KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST 2 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENYELENGGARA BANDAR UDARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEAMANAN, KESELAMATAN DAN PELAYANAN PENERBANGAN DENGAN TERBENTUKNYA PERUM LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA (LPPNPI)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,
Menimbang
Mengingat
: a.
:
bahwa dalam rangka mensinergikan fungsi penyelenggara bandar udara dan fungsi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dalam mewujudkan keamanan, keselamatan dan pelayanan penerbangan;
b.
bahwa untuk menjaga keamanan, keselamatan dan pelayanan penerbangan diperlukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;
c.
bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peningkatan Fungsi Penyelenggara Bandar Udara Dalam Rangka Menjamin Keamanan, Keselamatan dan Pelayanan Penerbangan Dengan Terbentuknya Perum Lembaga Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), dengan Instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Udara;
1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 176);
4.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terkahir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
5.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementrian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
6.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bandar Udara;
7.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
8.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara;
MENGINSTRUKSIKAN: Kepada
:
1. 2. 3. 4.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara; Para Kepala Bandar Udara UPT di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;
5.
Direktur Utama PT. Angkasa Pura I (Persero) dan PT. Angkasa Pura II (Persero); 6. Para General Manager PT. Angkasa Pura I (Persero) dan PT. Angkasa Pura II (Persero); 7. Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia; 8. Ketua INACA; 9. Para Kepala Bagian di Lingkungan Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 10. Para Kepala Balai di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
PERTAMA
:
Meningkatkan kesinergian fungsi penyelenggara bandar udara dan fungsi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dalam mewujudkan keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan, agar melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a.
meningkatkan kompetensi, profesionalisme, tanggung jawab, disiplin, dan integritas dari sumber daya manusia;
b.
meningkatkan koordinasi antara regulator dan operator dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing;
c.
meningkatkan tertib pelaporan dan administrasi menuju penyelenggaraan tata pemerintah yang baik, transparan, dan akuntabel.
KEDUA
:
Menyusun Rencana Tindak Lanjut Hasil Rapat Koordinasi Teknis Tahun 2013 (sebagaimana daftar inventarisasi permasalahan terlampir) dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara paling lambat 2 (dua) minggu setelah Instruksi ini ditetapkan.
KETIGA
:
Melaporkan pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut Hasil Rapat Koordinasi Teknis Tahun 2013 sebagaimana dimaksud pada DIKTUM KEDUA kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
KEEMPAT
Melaksanakan rapat evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut
Koordinasi Teknis Tahun
2013 setiap 6 (enam) bulan sekali dan apabila dipandang perlu dapat dibahas kembali pada Rapat Koordinasi Teknis tahun berikutnya. KELIMA
Pelaksanaan pengawasan Instruksi Direktur Jenderal
Perhubungan Udara ini, dilakukan oleh Bagian Perencanaan,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
Perhubungan Udara. KEENAM
Instruksi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2013 DIREKTU
ifSWU PERHUBUNGAN UDARA
BAKTI
LAMPIRAN
INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR INST
2
Tahun
2013
TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENYELENGGARA BANDAR UDARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEAMANAN KESELAMATAN, DAN PELAYANAN PENERBANGAN DENGAN TERBENTUKNYA PERUM LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA (LPPNPI)
HASIL RAPAT KOORDINASI TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TAHUN 2013
A.
PENYELESAIAN PERMASALAHAN DI BIDANG PENYELENGGARAAN NAVIGASI PENERBANGAN, meliputi: 1.
Organisasi Perum LPPNPI
Terkait dengan program pelaksanaan Perum LPPNPI di setiap bandar udara, maka Direktorat terkait bersama-sama dengan Perum LPPNPI perlu segera melakukan sosialiasi kepada bandara-bandara UPT di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui Kantor Otoritas Bandar Udara semaksimal mungkin pada semester I Tahun 2013. Selain itu dipandang perlu untuk dibuat Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait implementasi dan masa transisi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012
tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan
Navigasi Penerbangan.
Selama
masa
transisi
penyelenggara bandar udara tetap memberikan pelayanan navigasi. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Direktorat
Navigasi Penerbangan (koordinator), Direktorat Bandar Udara, Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Perencanaan), dan Perum LPPNPI.
2. Pengalihan Status Personil Bidang Navigasi Penerbangan di Bandar Udara dengan Terbentuknya Perum LPPNPI
Sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum
(Perum)
Lembaga
Penyelenggara
Pelayanan
Navigasi
Penerbangan, Nota Kesepahaman antara Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura I (Persero), PT. Angkasa Pura
II
(Persero)
HK.201/1/10/DRJU-2013, Nomor:
dan
Perum
Nomor:
LPPNPI
Nomor:
KEP. 15/OM.02.03/2013
MoU.04.07.01/00/02/2013/001
Nomor:
032/DU/II/2013 tanggal 12 Februari 2013 tentang Pelaksanaan
Proses Pengalihan Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: AU.313/1/1/DJPU.DNP.2013 tanggal 25 Januari 2013 tentang Pengalihan Tarif, Aset dan SDM Navigasi Penerbangan bahwa Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, PT. Angkasa Pura I (Persero), PT. Angkasa Pura II (Persero) akan mengalihkan status personel yang bertugas pada pelayanan navigasi penerbangan kepada LPPNPI. Sehubungan dengan hal tersebut, Direksi LPPNPI perlu membuat program kebutuhan karyawan, persyaratan kompetensi dan mekanisme rekrutmen serta melakukan restrukturisasi organisasi bilamana dipandang perlu. Disamping itu, Ditjen Perhubungan Udara perlu melakukan koordinasi intensif dengan Biro Kepegawaian dan Organisasi serta Biro Hukum dan KSLN terkait percepatan penyusunan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Inpassing (Pengalihan) PNS diperbantukan dan Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pengalihan SDM untuk tenaga perbantuan dari UPT Ditjen Perhubungan Udara pada Semester I Tahun 2013, serta perlu dilakukannya sosialisasi tentang proses pengalihan, status pegawai, kriteria pegawai, pembagian teknisi listrik dan elektronika, juga tingkat pendapatan. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Kepegawaian dan Umum/Koordinator), Direktorat Navigasi Penerbangan, Biro Kepegawaian dan Organisasi, Biro Hukum dan KSLN, Badan Kepegawaian Negara dan Perum LPPNPI.
3. Status Pendapatan Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan di Bandar Udara Mengingat belum adanya peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan perihal Pendapatan Pelayanan Navigasi Penerbangan di Bandar Udara, maka penyelenggara bandar udara tetap melakukan penerimaan dan penyetoran PNBP sesuai dengan aturan yang berlaku yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara juga perlu menyiapkan pedoman tentang pemisahan pendapatan kebandarudaraan dan kenavigasian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan, dengan target waktu penyelesaian 2013 – 2014. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Setditjen
Perhubungan Udara (Bagian Keuangan/Koordinator), Perum LPPNPI, dan Kementerian Keuangan.
4. Status dan Pengalihan Aset Fasilitas Navigasi Penerbangan di Bandar Udara dengan Terbentuknya Perum LPPNPI Berkenaan dengan telah dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: AU.313/1/1/DJPU.DNP.2013 tanggal 25 Januari 2013 tentang Pengalihan Tarif, Aset dan SDM Navigasi Penerbangan, maka perlu dilakukan inventarisasi status aset di bandar udara terutama yang masih terdapat aset pihak lain seperti Pemda, guna proses lanjut pengalihan kepada LPPNPI. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi terkait status pengalihan, penggunaan dan pemeliharaan asset kepada Bandar Udara dan diharapkan para Kepala Bandar Udara dapat mensosialisasikan kepada jajarannya. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Keuangan/Koordinator), Direktorat Navigasi Penerbangan, dan Perum LPPNPI.
5. Pengoperasian Fasilitas Navigasi Penerbangan Terkait dengan Pengoperasian Fasilitas Navigasi Penerbangan, saat ini belum terdapat pedoman yang mengatur pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan yang terkait dengan penganggaran selama masa transisi, pemisahan antara fasilitas pendukung operasi navigasi penerbangan di bandar udara antara lain listrik, telepon, air, dan gedung. Dengan terbentuknya Perum LPPNPI diperlukan pemisahan yang tegas dan jelas antara fasilitas navigasi penerbangan dan fasilitas bandar udara yang akan diserahterimakan ke Perum LPPNPI. Selama belum dialihkan kepada Perum LPPNPI di bandar udara, maka pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan di bandar udara tetap menjadi tanggung jawab penyelenggara bandar udara, dan perlu dilakukan sosialisasi dari Perum Lembaga PPNPI kepada Bandar Udara dan diharapkan para kabandara mensosialisasikan kepada jajarannya. Ketentuan ini akan dimasukkan dalam Surat Edaran dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait implementasi dan masa transisi (Target Penyelesaian Tahun 2013-2014). Sebagai koordinator penyelesaian adalah Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Perencanaan), Direktorat Navigasi Penerbangan (Koordinator), Direktorat Bandar Udara, Bandar Udara (UPT), dan Perum LPPNPI.
6. Jam Operasi (Operating Hour) terkait telah terbentuknya Perum LPPNPI. Terkait dengan prosedur perubahan jam operasi (operating hour) di bandar udara, selama belum dialihkan kepada Perum LPPNPI di bandar udara, maka prosedur perubahan jam operasi di bandar udara tetap menjadi tanggung jawab penyelenggara bandar udara, dan Prosedur Perubahan Jam Operasi (Operating Hour) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perhubungan, dengan target penyelesaian pada Semester I Tahun 2013. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Direktorat Bandar Udara, Direktorat Navigasi Penerbangan, Direktorat Keamanan Penerbangan, dan Perum LPPNPI.
7. Implementasi New Flight Plan Format Dalam implementasi New Flight Plan Format, masih terdapat beberapa kesalahan pengisian data Flight Plan oleh pihak operator (Maskapai Penerbangan) yang mengakibatkan beberapa pesan ditolak oleh sistem yang ada, terdapat kesalahan konversi oleh alat converter yang ada, terdapat beberapa ATC system yang belum memiliki kemampuan untuk mengolah data New Flight Plan Format, serta belum sesuainya manajemen pengelolaan data Repetitive Flight Plan (RPL) oleh pihak ATS dan Maskapai Penerbangan dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara perlu melakukan sosialisasi implementasi New Flight Plan Format dan mengadakan pelatihan tentang tata cara pengisian New Flight Plan Format, melakukan evaluasi terhadap alat conventer yang terdapat di bandar udara, meng-upgrade alat ATC system yang belum memiliki kemampuan untuk mengelola data New Flight Plan Format, serta melaksanakan sosialisasi atau penyampaian surat edaran kepada pihak ATS dan maskapai penerbangan mengenai tata cara pengelolaan data RPL. Koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Navigasi Penerbangan, Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara, Direktorat Bandar Udara, Kantor Otoritas Bandar Udara, Bandar Udara (UPT) dan LPPNPI.
8. Pemenuhan Prosedur Approach Chart Bandar Udara yang belum memiliki/ meng-update Prosedur Approach Chart untuk melakukan koordinasi dengan Direktorat Navigasi Penerbangan dalam pembuatan prosedurnya untuk menjamin keselamatan penerbangan, dan Direktorat Navigasi Penerbangan perlu melakukan bimbingan teknis untuk beberapa bandara yang belum memiliki Approach Chart. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Direktorat Navigasi Penerbangan dan Bandar Udara (UPT).
B.
PENYELESAIAN PERMASALAHAN DI BIDANG PENYELENGGARAAN BANDAR UDARA, meliputi: 1. Kapasitas Bandar Penerbangan
Udara
Terkait
Pengaturan
Slot
Time
Terkait Pengaturan slot time penerbangan, perlu dilakukan koordinasi yang lebih efektif antara IDSC (Indonesia Slot Coordinator), Bandar Udara dan Operator Penerbangan untuk penyebaran slot time penerbangan yang lebih merata pada bandar udara yang ditetapkan sebagai pilot project. Perlu juga segera diterbitkan pernyataan resmi dari masing-masing Bandar Udara kepada Direktorat Angkutan Udara mengenai kapasitas maksimum pergerakan pesawat per jam, dan perlu dilakukan optimalisasi kinerja IDSC dengan Bandar Udara dalam fungsi pemutakhiran data Notice Airport Capacity (NAC) yang berdasarkan kepada dinamis meutilisasi slot time, untukselanjutnya data NAC tersebut digunakan sebagai alat kerja bagi IDSC. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Direktorat Angkutan Udara (Koordinator), Direktorat Bandar Udara, Direktorat Navigasi Penerbangan, Kantor Otoritas Bandar Udara, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), Bandar Udara (UPT), dan INACA.
2. Kesiapan Operasi Bandar Udara Khususnya Fasilitas Sisi Udara Diharapkan agar tiap-tiap bandar udara secara aktif menyampaikan kondisi yang terkait dengan perubahan fasilitas ke Direktorat Navigasi Penerbangan sehingga dapat dimuat dalam AIP (Aeronautical Information Publication) melalui mekanisme publikasi AIP Supplement atau NOTAM (Notice to Airmen) dan pemenuhan pelaksanaan SMS (Safety Management System) guna meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan pada bandara tersebut. Sebagai koordinator
penyelesaian adalah Direktorat Bandar Udara, Bandar Udara (UPT), dan Kantor Otoritas Bandar Udara.
3. Tindak lanjut hasil pengawasan keamanan dan keselamatan penerbangan Perlu segera dibuatkan peraturan terkait dengan sanksi administrasi dan penilaian kinerja kepada Kepala Bandar Udara dan pejabat terkait. Peraturan tersebut meliputi: a. Peraturan tentang sanksi administrasi ketidakpatuhan terhadap regulasi.
atas
temuan
b. Revisi Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor : SKEP/2767/XII/2010 tentang Kriteria Kepala Bandar Udara, Pejabat Bidang Keselamatan Bandar Udara dan Pejabat Bidang Keamanan Bandar Udara, yang dikaitkan dengan unsur penilaian kinerja. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Hukum dan Humas), Semua Direktorat di Lingkungan Ditjen Perhubungan Udara, Bandar Udara (UPT), dan Kantor Otoritas Bandar Udara.
4. AMC (Apron Movement Control) Setiap Bandar Udara wajib menunjuk Reporting Officer dan membentuk AMC Unit, menyediakan kesempatan training dan workshop terkait standar kompetensi bagi Reporting Officer dan Personel AMC, menyediakan anggaran bagi kegiatan tupoksi Reporting Officer dan Unit AMC, serta penyusunan konsep LOA antara Bandar Udara dengan ATS Provider terkait pelaksanaan tupoksi Reporting Officer dan Unit AMC. Direktorat Bandar Udara dan Direktorat Navigasi Penerbangan akan menindaklanjuti terkait koordinasi antara unit kerja Air Traffic Services (ATS) dan Apron Movement Control (AMC) di Bandar Udara. Direktorat Bandar Udara juga akan membuat Surat Edaran terkait keharusan pembentukan unit kerja AMC di bandar udara. Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Bandar Udara, Direktorat Navigasi Penerbangan, Setditjen Perhubungan Udara, Kantor Otoritas Bandar Udara.
5. Sertifikat Bandar Udara (SBU)/Register Bandar Udara (RBU) Belum terpenuhinya ketentuan keselamatan terkait fasilitas Bandar Udara, serta kurangnya pemahaman operator akan kewajiban memiliki SBU/RBU, karena hingga saat ini masih banyak yang belum mengajukan permohonan beserta kelengkapan persyaratan. Untuk itu perlu dilakukan bimbingan teknis dan sosialisasi terkait kewajiban untuk mempunyai SBU/RBU dijadikan sebagai salah satu kriteria penilaian kinerja (Indeks Kinerja Utama) Pejabat Bandar Udara. Dalam rangka menindaklanjuti hal tersebut, maka: a. Direktorat Bandar Udara akan menginventarisasi permasalahan bandar udara terkait tidak terpenuhinya SBU/RBU. b. Revisi Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor : SKEP/2767/XII/2010 tentang Kriteria Kepala Bandar Udara, Pejabat Bidang Keselamatan Bandar Udara dan Pejabat Bidang Keamanan Bandar Udara, yang dikaitkan dengan unsur penilaian kinerja. c. Kantor Otoritas Bandar Udara membantu mengkoordinasikan dalam melakukan bimbingan teknis pemenuhan persyaratan SBU/RBU. Sebagai koordinator penyelesaian adalah Direktorat Bandar Udara, Setditjen Perhubungan Udara, Bandar Udara (UPT) dan Kantor Otoritas Bandar Udara.
6. Bantuan Perbaikan Peralatan Terkait Fasilitas Penerbangan Setiap kebutuhan perbaikan fasilitas penerbangan yang rusak maupun pergantian suku cadang yang tidak dapat dilakukan oleh operator bandar udara, disampaikan ke Balai Teknik Penerbangan dan ditembuskan ke Direktorat terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan melakukan Revisi SKEP/157/IX/2003 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pelaporan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan. Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Keamanan Penerbangan, Direktorat Navigasi Penerbangan, Direktorat Bandar Udara, Balai Besar Teknik Penerbangan, dan Bandar Udara (UPT).
7. ASP (Airport Security Programme) Mengingat belum seluruh bandar udara memiliki ASP yang disahkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal dan belum optimalnya Kegiatan Komite Keamanan Bandar Udara, maka perlu dilakukan langkah-langkah tindak lanjut, yaitu: a. Bandar udara perlu segera menyusun dan meng-update ASP untuk segera disahkan, mengaktifkan kegiatan Komite Keamanan Bandar Udara dan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat di lingkungan bandar udara serta mengusulkan anggaran yang dibutuhkan. b. Direktorat Keamanan Penerbangan perlu menginventarisasi permasalahan di bandar udara terkait tidak terpenuhinya pengesahan dokumen ASP. c. Revisi Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Nomor : SKEP/2767/XII/2010 tentang Kriteria Kepala Bandar Udara, Pejabat Bidang Keselamatan Bandar Udara dan Pejabat Bidang Keamanan Bandar Udara yang dikaitkan dengan unsur penilaian kinerja. d. Kantor Otoritas Bandar Udara membantu mengkoordinasikan dalam melakukan bimbingan teknis penyusunan ASP. e. Perlu diadakan pelatihan penanggulangan keamanan di bandar udara (ASP) yang dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan penanggulangan keadaan darurat bandar udara (AEP). Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Bandar udara, Direktorat Keamanan Penerbangan, Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Perencanaan) dan Kantor Otoritas Bandar Udara.
8. AEP (Airport Emergency Plan) Belum seluruh bandar udara memiliki AEP dan belum optimalnya Kegiatan Komite Penanggulangan Keadaan Darurat maka perlu dilakukan langkah-langkah tindak lanjut, yaitu:
a. Bandar udara segera menyusun dan meng-update AEP, melakukan pelatihan penanggulangan keadaan darurat (PKD) secara berkala serta mengusulkan anggaran yang dibutuhkan. b. Revisi Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Nomor : SKEP/2767/XII/2010 tentang Kriteria Kepala Bandar Udara, Pejabat Bidang Keselamatan Bandar Udara dan Pejabat Bidang Keamanan Bandar Udara, yang dikaitkan dengan unsur penilaian kinerja. c. Direktorat Keamanan Penerbangan menginventarisasi permasalahan terkait tidak terpenuhinya dokumen AEP. d. Kantor Otoritas Bandar Udara membantu mengkoordinasikan dalam melakukan bimbingan teknis penyusunan AEP. e. Direktorat Keamanan Penerbangan menyusun urutan prioritas dan pengusulan anggaran terkait pelatihan penanggulangan keadaan darurat kepada Setditjen (Bagian Perencanaan). Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Keamanan Penerbangan, Direktorat Bandar Udara, Setditjen (Bagian Perencanaan) dan Kantor Otoritas Bandar Udara.
9. Pembangunan Bandar Udara Baru Terkait dengan Pembangunan Bandar Udara Baru, perlu memperjelas status pemrakarsa dan pengelola hasil pembangunan bandar udara melalui MOU di awal perencanaan sebelum pembangunan dilaksanakan dan meningkatkan harmonisasi persiapan pembangunan dilingkungan Direktorat terkait dengan mempertimbangan kepentingan unit kerja terkait. Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Bandar Udara, Direktorat Keamanan Penerbangan, dan Direktorat Navigasi Penerbangan.
10. Kepemilikan / Status Lahan Bandar Udara Masih terdapat beberapa Bandar Udara UPT yang status kepemilikan tanahnya masih milik Pemda/Pemprov yang belum ditindaklanjuti dengan serah terima operasional sampai dengan pengalihan kepemilikan (hibah) kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan masih terdapat beberapa sertifikat tanah bandar udara yang belum disarahkan kepada Setditjen Perhubungan Udara sebagai Kuasa Pengguna Barang (KPB) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Perhubungan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti: a.
Kepala Bandar Udara berkoordinasi dengan pemda untuk dapat dilaksanaknnya serah terima operasional maupun pengalihan aset, dan tanah yang sudah bersertifikat asli, diserahkan ke Kantor Pusat atas nama: Milik RI Cq. Kemenhub dan datanya dicatat ke SIMAK BMN.
b.
Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Keuangan) melakukan inventarisasi permasalahan status lahan bandar udara serta identifikasi penyelesaian masalah sesuai dengan karakteristik daerah tersebut.
c.
Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Keuangan) membuat pertemuan dengan pihak terkait (Pemerintah Daerah/DPRD/tokoh masyarakat) beserta Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai narasumber untuk mencari persamaan persepsi berkaitan investasi yang akan dilakukan Pemerintah Daerah.
Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Setditjen Perhubungan Udara (Bagian Keuangan).
11. Pembukaan Rute Baru Airlines di Suatu Bandar Udara Bandar Udara harus menerima dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya terkait data yang diperlukan oleh airlines yang melakukan survey dalam rangka pembukaan rute baru ke bandar udara tersebut. Sebagai koordinator penyelesaian masalah adalah Direktorat Bandar Udara dan Bandar Udara (UPT).
C. PENYELESAIAN PERMASALAHAN DI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA, meliputi:
Proses Diklat Pegawai
Pimpinan
Bandar
memperhatikan
Udara
tingkat
dalam
mengusulkan
kesibukan
personil
diklat
dan
harus
prioritas
berdasarkan program pengembangan SDM di bandar udara tersebut
serta bagi para personil yang menduduki jabatan Pengelola Anggaran sebaiknya tidak diusulkan dalam proses diklat kompetensi terkecuali diklat terkait pengelolaan anggaran, dan akan dibuat Surat Edaran
yang ditujukan oleh seluruh pimpinan unit kerja yang mengatur tata cara pengusulan calon peserta diklat, serta Bagian Kepegawaian
dan Umum dengan pimpinan unit kerja di lingkungan Ditjen Perhubungan Udara.
Sebagai
koordinator
penyelesaian
masalah
adalah
Setditjen
Perhubungan Udara (Bagian Kepegawaian dan Umum).
DIREKTIi^^E^NpERHUBUNGAN UDARA ^^SKaa v<
•
•
--.••-.
•!>..»&
•!••
•
• -•:-'
••>,•!•..
'
•••'-•$
.-•.-: