. Macam tu lah dek. Tapi wajar aje lah kalau dalam begaol ni ade sikap macam tu. Bohong pula lah orang begaol tapi baek-baek aje dek” (wawancara tanggal 4 maret 2016) Pernyataan Zakaria tidak sama dengan pernyataan Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Hubungan yang ade dalam masyarakat nelayan sini tu bagus, bagosnye hubungan dekat sini karne kami dah same-same kenal. Rate-rate kami orang melayu semue, jadi tau lah macam mane nak besikap same jage perasaan orang bia tak tersinggong gitu lah. Mungken karne tu lah kami dekat sini tu baek-baek aje.” (wawancara tanggal 30 April 2016) Pernyataan Udiono di dukung oleh pernyataan Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Nelayan dekat sini tu ramai, semuenye bukan datang dari Malang rapat aje, tapi ade nelayan dari Tg.keling, pulau pucong, pinang. Tapi semue yang ade dekat sini kami anggap same je. Yang penteng tau bawa diri aje same taka de buat masalah aje. Kami pun saleng kenal, taka de lah nelayan sini yang tak kenal dek. Makanye kami ni kalau ade ape-ape kompak dek” (wawancara tanggal 28 april 2016)
48
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Kami ni dah macam saudare semue dek, cume kan kalau masalah kerjaan tak bise macam gitu juge. Kalau misalnye dalam keje tak sesuai ye marah juge lah. Soalnye keje ye keje, tak ade pandang saudare atau kawan lagi lah dek. Walaupon dah lame kenal. Salah tetap salah lah. Tak peduli die suke atau tak. Namanye salah mau macam mane lagi” (kutipan wawancara Razam 51 tahun, (wawancara tanggal 10 april 2016) Dari kutipan wawancara di atas, jelas bahwa ada pernyataan yang sama dan ada pernyataan yang tidak sama terkait dengan hubungan interaksi yang terjadi di dalam masyarakat nelayan. Itu di buktikan dengan adanya 5 pernyataan yang sama dan 5 pernyataan yang tidak sama. Selain itu didalam pernyataan juga menyatakan bahwa interaksi yang terjalin di dalam kelompok maupun di luar kelompok berjalan sangat baik. Mereka menganut sistem kekerabatan. Menganggap bahwa mereka adalah satu keluarga, ketika ada seorang nelayan sedang mengalami kesulitan, maka para nelayan lain segera membantu tanpa mengharapkan pamrih/balasan. Tidak hanya itu saja, bahkan tanpa di sadari mereka melahirkan hubungan kerjasama.Ketika mereka melakukan interaksi, mereka tidak hanya melakukan interaksi dengan sesama mereka, akan tetapi mereka juga open dengan nelayan luar. Bukti nya saja, nelayan lokal mengenal adanya nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah tangkapan mereka tanpa adanya masalah. Itu I sebabkan karena nelayan luar mengikuti aturan-aturan dari pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.keling Desa Malang Rapat. Namun tak semua interaksi yang terjalin berdampak positif atau baik . Interaksi yang baik akan menimbulkan dampak yang baik bagi pihak-pihak yang sedang berinteraksi, namun jika interaksi yang terjalin kurang baik maka akan menimbulkan dampak
49
yang tidak baik pula bagi pihak yang sedang melakukan interaksi. Selain itu, pernyataan di atas juga menyebutkan bahwa di dalam masyarakat nelayan memiliki permasalahan yang timbul dari sikap iri hati, kecemburuan dsb, akan tetapi kutipan wawancara di atas menyatakan bahwa permasalahan timbul di karenakan masalah kerjaan. Walaupun kerjasama sudah terjalin akan tetapi tidak selamanya kerjasama melahirkan pengaruh positif akan tetapi kerjasama bisa berujung pada konflik. Kemudian, di dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah interaksi, yang meliputi : bentuk asosiatif dan bentuk diasosiatif. Bentuk asosiatif meliputi : kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accomodation). Sedangkan bentuk diasosiatif meliputi : Persaingan (competition) dan kontravensi (contravention). (Soekanto,2007:54-88). Dari hasil temuan di lapangan, interaksi sosial yang terjadi di antara individu di dalam kelompok nelayan adalah : kerjasama dan konflik/persaingan. Berikut penjelasannya : a.
Kerjasama Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompokkelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Di dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk interaksi, salah satunya ialah Kerjasama. Kerjasama itu sendiri merupakan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara saling membantu. Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
50
pengendalian
terhadap
diri
sendiri
untuk
memenuhi
kepentingan-
kepentingan tersebut, kesadaran atas adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Kerjasama yang muncul di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah interaksi berupa pembentukkan kelompok. Dimana kelompok tersebut bertujuan untuk mendapatkan bantuan berupa peralatan melaut dengan cara mengajukan proposal. Tidak ada batasan untuk siapa saja membentuk kelompok nelayan. Siapapun boleh membentuk kelompok, dengan syarat, bahwa setiap kelompok harus memiliki tujuan dan manfaat bagi setiap anggota nya. Tidak hanya itu, di dalam kelompok nelayan harus terdiri atas, ketua kelompok, bendahara, sekretaris dan anggota kelompok. Kemudian kelompok yang terbentuk harus melaporkan kelompok mereka kepada pengelola pelabuhan. Berikut kutipan wawancara Rio Ardiyanto (30 Tahun) : “Kejesame yang ade ni sebetolnye berawal dari tak punye modal/kurangnye alat tangkap kelaot. Karne tak mau keje same tauke, jadi nelayan same nelayan ni bekompol lah jadi satu. Patungan buat modal, pas dapat ikan dan setor ke tauke, duetnye baru di bagi due. Macam bagi hasel gitu lah. Krne dah lame macam tu, akhirnye kejesame pun jadi lame. Karne
51
dah same-same enak, tak ade yang rugi, habies tu pun betah juge” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto memiliki perbedaan dengan pendapat Marwan (55tahun) yang menyatakan : “Kejesame yang ade dekat sini tu sebetolnye bukan karne nak dapat bantuan aje, tapi kejesame tu di bentok untok mempermudah keje aje. Yang ade modal, gabong lah same yang punye modal. Cume kejesame sekarang ni kan lebeh tertata lagi. Lebeh jelas lah. Gitu aje si dek” (wawancara tanggal 23 februari 2016) Pernyataan Marwan tidak sama dengan pernyataan M.ali ( 35 tahun) yang menyatakan : “Kejesame tu biasenye berawal dari kenal, teros pecaye, jujor.Kalau dah macam tu betah teros sedap nak kejesame. Kejesame pun bukan cume same-same nelayan aje, tapi nelayan same tauke pun bise. Tauke kaseh pinjam alat tangkap die ke nelayan, teros nelayan tu pakai. Cara gantinye ye nelayan tu harus jual hasil tangkapannye ke tauke itu. Cume harga nye bede lah. Misalnye di tauke laen harga ikan sekilonye 12ribu, kalau die jual dengan tauke die, harga ikan sekilonye jadi 8ribu. Soalnye kan nelayan ni pakai alat laot tauke tu. Jadi ade timbal balek gitu lah” (kutipan wawancara M.ali 35 tahun, (wawancara tanggal 10 februari 2016)
Pernyataan M.ali di dukung oleh pernyataan Abdul khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Awalnye kejesame ni ade karna kami saling kenal teros kawan kumpol. Tapi kejesame ni bukan terbentok karne kami saudare, tapi keje same ni muncul karne kami punye tujuan yang same dan same-same punye kebutuhan. Kejesame ni pun muncul dengan sendirinye, tak ade paksaan. Yang penting yang nak kejesame, same-same mau” (kutipan wawancara abdul khadir 44 tahun, (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Herman (44 tahun) yang menyatakan :
52
“Kejesame dari adanye kelompok besa ni lebeh nampak dari kejesame pas kelompok kecik kemaren. Tapi kelompok kecik tu bukan tak bagos, bagos lah cume sistem die yang tak jelas dek. Kelompok besa macam ni system nye jelas, untuk dapat bantuan, bantuan tu di pakai same-same, tujuannye untuk dapat hasel laot yang lebih banyak dan mempengaruhi pendapatan mereke. Lagi pula modal mereke pun jadi baek, dari yang tak ade alat laot, jadi ade dek. Dari yang dapat ikan siket, jadi lebeh agak ningkat. Dari yang jarang ke laot, sekarang jadi rajen ke laot soalnye dah punye perlengkapan melaot, jadi tak payah bergantong hidop same tauke lagi” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Kerjesame yang ade dekat sini antar nelayan sebetolnye dah terjalin lame sebelom adenye kelompok besar macam sekarang. Dulu kelompok dah ade dekat sini, cume kelompok kecik aje itu pun cume untok pegi ke laot aje. Bede lah same sekarang, kelompok sekarang ni kan ade untok dapat bantuan dek” (wawancara tanggal 11 Februari 2016) Pernyataan Samat memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Kejesame yang ade dekat sini tu dulu cume kejesame macam pinjam modal gitu lah dek, habes kalau tak macam tu kasian yang tak punye modal lah. Yang die tak keje. Make dari tu banyak nelayan yang maseh keje same tauke ujungnye. Saye kan tauke, anak buah saye tu ye nelayan-nelayan yang nak keje tapi tak punye alat tangkap. Jadi saye kasih pinjam teros orang tu baya ke saye ye pakai setoran ikan” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan tidak sama dengan pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Dulu kelompok yang ade dekat sini tu dek belom terdaftar dekat PEMKAB sane, cume sekarang kelompok yang ade ni dah terdaftar dekat PEMKAB sane. Nanti orang PEMKAB nengok kelapangan dek, buat nengok nelayan mane aje yang haros dapat bantuan. Kelompok ni sebetolnye dah lame ade, cume gitu lah dek, cume buat keje aje ujung-ujungnye ngumpolngumpol aje. Tapi kan sekarang bede dek, sekarang ade yang namenye rapat gitu lah” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
53
Pendapat Zakaria di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan bahwa : “Kejesame semenjak ade kelompok ni bede lah same kemaren, kalau kemaren tu cume ala kadar aje dek. Cume sekarang tu kan lebeh tertata gitu lah. Keje same pun tak cume dekat dalam kelompok aje. Di lua kelompok pun tetap ade lah keje same yang muncol. Macam pinjam alat tangkap gitu, teros banyak lagi lah. Susah juge nak cakap” (wawancara tanggal 30 april 2016) Pernyataan Udiono sama dengan pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Kejesame tu bermule karne kami sering ketemu, dah kenal lame, kawan lame juge, kawan ngopi juge lah. Teros dah nyaman aje, dah same tau, jadi kalau nak ape-ape senang. Kejesame pun yang kami buat ni pun same-same enak lah. Tak ade yang rugi. Name pun kawan, tak mungkin lah nak untung sendiri aje” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Temuan di lapangan tampak jelas, bahwa pendapat mengenai hubungan kerjasama yang terbangun di antara individu di dalam sebuah kelompok memiliki pendapat yang berbeda, diantaranya ialah 2 orang menyatakan bahwa kelompok nelayan ini memiliki hubungan kerjasama hanya pada kerjaan. Namun 8 orang menyatakan bahwa kelompok nelayan ini membentuk kerjasama untuk mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Tidak hanya itu saja, ada pendapat yang menyatakan bahwa kerjasama yang muncul di masyarakat nelayan ialah kerjasama yang terbangun karena memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, kemudian adanya rasa percaya, sikap jujur dan dari kerjasama tersebut tidak ada pihak-pihak yang merasa di rugikan. Karena kerjasama yang ada sudah di sepakati bersama. Terkadang kerjasama yang di buat bukan karena mereka saudara atau karna tetangga,
54
akan tetapi kerjasama yang ingin di bangun, harus memiliki dasar kenyaman atau saling tahu dan kerjasama tersebut juga tidak di batasi, maksudnya kerjasama tidak hanya terjadi oleh nelayan sesame nelayan saja, akan tetapi kerjasama juga bisa terjalin antara nelayan dan tauke. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara di atas oleh informan bahwa dengan adanya pembentukkan kelompok maka membuat hubungan kerjasama antar individu di dalam kelompok semakin baik karena mereka memiliki tujuan yang sama, namun ketika tujuan mereka sudah tercapai, mereka tetap menjaga hubungan baik di dalam kelompok. Dimana pembentukkan kelompok
tersebut
berguna
dalam
hal
pengajuan
proposal
demi
mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Namun, pembentukkan kelompok tersebut, harus di laporkan terlebih dahulu kepada pengelola pelabuhan, hal tersebut berguna sebagai pendataan jika pengawas dari PEMKAB turun untuk mengecek bantuan yang di berikan tepat sasaran sesuai dengan proposal yang di ajukan. a)
Kelompok Nelayan Kelompok merupakan penggabungan antara individu-individu yang
terdiri atas 3 orang atau lebih. Kelompok di bentuk untuk mempermudah seseorang dalam pencapaian sebuah tujuan. Selain itu, kelompok di bentuk untuk mempermudah seseorang agar suara mereka atau pendapat mereka lebih di dengar atau di hargai. Di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat terdapat kelompok-kelompok nelayan. Namun, kelompok nelayan yang ada, bukan hanya terdiri atas para nelayan saja, akan tetapi tauke pun
55
di perbolehkan untuk bergabung ke dalam sebuah kelompok. Dengan catatan, para tauke ini harus menjadi ketua di dalam anggotanya dan ketika mendapatkan bantuan, maka bantuan yang di peroleh harus bersifat kelompok bukan individual/pribadi. Karena pemerintah memberikan bantuan
tersebut
untuk
kepentingan
bersama/kelompok.
Kemudian
kelompok nelayan ini, tidak hanya terdiri atas anggota-anggotanya saja, melainkan di dalam kelompok nelayan ini juga terdiri atas ketua kelompok, bendahara kelompok, sekretaris kelompok kemudian anggota kelompok. Namun, dari kedudukan semacam itu di dalam sebuah kelompok memiliki tugas yang berbeda tetapi memiliki tanggung jawab yang sama. Berikut kutipan wawancara Marwan (55 Tahun) : “Dulu kelompok nelayan di sini tu berupe nelayan kecil yang biasenye jumlahnye 2-3 orang. Sistemnye tu pun bagi hasel gitu. Tapi sistem macam tu kan tak ngerubah hidop kami. Jadi kami di suroh bentok kelompok besa, yang nantinya kelompok-kelompok besa macam ni akan di bantu dalam bentuk barang, barangnye tu pon ye alat tangkap gitu, macam boat, box fiber, olari, kelong apong” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan tidak sama dengan pernyataan Zakaria (54 tahun) yang menyatakan bahwa : “Kelompok yang ade dekat sini bukan cume kelompok-kelompok gitu aje. Tapi kelompok yang ade dekat sini punye ketentuan. Ketentuannye setiap kelompok harus punye name kelompok, punye ketue, punye sekretaris, punye bendahare same punye anggota. Tak cume itu aje, tapi kelompok yang ade, harus punye tujuan. Teros di laporkan ke pengelola pelabuhan. Biar orang pengelola tu lapor ke PEMKAB” (wawancara tanggal 3 Maret 2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan bahwa :
56
“Kelompok yang ade dekat sini awalnye karne pak herman (pengelola pelabuhan). Pak herman yang suroh kami bentok kelompok soalnye pak herman kasian same kami, masih banyak yang tak punye alat tangkap gitu lah. Jadi pak herman suruh kami bentok kelompok dan suroh kami ngajukan proposal ke PEMKAB” (wawancara tanggal 7 Maret 2016)
Pernyataan M.Ali sama dengan pendapat Rio Ardiyanto ( 30 tahun) yang menyatakan : “Kelompok yang ade di sini, semuenye same. Same-same untok dapat bantuan. Cume mungkin tujuan dari proposal tu aje yang tak same. Di dalam kelompok kan juge ade ketue, bendahara, sekretaris. Nah, ketue tu harus bise ngatur kami-kami, misalnye ade rapat ketue harus adil dan mau nerime pendapat kami gitu lah. Tapi tak semuenye harus ketue yang ngejekan, kami pun bantu juge lah. Kan kelompomtu di bentok untu kepentingan same-same juge” (wawancara tanggal 11 maret 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto berbeda dengan pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Kelompok yang kami bentok ni bukan cume untuk dapat bantuan aje, tapi kami melaut pun kami same-same. Cume tak ramai-ramai gitu juge. Kami satu kelompok 10 orang, trus saye ke laut nye cume betige aje. Yang laen pun gitu juge. Soalnye bantuan yang di kasih same PEMKAB tu kan tak untuk maseng-maseng, tapi untuk same-same” (wawancara tanggal, 10 April 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Sebelom ade kelompok besa macam ni kan kami memang dah ade kelompok kecik, cume kelompok kecik ni kan tak terdaftar, jadi di lua kelompok pun kami maseh same-same. Kelaot same-same, cume ye tak 1 kelompok tu juge lah, ramai sangat. Paleng bedue atau betige-tige gitu aje” (wawancara tanggal 31 maret 2016)
Pernyataan Samat sama dengan pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan :
57
“Awalnye kelompok ni kan di bentok untok dapat bantuan aje, tapi karne kami dah biase kelompok-kelompok kecik ye, jadi nak besa atau pun kecik kelompoknye, tetap aje kalau ade ape-ape kami same-same. Jadi kelompok tun di bentok bukan cume untok dapat bantuan aje dek” ( wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono tidak sama dengan pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Ketue kelompok yang ade di dalam kelompok, biasenya pakai sistem musyawarah gitu lah. Bukan asal tunjuk-tunjuk aje. Tapi kalau di kelompok tu ade tauke, biasenye tauke tu lah yang jadi ketue kelompok. Soalnye kan tauke lebeh tau masalah kelompok-kelompok. Kalau nelayan biase mane begitu faham, dek. Name kelompok ye kelompok tu sendiri lah yang buat. Suke-suke kelompok tu lah nak pakai ape buat name kelompok die” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir tidak sama dengan pendapat Herman (44 tahun) yang menyatakan : “Sebetolnye kelompok yang ade ni awalnye cume untok dapat bantuan dari PEMKAB aje, tapi lame-lame kelompok ni banyak kasih manfaat lah buat kami. Salah satunye aje, kerjaan jadi lebih ringan karne di kejekan same-same” (wawancara tanggal 10 April 2016)
Dari hasil wawancara di atas, menyatakan bahwa ada pendapat yang sedikit berbeda, yang meliputi 4 responden menyatakan bahwa kelompok nelayan ini ada untuk memperoleh bantuan dan kelompok ini memberikan manfaat bagi setiap anggotanya. Namun 6 orang responden mengatakan bahwa di dalam kelompok nelayan memiliki sistem dan aturan, dimana aturan tersebut meliputi setiap kelompok harus memiliki ketua, bendahara, sekretaris dan anggota. Kemudian jika di dalam kelompok terdiri atas tauke maka tauke tersebut yang akan menjadi ketua di dalam kelompok.
58
b)
Jumlah Kelompok Nelayan Di Desa Malang Rapat, terutama di Pelabuhan Dusimas Kampung
Tg.Keling, terhitung dari tanggal 1 januari 2016, di Pelabuhan Dusimas Kampung Tg.keling terdapat 3 kelompok nelayan, yang meliputi : 2 kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Dua kelompok nelayan jaring meliputi kelompok nelayan Kuda Laut dan kelompok nelayan Bahari. Kelompok nelayan Kuda Laut terdiri atas 10 orang, yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 7 orang anggota. Dan kelompok nelayan Bahari terdiri atas 16 orang, yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 13 orang anggota. Kemudian ada 1 kelompok nelayan kelong apung. Kelompok nelayan kelong apung bernama kelompok nelayan Gemilang, yang terdiri atas 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 3 orang anggota. Jumlah dari masing-masing kelompok tidak di batasin. Tergantung dari kebijakan kelompok itu sendiri, ingin mengrekrut berapa jumlah anggotanya. Kemudian dari kelompok-kelompok besar tersebut, mereka memecahkan diri ke kelompok-kelompok kecil, yang beranggotakan 2-5 orang. Pemecahan anggota kelompok semacam ini bukan berarti mereka keluar dari kelompok besar tersebut, akan tetapi pemecahan kelompok semacam ini hanya untuk keperluan melaut saja dengan menggunakan bantuan yang d berikan oleh PEMKAB Seperti kutipan wawancara yang di katakan oleh Herman (44 tahun) yang menyatakan bahwa :
59
“Kelompok nelayan dekat sini terhitung dari tanggal 1 januari 2016 ade 3 kelompok besa. Ade Kude laot, bahari dan gemilang. Kuda Laut ade 10 orang, bahari ade 16 orang, yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 13 orang anggota. Same gemilang ade 6 orang”(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Setau saye kelompok dekat sini tu untok tahun ni cume 3 kelompok aje dek yang akan ngajukan proposal. Tak tau lah kalau naek ke PEMKAB kelak ade berape kelompok. Soalnye daerah laen kan punye kelompokkelompok juge dek” (wawancara tanggal 11 februari 2016)
Pernyataan samat memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Kelompok nelayan dekat sini tu sebetolnye banyak. Cume tiap tahun die berubah. Berubah dalam artian, tujuannye, same anggotenye. Misalkan tahun ni proposal kelompok die gol, tahun depan die tak boleh ngajukan proposal lagi. Kelompok itu fakum selama 3 tahun. Soalnye ketentuan dari pusatnye, setiap kelompok boleh mengajukan proposal untuk mendapatkan bantuan dengan catatan die harus ngajukan minimal 3 tahun sekali” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan : “Kelompok nelayan yang ade di sini tu setau saye cume 3 dek, 2 kelompok nelayan jareng same 1 lagi kelompok nelayan kelong apung gitu lah. Saye pun kurang tau dek” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.ali sama dengan pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan :
60
“Kelompok yang ade di sini tu kalau tak salah lah dari rapat kemaren cume 3. Tak banyak lah dek. Tiap tahun kan kelak ganti-ganti juge” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Kelompok di sini untuk tahun ni cume 3 kelompok aje, 2 kelomponye nelayan biase same 1 kelompok yang ngajukan kelong apung” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Kelompok nelayan yang ade dekat sini tu ade 3 kelompok dek. Kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Mereke melaot masih pakai alat laot yang sederhane, macam jareng, bubu same jale. Ade juge yang pakai boat/sampan tapi yang makai pun cume beberape orang aje. Paleng tauke yang punye. Maseh banyak juge nelayan sini yang keje same tauke. Makanye kami ni buat kelompok untok dapat perlengkapan melaot yang agak baek, biar gampang untok pegi ke laot “ (wawancara Tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Kelompok di sini tu sebetolnye banyak dek, tapi pas rapat kemaren untok tahun ni baru 3 kelompok aje dek yang dah pasti ngajukan proposal ke PEMKAB kelak. Tak tau lah bakal nambah atau ngurang” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pernyataan Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Kelompok nelayan sini masih tergolong nelayan tradisional lah. Alat tangkap pun masih terbatas gitu lah dek. Masih menjage ekosistem laot gitu. Biar ikan same laot pun bise kami jage. Kalau pakai alat modern, kami
61
bukan jage laot, yang ade kami ngerusak laot dek” (wawancara tanggal 14 februari 2016) Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat zakaria ( 54 tahun) yang menyatakan : “Nelayan yang ade dekat sini tu bise di bilang nelayan tradisional. Tradisional dalam artian alat tangkap yang terbatas dan masih banyak juge nelayan yang belom punye perlengkapan melaot yang lengkap. Disini juge ade aturan kalau nelayan sini tak boleh pakai bom ikan. Soalnye nanti laot rusak, kalau dah rusak, nelayan sini juge bakal kene imbasnye” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Dari hasil wawancara di atas, membuktikan bahwa pernyataan informan terkait jumlah
kelompok ada yang memiliki perbedaan, 8 informan
mengatakan bahwa nelayan Desa Malang Rapat terdapat 3 kelompok nelayan besar. Tiga kelompok nelayan besar tersebut meliputi 2 kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Kemudian 2 informan mengatakan bahwa dari jumlah kelompok nelayan Desa Malang Rapat ini jika di lihat dari alat tangkap maka bisa di kategorikan sebagai nelayan yang tradisional. Itu di buktikan dengan adanya jumlah kelompok nelayan. Adanya kelompok nelayan dengan 3 kelompok besar ini tujuannya untuk mengajukan proposal dan mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Pengajuan proposal ini di dasari karena para anggota nelayan memiliki keterbatasan dalam hal alat tangkap. Alat tangkapnya pun masih tradisional, seperti jaring, bubu dan jala. Tidak ada di jumpai nelayan Desa malang Rapat yang menggunakan kapal-kapal besar dengan perlengkapan yang modern, bom ikan, ranjau ikan bahkan setrum listrik untuk ikan. Karena nelayan Desa Malang Rapat masih banyak menggunakan alat tradisional,
62
hal tersebut yang mendorong para nelayan untuk membentuk sebuah kelompok. Namun pembentukkan kelompok ini, tidak hanya untuk mempermudah dalam pembentukkan
memperoleh bantuan dari PEMKAB saja, tetapi
kelompok
ini
berguna
dalam
pemupukkan
modal.
Pemupukan modal disini dalam artian ketika seorang individu tidak memiliki modal tapi ingin melaut, maka individu ini akan bergabung ke individu lain untuk perolehan modal dan akhir nya akan membentuk sebuah kerjasama. Dari pemupukan modal ini yang pada akhirnya akan memunculkan ketergantungan. Dan dari ketergantungan ini yang pada akhirnya memunculkan sebuah kepentingan yang ketika kepentingan tersebut akan di wujudkan, maka akan membentuk sebuah kelompok. c)
Proses Terbentuknya Kelompok Nelayan Pembentukkan kelompok bermula dari penggabungan individu-individu
yang merasa bahwa dirinya memiliki perlengkapan melaut yang kurang dan memiliki modal. Karena keterbatasan modal yang menjadi faktor pendorong keterbatasan terhadap alat tangkapan. Maka hal ini yang menyebabkan nelayan Malang Rapat tergolong kedalam nelayan tradisional. Karena dengan keterbatasan alat tangkapan, maka para nelayan hanya menggunakan perlengkapan
melaut
seadanya.
Namun,
pengelola
memberitahukan bahwa para nelayan bisa mendapatkan
pelabuhan perlengkapan
melaut tanpa harus mengeluarkan modal. Tetapi dengan cara, para nelayan harus bergabung ke dalam sebuah kelompok dan kelompok nelayan yang terbentuk, tidak hanya beranggotakan oleh nelayan-nelayan kecil saja,
63
namun ada juga kelompok nelayan yang beranggotakan oleh tauke. Tetapi tauke ini akan menjadi ketua kelompok di dalam kelompoknya. Tauke boleh bergabung ke dalam kelompok, dengan maksud untuk memperoleh bantuan berupa perlengkapan melaut yang ia belum ada. Namun ketika bantuan sudah di terima, bantuan tersebut tidak bersifat pribadi namun bantuan yang di peroleh harus tetap di gunakan secara bersama-sama. Karena tujuan di berikannya bantuan adalah untuk mempererat hubungan kerjasama yang sudah ada dan mempermudah nelayan dalam pergi ke laut. Pembentukkan kelompok nelayan bermula atas dasar memiliki kepentingan yang sama dan berdasarkan kebutuhan yang di butuhkan oleh individu-individu yang bergabung kedalam sebuah kelompok nelayan. Tujuan terbentuknya kelompok-kelompok nelayan di desa Malang Rapat ini sebenarnya untuk memperoleh bantuan dari PEMKAB. Dimana bantuan ini tidak bisa di ajukan secara individu, namun harus di ajukan dalam bentuk kelompok. Sehingga individu-individu ini bergabung dan membentuk sebuah kelompok nelayan. Dimana kelompok yang terbentuk ini, memiliki tujuan yang sama. Namun, kelompok-kelompok yang sudah terbentuk ini sebenarnya memiliki perbedaan. Perbedaan kelompok-kelompok yang terbentuk ini di bedakan berdasarkan kepentingan mereka. Kepentingan yang di maksud berupa jenis bantuan yang ingin di peroleh. Berikut petikkan wawancara informan Nelayan Herman (44 tahun) yang menyatakan bahwa : “Awalnye pembentukkan kelompok ni bermula karne saye kasian tengok nelayan sini yang maseh banyak tak punye perlengkapan melaot
64
yang sesuai. Makanye saye ngajak nelayan-nelayan dekat pelabuhan sini untok bentok kelompok teros cobe ngajukan ke PEMKAB, awalnye proposal kami di tolak, tapi lame-lame proposal kami goal” (wawancara tanggal 12 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Jumlah kelompok kecil dekat sini tu banyak, cume kelompok besa nye ade 3. Tapi semue kelompok dekat sini tu tak same ye. Bukan tak boleh same, tapi memang harus bede lah. Kalau same nanti, macam mane orang PEMKAB tu nak data kami” (wawancara tanggal 11 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Kelompok disini tu kalau di tengok dari jenisnye same semue dek, cume yang buat bede tu dari tujuan same aturan kelompoknye aje lah kalau saye tengok. Kalau tujuan kami same semue, kelak macam mane isi roposal kami. Yang ade orang atas sane malas nak bace proposal kami, gare-gare modelnye same semue” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki kesamaan dengan Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Semue kelompok ye harus bede lah, mane ade kelompok yang same. Setiap kelompok tu kan harus punye ciri khas nye dek. Itu point juge loh dek yang di tengok dari orang atas yang datang survey ke lapangan langsung” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria berbeda dengan pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Awalnye kelompok ni ade karne ide dari pak herman (pengelola pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.keling), die bilang die kasian tengok kami. Nelayan sini banyak yang hidup enak teros punye perlengkapan laot yang bagos tu semue karne pak herman tu lah” (wawancara tanggal 28 februari 2016)
65
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Kelompok ni ade karne inisiatif dari pak herman, die kasih tau ke kami kalau kami yang tak punye alat tangkap ni sebetolnye bise punye, dengan care ngajukan proposal/mintak ke pemerintah sane. Cume ade carenye lah kalau nak dapat. Nah, pak herman tu lah yang ngajarin kami dek. Makanye kami bise sampai sekarang ni dek” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Awalnye kelompok dekat sini tu di bentok oleh pengelola sini, tapi sebenanye sebelom tu kami dah ade kelompok-kelompok sendiri untok kelaot. Cume kelompok yang sekarang ni kan bede. Bentok kelompok sekarang ni kan untuk dapat bantuan. Kalau kemaren tu kan untok pegi laot je”(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam berbeda dengan pendapat M.ali ( 35 tahun) yang menyatakan : “Kelompok yang ade dekat sini tu tak same, misalnye kelompok kude laut. Kelompok kude laut ni tak same dengan kelompok bahari. Kelompok kude laut ni ade karne dia nak dapat bantuan box fiber. Teros kelompok bahari ni ade karne die nak dapat olari. Jadi kelompok-kelompok ni bede karne tujuan mereke yang tak same.”(wawancara tanggal 10 Februari 2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Di sini ade 3 kelompok besar nelayan, tapi dari tige kelompok ni tak ade yang same. Bukan berarti tak boleh same. Tapi kelompok ni takot kalau seandainye mereke same, nanti pas mereke ngajukan proposal, malah persaingannye berat. Makanye mereke tak mau same. Bedenye mereke dengan yang laen tu di tengok dari tujuan mereke. Misalnye mereke butohkan tu olari, berarti kelompok laen nanti ngajukan box fiber” (wawancara Tanggal 23 Februari2016)
66
Kemudian pernyataan M.ali dan Marwan berbeda dengan pendapat udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Pengelola pelabuhan tak membatasi siape aje yang boleh bentok kelompok. Kami para tauke pun di perbolehkan juge untuk bergabung ke dalam sebuah kelompok yang ade. Cume kalau kelompok kami dapat bantuan, tak oleh bantuan tersebut jadi milek pribadi . macam saye, saye kan tauke. Teros saye ni jadi ketue dalam kelompok saye. Teros anggote kelompok saye ni adalah nelayan-nelayan yang keje same saye tapi ade juge nelayan yang tak keje same saye. Pas kelompok kami dapat bantuan, bantuan tu ye kami pakai same-same. Tak ade bantuan tu jadi milik pribadi kami macam box fiber, olari same kelong apung. Teros kami ni bentok kelompok ni bukan asal bentok-bentok aje, tapi kelompok ni kami bentok harus punye tujuan biar jelas” (wawancara tanggal 27 Februari 2016)
Dari kutipan wawancara di atas, proses terbentuknya kelompok nelayan ini memiliki pendapat yang berbeda, 5 orang informan menyatakan bahwa kelompok nelayan ada bermula dari rasa simpati pengelola pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.Keling melihat masih banyak nelayan yang belum mempunyai perlengkapan melaut yang memadai. Namun, tidak hanya itu sebenarnya nelayan sudah mempunyai kelompok-kelompok kecil, hanya saja kelompok kecil tersebut ada hanya untuk pergi kelaut/ hanya untuk urusan pekerjaan saja. Akan tetapi dengan pembentukkan kelompok besar semacam ini, nama para nelayan jelas sudah terdaftar di Pemerintahan Bintan. Itu memudahkan mereka untuk memberikan bantuan kepada para nelayan. Bantuan yang di berikan berupa perlengkapan melaut. Namun 5 informan juga berpendapat bahwa di dalam kelompokkelompok nelayan ini tidaklah sama. Dimana perbedaan setiap kelompok di pengaruhi oleh tujuan dan kepentingan untuk mendapatkan bantuan yang berbeda. Namun perbedaan masing-masing kelompok ini hanya di
67
pengaruhi oleh jenis bantuan yang akan di ajukan. Hal tersebut di lakukan untuk memperkecil persaingan, karena yang mengajukan proposal bukan hanya nelayan dari Desa Malang Rapat saja, akan tetapi yang mengajukan proposal dari seluruh desa nelayan Se Bintan. Apabila di satu desa memiliki kelompok nelayan yang sama, maka akan sulit untuk mereka mendapatkan bantuan dari PEMKAB. d)
Syarat Untuk Memperoleh Bantuan PEMKAB Untuk mendapatkan bantuan dari PEMKAB, para nelayan harus
terlebih dahulu membentuk sebuah kelompok. Dimana dengan adanya kelompok, maka akan mempermudah PEMKAB untuk memberikan bantuan kepada nelayan. Pembentukkan kelompok nelayan ini berguna dalam pengajuan proposal untuk mendapatkan bantuan alat tangkap. Dimana bantuan dari PEMKAB melalui proposal ini bisa di ajukan 3 tahun sekali. Dengan jenis bantuan yang berbeda. Dengan catatan, bantuan yang di berikan oleh PEMKAB melalui pengurus pelabuhan tidak boleh di perjualbelikan demi kepentingan pribadi, kelompok atau hal lainnya. Karena bantuan yang di berikan PEMKAB, bukan untuk di perjual-belikan, melainkan untuk memenuhi kebutuhan dari para kelompok-kelompok nelayan. Berikut petikkan wawancara informan nelayan Herman (44 tahun) yang menyatakan bahwa : “Saye yang awalnye membuat kelompok-kelompok nelayan ni, dimane kelompok nelayan ni banyak yang tak punye alat tangkap. Banyak juge nelayan lokal yang masih kerje dengan tauke. Jadi, saye ni selaku pengelola pelabuhan ni mintak para nelayan untuk membentok sebuah kelompok.
68
Kemudian saye suruh mereke ngajukan proposal untok mendapatkan bantuan dari pemerintah. Tapi, bantuan yang di beri pemerintah tak boleh di jual. Karne setiap beberape bulan sekali aka nada petugas yang datang ke saye buat ngecek kelompok mane saje yang bantuannye masih ade. Jike ketahuan ada bantuan yang di kasih lalu di jual make nelayann tersebut tidak akan mendapatkan bantuan lagi dari PEMKAB “(Wawancara tanggal, 8 Februari 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Untok dapat bantuan dari PEMKAB tu sebetolnye tak senang, susah. Ade aturan maen die. Kite salah buat proposal/ susunan die salah, proposal kite di tolak die. Yang ade proposal kite sie-sie” (wawancara tanggal 8 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh Ruslan (46 tahun) yang menyatakan: “Nak dapat bantuan dari atas tu bukan senang dek, susah nye minta ampun. Kelompok kami nak berape kali ngajukan baru jebol. Itu pon kene bantu sama pak herman. Kalau tak karne pak herman, mane bisa jebol proposal kami. Nak buat proposal pun kite haros tau dek susunannye macam mane, salah susunanye, berarti proposal kite salah” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat Abdul Khadir yang menyatakan : “Syarat awal nak dapat bantuan ye kite harus buat kelompok kite dulu, teros kita harus laporkan name-name anggote kelompok kite ke pengelola pelabuhan bia pengelola lapor ke atas. Habes tu kite ngajukan kan bantuan ape yang kite nak lewat proposal. Habes tu tumggu aje lah, kite dapat atau tak” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan:
69
“Syarat nak dapat bantuan tu kite kene buat kelompok, di dalam kelompok tu harus ade ketue, sekretaris, bendahara same anggota. Lepas tu kite buat lah nama kelompok kite tu ape. Tapi kelompok kite bebas nak berape orang” (wawancara tanggal 10 februari 2016)
Pernyataan M.ali memiliki kesamaan dengan pendapat Samat (55 tahun), yang menyatakan : “Syarat nak dapat bantuan tu tak payah dek, tapi buat proposal yang betol same langsung jebol tu je yang susah. Banyak kelompok yang tak dapat bantuan cume karne proposalnye salah. Padahal mereke dah ngikot syara. Yang katenye harus punye kelompok lah, daftar lah, apa lah. Tapi tetap juge tak jebol” (wawancara tanggal 31 maret 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Awalnye kite haros punye kelompok dulu, teros kite haros tau lah ngape kite punye kelompok ni, ape yang nak di ajukan. Karne pecume punye kelompok tapi tak jelas kelompok ni buat ape. Itu same aje bohong dek” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Syarat awal nak dapat bantuan tu sebetolnye kite haros punye kelompok, di dalam kelompok tu harus ade ketue, sekretaris, bendahara dan anggota. Anggota yang gabong tu harus betol-betol nelayan yang tak punye perlengkapan melaot dulu. Teros kalau dah dapat bantuan, bantuan tu bukan hak/milek pribadi tapi bantuan tu untuk kepentingan bersama. Karna barang tu kan di dapat dari bantuan bukan beli sendiri” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan :
70
“Syarat awalnye ya kite harus punye kelompok. Tapi jumlah anggotanya kan tak di batasin. Bebas. Habes tu kite ngajukan proposal lah. Dapat bantuan atau tak ye tergantung dari proposal kite lah. Kan yang nilai proposal kite tu orang atas” (wawancara tanggal 10 april 2016) Pernyataan Razam memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Syarat nye tu kita haros punye kelompok soalnye bantuan yang di kasih PEMKAB tu bukan untok sendiri tapi untok same-same. Makanye syarat awalnye kite haros punye kelompok” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Dari hasil wawancara di atas, jelas bahwa ternyata di dalam syarat untuk memperoleh bantuan, terdapat perbedaan pendapat d antaranya 8 orang menyatakan bahwa
syarat awal untuk memperoleh bantuan dari
PEMKAB ialah nelayan harus terlebih dahulu bergabung kesebuah kelompok, dimana kelompok tersebut harus terdiri dari ketua kelompok, bendahara kelompok, sekretaris kelompok dan anggota kelompok. Selain itu, para kelompok nelayan ini harus melaporkan kelompok mereka kepada pengelola pelabuhan, agar pengelola bisa mencatat nama-nama kelompok beserta anggotanya. Hal tersebut di lakukan agar ketika pihak PEMKAB mensurvey kelapangan untuk mendata, maka pihak pengelola memiliki data yang jelas tentang jumlah kelompok dan anggotanya. Kemudian 2 orang lainnya menyebutkan bahwa walaupun dirinya sudah masuk dan bergabung kedalam sebuah kelompok, tetapi untuk mendapatkan bantuan bukanlah hal yang mudah. Untuk mendapatkan bantuan tersebut, tergantung dari nasib.
71
e)
Pemecahan Kelompok Nelayan yang Di Anggap Sah dalam Sebuah Kelompok Seorang individu yang sudah tergabung kedalam sebuah kelompok,
ketika tujuannya sudah terpenuhi, maka ketika seorang individu ingin keluar dan bergabung kepada kelompok baru, itu di perbolehkan tergantung dari kesepakatan yang telah terjadi didalam sebuah kelompok nya. Dengan cara, anggota yang ingin memisahkan diri dari anggota nya harus melaporkan diri kepada ketua kelompok dan harus di rapatkan agar mendapatkan kesepakatan dari anggota lain yang sudah bergabung di dalam kelompok yang sudah terbentuk. Memisahnya salah satu anggota kelompok, biasanya ingin mengajukan proposal dengan kebutuhan perlengkapan melaut yang kurang atau tidak ada. Dan biasanya anggota ini, memisahkan diri dari kelompok awalnya lalu bergabung ke kelompok yang di anggap sama-sama memiliki kebutuhan yang sama. Keluarnya sebuah anggota kelompok, lalu bergabung dengan kelompok lain merupakan hal yang sah karena sudah mendapatkan kesepakatan dari kelompok awalnya. Sehingga tidak terjadi kesalahfahaman di masing-masing anggota kelompok. Karena keanggotaan sebuah kelompok tidak bersifat permanen. Sehingga keluarnya seorang individu dari kelompoknya dianggap sah selagi tidak merugikan anggota yang lain. Berikut kutipan wawancara oleh informan Razam (51 tahun) : “Tak ade larangan untok anggote yang nak keluar/masuk ke dalam kelompok laen. Tapi bukan asal keluar-keluar ajegitu aje, yang nak keluar harus bicare dulu same ketue biar di rapatkan. Lagi pun semue tu ade
72
prosedor die dan semue yang dah gabong haros ngikot prosedur yang ade” (Wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan bahwa : “Kalau ade anggota yang nak kelua, kelua aje tak ape-ape lah. Cume kalau nak kelua harus tetap lapor ke ketue kelompok lah. Tak boleh langsong kelua-kelua gitu je “ (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Boleh-boleh aje kalau nak kelua dari kelompok. Nape pula tak boleh. Taka de larangan juge lah buat tak bole kelua. Kalau misalnye die nak dapat bantuan yang laen teros kelompok laen tu nak ngajukan juge, die boleh aje masok ke kelompok itu. Cume masalahnye, kelompok mau atau tak terime die” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria memiliki perbedaan dengan Herman (44 tahun) yang menyatakan bahwa : “Sebetolnye tak payah lah nak kelua-kelua dari kelompok tu. Buat ape juge. Kan kelompok ni di bangon same-same teros ade tujuanye juge. Masak cume gare-gare masalah kecik nak kelua-kelua. Cume kelompok ni kan tak bersifat permanen, tiap tahun boleh aje di ubah anggotanye, boleh kelua teros boleh juge gabong same kelompok laen. Cume kalau nak macam tu kite ngomong baek-baek juge lah, bukan asal kelua-kelua aje” (wawancara tanggal 12 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Kelompok ni kan di bentok karne punye tujuan. Kalau tujuan tu dah tercapai, semue anggote ye bebas lah nak buat ape. Kalau nak kelua, kelua aje lah. Tak jadi masalah” (wawancara tanggal 28 april 2016)
73
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Tak ade larangan lah dek buat kelua dari kelompok tu, cume kalau nak kelua tu yang bilang baek-baek. Teros di rapatkan juge lah dek. Bia semue anggota tau, kalau ade anggotanye yang nak kelua” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh pendapat Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Boleh aje lah dek kalau nak kelua dari kelompok tu, tak masalah juge lah. Soalnye pas bentok kelompok kemaren, taka de pula aturan larangan untok tak boleh kelua dari kelompok. Cume tak tau lah kalau kelompok laen. Kalau kelompok kami tak pula” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto memilii kesamaan dengan pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Untok kelua masok boleh aje lah, kalau die nak kelua, kelua aje lah tak ape-ape. Cume kan di rapatkan juge, die haros kasih tau ngape die nak kelua. Bukan diam-diam gitu” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir, memiliki kesamaan dengan pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan : “Boleh-boleh aje lah dek kalau nak kelua, tak jadi masalah pun” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Tak masalah lah kalau nak kelua dari kelompok. Cume kan harus lapor ke ketue juge. Bia senang di rapatkan nanti” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
74
Dari hasil wawancara di atas, ada 1 pendapat yang berbeda bahwa tak seharusnya anggota dari sebuah kelompok keluar dan bergabung kedalam kelompok lain. Karena kelompok sebelumnya di bentuk karena memiliki tujuan dan setelah tujuan tersebut tercapai tak seharusnya anggota tersebut keluar dari kelompok awalnya. Namun ada juga yang berkata lain, 9 orang informan mengatakan hal sebaliknya bahwa sebenarnya tidak ada larangan keras untuk para anggota nya keluar/masuk dalam sebuah kelompok. Hanya saja, setiap anggota harus tau dan faham akan aturan-aturan yang ada di dalam sebuah kelompok sebelum individu bergabung ke dalam sebuah kelompok. Selain itu, keluar/masuknya individu di sebuah kelompok harus memiliki alasan yang jelas dan alasan tersebut harus di bahas di sebuah rapat. Dimana rapat tersebut akan di pimpin oleh ketua kelompok. Rapat semacam ini di lakukan, agar semua anggota yang ada di dalam sebuah kelompok tau kalau ada anggota nya yang keluar dengan sebuah alasan yang dapat di terima oleh semua anggota kelompok. f)
Kepemilikkan Alat Tangkap Kepemilikkan alat tangkap dari bantuan yang di berikan oleh PEMKAB
melalui pengelola pelabuhan melewati proposal, biasanya kepemilikan tersebut bersifat individu atau terdiri dari kelompok-kelompok kecil dari kelompok induknya. Seperti jenis bantuan box fiber. Bantuan box fiber tersebut di dapat oleh kelompok nelayan Kuda Laut. Kelompok nelayan Kuda Laut mengajukan proposal kepada PEMKAB berupa 16 unit Box
75
fiber. Dimana Box Fiber tersebut akan di bagikan ke 16 anggota di dalam kelompok tersebut. Berikut petikan wawancara informan nelayan Samat (34 tahun) yang menyatakan bahwa : “Kelompok saye baru mendapatkan 16 box fiber dari PEMKAB, anggota saye ade 16 orang jadi masing-masing dapat 1 buah box fiber. Tapi tak semue bantuan yang di kasih tu dapat satu-satu. Ni karne kelompok kami ni lagi beruntong aje, Soalnye ade juge kelompok laen tak dapat bantuan satu-satu macam kami ni” (Wawancara tanggal,3 maret 2016)
Pernyataan Samat memiliki perbedaan dengan pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan : “Kepemilikkan alat tangkap tu tetap lah untok kelompok, cume kan di pakai same-same. Tak masalah lah. Cume haros di jage aje” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pendapat M.ali di dukung oleh pendapat Herman (44 tahun) yang menyatakan: “Kelompok saye ngajukan kelong apung ke PEMKAB, anggote kami 6 orang tapi kami cume nerime 1 aje kelong apungnye. Karne cume dapat satu, ye kami pakai same-same. Gantian gitu lah, kalau tak pun haselnye kami bagi-bagi gitu”(wawancara tanggal 12 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki kesamaan dengan Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Semue bantuan yang di kasih tu ye untok same-same, macam dapat bantuan olari same boat, ye semue anggote boleh lah pakai barang tu samesame” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan :
76
“Masalah kepemilikan alat tangkap ye tanggung jawab kelompok lah, kan ngajukan kemaren pakai name kelompok, jadi ye untok kelompok juge lah. Same-same saleng jage lah” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedaan dengan Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Kami kan satu kelompok ade 16 orang, teros kami ngajukan proposal untuk mintak 16 unit Box fiber. Habes tu proposal kami jebol. Pas dapat tu ye kami bagikan 1 orang 1 unit. Habes tu ye itu jadi tanggung jawab die lah masalah barang tu. Dah tak ade urusan lagi” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Kelompok kami kemaren dapat bantuan 16 box fiber. Jumlah anggota kelompok kami ade 16 orang. Jadi kami dapat satu sorang lah bantuan tu. Tapi kelompok laen tak macam tu juge. Tu rejeki kelompok kami je” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan zakaria memiliki kesamaan dengan pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Kepemilikan alat tangkap kelompok kami ni sifatnye maseng-maseng. Soalnye kami dapat satu orang satu barang” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Namun pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Semue bantuan yang di kasih pemerintah tu ye tanggung jawab samesame, mane ade maseng-maseng. Kan yang ngajukan kelompok bukan maseng-maseng” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
77
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Kalau masalah kepemilikan alat tangkap, setau saye ye itu tanggung jawab same-same lah dek. Soalnye kan semue anggote punye tujuan same dekat dalam proposal. Jadi ye kalau dapat bantuan ye harus di jage samesame lah” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Dari hasil wawancara di atas, ada perbedaan pendapat. Ada 4 informan yang mengatakan bahwa kepemilikan alat tangkap menjadi tanggung jawab pribadi soalnya bantuan yang di terima untuk individu. Namun 6 orang informan mengatakan hal sebaiknya bahwa bantuan yang di berikan besifat kongsi/bagi dan bersifat kelompok tidak individual. Sehingga semua anggota berhak untuk menggunakan bantuan tersebut. Namun bantuan yang di berikan harus di jaga dan tidak di perjual/belikan. b.
Konflik Konflik merupakan pertentangan atau percecokkan. Pertentangan sendiri
bisa muncul kedalam bentuk pertetangan ide maupun fisik antara dua belah pihak bersebrangan (Susan,8:2010). Konflik bisa muncul di dalam masyarakat pada skala yang berbeda, seperti : konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok ( intergroup conflict), konflik kelompok dengan Negara (vertical conflict), konflik antar Negara (interstate conflict). Tiap skala konflik, memiliki latar belakang dan arah perkembangan yang berbeda. Masyarakat di dunia, pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antar perorangan sampai antar Negara. Konflik yang bisa di kelola secara arif dan bijaksana akan dapat di selesaikan tanpa menghadirkan kekerasan. Namun, jika konflik tidak dapat di
78
kelola dengan baik, maka akan menimbulkan perang dan pembantaian. (Susan,2009:xxiii-xxiv). Di dalam konflik juga ada beberapa bentuk persaingan/konflik di dalam masyarakat, yang meliputi : konflik ekonomi, konflik kebudayaan, konflik kedudukan dan peranan serta konflik Ras. Namun pada temuan di lapangan, bahwa di dalam masyarakat nelayan memiliki konflik. Hanya saja, konflik yang muncul pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah konflik yang tidak berujung pada pembantaian/kekerasan dan konflik tersebut masih bisa di selesaikan. Tetapi pada temuan di lapangan konflik yang terlihat yaitu berupa konflik tentang kepemilikan alat tangkap dan konflik tersebut termasuk ke dalam konflik ekonomi. Dimana konflik muncul karena keterbatasan persediaan yang di miliki oleh individu sehingga memunculkan kecemburuan sosial di dalam diri setiap individu maupun kelompok (Soekanto,83:2007). Berikut Kutipan wawancara oleh Herman (44 tahun): “Setiap tempat pasti ade masalah lah. Cume masalah yang muncolkan macam-macam juge. Macam masalah dekat sini, sebetolnye masalah tu tak besa, cume orangnye je yang suke membesa-besakan masalah. Masalah dekat sini tu ye cume berebot alat tangkap gitu. Yang satu dapat alat tangkap dari PEMKAB, yang satunye tak dapat. Jadi yang tak dapat ni iri. Karne iri tu lah ujungnye jadi masalah. Tak sedap hati, gitu aje lah” (wawancara tanggal 15 april 2016) Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan pendapat Samat (34 tahun) yang menyatakan :
79
“Setau saye tak ade masalah ape-ape lah dek dekat sini tu, semue baek-baek aje, lagi pon semue dah macam saudare jadi ngape pula nak kelahi-kelahi” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun) yang menyatakan: “Masalah ape pula lah, tak ade masalah ape-ape lah. Kalaupun ade paleng iri aje lantaran kelompok orang tu asek nak dapat bantuan aje, tapi kelompok kite tak penah dapat ape-ape. Macam pileh kaseh gitu”(wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.ali memiliki perbedaan dengan Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Setau saye, kemaren ade lah masalah siket. Soal nelayan yang lapor same pak herman, die ngerase kalau die tu ngape lah tak penah dapat bantuan, tapi yang laen dapat. Cume masalah tu kan dah di jelaskan same pak herman juge kemaren. Dah selesai juge lah kalau tak salah. Saye pun tak faham dek”(wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto berbeda dengan pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Masalah serase saye tak ade lah dek. Nak masalah ape juge lah. Samesame nelayan juge lah. Ape juge nak yang nak di permasalahkan” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedan dengan pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Masalah ape ye dek, tapi kemaren ade lah. Soal alat tangkap gitu lah. Ade nelayan yang iri same nelayan laen. Lantaran nelayan tu punye banyak bantuan dari PEMKAB, yang satu ni cume punye satu. Semue tu cume tergantong naseb ajelah dek. Mungkin rejeki orang tu dapat bantuan teros. Payah gek kalau dah macam tu” (wawancara tanggal 30 april 2016)
80
Pernyataan Udiono tidak sama dengan pendapat Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Ade lah dek, setiap tempat tu pasti ade masalah lah. Cume masalah dekat sini tu kan tak besa-besa kali. Masih bise di selesaikan lah. Masalahnye pun cume iri gitu ajelah. Iri pasal bantuan tu juge lah dek” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Masalah dekat sini tu ade kemaren, pasal bantuan gitu. Ade yang iri gitu lah lantaran proposal die tak jebol-jebol” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataaan Ruslan di dukung oleh Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Ade kemaren masalah dengan nelayan same nelayan gitu lah. Pasal bantuan lah. Saye pun kurang tau macam mane ceritenye dek” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Setau saye kemaren sempat ade masalah lah, sesame nelayan gitu pasal iri soal penerimaan bantuan gitu. Cume masalah tu sekarang dah selesai lah.” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Dari hasil wawancara ternyata terdapat perbedaan pernyataan. Ada 4 informan yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat Desa Malang Rapat tidak terdapat konflik. Namun lain hal dengan 6 orang informan yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat terdapat konflik. Hanya saja
konflik
tersebut
tidak
berkepanjangan
hingga
berujung
pada
kekerasan/pembantaian atau bahkan merugikan pihak lain. Namun konflik yang
81
jelas tampak di lapangan adalah konflik tentang kepemilikan alat tangkap. Dimana ada pihak-pihak yang merasa bahwa bantuan yang di berikan oleh PEMKAB tidak merata, sehingga ada kelompok-kelompok yang masih belum menerima bantuan tersebut. Padahal sebenarnya, PEMKAB sudah selektif memberikan bantuan kepada para nelayannya, itu di karenakan sebelum PEMKAB memberikan bantuan langsung ke kelompok nelayan, PEMKAB melakukan survey kelapangan untuk melihat nelayan mana saja yang pantas mendapatkan bantuan dan nelayan mana yang bisa dan mampu menjaga bentuk bantuan yang sudah di berikan. Adapun konflik tersebut meliputi : a) Konflik Alat Tangkap Konflik alat tangkap adalah : konflik yang terjadi antara kelompok nelayan yang berbasis alat tangkap yang berbeda, tetapi berada pada “tingkat” yang kurang lebih setara, seperti antara perenge dengan dongol di Balikpapan, yang sama-sama merupakan “nelayan kecil”. Pada temuan di lapangan bahwa konflik yang terjadi di antara masyarakat nelayan baik yang individu maupun kelompok adalah konflik tentang kepemilikan alat tangkap. Kepemilikan alat tangkap di dalam sebuah kelompok pada temuan ini merupakan faktor utama timbulnya sebuah konflik di dalam maupun di luar kelompok nelayan. Karena di anggap kepemilikkan alat tangkapan ini adalah barang berharga dan merupakan kebutuhan untuk melaut. Jenis alat tangkapan yang menjadi pemicu konflik berupa kelong apung dan boat/sampan. Kecemburuan sosial ini di sebabkan karena nelayan merupakan masyarakat yang rentan akan
82
kemiskinan, itu di buktikan dari konflik yang tampak kepermukaan. Bahwa hanya karena kepemilikkan sebuah perlengkapan melaut menjadi faktor utama penyebab konflik. Tetapi ketika nelayan tidak tergolong kedalam mayarakat yang rentan akan kemiskinan, maka tidak akan timbul kecemburuan sosial yang berujung pada konflik. Karena nelayan mampu untuk memperoleh perlengkapan melaut tersebut. Kepemilikan alat tangkap yang di miliki oleh nelayan lokal khususnya kelompok nelayan, adalah alat tangkap yang di peroleh dari bantuan yang di berikan oleh pemerintah melalui proposal. Dimana setiap kelompok di perbolehkan untuk mengajukan bantuan lagi setelah 3 tahun dari tahun pengajuan proposal. Tetapi ketika kelompok-kelompok nelayan mengajukan proposal, tidak semua kelompok yang langsung memperoleh bantuan dari pemerintah. Namun, ketika ada kelompok nelayan yang mendapatkan bantuan kemudian ada bentuk bantuan yang di berikan oleh pemerintah ini yang sebagian di jual oleh para nelayan. Dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan, untuk biaya istrinya melahirkan, dsb. Namun, ketika hal ini di ketahui oleh pihak pengelola Pelabuhan Dusimas, maka hal ini di sembunyikan dari petugas PEMKAB ketika melakukan survey ke lapangan. Hal ini di tutupi, lantaran pihak pengelola merasa iba kepada nelayan yang menjual perlengkapan melautnya. Rasa iba ini yang terkadang di manfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga hal ini terkadang menjadi kebiasaan.Sehingga tak heran, kalau ada beberapa nelayan yang menjual alat tangkapan mereka untuk kepentingan-
83
kepentingan pribadi. Namun, ada pula beberapa nelayan yang ketahuan oleh petugas survey, sehingga nama mereka di catat dan di laporkan ke kantor. Sehingga, tidak heran kalau ketika ia bergabung ke sebuah kelompok dan namanya tercantum maka proposal mereka tidak di hiraukan oleh PEMKAB. Dari hal ini lah, yang terkadang memicu timbulnya konflik di dalam kelompok maupun di antara individu-individu. Timbulnya konflik ini biasanya di mulai dari rasa cemburu seorang individu kepada individu yang lain. Karena, individu yang cemburu, merasa bahwa pembagian yang PEMKAB berikan tidak merata. Padahal, hal tersebut di karenakan, pihak yang cemburu tidak pernah menjaga bantuan yang di berikan oleh PEMKAB. Seperti kutipan wawancara yang di katakan oleh informan Herman (44tahun) : “Sebenarnye, nelayan sini baik-baik. Cume namanya manusie, kadangkadang suke iri dengan punye orang. Contohnye macam si A punye sampan 1 di dapat dari PEMKAB, truss si B juge punye sampan 1 di dapat dari PEMKAB di tahun yang same. Terus, sampan si A ni di jual untuk biaye istrinye melahirkan terus orang survei dari PEMKAB tau. Tapi sampan si B masih ade dan tak di jual die. Terus, 3 tahun kedepannye, si A sama si B ngajukan proposal di kelompok yang bede. Tapi yang dapat sampan cume si B, lantaran si B menjage sampannye dan sampan si B jadi 2. Karene si A tau sampan si B ada 2 make si A pun cemburu terus nganggap kalau PEMKAB tak adel” (wawancara tanggal, 10 aprili 2016)
Pernyataan herman di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Masalah ape ye dek, tapi kemaren ade lah. Soal alat tangkap gitu lah. Ade nelayan yang iri same nelayan laen. Lantaran nelayan tu punye banyak bantuan dari PEMKAB, yang satu ni cume punye satu. Semue tu cume
84
tergantong naseb ajelah dek. Mungkin rejeki orang tu dapat bantuan teros. Payah gek kalau dah macam tu” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Kemudian pernyataan Udiono sama dengan Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Ade lah dek, setiap tempat tu pasti ade masalah lah. Cume masalah dekat sini tu kan tak besa-besa kali. Masih bise di selesaikan lah. Masalahnye pun cume iri gitu ajelah. Iri pasal bantuan tu juge lah dek” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan : “Masalah dekat sini tu ade kemaren, pasal bantuan gitu. Ade yang iri gitu lah lantaran proposal die tak jebol-jebol” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang menyatakan : “Ade kemaren masalah dengan nelayan same nelayan gitu lah. Pasal bantuan lah. Saye pun kurang tau macam mane ceritenye dek” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Setau saye kemaren sempat ade masalah lah, sesame nelayan gitu pasal iri soal penerimaan bantuan gitu. Cume masalah tu sekarang dah selesai lah.” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria memiliki perbedaan pendapat dengan Samat (34 tahun) yang menyatakan :
85
“Setau saye tak ade masalah ape-ape lah dek dekat sini tu, semue baekbaek aje, lagi pon semue dah macam saudare jadi ngape pula nak kelahikelahi” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Masalah serase saye tak ade lah dek. Nak masalah ape juge lah. Same-same nelayan juge lah. Ape juge nak yang nak di permasalahkan” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedaan pendapat dengan M.Ali (35 tahun) yang menyatakan : “Masalah ape pula lah, tak ade masalah ape-ape lah. Kalaupun ade paleng iri aje lantaran kelompok orang tu asek nak dapat bantuan aje, tapi kelompok kite tak penah dapat ape-ape. Macam pileh kaseh gitu”(wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Setau saye, kemaren ade lah masalah siket. Soal nelayan yang lapor same pak herman, die ngerase kalau die tu ngape lah tak penah dapat bantuan, tapi yang laen dapat. Cume masalah tu kan dah di jelaskan same pak herman juge kemaren. Dah selesai juge lah kalau tak salah. Saye pun tak faham dek”(wawancara tanggal 14 februari 2016)
Dari hasil wawancara di atas, ternyata ada
3 informan yang tidak
mengetahui konflik tentang kepemilikan alat tangkap yang terjadi di masyarakat nelayan. Namun akan tetapi 7 orang informan mengatakan bahwa konflik yang terjadi pada individu nelayan adalah konflik yang terjadi karena kecemburuan pada kepemilikan alat tangkapan. Namun kecemburuan tersebut muncul akibat kesalahfahaman, pihak yang merasa
86
itu masalah hanya belum menyadari bahwa proposal yang ia ajukan belum di cairkan oleh PEMKAB lantaran itu semua adalah kesalahan dari dirinya. Kesalahan yang di maksud ialah ia tidak mampu menjaga bantuan yang sudah di terima. Padahal bantuan yang di berikan tersebut bukan bantuan untuk kepentingan pribadinya melainkan bantuan tersebut di berikan untuk kepentingan kelompok. Dari konflik yang muncul pada kasus masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah konflik nelayan yang di katakan oleh Kinseng,35-36:2014 bahwa konflik antar-sesama kelompok di kategorikan kedalam 3 hal, yaitu: konflik kelas, konflik identitas dan konflik alat tangkap. Selain itu di dalam penelitian yang dilakukan oleh Kinseng, 2014:43 bahwa dari berbagai kasus konflik nelayan tidak ada yang bersifat terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada konflik nelayan yang bersifat terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada konflik nelayan yang terjadi secara brutal. Hal ini di sebabkan karena modal sosial yang terjalin antar buruh nelayan dan kelas pemilik terjalin cukup baik. Sama halnya pada temuan di lapangan bahwa konflik yang terjadi di dalam masyarakat nelayan adalah konflik yang bersifat tertutup. Bahwa konflik yang terjadi di dalam masyarakat adalah konflik yang bisa di selesaikan. Sehingga konflik yang terjadi pun tidak ada menggunakan kekerasan hingga memunculkan penganiayaan dan pembantaian. b) Penyelesaian Konflik Di dalam hubungan interaksi yang terjadi di dalam masyarakat, tentu tidak selamanya melahirkan kerjasama, namun di dalam interaksi sosial
87
yang terjadi didalam masyarakat juga bisa melahirkan konflik. Hubungan interaksi yang baik tentu akan melahirkan kerjasama, namun interaksi yang terjalin tidak baik, maka akan melahirkan konflik di dalam masyarakat. Di dalam interkasi ada 2 bentuk interaksi yaitu : asosiatif dan di asosiatif. Asosiatif meliputi : kerjasama dan akomodasi. Kemudian di dalam bentuk interaksi di asosiatif meliputi : persaingan dan kontravensi. Namun yang sering
terjadi
dan
sering
terlihat
di
dalam
masyarakat
adalah
konflik/persaingan. Namun di balik konflik/persaingan yang muncul, tentu memiliki penyelesaiannya. Penyelesaian yang memberikan dampak positif bagi pihak yang berkonflik atau malah penyelesaian konflik yang berujung pada pembantaian atau kekerasan. Di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat, tentu memiliki konflik, hanya saja konflik yang terjadi tidak muncul ke permukaan masyarakat. Konflik yang terjadi di antara individu didalam kelompok adalah konflik tentang kepemilikan alat tangkapan. Biasanya penanganan konflik yang terjadi di antara individu di dalam kelompok melibatkan pengelola Pelabuhan Dusimas. Karena jika tidak di selesaikan oleh pengelola di sana, maka konflik akan berkelanjutan. Konflik di selesaikan oleh pengelola, lantaran pengelola tau sebab akibat dari konflik yang terjadi di antara individu di dalam sebuah kelompok. Pihak yang berkonflik akan di panggil ke rumah pengelola, untuk di selesaikan biduk permasalahannya. Agar konflik ini cepat selesaikan dan tidak ada pihak yang di rugikan. Sikap pengelola pelabuhan ini cukup baik, lantaran ia menggunakan sistem management konflik “Conflict governance (tata kelola
88
konflik)”. Yang dapat diartikan sebagai dinamika hubungan antara berbagai aktor dan lembaga dalam tata kelola unsur-unsur konflik dalam suatu ruang politik inklusif (inclusive political arena)
yang di tandai oleh aktifitas
memersuasi, memusyawarahkan, dan mengimplementasikan kebijakan perdamaian yang telah tercapai. Berikut kutipan wawancara di katakan oleh Bapak Zakaria (54 Tahun) : “Pengelola disini tu bagus dek, soalnye kalau ada masalah sikit je cepat di selesaikan same pengelola dekat sini. Jadi kalau ada masalah di antare kami, tak jadi panjang. Lagi pun jadi same-same enak, kite pun yang punye masalah jadi tau salah kite dekat mane. Jadi kalau ade masalah dekat sini tu taka de lah sampai mukol-mukol gitu dek. Lagi pun malu juge dek kalau ade masalah sampai kan mukol-mukol gitu. Makanye kalau ade masalah kami langsong bilang ke pengelola dekat sini, biar masalah kami ni cepat selesai gitu lah dek” (wawancara tanggal, 4 Maret 2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat Herman (44 tahun) yang menyatakan : “Disini biasenye kalau ad masalah, di selesaikan dengan care musyawarah. Orang yang punye masalah kite panggil, kite dudukan. Kite tanye ape masalahnye. Kalau dah tau kan senang nak di selesaikan” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki kesamaan dengan Rio Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan : “Disini biasenye kalau ade masalah kite langsong selesaikan ke pengelola pelabuhan. Kalau di pendam lame-lame takot nanti maken lame selesai nye dek. Semue masalah yang ade dekat sini biasenye pak herman yang selesaikan” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio ARdiyanto di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun) yang menyatakan :
89
“Pengelola disini tu bise di katekan bagos lah, kalau ade masalah cepat tanggap, tak di bia berlarot-larot gitu lah. Ade masalah, yang buat masalah di panggel. Jadi masalah pun tak panjang-panjang” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun) yang menyatakan : “Care ngola masalah dekat sini tu biasenye ade orang ketige dek. Orang ketige tu pun pengelola dekat sini. Kalau tak ade orang ketige macam tu, saye rase masalah dekat sini tak bakal selesai-selesai. Mungken orang-orang dekat sini pun tak terator macam sekarang” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54 tahun) yang menyatakan : “Nelayan sini tu kalau saye bilang bagus, kalau ade masalah masih nak denga cakap orang. Nyatenye je pas ade masalah, di panggel sama pengelola sini, orang tu pasti datang, pasti nak denga masukkan. Ujungujungnye kelak baek sendiri” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang menyatakan : “Pengelola disini bagus betol lah kalau saye bilang, cepat geraknye, kalau denga ade masalah, cepat die gerak buat nyelesaikan. Tak payah di suroh-suroh lagi dek” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono memiliki kesamaan dengan pendapat Marwan (55 tahun), yang menyatakan : “Pengelola di sini bagos dek, misalkan ade masalah kan dekat sini. Nanti pengelola pelabuhan tu pandai aje. Ade aje care die tu buat nak nyelesaikan. Kelak ujong-ujonye tak ade masalah” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
90
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44 tahun) yang menyatakan : “Kalau ade masalah dekat sini, biasenye tu tanggung jawab pengelola pelabuhan lah dek. Kami tak tau” “ (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh Razam (51 tahun) yang menyatakan : “Pengelola pelabuhan sini saye bilang bagos lah. Soalnye keje die cepat. Tak payah kene suroh, ligat, pandai juge lah” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Dari hasil wawancara di atas, 10 orang informan mengatakan bahwa sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pihak Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling sangat baik sehingga ketika terjadi konflik, maka akan di lakukan musyawarah melalui mediasi sehingga memperoleh mufakat. Selain itu, cara musyawarah yang di ambil ini juga sangat efektif untuk menyelesaikan masalah. Karna tidak ada pihak-pihak yang di rugikan. Itu yang menyebabkan nelayan di Desa Malang Rapat menjadi daerah yang terdapat konflik namun konflik yang mereka hadapi tidak berujung pada kekerasan/pembantaian dan konflik yang tidak merugikan pihak lain.
91
BAB V PENUTUP
A.
KESIMPULAN Pada temuan di lapangan jika melihat bentuk-bentuk interaksi, bentuk yang
paling menonjol ialah kerjasama dan konflik. Kerjasama yang terlihat ialah kerjasama di dalam pembentukkan kelompok dan pekerjaan. Kerjasama dalam pekerjaan ialah kerjasama yang terljalin sehingga memunculkan rasa kepercayaan di dalam diri individu didalam kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian hasil dari sebuah pekerjaan, maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak ada rasa curiga atas pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak ada pihak yang di rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau pembagian. Dimana pembagian tersebut sudah di sepakati bersama. Selain kepercayaan yang tumbuh di dalam kerjasama, juga muncul modal sosial di dalam kelompok nelayan. Modal sosial yang muncul di lihat dari peminjaman alat tangkapan. Jika ada nelayan yang meminjam alat tangkapan kepada tauke atau bekerja kepada tauke, maka jika ia mendapatkan hasil tangkapannya maka ia harus menjual hasil tangkapan tersebut kepada tauke itu. Walaupun harga yang di tentukan tauke lebih murah di bandingkan harga yang di berikan oleh tauke di tempat lain. Namun karena modal sosial sudah terbangun pada kerjasama tersebut, maka nelayan tidak merasa bahwa ia di rugikan.
92
B.
SARAN Dari penelitian ini, saran yang akan di berikan berupa :
Tidak selamanya masyarakat yang melakukan interaksi yang baik selalu melahirkan kerjasama, akan tetapi masyarakat yang melakukan interaksi pun ada yang melahirkan konflik. Karena selagi ada kehidupan maka konflik juga akan selalu ada. Oleh karena itu, masyarakat harus mampu mengontrol permasalahan yang ada. Dan jika terdapat konflik di dalam hubungan interaksi, maka konflik tersebut jangan di hindari akan tetapi konflik tersebut harus di hadapi. Karena setiap konflik pasti mempunyai penyelesaian. Hanya saja mau menyelesaikan dengan cara negative atau dengan cara positif
Di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat terdapat kelompokkelompok di dalamnya. Dimana di salah satu kelompok ada anggotanya yang memiliki rasa kecemburuan sosial. Hendaknya sebelum berasumsi bahwa PEMKAB memberikan bantuan yang tidak merata, sebaiknya setiap anggota harus mengetahui kenapa kelompok lain mampu mendapatkan bantuan. Sehingga dapat meredam rasa iri, jika tau apa alasanya kenapa proposal kelompoknya tidak pernah di goal kan oleh PEMKAB.
93
Daftar Pustaka Sumber Buku : Abdulsyani, 2002, Sosiologi Skematika,Teori,dan Terapan, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Basrowi, 2005, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalisa Indonesia. Dahuri, dkk, 2003, Akar Kemiskinan Nelayan, Jakarta: LKIS Harjoso, 1984, Pengantar Antropologi, Bandung: Bina Cipta Imron, 2003, Pengembangan Ekonomi Nelayan dan Sistem Sosial Budaya, Jakarta: PT Gramedia.
Kinseng, Rilus A, 2014, Konflik Nelayan,Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Muri,Yusuf, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, Jakarta: PT. Fajar Interpranata Mandiri.
Muryanti, dkk, 2013, Teori Konflik & Konflik Agraria Di Pedesaan,Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Susan, Novri, 2010, Pengantar Sosiologi Konflik, Jakarta: Kencana. Sastrawidjaya, 2002, Nelayan dan Kemiskinan, Jakarta: Pradnya Paramita. Satria, Arif, 2015, Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Soekanto, Soerjono, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumber Skripsi : Junaida, 2012, Interaksi Sosial (Studi Kerukunan Umat Beragama masyarakat Di Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota), Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Suriyanti, 2013, Peran dan Fungsi Istri Nelayan Di kampung Keter Laut Kelurahan Tembeling Tanjung Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan, Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Aleksander, 2012, Nelayan Di Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan, Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Sumber Internet : (Https://id.m.wikipedia.org/wiki/masyarakat)
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 Kelurahan Desa malang Rapat
Gambar 3 Pengelola Pelabuhan
Gambar 2 Pelabuhan Dusimas
Gambar 4 Bentuk Bantuan PEMKAB
Gambar 5 Bentuk Bantuan PEMKAB
Gambar 6 Bentuk Bantuan
Pedoman Wawancara
A.
B.
Karakteristik Responden Nama
:
Alamat
:
Tempat/tgl lahir
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan Terakhir
:
No.Hp/Tlp
:
Daftar Pertanyaan a) Interaksi Sosial a.
Bagaimana interaksi yang terjalin antar individu di dalam kelompok nelayan?
b.
Bagaimana cara individu menjaga hubungan interaksi yang baik di masing-masing individu didalam kelompok nelayan?
c.
Interaksi seperti apa saja yang sering terjadi di antara individu di dalam kelompok nelayan?
d.
Apakah interaksi yang terjadi di antara individu di dalam sebuah kelompok nelayan selalu baik? Mengapa demikian?
e.
Apakah ada interaksi yang terjalin di antara individu di dalam kelompok nelayan memicu timbulnya konflik?
f.
Apakah dari interaksi yang baik, memicu terbentuknya sebuah kelompok di antara individu-individu?
g.
Apakah interaksi yang baik, selalu membentuk kerjasama?
h.
Apakah di desa Malang Rapat nelayannya tergantung pada Tauke?
i.
Bagaimana tugas Tauke dan sistem kerja pada Tauke?
b) Konflik a.
Asal mula terjadinya konflik
b.
Apakah di dalam masyarakat nelayan terdapat konflik?
c.
Bagaimana konflik bis terjadi?Mengapa demikian?
d.
Apa pemicu utama terjadinya konflik?
c) Konflik masyarakat nelayan a.
Bagaimana bentuk konflik nelayan?
b.
Apakah konflik yang terjadi pada maasyarakat nelayan memberikan dampak negative bagi kerjasama yang terjadi didalam kelompok? Mengapa demikian?
c.
Bagaimana dampak yang di rasakan oleh individu-individu didalam kelompok nelayan pasca terjadinya konflik didalam kelompok nelayan mereka?
d.
Berapa lama konflik tersebut terjadi?
d) Dampak konflik a.
Apakah dampak setelah konflik memberikan pengaruh negative?
b.
Dampak seperti apa yang di timbulkan oleh konflik itu sendiri?
c.
Kerjasama
e) Bentuk kerjasama a.
Bentuk-bentuk kerjasama apa saja yang terjalin didalam kelompok nelayan?
b.
Bagaimana asal mula kerjasama bisa terjalin dengan baik dan cukup lama didalam kelompok? Mengapa demikian?
c.
Penentuan ketua kelompok dan pembentukkan kelompok nelayan? Mengapa demikian?
d.
Kelompok yang sering mendapatkan bantuan dari pemerintah? Mengapa demikian?
e.
Bentuk-bentuk bantuan yang sering di berikan?
f.
Bantuan yang paling di harapkan kelompok nelayan? Mengapa demikian?
g.
Bagaimana nilai-nilai dan norma-norma yang di bentuk sebelum kelompok nelayan tersebut didirikan?
f)
Modal sosial didalam kerjasama a.
Bagaimana hubungan modal sosial yang terbangun dari kerjasama yang sudah terjalin?
b.
Mengapa nama kelompok nelayan di Desa Malang Rapat menggunakan nama ketua kelompok?
c.
Apakah kelompok yang ada, hanya beranggotakan nelayan kecil saja ?
d.
Bagaimana kepercayaan yang terbangun didalam kelompok nelayan mengenai : peminjaman alat tangkap, jangka waktu peminjaman dan pemakaian modal?
g) Dampak kerjasama a.
Bagaimana dampak yang dirasakan oleh individu-individu didalam kelompok nelayan, setelah bergabung kedalam kelompok nelayan? Mengapa demikian?
b.
Bagaimana pendapatan para individu-individu didalam kelompok nelayan setelah bergabung di dalamsebuah kelompok nelayan? Mengapa demikian?
c.
Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan oleh individu-individu di dalam kelompok, dalam hasil penjualan ikan?
d.
Bagaimana cara masing-masing individu dalam mempertahankan kerjasama yang sudah terbentuk didalam kelompok nelayan?
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ike Monika Putri Anatasia lahir di Dabo Singkep, pada tanggal 31 Maret 1993. Putri dari pasangan Bapak Mazra Husen dan Ibu Susi Ediana. Ike Monika Putri Anatasia merupakan anak pertama dari 4 orang bersaudara. Tahapan-tahapan jenjang pendidikan yang di tempuh oleh penulis berawal dari memasuki jenjang Sekolah Dasar pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 di SDN 002 Dabo Singkep dan meneruskan pendidikan Sekolah Dasar ke SDN 013 dari tahu 2001 sampai tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2005 sampai tahun 2008 di SMPN 002 Dabo Singkep. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas pada tahun 2008 sampai tahun 2011 di SMAN 002 Dabo Singkep. Pada tahun 2011 penulis di terima di Perguruan Tinggi Negeri Tanjungpinang yaitu Universitas Maritim Raja Ali Haji pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Sosiologi S1 dengan nomor induk mahasiswa 110569201032. Pada tahun 2016 tepatnya pada bulan Januari sampai April 2016, penulis melakukan penelitian guna menyusun skripsi melengkapi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S1. Pada tanggal 09 Agustus 2016 penulis berhasil mengikuti siding skripsi dan dinyatakan lulus dengan Nilai B.