ID : 056-D-1-8doc.
INTERAKS I ALOKAS I PENDUDUK DAN RETAIL (BIS NIS ) DIDAS ARKAN EFEK TRANS PORTAS I S TUDI KAS US : KOTA BANDUNG Najid Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail :
[email protected] Prof.Ir.Ofyar Z.Tamin,MSc.PhD. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail :
[email protected]
Oleh :
Prof.Ir.Hang Tuah Salim,MOcE.PhD. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail :
[email protected]. Ir.Ade Sjafruddin,MSc.PhD. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail :
[email protected]
Abstrak Sebagaimana teori Lowry yang menyat akan bahwa ada keterkaitan antara alokasi penduduk (pemukiman) dan alokasi bisnis (retail) berdasarkan aksesibilitas kedua jenis guna lahan tersebut. Pada makalah ini disampaikan interaksi ant ara alokasi kedua jenis guna lahan ters ebut yang didas arkan variabel utama yaitu aksesibilitas dan dimodelkan dengan analisis stated preference serta menggunakan pendekatan logit model. Sebagai studi kasus ditetapkan kota Bandung dengan pertimbangan kota Bandung kota bes ar yang tidak terlalu luas dan m empunyai mas alah dalam pengendalian perkembangan guna lahan serta mengarah pada disekonomi dalam perjalanan di dalam kota. Urai an pembahasan pada makal ah ini terdiri dari beberapa bagian yaitu : - Identi fikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal dan pemilihan lokasi bisnis (retail) di kota Bandung. - Mengembangkan model yang dapat menjelaskan perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal dan lokasi bisnis di kota Bandung. - Mengukur sensitivitas respons orang terhadap perubahan atribut model. - Menghubungkan kedua model tersebut dan melihat efek perubahan satu model terhadap model yang lain. Kata Kunci : Guna Lahan, alokasi tempat tinggal, alokasi retail, aksesibilitas, harga lahan.
1. LATAR BELAKANG M enurut teori Lowry bahwa alokasi penduduk merupakan daya tarik untuk alokasi retail (bussiness) demikian juga sebaliknya, sehingga alokasi kedua jenis guna lahan tersebut merupakan proses dinamik sampai daya dukung lokasi tidak memungkinkan lagi, tetapi seringkali terjadi pelanggaran terhadap rencana tata ruang sehingga kapasitas daya dukung lokasi terlampaui.
11
Winarso (1995) menyatakan selama ini perubahan guna lahan mudah saja terjadi yang kemudian disahkan pada evaluasi rencana berikutnya. Keadaan ini tentu tidak benar, bahkan sering pula menyulut ketidak puasan masyarakat karena perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan rencana yang telah diketahui masyarakat. Perubahan juga mempunyai dampak yang besar terhadap pengeluaran publik, terutama jika perubahan itu untuk guna lahan yang lebih komersial seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran dan lain sebagainya. Selama kurun waktu tahun 1980-1990 , kotamadya Bandung memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,86% pertahun dengan jumlah penduduk tahun 1990 berdasarkan hasil sensus sebesar 2.056.915 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 122.95 jiwa perhektar. Sebagian besar penduduk yang tinggal di pinggiran kota dominan bekerja di kotamadya Bandung (tiap hari melakukan kegiatan penglaju/ komuting). Berdasarkan kondisi ini diperkirakan jumlah penduduk siang di kotamadya Bandung 1,5 kali lebih besar dari jumlah penduduk malam (Bappeda, 1997). Antara tahun 1990-1995, kotamadya Bandung memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,64% pertahun dengan jumlah penduduk tahun 1995 sebesar 2.231.385 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 133,38 jiwa per-hektar. Berdasarkan proyeksi penduduk, maka jumlah penduduk akan mencapai 2.385.590 jiwa pada tahun 2000 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,17% dan 2.728.411 jiwa pada tahun 2017 (laju pertumbuhan penduduk 0,46%). Pada tahun 1990 (setelah perluasan) penggunaan dominan di kotamadya Bandung adalah perumahan (52,56%) , lahan kosong berupa tegalan atau sawah (41,53%), industri (3,65%), fasilitas sosial (3,33%) dan ekonomi perdagangan (2,68%). Dilihat dari penyebaran kegiatan komersial dan jasa, kegiatan tersebut cenderung menyebar ke arah utara (Jl.Merdeka-Dago, Jl.Sukajadi, Jl.Setiabudi). dan ke arah selatan. Perkembangan industri pada kawasan perluasan tersebut dominan terkonsentrasi pada kawasan Jl.Raya Ujungberung dan Gedebage. Terdapat pula kecenderungan yang kuat pada perkembangan kawasan perluasan terutama kawasan-kawasan pinggiran dan kantong-kantong bagian wilayah selatan dan timur kota sebagai kawasan tempat tinggal dan penempatan berbagai kegiatan fungsional perkotaan. Namun demikian dominasi kegiatan masih terlihat pada kawasan kotamadya lama terutama pada kawasan pusat kota (Bappeda, 1998). Pengembangan kegiatan perkotaan lainnya dikembangkan berdasarkan kegiatan dominan, kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang yang ada, dengan menjelaskan fungsi dan beberapa pembatas untuk mengendalikan dan mengoptimalkan penggunaan lahan dan efisiensi aktivitas kegiatan secara keseluruhan. (Bappeda,1998). 2. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 2.1. M elakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal dan retail (bisnis). 2.2. M embuat model yang menggambarkan karakteristiik perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal dan bisnis tersebut. 2.3. M engetahui karakteristik perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal dan lokasi retail (bisnis) 12
2.4.
M engetahui interaksi antara perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal dan retail (bisnis).
3. LANDASAN TEORI Pembangunan jalan bebas hambatan (expressway) telah merubah lingkungan kota seperti perilaku individu, struktur sosial ekonomi serta mempengaruhi perencanaan wilayah dan fasilitas transportasi (Transportation 20 : 305 – 323, 1993). Ketika tingkat pelayanan transportasi meningkat dengan adanya proyek maka biaya transportasi (waktu tempuh) akan berubah serta harga jual (sewa) lahan dan harga-harga lainnya berubah sesuai dengan keseimbangan pasar, sebagai hasil dari semua itu pola tata guna lahan di area kota tersebut akan berubah karena utilitas atau tingkat keuntungan dari masing-masing sektor sosial ekonomi akan berubah (Transportation 20 : 267 – 283, 1993). Secara teori, kebijakan tata guna lahan akan meningkatkan harga rumah dengan berbagai variasi (Ned Levine, Urban Studies, Vol. 36 No.12. 2047-2068, 1999). Dalam kasus di Trinidad, peningkatan harga lahan yang cepat tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi dan penduduk sebagaimana diperkirakan oleh teori ekonomi tetapi juga sebagai hasil dari kendala institusi dan peraturan lingkungan yang menghambat kecepatan penyediaan lahan (Ayse Pamuk & David E.Dowall, Urban Studies, Vol.35, No.2, 285299,1998). Sedangkan dalam kasus di kota Granada, nilai lahan mengikuti multicentric behaviour (Jorge Chica Olmo (Urban Studies, Vol. 32 No.8, 1331-1344, 1995). Kebutuhan akan rumah juga dipengaruhi oleh kebijakan terhadap pemanfaatn lahan seperti kebijakan mengurangi intensitas pembangunan pada lahan mempunyai dampak berkurangnya penyewaan dan pemilika +n rumah di California. (Ned Levine, Urban Studies, Vol. 36 No.12. 2047-2068, 1999). Hubungan antara kebutuhan akan rumah / tempat tinggal atau tempat usaha dengan pembangunan transportasi telah banyak dimodelkan dan dikenal dengan istilah model interaksi tata guna lahan dan transportasi. Sebagian besar model-model tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan aplikasinya pada kota-kota tertentu dengan pendekatan teori tertentu serta teknik modelling tertentu juga. 4. PRINS IP DES AIN S TATED PREFERENCE Sebagaimana disarankan sebagian besar teknik stated preference dicirikan dengan penggunaan desain eksperimental untuk membangun alternatif hipotetikal yang disampaikan kepada responden. Hal ini untuk meyakinkan bahwa atribut yang disampaikan kepada responden berbeda secara bebas satu sama lain, hasilnya efek dari tingkat atribut terhadap masing-masing lebih terlindungi dengan mudah. Kombinasi dari masing-masing alternatif disebut ful factorial. Jumlah pilihan pada teknik stated preference jangan terlalu banyak karena hal tersebut dapat menyebabkan kelelahan pada responden. Kroes dan Sheldon (1988,p14)
13
menyarankan antara 9 sampai 16 pilihan dapat diterima yang tergantung pada lokasi survei. 5. FUNGSI UTILITAS Fungsi Utilitas adalah ukuran daya tarik dari masing-masing skenario hipotetikal yang disampaikan kepada responden. Fungsi ini menggambarkan dampak keinginan atau persepsi responden terhadap semua atribut di dalam pertanyaan stated preference. Secara umum fungsi utilitas berbentuk linier seperti di bawah ini : Ui = a0 + a1.X1 + … + an.Xn + e Dimana :
Ui a0 ..an X1 ..Xn e
= = = =
utilitas pilihan ke i koefisien model nilai atribut faktor kesalahan
Tujuan analisis adalah untuk menentukan nilai koefiein modelyang dikenal sebagai bobot persepsi atau bagian utilitas, yang menggambarkan efek relatif dari masing-masing atribut terhadap keseluruhan utilitas. Faktor kesalahan menggambarkan faktor-faktor yang tidak terukur pada survei. Berdasarkan asumsi adanya faktor kesalahan tersebit maka model yang dibuat lebih merupakan model probabilistik dari pada model deterministik. 6. PEND EKATAN MODEL Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui atribut (variabel) apa saja dan seberapa besar pengaruhnya dalam menentukan pemilihan lokasi tempat tinggal. Untuk maksud tersebut maka lokasi tempat tinggal dibedakan berdasarkan lokasi lama (existing) dan lokasi baru yaitu lokasi dengan perbaikan sarana/ prasarana transportasi umum (lokasi pengandaian), sedangkan lokasi retail dibedakan berdasarkan lokasi existing dan lokasi dengan harga lahan yang lebih murah (pengandaian). Probabilitas bahwa individu memilih lokasi baru dari pada lokasi lama adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua lokasi tersebut, sehingga bentuk persamaan logitnya dapat ditulis sebagai berikut : U1 U1 U2 P1 = e /( e + e ) ……………………………………. (6.1)
Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas adalah linier, maka perbedaan utilitas dapat diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah n atribut yang relevan antara kedua lokasi, dirumuskan sebagai berikut : U1 – U2 = a0 + a1(X11 - X12) + a2(X21 – X22) + a3(X31 – X32) + …..+ an(Xn1 – Xn2) …………………………………………… (6.2) Keterangan : U1 = Utilitas lokasi eksisting 14
U2 = Utilitas lokasi pengandaian a0 = konstanta model an = parameter atribut n Xn1 = atribut n untuk lokasi eksisting Xn2 = atribut n untuk lokasi pengandaian Utilitas sebagai respon individu juga dapat dinyatakan dalam bentuk probabilitas memilih lokasi tertentu yaitu : Ln[P1/(1-P1)] = a0 + a1(X11 - X12) + a2(X21 – X22) + a3(X31 – X32) + …..+ an(Xn1 – Xn2 …………………………………………. (6.3) Dari persamaan (6.2) dan (6.3) dapat dirumuskan persamaan transformasi sebagai berikut : U1 – U2 = ln (P1 / 1 – P1 ) ……………………………….(6.4). 7. DES AIN KUESIONER Untuk survei perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal, pilihan responden didasarkan pada dua kondisi perumahan yaitu perumahan A mewakili kondisi perumahan dengan kondisi aksesibilitas yang kurang baik tetapi dengan harga yang murah (mirip dengan kondisi eksisting perumahan Gading Junti dan perumahan Vijaya Kusuma) sedangkan perumahan B yaitu alternatif perumahan dengan kondisi pengandaian. Untuk survei perilaku pemilihan lokasi retail (bisnis), pilihan responden didasarkan pada dua kondisi yaitu pusat perdagangan A mewakili kondisi pusat perdagangan yang berada di dekat pusat kota dengan harga yang cukup tinggi dengan kondisi eksisting Kebon Kelapa Plaza sedangkan pusat perdagangan B yaitu alternatif pusat perdagangan dengan kondisi pengandaian. Desain eksperimen ditujukan untuk mendefinisikan kombinasi level seluruh faktor yang termasuk dalam eksperimen. Berikut ini didefinisikan seluruh faktor yang ditentukan dalam desain eksperimen yaitu berupa atribut lahan dan atribut perjalanan beserta level atributnya. Atribut didefinisikan sebagai perbedaan antara 2 (dua) lokasi yaitu lokasi A dan lokasi B, 6 sehingga desain penuh (full factorial) sebanyak 2 = 64 alternatif (option). Sejumlah 64 pertanyaan pilihan untuk diajukan kepada responden terlalu banyak maka replikasi sebagian dari desain faktorial melalui pembauran (counfounding) seperti yang dilakukan oleh Cochran and Cox,1957 dapat digunakan. Untuk itu ditetapkan 16 pertanyaan yang akan diajukan kepada responden, dengan demikian terdapat 4 blok (Cochran and Cox,1957, PLAN 6A.5 hal.278). Pada analisis sebelumnya dengan 8 atribut disimpulkan jumlah atribut masih terlalu banyak sehingga terjadi bias terhadap atribut paling berpengaruh yang telah terpilih, untuk itu ditetapkan 6 atribut yang paling berpengaruh (lihat Najid et.al.,2002). Ke-enam atribut tersebut adalah dua atribut lahan yaitu kondisi banjir dan harga lahan serta empat atribut perjalanan yaitu aksesibilitas ke CBD, aksesibilitas ke pusat perdagangan, aksesibilitas ke jalan utama (terminal) dan aksesibilitas ke Perguruan Tinggi. Sedangkan atribut untuk pilihan retail berdasarkan survei pendahuluan terdiri dari tiga aksesibilitas
15
lahan yaitu posisi retail, kondisi banjir dan harga lahan serta tiga atribut perjalanan yaitu aksesibilitas ke CBD, aksesibilitas ke pemukiman dan aksesibilitas ke terminal. Untuk memberi gambaran kondisi ekstrim yang aktual dari masing-masing level atribut maka untuk segmen demand rumah tipe 21 dilakukan survei terhadap perumahan Gading Junti (Kopo Ketapang) dan perumahan Vijaya Kusuma (Cipadung) dan perumahan Kopo Permata (Kopo Sayati) serta pusat pertokoan ITC Kebon Kelapa. Gambaran kondisi level atribut dari masing-masing perumahan tersebut dapat dilihat pada tabel 7.1 berikut ini : Tabel 7.1 : Presentasi Numerik dari Level Atribut Tiga Perumahan Atribut (menit) Ke CBD Ke Perguruan Tinggi Ke tempat belanja Ke angkutan Umum Kondisi Banjir 2 Harga lahan /m
Gading Junti
Vijaya Kusuma
Permata Kopo
60 45 30 20 Tidak banjir 200.000
60 30 30 20 Tidak banjir 200.000
45 15 10 10 Tidak Banjir 400.000
Tabel 7.2 : Presentasi Numerik dari Level Atribut ITC Kebon Kelapa Atribut (meni t) Ke CBD Ke Pemukiman Ke Terminal Posisi Retail Kondisi Banjir 2 Harga lahan /m
ITC Kebon Kelapa 10 15 1 Di Pusat Pertokoan (Plaza) Tidak Banjir 5.000.000
Berdasarkan presentasi numerik dari level atribut perumahan di atas maka ditetapkan level atribut rendah dan tinggi yang disampaikan pada tabel 7.2. di bawah ini : Tabel 7.3 : Level Rendah dan Tinggi untuk Atribut Pilihan Lokasi Tempat Tinggal No 1 2 3 4 5
Atribut Aksesibilitas ke tempat kerja (CBD) Aksesibilitas ke Perguruan Tinggi Aksesibilitas ke Pasar (pusat belanja) Aksesibilitas ke Angk.Umum Kondisi Banjir
6
Harga Lahan
Level Rendah 60 30 30 20 Ada genangan air di jalan waktu hujan -250.000
Level Tinggi 45 15 10 10 Tidak ada genangan air di jalan waktu hujan -500.000
Tabel 7.4 : Level Rendah dan Tinggi untuk Atribut Pilihan Lokasi Retail No 1 2 3 4 5 6
16
Atribut Aksesibilitas ke tempat kerja (CBD) Aksesibilitas ke Pemukiman Aksesibilitas ke Terminal Posisi Retail Kondisi Banjir Harga Lahan
Level Rendah 30 30 30 Bukan di Plaza Jalan tergenang waktu hujan -2500.000
Level Tinggi 45 15 10 Di Plaza Jalan tidak tergenang air -5000.000
Selisih level atribut dari kedua level atribut di atas ditetapkan (-) untuk selisih rendah dan (+) untuk selisih tinggi yang dapat dilihat pada tabel 7.5 dan tabel 7.6 di bawah ini : Tabel 7.5 : Selisih Kedua Level Atribut Pilihan Tempat Pemukiman Atribut Ke CBD Ke Perguruan Tinggi Ke tempat belanja Ke angkutan umum Kondisi banjir Harga lahan
Selisih Level Rendah (-) 0 0 0 0 0 0
Selisih Level Tinggi (+) 15 15 20 10 1 250.000
Tabel 7.6 : Selisih Kedua Level Atribut Pilihan Retail Atribut Ke CBD Ke Pemukiman Ke Terminal Posisi Retail Kondisi banjir Harga lahan
Selisih Level Rendah (-) 15 15 20 0 0 0
Selisih Level Tinggi (+) 0 0 0 1 1 2.500.000
8. PENGUMPULAN DATA Survei wawancara Rumah Tangga untuk pilihan lokasi tempat tinggal dengan alat survei Kuesioner dilakukan kepada responden pada segmen demand Perumahan Tipe 21 pada perumahan Vijaya Kusuma dan Gading Junti, sedangkan untuk pilihan lokasi retail dilakukan survei wawancara di tempat kerja dengan alat survei kuesioner kepada pengembang dan pembeli pada pusat perdagangan ITC Kebon Kelapa. Beberapa survei pendahuluan dilakukan sebelum survei utama untuk menguji efisiensi dari rancangan kuesioner Stated Prefernce (SP) dan juga penyajiannya. Jumlah sampel untuk survei Stated Preference berdasarkan pendekatan a rule of thumb sekitar 30 responden untuk pilihan lokasi tempat tinggal dan 20 responden untuk pilihan lokasi retail, Steer Davies Gleave mengusulkan lebih sesuai 75 sampai 100 replikasi yang didukung juga oleh Bradley dan Kroes (1990). Untuk survei ini ditanyakan alasan memilih lokasi tempat tinggal atau lokasi retail berdasarkan metode survei stated preference dengan variabel dan pilihannya masing-masing sebagaimana dapat dilihat pada tabel 8.1 dan tabel 8.2 di bawah ini : Tabel 8.1 : Variabel dan Pilihannya Untuk Pilihan Lokasi Tempat Tinggal No 1 2 3 4 5 6
Variabel Aksesibilitas ke CBD Aksesibilitas ke Perguruan Tinggi Aksesibilitas ke Pusat Perbelanjaan Aksesibilitas ke jalan utama (naik ojeg motor) Kondisi banjir Harga lahan
Pilihan 60 menit ; 45 menit 30 menit ; 15 menit 10 menit ; 30 menit 10 menit ; 20 menit 1;0 200.000 ; 400.000
Tabel 8.2 : Variabel dan Pilihannya Untuk Pilihan Lokasi Retail No 1
Variabel Aksesibilitas ke CBD
Pilihan 15 menit ; 30 menit
17
2 3 4 5 6
Aksesibilitas ke pemukiman Aksesibilitas ke terminal Posisi retail Kondisi banjir Harga lahan
15 menit : 30 menit 1 menit ; 21 menit 1:0 1;0 5.000.000 ; 2.500.000
9. ANALISIS DATA Karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik perjalanan tempat tinggal dapat dilihat di bawah ini : - Rata-rata Pendapatan Keluarga - Rata-rata Jumlah Keluarga - Rata-rata Pemilikan Kendaraan - Harga pembelian rumah tahun 1994 - Jenis Pemilikan Rumah - Rata-rata waktu tempuh (biaya) ke tempat kerja - Rata-rata waktu tempuh (biaya) ke tempat belanja
dari responden pilihan lokasi : Rp. 820.000,-. : 3 – 4 orang. : Sebuah Sepeda Motor : Rp. 14 juta : Kredit (15 tahun) : 55 menit (Rp.3.900) : 25 menit (Rp.1.700)
Distribusi jumlah responden yang memilih alasan dalam menentukan lokasi tempat tinggal atau lokasi retail dapat dilihat pada tabel 9.1 dan tabel 9.2 di bawah ini : Tabel 9.1 : Distribusi alasan utama memilih lokasi tempat tinggal Alasan Aksesibilitas ke tempat kerja Aksesibilitas ke pusat belanja Aksesibilitas ke angkutan umum Aksesibilitas ke perguruan tinggi Harga lahan Tidak banjir Total
Distribusi Jumlah Responden Jumlah 6 4 6 0 9 5 30
% 20,00 13,33 20,00 0 30,00 16,67 100
Tabel 9.2 : Distribusi alasan utama memilih lokasi Retail Distribusi Jumlah Responden Alasan Aksesibilitas ke CBD Aksesibilitas ke pemukiman Aksesibilitas ke terminal Posisi retail di plaza Kondisi banjir Harga lahan Total
Jumlah 1 4 10 2 1 2 20
% 5,00 20,00 50,00 10,00 5,00 10.00 100
Dengan analisis Maximum Likelihood (bantuan program Alogit) diperoleh fungsi utilitas untuk pilihan tempat tinggal : U1 – U2 = 9,221 – 0.07196Wt + 0,07136.S c + 0,02370.S h - 0,04740.Tr + 0,4741.Bj + 0,005323.Hg ……………………. (9.1) 18
ρ 2 = 0,4560 Keterangan : Wt = Selisih Aksesibilitas ke CBD (menit) Sc = Selisih Aksesibilitas ke perguruan tinggi (menit) Sh = Selisih Aksesibilitas ke pusat belanja (menit) Tr = Selisih Aksesibilitas ke jalan utama /angkutan umum (menit) Bj = Selisih Kondisi banjir Hg = Selisih Harga lahan (ribuan rupiah) Dengan analisis Maximum Likelihood (bantuan program Alogit) diperoleh fungsi utilitas untuk pilihan retail : U1 – U2 = 7,507 – 0.1852.Wt + 0,2431.Pop + 0,0347.Tr + 0,6931.S h + 4,169.Bj + 0,00523.Hg ……………………. (9.2) 2 ρ = 0,4911 Keterangan : Wt = Selisih Aksesibilitas ke CBD (menit) Pop = Selisih Aksesibilitas ke pemukiman (menit) Tr = Selisih Aksesibilitas ke terminal (menit) Sh = Selisih Posisi retail Bj = Selisih Kondisi banjir Hg = Selisih Harga lahan (ratusan ribu rupiah) Untuk mengetahui karakteristik perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal dilakukan analisis terhadap 2 (dua) lokasi yaitu Vijaya Kusuma dan Permata Kopo dengan menggunakan persamaan 9.1, yang hasilnya adalah utilitas lokasi Vijaya Kusuma lebih besar 1,96 dari utilitas lokasi Permata Kopo, Probabilitas pilihan pada lokasi Vijaya Kusuma 0,60 dan probabilitas pilihan pada lokasi Permata Kopo 0,40. Probabilitas pilihan pada lokasi perumahan Gading Junti 0,47 terhadap pilihan lokasi perumahan Permata Kopo 0,53. Probabilitas pilihan pada lokasi Gading Junti 0,30 terhadap pilihan lokasi Vijaya Kusuma 0,70. Analisis pilihan lokasi ITC Kebon Kelapa terhadap lokasi pertokoan pembandingnya dengan menggunakan persamaan 9.2 , adalah 27% pilihan kepada ITC Kebon Kelapa dan 63% terhadap lokasi pembandingnya. Atas dasar pilihan lokasi tersebut dapat diperkirakan alokasi penduduk dan tempat belanja yang berarti terjadi perubahan bangkitan perjalanan dan tarikan perjalanan. Dengan adanya variabel / atribut harga lahan pada fungsi utilitas di atas maka pemerintah dapat mempengaruhi alokasi penduduk dan pusat perbelanjaan dengan menetapkan harga lahan berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan. Interaksi antara alokasi pemukiman (penduduk) dan alokasi retail (pusat perbelanjaan) terdapat pada atribut yang saling mempengaruhi fungsi utilitas masing-masing, seperti pilihan lokasi tempat tinggal dipengaruhi atribut aksesibilitas ke pusat perdagangan sedangkan pilihan lokasi retail dipengaruhi atribut aksesibilitas ke pemukiman. 19
10. KESIMPULAN DAN S ARAN 10.1. Kesimpulan : -
-
Berdasarkan data hasil survei maka lokasi tempat tinggal dengan utilitas tertinggi adalah perumahan Vijaya Kusuma, disusul perumahan Permata Kopo dan utilitas yang paling rendah adalah perumahan Gading Junti, sehingga sangat mungkin sekali jika lokasi-lokasi perumahan tersebut diperbandingkan maka yang menjadi pilihan adalah perumahan Vijaya Kusuma menyusul perumahan Permata Kopo dan baru perumahan Gading Junti untuk segmen demand tertentu. Probabilitas pada pilihan lokasi pembanding ITC Kebon Kelapa 73%, hal ini menujukkan dengan atribut pembanding ITC Kebon Kelapa tersebut harga lahan yang ditawarkan masih terlalu murah. Dengan adanya fungsi utilitas tersebut pemerintah kota akan dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk (perumahan) dan pertumbuhan pusat perdagangan/perbelanjaan melalui penetapan harga lahan pada NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) Pajak Bumi dan Bangunan.
10.2. S aran : -
Perlu dilakukan analisis serupa pada segmen demand perumahan dengan kelas yang lebih tinggi dan seterusnya. Untuk keperluan analisis yang lebih meyakinkan maka perlu ditambah lokasi pilihan lokasi retail yang di survei. Studi selanjutnya harus dapat memberikan persepektif yang lebih konkrit antara pengaruh harga lahan terhadap utilitas lahan dan antara alokasi pemukiman dan alokasi retail.
11. DAFTAR PUS TAKA -
20
Bappeda, 1998, Studi Sistem Transportasi Terpadu di Kotamadya DT II Bandung. Brotchie JF, et.al., 1980, Technique for Optimal Placement of Activities in Zones (TOPAZ), Berlin Heidelberg New York. Bureau of Transport Economics, 1998, Urban Transport Models, Department Of Transport and Regional Services. Lubis,H.A.S. & Karsaman,R.H., 1997, Krisis Perencanaan Transportasi Kota, Perencanaan dan Manajemen Transportasi, Jurnal PWK.Vol. 8 no.3. Hadi,G.K, 1995, Dampak Perubahan Guna Lahan Terhadap Kinerja Jaringan Jalan, Lalu Lintas dan Biaya Perjalanan, Tesis, ITB. Kombaitan,B., 1999, Perubahan Struktur Ruang Perkotaan dan Perkembangan Pola Ruang Pergerakan Bekerja, Disertasi, ITB. Kombaitan,B., 1995, Perijinan Pembangunan Kawasan dalam Penataan Ruang, Aspek Hukum dalam Penataan Ruang, Jurnal PWK no. 17. M usa,I.,2000, Peranan Faktor Lokasi dalam Pemilihan Lokasi Industri Para pemanfaat Kawasan Industri di Indonesia, Disertasi, ITB.
-
Najid et.al.,2002, Pengaruh Transportasi pada pemilihan Lokasi tempat Tinggal di Kota Bandung, Prosiding FSTPT-V. Parengkuan,E.P,1991, Studi Permasalahan Pajak Lahan Kota dalam Kaitannya dengan Penggunaan Lahan dan aspek Pengendalian Guna Lahan di Kotamadya Bandung, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, no.2 Triwulan 1. Rejeki,T.R., Pedoman Penentuan Indeks Perubahan Pemanfaatan Lahan Sebagai Penerapan Permendagri No.4 Tahun 1996, Tesis, ITB. Santoso,I., 1986, The Developmentof Microcomputer version Of Leeds Integrated Land Use – Transport (LILT) Model, Thesis, University of London. Sujarto,D., 1992, Wawasan Tata Ruang, Wawasan mengenai Tata Ruang dan Pembangunan, Jurnal PWK Juli, Edisi Khusus. Tamin,O.Z., 1997, Perencanaan & Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB. Tamin,O.Z, Russ,B.F., 1997, Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-Sistem Transportasi dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi, Perencanaan dan M anajemen Transportasi, Jurnal PWK.Vol. 8 no.3. Winarso,H.,1995, Tarif Ijin Perubahan Guna Lahan Perkotaan Sebagai Bentuk Kontrol Pelaksanaan Penataan Ruang Kota, Aspek Hukum dalam Penataan Ruang, Jurnal PWK no.17. Webster,F.V, et.al, 1990, Urban Land Use and Transportation Interaction, Gower Publishing Company.
21