Integration of Oil Palm Plant and Animal in Lampung Province (Makalah ini Sebelumnya telah diseminarkan dalam seminar internasional (dalam bahasa inggris): The USR International Seminar On Food Security: “Improving food security: The Challenges for enhancing resilience to climate change”. The University of Lampung, Indonesian SEARCA Fellow Association, South Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture, August 23-24, 2016 Bandarlampung, Lampung, Indonesia)
Abstract Oleh: Muhtarudin*, Kusuma Adhianto*, Liman*, Yusuf Widodo*, dan Apriansyah Marga* *Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, email:
[email protected]
The aims of the research were to evaluate carrying capasity of palm oil by product including of forage among palm oil plant. The data were collected consinted secondary and primary. Secondary data was collected from agriculture departemen. Primery data was collected by dry weight range method. The samplings were collected from forage among palm oil plant. Primer data and secondary data were combined to find data of carrying capacity of forage. The research showed that there were two method of famer integration of oil palm and animal. The first the animal cattle was housed and secondary the animal was grazed among oil palm pant. Each farmer had 4—5 cattle in housed anime method. The cattle tend to fattening. In grazing method, the famer had 5--20 cattle. This method was efficient for breeding system of cattle. The totally potency of forage from palm oil in Lampung Province was 670.852, 23 ton/years. The carrying capacity of the forage was 204.208,59 animals unit. If the assumption of requirement of dry matter of cattle was 9 kg/day, so 1 ha of palm oil plant had 3 animals unit of carrying capacity. On the other hand if resource of forage only from among of palm oil plant the carrying capacity was 2,2 animals unit. Botanies composition of forage in palm oil plant that non production (young plant palm) were 20 species, and 15 species in plant oil palm production phase. Word Key: carrying capasity, integration of oil palm and animal, Botanies composition
1. PENDAHULUAN Impor daging di Indonesia semakin meningkat dari tahun ketahun. Usaha-usaha mengurangi impor daging antara lain dengan meningkatkan populasi ternak daging (kambing, sapi, dan kerbau serta unggas). Selain meningkatkan populasi peningkatan produktivitas ternak merupakan alternatif lain untuk menekan impor daging di Indonesia. Peningkatan produktivitas ternak ruminansia dapat ditempuh dengan memanfaatkan limbah agroindustri secara maksimal, manajemen pakan yang baik dan dipadukan teknologi pengolahan pakan serta suplementasi bahanbahan yang dapat memacu pertumbuhan. Perhitungan kapasitas tampung/ carrying capacity mempunyai arti sangat penting bagi perencanaan program pengembangan peternakan, yang berhubungan dengan lokasi, volume pengembangan, daya dukung lahan, maupun daya dukung pasar. Dengan diketahui kapasitas tampung lahan maka berbagai parameter produksi dalam bidang peternakan dapat diperhitungkan dengan tepat dan akurat. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirancang study kapasitas tampung/carrying capacity limbah dan hijauan di bawah tanaman kelapa sawit dalam rangka integrasi ternak sawit untu mewujudkan Provinsi Lampung sebagai lumbung ternak di Indonesia bagian barat. 2. METODE PENELITIAN Penentuan kapasitas tampung (Carrying Capasity) hijauan di bawah perkebunan sawit dan kapasitas tampung limbah perkebunan sawit dimulai dengan inventaris data dari data sekunder dan data primer, kemudian dilanjutkan dengan penentuan kapasitas tampung. Data dikumpulkan berdasarkan data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari dinas-dinas terkait misalnya Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan, dan Dinas Perindustrian. Data yang dikoleksi antara lain data luas lahan tanaman (perkebunan dan tanaman pangan), luas areal panen, dan produksi komediti perkebunan, tanaman pangan, dan lainnya. Data primer diambil dengan melakukan cuplikan atau pengambilan sampel untuk menhitung potensi pakan pada
limbah atau hasil samping tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Dari data sekunder dan data primer dipadukan untuk menghitung potensi/daya tampung lahan dari masing-masing komoditi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pemeliharan Berdasarkan pengamatan di lapangan ada dua pola peternak dalam integrasi sawit ternak pertama sistem ternak dikandangkan dan sistem digembalakan. a. Pola Dikandangkan Pada sistem dikandangkan peternak memanfaatkan kebun sawit tidak penuh sebagai sumber pakan. Pada kebun sawit diambil daun sawit dan rumput di bawah kelapa sawit sebagai pakan tambahan, untuk memenuhi kebutuhan pakan lainnya peternak mencari hijauan ditempat lain. Pada sistem ini limbah ternaknya (faeces) dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk pertanian (palawija) dan terkadang digunakan untuk memupuk kebun sawit. Pada pola ini walaupun ada kelompok peternak yang sudah memiliki Chopper penghancur daun dan pelepah sawit namun jarang digunakan peternak karena ongkos operasionalnya cukup tinggi (misalnya bahan bakar/bensin dan perawatan mesin). Sistem ini cukup baik digunakan pada pola penggemukan sehingga sebagian besar pakan dapat dipenuhi oleh pakan konsentrat. Namun hampir sebagian besar kelompok integrasi sawit ternak memelihara ternak untuk pembibitan. Hal ini juga tergambar dari bantuan pemerintah pada pola integrasi ternak sawit bantuan ternaknya ditujukan untuk pembibitan. Pada pola pembibitan ternak sistem ini ada kelemahan antara lain keterbatasan peternak dalam kemampuan memelihara ternak yang dipelihara. Satu orang pekerja dewasa hanya mampu menyediakan pakan 5 ekor sapi. Hal ini disebabkan pakan utama sapi hanya berasal dari hijauan yang diperoleh dari mengarit disekitar peternak dan di bawah kebun sawit. Sedangkan pemberian konsentrat pada sapi pembibitan terkendala biaya konsentrat yang cukup tinggi tidak tertutup dari penghasilan anak sapi.
Pola pembibitan pada kelompok sawit ternak kedepan disarankan untuk mengembangkan usahanya pada sistem penggemukan. b. Pola digembalakan Berdasarkan pengamatan dilapangan pola digembalan ini banyak dilakukan di kebun milik PTPN VII Lampung misalnya di Rejosari dan Bekri. Pola ini sangat efisien seorang dapat menggembalakan 5 sampai 20 ekor sapi. Pada tengah hari setelah peternak kembali dari sawahnya atau ladangnya peternak membawa sapi-sapinya digembalakan di kebun sawit ( dengan persyaratan kebun sawitnya sudah di atas lima tahun) dan pada sore hari di bawa pulang kekandang, peternak mengikuti kelompok sapinya selama digembalakan. Kapasitas Tampung Tanaman Sawit Hasil cuplikan sampel hijaun di bawah pohon sawit di dapat produksi hijauan di bawah pohon sawit sebesar 7237,47 kg/ha/tahun dan produksi hijauan pelepah sawit serta daun sawit sebesar 2647,85 kg/ha/tahun sehingga total produksi hijauan sebesar 9885, 32 kg/ha pertahun. Dengan asumsi kebutuhan bahan kering per unit ternak (Satuan Ternak/ST) sebesar 9 kg bahan kering/ekor/hari, maka 1 ha tanaman sawit dapat menampung sebesar 3 ST. Jika sumber pakan hanya dari rumput lapang di bawah kebun sawit 1 ha kebun sawit dapat menampung 2,2 satuan ternak (ST). Berdasarkan luas areal tanaman sawit masing-masing kabupaten dapat dipridiksi kemampuan tanaman sawit menampung ternak dalam satuan satuan ternak (ST) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Kapasitas tampung sudah dikoreksi dengan proper use (jumlah hijauan ang dimakan ternak) sebesar 50%. Berdasarkan perhitungan potensi limbah sawit tertinggi di Kabupaten Mesuji (53.669,73 satuan ternak) kemudian masingmasing Way Kanan (35.903,75 unit ternak), Lampung Tengah (28.279,75 satuan ternak), Tulang Bawang (24.185,30 satuan ternak). Secara total kemampuan hijauan sawit di provinsi Lampung berpotensi menyediakan pakan hijauan sebesar 670.825,22 ton/tahun atau dapat menampung 204.208,59 satuan ternak.
Berdasarkan perhitungan, limbah sawit dapat menyumbang kebutuhan bahan kering sebesar 28,82% dari populasi ternak ruminansia di provinsi Lampung tahun 2014 sebesar 708.451 satuan ternak (Dinas Peternakan dan Kesehantan Hewan Provinsi Lampung, 2015). Komposisi Botani Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perkebunan sawit Provinsi Lampung diketahui terdapat perbedaan spesies hijauan yang tumbuh di bawah naungan tanaman kelapa sawit praproduksi dan produksi. Jenis spesies hijauan yang tumbuh dibawah naungan tanaman kelapa sawit praproduksi lebih beragam dari pada spesies hijauan yang tumbuh dibawah naungan kelapa sawit produksi. Perkebunan sawit praproduksi di temukan spesies hijauan berupa Mucuna pruriens, Ottochloa nodosa, Centrosema pubescens, Asystasia gangetica, Mikania micrantha, Paspalum conjugatum, Agrenatum conyzoides, Chromolaena odorata, Synedrella nodiflora, Eleusine indica, Cyperus kyllingia, Calopogonium mucunoides, Acalypha australis, Cleome rutidosperma, Digitaria sanguinalis, Mimosa pudica, Cyperus rotundus, Oxalis barrelieri, Eclipta prostrate, Conyza sumatrensis. Spesies hijauandibawah naungan tanaman kelapa sawit produksi terdapat spesies hijauan berupa Mucuna pruriens, Ottochloa nodosa, Centrosema pubescens, Asystasia gangetica, Mikania micrantha , Paspalum conjugatum, Agrenatum conyzoides, Chromolaena odorata, Synedrella nodiflora, Eleusine indica, Calopogonium mucunoides, Mimosa pudica, Lantana camara, Imperata cylindrical, Ipomoea triloba. Secara lengkap komposisi botani dibawah naungan tanaman kelapa sawit praproduksi dan produksi disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1. Luas tanam sawit, produksi hijauan, dan kapasitas tampung dari kebun kelapa sawit pada kabupaten di Provinsi Lampung
No. 1 2
Kabupaten Lampung Barat
Luas Tanam
Total Hijauan Pelepah dan Daun Sawit
Total Hijauan di Bawah Sawit
Total Produksi Hijauan (kg/tahun)
Total Produksi Hijauan (Ton/tahun)
Kapasitas Tampung (ST)
3052
8081252,605
16122922,48
24204175,09
24204,17509
7368,09
0
0
0
0
0,00
4169
11038906,33
22023743,06
33062649,39
33062,64939
10064,73
2805
7427232,49
14818085,7
22245318,19
22245,31819
6771,79
11714
31016970,19
61882016,36
92898986,55
92898,98655
28279,75
Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara
0
8571
22694762,81
45278364,54
67973127,35
67973,12735
20691,97
14872
39378895,4
78564909,28
117943804,7
117943,8047
35903,75
8
Way Kanan Tulang Bawang
10018
26526208,58
52922489,32
79448697,9
79448,6979
24185,30
9
Pesawaran
511
1353053,762
2699480,14
4052533,902
4052,533902
1233,65
10
Prengsewu
1005
2661093,994
5309153,7
7970247,694
7970,247694
2426,26
11
Mesuji Tulang Bawang Barat Bandar Lampung
22231
58864458,28
117440592,9
176305051,2
176305,0512
53669,73
5612
14859760,69
29646736,88
44506497,57
44506,49757
13548,40
24
63548,51328
126785,76
190334,2733
190,3342733
57,94
Metro Provinsi Lampung
3
7943,56416
15848,22
23791,78416
23,79178416
7,24
223974087,2
446851128,4
670825215,6
670825,2156
204.208,59
3 4 5 6 7
12 13 14 15
84587
Tabel 2. Spesies hijauan dan persentase komposisi botani pada kelapa sawit praproduksi dan produksi. Kode A B C D E F G H I j k l m n o p
Nama Spesies Mucuna pruriens Ottochloa nodosa Centrosema pubescens Asystasia gangetica Mikania micrantha Paspalum conjugatum Agrenatum conyzoides Chromolaena odorata Synedrella nodiflora Eleusine indica Cyperus kyllingia Calopogonium mucunoides Acalypha australis Cleome rutidosperma Digitaria sanguinalis Mimosa pudica
Nama lokal Kara benguk Rumput sarang buaya Kakacangan Ara sungsang Sembung rambat Rumput paitan Babandotan Kirinyuh Jotang kuda Rumput belulang Rumput kenop Kacang asu Anting-anting Maman ungu Genjoran Putri malu
Praproduksi (%) 2,66 5,34 0,98 23,19 8,23 11,95 4,29 4,98 0,98 2,83 2,32 11,25 0,70 0,29 7,25 0,70
Produksi (%) 7,31 15,40 6,69 17,47 2,80 20,58 7,61 7,06 1,46 3,34 0,30 3,47
q r s t u v w
Cyperus rotundus Oxalis barrelieri Eclipta prostrate Conyza sumatrensis Lantana camara Imperata cylindrical Ipomoea triloba
Teki lading 4,00 Belimbing tanah 2,43 Urang-aring 3,30 Jalantir 2,32 Saliara 0,61 Alang-alang 0,73 Katang-katang 5,17 sawit, sedangakan pada tanaman kelapa sawit Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat, spesies praproduksi belum ada proses pemanenan buah yang tumbuh di kelapa sawit praproduksi lebih sawit sehingga hijauan yang tumbuh tidak beragam dari pada kelapa sawit produksi. Pada terganggu oleh aktivitas manusia. tanaman kelapa sawit praproduksi terdapat 20 Tanaman kelapa sawit praproduksi spesies yang tumbuh. Spesies yang tumbuh pada memiliki jumlah sepesies yang lebih besar dari kelapa sawit produksi terdapat 15 spesies yang pada tanaman kelapa sawit produksi karena tumbuh. Perbedaan jumlah ragam spesies yang naungan pada tanaman kelapa sawit belum terlalu tumbuh ini disebabkan karena adanya naungan besar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang berbeda pada tanaman kelapa sawit Reksohadiprodjo (1994), yang menyatakan praproduksi dan produksi. Tanaman kelapa sawit umumnya spesies hijauan makanan ternak tidak produksi akan memiliki naungan yang lebih besar tahan terhadap adanya naungan. dari tanaman kelapa sawit praproduksi, sehingga Spesies yang dominan tumbuh dibawah pada tanaman kelapa sawit praproduksi akan naungan kelapa sawit praproduksi adalah terdapat spesies hijauan yang lebih banyak. Hal Asystasia gangetica 23,19%, Paspalum ini sesuai dengan pendapat Hutari (2006), yang conjugatum 11,95%. Asystasia gangetica tumbuh menyatakan bahwa besar kecilnya naungan paling dominan dinaungan tanaman kelapa sawit mempengaruhi jumlah hijauan yang tumbuh praproduksi karena spesies ini mampu dibawahnya, karena hijauan memerlukan sinar berkembang dengan cepat dan tahan terhadap matahari langsung yang digunakan untuk proses naungan. Pada tanaman kelapa sawit praproduksi, metabolisme dan pertumbuhan. Cleome rutidosperma 0,29% tumbuh paling tidak Faktor manusia juga berpengaruh terhadap dominan. Cleome rutidosperma tidak dapat pertumbuhan hijauan diperkebunan kelapa sawit. tumbuh dan berkembang dengan baik dibawah Pada tanaman kelapa sawit produksi, lebih sering naungan kelapa sawit karena spesies ini sering di injak manusia karena proses pemanenan buah tumbuh ditempat yang luas tanpa tanaman lain 4. KESIMPULAN yang menaunginya dan spesies ini membutuhkan 1. Ada dua pola peternak dalam integrasi sinar matahari langsung yang banyak untuk sawit ternak pertama sistem ternak fotosintesis serta tumbuh dengan merambat. dikandangkan dan sistem Spesies hijauan yang dominan tumbuh di bawah naungan kelapa sawit produksi Paspalum digembalakan. conjugatum 20,58%, Asystasia gangetica 17,47%, 2. Pola dikandangkan pada ternak bibit Ottochloa nodosa 15,40%. Paspalum mempunyai keterbatasan jumlah ternak conjugatumtumbuh paling dominan dinaungan yang dipelihara per peternak tanaman kelapa sawit produksi karena spesies ini (maksimal 4-5 ekor). Pada pola ini mampu berkembang dengan cepat dan tahan terhadap naungan dibandingkan dengan spesies sebaiknya dikembangkan lain. Pada areal tanaman sawit produksi penggemukan ternak. Calopogonium mucunoides tumbuh paling sedikit 3. Pola integrasi sawit-ternak yaitu sebanyak 0,30%. Calopogonium digembalakan sangat efisien untuk mucunoides adalah spesies yang sering tumbuh ternak bibit dan jumlah per peternak dan berkembang di tanah lapang dengan sinar matahari langsung serta tidak ternaungi oleh dapat lebih banyak 5-20 ekor per tanaman lain di sekitarnya. Pada tanaman sawit peternak. produksi sudah memiliki kanopi yang besar 4. Secara total kemampuan hijauan sawit sehingga spesies Calopogonium mucunoides tidak di provinsi Lampung berpotensi tahan tumbuh dibawahnya karna kekurangan sinar menyediakan pakan hijauan sebesar matahari.
670.825,22 ton/tahun atau dapat menampung 204.208,59 unit ternak. 5. Berdasarkan parameter kecernaan dan pertumbuhan maka pengaruh pengolahan limbah sawit dengan menggunakan proses fermentasi dapat meningkatkan nilai kecernaan dan berimplikasi terhadap meningkatnya pertambahan bobot badan dan efisisensi ransum. 6.Penggunaan limbah sawit terfermentasi dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, kecernaan serat kasar, total dogestible nutrient dibandingkan perlakuan lainnya. 7. Botanies composition of forage in palm oil plant that non production (young plant palm) were 20 species, and 15 species in plant oil palm production phase. 5. REFERENSI Aritonang, D. 1986. ”Perkebunan kelapa sawit, sumber pakan ternak di Indonesia". Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 4 : 93--95 Bakrie, B., P. Setepu, P. Situmorang, P. Panggabean, dan C.H. Sirait.1995. Pemanfaatan kulit buah kakao (Theobroma cacao) sebagai hijauan sumber energi dalam ransum sapi potong. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor. 27—28 September. Devendra, C. 1979. Malaysian Feeding Stuff. Malaysian Agricultural Research and development Institute. Selangor. Malaysia. Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius. Jakarta Mardiati Zain. 1999. Peningkatan Manfaat Sabut Sawit dalam Ransum Pertumbuhan Domba Melalui Defaunasi Parsial dan Suplementasi Analog Hidroksi Metionin dan
Asam Amino Bercabang. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Penggunaan Seng Organik dan Polyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng, Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Muhtarudin. 2001. Penggunan Pakan Hijauan Teramoniasi, Tepung Bulu Ayam, Daun Singkong dan Campuran lisin-Zn-PUFA dalam Ransum Ternak Ruminansia. J. Peng. Pengb.Wil. Lahan Kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Vol. 23 (2): 118—122. Muhtarudin. 2003. Pembuatan dan penggunaan Zn-Proteinat dalaam ransum untuk meningkatkan nilai hayati dedak gandum dan optimalisasi bioproses dalam pencernaan ternak kambing. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. III (5): 385—393. Muhtarudin. 2004. Pengaruh Tingkat Penggunaan Campuran Lisin-Zn-PUFA dalam Ransum terhadap Parameter Rumen dan Kecernaan Zat-zat Makanan Pada Kambing. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.Universitas Jambi. Vol.VII.No.2. Utomo, B.N., E. Widjaya, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H. Winarno. 1999. Laporan akhir pengkajian Pengembangan ternak potong pada sistem usaha tani kelapa sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Palangkaraya, Palangkaraya.