Instanton: Pendekatan Semiklasikal Fenomena Tunneling Antarruang Vakum Ilham Prasetyo Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Pendekatan semiklasikal dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kuantum yang tidak mampu dijelaskan oleh teknik perturbasi. Menggunakan ruang Euklidean, efek tunneling antar vakum pada suatu potensial dapat dipelajari. Solusi ini biasa disebut dengan instanton, dengan probabilitas sebanding dengan exp (−!! /ℏ) dengan !! adalah aksi pada ruang Euklidean. Menggunakan aproksimasi thin-wall, solusi dan aksi instanton dapat dicari secara analitik. Pada penelitian ini kami menghitung solusi instanton dan aksinya tanpa pendekatan thin-wall perhitungan numeric menggunakan shooting method.
Instanton: Semiclassical Approach of Tunneling between Vacuum Spaces Phenomenon Abstract Semiclassical approach could be used to explain quantum phenomena which can not be explained using perturbation technique. Using Euclidean space, tunneling effect between vacuums of a potential can be investigated. The solution is called instanton, whose probability is proportional to exp (−!! /ℏ) with !! an action in Euclidean space. Using thin-wall approximation, the solution and its action can be derived analytically. In this research, we calculate instanton solution and its action without thin-wall approximation with numerical computation using shooting method.
Keywords : semiclassical approach, thin-wall approximation, numerical solution, shooting method
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Pendahuluan Teori medan merupakan teori yang dapat diperlakukan secara umum mekanika klasik dan kuantum. Kita bisa menggunakan teori medan untuk memenuhi keadaan fisis yang ditinjau. Jika kita mau menggunakan mekanika klasik nonrelativistik, maka teori medan tersebut dimodifikasi dengan operasi aljabar tertentu agar menghasilkan persamaan gerak yang sesuai mekanika klasik nonrelativistik. Hal yang sama juga bisa digunakan untuk mekanika klasik relativistik, mekanika kuantum nonrelativistik, dan mekanika kuantum relativistik. Teori medan merupakan teori yang dapat diperlakukan secara umum mekanika klasik dan kuantum. Kita bisa menggunakan teori medan untuk memenuhi keadaan fisis yang ditinjau. Jika kita mau menggunakan mekanika klasik nonrelativistik, maka teori medan tersebut dimodifikasi dengan operasi aljabar tertentu agar menghasilkan persamaan gerak yang sesuai mekanika klasik nonrelativistik. Hal yang sama juga bisa digunakan untuk mekanika klasik relativistik, mekanika kuantum nonrelativistik, dan mekanika kuantum relativistik. Penelitian ini merujuk pada [1] dan [2] yang telah memberikan perhitungan analitik kemudian kami mencari tahu bagaimana fenomena yang terjadi saat menghitung tanpa menggunakan aproksimasi thin-wall yang hanya bisa dilakukan dengan numerik. Kami membatasi perhitungan numerik hanya dalam menentukan aksi Euclidean pada referensi [1] tidak sampai pada koreksi kuantum pada referensi [3] dan tidak menghitung solusi yang melibatkan gravitasi [4]. Dari perhitungan, kami akan mendapatkan hasil aksi berdasarkan potensial yang diberikan. Tunneling antar Vakum pada Teori Medan Fenomena tunneling merupakan fenomena kuantum yang dapat dijelaskan melalui aproksimasi WKB (Wentzel-Kramers-Brillouin). Kami mendeskripsikan ini berpegang pada referensi [5]. Pada mekanika kuantum, bentuk akhir berupa probabilitas per satuan volume Γ = !! !ℬ/ℏ 1 + ! ℏ , !
(1)
dengan ℬ=2
!" 2![! ! − !]. (2)
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Dengan ! massa partikel yang mengalami tunneling, ! energi partikel. Potensial !(!) memiliki dua minimum yang berbeda nilai. Salah satu minimum !(!!"#$! ), lebih tinggi dibandingkan minimum yang lain, !(!!"#$%" ). Partikel tersebut tunneling dari minimum local menuju minimum global, sehingga ! = !(!!"#$! ). Kita lanjutkan pada ranah teori medan. Kita anggap ada sebuah teori medan skalar ! dengan potensial !(!). Menggunakan ruang Euklidean di mana komponen waktunya dijadikan imaginer, ! = !", kita akan dapatkan energi partikel 1 !" !=− 2 !"
!
+! ! .
(3)
Persamaan ini memberikan persamaan gerak menyerupai persamaan gerak Newtonian dengan potensial terbalik, −!. Potensial !(!) memiliki minimum yang bisa diartikan sebagai vakum. Minimum lokal dinamakan false vacuum, !(!!"#$% ). Maksimum global dinamakan true vacuum, !(!!"#$ ). Hal ini akan memberikan !!"#
%$ℬ=2
!!"#$ !
ℬ=2
!" !! !
ℬ=
!" 2 ! ! − ! !!"#
%$1 !" 2 !" 1 !" 2 !"
!" !!
(4)
!
+ ! ! − ! !!"#
%$(5)
!
+ ! ! − ! !!"#
%$ℬ = !! ! − !! !!"#$% .
(6) (7)
Persamaan (4) didapat dengan transformasi ! = !!. Persamaan (5) didapat dari substitusi persamaan (3) dan ! = !(!!"#$% ). Persamaan (6) didapat dengan simetri waktu, ! ! ! = 0 !(!!"#$ ) dan ! ! ! → ±∞
→
= !(!!"#$% ), yang kemudian ini membuat ℬ dinamakan aksi
bounce, ℬ dengan batas integrasi ! = 0 menuju ! → +∞ sama dengan ℬ dengan batas integrasi ! → −∞ menuju ! = 0. Aksi instanton adalah setengah aksi bounce. Aksi Euklidean didefinisikan sebagai !
!!!
1 !" !" 2 !" !!
!
+ !(!) ,
dan kita membutuhkan syarat batas
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
(8)
!" !"
!!!
= 0,
lim ! = !!"#$% .
!→±!
(9)
Teori yang kita telah bahas adalah teori medan skalar riil bergantung satu dimensi waktu. Sekarang kita masuk pada teori medan skalar riil yang bergantung tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Aksi Euklidean digantikan dengan !
!!!
1 !" !" 2 !" !!
!
+
1 ∇! 2
!
+ !(!) .
(10)
Persamaan ini membuat syarat batas !(!, !) menjadi !" !"
!!!
= ∇!
|!|!!
= 0,
lim ! = lim ! = !!"#$% .
!→±!
|!|→±!
(11)
Aksi Euklidean ini akan memberikan persamaan differensial parsial. Hal ini bisa disederhanakan dengan mendefinisikan koordinat bola empat dimensi dengan radius !! = ! ! + ! ∙ !. Medan skalar juga didefinisikan ! = !(!). Hal ini membuat medan skalar menganut simetri O(4). Aksi Euklidean akan menjadi !!! 2!
!
! !
1 !" !" 2 !"
!
+ !(!) ,
(12)
dan syarat batasnya menjadi !" !"
= 0, !!!
lim ! = !!"#$% .
!→!
(13)
Faktor 2! ! berasal dari simetri O(4). Aksi ini akan memberikan persamaan gerak berupa ! ! ! 3 !" !" + − = 0. !"! ! !" !"
(14)
Suku kedua di lengan kiri persamaan (14) seperti gaya hambat dengan koefisien hambatan 3/!. Gaya hambat ini menjadi tak hingga saat ! → 0. Karenanya, jika !(0) terlalu jauh dari !!"#$ , maka lim!→! ! < !!"#$% , dan jika !(0) terlalu dekat dengan !!"#$ , maka lim!→! ! ≫ !!"#$% , jika kita mendesain !!"#$% = −!!"#$ > 0. Kasus !(0) terlalu jauh dari !!"#$ disebut dengan undershoot, dan kasus !(0) terlalu dekat dengan !!"#$ disebut dengan overshoot. Menggunakan argumen kontinuitas, solusi yang tepat berada di antara solusi-solusi undershoot dan overshoot.
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Secara analitik, kita bisa mendapatkan alasan untuk solusi undershoot. Energi kinetik pada solusi undershoot tentu kurang dari energi potensialnya. Dari persamaan gerak (13) kita dapatkan ! 1 !" !" 2 !"
!
+ !(!) = −
3 !" ! !"
!
≤ 0.
(14)
Persamaan (13) kita bisa linearisasikan dengan menganggap ! dekat dengan !!"#$ sehingga 3 !!! !! + − !!! ! !! ! !
! − !!"#$ = 0,
(14)
!"#$
yang kemudian akan memberikan solusi !! ! − !!"#$ = !(0) − !!"#$
!!! !! ! ! !!!
!! ! !
! !"#$
.
(14)
! !"#$
Solusi ini memberikan kesimpulan bahwa dengan adanya !! (!) yang merupakan solusi Bessel jenis pertama yang berkembang lebih cepat daripada 1/!, solusi ini akan memberikan nilai yang terus berkembang hingga tak hingga saat ! menuju tak hingga.
Gambar 1. Potensial medan skalar dan solusi undershoot (hijau), solusi overshoot (merah) juga solusi yang sesuai syarat batas (biru) dalam ruang Euklidean di mana potensialnya terbalik.
Instanton ini memiliki bentuk yang mematuhi invariansi terhadap O(3,1) karena instanton telah invarian terhadap O(4). Hal ini membuat instanton ini berbentuk bola empat dimensi dengan radius ! di ruang Euklidean dan berbentuk bola tiga dimensi dengan radius |!| yang merupakan fungsi bergantung waktu. Pada ruang empat dimensi, bola ini memiliki isi true vacuum dan berada di ruang berisikan false vacuum. Bola ini, yang disebut bubble, memiliki dinding dengan ketebalan yang cukup untuk menahan tekanan dari false vacuum.
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Potensial memiliki suku simetrik yang dirusak suku perusaknya yang bergantung perbedaan energi vakum ! = ! !!"#$% − !(!!"#$ ). Jika solusi dimulai dari ! = ! ≫ 0 dan ! → 0, kita bisa melihat solusi ini memenuhi persamaan differensial (14) dengan 3/! → 0. Solusi ini akan memiliki !(0) → !!"#$ . Menggunakan pendekatan ini, dinding bubble akan menjadi tipis karena perbedaan energi vakum kecil, sehingga pendekatan ini biasa disebut sebagai thinwall approximation. Pendekatan ini akan memberikan hasil jari-jari bubble dan aksi bubble minimum sebesar 27! ! ! ! ℬ= . 2! !
3! != , !
(14)
! adalah aksi Euklidean persatuan luasan permukaan bola empat dimensi. Potensial yang digunakan memiliki suku simetri !! di tambah suku perusak simetri bergantung perbedaan energi vakum, memiliki minimum lokal di !! , minimum global di !! , dan perbedaan energi vakum kecil ! ! = !! ! + !(!).
(15)
Persamaan gerak akan menghasilkan solusi pada dinding berupa !
!
!" = !
!
!" 2!! !
.
(16)
Pada dinding bubble, aksinya persatuan luas bola empat dimensi adalah !=
!! !!
!" 2!! (!).
(17)
Kita definisikan solusi analitik sebagai ! ! ≪ ! = !! ,
! ! ≪! =! !−! ,
!(! ≫ !) = !! .
(18)
Menggunakan syarat batas, kita bisa dapatkan aksi bounce berupa ℬ = !! !! − !! ! ! − !
! ! !! ! =− + 2! ! !! !. 2
(19)
Pada aksi bounce terkecil, hal ini akan menghasilkan persamaan (14). Setelah tunneling selesai, medan tidak tepat pada minimum global karena tunneling tidak merusak konservasi energy. Hal ini menyebabkan terjadinya berkembangnya jari-jari bubble yang memenuhi !! = −! ! + ! ∙ ! .
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
(20)
! bernilai konstan karena nilai ini berubah hanya saat tunneling terjadi. Berkembangnya bubble terjadi pada ruang-waktu Minkowskian dan bubble berbentuk sama bagi semua pengamat dikarenakan menganut simetri O(3,1). Kecepatan bubble mengembang adalah !=
!|!| = !"
|!|! − !! . |!|
(21)
Hal ini menjadikan energi untuk mengembang berasal dari dinding bubble yang tentunya berasal dari !. Hal ini menjadikan energy pada dinding harus memenuhi energy relativitas khusus yang merupakan !!"#!"#$ =
4!|!|! ! 1 − !!
.
(22)
Dengan sedikit aljabar, kita bisa dapatkan !!"#!"#$
4!|!|! ! = , 3
(23)
yang akan memberitahu bahwa semakin besar perbedaan energy vakum, maka semakin besar energi pada dinding bubble. Hal ini mempertegas bahwa dikarenakan energi dinding berbanding lurus dengan tebal dinding, maka semakin kecil perbedaaan energy semakin tipis dindingnya.
Potensial Tiga Sumur dan Perhitungan dengan Shooting Method
Potensial yang digunakan adalah ! ! = !! ! ! ! − ! !
!
+ !! ! + !"
(24)
Potensial ini bergantung pada keempat parameter, !, !, !, dan !, yang akan membentuk kurva potensial tersebut. Potensial ini dapat menjadikan kurva potensial tiga sumur dengan parameter parameter tertentu. Ketiga sumur potensial yang didapat kami namakan dari kiri ke kanan !! , !! , dan !! . Kita tinjau hanya tiga bentuk potensial yang kami contohkan pada gambar 2. Potensial BAC kita namakan untuk kurva dengan spesifikasi !! < !! < !! , potensial ABC untuk !! < !! < !! , dan potensial ACB untuk !! < !! < !! .
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Gambar 2. Kurva potensial dari atas ke bawah: BAC, ABC, dan ACB.
Shooting method pada dasarnya adalah mengubah syarat batas menjadi syarat inisial. Syarat batas pada persamaan gerak (14) membutuhkan syarat batas di titik awal ! → 0 dan syarat batas di titik akhir ! → ∞. Kami menggunakan metode Runge-Kutta orde empat yang akan membutuhkan, dari persamaan differensial biasa orde dua, syarat awal !, !, dan !"/!". Dari persamaan (13), kita tidak memiliki syarat awal !, sehingga kita harus mencarinya secara trial and error. Syarat awal ini, ! ! → 0 = !, harus memenuhi syarat akhir di mana saat ! → ∞, ! ≈ !!"#$% , yang jelas berada di antara solusi undershoot dan solusi overshoot. Setelah kurva solusi !(!) kita dapatkan, kita bisa menghitung juga aksi bounce ℬ. Agar aksi bounce tidak bernilai negatif, maka kita harus memasukkan !(!!"#$% ). Setiap solusi memiliki aksinya masing-masing. Karena kurva ini potensial yang digunakan memiliki sumur tiga buah, kita bisa membandingkan dua aksi dari dua solusi yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menguji apakah hasil dari thin-wall approximation masih sesuai dengan solusi numerik.
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Selain itu, kita bisa melihat secara numerik apakah ada tunneling dari C ke A dari ketiga potensial sebelumnya. Untuk potensial BAC, jelas tidak ada tunneling dari C ke A. Untuk potensial ABC, tunneling dari C ke A bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Untuk potensial ACB, tunneling dari C ke A hanya terjadi secara langsung. Hasil dan Analisis
Gambar 3. Potensial BAC (a = 4.0; b = 0.9; c = 0.25; d = 1.0)
Pertama, kita gunakan potensial BAC (a = 4.0; b = 0.9; c = 0.25; d = 1.0), kita dapatkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan prediksi perhitungan analitik. Perhitungan analitik menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan energy vakum, semakin mungkin tunneling terjadi. Dari gambar 3, kita bias melihat solusi numerik juga memberikan hasil yang sama.
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Gambar 4. Potensial ABC 1 (a = 4.0; b = 0.0; c = 1.0; d = 1.0)
Gambar 5. Potensial ABC 2 (a = 4.0; b = -0.1; c = 0.5; d = 1.0).
Kedua, kita gunakan potensial ABC 1 (a = 4.0; b = 0.0; c = 1.0; d = 1.0) dan potensial ABC 2 (a = 4.0; b = -0.1; c = 0.5; d = 1.0). Hal ini memberikan kita kesimpulan bahwa tunneling dari C ke A secara tak langsung membutuhkan syarat !!" ≥ !!" [6]. Kami tidak menemukan solusi tunneling dari C ke A secara langsung, hanya menemukan yang tidak langsung.
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
Ketiga, kita gunakan potensial ACB (a = 4.0; b = -2.0; c = 0.25; d = 1.0). Hal ini juga memberikan hasil yang selaras dengan pendekatan thin-wall limit. Akan tetapi, kami tidak mendapatkan solusi tunneling dari C ke A secara langsung. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa solusi tunneling dari C ke A cenderung sulit untuk didapatkan dikarenakan kita harus melompati satu sumur daripada hanya menemukan tunneling yang tidak melompati sumur.
Gambar 6. Potensial ACB (a = 4.0; b = -2.0; c = 0.25; d = 1.0)
Kesimpulan dan Saran
Penelitian menggunakan perhitungan numerik ini menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan energi antar vakum yang berbeda nilai energi vakumnya semakin besar probabilitas tunneling, yang menjadikan hasil analitik pendekatan thin-wall sesuai dengan perhitungan numerik. Kemudian, kita mendapatkan bahwa lompatan tunneling langsung antar dua vakum yang dipisahkan oleh sebuah vakum cenderung sulit untuk didapatkan, walaupun bisa saja ada, bergantung pada parameter potensial; lompatan tidak langsung cenderung lebih mudah ditemukan daripada lompatan langsung. Literatur-literatur yang kami kutip sebagai teori dasar skripsi ini sampai saat ini telah dikutip tidak hanya oleh fisikawan teori, tetapi telah dibahas juga oleh fisikawan eksperimentalis
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
dari berbagai bidang. Teori instanton ini secara matematik bisa digunakan pada berbagai teori dikarenakan potensial pada aksi Euklidean tidak dimasukkan secara eksplisit harus bagaimana, asalkan memiliki lebih dari dua minimum agar terjadi tunneling maka potensial itu sudah bisa digunakan. Sehingga hal ini tidak menutup kemungkinan bidang fisika selain teoritis untuk menggunakannya. Penelitian ini masih membahas sebagian kecil mengenai instanton. Dua pembahasan lain dapat dilihat pada acuan [6] dan [7] yang keduanya merupakan hasil dari penulis yang menjadi sumber dasar teori skripsi ini. Daftar Acuan [1] E. J. Weinberg, ``Classical solutions in quantum field theory : Solitons and Instantons in High Energy Physics,’’ (New York: Cambridge University Press, 2012). [2] S. R. Coleman, ``The Fate of the False Vacuum. 1. Semiclassical Theory,’’ Phys. Rev. D 15, 2929 (1977) [Erratum-ibid.D 16, 1248 (1977)]. [3] C. G. Callan, Jr. and S. R. Coleman, ``The Fate of the False Vacuum. 2. First Quantum Corrections,’’ Phys. Rev. D 16, 1762 (1977). [4] S. R. Coleman and F. De Luccia, ``Gravitational Effects on and of Vacuum Decay,’’ Phys. Rev. D 21, 3305 (1980). [5] S. Gasiorowicz, ``Quantum Physics, 2nd ed,’’ (New York: John Wiley and Sons, 1995). [6] A. R. Brown and A. Dahlen, “The Case of the Disappearing Instanton,” Phys. Rev. D 84, 105004 (2011) [arXiv:1106.0527 [hep-th]]. [7] C. G. Callan, Jr. and S. R. Coleman, “The Fate of the False Vacuum. 2. First Quantum Corrections,” Phys. Rev. D 16, 1762 (1977). [8] S. R. Coleman and F. De Luccia, “Gravitational Effects on and of Vacuum Decay,” Phys. Rev. D 21, 3305 (1980).
Lampiran Berikut ini adalah code FORTRAN 90 yang digunakan untuk perhitungan numerik. !====================================================================== ! Program Solusi dan Aksi Instanton ! menggunakan metode tembak (shooting method) ! untuk mencari inisial solusi \phi ! dan aksi yang diberikan ! ! ! ! ! ! ! !
masukan = t x0 x1 x2 a, b, c, d potf x0init
: : : : : : :
\rho \phi \phi' \phi'' parameter potensial nilai perkiraan potensial saat false vacuum \phi(\rho=0) ; yang dicari
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
! x1init ! action ! ! ! ! ! ! !
: \phi'(\rho=0) ; sudah ditentukan : aksi yang di cari \mathcal{B} jika bernilai negatif maka potf harus dirubah
keluaran berupa tiga kolom data kolom pertama adalah \rho kolom kedua adalah \phi kolom ketiga adalah sumasi aksi dari awal perhitungan kolom pertama dan kedua digunakan untuk melihat plot di gnuplot ketiga kolom diakhiri dengan menampilkan parameter potensial dan potf
program shootinstanton implicit none integer :: j integer,parameter :: n = 80 integer,parameter :: jmin=1, jmax=n real,parameter :: tmin=0.001, tmax=n/20 real,parameter :: h=(tmax-tmin)/n ! ditetapkan setiap satu detik 20 iterasi sehingga harus kelipatan 20 ! agar solusi konsisten real :: k1,k2,k3,k4,x2,action,pot,lagr real,dimension(jmin-1:jmax) :: t,x0,x1 real,parameter :: x1init= 0.0 !===================Bagian program yang sering diubah================ !!$! untuk potensial dengan V_A
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
!!$ !!$! untuk potensial dengan V_B
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
!==================================================================== ! menghitung dengan metode runge-kutta orde 4 call rungekutta4(t,x0,x1,a,b,c,d,h,jmin,jmax,tmin,x0init,x1init) ! menampilkan parameter-parameter print *, '# a=',a,'b=',b print *, '# c=',c,'d=',d print *, '# potf=',potf,'x0init=',x0init ! menghitung sumasi dalam action action=0 do j=0,jmax lagr=2.*3.14**2*t(j)**3*((0.5)*x1(j)**2+pot(x0(j),a,b,c,d)-potf) action=action+h*lagr print *, t(j),x0(j),action end do end program shootinstanton !============================================================== ! Fungsi untuk memasukkan persamaan eksplisit phi'' function x2(t,x0,x1,a,b,c,d) implicit none real :: t,x0,x1,x2,a,d,b,c x2=-(3/t)*x1 + (2*a*x0*(x0**2-d**2)*(3*x0**2-d**2)+(2*b*x0+c)) end function x2 !============================================================== !============================================================== ! Fungsi untuk memasukkan persamaan eksplisit potensial function pot(x0,a,b,c,d) implicit none real :: pot,a,b,c,d,x0 pot=a*x0**2*(x0**2-d**2)**2+b*x0**2+c*x0 end function pot !============================================================== !===================================================================== ! Subroutine untuk shooting method menggunakan runge kutta orde 4 subroutine rungekutta4(t,x0,x1,a,b,c,d,h,jmin,jmax,tmin,x0init,x1init) real :: a,b,c,d,h,k1,k2,k3,k4 integer :: jmin,jmax,j real,dimension(jmin-1:jmax) :: t,x0,x1 ! membersihkan array t,x0,x1 do j=jmin-1,jmax t(j)=0 x0(j)=0 x1(j)=0 end do ! memberikan nilai batasan awal
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015
t(0) = tmin x0(0) = x0init x1(0) = x1init ! memulai iterasi Runge-Kutta do j=jmin-1,jmax-1 t(j+1)=t(j)+h x0(j+1)=x0(j)+h*x1(j) k1=h*x2(t(j),x0(j),x1(j),a,b,c,d) k2=h*x2(t(j)+h/2,x0(j)+h*x1(j)/2,x1(j)+k1/2,a,b,c,d) k3=h*x2(t(j)+h/2,x0(j)+h*x1(j)/2,x1(j)+k2/2,a,b,c,d) k4=h*x2(t(j)+h,x0(j)+h*x1(j),x1(j)+k3,a,b,c,d) x1(j+1)=x1(j)+(k1+2*k2+2*k3+k4)/6 end do end subroutine !======================================================================
Instanton: pendekatan semiklasikal ..., Ilham Prasetyo, FMIPA UI, 2015