KONSTRUKSI SOLUSI MULTI-INSTANTON UNTUK GRUP GAUGE U(N) TUGAS AKHIR
Diajukan ke departemen fisika ITB untuk memperoleh gelar sarjana sains
Oleh: Franky A. M. Lumban Tobing NIM. 10200046
KELOMPOK BIDANG KEAHLIAN FISIKA TEORETIK DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2004
Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu. (Lukas 21:19)
-
, ,
,
-
,
.
----------------
“met-met ahu on, bahen ias roha on, sasada ho Jesus, donganhu tong-tong”, amen.
Kupersembahkan untuk Ayah, Ibu dan Adik-adikku.
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
:
Franky A. M. Lumban Tobing
NIM
:
10200046
Judul tugas akhir
:
Konstruksi Solusi Multi-Instanton Untuk Grup Gauge U(N)
Sidang sarjana
:
7 Juni 2004
Waktu
:
14.00 – 16.30 WIB
Dosen penguji
:
Dr. rer. nat. Bobby E. G. Dr. rer. nat. Freddy H.
Bandung,
Juni 2004
Telah diperiksa dan disetujui oleh, Dosen pembimbing:
Hans J. Wospakrik PhD NIP. 130676126
i
ABSTRAK
Dalam tugas akhir ini diberikan beberapa solusi klasik persamaan medan YangMills SU(N), dalam ruang–waktu Euclidean, yang berkaitan dengan solusi instanton. Pertama dibahas medan Yang-Mills bersama penurunan persamaan geraknya dan dipaparkan konstruksi solusi instanton untuk grup gauge SU(2) dengan muatan topologi Q = 1. Solusi ini kemudian diperluas untuk mendapatkan solusi multi-instanton (Q > 1) SU(2) ‘t Hooft. Setelah itu diperkenalkan konstruksi instanton ADHM untuk sembarang grup gauge, yang dapat digunakan untuk memperoleh solusi instanton yang paling umum. Terakhir, dipecahkan kendala ADHM untuk memperoleh solusi umum instanton dengan muatan topologi Q = 2 dari grup gauge U(N).
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... i ABSTRAK................................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................iii KATA PENGANTAR................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................1 1.1 Latar belakang masalah...................................................... 1 1.1.1 Teori medan gauge...................................................1 1.1.2 Instanton................................................................... 3 1.2 Sistematika penulisan......................................................... 5
BAB II
MEDAN YANG-MILLS: TEORI GAUGE NON-ABELIAN.......... 6 2.1 Simetri global dan lokal Abelian.......................................... 7 2.2 Konstruksi invariansi gauge non-Abelian lokal..................10 2.3 Persamaan gerak dan muatan Noether medan YangMills................................................................................... 18 2.4 Rangkuman....................................................................... 22
BAB III
SOLUSI INSTANTON MEDAN YANG-MILLS......................... 24 3.1 Syarat batas untuk fungsi aksi S berhingga...................... 25 3.2 Konstruksi fungsi aksi S minimum.................................... 27 3.3 Muatan topologi................................................................. 28 3.4 Self-dual dan antiself-dual................................................. 32 3.5 Solusi eksplisit instanton BPST.........................................33
BAB IV
SOLUSI MULTI-INSTANTON................................................... 38 4.1 Solusi Q-instanton SU(2) 't Hooft...................................... 38 4.2 Parameter total solusi Q-instanton.................................... 41 4.3 Konstruksi Atiyah-Drinfeld-Hitchin-Manin (ADHM)............ 42 4.4 Solusi Q-instanton SU(2) ADHM....................................... 48 4.5 Interaksi instanton............................................................. 51
iii
BAB V
KONSTRUKSI ADHM UNTUK GRUP GAUGE U(N)............... 53 5.1 Deskripsi solusi Q-instanton U(N) ADHM......................... 53 5.2 Parameter kendala Q = 2 instanton U(N) ADHM.............. 58 5.3 Kendala solusi Q = 2 instanton U(N) ADHM..................... 59 5.4 Solusi Q = 2 instanton U(N).............................................. 66
BAB VI
INTERPRETASI DAN APLIKASI FISIS INSTANTON............. 74
BAB VII KESIMPULAN...........................................................................76 APENDIKS A........................................................................................... 77 APENDIKS B........................................................................................... 84 APENDIKS C........................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 95
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang terbaik hamba panjatkan hanya bagi Yesus Kristus di surga, yang selalu setia menjagaku. Setelah melewati detik demi detik yang berharga, akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, untuk meraih gelar pertamaku, SSi. Pada saat pertama kali Pak Hans menantang saya untuk mengerjakan topik instanton, saya kurang tertarik, sebab dari dulu saya ingin mencoba relativitas umum. Namun beliau melalui cerita-ceritanya, meyakinkan saya bahwa topik ini sangatlah menarik, dan kenyataan bahwa belum ada mahasiswa yang pernah mengambil topik ini menjadi pemicu tambahan bagi saya. Seringnya mengabaikan nasehat “jangan pernah menunda pekerjaan”, membuat saya banyak menyiakannyiakan waktu untuk hal-hal yang menghambat proyek ini. Saya mulai bekerja keras untuk menyelesaikan tugas akhir ini pada bulan Maret dan dua bulan terakhir adalah saat-saat yang sangat menguras kekuatan dan penuh konsentrasi; sendirian di laboratorium sampai subuh menjadi kenangan yang tak terlupakan. Pada kesempatan ini, dari hati yang terdalam, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Hans J. Wospakrik PhD, selaku dosen pembimbingku. Saya hanyalah perpanjangan tangannya sehingga tugas akhir ini dapat tercipta. Beliau tidak hanya sekedar menjadi dosen pembimbing, tetapi lebih dari itu, kesabarannya, pengetahuannya yang luar biasa, dan gaya bahasanya yang khas, membuat saya betah untuk mendengarkan kuliahnya dan memberanikan diri untuk menanyakan segala hal yang tidak aku mengerti. 2. Dr. rer. nat. Bobby E. G., dan Dr. rer. nat. Freddy H., yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji saya dalam sidang sarjana, serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas akhir ini.
v
3. Ayah dan Ibuku tercinta, atas kasih sayang yang diberikan dan didikannya yang menjadikan saya anak yang tangguh, serta adik-adikku tersayang: Lola, Ester, Tyson, Natal dan Ingot. Kalian adalah sumber kekuatan dan semangat bagiku. 4. Bapak Freddy F. Zen DSc., selaku ketua KBK fisika teoretik, atas penggunaan semua fasilitas di laboratorium. 5. Dosen-dosen yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk menjadi asisten mata kuliahnya yaitu: Bapak Dr. Eng. Alamta S., Doddy S. PhD, Hans J. W. PhD dan Ibu Siti N. K. MSc. 6. Bapak Satria Bijaksana PhD, yang baik. Beliau yang di setiap perjumpaan tak pernah lupa memberikan semangat dan meyakinkan saya, untuk mengejar wisuda Juli. 7. Suharyo S. (FSU), Hendra Kwee (WMC) dan Bapak Rahmat H, PhD (ITB), yang selama ini menjadi penolong untuk mencarikan paper-paper yang saya butuhkan. 8. Prof. E. F. Taylor (MIT), for a great discussion and also for his foc book. 9. Mahluk-mahluk sependeritaan di indekos: Brill, Paul, Sudi dan Rudi. Kalian membuatku serasa dekat dengan keluarga. 10. Alex, saudara PA pertama, sebagai sahabat saya. 11. Rizal, saudara PA kedua, mauliate godang lae atas pinjaman printernya. 12. Elisa, Jong, Marojahan, dan Pahala sebagai sesama manusia yang mengajariku bagaimana menjadi seorang teman yang baik. 13. Mahasiswa-mahasiswa yang bersamaku melewati masa-masa kuliah di fisika: Ferensa, Hengki, James, Willy, Yonan, Zainul, dll. 14. Himafi, khususnya himafi 2000, yang banyak membantu mengembangkan bakat sepakbolaku. 15. Teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk meramaikan sidang sarjanaku: Dhiaurahman, Hijrah, Reza, Ronggo, Topan dan Yudi. 16. Kolega mahasiswa di KBK fisika teori: Ardian, Pak Ari, Azrul, Sigit, dll. 17. Pak Lomo dan Ibu Silvi sebagai penguasa perpustakaan, yang banyak membantu saya mencari kitab-kitab fisika.
vi
18. Mr. Yeye dan pasukannya di TU Fisika ITB. 19. Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang memberikan Beasiswa TPSDP selama 2 tahun berturut-turut. 20. Musisi-musisi yang telah mengisi hari-hariku dengan lagu-lagu yang indah selama pembuatan tugas akhir ini. 21. Siapapun yang lupa disebutkan ☺. Terakhir, harapanku ini bukanlah karya yang pertama dan terakhir, tetapi permulaan untuk menggapai cita-cita: AKU INGIN MENJADI SEORANG FISIKAWAN. Amin.
Bandung, Juni 2004 F. Ali Mallatang L. T.
vii
BAB I PENDAHULUAN
It’s a beginning. It’s an end. I leave to you the problem of ordering your perceptions and making the journey from one to the other. -- from Empire Star by Samuel R. Delaney
1.1
Latar belakang masalah
1.1.1
Teori medan gauge
Menurut teori medan kuantum, interaksi dua partikel berlangsung melalui pertukaran partikel perantara interaksinya. Ini seibarat dua anak kecil yang bermain riang dengan melempar-tangkapi sebuah bola (pejal). Semakin ringan bola, semakin jauh jarak lemparannya; sebaliknya, semakin berat bola, semakin pendek jarak lemparannya. Untuk interaksi elektromagnetik, partikel perantaranya disebut foton. Karena jangkauannya tak terbatas, maka sejalan dengan kias bola tadi, massa foton adalah nol. Sebaliknya, karena jangkauan interaksi lemah sangat pendek, maka massa partikel perantaranya sangat besar, sekitar 80 kali massa proton. Partikel perantara ini dinamai boson-vektor W (untuk weak: lemah). Gagasan partikel perantara W ini dikemukakan oleh fisikawan Swedia, Oscar Klein, pada tahun 1938. Karena muatan listrik partikel yang berinteraksi secara elektromagnetik tidak berubah, maka foton tak bermuatan listrik. Sebaliknya, pada pemancaran sinar beta, yang dikendalikan oleh interaksi lemah, inti atom berubah nomor atom, berubah muatan listrik. Ini berarti, partikel W bermuatan listrik positif maupun negatif , yang berturut-turut disebut W-plus, dan W-min. Baik partikel W maupun
1
foton, ketiga-tiganya tergolong keluarga partikel boson vektor. Karena foton secara tunggal terumuskan melalui teori elektromagnetik Maxwell, direka bahwa partikel W pun demikian. Memadukan kedua partikel W ini ke dalam satu rumusan teori medan semirip elektromagnetik ternyata tidaklah semudah yang diperkirakan. Upaya ini barulah membuahkan hasil pada tahun 1954 lewat tangan fisikawan AS keturunan Cina, Chen Ning Yang (1922-...) beserta rekannya, Robert Mills [4]. Dalam rumusan ini, partikel perantara A, semirip W, tersusun dalam suatu pernyataan matriks, yakni suatu susunan petak bilangan persegi. Untuk rumusan dengan matriks petak 2 × 2 , medan boson vektornya paling sedikit berjumlah 3 buah: A-plus, A-min, dan A-netral. Teori ini kemudian dikenal sebagai teori medan Yang-Mills. Baik teori medan elektromagnetik maupun Yang-Mills, kedua-duanya memiliki sifat kesetangkupan (simetri) gauge yang berarti, interaksi sistemnya tak berubah terhadap transformasi gauge medan foton, A, dan partikel yang berinteraksi. Ditilik dari sifat ini, kedua teori medan ini digolongkan dalam teori medan gauge. Teori medan gauge merupakan salah satu revolusioner dalam fisika, sebagai “tandingan” relativitas dan mekanika kuantum. Munculnya teori medan YangMills, memberikan inspirasi untuk pertama kalinya kepada para fisikawan, bagaimana cara membangun teori yang lebih fundamental. Kesuksesan teori medan gauge Yang-Mills dalam memberikan gabungan interaksi lemah dan elektromagnetik – model Weinberg-Salam SU(2) × U(1), dan memberikan teori
fundamental interaksi kuat – Kuantum Elektrodinamika berdasarkan grup gauge SU(3), membangkitkan kepercayaan umum bahwa medan gauge adalah konsep kunci dalam menjelaskan gaya fundamental dari alam ini. Kini dipahami, setiap interaksi alam diperantarai oleh suatu medan gauge.
2
1.1.2
Instanton
Persamaan yang mengatur medan gauge adalah non-linear dan dikenal sebagai persamaan Yang-Mills. Teori medan Yang-Mills memberikan kontribusi yang sangat banyak dalam perkembangan fisika partikel. Namun, pada saat ditemukan, orang jarang atau kurang tertarik untuk mencari solusi persamaan gerak YangMills. Bahkan Yang dan Mills sendiri tidak “menoleh” untuk mencari solusi dari persamaan gerak medan yang mereka temukan itu. Dua puluh tahun berlalu, namun solusi dari persamaan ini masih belum ditemukan. Penantian lama ini, akhirnya terbayar dengan ditemukannya solusi dari persamaan gerak self-dual Yang-Mills Euclidean oleh Belavin, Polyakov, Schwartz dan Tyupkin (BPST) [2] pada tahun 1975. Oleh mereka solusi ini dinamakan pseudoparticle, yang oleh ‘t Hooft nantinya disebut instanton. Solusi BPST adalah solusi 1-instanton untuk SU(2) dengan 5 buah parameter. Tak lama setelah itu, mulai dari ‘t Hooft, Witten, serta fisikawan dan matematikawan besar lainnya terjun untuk menangani masalah ini. Di tahun yang sama, ‘t Hooft [1] pun memperoleh solusi Q-instanton (multi-instanton) untuk grup SU(N). Dia menemukan ansatz yang dapat melinearisasi persamaan gerak Yang-Mills, sehingga persamaannya dapat lebih mudah diselesaikan. Ansatz ini diperoleh dengan mentransformasikan gauge solusi BPST. Setahun kemudian, Edward Witten [7] juga menemukan solusi multi-instanton SU(N), yang invarian dibawah rotasi spasial (simetri bola) yang artinya semua instantonnya berkumpul pada satu titik. Akan tetapi, solusi ini kurang mendapat perhatian dibandingkan solusi ‘t Hooft yang lebih umum dan mudah. Berbeda dari Witten, solusi ‘t Hooft adalah untuk Q-instanton, yang tersebar dalam ruang Euclidean, namun masih merupakan solusi khusus, karena jumlah parameter solusi yang disyaratkan oleh grup SU(2), yaitu sebanyak (8Q – 3) = 13 buah, untuk Q = 2 sebagai misal, belum dipenuhi. Karena, solusi ‘t Hooft hanya memiliki 10 buah parameter. Artinya ada kehilangan 3 buah parameter, yang tentunya hal ini disebabkan oleh keterbatasan ansatz yang diujikan. Solusi ini
3
kemudian diutak-atik oleh Jackiw dan Rebbi [5] pada tahun 1977 dengan memeriksa sifat konformalnya yang menghasilkan fungsi ansatz baru (generalisasi dari fungsi ansatz ‘t Hooft) yang memiliki 5Q + 4 = 14 buah parameter. Ternyata parameter yang didapat malah lebih banyak dari yang diharapkan. Solusi multiinstanton Witten ternyata bahkan lebih “parah” karena solusinya tidak menyertakan parameter posisi. Di sinilah letak permasalahan yang dihadapi dalam pencarian solusi instanton, yaitu bagaimana membangun solusi instanton untuk grup tertentu dan memenuhi jumlah parameter solusi yang disyaratkan. Solusi yang disinggung terakhir ini adalah “solusi umum” dari persamaan gerak medan Yang-Mills. Selain solusi ‘t Hooft dan Witten di atas masih terdapat banyak solusi lain, namun dari kesemuanya ini tidak satupun yang memberikan solusi umum. Baru pada tahun 1978, matematikawan Atiyah, Drinfeld, Hitchin, dan Manin (ADHM) [13] mengusulkan konstruksi lengkap dalam membangun solusi instanton untuk semua medan Yang-Mills Euclidean self-dual. Secara khusus, mereka menemukan kumpulan lengkap medan gauge self-dual dari bermacam-macam muatan topologi Q. Konstruksi mereka, yang bekerja untuk bermacam-macam grup gauge SU(N), SO(N) atau Sp(N), tetapi tidak untuk grup tertentu, mereduksi persamaan YangMills self-dual menjadi sekumpulan kondisi aljabar (kendala ADHM) yang lebih mudah untuk diselesaikan sebab hanya mengandung aljabar linear. Kecanggihan dari metoda ADHM terbukti, dimana dengan masukan tertentu (data ADHM), dapat diturunkan solusi multi-instanton ‘t Hooft di atas. Solusi ini jelas juga masih merupakan solusi khusus SU(2). Untuk mendapatkan solusi yang lebih umum dibutuhkan masukan untuk data ADHM yang lebih tepat sehingga parameter yang disyaratkan dapat terpenuhi. Inilah kendala yang sampai sekarang masih belum teratasi, yang mengimplikasikan bahwa, solusi umum dari persamaan gerak medan Yang-Mills belum ditemukan.
4
1.2
Sistematika penulisan
Secara umum tugas akhir ini terdiri dari 2 bagian besar, yaitu: yang pertama teori medan gauge non-Abelian (medan Yang-Mills), dalam Bab II; dan kedua solusi Euclidean (instanton) persamaan medan Yang-Mills yang akan dibahas dalam bab III-VI. Bab I berisi pendahuluan dan sistematika penulisan, supaya pembaca dapat lebih mengerti permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Dalam bab II, kasus yang sudah dikenal yaitu teori elektromagnetik, digunakan sebagai pemandu
pedagogis untuk pembangunan teori
Yang-Mills.
Selanjutnya
diturunkan persamaan gerak untuk teori gauge non-Abelian dan dibahas beberapa kuantitas menarik dari teori Yang-Mills. Pembangunan solusi persamaan gerak medan Yang-Mills akan dimulai pada Bab III. Bab ini memuat konfigurasi medan Yang-Mills Euclidean lengkap dengan syarat batasnya dan konsep self-dual dan antiself-dual yang nantinya akan dimanfaatkan untuk menurunkan solusi 1-
instanton untuk kasus grup SU(2) mengikuti solusi BPST. Dalam Bab IV, akan dipaparkan solusi multi-instanton SU(2) yang diperoleh dari transformasi solusi instanton BPST pada bab II. Dalam bab ini juga, akan diperkenalkan deskripsi ADHM untuk membangun solusi multi-instanton dan sebagai contoh, dengan menggunakan metoda ini akan diturunkan kembali solusi multi-instanton SU(2) ‘t Hooft. Aplikasi lebih lanjut dari metoda ini dipaparkan dalam Bab V yang akan membahas konstruksi multi-instanton ADHM untuk grup U(N) dengan muatan topologi Q = 2 dan menurunkan secara eksplisit solusinya. Pada Bab VI dibahas beberapa aplikasi fisis dari solusi instanton. Bab VII yang merupakan bab terakhir, berisi tentang kesimpulan-kesimpulan tentang konstruksi multi-instanton. Notasi-notasi umum yang digunakan dalam tugas akhir ini, serta penurunan yang lebih terinci dari perhitungan-perhitungan, akan diberikan pada bagian apendiks.
5
BAB II MEDAN YANG-MILLS: TEORI GAUGE NON-ABELIAN
We shall go on seeking [truth] to the end, so long as there are men on the earth. We shall seek it in all manner of strange ways; some of them wise, and some of them utterly foolish. But the search will never end. -- Arthur Machen “With the Gods in Spring”
Generalisasi dari invariansi gauge Abelian yang dikenal dalam teori medan elektromagnetik ke grup non-Abelian merupakan ide yang sangat menarik yang pertama kali diusulkan oleh C. N. Yang dan R. Mills pada tahun 1954 [4]. Mereka menunjukkan bahwa konsep invariansi fasa (parameter transformasi gauge) yang global tidak konsisten dengan prinsip yang mendasari teori medan interaksi lokal. Sebagai contoh, dalam formalisme spin isotopik untuk nukleon, terdapat dua keadaan isospin: “atas (up)” dan “bawah (down)”, yang masing-masingnya dikaitkan dengan proton (p) dan neutron (n). Kesimetrian isospin memberi kebebasan dalam memilih keadaan yang mana yang berkaitan dengan proton dan neutron. Menurut konvensi, isospin-atas dipilih untuk proton sedangkan neutron sebaliknya. Akan tetapi pemilihan ini bersifat global. Bila kesimetrian isospin ini diterapkan secara lokal, untuk sembarang titik ruang-waktu, maka konvensi tadi tak lagi berlaku, mengingat pengubahan fasa dalam ruang internal isospin kini bergantung pada titik-titik ruang-waktu. Dengan demikian konsep invariansi isospin global perlu diperluas menjadi invariansi isospin lokal.
6
2.1
Simetri global dan lokal Abelian
Untuk membahas generalisasi transformasi gauge global ke lokal ditinjau sebuah multiplet medan partikel yang terdiri atas n-komponen: ⎛ ψ1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ψ ⎟ ψ = ⎜ 2 ⎟. M ⎜ ⎟ ⎜ψ ⎟ ⎝ n⎠
(2.1.1)
Untuk kejelasannya, berikut diambil ψ sebagai sebuah medan spinor Dirac yang kerapatan Lagrangiannya adalah: L 0 = i ψ γ µ ∂ µ ψ − mψ ψ ;
µ = 0, 1, 2, 3
(2.1.2)
dimana γµ adalah matriks Dirac (lihat apendiks A2) γ µ γ ν + γ ν γ µ = ηµν
ηµν = diagonal(1, − 1, − 1, − 1)
dengan
(2.1.3)
dan ψ = ψ + γ 0 sedangkan m adalah massa partikel. (Dalam bahasan selanjutnya istilah Lagrangian dimaksudkan untuk rapat Lagrangian, kecuali ada penjelasan tambahan). Lagrangian di atas invarian di bawah transformasi fasa global: igα ψ ( x ) → ψ ' ( x ) = e{ ψ( x ) fasa
+
+'
ψ (x) → ψ (x) = e
−igα
(2.1.4)
+
ψ (x)
dimana g adalah sebuah konstanta tak berdimensi, sedangkan α adalah parameter transformasi, yang tak bergantung pada koordinat ruang-waktu. Perhatikan bahwa dalam transformasi (2.1.4) semua komponen medan ψ dikalikan dengan bilangan kompleks modulus satuan: Λ = eigα yang sama. Jenis transformasi ini disebut bersifat: Abelian. (Akan diperlihatkan kelak bahwa g berkaitan dengan konstanta kopling medan partikel dengan medan interaksi, sebagai misal: muatan listrik untuk kasus interaksi elektromagnetik).
7
Ide dasar dari gauging adalah merumuskan ulang Lagrangian di atas agar invarian di bawah transformasi fasa lokal untuk mana α bukan sebuah parameter global tetapi sebuah fungsi skalar yang bergantung pada koordinat ruang-waktu xµ, yaitu: ψ ( x ) → ψ ' ( x ) = eigα ( x ) ψ( x ) ψ + ( x ) → ψ + ( x ) = e − igα ( x )ψ + ( x ) '
.
(2.1.5)
Di bawah transformasi pers. (2.1.5) didapatkan ∂ µ ψ ( x ) → eigα ( x ) [∂ µ + ig∂ µ α( x )]ψ( x )
sehingga L 0 → L'0 = i ψ ' γ µ ∂ µ ψ ' − mψ ' ψ '
= L 0 − g ψ ( x ) γ µ ψ ( x )∂ µ α ( x )
.
(2.1.6)
Tampak bahwa Lagrangian L tak lagi invarian terhadap transformasi fasa lokal akibat adanya suku kedua pada pers. (2.1.6) yang mengandung ∂µ. Untuk memulihkan invariansi Langrangian L, operator turunan ∂µ diperluas dengan memperkenalkan operator turunan baru Dµ yang di bawah transformasi fasa lokal bertransformasi secara kovarian sebagai berikut: Dµ ψ ( x ) → Dµ' ψ ' ( x ) = eigα ( x ) Dµ ψ ( x ) .
(2.1.7)
Operator Dµ ini dinamakan turunan kovarian. Dengan demikian, dalam operator Dµ, Lagrangian awal L0 teralihkan menjadi: L 0 → L ≡ i ψ γ µ D µ ψ − mψ ψ ,
(2.1.8)
yang adalah invarian di bawah transformasi (2.1.5) dan (2.1.7). Operator Dµ di atas didefinisikan melalui ansatz berikut:
D µ = ∂ µ + igA µ ( x )
(2.1.9)
dimana Aµ(x) adalah sebuah medan kompensasi real yang diperkenalkan untuk menghilangkan suku kedua pada pers. (2.1.6). Dari persyaratan kovariansi pers. (2.1.7), yang secara terurai adalah:
{ig[∂
[∂
µ
]
+ igA µ' ( x ) e igα ( x ) ψ = e igα ( x ) [∂ µ + igA µ ( x )]ψ
}
' igα ( x ) = e igα ( x ) [∂ µ ψ + igA µ ( x )ψ ] µ α ( x ) ]ψ + ∂ µ ψ + igA µ ( x )ψ e
diperoleh sifat transformasi untuk Aµ(x) sebagai berikut:
8
(2.1.10)
A µ' ( x ) = A µ ( x ) − g∂ µ α ( x ) .
(2.1.11)
Dengan demikian Lagrangian (2.1.8), dalam Aµ(x), adalah: L baru = i ψ γ µ [∂ µ + igA µ ( x )]ψ − mψ ψ
(2.1.12)
= L − g ψ γ µ ψA µ ( x )
yang jelas invarian di bawah transformasi lokal simultan1: ψ ( x ) → ψ ' ( x ) = e igα ( x ) ψ
A µ ( x ) → A µ' ( x ) = A µ ( x ) − g∂ µ α( x )
.
(2.1.13)
Perhatikan kemunculan konstanta g dalam pers. (2.1.12) pada suku interaksi antara arus partikel ψ γ µ ψ dengan medan gauge Aµ(x) yang memperlihatkan secara eksplisit perannya sebagai konstanta kopling. Untuk merumuskan suku kinetik dari medan Aµ(x), yang mempertahankan invariansi gauge pers. (2.1.13), didefinisikan besaran tensor antisimetri berikut: Fµν =
1 [Dµ , Dν ] = ∂ µ A ν − ∂ ν A µ ig
(2.1.14)
yang adalah invarian terhadap transformasi gauge (2.1.13). Dengan demikian, Lagrangian baru untuk medan Aµ berbentuk sebagai berikut: 1 L = − Fµν F µν 4
(2.1.15)
Faktor 1/4 berkaitan dengan definisi suku kinetik L K = 1 2 (∂ 0 A µ ∂ 0 A µ ) . Perhatikan bahwa Lagrangian (2.1.15) sesuai dengan Lagrangian teori elektromagnetik Maxwell (lihat apendiks A1). Sekarang, dapat dibangun Lagrangian terpadu untuk interaksi antara medan potensial elektromagnetik Aµ (berspin 1) dan medan spinor Dirac (berspin ½), yakni: 1 L = − Fµν F µν + i ψ γ µ D µ ψ − mψ ψ . 42444 3 4 243 144 14 DIRAC
(2.1.16)
MAXWELL
1
Pers. (2.1.13) membentuk transformasi gauge U(1). Medan tak bermassa foton Aµ dikenal sebagai medan gauge untuk interaksi elektromagnetik yang harus diperkenalkan agar terhadap transformasi persamaan tetap invarian.
9
2.2
Konstruksi invariansi gauge non-Abelian lokal
Dalam pasal sebelumnya telah ditunjukkan bagaimana membangun Lagrangian yang invarian terhadap transformasi fasa (gauge) Abelian yang lokal. Sekarang prosedur yang sama dilakukan untuk grup simetri Lie yang non-Abelian. Tinjau kembali Lagrangian L yang secara terinci dituliskan sebagai berikut: L = i ψ c γ µ ∂ µ ψ c − mψ c ψ c ,
(2.2.1)
dimana: c = 1, 2,..., n adalah indeks komponen multiplet (koordinat internal). Sekarang ditinjau transformasi fasa non-Abelian global, yang melibatkan komponen multiplet medan ψ sebagai berikut: ψ c ( x ) → ψ c ( x ) = U ck ψ k ,
'
(2.2.2a)
ψ ( x ) → ψ ' ( x ) = Uψ ,
(2.2.2b)
atau secara intrinsik:
dengan U = ( U ck ) adalah matriks (n × n ) . Agar Lagrangian (2.2.1) invarian di bawah transformasi global (2.2.2) maka U harus memenuhi sifat uniter:
UU + = U + U = 1 → U + = U −1
(2.2.3)
Dengan demikian, U adalah elemen grup uniter (lihat apendiks B), U(N) yakni J
U = e iα e igω T
J
(2.2.4)
dimana TJ adalah matriks Hermitian traceless sebanyak (N2 - 1) buah dari aljabar Lie SU(N), sedangkan ωJ, adalah parameter berkaitannya, dan α adalah parameter subgrup U(1). Sekarang pers. (2.2.1) diperluas, untuk memasukkan invariansi di bawah transformasi lokal dalam bentuk pers. (2.2.2), yaitu, ψ ( x ) → ψ ' ( x ) = U ( x )ψ ( x )
(2.2.5)
dengan J
J
U( x ) = e iα ( x ) e igω ( x ) T .
(2.2.6)
Karena U bergantung pada x, maka suku turunan ∂µψ tak lagi bertransformasi secara kovarian, yakni:
10
∂ µ ψ( x ) → [∂ µ ψ( x )]' = ∂ µ [ U( x )ψ ( x )] = [∂ µ U( x )]ψ ( x ) + U( x )∂ µ ψ ( x ) .
(2.2.7)
≠ U ( x )∂ µ ψ ( x )
Sebagai akibatnya, Lagrangian di atas tak lagi invarian. Sekarang
bagaimana
menggeneralisasi
turunan
∂µψ
agar
invariansi
L
dipertahankan. Sejalan dengan rumusan pada kasus Abelian, difinisikan turunan kovarian dengan syarat bahwa Dµ ψ(x ) →
[D µ ψ ( x )]' = U( x )D µ ψ ( x ) D µ' ψ ' ( x ) = U( x )D µ ψ ( x )
(2.2.8)
D µ' U( x )ψ ( x ) = U( x )D µ ψ( x )
Dalam kasus ini perlu ditekankan bahwa Dµ adalah matriks n × n sehingga dalam pernyataan komponen, pers. (2.2.8) adalah
[D ψ(x)] µ
a
→ [U( x )]a (D µ ) cb ψ c ( x ) . b
(2.2.9)
Jadi, Lagrangian baru yang invarian secara lokal di bawah U(N) adalah: L' = i ψ γ µ D µ ψ − mψ ψ
(2.2.10)
Masalah berikutnya adalah merumuskan pernyataan eksplisit dari Dµ. Karena Dµ adalah generalisasi dari ∂µ, maka seperti pada kasus Abelian, diambil ansatz:
D µ = I∂ µ + igA µ ( x )
(2.2.11)
dimana Aµ(x) adalah matriks Hermitian2 N × N karena i∂µ adalah Hermitian. Jadi Aµ(x) adalah elemen dari aljabar Lie U(N), sehingga dapat ditulis sebagai berikut: A µ ( x ) = Bµ ( x )1 + A µJ ( x )T J .
(2.2.12)
Syarat kovariansi (2.2.8) mengimplikasikan bahwa
2
Kita perkenalkan medan vektor A µJ ( x ) sebanyak yang dibutuhkan untuk membangun rapat
Lagrangian yang invarian di bawah transformasi gauge lokal yang ditentukan oleh sudut αJ(x). Maka, A µJ ( x ) akan memberikan analogi foton ketika medannya dikuantisasi, namun karena struktur grup non-Abelian yang lebih rumit kita akan mendapatkan bahwa akan ada lebih dari satu medan gauge boson yang diperlukan (indeks J), dan itulah sifat dari “foton non-Abelian” yang kemungkinan akan sangat berbeda dari foton yang biasa.
11
[∂
µ
]
+ iA µ' ( x ) Uψ = U[∂ µ + iA µ ( x )]ψ
(∂ µ U)ψ + U(∂ µ ψ ) + A µ' ( x )ψ = U[∂ µ ψ + iA µ ( x )ψ ]
.
(2.2.13)
Bandingkan ruas kiri dan kanan pers. (2.2.13), dan gunakan sifat uniter (2.2.3), diperoleh:
[
]
A µ' ( x ) = −iU ( x ) ∂ µ U + ( x ) + U( x )A µ ( x ) U + ( x ) .
(2.2.14)
Dapat diperiksa bahwa medan Bµ(x) dan A µJ ( x ) bertransformasi secara terpisah. Dengan mengambil trace dari pers. (2.2.14), kita peroleh
[
'
]
{
[
]
[
]}
[
Tr Bµ' ( x )1 + A µJ ( x )T J = −iTr U ( x ) ∂ µ U + ( x ) + Tr Bµ ( x )1 + A µJ ( x )T J
]
(Tr TJ = 0) sehingga,
{ NB ( x ) = −iTr{U( x )[∂ U
} ( x )]}+ NB ( x )
Tr Bµ' ( x )1 = −iTr U( x )[∂ µ U + ( x )] + Tr [Bµ ( x )1] ' µ
µ
+
(2.2.15)
µ
atau Bµ' ( x ) = −
i Tr{U( x )[∂ µ U + ( x )]} + Bµ ( x ) N
(2.2.16)
Pers. (2.2.16) dapat ditulis ulang sebagai berikut:
[
]
i − iN∂ µ α ( x ) + Bµ ( x ) N = −∂ µ α ( x ) + Bµ ( x )
Bµ' ( x ) = −
(2.2.17)
yang tak lain adalah transformasi gauge Abelian U(1) yang diperoleh pada pasal 2.1. Berikut tinjau “transformasi gauge” infinitesimal dari pers. (2.2.6) yakni: U( x ) = 1 + iωJ T J + L dengan (ωJ)2 ≈ 0. Hingga orde ωJ, pers. (2.2.14) menjadi:
12
(2.2.18)
)[ ( )] ( ) = (i + ω T )[− i(∂ ω )T ] + A ( x ) + iω T A (
(
A µ' ( x ) = −i 1 + iωJ T J ∂ µ 1 − iωK T K + 1 + iωJ T J A µ ( x ) 1 − iωK T K J
J
K
µ
K
J
µ
J
µ
)
( x ) − iω K A µ ( x ) T K
J K J K +ω ω3 T T A µ ( x ) 12 〈〈
(
[
)
= − T ∂ µ ω K − i ω J ∂ µ ω K T J T K + A µ ( x ) + iω K T K A µ ( x ) − A µ ( x ) T K 1424 3 K
[
〈〈
]
]
= − T ∂ µ ω + iω T K , A µ ( x ) + A µ ( x ) B
B
K
jadi
[
]
( )
δ A µ (x ) = A µ' (x ) − A µ (x ) = − T K ∂ µ ω K + i ω K T K , A µ ( x ) + O ω 2 (2.2.19)
Kalikan pers. (2.2.19) dengan TL dan ambilkan tracenya memberikan
[
] ( ) = − 12 δ
{[
)
] } ( ) ( x )]T }+ O(ω )
Tr δBµ ( x )T L + δA µK ( x )T K T L = −Tr T K T L ∂ µ ωK + iωK Tr T K , A µ ( x ) T L + O ω2
(
δA µK ( x )Tr T K T L
KL
{[
∂ µ ωK + iωK Tr T K , A µ
L
2
Gunakan sifat trace
(
)
1 Tr T K T L = δ KL , 2
(2.2.20)
maka didapatkan transformasi infinitesimal dari Aµ sebagai berikut:
{[
] } ( )
δA µL ( x ) = −∂ µ ωL ( x ) + 2iωK ( x )Tr T K , A µ ( x ) T L + O ω2 .
(2.2.21)
Suku trace di ruas kanan dapat dihitung dengan menggunakan kenyataan bahwa TJ memenuhi aljabar Lie SU(N):
[T , T ] = if J
K
JKL
TL ,
(2.2.22)
dimana fJKL adalah konstanta struktur. Dengan menggunakan sifat siklis dari trace yakni:
Tr (JKL) = Tr (KLJ) = Tr (LJK) ,
(2.2.23)
maka
{[
] }
[ ] = Tr [A ( x )T T − A ( x )T T ] = Tr {A ( x )[T , T ]} = iA ( x )f Tr (T T )
Tr T K , A µ ( x ) T L = Tr T K A µ ( x )T L − A µ ( x )T K T L µ
µ
N µ
atau
13
L
L
LKM
K
µ
K
N
M
K
L
(2.2.24)
{[
] }
i M A µ ( x )f LKM . 2
Tr T K , A µ ( x ) T L =
(2.2.25)
Jadi, diperoleh:
( )
δA µL ( x ) = −∂ µ ωL ( x ) − ωK ( x )A µM ( x )f LKM + O ω2 .
(2.2.26)
Variasi δA µL (x ) di atas dapat dituliskan dalam pernyataan turunan kovarian di bawah transformasi SU(n), yakni: Dµ ω = ∂ µ ω + i[A µ , ω] .
(2.2.27)
Diuraikan dalam generatornya pers. (2.2.27) menjadi:
[
[D µ ω]L = ∂ µ ωL T L + i A µK T K , ωM T M
[
] ]
= ∂ µ ωL T L + iA µK ωM T K , T M = ∂ µ ωL T L + iA µK ωM f KML T L
(
(2.2.28)
)
= ∂ µ ωL + A µK ωM f KML T L Bandingkan ekspresi pers. (2.2.26) dan (2.2.28) diperoleh δA µ' (x ) ≅ −D µ ω
(2.2.29)
yang menunjukkan bahwa meskipun Aµ(x) tidak bertransformasi di bawah SU(N) oleh karena suku U∂µU+, namun perubahan infinitesimal iya sebab dapat dinyatakan dalam suku turunan kovarian. Sejauh ini Lagrangian telah diperluas supaya memiliki simetri U(N) lokal. Persyaratannya adalah diperkenalkannya
N2 medan vektor baru Aµ(x) untuk
membangun turunan kovarian. Agar memberikan eksistensi untuk medan ini, suku kinetik Aµ(x) dan Bµ(x) harus dimasukkan, dimana diharapkan tidak merusak simetri lokal awal. Kiat dalam membangun suku kinetik yang invarian di bawah pers. (2.2.14), sejalan dengan kasus Abelian, adalah dengan memperkenalkan besaran tensor antisimetri Fµν ≡
1 [D µ , D ν ] ig
yang bertransformasi kovarian seperti halnya Dµ, yaitu
14
(2.2.30)
'
Fµν ( x ) → Fµν ( x ) = U( x )Fµν ( x ) U + ( x ) .
(2.2.31)
Dengan menggunakan ekspresi Dµ dalam representasi fundamental pers. (2.2.11) dan mengabaikan medan Bµ(x), akan diperoleh Fµν ψ =
1 [∂ µ + igA µ , ∂ ν + igA ν ]ψ ig
1 {∂ µ ∂ ν ψ + ig[(∂ µ A ν )ψ + A ν (∂ µ ψ )] + igA µ ∂ ν ψ − g 2 A µ A ν − (µ ↔ ν)} ig 1 = {ig (∂ µ A ν − ∂ ν A µ ) − g 2 [A µ , A ν ]}ψ ig = {∂ µ A ν − ∂ ν A µ + ig[A µ , A ν ]}ψ =
Dari sini terbaca bahwa3: Fµν = ∂ µ A ν − ∂ ν A µ + ig[A µ , A ν ]
(2.2.32)
Karena Fµν(x) adalah matriks Hermitian N × N, maka dengan menggunakan ekspansi medan Aµ menurut pers. (2.2.12) diperoleh:
[
]
[
] [
Fµν = ∂ µ Bν1 + A νJ ( x )T J − ∂ ν Bµ1 + A µJ ( x )T J + i A µK ( x )T K , A νL ( x )T L
]
= Bµν1 + FµνJ T J
(2.2.33)
dengan
Tensor Fµν
B µν = ∂ µ B ν − ∂ ν B µ
(2.2.34a)
FµνJ = ∂ µ A νJ ( x ) − ∂ ν A µJ ( x ) − gf JKL A µK ( x )A νL ( x ) .
(2.2.34b)
adalah generalisasi Yang-Mills untuk tensor kuat medan
elektromagnetik. Untuk bahasan selanjutnya akan ditinjau kasus grup gauge SU(N) untuk mana Bµ = 0 . Dalam hal ini ada beberapa catatan mengenai tensor Fµν, yaitu: (a) Walaupun
(
Fµν
sendiri
bukan
invarian
gauge,
tetapi
besaran
)
I = 2Tr Fµν Fµν = FµνJ FJµν adalah invarian gauge.
3
Jika definisi turunan kovarian diambil Dµ = ∂µ – igAµ, maka Fµν = ∂µAν - ∂νAµ – ig[Aµ,Aν].
15
(b) Suku massa untuk medan Aµ, yakni Tr(AµAµ) tak diperkenankan karena tidak invarian terhadap terhadap transformasi gauge lokal. (c) Komponen Fµν tidak semuanya bebas karena memenuhi identitas Bianchi: D µ Fρσ + D ρ Fσµ + D σ Fµρ = 0 ,
(2.2.35)
dimana Dµ bekerja pada Fµν. Identitas ini dapat dipahami karena dari pers. (2.2.27), Fµν bertransformasi menurut transformasi adjoin dari SU(N), sehingga berlaku identitas Jacobi untuk turunan kovarian: [D µ , [D ρ , D σ ]] + [D ρ , [D σ , D µ ]] + [D σ , [D µ , D ρ ]] = 0 .
(2.2.36)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa rapat Lagrangian yang invarian di bawah transformasi gauge non-Abelian lokal, yang memiliki suku kinetik yang sesuai untuk Aµ(x), adalah:
(
1 Tr Fµν Fµν 2 2g 1 = − 2 FµνJ FJµν 4g
LYM = −
) (2.2.37)
dimana telah digunakan pers. (2.2.20) untuk matriks TJ. Lagrangian di atas menggeneralisasi Lagrangian Maxwell, dan dapat dilihat bahwa g tak berdimensi. Dengan menggunakan jabaran FµνJ dalam A µJ menurut pers. (2.2.34) maka Lagrangian (2.2.37) secara terurai adalah: 1 1 g 2 L = − ∂ µ A νJ ∂ µ A νJ + ∂ µ A νJ ∂ ν A µJ 2 2 g2 + gf JKL A µK A νL ∂ µ A νJ − f JKL f JMN A µK A νL A µM A νN 4
(2.2.38)
Dua suku yang pertama dikenal memiliki tipe yang sama seperti Lagrangian Maxwell (kecuali untuk penjumlahan). Akan tetapi, 2 suku selanjutnya menunjukkan bahwa medan vektor memiliki interaksi kubik dan kuadratik nontrivial diantara mereka.
16
Dari Lagrangian medan Dirac (2.1.2) dan medan Yang-Mills (2.2.37), Lagrangian total untuk interaksi medan Yang-Mills dan Dirac diberikan oleh:
(
)
1 L = − 2 Tr Fµν Fµν + i ψ γ µ Dµ ψ - m ψ ψ . 1442443 2g 1442443 DIRAC
(2.2.39)
YANG − MILLS
Selain besaran invarian I = Tr(FµνFµν) pada poin (a) di atas, terdapat pula kuantitas invarian lainnya, yakni: II = Tr ∈µνρσ Fµν Fρσ
(2.2.40)
sebagai kandidat untuk suku kinetik. Bahwa II tak diambil sebagai suku kinetik adalah karena ia merupakan suatu divergensi murni. Untuk melihat hal ini, tuliskan: II = 4 ∈µνρσ Tr[(∂ µ A ν + iA µ A ν )(∂ ρ A σ + iA ρ A σ )] = 4 ∈µνρσ Tr (∂ µ A ν ∂ ρ A σ + 2iA µ A ν A ρ A σ )
(2.2.41)
dimana suku AµAνAρAσ telah dieliminasi dengan menggunakan sifat siklik dari trace. Sekarang 1 ∈µνρσ Tr (A µ A ν ∂ ρ A σ ) = ∂ ρ ∈µνρσ Tr (A µ A ν A σ ) 3
(2.2.42)
⎡ 2i ⎛ ⎞⎤ II = 4∂ ρ ⎢∈µνρσ ⎜ A σ ∂ µ A ν + A σ A µ A ν ⎟⎥ 3 ⎝ ⎠⎦ ⎣
(2.2.43)
sehingga
gunakan ∈µιρσ ∂ ρ ∂ µ A ν = 0 . Maka akan sampai pada ∈µνρσ Tr (Fµν Fρσ ) = 4∂ ρ W ρ
(2.2.44)
2i ⎛ ⎞ W ρ =∈µνρσ Tr ⎜ A σ ∂ µ A ν + A σ A µ A ν ⎟ . 3 ⎝ ⎠
(2.2.45)
dengan
Ini berarti dengan mengambil II sebagai suku kinetik dari Lagrangian, maka tidak dapat diturunkan persamaan gerak untuk potensial vektor Aµ karena II hanya mempengaruhi aksi pada titik-titik ujungnya.
17
2.3
Persamaan gerak dan muatan Noether medan Yang-Mills
Dalam pasal ini akan diturunkan persamaan gerak dan muatan Noether4 dari fungsi aksi medan Yang-Mills SU(N), yang berdasarkan Lagrangian (2.2.37) adalah: S=−
(
)
1 d 4 xTr Fµν F µν . 2 ∫ 2g
(2.3.1)
Pertama, akan diturunkan persamaan gerak dengan menggunakan metoda prinsip aksi ekstrim, δS = 0. Variasi δS adalah:
[
1 d 4 xTr (δFµν )Fµν + Fµν (δFµν ) 2 ∫ 2g 1 = − 2 ∫ d 4 xTr Fµν δFµν g
δS = −
(
] (2.3.2)
)
dimana δF µν = ∂ µ δA ν + igδA µ A ν + igA µ δA ν − (µ ↔ ν) .
(2.3.3)
Substitusikan pers. (2.3.3) ke dalam pers. (2.3.2) dan gunakan sifat antisimetri dari Fµν, diperoleh δS = −
2 g2
{∫ d xTr (F 4
µν
]}
[
)
∂ µ δA ν + ∫ d 4 xTr Fµν (igδA µ A ν + igA µ δA ν ) . (2.3.4)
Selanjutnya, integrasikan suku pertama secara parsial, dan membuang suku divergensi total, karena setelah ditransformasikan ke integral permukaan nilainya nol mengingat δAν = 0, maka pers. (2.3.4) menjadi: δS = −
(
)
(2.3.5)
)]
(2.3.6)
2 d 4 xTr − ∂ µ Fµν δA ν + igFµν δA µ A ν + igFµν A µ δA ν . g2 ∫
Dengan memanfaatkan sifat siklis dari trace (2.2.22 ) diperoleh: δS = −
[(
2 d 4 xTr − ∂ µ Fµν δA ν − igA µ Fνµ δA ν − igFµν A µ δA ν 2 ∫ g
atau,
4
Teorema Noether mengatakan bahwa untuk setiap transformasi global yang membuat rapat Lagrangian invarian, terdapat sebuah kuantitas kekal, yaitu observabel yang nilainya tidak berubah terhadap waktu yang sering disebut sebagai muatan.
18
δS =
[
{(
]) }
2 d 4 xTr ∂ µ Fµν − ig A µ , Fµν δA ν . 2 ∫ g
(2.3.7)
Dari syarat δS = 0, karena δAν sembarang, maka berlaku:
[
]
∂ µ Fµν + ig A µ , Fµν = 0
(2.3.8)
yang merupakan persamaan gerak medan Yang-Mills yang dicari. Persamaan gerak ini dapat dinyatakan secara ringkas dalam turunan kovarian sebagai berikut: D µ Fµν = 0 ,
(2.3.9)
yang menunjukkan bahwa ia kovarian. Medan Fµν juga memenuhi identitas Bianchi, (sama halnya dengan Fµν dalam teori elektromagnetik), yakni: ~ D µ Fµν = 0 ,
(2.3.10)
1 ~ Fµν = ∈µνρσ Fρσ 2
(2.3.11)
dimana
adalah dual dari Fµν. Perhatikan bahwa pers. (2.3.10) bukanlah persamaaan gerak, yakni bersifat kinematik, karena dapat diselesaikan secara trivial dengan menyatakan Fµν dalam suku potensial Aµ sebagaimana diberikan dalam pers. (2.2.34b). Dari persamaaan gerak (2.3.8) dapat didefinisikan arus jν berikut:
[
]
jν = −∂ µ Fµν = ig A µ , Fµν .
(2.3.12)
Karena ∂ µ ∂ ν Fµν = 0 , maka arus jν memenuhi persamaan kontinuitas: ∂ ν jν = 0 . Persamaan di atas dapat dituliskan secara terurai menjadi: ∂ 0 j0 + ∂ k jk = 0 r ∂j0 −∇⋅ j = 0 ∂t
19
(2.3.13)
r ∂j0 3 3 d x − d x ∇ ⋅ j=0 ∫ ∂t ∫ . r r d 3 j0 d x − ∫ d s ⋅ j = 0 s dt ∫
Dengan menganggap arus terbatas, maka berlaku syarat batas: rr r j( r ) → 0 untuk r → ∞
(2.3.14)
maka dengan mengambil jari-jari permukaan s suku permukaan menjadi nol, sehingga d j0 d 3 x = 0 ∫ dt dQ = 0 → Q = kekal dt
(2.3.15)
Dengan demikian, terdapat muatan kekal (disini dalam bentuk matriks Q J T J )
Q ≡ ∫ d 3 xj0 = − ∫ d 3 x∂ i Fi 0
(2.3.16)
= − ∫ d 2σi Fi 0 , dimana integral yang terakhir meliputi permukaan pada ruang tak terhingga. Jelas, arus jν tak bertransformasi secara kovarian di bawah transformasi gauge. Muatan Q , seperti dapat dilihat dari pers. (2.3.16), bertransformasi sebagai berikut: Q → Q ' = − ∫ d 2σi UFi 0 U + ,
(2.3.17)
dimana U berada pada permukaan batas di tak hingga. Untuk kasus U bernilai (matriks) konstan dalam ruang spasial di tak hingga, maka U dapat dikeluarkan dari dalam integral, sehingga jelas tampak bahwa Q bertransformasi secara kovarian. Dapat diperlihatkan bahwa arus jµ adalah arus Noether yang diperoleh melalui metoda kanonik. Sistem Yang-Mills dapat dikopel dengan medan materi lain melalui penambahan suku berikut:
20
2 4 d xTr (A µ J µ ) ∫ g
(2.3.18)
pada fungsi aksi medan Yang-Mills (2.3.1), dimana J µ ( x ) = J µE ( x )T E adalah sumber eksternal (dari materi). Dengan menerapkan prinsip aksi ekstrim, diperoleh persamaaan gerak berikut: D µ Fµν = J ν .
(2.3.19)
Dari persamaan ini, terlihat bahwa J ν harus bertransformasi secara kovarian: J µ → UJ µ U + ,
(2.3.20)
agar mempertahankan kovariansi dari persamaan gerak. Karena DµDνFµν = 0, maka J µ memenuhi persamaan kontinuitas kovarian:
[
]
Dµ J µ = ∂ µ J µ + i A µ , J µ = 0 .
(2.3.21)
Perhatikan bahwa arus Noether bukanlah J µ tetapi gabungan arus berikut: jµ = −∂ ρ Fρµ + J µ .
(2.3.22)
memenuhi persyaratan arus Noether. Suku tambahan pers. (2.3.18) pada umumnya tidak invarian di bawah transformasi gauge. Andaikan
Jµ
bertransformasi secara kovarian, yakni: J µ → J µ + i[J µ , ω] , maka berlaku:
(
δ ∫ d 4 Tr (A µ J µ ) = ∫ d 4 Tr J µ ∂ µ ω
(
)
= − ∫ d 4 Tr ω∂ µ J µ
)
(2.3.23)
yang berarti bahwa invariansi dapat dipulihkan jika sumber luar Jµ adalah kekal. Dalam teori Maxwell persyaratan ini tak menimbulkan masalah, karena J µ tidak bertransformasi dibawah perubahan gauge. Tetapi dalam teori Yang-Mills pernyataan ∂ µ J µ tidaklah kovarian. Ini berati bahwa kopling (2.3.18) merusak invariansi. Invariansi gauge ini terpulihkan dengan menambahkan suku kinetik yang kovarian gauge, untuk medan yang membangkitkan arus J µ , mengikuti konstruksi awal pada pasal 2.2 untuk kasus interaksi medan Yang-Mills dan Dirac.
21
2.4
Rangkuman
Beberapa sifat umum penting dari medan Yang-Mills berdasarkan pembahasan sebelumnya: 1. Invariansi gauge global mengimplikasikan adanya arus kekal, menurut teorema Noether. 2. Seperti halnya invariansi gauge elektromagnetik U(1), simetri lokal mengharuskan adanya penambahan vektor gauge boson Aµ(x) massless, menentukan bentuk interaksi antara medan gauge Aµ(x) dan medan materi ψ(x). 3. Bahkan untuk medan Yang-Mills murni (tanpa medan materi), rapat lagrangiannya L tetap mengandung interaksi sebab self-couplings dari medan gauge akan masuk melalui Fµν ⋅ F µν 5 4. Medan gauge non-Abelian bertransformasi menurut representasi-adjoint dari grup, sebab banyaknya medan gauge yang dibutuhkan sama dengan jumlah generator grupnya. 5. Hanya ada satu konstanta kopling gauge g yang muncul dalam formulasi Yang-Mills apabila simetri gauge grup G tidak dapat difaktorisasi menjadi produk langsung dari grup sederhana. Hal ini sangat ditentukan oleh sifat dasar dari medan non-Abelian: perumusannya tidak berjalan jika skala relatif operator dengan komutator terhingga diubah secara sembarang. Dengan demikian medan Yang –Mills bertransformasi di bawah beberapa grup G yang terkopel bersama kepada medan materi dan kepada dirinya, mengakibatkan G tidak dapat difaktorisasi menjadi suatu produk langsung. Hal ini tidak seperti halnya teori elektromagnetik U(1), dimana setiap medan materi dapat dikopel kepada Aµ dengan muatannya sendiri. 6. Jika grup G dapat difaktorisasi menjadi k buah produk langsung G = G1 × G1 × KG k ,
5
Fµν ⋅ Fµν = Fµνj Fjµν = 2Tr (Fµν Fµν ).
22
(2.4.1)
maka akan terdapat k buah konstanta kopling gi yang saling bebas, yang menentukan interaksi medan Yang-Mills dengan medan materi dan dengan dirinya sendiri. Pada teori tertentu, konstanta kopling tunggal dapat menggambarkan semua interaksi gauge. 6. Medan Yang-Mills haruslah medan vektor tak bermassa, karena adanya suku massa akan merusak gauge invariansi jika secara eksplisit dimasukkan di dalam Lagrangian. Sejauh ini telah dibahas medan Yang-Mills, tanpa mempermasalahkan solusi persamaan geraknya. Hal ini akan diulas dalam bab III.
23
BAB III SOLUSI INSTANTON MEDAN YANG-MILLS
If people do not believe that mathematics is simple, it is only because they do not realize how complicated life is. John Von Neumann
Pada bab sebelumnya telah diturunkan persamaan gerak medan Yang-Mills yang ditunjukkan oleh pers. (2.3.8). Dengan menjabarkan persamaan tersebut secara eksplisit dapat dilihat bahwa persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial orde-2 non-linear terkopel. Solusi eksak dari persamaan seperti ini sangat sulit untuk diperoleh, karena belum terdapat metoda umum untuk menanganinya. Dalam hal ini, penanganannya ditinjau secara per-kasus dengan menerapkan metoda ansatz untuk memperoleh solusi berkaitan. Pada kenyataannya, hingga sekarang, hanya solusi khusus yang dapat diperoleh. Menyelesaikan persamaan diferensial orde-dua jelas lebih sulit daripada yang orde-satu. Sangatlah baik apabila persamaan diferensial orde-2 ini dapat digantikan dengan persamaan setara berorde satu. Ini dapat dicapai dengan meninjau fungsi aksi medan Yang-Mills S dalam ruang waktu Euclidean (lihat apendiks A1), untuk mana berlaku syarat Bogomolnyi, yang mengalihkan persamaaan medan Yang-Mills orde-2 menjadi orde-1. Dengan alasan di atas, dalam bab ini akan ditinjau solusi non-singular medan Yang-Mills tanpa sumber dalam ruang-waktu Euclidean, yang memiliki fungsi aksi S berhingga. Makna fisika dari solusi ini dapat ditafsirkan sebagai berikut. Ruang-waktu Euclidean adalah ruang Minkowski dengan waktu imajiner,
24
sedangkan evolusi dengan waktu imajiner, secara formal, menurut mekanika kuantum, berkaitan dengan efek tunnelling. Akan diperlihatkan bahwa syarat Bogomolnyi, memberikan konfigurasi medan Yang-Mills dengan nilai fungsi aksi yang minimum. Karena itu, solusi bersangkutan menyatakan tunnelling antara beberapa minima dari fungsi aksi, yang akan dijelaskan dalam bab VI. Solusi nonsingular ini, oleh ‘t Hooft dinamakan instanton.
3.1
Syarat batas untuk fungsi aksi S berhingga
Sebagaimana disebutkan pada pengantar di atas, instanton adalah solusi persamaan medan Yang-Mills dengan fungsi aksi: S YM M = −
1 d 4 xTr (Fµν F µν ) 2 ∫ 2g
(3.1.1)
bernilai hingga. Salah satu cara untuk memperoleh fungsi aksi berhingga ini adalah dengan meninjau ruang-waktu Euclidean. Dalam hal ini, kooordinat ruang Euclidean6 4-dimensi dinyatakan oleh xµ (µ = 1, 2, 3, 4), yang dapat dipandang sebagai koordinat ruang-waktu Minkowski dengan kooordinat waktu x0 bernilai imajiner: x 0 → ix 4 . Untuk mendapatkan solusi instanton ini perlu diidentifikasikan terlebih dahulu syarat batas yang harus dipenuhi oleh sembarang konfigurasi medan Yang-Mills agar memberikan fungsi aksi S yang berhingga. Sebagai langkah pertama, tinjau konfigurasi dengan aksi nol. Dari pers. (3.1.1) terlihat bahwa S = 0 jika dan hanya jika Fµν = 0. Hal ini memberikan tak terhingga kemungkinan untuk medan Aµ yang dapat diperlihatkan sebagai berikut. Perhatikan bahwa syarat Fµν = 0 adalah invarian gauge. Dengan demikian, kondisi 6
Mulai dari bab ini indeks ruang-waktu µ, ν, ρ, σ berjalan dari 1 sampai 4, kecuali ada beberapa pemberitahuan lebih lanjut.
25
ini tak hanya dipenuhi oleh Aµ = 0, tetapi juga oleh sembarang medan hasil transformasi gauge yang diperoleh dari Aµ = 0. Medan ini dinamakan gauge murni, yang diberikan oleh [lihat pers.(2.2.14)] ~ A µ = −i ∂ µ U(x) U + ( x ),
[
]
(3.1.2)
dimana U ( x ) , untuk setiap x, merupakan salah satu elemen dari grup SU(N). Bahwa pers. (3.1.2) menghasilkan Fµν = 0, dapat diperlihatkan sebagai berikut. ~ Substitusikan A µ ke dalam persamaan kuat medan (2.2.32) menghasilkan:
( )
~ ~ ~ ~ Fµν A µ = ∂ µ A ν + iA µ A ν − (µ ↔ ν)
[
] [
][
]
= ∂ µ i(∂ ν U)U + + i i(∂ ν U)U + i(∂ µ U)U + − (µ ↔ ν)
(3.1.3)
Gunakan sifat berikut: ∂µ∂ν = ∂ ν∂µ U + ∂ µ U = −(∂ µ U + ) U
(3.1.4)
maka terbukti:
( )
~ Fµν A µ = 0 .
(3.1.5)
~ Sebaliknya pun berlaku, bahwa Fµν = 0 dipenuhi oleh A µ = A µ dalam pers. (3.1.2). Berikut, ditinjau konfigurasi dengan aksi berhingga. Jelas terlihat pada pers. (3.1.1) bahwa syarat keberhinggan ini terpenuhi bila Fµν adalah nol pada batas ruang Euclidean-4, yaitu pada permukaan bola dimensi-3 S3 dengan r → ∞ dimana r ≡ x = ( x 12 + x 22 + x 32 + x 24 )1 2 adalah jari-jari dalam ruang Euclidean berdimensi empat. Pada titik tak hingga (r → ∞) kita menginginkan Fµν berkurang secara asimtotik menuju nol, yakni: FµνB ( x ) → 0 x →∞
(3.1.6)
Dengan demikian, pada kedudukan di tak hingga, medan Aµ mengambil konfigurasi gauge murni menurut pers. (3.1.2) di atas.
26
3.2
Konstruksi fungsi aksi minimum
Setelah diperoleh syarat batas untuk medan Yang-Mills dalam pasal 3.1, sekarang akan dibangun solusi dengan nilai fungsi aksi berhingga, mengikuti konstruksi Belavin, Polyakov, Schwartz and Tyupkin (BPST) [2]. Pertama perhatikan bahwa dalam ruang Euclidean berlaku pertidaksamaan berikut:
∫d ∫d
~ xTr[(Fµν ± Fµν ) 2 ] ≥ 0 ~ ~ ~ 4 xTr (Fµν Fµν ± 2Fµν Fµν + Fµν Fµν ) ≥ 0 .
(3.2.1)
~ ~ xTr ( Fµν Fµν ) = ∫ d 4 xTr (Fµν Fµν ) ,
(3.2.2)
~ xTr (Fµν Fµν ) ≥ m ∫ d 4 xTr (Fµν Fµν ) .
(3.2.3)
4
Gunakan
∫d
4
maka
∫d
4
Integral pada ruas kanan dari pertidaksamaan (3.2.3) dapat dituliskan sebagai integral divergensi total-4 yaitu,
∫d
4
~ xTr (Fµν Fµν ) = 2∫ d 4 x∂ µ Wµ ,
(3.2.4)
dimana Wµ diberikan oleh pers. (2.2.45). medan Yang-Mills, Ruas kiri pers. (3.2.3) berkaitan dengan fungsi aksi S YM E sehingga dengan demikian ia memiliki nilai batas bawah, yakni: S YM ≥ E
1 1 d 4 x∂ µ Wµ = 2 ∫ d 3 σ µ Wµ . 2 ∫ g g S
(3.2.5)
dimana telah digunakan pers. (3.1.1) dan pada ruas terkanan telah dilakukan transformasi ke integral permukaan. Perhatikan bahwa pada pers. (3.2.5), d3σµ adalah elemen volume permukaan bola 3-dimensi S3, dengan jari-jari r → ∞ . Karena ruas kanan pers. (3.2.5) diintegrasikan pada permukaan di tak hingga
27
akan bergantung kepada sifat medan (Euclidean), maka nilai minimum aksi S YM E gauge di tak hingga. Dengan memberlakukan syarat batas pers. (3.1.5), maka di tak hingga, medan Aµ mengambil konfigurasi gauge murni (3.1.2). Substitusikan pernyataan ini ke dalam Wµ yang diberikan oleh pers. (2.2.45), menghasilkan: 2 Wµ =∈µνρσ Tr[− U(∂ ν U + )∂ ρ U(∂ σ U + ) − U(∂ ν U + ) U∂ ρ ∂ σ U + − U(∂ ν U + ) U(∂ ρ U + ) U(∂ σ U + )] 1 424 3 3 =0
=∈µνρσ Tr{− U(∂ ν U + ) U[−(∂ ρ U + ) U](∂ σ U + ) −
2 U(∂ ν U + ) U(∂ ρ U + ) U(∂ σ U + )} 3
atau, ⎤ ⎡1 Wµ =∈µνρσ Tr ⎢ U(∂ ν U + ) U(∂ ρ U + )U(∂ σ U + )⎥ ⎣3 ⎦
(3.2.6)
dimana telah digunakan sifat antisimetri dari ρ dan σ serta UU+ = 1. Dengan demikian, pers. (3.2.6), menjadi S YM ≥ E
[
]
2 d 3 σ µ ∈µνρσ Tr U(∂ ν U + )U(∂ ρ U + )U(∂ σ U + ) 2 ∫S 3g
(3.2.7)
yang bergantung seluruhnya kepada elemen grup U(x)! Hasil ini sungguh luar biasa yang memperlihatkan bahwa nilai minimum dari fungsi aksi Yang-Mills Euclidean hanyalah bergantung pada sifat elemen grup U(x) dan bukan pada konfigurasi detail dari medan potensial gauge pada kedudukan berhingga.
3.3
Muatan topologi
Bahasan berikut akan dikhususkan pada kasus grup SU(2) (lihat apendiks B). Setiap elemen grup SU(2), dalam representasi fundamental dapat dinyatakan sebagai berikut: G = ϕ 4 σ 4 + iϕ j σ j ,
j = 1, 2, 3
(3.3.1)
dimana σ4 = I adalah matriks satuan (2 × 2) , dan σj adalah ketiga matriks Pauli (lihat apendiks A2).
28
Karena G ∈ SU(2), yakni G + G = I , maka keempat fungsi ϕ µ ,
µ = 1,...,4,
memenuhi kendala: (ϕ1 ) 2 + (ϕ 2 ) 2 + (ϕ 3 ) 2 = 1
(3.3.2)
yang menyatakan permukaan bola 3-dimensi, S3g (g = grup). Dengan demikian, setiap elemen SU(2) bergantung pada tiga buah parameter: φ1 , φ 2 , dan φ 3 . Untuk kasus medan Yang-Mills yang ditinjau di sini,
ketiga parameter tadi
diambil bergantung pada x. Pada pers. (3.2.7), integrasi permukaan diambil untuk permukaan bola 3-dimensi S3, dengan jari-jari yang sangat besar (~ tak berhingga). Dengan demikian, U dapat dianggap sebagai pemetaan dari kedua koordinat sudut ruang yang melabel permukaan bola 3-dimensi S3 ke bola 3dimensi S3g yang dilabel oleh ketiga parameter grup di atas: S3 → SU (2) ≈ S3g .
U:
(3.3.3)
Sembarang pemetaan ini dikarakterisasi oleh kelas homotopi, yang berkaitan dengan jumlah peliputan bola S3 pada bola hasil pemetaan S3g . Singkatnya, kelas homotopi 1 berarti bahwa permukaan bola S3 hanya sekali meliput permukaan bola S3g dari manifold grup SU(2). Secara umum, kelas homotopi Q menyatakan peliputan sebanyak n kali dari permukaan bola S3 pada pada bola hasil pemetaan S3g .
Kembali ke pers. (3.2.7), karena, U = U(φ j ) , maka 3
∂µU+ = ∑ j=1
∂φ j ∂U + = ∂ µ φ j∂ j U + µ ∂x ∂φ j
(3.3.4)
sehingga S YM ≥ E
[ (
) (
) (
2 d 3 σ µ ∈µνρσ ∂ ν φ j ∂ ρ φ k ∂ σ φ l Tr U ∂ a U + U ∂ b U + U ∂ c U + 3g 2 ∫S
atau, dengan menggunakan sifat antisimetri dari simbol ∈ ,
29
)] (3.3.5)
SYM ≥ E
[ (
) (
)]
) (
4 d 3σ µ ∈µνρσ ∂ ν φ1∂ ρ φ 2 ∂ σ φ3 Tr U ∂1 U + U ∂ 2 U + U ∂ 3 U + . (3.3.6) 2 ∫S g
Dalam pernyataan ini, terlihat jelas munculnya faktor Jacobian transformasi dari variabel yang melabel permukaan S3 dan parameter φ i yang melabel S3g .
Dengan menyatakan U dalam pernyataan eksponensial terfaktorisasi: U=e
i − φ1σ1 2
e
i − φ2σ2 2
e
i − Qφ3σ 3 2
(3.3.7)
dimana Q = 0, 1, 2,..., maka dengan perhitungan langsung, menggunakan sifat matriks Pauli, diperoleh:
∫d σ 3
µ
S
[ (
) (
) (
∈µνρσ ∂ ν φ1∂ ρ φ 2 ∂ σ φ 3 Tr U ∂ 1 U + U ∂ 2 U + U ∂ 3 U +
)]
⎛ i3 ⎞ = ∫ d 3 σ µ ∈µνρσ ∂ ν φ1∂ ρ φ 2 ∂ σ φ 3 Tr ⎜⎜ 3 Qσ1σ 2 σ 3 ⎟⎟ S ⎝2 ⎠ Q = ∫ 3 d 3φ 4 Sg
(3.3.8)
Karena volume bola 3-dimensi S3g adalah 16π2, akhirnya diperoleh hasil menarik berikut:
[ (
) (
) (
1 d 3 σ µ ∈µνρσ ∂ ν φ1∂ ρ φ 2 ∂ σ φ 3 Tr U ∂ 1 U + U ∂ 2 U + U ∂ 3 U + 2 ∫S 4π yang menyatakan muatan topologi untuk pemetaan kelas homotopi Q. Q=
)]
(3.3.9)
Berkaitan dengan pernyataan pers. (3.2.4) selanjutnya tersimpulkan bahwa Q=
(
)
1 1 ~ d 3 σ µ Wµ = 2 ∫ d 4 xTr Fµν Fµν . 2 ∫S 4π 8π
(3.3.10)
Perhatikan bahwa ruas kanan adalah tak lain daripada indeks Pontryagin (atau kelas Chern kedua/ winding number). Jadi dapat disimpulkan bahwa muatan
topologi medan Yang-Mills Euclidean adalah tak lain daripada kelas Chern kedua. Batas bawah fungsi aksi medan Yang-Mills Euclidean ditentukan oleh muatan topologi Q, yakni: S YM ≥ E
8π 2 Q g2
dimana Q merupakan suatu bilangan bulat.
30
(3.3.11)
= (8π 2 g 2 ) Q Dari pers. (3.2.3) dan (3.2.5) dapat dilihat bahwa batas bawah S YM E tercapai ketika,
(
)
~ ~ − ∫ d 4 xTr (Fµν Fµν ) = − ∫ d 4 xTr Fµν Fµν → Fµν = Fµν ~ ~ − ∫ d 4 xTr (Fµν Fµν ) = ∫ d 4 xTr Fµν Fµν → Fµν = − Fµν
(
)
(3.3.12)
yang memberikan ~ Fµν = ± Fµν .
(3.3.13)
Persamaan (3.3.13) merupakan persamaan self-dual dan antiself-dual. Apabila tanda positif yang dipilih, Fµν dikatakan solusi self-dual sedangkan tanda negatif, antiself-dual. Oleh karena itu, melalui prinsip Hamilton medan self-dual atau antiself-dual mengekstrimasi aksi dan merupakan solusi dari persamaan YangMills dalam setiap kelas Q. Sekarang permasalahan dalam mencari solusi eksak di atas tersederhanakan, sehingga hanya perlu untuk memandang solusi khusus yang ~ memenuhi persamaan self-dualitas (3.3.13), dimana Fµν didefenisikan sebagai: 1 ~ Fµν = ∈µνρσ F ρσ 2
(3.3.14)
∈µνρσ adalah standar tensor antisimetrik dan ∈1234 = 1 . Solusi dari pers. (3.3.13) memenuhi dengan baik pers. (3.3.11). Solusi ini disebut instanton. Solusi untuk persamaan antiself-dual disebut anti-instanton. Jika pers. (3.3.14) dipenuhi, maka persamaan medan akan otomatis dipenuhi sebab ~ D µ Fµν = ± D µ Fµν = 0
(identitas Bianchi)
(3.3.15)
Dapat dibuktikan bahwa pers. (3.3.15) memenuhi persamaan Euler-Lagrange.
31
3.4
Self-dual dan antiself-dual
Perhatikan bahwa dual dari tensor medan dual adalah ~ 1 ~ ~ Fµν = ∈µνρσ Fρσ 2 1 = ∈µνρσ ∈ρσαβ Fαβ 4
(3.4.1)
Dalam ruang Euclidean, berlaku sifat metrik berikut: ∈µνρσ ∈ρσαβ = 2(δ µα δ νβ − δ µβ δ να ) ,
(3.4.2)
sehingga pers. (3.4.1) menjadi: ~ 1 ~ Fµν = (Fµν − Fνµ ) = Fµν 2 Secara simbolik pers. (3.4.1) dapat ditulis menjadi: ~ ~ F =∈2 F = F
(3.4.3)
(3.4.4)
dari pers. (3.4.2) didapat nilai eigen dari operator yang didualisasi adalah ∈= ±1 ; ~ Oleh karena itu F = ± F , yang menunjukkan bahwa konfigurasi self-dual dan antiself-dual dimungkinkan dalam ruang Euclidean. Sebaliknya, jika metriknya Minkowskian, pers. (3.4.1) teralihkan menjadi:
~ 1 ~ ρσ αβ Fµν = ∈µν ∈ρσ Fαβ = − Fαβ 4 ~ ~ F = −F
(3.4.5)
dimana sekarang nilai eigen dari operator terdualisasi menjadi ∈= ±i sehingga ~ F ≠ ± F yang mana itu berarti bahwa konfigurasi self-dual dan antiself-dual tidak mungkin ada. Jadi instanton hanya terdefenisi dalam ruang Euclidean.
32
3.5
Solusi eksplisit instanton BPST
Setelah pada seksi sebelumnya dibentuk konfigurasi instanton lengkap dengan syarat batas berkaitannya, berikut dibangun solusi eksplisit dari instanton SU(2). Bertolak dari syarat batas (3.1.5), medan vektor Aµ untuk r berhingga dipilih berbentuk sebagai berikut: ~ A µ = f (r )A µ ,
r2 = xµxµ
(3.5.1)
~ dimana A µ medan gauge murni (3.1.2) serta f(r) memenuhi syarat batas f (∞) = 1 dan f (0) = 0 . Syarat batas kedua, dipilih untuk menjamin Aµ tak singular di r = 0. Dengan mensubstitusikan pers. (3.5.1) ke dalam pers. (2.2.32) maka7 ~ ~ ~ ~ ~ ~ Fµν = (∂ µ f )A v − (∂ ν f )A µ + f ∂ µ A v − ∂ ν A µ + if 2 A µ , A v
(
[
)
]
(3.5.2)
( )
~ Gunakan gabungan Fµν A = 0 untuk suku ketiga, memberikan:
[
]
[ ]
~ ~ ~ ~ ~ ~ Fµν = (∂ µ f )A v − (∂ ν f )A µ − if A µ , A v + if 2 A µ , A v ~ ~ ~ ~ = (∂ µ f )A v − (∂ ν f )A µ − i f − f 2 A µ , A v 14442444 3
(
)[
] (3.5.3)
Φ µν
Dari pers. (3.5.1b), diperoleh: 2r
xµ ∂r ∂r = 2x µ → µ = µ r ∂x ∂x
(3.5.4)
x µ df df ∂r ⋅ µ = . r dr dr ∂x
(3.5.5)
Jadi, ∂µf =
Karena U ∈ SU(2) maka dapat dituliskan sebagai berikut: U=
x α τα , r
τ α = (σ 0 , iσ j )
j = 1, 2, 3
(3.5.6)
atau, secara terurai: U=
7
1 x
2
(x
Di sini g telah diserap ke dalam Aµ.
33
0
+ ix j σ j )
(3.5.7)
r dimana matriks σ bekerja dalam ruang SU(2), dan r r x 2 = x 02 + x ⋅ x
(3.5.8)
Selanjutnya dari pers. (3.5.6) diperoleh, ⎛ δ αµ x α x µ ⎞ ∂ µ U = ⎜⎜ − 3 ⎟⎟τ α r r ⎠ ⎝ xµ ⎞ 1⎛ U⎟ = ⎜⎜ τ µ − r⎝ r ⎟⎠
(3.5.9)
dimana telah digunakan pers. (2.2.3). Dengan demikian, xµ ⎞ i⎛ ~ A µ = i(∂ µ U )U + = ⎜⎜ τ µ U + − UU + ⎟⎟ r⎝ r ⎠
(3.5.10)
xµ ⎞ i⎛ ~ ⎟. A µ = ⎜⎜ τ µ U + − r⎝ r ⎟⎠
(3.5.11)
atau
Oleh karena itu, ~ ~ Φ µν = (∂ µ f )A ν − (∂ ν f )A µ x µ ⎞⎤ ⎡i ⎛ x ν ⎞⎤ x ν df ⎡ i ⎛ + + ⎢ r ⎜ τ ν U − r ⎟⎥ − r ⋅ dr ⎢ r ⎜⎜ τ µ U − r ⎟⎟⎥ ⎠⎦ ⎣ ⎝ ⎠⎦ ⎣ ⎝
=
x µ df ⋅ r dr
=
i df ⋅ x µ τν U + − x ν τµ U + 2 r dr
(
Berikut ditinjau suku komutator: ~ ~ ~ ~ ~ ~ Aµ , Aν = AµAν − AνAµ
[
]
[
][
)
] [ )U] + ∂ U[− (∂
][ )U]
= i 2 (∂ µ U )U + (∂ ν U )U + − i 2 (∂ ν U )U + (∂ µ U )U +
[(
= −∂ µ U − ∂ ν U +
(3.5.12)
ν
µ
U+
]
(3.5.13)
= ∂ µ U∂ ν U + − ∂ ν U∂ µ U + dimana telah digunakan sifat uniteritas (2.2.3). Selanjutnya, dengan pernyataan (3.5.9) diperoleh:
34
x ⎛ ⎞⎛ x ⎞ ⎜⎜ τ µ − µ U ⎟⎟⎜ τ ν + − ν U + ⎟ r ⎠⎝ r ⎠ ⎝ 1⎛ 1 1 1 ⎞ + + = 2 ⎜ τ µ τ ν − τ µ U + x ν − x µ Uτ ν + 2 x µ x ν ⎟ r r r ⎝ r ⎠
∂ µ U∂ ν U + =
1 r2
(3.5.14)
Dengan demikian,
[
]
1 1 1 ~ ~ ⎛ ⎞ + + r 2 A µ , A ν = ⎜ τ µ τ ν − τ µ U + x ν − x µ Uτ ν + 2 x µ x ν ⎟ r r r ⎝ ⎠ 1 1 1 ⎛ ⎞ + + − ⎜ τ ν τ µ − τ ν U + x µ − x ν Uτ µ + 2 x µ x ν ⎟ r r r ⎝ ⎠ 1 1 + + = τµ τν − τν τµ − τµ U + x ν + τν U + x µ r r 1 1 + + − x µ Uτ ν + x ν Uτ µ r r
(
(3.5.15)
)
Berikut, substitusikan sifat-sifat berikut: +
+
τ µ τ α + τ α τ µ = 2δ µα
(
+
+
)
τ µ U + = τ µ τ α x α = 2δ µα − τ α τ µ x α = 2 x µ − Uτ µ
+
τ ν U + = 2 x ν − Uτ ν
+
(3.5.16)
ke dalam pers. (3.5.15), memberikan:
[
] (
) (
)
(
)
~ ~ + + + xν + xµ r 2 A µ , A ν = τ µ τ ν − τ ν τ µ − 2 x µ − Uτ µ + 2 x ν − Uτ ν r r xµ x + + − Uτ ν + ν Uτ µ r r
(3.5.17)
atau
[
] (
)
2 2 ~ ~ + + + + r 2 A µ , A ν = τ µ τ ν − τ ν τ µ − x µ Uτ ν + x ν Uτ µ . r r
(3.5.18)
tensor kuat medan Fµν dalam pers. (3.5.3) setelah
Dengan hasil di atas,
disubstitusikan pers. (3.5.12) dan (3.5.18) menjadi: Fµν =
(
) (
) (
i df 1 + + ⋅ x µ τν U + − x ν τµ U + − i f − f 2 2 τµ τν − τν τµ 2 r r dr 1 + + + 2i f − f 2 3 x µ Uτ ν − x ν Uτ µ r
(
) (
)
35
) (3.5.19)
Gunakan sifat berikut: ⎛x τ ⎛x τ + + + ⎞ + ⎞ x µ Uτ ν − x ν Uτ µ = x µ ⎜ α α τ ν ⎟ − x ν ⎜ α α τ µ ⎟ ⎝ r ⎠ ⎝ r ⎠ xµxα x x + + = 2δ αν − τ ν τ α − ν α 2δ αµ − τ µ τ α r r + 2x µ x ν x µ τ ν U 2x ν x µ x ν τ µ U + = − − + r r r r
(
)
(
)
(3.5.20)
dalam pers. (3.5.19) maka diperoleh pernyataan sederhana berikut:
)(
(
⎛ df ⎞ + + − ir 3 Fµν = ⎜ r − 2 f − f 2 ⎟ x µ Uτ ν − x ν Uτ µ ⎝ dr ⎠
(
−r f −f
2
)(τ
+
µ
τν − τν τµ
+
)
)
(3.5.21)
Karena, pada suku terakhir matriks τµτν+ - τντµ+ = τµν dalam pers. (3.5.21) adalah pernyataan self-dual sebagaimana diperlihatkan pada apendiks C3, maka agar Fµν adalah self-dual, suku pertama dalam pers. (3.5.21) harus lenyap yaitu: r
(
)
df −2 f −f 2 = 0. dr
(3.5.22)
Substitusikan s = ln r ,
(3.5.23)
maka pers. (3.5.22) teralihkan menjadi: ⎛1 1 ⎞ ⎟⎟ = 2ds . df ⎜⎜ + ⎝ f (1 − f ) ⎠
(3.5.24)
Integralkan, maka diperoleh ln
f = 2s + c (1 − f )
(3.5.25)
atau f = e 2s + c = ae 2s , 1− f
a = ec .
(3.5.26)
1 a
(3.5.27)
Jadi, r2 f = 2 , r + λ2
(
λ2 =
)
Dengan demikian diperoleh solusi:
36
⎛ r2 A µ = i⎜⎜ 2 2 ⎝r +λ
⎞ ⎟⎟(∂ µ U )U + ⎠
(3.5.28)
dan kuat medan yang berkaitan,
(
)
f −f2 + + τµ τν − τν τµ , Fµν = 2 − ir
(3.5.29)
Potensial pada pers. (3.5.28) memenuhi syarat pers. (3.1.5) untuk aksi yang berhingga (λ2 adalah konstanta). Persamaan kuat medan (3.5.29) memberikan muatan topologi Q = 1, sehingga nilai aksinya S = 8π2 [lihat apendiks C2]. Karena itu solusi ini disebut solusi satu instanton. Perumusan (3.5.28) dapat ditulis menjadi: ⎛ (x µ − a µ ) 2 A µ = i⎜ ⎜ ( x − a ) 2 + λ2 µ ⎝ µ
⎞ ⎟(∂ µ U )U + ⎟ ⎠
(3.5.30)
yang memperlihatkan bahwa solusi ini mempunyai 5 parameter: 4 untuk posisi (aµ) dan satu untuk parameter ukuran (“lebar”) λ. Akan diperlihatkan kemudian bahwa jumlah parameter ini sesuai dengan karakteristik parameter solusi instanton yaitu: p = 8Q - 3
(3.5.31)
yang mana untuk Q = 1 memberikan p = 5. Solusi yang diperoleh di atas merupakan solusi eksak (khusus) untuk Q = 1. Sedangkan untuk memperoleh solusi instanton dengan sembarang Q, diperlukan konstruksi lain, yang lebih umum. Umum dalam hal ini berarti, konstruksinya dapat diaplikasikan untuk sembarang grup dan memenuhi parameter grup tersebut. Konstruksi ini akan dibahas dalam bab berikutnya.
37
BAB IV SOLUSI MULTI-INSTANTON
In this day and age
Mathematicians so blind
But gauges have flaws
The physicist sage
Follow slowly behind
God hems and haws
Writes page after page
With their clever minds
As the curtain He draws
On the current rage
A theorem they’ll find
O’er His physical laws
The gauge
Only written and signed
It may be a lost cause I. Singer
Sejauh ini telah diturunkan solusi eksak satu instanton. Selanjutnya dalam bab ini akan diulas solusi instanton untuk sembarang Q. Solusi banyak (multi) instanton8, pertama kali ditemukan oleh ‘t Hooft pada tahun 1976 [1], setelah dirinya menemukan ansatz yang dapat melinearisasi persamaan gerak YM. Solusi lain ditemukan oleh Witten [7], namun dalam bab ini yang akan dibahas hanya solusi ‘t Hooft karena lebih umum dan mudah dibanding solusi Witten.
4.1
Solusi Q-instanton SU(2) ‘t Hooft
Solusi instanton BPST dalam bentuk awalnya (3.5.28), tidak melinearisasi persamaan gerak Yang-Mills. Namun, solusi tersebut dapat dituliskan menjadi: x jσ j ⎛ r2 ⎞ + ⎟ ∂ = − A 4 = ⎜⎜ 2 ( U)U 4 2 ⎟ r 2 + λ2 ⎝r +λ ⎠ x σ +x ∈ σ ⎛ r2 ⎞ ⎟ (∂ j U)U + = 0 j 2 k 2 jkl l A j = ⎜⎜ 2 2 ⎟ r +λ ⎝r +λ ⎠
[
]
[
]
8
(4.1.1)
Secara umum dipercaya bahwa tidak ada solusi eksak yang menggambarkan satu instanton dan satu anti-instanton.
38
Dalam representasi SU(2), yaitu: Aµ =
1 a A µ σ a → A µa = Tr (A µ σ a ) , 2
(4.1.2)
pers. (4.1.1) teralihkan menjadi: x j Tr (σ j σ a )
2x a , r +λ r + λ2 ⎛ 2x ⎞ ⎛ 2x ⎞ A aj = −ε jam ⎜ 2 m 2 ⎟ + δ ja ⎜ 2 4 2 ⎟ ⎝r +λ ⎠ ⎝r +λ ⎠
A a4 = −
2
2
=−
2
(4.1.3)
Di sini indeks: a, j, k, l, m, berjalan dari 1 sampai 3! Untuk menunjukkan bahwa potensial di atas adalah solusi dari suatu persamaan gerak tertentu, pernyataan komponen medan gauge menurut (4.1.3), ditulis ulang sebagai berikut: A a4 =
∂aϕ ϕ
A = ε jam a j
(4.1.4)
∂ mϕ ∂ ϕ − δ ja 4 ϕ ϕ
dimana: ϕ=
Untuk C = (8λ )
1
2
∂µϕ
C , 2 r + λ2
ϕ
=
− 2x µ
(4.1.5)
r 2 + λ2
maka dapat diperlihatkan bahwa φ merupakan solusi dari
persamaan ڤϕ + λϕ 3 = 0 , dengan λ ≠ 0.
Di pihak lain, solusi BPST (3.5.28) dapat ditransformasikan dengan menggunakan matriks invers. U-1, sehingga potensial barunya adalah: ⎛ x2 ⎞ + ⎟ U − i(∂ µ U )U + U − i ∂ µ U + U A µ' = ⎜⎜ 2 2 ⎟ ⎝x +λ ⎠ ⎛ λ2 ⎞ ⎟ − i ∂µU+ U = ⎜⎜ 2 2 ⎟ ⎝x +λ ⎠
[
]
[ (
(
)
) ]
Secara eksplisit, komponen A µ' serupa dengan ansatz pers. (4.1.4) yaitu:
39
(4.1.6)
a
∂aφ φ ε jam ∂ n φ
A'4 = − 'a j
A =
φ
(4.1.7)
∂ φ + δ ja 4 φ
namun, dimana
∂µφ
λ2 φ = 1+ 2 , r
φ
=
− 2λ2 x µ
(
r 2 r 2 + λ2
).
(4.1.8)
Karena ( ڤ1/r2) = 0, maka fungsi skalar φ memenuhi persamaan gerak: ( ڤφ ) = 0
(4.1.9)
Pers. (4.1.7), dengan φ diberikan oleh (4.1.8), adalah solusi instanton yang setara gauge dengan pers. (4.1.4) & (4.1.5). Tampak bahwa φ singular pada r = 0, namun hal ini tidaklah menjadi masalah karena singularitas ini tak nyata. Karena ketika r2 → 0 potensial A µ' , menurut pers.(4.1.6), menjadi gauge murni.
Solusi pers. (4.1.7) dan (4.1.8) menggambarkan 1-instanton dengan ukuran |λ| berpusat pada titik asal. Pers. (4.1.9) menyarankan bahwa pers. (4.1.7) dapat dipilih sebagai ansatz untuk Q-instanton. Dapat diperlihatkan bahwa pers. (4.1.9) tetap dipenuhi, sehingga diperoleh solusi umum Q
φ = 1+ ∑ n =1
λn
(x − a n )2
(4.1.10)
yang menggambarkan Q buah instanton dengan ukuran λ = λn yang berbeda-beda dan begitu pula dengan titik pusatnya x = an dalam ruang E4. Medan YM yang bersesuaian, menurut pers. (4.1.7) adalah self-dual dan non-singular serta mempunyai muatan topologi Q (tidak akan dibahas). Parameter λn disini merupakan ukuran dari instanton ini, dan oleh karena itu bernilai positif. Dengan sedikit perhitungan diperoleh potensial gauge: A µ = i Σ µν ∂ ν (ln φ) ,
(4.1.11)
dimana Σ µν adalah komponen dari suatu matriks yang dibangun dari matriks Pauli yakni:
40
Σ µν
⎛ 0 ⎜ 1 ⎜ − σ3 = ⎜ 2 σ2 ⎜ ⎜ σ ⎝ 1
σ3
− σ2
0
σ1
− σ1
0
σ2
σ2
− σ1 ⎞ ⎟ − σ2 ⎟ . − σ3 ⎟ ⎟ 0 ⎟⎠
(4.1.12)
Secara kompak pers. (4.1.12), dapat ditulis dalam bentuk: Σ µν
η jµν σ i = ; 2
j = 1, 2, 3
(4.1.13)
dimana ⎧ ε iµν η iµν = − η iνµ = ⎨ iµ ⎩− δ
4.2
untuk µ, ν = 1 , 2, 3 untuk ν = 1
(4.1.14)
Parameter total solusi Q-instanton
Solusi Q-instanton ‘t Hooft diatas mempunyai 5Q buah parameter, dan generalisasi invarian konformalnya9 mempunyai (5Q + 4) buah parameter. Solusi Q-instanton yang paling umum [didefinisikan sebagai solusi self-dual dari teori gauge SU(2) murni dengan muatan topologi Q] bergantung pada (8Q – 3) buah parameter10. Parameter-parameter ini memiliki interpretasi fisis berikut. Ke-5Q buah parameter di antaranya menentukan posisi dan ukuran dari instanton, sedangkan 3Q buah parameter yang sisa dibutuhkan untuk menentukan orientasi instanton dalam ruang SU(2) [solusi instanton adalah vektor SU(2), karena medan gauge Aµ bertransformasi menurut representasi adjoin dari grup SU(2)]. Tetapi 9
Jackiw dan Rebbi menunjukkan bahwa fungsi skalar pada pers. (4.1.10) tidaklah invarian konformal. Dengan kata lain, fungsi ini, dan solusi n-instanton dari teori YM yang berkaitan, appearance berubah dibawah transformasi konformal. Mereka memperoleh fungsi skalar yang Q bn invarian konformal φ = ∑ . Fungsi ini invarian di bawah grup konformal Euclidean 2 n = 0 (x − a n ) penuh. Solusi fungsi ini dapat diubah menjadi solusi ‘t Hooft pers. (4.1.10) dengan mengambil limit b 0 → ∞ ; a 02 → ∞ dengan b 02 a 02 = 1 . 10 Penurunan yang jauh lebih tepat dari jumlah parameter p = 8Q – 3 diberikan oleh Schwartz [3], Atiyah dkk. [10], Pekerjaan mereka berdasarkan atas teorema yang sangat mendasar dalam matematika yang dikenal sebagai teorema indeks Atiyah-Singer.
41
ke-3 parameter orientasi SU(2) ini tidak memiliki arti fisis, karena transformasi SU(2) global tidak dapat mempunyai efek fisis. Dengan demikian, tersisa (8Q - 3) buah parameter. Perhatikan bahwa ansatz pers. (4.1.7) tidak mempunyai kebebasan dalam orientasi SU(2) untuk setiap instanton. Pada dasarnya, orientasinya ditentukan oleh posisi dari semua instanton. Oleh karena itu, ke-(3Q – 3) buah parameter orientasi dapat dilenyapkan sehingga meninggalkan 5Q buah parameter dalam solusi ‘t Hooft11.
4.2
Konstruksi Atiyah-Drinfeld-Hitchin-Manin (ADHM)
Untuk sembarang bilangan instanton Q, solusi instanton tidak dapat dituliskan secara eksplisit. Akan tetapi, ada kemungkinan untuk menuliskannya secara implisist dengan menggunakan formalisme yang ditemukan oleh Atiyah, Drinfeld, Hitchin dan Manin (ADHM) [13]. Deskripsi mereka dikenal sebagai konstruksi ADHM12. Mereka menunjukkan bagaimana cara membangun solusi self-dual
umum dari teori Yang-Mills dengan sembarang grup kompak. Konstruksi mereka memberikan solusi eksak untuk semua Q-instanton dengan jari-jari, posisi dan orientasi sembarang serta memungkinkan dicakupnya secara lengkap ke-(8Q – 3) buah
parameter
maksimal
yang
disyaratkan.
Dengan
metoda
ADHM,
permasalahan kalkulus diferensial, untuk mencari solusi instanton, teralihkan menjadi masalah aljabar. Prosedur konstruktif umum ini mereduksi persamaan self-dualitas menjadi kondisi aljabar murni yang lebih mudah diselesaikan. Solusi umum dan lengkap dari permasalahan aljabar ini secara eksplisit belum ditemukan. Meskipun demikian, konstruksi aljabar dari Atiyah dkk. merupakan cara terbaik untuk mendapatkan solusi lengkap dari permasalahan self-dualitas.
11
Solusi ‘t Hooft bukan merupakan solusi umum, sebab jumlah parameternya belum sesuai dengan parameter instanton. 12 Konstruksi ADHM semula diperoleh dengan menggunakan metoda twistor dan aljabar geometri. Twistor adalah tak lain daripada “spinor” (representasi fudamental) dari grup konformal dalam R4.
42
Berikut akan ditunjukkan bagaimana konstruksi ini bekerja untuk grup gauge SU(2)13. Untuk grup ini medan gauge Aµ dan kuat medannya Fµν dapat dituliskan dalam bilangan kuaternion (lihat apendiks A3). Konstruksi ADHM dimulai dengan ansatz untuk potensial gauge SU(2) yaitu: A µ = iM + ∂ µ M ,
(4.2.1)
dimana M = M(x) adalah vektor kolom kuaternion dengan (n + 1) elemen kuaternion, yaitu: M T = [M 0 , M 1 , K, M n ] .
(4.2.2)
Vektor kuaternion M dibutuhkan untuk memenuhi kondisi normalisasi M + M = M 0+ M 0 + M 1+ M 1 + L + M n+ M n = I 2
(4.2.3)
dimana I2 adalah elemen satuan kuaternion. Karena kuaternion adalah matriks komples 2 × 2 , maka M adalah matriks kompleks {(2k + 2 ) × 2}, yaitu: ⎡ M 0(11) MT = ⎢ ⎣⎢M 0(21)
M 0(12 ) M 1(11) M 0(22 ) M 1(21)
M 1(12 ) L M n (11) M 1(22 ) L M n (21)
M n (12 ) ⎤ ⎥ M n (22 ) ⎦⎥
(4.2.4)
Ansatz ini terlihat seperti penjumlahan suku-suku gauge murni [akan tetapi kuaternion bukanlah elemen matriks SU(2) kecuali kalau mereka unimodular]. Jika n = 0 maka M 0 ∈ SU (2) , dan akan didapatkan potensial gauge murni. Untuk n > 0, hal ini tidak akan menjadi masalah. Perhatikan bahwa kondisi normalisasi memberikan: ∂ µ ( M + M ) = (∂ µ M + ) M + M + (∂ µ M ) = 0
(4.2.5)
seperti halnya untuk elemen suatu matriks SU(2). Oleh karena itu, Aµ adalah Hermitian ( A µ+ = A µ ) dan potensial gauge A µJ adalah real.
Transformasi gauge U - SU(2) dari potensial gauge Aµ mengakibatkan perubahan berikut dalam M, 13
Untuk diskusi lebih lanjut mengenai konstruksi ADHM untuk berbagai grup gauge lihat paper Corrigan dkk. [6] dan Christ dkk. [19].
43
M → M ' = MU = [M 0 U, M 1 U, K , M n U ]
T
(4.2.6)
oleh karena itu, transformasi gauge mengubah elemen-elemen M dengan faktor unimodular biasa. Kuat medan gauge Fµν didefinisikan dengan:
[
− iF µν = −i ∂ µ A v + iA µ A v − (µ ↔ ν)
]
= ∂ µ (−iA ν ) + A µ A ν − (µ ↔ ν )
(
)
(
) (
)
(4.2.7)
= ∂ µ M + ∂ ν M + M + ∂ µ ∂ ν M − ∂ µ M + M M + ∂ ν M − (µ ↔ ν)
atau − iFµν = (∂ µ M + )(I − MM + )∂ ν M − (µ ↔ ν) .
(4.2.8)
MM + = P
(4.2.9)
Perhatikan bahwa, merupakan suatu operator proyeksi (lihat apendiks C3) terhadap M, dengan sifatsifat: P 2 = P,
P + = P,
M+P = M+ ,
PM = M,
(4.2.10)
dengan M adalah matriks kompleks, maka P adalah suatu matriks Hermitian (2n + 2) × (2n + 2) dengan rank-2 yaitu: TrP = 2 .
Dituliskan dalam P, kuat medan dalam pers. (4.2.8) menjadi: − iFµν = (∂ µ M + )(1 − P )∂ ν M − (µ ↔ ν)
= (∂ µ M + )(1 − P )(1 − P )∂ ν M − (µ ↔ ν)
(4.2.11)
Gunakan,
(∂ M )(1 − P) = −M ∂ (1 − P ) (∂ (1 − P ))M = −(1 − P )∂ M
(4.2.12)
− iFµν = M + ∂ µ (1 − P )[∂ ν (1 − P )]M − (µ ↔ ν )
(4.2.13)
− iFµν = M + [∂ µ P, ∂ ν P ]M .
(4.2.14)
µ
+
+
µ
µ
µ
maka,
atau
44
Perhatikan bahwa ˆ =1− P Q
(4.2.15)
ˆ 2 = Q yang merupakan ˆ + = Q dan Q juga merupakan suatu proyektor, sebab Q ˆ ini melenyapkan M, dengan sifat-sifat dari P. Proyektor Q ˆ M = (1 − P)M = M − PM = M − M = 0 . O
(4.2.16)
Dengan mengambil trace (4.2.15), dimana I sekarang adalah matriks satuan ˆ = TrI (2n + 2) × (2n + 2) , diperoleh TrO 2 n + 2 − TrP = 2n .
Jadi,
ˆ Q
merupakan
matriks Hermitian (2n + 2) × (2n + 2) dengan rank – 2n. ˆ , kuat medan gauge (4.2.14) akan Sehingga dituliskan dalam suku proyektor Q menjadi:
[
]
ˆ ,∂ Q ˆ M. − iFµν = M + ∂ µ Q ν
(4.2.17)
ˆ adalah operator proyeksi, jadi dapat dituliskan sebagai: Karena Q ˆ = ∆(∆+ ∆) −1 ∆+ Q
(4.2.18)
dimana ∆ adalah matriks berelemen kompleks (2n + 2) × 2n atau matriks ˆ memusnahkan M, berelemen kuaternion (n + 1) × n . Lebih lanjut lagi, karena Q yaitu:
[
]
ˆ M = 0 → ∆(∆+ ∆) −1 ∆+ M = 0 , Q
(4.2.19)
∆+ M = 0
(4.2.20)
maka ∆ harus memenuhi atau
M+∆ = 0 .
∆ harus dipilih sedemikian rupa sehingga Fµν adalah self-dual (3.3.14). ˆ dalam pers. (4.2.18) ke dalam persamaan kuat medan Untuk itu, substitusi Q (4.2.17) memberikan:
45
[ ( ) ( [(∂ ∆)(∆ ∆) ∆ + ∆∂
)]
− iFµν = M + ∂ µ ∆(∆+ ∆) −1 ∆+ , ∂ ν ∆(∆+ ∆) −1 ∆+ M = M+
+
µ
−1
+
µ
(∆+ ∆) −1 ∆+ + ∆(∆+ ∆) −1 ∂ µ ∆+ , (4.2.21)
]
(∂ ν ∆)(∆+ ∆) −1 ∆+ + ∆∂ ν (∆+ ∆) −1 ∆+ + ∆(∆+ ∆) −1 ∂ ν ∆+ M
Dengan menggunakan sifat ortogonal (4.2.20), pers. (4.2.21) direduksi menjadi:
{[
][
]}
− iFµν = M + (∂ µ ∆ )(∆+ ∆) −1 ∆+ ∆(∆+ ∆) −1 ∂ ν ∆+ M − (µ ↔ ν) ,
atau
[
]
− iFµν = M + (∂ µ ∆ )(∆+ ∆ ) ∂ ν ∆+ − (∂ ν ∆ )(∆+ ∆ ) ∂ µ ∆+ M . −1
−1
(4.2.22)
(4.2.23)
Perhatikan bahwa ∆ merupakan fungsi variabel kuaternion x, yang berkaitan dengan titik x µ ∈ R 4 (lihat apendiks A3). Elemen-elemen kuaternion dari M(x) harus ditentukan sedemikian rupa agar Aµ merupakan solusi self-dual dari persamaan gerak Yang-Mills. Agar Fµν dalam (4.2.23) adalah self-dual, maka dipilih ∆ harus linear dalam x, yaitu: ∆ = a + bx = (a µ τ µ ) + (b α τ α )( x µ τ µ ),
b α = bilangan
(4.2.30)
dimana a adalah matriks kuaternion (n + 1) × n , b adalah matriks kuaternion (n + 1) × n yang sebanding dengan σ4 dan, bx berarti setiap elemen dari b dikalikan dengan x.
Parameter konstan dalam a dan b merupakan parameter dari solusi. Dengan kata lain matriks-matriks ini yang akan menentukan solusinya. Matriks kuaternion a dan b tidak dapat dipilih sembarang, akan tetapi, agar mengikuti konstruksi aljabar hanya dimungkinkan jika ∆(x) memenuhi syarat: ∆+(x)∆(x) = R(x) = Rσ4,
det R(x) ≠ 0
(4.2.31)
dimana R(x) merupakan matriks real n × n (yaitu elemen-elemen dari R adalah bilangan real dikali matriks satuan 2-dimensi I2, sehingga komut dengan σ4) yaitu
46
⎛ R 11σ 4 ⎜ ⎜R σ R = ⎜ 21 4 M ⎜ ⎜R σ ⎝ k1 4
R 12 σ 4 R 22 σ 4
M
R k2σ4
L R 1k σ 4 ⎞ ⎟ L R 2k σ 4 ⎟ . O M ⎟ ⎟ L R kk σ 4 ⎟⎠
Substitusi (4.2.31) ke dalam pers. (4.2.23), diperoleh:
[ [(b
(4.2.32)
]
− iFµν = M + (∂ µ ∆)(Rσ 0 ) −1 (∂ ν ∆+ ) − (∂ ν ∆)(Rσ 0 ) −1 (∂ µ ∆+ ) M = M+
[
α
]
τ α τ µ )(Rσ 0 ) −1 (b β τ β τ µ ) − (µ ↔ ν) M +
+
]
(4.2.33)
= M + b α (Rσ 0 ) −1 b β (τ α τ β τ µ τ ν ) − b α (Rσ 0 ) −1 b β (τ α τ β τ ν τ µ ) M dimana telah digunakan (∆+∆)-1τµ = τµ(∆+∆)-1 yang menunjukkan mengapa ∆+∆ = R, harus berelemen real dan bukan kuaternion. Agar self-dual maka dipilih: b α = (b 0 , b1 = 0, b 2 = 0, b 3 = 0),
(4.2.34)
dengan b0 adalah matriks (n × n ) sehingga pers. (4.2.33) menghasilkan:
[
(
− iFµν = M + b 0 (Rσ 0 ) −1 b 0 τ 0 τ 0 τ µ τ ν
+
) − (µ ↔ ν)]M
⎡ ⎤ + + = M + ⎢b 0 (Rσ 0 ) −1 b 0 τ µ τ ν − τ ν τ µ ⎥ M 1442443 ⎥ ⎢ self − dual ⎣ ⎦
(
)
(4.2.35)
yang menjamin bahwa pers. (4.2.1) adalah solusi self-dual dari persamaan medan. Pembangunan solusi eksplisit, dimulai dengan pemilihan matriks konstanta a dan b secara khusus sehingga kondisi pers. (4.2.31) dipenuhi. Kondisi M + ∆ = 0
menentukan jumlah parameter bebas yang ada dalam solusi, dimana untuk SU(2) ada (8n - 3) buah parameter. Jadi, n di sini adalah muatan topologi Q. Untuk mendapatkan potensial gauge, pers. (4.2.20) harus harus terlebih dahulu diselesaikan untuk memperoleh M. Namun, hal ini secara umum jauh lebih sulit.
47
4.3
Solusi Q-instanton SU(2) ADHM
Untuk mengilustrasikan konstruksi ADHM, berikut diturunkan solusi Q-instanton untuk gauge SU(2)/ solusi ‘t Hooft14. Mengikuti prosedur di atas, pertama dipilih:
⎛ λ 1σ 4 ⎜ ⎜ a1 a= ⎜ 0 ⎜ ⎜ M ⎜ 0 ⎝ ⎛ 0 ⎜ ⎜ − σ4 b= ⎜ 0 ⎜ ⎜ M ⎜ 0 ⎝
λ 2σ4 L λ n σ4 ⎞ ⎟ L 0 0 ⎟ L a2 0 ⎟ ⎟ M O M ⎟ 0 L a Q ⎟⎠ 0
L
0
L
− σ4 L M O 0
L
0 ⎞ ⎟ 0 ⎟ 0 ⎟ ⎟ M ⎟ − σ 4 ⎟⎠
(4.3.1)
(4.3.2)
dimana an = anµτµ menentukan posisi instanton ke-n dan λn = λnI2 adalah ukurannya. maka, λ 2σ4 ⎛ λ 1σ 4 ⎜ 0 ⎜ (a 1 − x ) (a 2 − x ) ∆ = a + bx = ⎜ 0 ⎜ M ⎜ M ⎜ 0 0 ⎝
L L L O L
λ nσ4 ⎞ ⎟ 0 ⎟ 0 ⎟, ⎟ M ⎟ (a Q − x ) ⎟⎠
(4.3.3)
dan
14
Solusi SU(2) yang lebih rumit dipelajari oleh Christ dkk. [19]. Secara khusus, mereka membahas permasalahan menemukan solusi Q-instanton untuk instanton dengan orientasi SU(2) yang berubah-ubah.
48
⎛ λ1 σ 4 ⎜ ⎜λ σ ∆+ = ⎜ 1 4 ⎜ M ⎜λ σ ⎝ 1 4
y1+ 0 M 0
L 0 ⎞ ⎟ L 0 ⎟ O M ⎟⎟ L y Q+ ⎟⎠
0 y 2+ M 0
(4.3.4)
dimana telah dituliskan: -σ4x = -x. Misalkan, yn = an - x
(4.3.5)
maka (∆+∆) diberikan oleh ⎛ x 1 2 σ 24 + y1 ⎜ ⎜ λ 2 λ 1σ 4 ∆+ ∆ = ⎜ M ⎜ ⎜ λ λσ Q 1 4 ⎝
2
λ1 λ 2 σ 4 2
x 2 σ 24 + y 2 M
⎞ ⎟ ⎟ λ2λ Qσ4 ⎟. M ⎟ 2 2 2 x Q σ 4 + y Q ⎟⎠ λ1 λ Q σ 4
L
2
L O
λQλ 2σ 4
L
(4.3.6)
Karena, yn
2
2
= yn σ0
(4.3.7)
dimana: yn
maka,
2
(
= x 1 − a 1n
(
)
⎛ λ 1 2 + y1 2 σ 4 ⎜ ⎜ λ 2 λ 1σ 4 ∆+ ∆ = ⎜ M ⎜ ⎜ λ Q λ 1σ 4 ⎝
(λ
)
2
(
+ L + x 4 − a 4n
λ1 λ 2 σ 4 2 2
+ y2 M
2
λQλ 2σ 4
)σ
)
2
∈R
L O L
⎞ ⎟ ⎟ λ2λ Qσ4 ⎟ (4.3.9) M ⎟ 2 2 λ Q + y Q σ 4 ⎟⎠ λ1 λ Q σ 4
L 4
(4.3.8)
(
)
adalah matriks kuaternion real (k × k ) , yaitu setiap elemennya sebanding dengan σ4 seperti yang dibutuhkan. Selanjutntya, dari kondisi M+∆ = 0, yaitu:
[M
+ 0
M 1+
⎛ λ 1σ 4 ⎜ ⎜ y1 + ⎜ 0 L MQ ⎜ ⎜ M ⎜ 0 ⎝
]
49
λ 2σ4 L λ Qσ4 ⎞ ⎟ 0 0 ⎟ L y2 0 ⎟=0 L ⎟ M O M ⎟ 0 L y Q ⎟⎠
(4.3.10)
diperoleh λ 1 M 0+ + M 1+ y1 = 0 λ 2 M 0+ + M +2 y 2 = 0
(4.3.11)
M
λ Q M 0+ + M Q+ y Q = 0 atau, λ n M 0+ + M +n y n = 0
“tidak dijumlahkan”
(4.3.12)
Selanjutnya, pers. (4.3.12) dikalikan dengan y +n dari kanan menghasilkan: λ n M 0+ y +n + M +n y n y +n = 0
(4.3.13)
karena, y n y n+ = y n+ y n = y n
2
2
= yn σ4
(4.3.14)
maka diperoleh: M n+ = −
λn
M 0+ y +n .
2
yn
(4.3.15)
Kemudian, dari normalisasi M+M = σ4 = 1, didapatkan: Q
M 0+ M 0 + ∑ M n+ M n = σ 4 i =1 Q
M M0 − ∑ + 0
n =1
(4.3.16)
λi
+ 0
M y M n = σ4
2
yn
+ n
Gunakan (4.3.12) untuk menggantikan Mn dalam (4.3.16), menghasilkan: Q
M 0+ M 0 − ∑ n =1
yn
2
Q
λn
2
yn
2
M M0 + ∑ + 0
λn
n =1
Q λ ⎛ n M M 0 ⎜1 + ∑ ⎜ n =1 y n ⎝ + 0
[
]
M 0+ − λ n M 0 = I M 0+ M 0 = I 2 2
(4.3.17)
⎞ ⎟=I ⎟ ⎠
maka diperoleh M0 =
1
50
φ
σ4 ,
(4.3.18)
dan Mn =
λ n (x − a n ) x − an
2
⋅
1 φ
=
λn
(x − a n )
+
⋅
1 φ
(4.3.19)
dimana: λn 2 n =1 ( x − a n ) Q
φ = 1+ ∑
λQ λ1 = 1+ +L+ 2 (x − a 1 ) (x − a Q ) 2
(4.3.20)
yang tak lain adalah fungsi ansatz skalar untuk solusi ‘t Hooft (pers. 4.1.10). Namun diperlukan pilihan yang lebih tepat untuk pers. (4.3.1) dan (4.3.2), agar diperoleh solusi umum multi-instanton SU(2).
4.4
Interaksi Instanton
Karena sifat self-dualitas, solusi Q-instanton (atau Q-anti-instanton) memenuhi batas bawah pada aksi total, yaitu S=
8π 2 Q. g2
(4.4.1)
Untuk sembarang Q yang diberikan semua solusi instanton memiliki aksi yang sama seperti pada persamaan di atas. Ini artinya bahwa, tidak terdapat interaksi antara instanton dalam teori medan gauge murni. Karena instanton memperoleh nilai aksi yang diskrit, maka solusi instanton dengan Q yang berbeda, tidak dapat ditransformasikan ke solusi yang lain melalui deformasi kontinu dari potensial gauge. Oleh karena itu aksinya tidak bergantung pada kedudukan instanton. Hal ini menyatakan bahwa, instanton tidak berinteraksi dengan instanton, demikian juga anti-instanton dengan anti-instanton. Namun, pernyataan ini tidak berlaku, jika pusat dari kedua instanton dibuat berimpit. Maka, seperti terlihat pada pers. (4.3.20), dua instanton akan bergabung menjadi satu instanton dengan parameter ukuran baru, dan satuan muatan topologinya tinggal satu.
51
Terdapat interaksi logarithmic antara instanton dan anti-instanton. Penjelasannya sebagai berikut. Tinjau satu instanton dan satu anti-instanton dengan jarak pisah yang besar R ( R >> ukuran instanton). Potensial gauge yang menggambarkan situasi ini adalah: Zµ = A µ + A µ
(4.4.2)
dimana A µ dan A µ berturut-turut adalah potensial dari instanton dan antiinstanton. Zµ adalah solusi aproksimasi dari persamaan gerak. Kuat medan dihitung dari Zµ adalah
(
)
a a Z µν = Fµν + Fµνa + gε abc A µb A νc − A νb A µc .
(4.4.3)
Selanjutnya, perhatikan kontribusi suku terakhir pada aksi total. A µ dan A µ berturut-turut berkelakuan seperti 1 x dan 1 x − R , (instanton dilokasikan pada titik asal), dan di dalam menghitung aksinya didapat kontribusi ~ ln R yang berasal dari daerah x-yang kecil. Jelas bahwa interaksi logarithmic ini bersifat atraktif, yaitu ketika instanton dan anti-instanton saling mendekati, mereka cenderung saling memusnahkan. Dan ketika pusatnya berimpit, serta memiliki ukuran yang sama, maka pemusnahannya akan sempurna dan menghasilkan gauge murni (muatan topologi totalnya adalah nol).
52
BAB V KONSTRUKSI ADHM UNTUK GRUP GAUGE U(N)
Do not worry about your difficulties in mathematics. I can assure you mine are still greater. Albert Einstein
Pada bab sebelumnya telah dibahas konstruksi solusi instanton ADHM, dan ditunjukkan juga bahwa dengan konstruksi ini, dapat diperoleh solusi eksplisit multi-instanton untuk grup SU(2). Kenyataan ini memberikan harapan guna menemukan solusi multi-instanton untuk grup yang lebih umum dari SU(2), seperti U(N) atau SU(N)15. Dalam bab terakhir ini, konstruksi ADHM diperumum untuk grup gauge U(N), yang dicobakan untuk menurunkan solusi 2-instanton dari grup gauge U(N) [17, 18]. Penurunannya mengikuti prosedur yang sama seperti dalam bab sebelumnya dengan beberapa penyesuaian untuk data ADHM.
5.1
Deskripsi solusi Q-instanton U(N) ADHM
Konstruksi ADHM untuk U(N), dimulai dengan matriks kompleks ∆ [N + 2Q×2 Q ] 16, yang didefinisikan linear terhadap koordinat ruangwaktu x, menurut (4.2.30): ∆ ( N + 2Q ) ×2Q ( x ) = ∆ ( N + 2Q ) ×Q×2 ( x ) = a( N + 2 Q )×Q×2 + b( N + 2 Q )×Q×2 x 2×2 .
(5.1.1)
Di sini indeks 2Q telah dikomposisikan sebagai produk langsung dari indeks Q dan 2, sedangkan: (AB) a×c = A a×b B b×c . Matriks a dan b adalah matriks konstan 15
Konstruksi konfigurasi instanton ADHM tidak berlaku untuk N = 1, karena instanton ADHM merupakan fenomena teori gauge non-Abelian. 16 Notasi subscript menunjukkan ukuran dari baris dan kolom pada matriks.
53
bernilai kompleks yang mengandung data ADHM yang menggambarkan instanton. Di sini x direpresentasikan sebagai kuaternion: x 2×2 = x 1ˆi + x 2 ˆj + x 3 kˆ + x 4 1 ⎛ x + ix 3 = ⎜⎜ 4 ⎝ − x 2 + ix 1
x 2 + ix 1 ⎞ ⎛ z1 ⎟=⎜ x 4 − ix 3 ⎟⎠ ⎜⎝ − z 2
z2 ⎞ , ⎟ z1 ⎟⎠
(5.1.2)
dimana telah diperkenalkan koordinat kompleks z1 dan z2. Secara umum, nullspace dari matriks Hermitian konjugat ∆ (x ) adalah berdimensi N, karena barisnya berjumlah N buah lebih banyak daripada jumlah kolom. Vektor basis untuk nullspace ini dapat dituliskan dalam suatu matriks kompleks M(x) berdimensi (N + 2Q ) × N yaitu: ∆ 2Q ×( N + 2Q ) M ( N + 2Q ) × N = M N×( N + 2 Q ) ∆ ( N + 2Q ) ×2 Q = 0 .
(5.1.3)
Matriks M(x), selanjutnya dipilih ternormalisasi, yakni: M N×( N + 2Q ) M ( N + 2Q )× N = 1N× N
(5.1.4)
Medan gauge instanton Aµ(x) akhirnya dibangun dari matriks M(x). Untuk muatan topologi Q = 0, medan gauge diberikan melalui transformasi gauge vakum/ gauge murni: A µ ( N× N ) = M N× N + 2 Q ∂ m M N + 2Q× N
(5.1.5)
yang otomatis akan memenuhi persamaan self-dual (3.3.14). Dalam konstruksi ADHM, rumusan (5.1.5) akan diambil sebagai ansatz, dengan M dipilih sedemikian rupa sehingga memberikan solusi persamaan self-dual untuk semua Q ≠ 0. Ansatz ini mengimplikasikan kondisi faktorisasi: ∆ 2×Q ×( N + 2Q ) ∆ ( N + 2 Q )×Q×2 = 12×2 FQ−×1Q
(5.1.6)
dimana F(x) adalah matriks Hermitian berdimensi Q × Q yang bergantung pada x. Gabungkan pers. (5.1.6) dengan syarat nullspace (5.1.3), maka pers. (5.1.6) menghasilkan hubungan kelengkapan: ∆ ( N + 2 Q )×Q×2 FQ×Q ∆ 2×Q×( N + 2 Q ) = 1( N + 2 Q )×( N + 2Q ) − M ( N + 2Q )× N M N×( N + 2 Q )
54
(5.1.7)
Dengan menggunakan pers. (5.1.5, 5.1.6, 5.1.7) dan memanfaatkan kondisi normalisasi (5.1.4), kuat medan pers. (2.2.32), dinyatakan dalam M, adalah selfdual (pembuktiannya mengikuti prosedur dalam pasal 4.4). Medan gauge (instanton) klasik yang akan dibangun memiliki grup gauge U(N) [Untuk menentukan medan gauge instanton SU(N) klasik, kita dapat melakukan transformasi gauge U → Ug1 , dimana g 1 ∈ U(1) ]. Selanjutnya, untuk kemudahan, ditetapkan indeks-indeks berikut untuk objek-objek yang merupakan data ADHM (matriks M, ∆, a, b dan F, yang mengandung σ dan x): indeks bilangan instanton (Q) : 1 ≤ l, m, n L ≤ Q indeks grup gauge (N) : 1 ≤ u, v L ≤ N indeks ADHM (N + 2Q) :1 ≤ ζ, ϑL ≤ N + 2Q indeks kuaternion/ Weyl (2) : α, β, α, β& L = 1, 2
(5.1.8)
indeks Lorentz (4) : µ, ν L = 1, 2, 3, 4
Dalam konvensi ini pers. (5.1.1) menjadi: ∆ ζlα& ( x ) = aζlα& + bβζl x βα& ,
(5.1.9)
∆ = (∆ ζmα& ) = ∆α&mζ = amα& ζ + x α& β bβζm = amα& ζ + x α& α bαζm .
(5.1.10)
dimana konjugatnya adalah:
Kondisi faktorisasi (5.1.6) adalah: ∆βmζ ∆ λlα& = δ βα& (F −1 )lm . &
&
(5.1.11)
Substitusikan pers. (5.1.9) ke dalam pers. (5.1.10) memberikan:
(a
β& ζ l
β& λ l
&
)(
)
&
( )
+ x ββ bβζl aζmα& + bβζm x βα& = δ βα& F −1 β& ζ β ζm l
β& β
ζ βl ζmα&
a aζmα& + a b x βα& + x b a
lm
β& β
&
( )
+ x bβζl bβζm x βα& = δ βα& F −1
lm
Dengan demikian, definisi ∆(x) dan kondisi faktorisasi menyatakan secara tidak langsung kondisi-kondisi berikut dalam a dan b: &
&
&
alβζ aζmα& = ( aa) lm δ βα& &
~ δ βα& &
alβζ bβζm = blβζ aβζm bαζl bβζm = ( bb) lm δ βα
55
~ δ βα
(5.1.12) (5.1.13) (5.1.14)
Pers. (5.1.12, 5.1.13, 5.1.14) merupakan kendala ADHM. Matriks a dan b mengandung koordinat kolektif dari konfigurasi medan gauge Q-instanton, dan jumlah koordinat ini bertambah menurut Q2. Namun demikian, jumlah koordinat fisis yang dibutuhkan untuk menggambarkan Q-instanton U(N) adalah 4NQ, termasuk rotasi gauge global dari medan gauge. Oleh karena itu, matriks a dan b bersama-sama membentuk sekumpulan koordinat kolektif yang berlebihan. Beberapa koordinat yang tidak diperlukan dapat dibuang melalui transformasi bergantung-x yang tetap mempertahankan invarian kendala ADHM, yakni: ∆ ( N + 2 Q )×Q×2 → Λ ( N + 2Q )×( N + 2 Q ) ∆ ( N + 2 Q )×Q×2 B Q−1×Q , M ( N + 2 Q )× N → Λ ( N + 2Q )×( N + 2 Q ) M ( N + 2 Q )×N ,
(5.1.15)
f Q×Q → B Q×Q f Q×Q B Q+ ×Q ,
dimana Λ : ( N + 2Q) ∈ U( N + 2Q) dan B ∈ GL(Q, C) . Gunakan sifat simetri (5.1.15), representasi a dan b dapat dibawa ke bentuk kanonik berikut, dimana derajat kebebasan berlebihan dari matriks b tereliminasi: ⎛ u N× 2 Q ⎞ ⎟, a( N + 2Q )×2Q = ⎜⎜ ' ⎟ ⎝ a 2 Q×2Q ⎠
⎛ 0 N× 2 Q ⎞ ⎟. b( N + 2 Q )×2 Q = ⎜⎜ ⎟ ⎝ I 2 Q×2Q ⎠
(5.1.16)
dimana sub-matriks u adalah matriks kompleks. Semua elemen sub-matriks a ' ≡ (a α' α& ) lm , juga direpresentasikan dengan menggunakan basis kuaternion: a ' = (a 'αα& ) lm = (a ν' ) lm σ ναα& ,
a ' = (a α' α& ) lm = (a ν' ) lm σ ναα& ,
(5.1.17)
Selain invariansi di bawah transformasi (5.1.15), terdapat pula simetri sisa yang muncul dari simetri konstruksi ADHM dalam persamaan tadi. Yakni, bentuk kanonik b, yang diberikan dalam pers. (5.1.16), adalah invarian dibawah rotasi global U(Q) ∈ U( N + 2Q × GL(Q, C) , yang bekerja pada ∆ [N + 2Q ]×2Q menurut: ⎛ 1N × N ∆ ( N + 2Q )×2Q → ⎜⎜ ⎝ 0 2 Q× N
0 N× 2 Q ⎞ ⎟∆ Λ Λ 2 Q×2 Q ⎟⎠ ( N + 2 Q )×2 Q 2Q×2 Q
(5.1.18)
dimana Λ 2 Q×2 Q = Ω Q×Q 12×2 dan Ω Q×Q ∈ U(k ) . Simetri sisa U(Q) ini dapat digunakan untuk menyederhanakan bentuk akhir dari solusi kendala ADHM. Dengan a dan b dalam bentuk kanonik, kendala ADHM pers. (5.1.14) otomatis dipenuhi, dan 2 kendala yang lain akan memberikan:
56
&
Tr2 (σ β&jα& aβ aα& ) = 0
(5.1.19)
+ (a 'ν ) lm = (a ν ) lm
(5.1.20)
Matriks Pauli σj telah digunakan untuk menyingkatkan hasil (aa), (Tr2 menunjukkan trace meliputi indeks kuaternion), sehingga kendala pers. (5.1.19) memberikan 3 persamaan yang berbeda. Konstruksi instanton U(N) dalam kasus ini, tidaklah harus menggunakan kuaternion untuk menurunkan kendala ADHM. Dapat pula digunakan matriks kompleks sebagai gantinya seperti berikut: ⎛ u N×2Q ⎞ ⎟ ← matriks kuaternion a( N + 2Q )×2Q = ⎜⎜ ' ⎟ ⎝ a 2Q×2 ⎠ ⎛ u ⎜ ' 1( N×'Q ) = ⎜ (a 4 + ia 3 ) Q×Q ⎜ (-a ' + ia ' ) 1 Q×Q ⎝ 2
⎛ u1( N×k ) ⎜ ≡ ⎜ r11(k×k ) ⎜− r ⎝ 12(k×k )
u 2 ( N ×Q ) (a + ia ) ' 2 ' 4
' 1 Q×Q ' 3 Q×Q
(a − ia )
⎞ ⎟ ⎟ ← matriks kompleks ⎟ ⎠
u 2 ( N× k ) ⎞ ⎟ r12 (k×k ) ⎟ , r11(k×k ) ⎟⎠
(5.1.21)
dimana telah diperkenalkan matriks kompleks u1, u2, r11 dan r12, dengan: r11 = a '4 + ia 3'
r11 = a '4 − ia 3'
r12 = a '2 + ia 1'
r12 = a '2 − ia 1' .
(5.1.22)
Bentuk kanonik b dalam pers. (5.1.16) tetap tidak berubah. Kemudian namakan elemen uα sebagai uα,uv, dengan menggunakan indeks yang ditetapkan diatas dan gunakan indeks penempatan yang sama untuk elemen-elemen kompleks konjugatnya (misalnya, untuk u1,11 : u 1∗,11 ≡ u 11,1 ).
Berikut ditinjau kasus Q = 2. Matriks a ' , untuk kasus ini, hanya mengandung 2 matriks kompleks (r11 dan r12), berukuran 2 × 2 sebagai pengganti 4 matriks Hermitian (a 'ν ) lm berukuran 4 × 4 dalam rumusan sebelumnya.
57
Dengan matriks a dalam pers. (5.1.21) diperoleh, ⎛u u + r r +r r aa = ⎜⎜ 1 1 11 11 12 12 ⎝ u 2 u 1 + r12 r11 − r11 r12
u 1 u 2 + r11 r12 − r12 r11 ⎞ ⎟. u 2 u 2 + r12 r12 + r11 r11 ⎟⎠
(5.1.23)
Bandingkan dengan pers. kendala ADHM pers. (5.1.12), dimana ⎛1 0⎞ & ⎟⎟ δ βα& = I 2×2 = ⎜⎜ ⎝0 1⎠
(5.1.24)
diperoleh kendala ADHM17 untuk Q-instanton yang dinyatakan dalam matriks kompleks r11 , r12 , u 1 dan u 2 . Yaitu: u 1 u 2 + r11 r12 − r12 r11 = 0 u 2 u 1 + r12 r11 − r11 r12 = 0
(5.1.25)
yang merupakan kendala ADHM kompleks, dan u 1u 1 − u 2 u 2 + r11 r11 − r11 r11 + r12 r12 − r12 r12 = 0
(5.1.26)
kendala ADHM real. Akan tetapi, untuk kasus Q ≥ 2, kedua persamaan matriks ini akan mengandung elemen real dan kompleks. Jadi, kendala pers. (5.1.19) memberikan kendala ADHM Q-instanton U(N) utama, yaitu: pers. (5.1.25) dan (5.1.26).
5.2
Parameter kendala Q = 2 instanton U(N) ADHM
Dalam pasal ini akan dihitung jumlah paramater bebas real yang harus dimiliki oleh solusi kendala ADHM. Matriks a, dalam pers. (5.1.21) mengandung 4Q( N + 2Q) parameter (derajat kebebasan) real. Penerapan kendala ADHM, pada pers. (5.1.19) dan (5.1.20) secara berturut-turut, mengambil 3Q2 dan 4Q2 parameter real dari elemen a. Selanjutnya, simetri sisa, yakni: rotasi gauge global U(Q), menghilangkan Q2 parameter real. Jadi, parameter total dari elemen adalah: 4Q(N + 2Q) - 3Q2 - 4Q2 - Q2 = 4QN
17
(5.2.1)
Tidak ada analogi untuk kendala ADHM pers. (5.1.20) dalam perumusan ini, sebab bagian real '
maupun kompleks dari sub-matriks a sudah dimuat dalam r11 dan r12.
58
Untuk mendapatkan solusi dengan derajat kebebasan fisis murni yang hanya mengandung jumlah koordinat kolektif yang tepat: penentu posisi, ukuran dan orientasi (dalam ruang grup) dari Q-instanton, simetri rotasi gauge global U(N) harus disisihkan. Hasilnya, jumlah parameter fisis bebas yang tersisa untuk SU(N) menjadi: 4NQ – (N2 + 1)
5.3
(5.2.2)
Kendala solusi Q = 2 instanton U(N) ADHM
Kendala ADHM mengandung tingkat kompleksitas18 yang tinggi, terlihat dari pers. (5.1.25, 5.1.26). Dalam menentukan solusi yang paling umum dari kendalakendala ini, untuk Q = 2, yang memiliki 8N parameter bebas real, terlebih dahulu dicari solusi dengan 8N + 4 parameter real. Kemudian simetri U(2) disisihkan, yang secara efektif menyisihkan 4 parameter real dari ke-(8N + 4) buah parameter tadi. Untuk mempermudah notasinya, ambil: N ⎛u u 1 = ∑ ⎜⎜ 1, v1 v =1 ⎝ 0
u 1, v 2 ⎞ ⎟, 0 ⎟⎠
N ⎛ u 1, v1 u 1 = ∑ ⎜⎜ v =1 ⎝ u 1, v 2
N ⎛u u 2 = ∑ ⎜⎜ 2, v1 v =1 ⎝ 0
u 2, v 2 ⎞ ⎟, 0 ⎟⎠
N ⎛ u v1, 2 u 2 = ∑ ⎜⎜ v =1 ⎝ u v 2 , 2
0⎞ ⎟ 0 ⎟⎠
(5.3.1)
0⎞ ⎟ 0 ⎟⎠
(5.3.2)
Dengan demikian, kuantitas-kuantitas dalam data ADHM, yang ada pada matriks a, secara eksplisit, berbentuk sebagai berikut: N ⎛ u v1,1 u 2, v1 u 1 u 2 = ∑ ⎜⎜ v =1 ⎝ u v 2 ,1 u 2 , v1
u v1,1 u 2, v 2 ⎞ ⎛ U x ⎟≡⎜ u v 2,1 u 2, v 2 ⎟⎠ ⎜⎝ U z
18
Uy ⎞ ⎟ U t ⎟⎠
(5.3.3)
Indikasi dari keruwetan ini telah terlihat dari permulaan konstruksi ADHM, dimana hanya sedikit konfigurasi 3-instanton yang ditemukan, semuanya untuk grup Sp(1) ≈ SU(2) dan memiliki 21 parameter. Belum ditemukan konfigurasi instanton umum eksak dengan muatan topologi sama dengan atau lebih besar dari 3. Beberapa konfigurasi Q-instanton telah ditemukan, tetapi semuanya tidak merupakan solusi umum dari kendala ADHM merujuk pada jumlah parameter yang menggambarkannya.
59
2 ⎛ u 2−u 1, v1 2 , v1 ⎜ u1u 1 − u 2 u 2 = ∑ ⎜ v =1 u v1,1 u 1, v 2 − u n1, 2 u 2 , v 2 ⎝ N
⎛ U1 ≡ ⎜⎜ ⎝ U3 = U2
u v1,1 u 1, v 2 − u v1, 2 u 2, v 2 ⎞⎟ 2 2 ⎟ u 1, v 2 − u 2, v 2 ⎠
U2 ⎞ ⎟ U 4 ⎟⎠
(5.3.4)
Perhatikan bahwa dalam pers. (5.3.3, 5.3.4), indeks jumlah v berjalan dari 1 hingga N, dimana N dalam penjumlahan ini berkaitan dengan rank dari grup gauge U(N). Selanjutnya dilakukan perubahan variabel sedemikian rupa, yang hanya mengakibatkan perubahan pada elemen diagonal dari matriks r11, r12, yaitu: 1 ⎛ ⎜a + x0 2 r11 = ⎜ ⎜⎜ c ⎝
⎞ ⎟ ⎟, 1 ⎟ a − x0 ⎟ 2 ⎠
1 ⎛ ⎜a + x0 2 r11 = ⎜ ⎜⎜ b ⎝
⎞ ⎟ ⎟ 1 ⎟ a − x0 ⎟ 2 ⎠
(5.3.5)
1 ⎛ ⎜ α + x1 2 r12 = ⎜ ⎜⎜ γ ⎝
⎞ ⎟ ⎟, 1 α − x 1 ⎟⎟ 2 ⎠
1 ⎛ ⎜ α + x1 2 r12 = ⎜ ⎜⎜ β ⎝
⎞ ⎟ ⎟ 1 α − x 1 ⎟⎟ 2 ⎠
(5.3.6)
b
β
c
γ
dimana {x 0 , x 1 , x 2 , a, b, c, α, β, γ} ∈ C . Hal ini dilakukan agar interpretasi fisis dari
konfigurasi instanton U(N) dengan Q = 2, lebih jelas, serta
menyederhanakan perhitungan yang menyangkut r11 dan r12. Hasil utamanya adalah solusi kendala ADHM U(N) untuk Q = 2 dengan (8N + 4) buah parameter real, yaitu: ⎛ 1 ⎜ a + x0 2 ⎜ r11 = ⎜ U ⎜ y − x 0 U x − x 0 u ( P u − P) 2 2 2 ⎜ x1 Uz x x 1 ( u − 1) ⎝ ⎛ 1 ⎜ α + x1 2 ⎜ r12 = ⎜ x ( Pu − P ) ⎜ 21 2 2 ⎜ x x ( u − 1) 1 ⎝
−
x 0 ( P u − P) 2
2
2
a−
1 x0 2
x x 1 ( u − 1)
−
Uz ⎞ ⎟ x1 ⎟ ⎟ , (5.3.7) ⎟ ⎟ ⎠
x1U x x u ( Pu − P ) ⎞ ⎟ − 21 2 2 Uz x x 1 ( u − 1) ⎟ ⎟, 1 ⎟ α − x1 ⎟ 2 ⎠
dimana
60
(5.3.8)
2
2
P ≡ x 0 x1U z + x 0 x1U y − x1 U 2 − x x1 u≡
Uy
Ux Uy (5.3.9)
Uz
2
2
2
x = x 0 + x1
2
Selain itu, termasuk pula kondisi-kondisi berikut yang berasal dari kendala (5.1.25, 45.1.26), yang bersama dengan pers. (5.3.7, 5.3.8), menghasilkan solusi umum dari kendala ADHM U(N)
untuk Q = 2. Pertama, dihitung dahulu
kuantitas-kuantitas berikut: 1 1 2 2 ⎛ 2 1 ⎜ a + ax 0 + x 0 a + x 0 + b 2 4 2 r11 r11 = ⎜ 1 1 ⎜⎜ ab − x 0 b + ca + cx 0 2 2 ⎝
1 1 ⎞ x 0 b + ca + cx 0 ⎟ 2 2 ⎟ 1 1 1 2 2 2⎟ a − ax 0 − x 0 a + x 0 + c ⎟ 2 2 4 ⎠
1 1 2 2 ⎛ 2 1 ⎜ a + ax 0 + x 0 a + x 0 + c 2 2 4 r11 r11 = ⎜ 1 1 ⎜⎜ ab + x 0 b + ca − cx 0 2 2 ⎝
1 1 ⎞ x 0 b + ca − cx 0 ⎟ 2 2 ⎟ 1 1 1 2 2 2⎟ a − ax 0 − x 0 a + x 0 + b ⎟ 2 2 4 ⎠
1 1 1 2 ⎛ 2 ⎜ α + β + α x 1 + x 1α + x 1 2 2 4 r12 r12 = ⎜ 1 1 ⎜⎜ α β − x 1 β + γα + γx 1 2 2 ⎝ 1 1 1 2 ⎛ 2 ⎜ α + γ + α x 1 + x 1α + x 1 2 2 4 r12 r12 = ⎜ 1 1 ⎜⎜ α β + x 1 β + γα − γx 1 2 2 ⎝
2
2
ab −
ab +
1 1 x 1 β + γα + γx 1 2 2 1 1 1 2 2 γ + α − α x 1 − x 1α + x 1 2 2 4
⎞ ⎟ ⎟ 2⎟ ⎟ ⎠
1 1 x 1β + γα − γx 1 2 2 1 1 1 2 2 β + α − α x 1 − x 1α + x 1 2 2 4
⎞ ⎟ ⎟ 2⎟ ⎟ ⎠
αβ −
αβ +
1 1 1 1 1 ⎛ ⎞ aβ − x 0 β + c α + c x 1 ⎜ a α + ax 1 + x 0 α + x 0 x 1 + b β ⎟ 2 4 2 2 2 ⎟ r12 r11 = ⎜ 1 1 1 1 1 ⎜⎜ b α − b x 1 + aγ + x 0 γ cγ + aα − ax 1 − x 0 α + x 0 x 1 ⎟⎟ 2 2 2 2 4 ⎝ ⎠ 1 1 1 ⎛ ⎜ a α + ax 1 + x 0 α + x 0 x 1 + c γ 2 4 2 r11 r12 = ⎜ 1 1 ⎜⎜ b α + b x 1 + aγ − x 0 γ 2 2 ⎝
Dari sini, didapatkan untuk pers. (5.1.25):
61
1 1 ⎞ x 0β + cα − cx 1 ⎟ 2 2 ⎟ 1 1 1 bβ + aα − ax 1 − x 0 α + x 0 x 1 ⎟⎟ 2 2 4 ⎠ aβ +
u 1 u 2 + r11 r12 − r12 r11 = 0 ⎛ U x + cγ − bβ U y + x 0 β − cx 1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ U + bx − x γ U + bβ − cγ ⎟ = 0 1 0 t ⎝ z ⎠
Ambilkan trace dari persamaan diatas diperoleh:
Tr (u 1 u 2 + r11 r12 − r12 r11 ) = 0 U x + cγ − bβ + U t + bβ − cγ = 0 Ux + Ut = 0 atau, U x = −U t .
(5.3.10)
Kendala ADHM pers. (5.1.26) selanjutnya menghasilkan: u 1 u 1 − u 2 u 2 + r11 r11 − r11 r11 + r12 r12 − r12 r12 = 0 U 2 + bx 0 − cx 0 + γx 1 − β x 1 ⎞⎟ =0 2 2 2 2 U 4 + b − c + γ − β ⎟⎠
⎛ U1 + c 2 − b 2 + β 2 − γ 2 ⎜ ⎜ U + bx − cx + γx − β x 0 0 1 1 ⎝ 2 Dengan cara yang sama, diperoleh:
Tr (u 1 u 1 − u 2 u 2 + r11 r11 − r11 r11 + r12 r12 − r12 r12 ) = 0 2
2
2
2
2
2
2
2
U1 + c − b + β − γ + U 4 + b − c + γ − β = 0 U1 + U 4 = 0 atau, 2
2
2
2
U1 = − U 4 = b − c + γ − β .
(5.3.11)
Dalam solusi pers. (5.3.7) – (5.3.11), masih terdapat simetri sisa U(Q), yang mana penyisihannya mereduksi jumlah parameter bebas menjadi 8N. Aksi simetri U(Q) menurut pers. (5.1.18) pada sub-matriks a adalah sebagai berikut:
(u 1 ⎛ r11 ⎜⎜ ⎝ − r12
u 2 ) → (u 1Ω u 2 Ω ) , r12 ⎞ ⎛ r ⎟⎟ → Ω + ⎜⎜ 11 r11 ⎠ ⎝ − r12
r12 ⎞ ⎟Ω , r11 ⎟⎠
(5.3.12) (5.3.13)
dimana Ω ∈ U(2) untuk muatan topologi Q = 2. Transformasi khusus Ω ini dapat digunakan untuk membuat Ux = 0 dan u1,11 = 0.
62
Dengan transformasi U(2) dapat dibangun solusi instanton ADHM U(N) untuk Q = 2 yang mempunyai interpretasi fisis tertentu. Bentuk solusi 8N-parameter, mengikuti bentuk solusi (8N + 4)-parameter menurut pers. (5.3.7) – (5.3.11), adalah: ⎛ 1 ⎜ a + x0 2 ⎜ r11 = ⎜ U ⎜ y − x 0 u ( Ru − R ) 2 2 2 ⎜ x1 x x 1 ( u − 1) ⎝ ⎛ 1 ⎜ α + x1 2 ⎜ r12 = ⎜ x ( Ru − R ) ⎜ 21 2 2 ⎜ x x ( u − 1) 1 ⎝
x 0 ( Ru − R ) 2
2
2
x x 1 ( u − 1)
−
1 a − x0 2 −
Uz ⎞ ⎟ x1 ⎟ ⎟, ⎟ ⎟ ⎠
x 1 u ( Ru − R ) ⎞ ⎟ 2 2 2 x x 1 ( u − 1) ⎟ ⎟, 1 ⎟ α − x1 ⎟ 2 ⎠
(5.3.14)
(5.3.15)
dimana R adalah 2
R ≡ x 0 x1 U z + x 0 x1U y − x1 U 2
(5.3.16)
Kondisi pers. (5.3.10) dan (5.3.11) (dengan Ux = 0 dan u1,11 = 0) melengkapi spesifikasi solusi instanton ADHM U(N) Q = 2. Untuk kasus N = 2, konfigurasi 2-instanton eksplisit dapat diasumsikan mempunyai bentuk sederhana yang khusus. Melanjuti pemilihan untuk simetri U(2), untuk 2-instanton U(2) diperoleh: (i) Dari kendala ADHM pers. (5.3.3),
( N = 2 → v = 1, 2) : U x = u v1,1 u 2,v1 = u 21,1 u 2, 21 = 0
(5.3.17)
U y = u v1,1 u 2, v 2 = u 21,1 u 2, 22
(5.3.18)
U z = u v 2,1 u 2, v1 = u 12,1 u 2,11 + u 22,1 u 2, 21
(5.3.19)
U t = u v 2,1 u 2, v 2 = u 12,1 u 2,12 + u 22,1 u 2, 22
(5.3.20)
dan selanjutnya jika diambil u 1, 21 = 0 , maka U y = 0 dan U z , U t tetap. (ii) Dari kendala ADHM pers. (5.3.4)19, 19
Supaya U1 konsiten dengan pers. (5.3.11) maka U1 < 0, sehingga solusi 2-instanton U(2) dengan simetri bantu U(2) merupakan solusi yang valid. (U1 > 0tidak memenuhi).
63
2
2
2
U 1 = u 1, v1 − u 2, v1 = − u 2,11 − u 2, 21
2
(5.3.21)
U 2 = u v1,1 u 1, v 2 − u v1, 2 u 2, v 2 = −( u 11, 2 u 2,12 + u 21, 2 u 2, 22 )
(5.3.22)
dengan pemilihan ini, setiap elemen yang bukan diagonal dan sebanding dengan Uy akan lenyap, dan matriks r11 dan r12 dalam pers. (5.3.14) dan (5.2.15) untuk N = 2 tersederhanakan menjadi:
⎛ ⎜a + 1 x 0 ⎜ 2 r11 = ⎜ ⎜⎜ 0 ⎝
2 2 x 1 x 0 U z − x 0 x 1 U 2 ⎞⎟ 2 2 ⎟ x x1 ⎟, 1 ⎟⎟ a − x0 2 ⎠
1 ⎛ α + x1 ⎜ 2 r12 = ⎜⎜ x x 2 U − x x 2 U 0 0 z 1 1 2 ⎜⎜ 2 2 x x1 ⎝
⎞ ⎟ ⎟. 1 ⎟ α + x1 ⎟ 2 ⎟⎠
(5.3.23)
0
(5.3.24)
Dengan menggunakan pers. (5.3.18) – (5.3.22) dan memilih u1,21 = 0, u1,12 dapat dieliminasi melalui hubungan Ux = -Ut = 0, [pers. (5.3.10)], yang membuat Uz sebanding dengan u 1, 22 . Sedangkan modulus u1,22 dapat dilenyapkan melalui U 1 = − U 4 [pers. (5.3.11)], dan kendala yang sisa, hubungan kedua dalam pers.
(5.3.11), melenyapkan bagian imajiner u1,22, melalui hubungan kuadratik dalam kuantitas ini20. Jumlah parameter bebas real yang tersisa dalam solusi kini menjadi 16 buah (8 dari {u2,11, u2,12, u2,21, u2,22} dan 8 dari {a, α, x0, x1}), yang mana adalah sesuai dengan hasil umum 8N = 16 parameter real menurut penghitungan parameter dalam pers. (5.2.1). Jadi, dengan penyisihan simetri sisa U(2), data ADHM diatas menggambarkan solusi dengan 16 buah parameter, yang unik, dari kendala ADHM untuk grup gauge U(2) dan muatan topologi Q = 2.
20
Prosedur yang sama telah dilakukan untuk N = 3, dimana kendala pers. (5.3.11) menjadi lebih ruwet, namun pemilihan lain elemen dalam u1 dan u2 untuk dieliminasi dapat dipilih untuk memudahkan hal ini.
64
Untuk kasus grup gauge U(N), dengan N > 1, pengidentifikasian parameter fisis dari solusi instantonnya dilakukan sebagai berikut. Koordinat pusat massa instanton (koordinat translasi) diberikan oleh a dan α, yang sebanding dengan xµ dan dapat diambil sama dengan nol. Posisi relatif instanton diambil x0 dan x1. Selanjutnya, skala ukuran dapat dinyatakan dengan menggunakan definisi yang diberikan untuk skala ukuran Q-instanton U(N) sebagai berikut:
(
2
),
(5.3.25)
(
2
).
(5.3.26)
ρ12 =
1 1 N U 4 − ∑ u 2, v 2 2 2 v =1
ρ 22 =
2 2 1 1 N 1 N U 1 − ∑ u 2,n1 = ∑ u 1, v 2 − u 2, v 2 2 2 v =1 2 v =1
2
=
2 1 N u 1,v1 − u 2,v1 ∑ 2 v =1
Orientasi gauge global (yang mengikutsertakan iso-orientasi untuk sembarang pemilihan N) diberikan oleh parameter sisa yang terdapat dalam sub-matriks u1 dan u2, karena mereka merotasikan 2-instanton dalam ruang grup U(N). Melalui sub-matriks ini, sembarang 2-instanton U(N) dapat ditentukan. Dengan demikian, untuk solusi U(2) yang diberikan di atas, jarak relatif instanton adalah {x0, x1}, posisi pusat massa instanton adalah {a, α}, dan kedua skala ukuran instanton adalah ρ1 dan ρ2, seperti didefinisikan dalam pers. (5.3.25) dan (5.3.26). Keenam iso-orientasi U(2) terkandung dalam elemen-elemen sisa {u2,11, u2,12, u2,21, u2,22} bersama dengan kondisi yang menghubungkannya. Sekarang dapat dihitung parameter yang muncul dalam solusi 2-instanton U(N). Koordinat translasi instanton dan jarak relatif, {a, α, x0, x1}, memberikan 8 buah parameter. Terdapat 2 skala ukuran, { ρ1, ρ2}, yang diberikan oleh pers. (5.3.25) dan (5.3.26); keduanya merupakan parameter real. Juga terdapat, untuk Q = 2, (4N -5)Q = 8N – 10 buah iso-orientasi real. Jumlahkan semuanya memberikan: 8N – 10 + 8 + 2 = 8N buah parameter real, sesuai dengan perhitungan jumlah parameter menurut pers. (5.2.1).
65
5.4
Solusi Q = 2 instanton U(N)
Setelah pada dua bab sebelumnya ditentukan kendala dan parameter kendala solusi instanton U(N) Q = 2, maka sekarang dapat diuraikan konstruksi medan gauge instanton Aµ dan menunjukkan bagaimana medan gauge (solusi) untuk U(N) dengan Q = 2 dapat diperoleh dari solusi 8N-parameter yang diberikan oleh pers. (5.3.10, 11) dan (5.3.14 – 5.3.16). Ambil dekomposisi untuk objek ADHM, ∆ dan M seperti: ⎛ VN× N ⎞ ⎟, M ( N + 2 Q )×N = ⎜⎜ ' ⎟ M × 2 Q N ⎝ ⎠
M N×( N + 2 Q ) = VN×N
⎛ u N× 2 Q ⎞ ⎟, ∆ ( N + 2 Q )×2 Q = ⎜⎜ ' ⎟ ∆ × 2 Q 2 Q ⎝ ⎠
∆ 2Q×( N + 2Q ) = u 2 Q×N
(
M N' ×2 Q
)
(5.4.1)
(
∆'2Q×2 Q
)
(5.4.2)
Pertama Aµ dibangun dengan cara menentukan M dalam suku ∆. Hubungan kelengkapan dalam pers. (5.1.7) dapat juga dituliskan dengan, M ( N + 2Q )×N M N×( N + 2Q ) = I ( N + 2Q )×( N + 2 Q ) − ∆ ( N + 2 Q )×Q×2 FQ×Q ∆ 2×Q×( N + 2 Q ) .
(5.4.3)
Substitusi dekomposisi pers. (5.4.1) dan (5.4.2) ke dalam persamaan di atas diperoleh: ⎛ VN× N ⎞ ⎜ ' ⎟ VN×N ⎜M ⎟ × 2 Q N ⎝ ⎠
(
⎛ VN×N VN× N ⎜ ' ⎜M ⎝ 2 Q×N VN× N
0 N×2 Q ⎞ ⎛ u N×2 Q ⎞⎛ FQ×Q FQ×Q ⎞ ⎟⎜ ⎟u ⎟−⎜ ∆'2Q×2 Q I 2 k×2Q ⎟⎠ ⎜⎝ ∆'2 Q×2Q ⎟⎠⎜⎝ FQ×Q FQ×Q ⎟⎠ 2 Q× N VN× N M N' ×2Q ⎞ ⎛ I N× N 0 N×2 Q ⎞ ⎛ u N×2 Q FQ×Q u 2Q× N u N×2 Q FQ×Q ∆'2 Q×2 Q ⎞ ⎟ ⎟=⎜ ⎟−⎜ M '2Q× N M N' ×2 Q ⎟⎠ ⎜⎝ 0 N×2 Q I 2Q×2 Q ⎟⎠ ⎜⎝ ∆'2 Q×2 Q FQ×Q u 2Q×N ∆'2 Q×2Q FQ×Q ∆'2 Q×2Q ⎟⎠ ⎛ I N× N M N' ×2Q = ⎜⎜ ⎝ 0 N× 2 Q
)
(
)
Secara eksplisit setiap komponen persamaan di atas adalah VN×N VN× N = I N×N − u N×2 Q FQ×Q u 2Q×N
(i)
VN×N M N' ×2Q = − u N×2 Q FQ×Q ∆ 2' Q×2 Q
(ii)
M '2Q×N VN×N = −∆'2 Q×2 q FQ×Q u 2Q×N
(iii)
M '2Q×N M N' ×Q = I 2 Q×2Q − ∆'2Q×2 Q FQ×Q ∆'2Q×2 Q
(iv)
dari pers. (i) diperoleh: 2
VV = V = I − uFu .
66
(5.4.4)
Sembarang matriks V yang memenuhi pers. (5.4.4) dihubungkan satu sama lain melalui transformasi gauge V → Vg N , dimana g N ∈ U( N) . Pemilihan V secara khusus berhubungan dengan penentuan gauge (lokal) dari instanton. V (dalam singular gauge) diberikan oleh salah satu akar matriks pada pers. (5.4.4) V = (I − uFu ) 2 . 1
(5.4.5)
Selanjutnya, dari pers. (iii) dapat diperoleh ekspresi M ' dinyatakan dalam V yaitu: M ' V = −∆' Fu
(5.4.6)
M ' = −∆' FuV −1
Pers. (5.4.5) dan (5.4.6) yang menentukan M dalam pers. (5.4.1), dan juga medan gauge Aµ melalui pers. (5.1.5). Selanjutnya, untuk memulai prosedur ini, pertama harus ditentukan matriks Hermitian FQ×Q . Untuk Q = 2, gunakan pers. (5.1.1) dan (5.1.2) untuk membangun matriks ∆ = a + bx, dengan a diberikan oleh pers. (5.1.21) dan ⎛ 0 ⎜ bx = ⎜ z 1 I (2×2 ) ⎜− z I ⎝ 2 (2×2 )
⎞ ⎟ z 2 I (2×2 ) ⎟ . z1 I (2×2 ) ⎟⎠ 0
(5.4.8)
Masukkan pers. (5.1.21) dan pers. (5.4.8) ke dalam pers. (5.1.1) menghasilkan: ⎛ u1 ⎜ ∆ = ⎜ r11 ⎜− r ⎝ 12
u2 ⎞ ⎛ 0 ⎟ ⎜ r12 ⎟ + ⎜ Z1 r11 ⎟⎠ ⎜⎝ − Z 2
0 ⎞ ⎛ u1 ⎟ ⎜ Z 2 ⎟ = ⎜ r11 + Z1 Z1 ⎟⎠ ⎜⎝ − r12 − Z 2
⎞ ⎟ r12 + Z 2 ⎟ r11 + Z1 ⎟⎠
(5.4.9)
0⎞ ⎟. z 2 ⎟⎠
(5.4.10)
⎛B r12 + Z 2 = ⎜⎜ 1 ⎝ γ
β ⎞ ⎟ (5.4.11) B 2 ⎟⎠
u2
dimana, ⎛z Z1 = ⎜⎜ 1 ⎝0
0⎞ ⎟, z1 ⎟⎠
⎛z Z 2 ⎜⎜ 2 ⎝0
Dengan demikian, ⎛A r11 + Z1 = ⎜⎜ 1 ⎝ c
b ⎞ ⎟, A 2 ⎟⎠
dimana telah didefinisikan
67
1 x 0 + z1 , 2 1 B1 ≡ α + x 1 + z 2 , 2
1 x 0 + z1 , 2 1 B2 ≡ α − x1 + z 2 . 2
A1 ≡ a +
A2 ≡ a −
(5.4.12)
Dengan pilihan di atas, maka diperoleh: ⎛ u u + ( r11 + Z1 )(r11 + Z1 ) + (-r12 − Z 2 )(− r12 − Z 2 ) ∆∆ = ⎜⎜ 1 1 ⎝ u 2 u 1 + ( r12 + Z 2 )(r11 + Z1 ) + (r11 + Z1 )(− r12 − Z 2 ) u 1 u 2 + ( r11 + Z1 )(r12 + Z 2 ) + (-r12 − Z 2 )(r11 + Z1 ) ⎞ ⎟ u 2 u 2 + ( r12 + Z 2 )(r12 + Z 2 ) + (r11 + Z1 )(r11 + Z1 ) ⎟⎠
(5.4.13)
Untuk Q = 2 kondisi faktorisasi pers. (5.1.6) menjadi
[∆∆]
4× 4
−1 2×2 2× 2
=F I
⎛ F1−1 = ⎜⎜ ⎝ 0 2×2
0 2×2 ⎞ ⎟ F2−1 ⎟⎠
(5.4.14)
sehingga,
(∆∆ ) (∆∆ )
11 22
↔ F1−1 = u 1 u 1 + (r11 + Z1 )(r11 + Z1 ) + (- r12 − Z 2 )(− r12 − Z 2 ) ↔ F2−1 = u 2 u 2 + (r12 + Z 2 )(r12 + Z 2 ) + (r11 + Z1 )(r11 + Z1 )
(5.4.15)
dimana F1−1 = u 1 u 1 + (r11 + Z1 )(r11 + Z1 ) + (- r12 − Z 2 )(− r12 − Z 2 ) 2 2 2 2 ⎛ u 2 u v1,1 u 1, v 2 ⎞⎟ ⎛ A 1 + c A1 b + A 2 c ⎞⎟ ⎛⎜ B1 + β B1 γ + B2 β ⎞⎟ 1, v1 ⎜ ⎜ + =∑ + 2 2 2 ⎜ ⎟ ⎜A b + A c A + b ⎟ ⎜B γ + B β B 2 + γ 2 ⎟ v =1 u v 2 ,1 u 1, v1 u 2 2 2 2 1 , v 2 ⎠ ⎠ ⎝ 1 ⎝ ⎠ ⎝ 1 2 2 2 2 2 N ⎛ u + A 1 + c + B1 + β u v1,1 u 1, v 2 + A1 b + A 2 c + B1 γ + B2 β ⎞⎟ 1, v1 ⎜ =∑ 2 2 2 2 2 ⎟ ⎜ v =1 u v 2 ,1 u 1, v1 + A 1 b + A 2 c + B1 γ + B 2 β + + + + γ u A b B 1 , v 2 2 2 ⎝ ⎠ N
F2−1 = u 2 u 2 + (r12 + Z 2 )(r12 + Z 2 ) + (r11 + Z1 )(r11 + Z1 ) 2 2 2 2 ⎛ u 2 u v1, 2 u 2, v 2 ⎞⎟ ⎛ B1 + γ B1β + B 2 γ ⎞⎟ ⎛⎜ A 1 + b A 1 c + A 2 b ⎞⎟ 2 , v1 ⎜ ⎜ + =∑ + 2 2 2 2 2 ⎜ v =1 u v 2 , 2 u 2 , v1 u 2,v 2 ⎟⎠ ⎜⎝ B1 β + B2 γ B 2 + β ⎟⎠ ⎜⎝ A1c + A 2 b A 2 + c ⎟⎠ ⎝ 2 2 2 2 2 2 N ⎛ u u v1, 2 u 2,v 2 + B1β + B 2 γ + A 1 c + A 2 b ⎞⎟ ⎜ 2, v1 + A 1 + B1 + b + γ = ∑⎜ 2 2 2 2 2 ⎟ ⎟ v =1 ⎜ u ⎝ v 2, 2 u 2, v1 + B1 β + B2 γ + A1c + A 2 b u 2, v 2 + A 2 + B 2 + c + β ⎠ N
Elemen (∆∆ ) yang lain dapat diperoleh dengan membandingkan pers. (5.4.15) dengan kendala ADHM, yang menghasilkan:
68
(∆∆ )
12
= u 1 u 2 + (r11 + Z1 )(r12 + Z 2 ) + (- r12 − Z 2 )(r11 + Z1 ) = u 1 u 2 + R 11 R 12 − R 12 R 11
(5.4.16)
=0
(∆∆ )
21
= u 2 u 1 + (r12 + Z 2 )(r11 + Z1 ) + (r11 + Z1 )(− r12 − Z 2 ) = u 2 u 1 + R 12 R 11 − R 11 R 12
(5.4.17)
=0
dengan, R 11 = r11 + Z1
(5.4.18)
R 12 = r12 + Z 2 . Terlihat kesesuaiannya dengan ekspresi F2−k1×2 k yaitu: ⎛ ( ∆∆)11 ∆∆ = ⎜⎜ ⎝ ( ∆∆ ) 21
( ∆∆)12 ⎞ ⎛ F1−1 ⎟=⎜ ( ∆∆) 22 ⎟⎠ ⎜⎝ 0
0 ⎞ ⎟. F2−1 ⎟⎠
(5.4.19)
Baik F1−1 maupun F2−1 dapat diambil sebagai bentuk F untuk menentukan V dan M ' . Hubungan F1−1 = F2−1 yang dimplikasikan oleh pers. (5.4.14) menghasilkan dua kendala ADHM U(N) untuk Q = 2. Merujuk ke sifat Hermitian dari F, matriks V dalam pers. (5.4.5) jelas Hermitian. Dari pers. (5.4.4), matriks V2 dapat dihitung, yang menghasilkan suatu matriks N × N yang bergantung pada elemen dari F dan {u1, u2}. Untuk menentukan V, diambil akar dari matriks V2, yang dihitung dengan cara mendiagonalisasi V2 kemudian mengambil akar dari setiap elemen diagonalnya. Bentuk umum matriks terdiagonalisasi V adalah seperti berikut: ⎛ λ1 ⎜ ⎜0 V=⎜ M ⎜ ⎜0 ⎝
0 λ2
M 0
0 ⎞ ⎟ L 0 ⎟ O M ⎟ ⎟ L λ N ⎟⎠
L
(5.4.20)
dimana {λv}adalah akar dari nilai-eigen matriks V2. Untuk matriks V di atas diperoleh beberapa kuantitas berikut: V = V;
N
det V = λ 1 ⋅ λ 2 ⋅ ⋅L ⋅ λ N = Π λ v v =1
maka
69
(5.4.21)
1 VC det V ⎛ λ 2 ⋅ λ 3 ⋅ λ 4 ⋅L ⋅ λ N ⎜ 0 1 ⎜ = N ⎜ M Π λv ⎜ v =1 ⎜ 0 ⎝
V −1 =
0 λ1 ⋅ λ 3 ⋅ λ 4 ⋅ L ⋅ λ N M 0
0 L ⎞ ⎟ 0 L ⎟ ⎟ 0 O ⎟ L λ 1 ⋅ λ 2 ⋅ λ 3 ⋅ L ⋅ λ N −1 ⎟⎠
atau secara ringkas:
V
−1
⎛ 1 ⎜ ⎜ λ1 ⎜ 0 =⎜ ⎜ ⎜ M ⎜ 0 ⎜ ⎝
0 1 λ2 M 0
⎞ 0 ⎟ ⎟ ⎟ L 0 ⎟ . ⎟ O M ⎟ 1 ⎟ L λ N ⎟⎠
L
(5.4.22)
Akhirnya dengan bentuk V dalam pers. (5.4.20), M ' dapat ditentukan melalui pers. (5.4.6), melalui tahapan perhitungan sebagai berikut. Untuk sederhananya ditinjau kasus Q = 2. Pertama dihitung dahulu matriks M ' : M '4× N = −∆'4×4 F2×2 u 4× N VN−×1N
(5.4.23)
dengan ∆'4×4 = a '4×4 + b '4×4 x ' ⎛ r11(2×2 ) = ⎜⎜ ⎝ − r12(2×2 )
r12(2×2 ) ⎞ ⎛ I (2×2 ) 0 (2×2 ) ⎞⎛ z1 z 2 ⎞ ⎟+⎜ ⎟⎜ ⎟ r11(2×2 ) ⎟⎠ ⎜⎝ 0 2×2 I (2×2 ) ⎟⎠⎜⎝ − z 2 z1 ⎟⎠ 14444244443 ⎛ Z1 ⎜⎜ ⎝ − Z2
⎛ r + Z1 = ⎜⎜ 11 ⎝ − r12 − Z 2
Z2 ⎞ ⎟ Z1 ⎟⎠
r12 + Z 2 ⎞ ⎟. r11 + Z1 ⎟⎠
Substitusikan pers. (5.4.11) dan (5.4.12), diperoleh bentuk eksplisit: 1 1 ⎛ b α + x1 + z 2 ⎜ a + x 0 + z1 2 2 ⎜ 1 ⎜ c a − x 0 + z1 γ ⎜ 2 ' ∆ =⎜ ⎛ 1 1 ⎞ a + x 0 + z1 −γ ⎜ − ⎜ α + x1 + z 2 ⎟ 2 2 ⎠ ⎜ ⎝ 1 ⎜ ⎞ ⎛ b −β ⎜ α − x1 + z 2 ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝ ⎝
70
⎞ ⎟ ⎟ 1 α − x1 + z 2 ⎟ ⎟ 2 ⎟ c ⎟ ⎟ 1 ⎟ a − x 0 + z1 ⎟ 2 ⎠ β
⎛ A1 ⎜ ⎜ c =⎜ −B ⎜ 1 ⎜ −β ⎝
b
B1
A2
γ
−γ
A1
− B2
b
β ⎞ ⎟ B2 ⎟ . c ⎟ ⎟ A 2 ⎟⎠
(5.4.24)
Selanjutnya, untuk F diambil representasi matriksnya (dalam ruang spinor Weyl α): ⎛F F2×2 = ⎜⎜ 11 ⎝ F21
F12 ⎞ ⎟ F22 ⎟⎠ lm
⎛ F11 ⎜ ⎜F = ⎜ 21 0 ⎜ ⎜ 0 ⎝
F12 F22 0 0
0 0⎞ ⎟ 0 0⎟ 1 0⎟ ⎟ 0 1 ⎟⎠ lm,α
(5.4.25)
dan u sebagai berikut:
u N×2×2
⎛ u 1,11 ⎜ ⎜ u 1, 21 =⎜ M ⎜ ⎜u ⎝ 1, N1
u 1,12 u 1, 22 M u 1, N 2
u 2,11 u 2, 21 M u 2, N1
u 2×2× N
⎛ u 11,1 ⎜ ⎜ u 12,1 =⎜ u ⎜ 11, 2 ⎜u ⎝ 12, 2
u 21,1 u 22,1 u 21, 2 u 22, 2
L L L L
u 2,12 ⎞ ⎟ u 2, 22 ⎟ M ⎟ ⎟ u 2, N 2 ⎟⎠
u N1,1 ⎞ ⎟ u N 2,1 ⎟ u N1, 2 ⎟ ⎟ u N 2, 2 ⎟⎠
(5.4.26)
Kalikan pers. (5.4.25) dengan pers. (5.4.26) diperoleh: ⎛ F11 u 11,1 + F12 u 12,1 ⎜ ⎜ F21 u 11,1 + F22 u 12,1 Fu = Flm u mv,α ⎜ u 11, 2 ⎜ ⎜ u 12, 2 ⎝
F11 u 21,1 + F12 u 22,1 F21 u 21,1 + F22 u 22,1 u 21, 2 u 22, 2
L F11 u N1,1 + F12 u N 2,1 ⎞ ⎟ L F21 u N1,1 + F22 u N 2, 2 ⎟ ⎟ . (5.4.27) L u N1, 2 ⎟ ⎟ L u N 2, 2 ⎠
Kemudian pers. (5.2.27) dikalikan dengan pers. (5.4.22) dari kanan yang menghasilkan:
71
FuV −1
1 ⎛ 1 (F11 u 21,1 + F12 u 22,1 ) ⎜ (F11 u 11,1 + F12 u 12,1 ) λ2 ⎜ λ1 1 ⎜ 1 ⎜ λ (F21 u 11,1 + F22 u 12,1 ) λ (F21 u 21,1 + F22 u 22,1 ) 2 =⎜ 1 1 1 ⎜ u 11, 2 u 21, 2 ⎜ λ1 λ2 ⎜ 1 1 ⎜⎜ u 12, 2 u 22, 2 λ λ 1 2 ⎝
1 (F11u N1,1 + F12 u N 2,1 ) ⎞⎟ λN ⎟ 1 (F21u N1,1 + F22 u N 2,1 )⎟⎟ L λN ⎟ 1 ⎟ u N1, 2 L ⎟ λN ⎟ 1 ⎟⎟ u N 2, 2 L λN ⎠ L
atau,
FuV −1
⎛ 1 (F11 u v1,1 + F12 u v 2,1 ) ⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎜ λv ⎟ ⎜ 1 ⎜ λ (F21 u v1,1 + F22 u v 2,1 )⎟ ⎟ =⎜ v 1 ⎟ ⎜ u v1, 2 ⎟ ⎜ λv ⎟ ⎜ 1 ⎟⎟ ⎜⎜ u v 2, 2 λ v ⎠ ⎝
(5.4.28)
dimana v = 1, 2,…, N. Jadi, untuk Q = 2, dengan bentuk V diberikan menurut pers. (5.4.20), untuk N yang umum, dari pers. (5.4.23) didapati bahwa matriks M ' berbentuk sebagai berikut: M '4× N = −∆' FuV −1
⎛ A1 ⎜ ⎜ c = −⎜ − B1 ⎜ ⎜ −β ⎝
b A2 −γ − B2
' ⎛ M 11 ⎜ ' ⎜M = −⎜ '21 ⎜ M 31 ⎜M' ⎝ 41
' M 12
M '22 ' M 32 M '42
B1 γ A1 b
⎛ 1 (F11 u v1,1 + F12 u v 2,1 ) ⎞⎟ ⎜ ⎜ λv ⎟ β ⎞⎜ 1 ⎟ (F u + F22 u v 2,1 )⎟⎟ B 2 ⎟⎜ λ v 21 v1,1 ⎜ ⎟ 1 c ⎟⎜ ⎟ u v1, 2 ⎟ ⎟ ⎜ ⎟ λ v A2 ⎠ ⎜ ⎟ 1 ⎜⎜ ⎟⎟ u v 2, 2 λv ⎝ ⎠
L M 1' N ⎞ ⎟ L M '2 N ⎟ L M 3' N ⎟⎟ L M '4 N ⎟⎠
atau,
72
(5.4.29)
M [' 4 ]×[N ]
⎛ M 1' v ⎞ ⎜ ' ⎟ ⎜M ⎟ = −⎜ 2' v ⎟ ⎜ M 3v ⎟ ⎜M' ⎟ ⎝ 4v ⎠
(5.4.30)
dimana telah dimanfaatkan definisi menurut pers. (5.4.12) dan F dituliskan sebagai Fij. Pernyataan elemen-elemen matriks M ' dalam pers. (5.4.30) adalah sebagai berikut: M 1' v =
1 {A1 (F11u v1,1 + F12 u v 2,1 ) + b(F21u v1,1 + F22 u v 2,1 ) + B1u v1,2 + βu v 2,2 } λv
M '2 v =
1 {c(F11 u v1,1 + F12 u v 2,1 ) + A 2 (F21u v1,1 + F22 u v 2,1 ) + γu v1,2 + B 2 u v 2,2 } λv
M 3' v =
1 {− B1 (F11u v1,1 + F12 u v 2,1 ) − γ(F21u v1,1 + F22 u v 2,1 ) + A1u v1,2 + cu v 2,2 } λv
M '4 v =
1 {− β(F11u v1,1 + F12 u v 2,1 ) − B2 (F21u v1,1 + F22 u v 2,1 ) + bu v1,2 + A 2 u v 2,2 } λv
Jadi, matriks ADHM-M untuk U(N) dengan Q = 2 diberikan oleh: ⎛V ⎞ M ( N + 4 )× N = ⎜⎜ N' × N ⎟⎟ . ⎝ M 4× N ⎠
(5.4.31)
Konfigurasi medan gauge instanton Aµ yang berkaitan, selanjutnya diperoleh dengan mensubstitusikan M ke dalam pers. (5.1.5). Metoda di atas dapat pula diaplikasikan untuk grup U(N) dengan Q = 3, namun tingkat kerumitannya menjadi lebih tinggi mengingat meningkatnya secara berlebihan jumlah kendala terkopel yang harus diselesaikan. Konstruksi ADHM memberikan secara implisit konfigurasi solusi (aksi berhingga) instanton dari teori gauge Yang-Mills murni untuk semua grup Lie kompak sederhana dan muatan topologi Q. Akan tetapi sejauh ini terbukti konstruksi solusi eksplisitnya, untuk muatan topologi lebih besar daripada 3, sangat sulit secara teknis. Seperti disinggung di atas, terhambatnya kemajuan dalam memperoleh solusi instanton YM eksplisit ini diakibatkan oleh sifat kendala ADHM yang menjadi semakin kompleks.
73
BAB VI INTERPRETASI DAN APLIKASI FISIS INSTANTON
Dalam bahasan di depan telah diperlihatkan bahwa solusi instanton berkaitan dengan konfigurasi medan gauge yang memiliki fungsi aksi S minimal. Dengan demikian, solusi ini, secara kuantum, menyatakan keadaan vakum (vacuum state) 0 dari sistem kuantum medan gauge. Namun, telah diperlihatkan bahwa setiap
solusi instanton dicirikan oleh muatan topologi Q = n, (n = 1, 2, 3…) yang menunjukkan bahwa terdapat tak hingga banyaknya keadaan vakum terbilangkan. Masing-masing keadaan vakum ini dicirikan oleh muatan topologi Q = n: 0 n , dan terpisahkan satu dari yang lainnya. Secara kualitatif, berarti terdapat semacam potensial halang (barrier) antar mereka. Dengan demikian, akan terjadi transisi dari satu keadaan vakum ke keadaan vakum lainnya melalui efek tunneling (penerobosan halang). Solusi tunneling inilah solusi instanton yang dibahas di dalam tugas akhir ini. Hadirnya keadaan vakum non-trivial yang degenerate (bertindihan) ini mensyaratkan bahwa keadaan vakum sebenarnya dari teori kuantum medan YangMills haruslah merupakan superposisi dari semua keadaan vakum dengan muatan topologi Q = n yang berbeda. Yakni: 0
θ
=
+∞
∑e
n = −∞
inθ
0
n
(6.1)
dimana θ ≤ π melabel sektor terpisah, dari teori kuantum medan Yang-Mills, yang tak terhubungkan lewat sembarang operator invarian gauge. Superposisi keadaan vakum pada pers. (6.1) lazimnya disebut: vakum-θ (θ-vacuum). Dengan demikian tiap 0
θ
dengan θ tertentu memiliki ruang Hilbert (keadaan kuantum)
74
yang berbeda. Ini adalah analogi dari keadaan vakum Bloch dalam teori kristal dengan potensial periodik (sebagai misal dalam potensial Kronig-Penney). Kehadiran instanton dalam teori kuantum medan Yang-Mills menyiratkan bahwa bila digunakan satu keadaan vakum 0
dengan n tertentu, ketimbang 0 θ , maka
n
akan terdapat suku tambahan dalam Lagrangian efektif, yakni:
L efektif = L YM +
θ ~ Tr (Fµν Fµν ) . 2 16π
(6.2)
Suku tambahan sebanding θ adalah tak lain daripada suku anomali terkenal dalam teori QCD [Quantum Chromodynamics, teori Yang-Mills SU(3)] Berkaitan dengan ini, θ memainkan peran sebagai sebuah tetapan kopling yang menggandeng ruang Hilbert berbeda yang dibangun dari konfigurasi solusi instanton tertentu.
Karena keadaan
0
θ
bukanlah eigen-state dari transformasi paritas P dan
Transformasi CP (Charge Conjugation plus Parity), sedangkan QCD adalah P dan CP invarian maka θ seharusnya nol. Namun, berdasarkan batas pengukuran eksperimen bahwa neutron memiliki momen dipol, maka lazimnya dipilih θ ≤ 10 −9 . Upaya untuk memahami kecilnya nilai θ ini dikenal sebagai: strong CP
problem [12, 14].
Aplikasi lain dari konfigurasi solusi instanton ini adalah pada pemecahan persoalan U(1) [U(1) problem] oleh ‘t Hooft [9, 14, 21], yang berkaitan dengan 5
anomali pada simetri chiral: ψ → e iαγ ψ , dimana γ5 adalah matriks Dirac gamma5 sedangkan ψ adalah medan spinor kuark.
75
BAB VII KESIMPULAN
Dari pembahasan dalam bab II sampai V dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persamaan gerak medan Yang-Mills adalah persamaan diferensial nonlinear terkopel orde-2 untuk medan potensial gauge Aµ. Oleh karena itu, persamaan ini sulit untuk dipecahkan. 2. Instanton adalah solusi self-dual dari persamaan medan Yang-Mills dalam ruang-waktu Euclidean R4. Solusi ini dicirikan oleh fungsi aksi S yang berhingga nilainya dan muatan topologi Q. Solusi umum instanton grup gauge SU(N) adalah solusi Q-instanton yang memenuhi jumlah parameter solusi sebanyak: [8Q – (N2 –1)]. 3. Metoda ADHM mereduksi persamaan self-dual menjadi kondisi aljabar murni yang lebih mudah untuk diselesaikan. Metoda ini merupakan konstruksi yang paling umum dan dibenarkan secara matematika. Artinya, dengan mengikuti prosedur konstruksi ADHM dengan baik (masukan yang tepat untuk data ADHM), maka akan diperoleh solusi umum multiinstanton untuk sembarang grup kompak: SU(N), SO(N) dan Sp(N). 4. Solusi 2-instanton untuk grup U(N) pada bab V adalah solusi umum, karena solusi ini memenuhi jumlah parameter yang disyaratkan. 5. Untuk muatan topologi Q ≥ 3 , solusi instanton dengan metoda ADHM, sangat sulit untuk diperoleh, sebab seiring dengan bertambahnya Q maka jumlah kendalanya turut meningkat dan begitu pula dengan tingkat kerumitannya.. 6. Solusi umum multi-instanton U(N) untuk jumlah instanton Q ≥ 3 masih belum ditemukan (OPEN PROBLEM!).
76
APENDIKS
77
APENDIKS A
A1.
Notasi dan konvensi indeks21
A1.1
Ruang-waktu Minkowski
Ruang Minkowski adalah ruang dimensi-4, dimana koordinat ruang-waktu (vektor – empat)22 didefinisikan sebagai: r x µ = ( x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ) = ( t , x ) = ( t , x, y, z)
(A1.1)
dengan elemen garis23 ds 2 = (dx 0 ) 2 − (dx 1 ) 2 − (dx 2 ) 2 − (dx 3 ) 2 = ηµν dx µ dx ν ,
(A1.2)
dimana
ηµν = ηµν
⎛1 0 0 0 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜0 −1 0 0 ⎟ =⎜ 0 0 −1 0 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ 0 0 0 − 1⎟ ⎝ ⎠
(A1.3)
adalah tensor metrik Minkowski dimana tensor metrik kontravarian ηµν ≡ (η −1 ) µν . Berikut adalah definisi gradien (operator diferensial) dalam ruang Minkowski: ∂ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ∇=⎜ 1, 2 , 3⎟ ⎝ ∂x ∂x ∂x ⎠ ∂ ∂ µ = µ = (∂ 0 , ∇ ) ∂x ∂ ∂ µ = ηµα α = (∂ 0 , - ∇) ∂x
(A1.4)
maka operator d’ Alembertian ٱdapat ditulis 2
2
2
⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎞ ⎛ ∂ ⎞ ∂ ∂ = ٱµ = ⎜ 0 ⎟ − ⎜ 1 ⎟ − ⎜ 2 ⎟ − ⎜ 3 ⎟ ⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂x ⎠
2
µ
21
Dalam skripsi ini digunakan sistem satuan dimana c = ћ = 1. Vektor kontravarian. 23 Kuantitas infinitesimal yang invariant terhadap transformasi dan rotasi Lorentz. 22
78
(A1.5)
A1.2
Ruang Euclidean
Dalam ruang ini, elemen garisnya adalah: ds 2 = (dx 0 ) 2 + (dx 1 ) 2 + (dx 2 ) 2 + (dx 3 ) 2 = δ µν dx µ dx ν
(A1.5)
Untuk membedakan pelabelan koordinat dari ruang Minkowski di sini digunakan label berikut: r x µ = ( x 1 , x 2 , x 3 , x 4 ) = ( x, t ) = ( x , y, z, t )
(A1.6)
dan elemen garis (A.1.2) menjadi: ds 2 = (dx 1 ) 2 + (dx 2 ) 2 + (dx 3 ) 2 + (dx 4 ) 2 + = δ µν dx µ dx ν
(A1.7)
dengan tensor metrik:
δ µν
⎛1 ⎜ ⎜0 =⎜ 0 ⎜ ⎜0 ⎝
0⎞ ⎟ 0⎟ 0⎟ ⎟ 1 ⎟⎠
(A1.8)
jika i = j yang lain
(A1.9)
0 1 0 0
0 0 1 0
yang tak adalah simbol Delta Kronecker: ⎧ 1, δ ij = ⎨ ⎩0,
Dengan demikian dalam ruang waktu Euclidean ini tidak dibedakan antara indeks kovarian (bawah) dan kontravarian (atas). Simbol Levi-Civita ∈ijk :
Definisi simbol ini adalah sebagai berikut: ⎧1, ⎪ ∈ijk = ⎨− 1, ⎪ 0, ⎩
jika ijk = 123, 231, atau 312 jika ijk = 123, 231, atau 312 lainnya
(A1.10)
Tensor Medan Elektromagnetik Fµν :
Secara komponen, dalam pernyataan matriks, tensor ini berkaitan dengan komponen medan listrik E dan magnet B sebagai berikut:
79
⎛ 0 ⎜ ⎜ − E1 Fµν = ∂ µ A ν − ∂ ν A µ = ⎜ − E2 ⎜ ⎜− E 3 ⎝
E1
E2
0
B3
− B3 B2
0 − B1
E3 ⎞ ⎟ − B2 ⎟ B1 ⎟ ⎟ 0 ⎟⎠
(A1.11)
F0i = E i , Fij = ε ijk B k
A2.
Matriks Pauli dan Dirac
Matriks Pauli adalah ketiga matriks kompleks Hermitian, uniter, traceless, berikut: ⎛0 − i⎞ ⎟⎟, σ 2 = ⎜⎜ ⎝i 0 ⎠
⎛0 1⎞ ⎟⎟, σ1 = ⎜⎜ ⎝1 0⎠
⎛1 0 ⎞ ⎟⎟ σ 3 = ⎜⎜ ⎝ 0 − 1⎠
(A2.1)
(Biasanya dituliskan dengan indeks numeric: σ1 = σ x , σ1 = σ y , σ1 = σ z , σ bukanlah vector-4, sehingga tidak dibedakan antara indeks atas dan indeks bawah: σ1 = σ1 , σ1 = σ 2 , σ1 = σ3 .) Dua sifat menarik yang dipenuhi ketiga matriks Pauli, yang digunakan di dalam tugas akhir ini, adalah: (a) Aturan perkalian. σ j σ k = δ jk + i ∈ jkl σ l
(A2.2)
(Suku pertama adalah matriks satuan 2 × 2 , dan penjumlahan untuk k dalam suku kedua). Maka, secara khusus: σ 2x = σ 2y = σ 2z = 1
σ x σ y = iσ z ,
σ y σ z = iσ x ,
[σ1 , σ j ] = 2i ∈ jkl σ l
(A2.3) σ z σ x = iσ y
(KOMUTATOR)
{σ1 , σ j } = 2δ jk
(ANTI-KOMUTATOR) r r dan untuk sembarang 2 vektor a dan b , r r r r r r r r r (a ⋅ σ)(b ⋅ σ) = a ⋅ b + iσ ⋅ (a × b)
(A2..4) (A2.5) (A2.6)
(A2.7)
(b) Eksponensial. rr r e iθ⋅σ = cos θ + iθˆ ⋅ σ sin θ
80
(A2.8)
Matriks Dirac γµ (µ = 0, 1, 2, 3) adalah keempat matriks uniter traceless 4 × 4 yang dibangun dari matriks Pauli sebagai berikut: ⎛ 0 γ ≡ ⎜⎜ j ⎝− σ
⎛ I 0⎞ ⎟⎟ , γ ≡ ⎜⎜ ⎝0 I ⎠ 0
σj ⎞ ⎟ 0 ⎟⎠
j
(A2.9)
Di sini I adalah matriks satuan 2 × 2 , dan 0 adalah matriks nol 2 × 2 ; σj adalah ketiga matriks Pauli. Secara eksplisit pers. (A2.9) adalah: ⎛1 ⎜ ⎜0 0 γ =⎜ 0 ⎜ ⎜0 ⎝
0 1 0 0
0 0 1 0
0⎞ ⎟ 0⎟ , 0⎟ ⎟ 1 ⎟⎠
⎛0 0 ⎜ ⎜0 0 1 γ =⎜ 0 −1 ⎜ ⎜−1 0 ⎝
0 1 0 0
1⎞ ⎟ 0⎟ , 0⎟ ⎟ 0 ⎟⎠ (A2.10)
⎛ 0 0 0 − i⎞ ⎜ ⎟ ⎜0 0 i 0⎟ 2 , γ =⎜ 0 i 0 0⎟ ⎜ ⎟ ⎜− i 0 0 0 ⎟ ⎝ ⎠
⎛0 ⎜ ⎜0 3 γ =⎜ −1 ⎜ ⎜0 ⎝
0 0 0 1
1 0⎞ ⎟ 0 − 1⎟ 0 0⎟ ⎟ 0 0 ⎟⎠
Indeks bawah dibedakan dari indeks atas menurut metrik gµν yaitu: γ0 = γ0,
γj = - γj
(A2.11)
γ0 adalah Hermitian, sedangkan γj , j > 0 anti Hermitian, yang memenuhi sifat γ µ γ ν + γ ν γ µ = ηµν +
dan γ µ = γ 0 γ µ γ 0 .
81
(A2.12)
A3.
Kuaternion
Kuaternion merupakan perluasan dari bilangan kompleks, sama halnya dengan bilangan kompleks sebagai perluasan dari bilangan real. Dengan demikian kuaternion tersusun dari 4 buah bilangan real, namun perkalian antar 2 kuaternion berbeda tidaklah komutatif. Suatu kuaternion24 dapat dituliskan sebagai berikut: q = q 1ˆi + q 2 ˆj + q 3 kˆ + q 4
(A3.1)
dimana q4, q1, q2, and q3 adalah bilangan-bilangan real, yang ditentukan oleh kuaternion q, dengan ˆi , ˆj, dan kˆ adalah basis kuaternion (perluasan bilangan imajiner satuan i) yang memenuhi sifat perkalian: ˆi 2 = ˆj2 = kˆ 2 = ˆiˆjkˆ = −1 ,
ˆiˆj = −ˆjˆi = kˆ
(permutasi genap).
(A3.2)
Jadi, setiap kuaternion adalah kombinasi linear real dari kuaternion satuan 1, i, j, dan k, yang diekspresikan secara unik menurut pers. (A3.1). Penjumlahan kuaternion dilakukan dengan menjumlahkan koefisien yang bersesuaian, seperti halnya pada aturan penjumlahan bilangan kompleks.
A3.1
Sifat-sifat kuaternion
Tidak seperti bilangan real atau kompleks, perkalian kuaternion tidak komutatif: ˆiˆj = kˆ, ˆjˆi = −kˆ, ˆjkˆ = ˆi ,
kˆˆj = −ˆi , kˆˆi = ˆj, ˆi kˆ = −ˆj
(A3.1.1)
Konjugat dari kuaternion q didefinisikan sebagai, q = q 4 − q 1ˆi − q 2 ˆj − q 3 kˆ
(A3.1.2)
dan nilai absolut (modulus) dari q adalah bilangan real non-negatif yang didefinisikan oleh: q = (qq ) = (q 12 + q 22 + q 32 + q 24 )
(A3.1.3)
Invers multiplikatif dari kuternion yang tak-nol z dapat dihitung sebagai 24
Bilangan real diperluas menjadi bilangan kompleks dengan menambahkan bilangan i dimana i2 = -1, kuaternion diperoleh dengan menambahkan elemen i, j and k ke bilangan real sedemikian rupa yang memenuhi sifat pers. (A3.2).
82
q −1 =
A3.2
q q
(A3.1.4)
2
Representasi kuaternion dengan matriks
Sedikitnya terdapat dua cara untuk mempresentasikan kuaternion sebagai matriks, sedemikian rupa sehingga penjumlahan dan perkalian kuaternion berkaitan dengan penjumlahan dan perkalian matriks. Salah satunya adalah dengan menggunakan matriks kompleks 2 × 2 dan yang lain adalah dengan menggunakan matriks real 4 × 4 . Dengan cara yang pertama kuaternion direpresentasikan sebagai: ⎛ q + iq 3 q = ⎜⎜ 4 ⎝ − q 2 + iq 1
q 2 + iq 1 ⎞ ⎟ q 4 − iq 3 ⎟⎠
(A3.2.1)
Representasi ini mempunyai beberapa sifat menarik: •
Semua bilangan kompleks (q2 = q3 = 0) berkaitan dengan matriks yang elemen-elemennya adalah bilangan real.
•
Kuadrat nilai absolut dari suatu kuaternion sama dengan determinan dari matriks yang bersesuaian.
•
Konjugat dari kuaternion berkaitan dengan konjugat transpos dari matriks.
Sedangkan dalam cara yang kedua, kuaternion q direpresentasikan sebagai: ⎛ q4 ⎜ ⎜ q q=⎜ 1 −q ⎜ 3 ⎜ q ⎝ 2
− q1 q4 q2 q3
q3 − q2 q4 q1
− q2 ⎞ ⎟ − q3 ⎟ − q1 ⎟ ⎟ q 4 ⎟⎠
(A3.2.2)
Dalam representasi ini, konjugat dari suatu kuaternion, berkaitan dengan transpos dari matriks.
83
Sifat basis kuaternion (A.3.2) sama seperti sifat yang dimiliki ketiga matriks (kompleks) Pauli, sehingga mereka dapat direalisasikan dalam pernyataan matriks: ˆi = σ , 1
ˆj = σ , 2
kˆ = σ 3 ,
1 = σ4
(A3.2.2)
Dengan demikian setiap bilangan kuaternion dapat direalisasikan dalam matriks uniter (2 × 2) : q = q µ τµ ,
τ µ = (σ 4 , iσ j ).
(A3.2.3)
Koordinat ruang-waktu x µ ∈ R 4 yaitu: x = x 1ˆi + x 2 ˆj + x 3 kˆ + x 4 1
(A3.2.4)
juga dapat direpresentasikan sebagai kuaternion sebagai berikut: x + = x µ τ µ+
x = x µ τµ ,
dimana
∂ µ x = τ µ = (σ 4 , iσ j )
∂ µ x + = τ µ+ = (σ 4 ,−iσ j )
(A3.2.5)
(A3.2.6)
sehingga ∂ µ x∂ ν x + − ∂ ν x∂ µ x + = (τ µ τ ν+ − τ ν τ µ+ ) = τ µν
Pers. (A3.2.7) tak lain adalah ekspresi self-dual pada pers. (C3.6).
84
(A3.2.7)
APENDIKS B
B1.
Teori Grup
Definisi Sebuah himpunan G = {g1, g2,...}bersama “aturan perkalian”, antar elemennya mendefinisikan sebuah grup, jika dipenuhi 4 syarat berikut: (a) Ketertutupan (closure) ∀g k , g l ∈ G,
maka (g k ⋅ g l ) ∈ G
(b) Asosiatif ∀g k , g l , g m ∈ G, maka
(g k ⋅ g l ) ⋅ g m = g k ⋅ (g l ⋅ g m )
(c) Terdapat elemen satuan I ∈ G , sehingga ∀g ∈ G
g⋅I = I⋅g = g (d) ∀g ∈ G , terdapat elemene invers g −1 ∈ G , sehingga g ⋅ g −1 = g −1 ⋅ g = I
Perkalian n-buah elemen yang sama ditulis dengan notasi pangkat g n = g g g Lg 1 424 3 n − faktor
Jika ∀g a , g b ∈ G berlaku: g a g b = g bg a
maka G dikatakan komutatif (Abelian)
g a g b ≠ g bg a
tak termasuk elemen identitas, dan perkalian invers maka G: tak komutatif (non-Abelian)
Orde grup G Jika n adalah jumlah elemen G, maka n menyatakan orde grup G. Untuk n terbatas, grup G adalah berhingga, sebaliknya G adalah tak-hingga.
85
Seluruh bahasan dalam skripsi ini berkaitan dengan grup Lie, atau lebih khusus lagi grup uniter U(N). Hubungan antara grup Lie dengan persamaan Yang-Mills, adalah bahwa grup Lie yang berbeda akan memberikan persamaan Yang-Mills yang berbeda juga, dan ini akan memdeskripsikan bermacam-macam gaya dalam standar model fisika.
B2.
Grup Lie
Grup Lie tergolong dalam grup tak-hingga yang memiliki jumlah elemen takhingga banyaknya: G∞. (a) Grup ∞ terbilangkan Elemen grup G dibedakan oleh indeks diskrit: n = 1, 2, 3,... G = {g1, g2,...} (b) Grup kontinu/ topologi Elemen grup G dibedakan oleh kebergantungannya pada sejumlah parameter kontinu (α1, α2, ...,αn) ∈ Rn. Jadi, G = {g(α1, α2, ...,αn), dengan I = (0, 0,...,0)} dimana dimensi G = jumlah parameter αk(n) = r. (c) Grup Lie G adalah grup Lie, jika (1)
G adalah grup topologi, dan
(2)
Elemen g(α1, ...,αn) adalah fungsi analitik dari (α1,...,αn). Jadi ∂g k k =1 ∂α k n
g(α 1 , K, α n ) = g(0,K,0) + ∑
αk + α k =0
1 n ∂ 2 g1 αkαl + L ∑ 2i k ,l=1 ∂α k ∂α 1
= I + Tk α k dimana Tk =
86
∂g k ∂α k
(B2.1) α k =0
adalah “generator” dari grup Lie G. Jika α k ≤ R , maka grup Lie adalah compact, sedangkan jika ada 1 generator yang terbatas nilainya maka G non-compact.
B3.
Grup Uniter
B3.1
U(N)
Grup uniter U(N) adalah grup yang elemen-elemennya adalah matriks bujursangkar g N × N yang memenuhi sifat: gg+ = g+g = 1.
(B3.1.1)
Jumlah parameter grup matriks U(N). Dari syarat uniter: g + g ≅ (I+ ∈ T + )(I+ ∈ T) ≅ I+ ∈ T + + ∈ T = I ,
(B3.1.2)
T + = −T
(B3.1.3)
diperoleh:
T+ + T = 0 ,
(anti Hermitis)
Untuk elemen diagonal: t *aa = − t aa yang berarti: ~ t aa = i taa ,
t aa ∈ R
(B3.1.4)
Syarat (B3.1.3) dan (B3.1.4) memberikan matriks T memiliki bentuk umum:
⎛ i~t11 ⎜ ⎜ t 21 T = ⎜⎜ t 31 ⎜ M ⎜ ⎝ t N1
− t *21 ~ i t22 t 32 M t N2
− t *31 L − t *N1 ⎞ ⎟ − t *23 L − t *N 2 ⎟ ⎟ ~ i t33 L − t *N 3 ⎟ M O M ⎟ ~ ⎟ t N 3 L i tNN ⎠
1 2 ⋅1 + 1 2 ⋅ 2 +1 M
(B3.1.5)
2 ⋅ (n − 1) + 1
Jadi, R=
N −1
N 1 2 k + ∑ ∑1 = 2 ⋅ 2 ( N − 1) N + N k =1 k =1
(B3.1.6)
atau R = N2
87
(B3.1.7)
B3.2
SU(N)
Grup SU(N) adalah grup matriks25 uniter orde N, dimana selain g ∈ U( N), juga disyaratkan: g+ = g-1.
det g = 1
(B3.2.1)
~ Karena elemen diagonal taa ∈ R , tak semuanya nol, maka det g = e trT = 0
(B3.2.2)
atau N
~
∑ taa = 0
(B3.2.3)
a =1
yang memberikan 1 persamaan kendala tambahan. Jadi R = N2 – 1.
B3.3
(B3.2.4)
Representasi grup
Setiap matriks uniter SU(N)26 dapat direpresentasikan melalui generator TJ(J = 1, ..., N2 - 1) sebagai: J
U(ω) = e iω T
J
(B3.3.1)
dengan penjumlahan untuk indeks A. Karena matriksnya uniter, maka generatornya harus Hermitian. Lebih lanjut, karena det g = 1, generator TJ haruslah traceless TrTJ = 0
untuk setiap ωJ
(B3.3.2)
Generator TJ memenuhi aljabar: [T J , T K ] = if JKL T L 25
(B3.3.3)
Definisi grup matriks adalah himpunan matriks non-singular G(N × N) dengan aturan perkalian matriks. 26 Untuk grup U(N) representasinya dapat ditulis U = exp (iΛCTC) dimana C = 1, 2,…,N2. Untuk N = 1, maka Λ adalah suatu bilangan.
88
dan ternormalisasi, yakni: Tr (T J T K ) =
1 JK δ 2
(B3.3.4)
Di sini fJKL adalah konstanta struktur antisimetrik dari grup. Berikut akan ditinjau grup SU(2), dimana konstanta strukturnya diberikan oleh tensor antisimetrik: ε abc = −ε acb = 1
(a = 1, 2, 3)
(B3.3.5)
Generator Tk SU(2) dapat diturunkan dari bentuk infinitesimal grup matriks27 dimana di sini: ⎛a b⎞ ⎟⎟ , g = ⎜⎜ ⎝c d⎠
(a ,K, d ) ∈ C ,
(B3.3.6)
dan memenuhi syarat (B3.1.1) dan (B3.2.1). Tinjau bentuk infinitesimal g: ⎛1 0⎞ ⎛ p q ⎞ ⎛1 + p q ⎞ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ + L = ⎜⎜ ⎟ +L g ≅ ⎜⎜ 1 + s ⎟⎠ ⎝0 1⎠ ⎝ r s ⎠ ⎝ r
(B3.3.7)
Dari syarat determinan, det g = 1 :
(1 + p + s + ps ) − qr + L = 1 diperoleh: p + s = 0,
ps = 0,
qr = 0
(B3.3.8)
Dari syarat unitaritas: r ⎞⎛1 + p q ⎞ ⎛ 1 0 ⎞ ⎛1 + p ⎜⎜ ⎟⎜ ⎟=⎜ ⎟ 1 + s ⎟⎠⎜⎝ r 1 + s ⎟⎠ ⎜⎝ 0 1 ⎟⎠ ⎝ q atau 1 + p + p + pp + rs = 1 → p + p = 0, pp + rr = 0
(B3.3.9)
q + p q + r + rs = 0 ⎫ ⎬ → q + r = 0, pq + rs = 0 q + q p + r + s r = 0⎭
(B3.3.10)
qq + 1 + s + s + s s = 1 → qq + s s = 0, s + s = 0
(B3.3.11)
dari pers. (B3.3.8) dan (B3.3.9, B3.3.11) diperoleh: 27
Pernyataan eksplisit generator dapat diturunkan dari simetrinya.
89
p + s = 0, p + p = 0 → p = −s = iϕ, ϕ ∈ R
(B3.3.12)
substitusi pers. (B3.3.12) ke dalam pers. (B3.3.9, B3.3.11) didapat: rr = 0, qq = 0, q + r = 0
(B3.3.13)
yang memiliki solusi infinitesimal: q = θ + iψ, dan r = −θ + iψ; θ, ψ ∈ R
(B3.3.14)
Jadi, pernyataan infinitesimal g ∈ SU (2 ) dalam (θ, ϕ, ψ ) ∈ R : ⎛ 1 + iϕ θ + iψ ⎞ ⎟⎟ + L ≡ g(θ, ϕ, ψ ) g = ⎜⎜ ⎝ − θ + iψ 1 − iϕ ⎠
(B3.3.15)
Generator yang bersangkutan: Tψ =
∂g ∂ψ
ψ =0
⎛0 i ⎞ ⎛0 1⎞ ⎟⎟ = i⎜⎜ ⎟⎟ = iσ1 = ⎜⎜ ⎝ i 0⎠ ⎝1 0⎠
⎛0 ∂g = ⎜⎜ ∂θ θ=0 ⎝ − 1 ⎛i ∂g Tϕ = = ⎜⎜ ∂ϕ ϕ=0 ⎝ 0 Tθ =
1⎞ ⎛0 − i⎞ ⎟ = i⎜ ⎟ = iσ 2 0 ⎟⎠ ⎜⎝ i 0 ⎟⎠ 0 ⎞ ⎛1 0 ⎞ ⎟ = i⎜ ⎟ = iσ 3 − i ⎟⎠ ⎜⎝ 0 − 1⎟⎠
(B3.3.16)
Tampak bahwa: Tψ = iσ 1 = T1 ;
Tθ = iσ θ = T2 ;
Tϕ = iσ 3 = T3
(B3.3.17)
dimana σi(i = 1, 2, 3) adalah matriks Pauli. Perhatikan bahwa ketiga generator ini bersifat anti-Hermitis. Untuk kasus N = 3, maka generator representasi grupnya diberikan oleh matriks Gell-Mann (3 × 3) sebanyak 32 - 1 = 9 buah.
90
APENDIKS C
Elemen integral d4x
C1.
α
x 1 = r sin α sin θ cos ϕ x 2 = r sin α sin θ sin ϕ x 3 = r sin α cos θ
S3
(C1.1)
x 4 = r cos α
d 4 x = dx 1dx 2 dx 3 dx 4 ⇔ d 4 x = g drdαdθdϕ
(C1.2)
Untuk koordinat di atas elemen garisnya adalah (misal R = rsinα ): ds 2 = (dx 1 ) 2 + (dx 2 ) 2 + (dx 3 ) 2 + (dx 4 ) 2 = (dR ) 2 (sin 2 θ cos 2 ϕ + sin 2 θ sin 2 ϕ + cos 2 θ) + R 2 (cos 2 θ cos 2 ϕ + cos 2 θ sin 2 ϕ + sin 2 θ)dθ 2 + R 2 (sin 2 θ sin 2 ϕ + cos 2 θ sin 2 ϕ)dϕ 2 + [d (r sin α)]
2
= (dr sin α + r cos αdα) 2 + r 2 sin 2 α(dθ 2 + sin 2 θdϕ 2 ) + (dr sin α − r cos αdα) 2 = dr 2 + r 2 dα 2 + r 2 sin 2 αdθ 2 + r 2 sin 2 α sin 2 θdϕ 2 dimana diperoleh, g = (1)(r 2 )(r 2 sin 2 α)(r 2 sin 2 α sin 2 θ) g = r 3 sin 2 α sin θ
(C1.3)
maka d 4 x = r 3 sin 2 α sin θdrdαdθdϕ
91
(C1.4)
C2.
Aksi Solusi 1-instanton (BPST)
Aksi medan Yang-Mills (Euclidean) didefinisikan dengan: 1 1 ~ 2 Tr ∫ Fµν Fµν d 4 x = Tr ∫ Fµν d 4 x 2 2
S=
(C2.1)
Dalam bab III telah diturunkan solusi kuat medan 1-instanton yang diberikan oleh: Fµν =
(
)
f −f2 + + τµ τν − τν τµ , − ir 2
f =
r2 r 2 + λ2
(
)
(C2.2)
sehingga sekarang dapat dihitung nilai aksi untuk 1-instanton sebagai berikut: ⎛f −f2 1 S = Tr ∫ d 4 x⎜⎜ 2 2 ⎝ − ir ⎛f −f2 1 = Tr ∫ d 4 x⎜⎜ 2 2 ⎝ − ir
2
(
2
(
)(
)
⎞ ⎟⎟ τ µ + τ ν − τ ν + τ µ τ µ + τ ν − τ ν + τ µ d 4 x ⎠ ⎞ ⎟⎟ τ µ + τ ν τ µ + τ ν − τ µ + τ ν τ ν + τ µ − τ ν + τ µ τ µ + τ ν + τ ν + τ µ τ ν + τ µ 123 123 ⎠ 4I 2 4I 2 142 43 142 43 16I 2 16I 2 14444244443 32I 2
⎛f −f2 = Tr ∫ d 4 x⎜⎜ 2 ⎝ − ir
2
⎞ + ⎟⎟ τ µ τ ν τ µ+ τ ν − 16I 2 ⎠
(
)
⎡ ⎤ λ4 = − Tr τ µ+ τ ν τ µ+ τ ν + 16Tr (I 2 ) ∫ d 4 x ⎢ ⎥ 2 2 4 ⎣⎢ r + λ ⎥⎦
[ (
]
)
(
)
⎡ λ4 = − Tr 2δ µν − τ ν+ τ µ τ µ+ τ ν + 32 ∫ d 4 x ⎢ ⎢⎣ r 2 + λ2
{ [(
]
)
}
(
⎤ ⎥ 4 ⎥⎦
)
⎧ ⎡ ⎫ ⎤ λ4 ⎪ ⎢ ⎪ 4 ⎡ + + + ⎥ = ⎨− 2Tr τ µ τ µ − Tr τ ν τ µ τ µ τ ν + 32⎬∫ d x ⎢ 2 2 424 3 14 4244 3⎥ ⎪ ⎢⎣ 1 ⎪ ⎣⎢ r + λ Tr ( 4 I 2 ) Tr ( 4 ⋅ 4 ⋅ I 2 ) ⎦ ⎩ ⎭
(
)
(
)
⎡ λ4 = [−(16 − 32 ) + 32]∫ d x ⎢ 2 2 ⎣⎢ r + λ 4
= 48λ4 ∫
(r
1 2
)
2 4
+λ
(
(
⎤ ⎥ 4 ⎦⎥
)
r 3 sin 2 α sin θdrdαdθdϕ
92
⎤ ⎥ 4 ⎦⎥
)
)
∞
= 48λ4 ∫ 0
(r
r 3dr 2
+ λ2
π
π
2π
2 ∫0 sin αdα ∫0 sin θdθ ∫0 dϕ 14243 1 424 3{
)
4
π
2π
π
− cos θ 0 1 424 3
1
∫ 2 (1− cos 2α )dα
2
0 1 44 42444 3 π
1⎛ 1 ⎞ ⎜ α − sin 2 α ⎟ 2⎝ 2 ⎠0 14442444 3 π 2
∞
= 96π2λ4 ∫ 0
(r
r 3dr 2
+ λ2
)
4
misalkan:
r 2 = u → 2dr = du maka, ∞
S = 48π λ 2
4
udu
∫ (u + λ ) 0
2 4
integralkan secara parsial, diperoleh: ⎡ ⎤ ∞ ∞ ⎢ −u − du ⎥⎥ − = 48π 2 λ 4 ⎢ ∫0 3(u + λ 2 )3 ⎥ ⎢ 3(u + λ 2 )3 0 ⎢ 14243 ⎥ =0 ⎣ ⎦ ∞
⎤ ⎡1 −1 = 48π λ ⎢ ⋅ ⎥ 2 2 ⎣⎢ 3 2(u + λ ) ⎦⎥ 0 144 42444 3 2
4
1
6λ 4
= 8π 2 . Hasil ini sesuai dengan pers. (3.3.11), untuk Q = 1, yang menunjukkan solusi 1instanton.
93
C3.
Ekspresi self-dual dan antiself-dual
Dengan fungsi matriks gauge U pada pers. (3.5.6), berikut dihitung pernyataan eksplisit self-dual dan antiself-dualnya. Pertama pandang ekspresi berikut, • τ µν = τ µ τ ν+ − τ ν τ µ+
(C3.1)
dimana τ µν =
1 1 ∈µνρσ τ ρσ = ∈µνρσ (τ ρ+ τ σ − τ σ+ τ ρ ) =∈µνρσ τ ρ+ τ σ 2 2
(C3.2)
Untuk µ = 0; ν = 1, ruas kiri pers. (C3.2) memberikan: τ 0 τ1+ − τ1 τ 0+ = (σ 0 )(iσ1 ) + − (−iσ1 )(σ 0 ) + = 2iσ1
(C3.3)
sedangkan ruas kanan: ∈0123 τ +2 τ 3 + ∈0132 τ 3+ τ 2 = 2 ∈0123 τ +2 τ 3 = 2(iσ 2 )(−iσ 3 )
(C3.4)
= 2iσ1 Bandingkan pers. (C3.3) dengan (C3.4) diperoleh: τ µ τ ν+ − τ ν τ µ+ =
1 ∈µνρσ (τ ρ+ τ σ − τ σ+ τ ρ ) 2
(C3.5)
maka, τ µν = τ µ τ ν+ − τ ν τ µ+ → SELF − DUAL .
(C3.6)
Kemudian pandang ekspresi: • ~τµν = τ µ+ τ ν − τ ν+ τ µ
(C3.7)
dimana untuk µ = 0; ν = 1, ruas kanan dari persamaan di atas memberikan: τ 0+ τ1 − τ1+ τ 0 = (σ 0 ) + (−iσ1 ) − (iσ1 )(σ 0 ) = −2iσ1
(C3.8)
sehingga dengan membandingkan pers. (C3.3) dengan (C3.8) diperoleh: 1 τ µ+ τ ν − τ ν+ τ µ = − ∈µνρσ (τ ρ+ τ σ − τ σ+ τ ρ ) 2
(C3.9)
~τ = τ + τ − τ + τ → ANTISELF − DUAL . µν µ ν ν µ
(C3.10)
maka
94
C4.
Operator proyeksi
Operator proyeksi adalah operator yang dibangun dari matriks ortogonal yang jika dikerjakan terhadap basis-basisnya akan menghasilkan basis tersebut kembali. Secara umum matriks M = (m × n ),
m>n
(C4.1)
tidaklah ortonormal, yakni: 2
+ M M= M . 123
(C4.2)
n×n
Matriks ortonormal berkaitannya adalah: ˆ = M = M M −1 M M
(C4.3)
Ini dapat dilihat sebagai berikut: ˆ +M ˆ = (M M −1 ) + (M M −1 ) M −1
= M M+M M =M
−1
2
M M
−1
−1
(C4.4)
=I Sekarang dapat didefinisikan operator proyeksi sebagai berikut: ˆM ˆ + = (M M −1 )(M M −1 ) + P=M = MM
−1
M M+
−1
= MM
−2
M+
(C4.5)
2
= M ( M ) −1 M + = M (M + M ) −1 M +
Bila dikerjakan pada matriks M, kita peroleh: PM = M (M + M ) −1 M + M = MI = M
(C4.6)
sebagaimana disebutkan di atas. Karena operator proyeksi dibangun dari matriks ortonormal, maka ada n buah kolom/baris yang tidak nol, yang berarti bahwa rank dari P sama dengan n. Konsekuensinya: TrP = n.
95
DAFTAR PUSTAKA
[1]
A. Actor, Classical Solutions of SU(2) Yang-Mills Theories, Reviews of Modern Physics 51 (1979) 461.
[2]
A. A. Belavin, A. M. Polyakov, A. S. Schwartz dan Yu. S. Tyupkin, Pseudoparticle Solutions of the Yang-Mills Equations, Physics Letters B59
(1975) 85. [3]
A. S. Schwartz,
Regular Solution of Euclidean Yang-Mills Equation,
Physics Letters 67B (1977) 172. [4]
C. N. Yang dan R. L. Mills, Conservation of Isotopic Spin and Isotopic Gauge Invariance, Physical Review 96 (1954) 191.
[5]
C. Nohl, C. Rebbi dan R. Jackiw, Conformal Properties of Pseudoparticle Configuration, Physical Review D15 , (1977) 1642.
[6]
E. Corrigan, D.B. Fairlie, S. Templeton dan P. Goddard, A Green Function for the General Self-Dual Gauge Field, Nuclear Physics B140 (1978) 31.
[7]
E. Witten, Some Exact Multipseudoparticle Solutions of Classical YangMills Theory, Physical Review Letters 38 (1977) 121.
[8]
F. Gross, Relativistic Quantum Mechanics and Field Theory, Wiley, 1993.
[9]
G. ‘t Hooft, Symmetry Breaking through Bell-Jackiw Anomalies, Physical Review Letters 37 (1976) 8.
[10]
M. F. Atiyah, N. J. Hitchin, I. M. Singer, Deformation of Instanton, Proc. Nat. Acad. Sci. 74 (1977) 2662.
[11]
K. Huang, Quarks Leptons and Gauge Fields, World Scientific, 1982.
[12]
L.H. Ryder, Quantum Field Theory, Cambridge University Press, 1985.
[13]
M. F. Atiyah, N. J. Hitchin, V. G. Drinfeld dan Yu. I Manin, Construction of Instantons, Physics Letters A65 (1978) 185.
[14]
M. Guidry, Gauge Field Theories: An Introduction with Application, Wiley, 1980.
96
[15]
M. J. Slater, M. P. Mattis dan V. V. Khoze, The Instanton Hunter’s Guide to Supersymmetric SU(N) Gauge Theories, Nuclear Physics B536 (1998)
69 [arXiv:hep-th/9804009]. [16]
M. P. Mattis, N. Dorey, T. J. Hollowood dan V. V. Khoze, The Calculus of Many Instantons,
Physics Report 371 (2002) 231 [arXiv:hep-
th/0206063]. [17]
N. B. Pomeroy, Response to ‘Comments on the U(2) ADHM twoinstanton’, arXiv:hep-th/0307164.
[18]
N. B. Pomeroy, The U(N) ADHM Two-Instanton, Physics Letters B547 (2002) 85 [arXiv:hep-th/0203184].
[19]
N. H. Christ, E. J. Weinberg dan N. K. Stanton, General Self-Dual YangMills solutions, Physical Review D18 (1978) 2013.
[20]
P. Ramond, Field Theory : A Modern Primer, 2nd ed., Addison-Wesley, 1990.
[21]
R. Rajaraman, Solitons and Instantons, North-Holland, 1982.
97
98