IND DARI FINAL DRAFT Aug 30, 2015
[INSERT OFFICAL SEAL] Intended Nationally Determined Contribution Republik Indonesia Kontek Nasional Indonesia adalah negara demokrasi baru dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, dan saat ini memiliki generasi muda dan jumlah usia kerja terbesar dalam sejarah. Meskipun terus menerus selama beberapa dekade mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 11 %, sebagian dari populasi Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam tiga dekade mendatang, penduduk diperkirakan akan tumbuh sebesar 1% setiap tahun, dan mebutuhkan perluasan lapangan kerja. Untuk mengurangi kemiskinan, pemerintah mendorong pembangunan ekonomi yang diproyeksikan tumbuh rata-rata minimal 5 % per tahun, dengan harapan akan mengurangi angka kemiskinan hingga di bawah 4 % pada tahun 2025 . Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan dikenal secara internasional dengan Doktrin Kepulauan (Wawasan Nusantara), Indonesia memberlakukan visi maritim sebagai arahan kebijakan pembangunan dan strategi. Indonesia memiliki peran penting dalam mengatasi perubahan iklim global karena posisi penting geografis di global belt conveyor laut (sirkulasi thermohaline), dengan hutan hujan tropis yang luas, dan keanekaragaman hayati yang tinggi, nilai stok karbon tinggi serta untuk sumber energi, dan sumber daya mineral. Pada saat yang sama, Indonesia secara alami rentan terhadap bencana alam yang akan diperburuk oleh perubahan iklim terutama di daerah dataran rendah di seluruh nusantara. Oleh karena itu Indonesia memandang upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terpadu berbasis lahan dan laut sebagai pertimbangan strategis dan penting dalam mencapai ketahanan iklim pangan, air dan energi. Undang-Undang Dasar Indonesia, antara lain menyatakan bahwa "setiap orang berhak ... untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat". Dengan menyadari perubahan iklim telah menjadi kenyataan, Indonesia harus terus mencari keseimbangan antara prioritas pembangunan saat ini dan masa depan. Tujuan strategis pembangunan Indonesia, yang dikenal dengan Nawacita (atau Sembilan Agenda Prioritas), yang memetakan langkah mewujudkan perubahan jangka panjang yang berarti dan selaras dengan visi Indonesia sebagai negara berdaulat secara politik dan berkemandirian ekonomi serta mengakar dalam identitas budaya. Aspirasi Nawacita ini termasuk melindungi warga negara Indonesia, mendorong pembangunan daerah dan pedesaan, meningkatkan kualitas hidup bagi semua warga negara, serta meningkatkan produktivitas dan daya saing global. Tujuan ini konsisten dengan komitmen nasional untuk ketahanan perubahan iklim, di mana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang terintegrasi, prioritas lintas sektor dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Indonesia Intended Nationally Determined Contributions (INDC’s) menguraikan transisi menuju pembangunan ke masa depan yang rendah karbon dengan meningkatkan rencana upaya bidang lingkungan selama periode 2015-2019 yang akan meletakkan dasar untuk tujuan yang lebih ambisius setelah tahun 2020, sebagai kontribusi upaya global mencegah kenaikan suhu 1
global dibawah 20C. Untuk tahun 2020 dan seterusnya, Indonesia memandang ketahanan iklim negara kepulauan sebagai hasil dari strategi adaptasi dan mitigasi yang komprehensif serta pengurangan risiko bencana. Indonesia menetapkan tujuan yang ambisius untuk produksi pangan berkelanjutan, air dan energi melalui pemberdayaan manusia dan peningkatan kapasitas, meningkatkan penyediaan pelayanan dasar di bidang kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi, dan manajemen sumber daya alam yang berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Mitigasi Berdasarkan Komunikasi Nasional Kedua, tahun 2010, emisi gas rumah kaca Indonesia diprediksi sebesar 1.800 MtCO2e pada tahun 2005. Ini merupakan peningkatan dari 400 MtCO2e dibandingkan dengan tahun 2000. Sebagian besar emisi (63 %) berasal dari perubahan penggunaan lahan dan kebakaran gambut, dan sisanya dari pembakaran bahan bakar fosil yaitu sekitar 19 % dari total emisi. GRK yang berasal dari ekstraksi energi fosil dan menyebabkan emisi perubahan lahan juga menjadi perhatian publik. Baseline emisi Indonesia menggunakan BAU tahun 2010 berdasarkan data histori (2000-2010) memperkirakan bahwa emisi sektor energi meningkat dengan asumsi ketiadaan tindakan mitigasi. Pada tahun 2009 Indonesia secara sukarela berkomitmen menurunkan emisi sebesar 26 % dengan upaya sendiri, dan 41 % dengan dukungan internasional pada tahun 2020, dibanding skenario business as usual dengan pertumbuhan ekonomi 7 % pertahun. Setelah tahun 2020, Indonesia mempertimbangkan target yang lebih besar. Melanjutkan komitmen sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai instrumen hukum dan kebijakan, termasuk rencana aksi nasional penurunan gas rumah kaca, pengaturan tentang inventarisasi gas rumah kaca, dan rencana aksi nasional tentang adaptasi perubahan iklim. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk mengurangi emisi dari Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF) di sektor kehutanan, dengan menetapkan moratorium pembukaan hutan primer dan konversi lahan gambut selama periode 2010-2016. REDD + juga telah menjadi prioritas yang dilaksanakan melalui Demonstration Activities (DA) dan berbagai inisiatif sukarela di seluruh kawasan hutan nusantara. Indonesia akan melindungi hutan yang tersisa dengan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, mendukung restorasi ekosistem dan perhutanan sosial melalui partisipasi aktif dari sektor swasta, usaha kecil dan menengah dan masyarakat lokal, baik untuk tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan. Untuk mencapai target tersebut, seluas total 12,7 juta hektar kawasan hutan telah ditunjuk untuk perhutanan sosial, restorasi ekosistem, konservasi dan pemanfaatan secara lestari dengan mendorong partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok rentan, terutama masyarakat adat dan perempuan. Pada skala lanskap dengan penekanan fungsi ekosistem, peran yurisdiksi sub-nasional menjadi sangat penting untuk memastikan manfaat yang lebih besar, dan yang dapat bertahan lebih lama. Sumber energi belum digunakan secara efisien, karena harga pasar yang terus rendah akibat adanya subsidi pemerintah. Subsidi mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar di mana 2
pertumbuhan rata-rata konsumsi energi tahunan telah melampaui pertumbuhan rata-rata PDB tahunan. Untuk mengatasi beban di atas, Kebijakan pemerintah mentargetkan penggunaan energi campuran pada tahun 2025 yang setidaknya 23% berasal dari energi baru dan terbarukan. Indonesia juga telah menetapkan pengembangan sumber energi bersih menjadi kebijakan nasional. Secara kolektif , kebijakan ini akan menempatkan Indonesia pada jalur untuk de - karbonisasi . Berkaitan dengan sektor limbah, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 48 MtCO2e (skenario 26%) dan 78 MtCO2e (41% skenario) pada tahun 2020. Hal ini akan dicapai melalui pengembangan strategi yang komprehensif melalui kebijakan dan peningkatan kapasitas kelembagaan di tingkat lokal, dan meningkatkan kapasitas pengelolaan air limbah perkotaan, mengurangi timbunan sampah dengan mempromosikan pendekatan "Reduce, Reuse, Recycle", dan pemanfaatan limbah dan sampah untuk produksi energi. BAU baseline dikembangkan menggunakan proyeksi data historis dan pertumbuhan penduduk, serta perkiraan praktek pengelolaan sampah masa depan, seperti target MDG untuk pengolahan air limbah domestik, dan konsisten dengan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Indonesia berkomitmen kuat mengurangi emisi pada tahun 2020 dan seterusnya, melalui pembangunan yang komprehensif dan kebijakan yang koheren dengan penguatan kelembagaan, peningkatan mekanisme keuangan dan pendanaan, inovasi teknologi, dan pendekatan sosial-budaya. Berdasarkan data tingkat emisi yang terbaru yang tersedia, terindikasi penurunan emisi dengan upaya sendiri sebesar 29 % dari skenario business as usual pada tahun 2030. Pengalaman menunjukkan bahwa selanjutnya masih diperlukan konsolidasi metode dan sumber data, untuk menjamin tingkat akurasi dalam melaksanakan INDC, terutama untuk periode setelah 2020. Adaptasi Sebagai sebuah negara kepulauan dengan daerah dataran rendah yang luas, Indonesia sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Indonesia telah mengalami kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan, dan kemungkinan akan mengalami efek jangka panjang dari kenaikan permukaan air laut. Dengan pertambahan penduduk Indonesia, maka bencana alam yang disebabkan perubahan iklim akan berdampak lebih banyak pada manusia dan harta bendanya, sehingga akan lebih sulit untuk bangkit mengurangi kemiskinan. Diyakini bahwa perubahan iklim akan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, yang membentuk 80% dari kejadian bencana di Indonesia. Populasi masyarakat miskin dan terpinggirkan cenderung tinggal di daerah berisiko tinggi terhadap rawan banjir, tanah longsor, kenaikan permukaan air laut, dan kekurangan air dimusim kemarau. Sebagian besar daerah ini menjadi sasaran urbanisasi dengan sangat cepat, yaitu mencapai angka 50 % pada tahun 2010 Pemerintah Indonesia memandang konsep yang terintegrasi antara mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai upaya dalam membangun ketahanan dan pengamanan terhadap banjir, ketersediaan air, dan sumber energi, dan telah melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang terdiri dari kerangka kerja untuk inisiatif adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam Rencana Pembangunan Nasional. Dengan pemahaman bahwa membangun ketahanan 3
membutuhkan proses yang panjang, biaya adaptasi perubahan iklim Indonesia akan terus bertambah. Oleh karena itu, tujuan adaptasi Indonesia adalah untuk mempertahankan ekonomi nasional yang kuat, untuk menjamin keamanan pangan, serta untuk melindungi mata pencaharian dan kesejahteraan rakyat dengan membangun ketahanan bagi masyarakat yang terkena dampak serta ketahanan sektor. Tindakan adaptasi akan diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kapasitas ketahanan dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan ancaman yang signifikan bagi sumber daya alam Indonesia, yang pada gilirannya akan berdampak pada produksi dan distribusi pangan, air, dan energi. Untuk mengurangi kerentanan dimaksud, Indonesia harus memperkuat kapasitas secara menyeluruh dengan membangun ketahanan ekonomi, sosial, mata pencaharian, tataruang dan manajemen ekosistem. Kegiatan adaptasi setelah 2020 akan menjadi prioritas meliputi sektor pertanian, air, ketahanan energi, kehutanan, kelautan dan perikanan, kesehatan, pelayanan publik dan infrastruktur serta sistem perkotaan. Indonesia juga berkomitmen mengembangkan kebijakan yang konvergen antara adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. Proses Perencanaan Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang kuat melalui pengembangan kelembagaan dengan membentuk Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim yang baru dibawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan Peraturan Presiden No 16 tahun 2015, bertugas sebagai Nasional Focal Point untuk Konvensi Party (COP) dari the United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC). Dalam rangka mengefektifkan koordinasi hasil-hasil dan proses dari berbagai sektor dan parapihak maka Kementerian menetapkan Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim tingkat Nasional sebagai badan ad -hoc. Dalam rangka memperkuat kapasitas kelembagaan tersebut Indonesia telah memiliki instrumen hukum yang tepat, seperti instrumen hukum bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan dan pemanfaatan ruang, energi, dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil. Selain instrumen hukum, Indonesia memiliki kerangka regulasi khusus pada mitigasi perubahan iklim dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN - API) sebagai kerangka referensi untuk inisiatif adaptasi dan telah diarusutamakan ke dalam Rencana Pembangunan Nasional. Dalam penyusunan INDC, Pemerintah Indonesia telah melakukan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan yang mewakili akademisi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil melalui lokakarya dan konsultasi di tingkat nasional dan lokal. Penyusunan INDC juga telah mempertimbangkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) untuk periode setelah 2015 khususnya sebagai berikut: • • • •
Tindakan segera untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya Pengentasan kemiskinan Ketahanan pangan dan pertanian yang berkelanjutan Kesetaraan gender 4
• • • • • • •
Ketersediaan air dan manajemen air Akses dan keterjangkauan, serta kehandalan energi untuk semua Keberlanjutan, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif Ketahanan infrastruktur Pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan Konservasi dan pemanfaatan laut, sumber daya kelautan yang berkelanjutan Melindungi, memulihkan dan mempromosikan pemanfaatan ekosistem darat, mengelola hutan secara lestari, memerangi penggurunan, dan menghentikan dan memulihkan degradasi lahan dan menurunkan hilangnya keanekaragaman hayati.
Pendekatan Strategis Indonesia memerlukan rencana yang komprehensif dan menyeluruh yang secara efektif dapat menerapkan pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, dengan mengambil manfaat dari kearifan lokal masyarakat adat. Oleh karena itu, pendekatan strategis INDC di Indonesia didasarkan pula pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: •
•
•
•
Pendekatan tataruang: Menyadari bahwa adaptasi perubahan iklim dan upaya mitigasi bersifat lintas sektor, dan secara alami Indonesia mengambil pendekatan berbasis tataruang yang meliputi ekosistem darat, pesisir dan laut secara terpadu. Mempromosikan best practices yang sudah ada: Memahami langkah signifikan upaya para-pihak dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Indonesia akan meningkatkan upaya-upaya inovatif yang ada di pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. Pengarusutamaan agenda iklim kedalam perencanaan pembangunan: Menyadari pentingnya pengintegrasian perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang serta proses penganggaran, Indonesia akan memasukkan indikator perubahan iklim sebagai kunci penetapan sasaran program pembangunan Mempromosikan ketahanan iklim untuk pangan, air dan energi: Memahami pemenuhan perkembangan kebutuhan generasi muda terhadap pangan, air dan energi. Oleh karenanya, Indonesia akan meningkatkan manajemen sumber daya alam untuk meningkatkan ketahanan iklim dengan melindungi dan memulihkan ekosistem utama, yaitu ekosistem darat, pesisir dan ekosistem laut.
Selama periode 2007-2014, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengalokasikan dana total sebesar 17.48 milyar USD untuk adaptasi, mitigasi perubahan iklim dan kegiatan pendukung. Indonesia akan terus memberikan pendanaan untuk pelaksanaan upaya perubahan iklim dan merencanaan dana sebesar 55.01 milyar USD untuk periode 20152019. Indonesia akan terus mengamankan anggaran nasional untuk pelaksanaan mitigasi dan adaptasi untuk periode 2020-2030. Dalam rangka pertanggungjawaban yang konsisten dan kredibel sesuai perspektif MRV, Indonesia tengah membangun platform nasional sistem akuntansi GRK. Verifikasi akan dilakukan oleh Komisi Inventarisasi GRK Nasional dan Registry Nasional, sebuah badan independen yang menangani MRV nasional. 5
Komitmen Indonesia menuju masa depan yang rendah karbon dijelaskan dengan meningkatkan dan menempatkan kondisi pemungkin yang diperlukan pada periode 2015-2019, yang selanjutnya menjadi landasan untuk mencapai target yang lebih ambisius setelah tahun 2020. Ini akan memberikan kesempatan untuk membangun tindakan yang koheren di tingkat nasional, dengan penekanan khusus pada penelitian, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan, dan kerjasama internasional. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 sebagai landasan hukum untuk mendukung strategi dan implementasi periode 2015-2019, yang akan berfungsi sebagai kondisi pemungkin untuk kebijakan jangka panjang tahun 2020 dan seterusnya. Namun, untuk mencapai tujuan kebijakan jangka panjang, harmonisasi hukum secara komprehensif terkait perubahan iklim dipandang penting dalam menghadapi tantangan berat mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Informasi untuk Memberi Kejelasan, Transparansi dan Pemahaman Pengurangan dengan Upaya Sendiri
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan upaya sendiri sebesar 26 % pada tahun 2020 berdasarkan skenario business as usual. Komitmen atas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memulai komitmen yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi setelah tahun 2020 dan menetapkan rencana pengurangan emisi berdasarkan bukti yang sudah dilakukan dengan pendekatan yang inklusif. Komitmen ini akan dilaksanakan melalui penyempurnaan sistem penggunaan lahan dan pengelolaan pemanfaatan ruang, konservasi energi dan penggunaan energi terbarukan, serta perbaikan pengelolaan limbah. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 29 % pada tahun 2030 berdasarkan skenario business as usual.
Penurunan Bersyarat
Target pengurangan tanpa syarat di Indonesia tersebut di atas seharusnya mendapat dukungan dari kerjasama internasional, sehingga membantu Indonesia mencapai total target pengurangan sebesar 41 %. Komitmen tersebut telah dibuktikan, antara inisiatif mitigasi di berbagai sektor, dan dalam pengembangan REDD + sejak 2007 telah dilakukan kerjasama bilateral internasional yang secara akan memberikan kontribusi pengurangan emisi pada LULUCF. Komitmen Indonesia sampai tahun 2020 dan seterusnya, dalam hal tambahan target penurunan emisi sebesar 15 % tergantung dari kesepakatan global, melalui kerjasama bilateral, transfer teknologi, pembayaran melalui mekanisme kinerja, kerjasama teknis, dan akses terhadap sumber dana.
Jenis
Pengurangan emisi relatif terhadap scenario Business As Usual
Luasan
Dalam tataruang nasional dengan pendekatan fungsi ekosistem, baik untuk upaya adaptasi maupun mitigasi dengan memanfaatkan kapasitas dan yurisdiksi subnasional.
6
Cakupan
Carbon Dioxide (CO2) Methane (CH4) Nitrous Oxide (N2O) Hydrofluorocarbons (HFCs) Perfluorocarbons (PFCs) Sulfur hexafluoride (SF6)
Baseline
Skenario BAU proyeksi emisi dimulai tahun 2010 berdasarkan data (20002010), dan diperkirakan ke depan emisi sektor energi akan meningkat dengan tidak adanya tindakan mitigasi.
Pendanaan
Selama priode 2020-2030 lndonesia akan terus menyediakan sumber pendananaan nasional untuk implementasi mitigasi. Perkiraan awal dana yang dibutuhkan untuk scenario upaya sendiri akan menghabiskan setidaknya sebesar 12.98 milyar USD sampai tahun 2030. Untuk mencapai target penurunan emisi sampai 41%, dibutuhkan tambahan dana setidaknya sebesaruntuk adaptasi, mitigasi perubahan iklim dan kegiatan pen 5.92 milyar USD. Berkenaan dengan kegiatan adaptasi, Indonesia akan menentukan jumlah dana yang dibutuhkan sampai tahun 2020 dan seterusnya, berdasarkan analisa kebutuhan kebutuhan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
Wajar dan Ambisius
Pada periode tahun 2010-2015, tingkat pertumbuhan PDB Indonesia melambat yaitu diantara 6,2-6,5 % per tahun menjadi hanya 4,0 % (kuartal pertama 2015). Jumlah penduduk meningkat rata-rata 1,49 % selama periode 2000-2010, yang menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan permintaan energi, pangan, dan mata pencaharian. Pada saat yang sama, pengentasan kemiskinan tetap menjadi tantangan bagi lndonesia dengan 10,96 % dari populasi di tahun 2014 masih hidup dibawah garis kemiskinan, sementara tingkat pengangguran sekitar 5,9 %. Meskipun menjadi tantangan umum untuk negara-negara berkembang lainnya, Indonesia berkomitmen untuk transisi jalur perkembangannya saat ini menuju ketahanan iklim dalam pendekatan bertahap . Jalur menuju de karbonisasi ekonomi akan sepenuhnya diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia untuk periode 20192024
Perspektif Kelompok Rentan, termasuk Gender dan Komunitas Adat
Kebijakan dan langkah mendorong partisipasi kelompok yang paling rentan, termasuk komunitas adat, orang miskin, dan perempuan, agar langkah-langkah implementasi dilakukan secara efektif, dan memberikan manfaat yang berkeadilan bagi seluruh warga negara.
Ukuran yang Digunakan
Global Warming Potential (GWP) dalam skala waktu 100 tahun sesuai IPCC's 4th Assessment Report.
7
Metodologi untuk Estimasi Emisi
Inventarisasi mengikuti pedoman IPCC tahun 2006 untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca National dan IPCC GPG untuk LULUCF. Emisi dari sektor berbasis lahan dalam INDC ini diperkirakan dengan menggunakan IPCC tahun 2006 dengan pendekatan perbedaan perbedaan stock dengan faktor emisi nasional. Emisi bawah tanah dari dekomposisi gambut dan gambut yang terbakar telah dimasukkan dalam perhitungan ini. Akuntansi karbon untuk kebakaran gambut sangat dipengaruhi oleh fenomina iklim. Semua data mengacu pada Sistem Inventarisasi Nasional Gas Rumah Kaca (SIGN SMART), UNFCCC Biennial Update Report (BUR), dan dokumen FREL-REDD+.
Baseline
Asumsi yang digunakan untuk proyeksi baseline dan skenario kebijakan untuk periode 2020-2030 adalah: • Pertumbuhan ekonomi jangka panjang masih akan dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang tidak efektif dan ketidak pastian lahan serta konsumsi energi yang tidak efisien, dan keterbatasan infrastruktur perhubungan kepulauan nusantara. • GDP per kapita, pertumbuhan penduduk, intensitas energi, dan nilai tambah dipengaruh oleh perilaku dinamis dari masing-masing sektor dan ekonomi secara keseluruhan. • Proyeksi baseline emisi dari energi akan meningkat termasuk peningkatan penggunaan batubara dalam negeri. • Skenario Kebijakan setelah tahun 2020 di sektor energi mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 20152024 dan Kebijakan Energi Nasional (KEN) • Tidak ada perubahan dari kategori penggunaan lahan lainnya menjadi kategori hutan primer . • Tidak ada perubahan dari tanah mineral menjadi gambut dan sebaliknya • Jangka kapasitas produksi sektor industri dibatasi hingga 20 tahun. • Untuk perhitungan sektor limbah dibagi kedalam limbah padat domestik, serta limbah cair domestik dan industry. • Skenario kebijakan teknologi mitigasi terbatas pada teknologi komersial dalam periode proyeksi. • Faktor emisi untuk semua sektor diasumsikan konstan sepanjang periode proyeksi.
Measurable, Reportable, Verifiable (MRV)
Indonesia berkomitmen untuk melaporkan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor secara periodic yang meliputi upaya pengurangan emisi dan hasil kepada Sekretariat UNFCCC. Indonesia saat ini sedang mempersiapkan Laporan Komunikasi Nasional Ketiga (TNC) untuk dilaksanakan pada tahun 2016. kewajiban Indonesia lainnya yaitu untuk persiapan laporan Biennial Update Report (BUR). Menurut perjanjian terbaru UNFCCC Indonesia akan melaporkan tindakan mitigasi yang meliputi REDD + dan inisiatif non - REDD +, serta kegiatan potensial lainnya.
Cakupan Sektor/Kategori 1. Energi 8
Sumber
2. 3. 4. 5.
Industri Pengolahan dan Industri Barang Jadi Pertanian Land-use, Land-use Change and Forestry Limbah
Indonesia menganggap sumber emisi maritim akan menjadi penting pada tahun 2020 dan seterusnya. Mekanisme Pasar Internasional
Indonesia akan memenuhi komitmen dengan upaya sendiri yang tidak tergantung dari keberadaan mekanisme pasar internasional. Untuk memenuhi komitmen bersyarat, Indonesia mendukung sepenuhnya mekanisme pasar bilateral, regional dan internasional yang dipercepat dengan transfer teknologi, pembayaran berbasis kinerja, kerjasama teknis, dan akses pada sumberdana untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia, yang selanjutnya menuju kepada ketahanan iklim masa depan.
Disclaimer Laporan ini berdasarkan informasi terbaru dan analisa yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Indonesia berhak untuk mengubah, mengedit, serta membuat penyesuaian lebih lanjut terhadap dokumen ketika informasi tambahan telah tersedia, termasuk hasil evaluasi inisiatif baru.
9
Lampiran 1. Strategi Ketahan Iklim Indonesia Pendahuluan Pemerintah Indonesia menganggap upaya mitigasi dan adaptasi iklim sebagai konsep yang terintegrasi dan penting untuk membangun ketahanan pangan, air dan sumber daya energi. Indonesia juga memandang konsep pembangunan menuju ketahanan iklim konsisten dengan upaya yang berkontribusi pada upaya global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Agenda global ini akan diaktualisasikan dalam konteks geografi kepulauan Indonesia yang unik, dan dalam posisinya dalam belt conveyor laut dunia (sirkulasi termohalin), serta dengan hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan nilai stok karbon tinggi. Indonesia juga merupakan negara demokrasi yang baru dan negara terpadat keempat di dunia, dengan generasi muda usia kerja terbesar dalam sejarahnya. Sebagai negara kepulauan dengan dataran rendah yang luas dan pulau-pupau kecil, Indonesia sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Indonesia telah mengalami kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan, dan juga mengantisipasi dampak jangka panjang dari kenaikan permukaan laut. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Indonesia, perubahan iklim dan termasuk bencana alam akan mempengaruhi sebagian besar pendudukdan asetnya, sehingga mempersulit keluar dari kemiskinan. Perubahan iklim diyakini meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, yang membentuk 80% dari kejadian bencana di Indonesia. Populasi yang paling miskin dan terpinggirkan cenderung tinggal di daerah berisiko tinggi yang rawan banjir, tanah longsor, kenaikan permukaan laut, dan kekurangan air selama musim kemarau. Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia , Indonesia menghadapi risiko tinggi genangan pesisir dan kenaikan muka air laut yang dapat mempengaruhi hingga 42 juta orang yang tinggal di wilayah pesisir dataran rendah. Sebagian besar daerah ini merupakan wilayah urbanisasi yang cepat, mencapai 50 % pada tahun 2010. Kerentanan wilayah pesisir di Indonesia juga dipengaruhi oleh laju deforestasi dan degradasi hutan. Hilangnya ekosistem hutan menyebabkan hilangnya jasa lingkungan penting berupa daerah yang menjadi resapan air, mencegah erosi dan banjir, dan konservasi keanekaragaman hayati. Agar Indonesia dapat mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim, maka harus memperkuat ketahanan iklim tersebut dengan mengintegrasikan upaya adaptasi dan mitigasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Tindakan Prioritas untuk Ketahanan Iklim Pada tahun 2010 Pemerintah Indonesia berjanji untuk mengurangi emisi sebesar 26 % (41 % dengan dukungan internasional) pada tahun 2020 terhadap skenario business as usual. 10
Pemerintahan saat ini, di bawah Presiden Joko Widodo, telah menetapkan tindakan prioritas dalam Nawacita nasional (Sembilan Agenda Prioritas), yaitu melindungi warga negara di Indonesia, membangun dari pinggiran, meningkatkan kualitas hidup, serta meningkatkan produktivitas dan daya saing global. Misi utama ini konsisten dengan komitmen nasional pembangunan dengan ketahanan iklim, di mana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim merupakan suatu prioritas terpadu dan lintas sektoral dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Berikut ini adalah pengembangan aksi prioritas dalam tahun 2015-2019 yang sepenuhnya diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia pada tahun 2020. Kondisi Pemungkin untuk ketahanan iklim Ketahanan iklim Indonesia dikembangkan dengan membangun fondasi yang kuat didasarkan pada kondisi pemungkin sebagai berikut : • Kepastian perencanaan ruang dan penggunaan lahan • Kepastian Tenurial • Ketersediaan pangan • Ketersediaan air • Energi terbarukan Ketahanan Ekonomi Perubahan iklim merupakan ancaman yang signifikan bagi sumber daya alam Indonesia yang pada gilirannya akan berdampak pada produksi dan distribusi makanan, air dan energi. Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap sumber daya Indonesia yang terbatas. Untuk itu, Indonesia membangun sistem ketahanan pangan, air dan energi melalui tindakan sebagai berikut : • Pertanian dan tanaman yang lestari • Pengelolaan terpadu daerah aliran sungai • Mengurangi laju kerusakan hutan (deforestasi dan degradasi) • Mengurangi konversi hutan • Penggunaan lahan terlantar untuk energi terbarukan • Meningkatkan efisiensi energi dan pola konsumsi Ketahanan sosial dan Mata Pencaharian Dampak perubahan iklim akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari semua penduduk Indonesia, tapi berakibat paling parah bagi populasi yang paling rentan. Perubahan iklim yang membawa bencana alam berdampak lebih banyak pada penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, mencegah akumulasi aset. Kenaikan harga pangan, air dan energi harga, yang sering disebabkan kekeringan, banjir, dan bencana lainnya, akan menyebabkan orang miskin semakin miskin. Disparitas sosial-ekonomi berpotensi memberikan kontribusi untuk ketidakstabilan politik, terutama di daerah yang paling parah terkena dampak perubahan iklim. Untuk mencegah berlanjutnya disparitas, Indonesia akan membangun ketahanan sosial melalui langkah berikut : 11
• • • • • •
Meningkatkan kemampuan adaptif dengan mengembangkan sistem peringatan dini, kampanye kesadaran masyarakat secara luas, dan program kesehatan masyarakat; Pengembangan kapasitas masyarakat dan partisipasi dalam proses perencanaan daerah, untuk menjamin akses pada sumber daya alam; Meningkatkan program kesiagaan bencana untuk mengurangi risiko bencana alam; Identifikasi daerah sangat rentan dalam upaya perencanaan tata ruang dan pemanfaatan lahan setempat. Pembangunan pemukiman, penyediaan pelayanan dasar, dan pembangunan infrastruktur yang tahan iklim Mencegah dan mencari solusi konflik
Ketahanan ekosistem dan tataruang Sebagai negara kepulauan dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi, dan dengan keragaman ekosistem dan, Indonesia menyediakan berbagai jasa lingkungan seperti perlindungan DAS, penyerapan karbon, pengurangan risiko bencana, dll. Dalam rangka untuk membangun ketahanan iklim, Indonesia harus dapat melindungi dan mempertahankan jasa lingkungan dengan mengambil pendekatan berbasis tataruang yang terpadu, dalam mengelola ekosistem darat, pesisir, dan laut. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk mendukung ketahanan ekosistem dan tataruang: • Restorasi ekosistem • Perhutanan Sosial • Perlindungan kawasan pantai • Pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terpadu • Ketahanan iklim kota.
12
Annex 2. Contribution-based References 1. Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. ISBN 978-602-9462-04-3. 2. Badan Litbang Peranian. 2011. Road Map Strategi Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. ISBN 978-602-9462-03-6. 3. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Present Status Litbang Kelautan dan Perikanan dalam Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim. Bahan Masukan untuk INDC presented on August 28th, 2015, Jakarta, Indonesia.. 4. Bappenas. 2011. Guideline for implementing GHG emission reduction action plan. 5. Bappenas. 2013. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API)(: Laporan Sintesis. Bappenas—KLH-DNPI dan BMKG) 6. Bappenas. RPJMN 2015-2019. 7. BNPB. 2014. 80 Persen http://www.ekuatorial.cm/
bencana
di
Indonesia
akibat
prubahan
iklim.
8. BPS. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.(Indonesia Population Projection 2010-2035).Bappenas-BPS-UNFPA. http://bappenas.go.id/berita-dan-siaranpers/kegiatan-utama/p/ 9. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2015. Strategi adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Bahan presentasi KKP di hadapan Dewan Pengarah Perubahan Iklim Tingkat Nasional, tanggal 28 Agustus 2015. 10. Departemen Kehutanan. 2007. Banjir dan Tanah Longsor. ISBN 978-979-606-091-7 11. Edvin Aldrian, Mimin Karmini, dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara. BMKG 12. FORCLIME. 2015. Recommendations and Key Messages for the Indonesian FREL Discussions. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia. 13. GOI. 2015. Key points for the Intended National Determined Contribution (INDC) of Indonesia. Directorate General of Climate Change under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Dialog on INDC, August 12th, 2015. Jakarta. Indonesia.
13
14. GOI. 2015. Action Plan to Address Impact of Climate Change in Marine Affairs and Fisheries. Research and Development Agency under the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. Contributing draft to INDC. 15. GOI. 2015. Approach and Policy Support to Achieve the INDC of Indonesia. The State Ministry of National Development Planning. Presentation at the National Dialogg on INDC, August 12, 2015. Jakarta. Indonesia 16. GOI. 2014. Blue Print on ONE DATA for Sustainable Development. The Presidential Unit for Monitoring and Control of Development. Contributing draft to INDC. 17. GOI. 2015. Climate Change Adaptation for the marine Affairs and Fisheries Sector. Subdirectorate of Ecological Disaster and Climate Change Adaptation under the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. Contributing draft to INDC. 18. GOI. 2015. Environmental Pollution Management to Contribute Carbon Emissions Reduction. Directorate General of Environmental Pollution and Degradation Control under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Dialog on INDC, August 12, 2015, Jakarta, Indonesia. 19. GOI. 2015. Focused Group Discussion on Consolidated Draft of INDC’s Indonesia. Rapportour. August 29th, 2015. Jakarta. Indonesia. 20. GOI. 2015. Implementation of One Map Policy. The Deputy of Coordination of Infrastructure and Regional Development under the Coordinating Ministry of Economic Affairs. Presentation at the National Dialog on INDC, August 12, 2015, Jakarta, Indonesia. 21. GOI. 2015. Indonesia National Carbon Accounting System (INCAS): Support for MRV REDD+ and Credible FREL. Research, Development and Innovation Agency under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia. 22. GOI. 2015. Intended Nationally Determined Contribution of the Republic of Indonesia. The State Ministry of National Development Planning. 23. GOI. 2015. Land Based Adaptation and Mitigation of the Climate Change. Adaptation and Mitigation Working group under the Steering Council of Climate Change, The Ministry of Environment and Forestry. Contributing draft to INDC. 24. GOI. 2015. MRV of the National and Regional Action Plan on Greenhouse Gases Emissions Reduction. Directorate of Environment under the State Ministry of National Development Planning. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 10, 2015, Jakarta, Indonesia. 25. GOI. 2015. MRV for Indonesia’s INDC. Waste Management Working Group of the Steering Council of Climate Change under the Ministry of Environment and Forestry. MRV Working Group contribution. 14
26. GOI. 2015. Public Dialog on FREL, MRV, INDC. Rapportour. August 27 th, 2015, Jakarta, Indonesia. 27. GOI. 2015. Public Dialog on FREL, MRV, INDC. Dialog Rapportours. August 7 th, 10th, 12th, 27th, 2015. Jakarta, Indonesia. 28. GOI. 2015. Preparation of Forest Reference Emission Level (FREL) of Indonesia. Directorate of Forest Resources Inventory and Monitoring under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia. 29. GOI. 2015. Projection of Forest Emission. Directorate General of Forestry Planning and Environmental Management under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia. 30. GOI. 2015. Results (rapportour) of public dialog on INDCs development organized by the Ministry of Environment and Forestry on 20 August 2015. 31. GOI. 2015. Status of MRV of Forestry Sector. Directorate General of Forestry Planning and Environmental Management under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 10, 2015, Jakarta, Indonesia. 32. GOI. 2015. Waste Management Program Planning to Support Indonesia INDC. Waste Management Working Group of the Steering Council of Climate Change under the Ministry of Environment and Forestry. Presentation at the National Dialog on INDC, August 12, 2015, Jakarta, Indonesia. 33. GOI. 2015. Working Group 2-5 Focused Group Discussions Rapportours. August 3 rd, 18th, 21st, 24th, 25th, 27th, Jakarta, Indonesia. 34. Indonesia Energy Council. 2015. Toward CCS Development and Deployment: Associated Key Issues and Key Elements under the UNFCCC Decisions and Its Experts Meetings. Presentation at Indonesia CCS Workshop: The Role of CCS as Low-Carbon Energy Technology to Achieve Low Carbon Development Path, February 17-18, 2015, Jakarta, Indonesia. 35. Institute for Sustainable Development and International Relations and Sustainable Development Solutions Network, The. 2014. Pathways to Deep Decarbonization. Sustainable Development Solutions Network (SDSN) and Institute for Sustainable Development and International Relations (IDDRI). Indonesian chapter pp. 129-138. 36. Institute for Essential Service Reform (IESR). 2015. Laporan Diskusi Ahli: Pro-poor INDC. Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia. 20 Februari 2015. www.iesr.or.id
15
37. International Fund for Agricultural Development ( IFAD). 2015. Rural poverty in Indonesia. url: http://www.ruralpovertyportal.org/country/home/tags/indonesia Downloaded 29 August 2015. 38. Jokowi Jusuf Kalla. 2014. Jalan Perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Visi, misi dan program aksi. URL: http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf. Downloaded: 29 Agustus 2015. 39. Kelompok Kerja Energi. 2015. Naskah Konsep Penurunan Emisi sektor Energi untuk usulan INDC Indonesia. Concept Paper Kelompok Kerja Energi. Dewan Pengarah Perubahan Iklim. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 40. Maizal Walfajri dan Margareta E Kharismawati. 2015. Proyeksi Ekonomi: BI memangkas lagi proyeksi ekonomi 2015. URL: http://nasional.kontan.co.id/news/bi-memangkas-lagiproyeksi-ekonomi-2015. di download 29 Agustus 2015. 41. Mardiastuti, Ani. 2012. The Role of UN-REDD in the Development of REDD+ Readiness in Indonesia. UNREDD Programme Indonesia. 42. Mangrove for the Future (MFF) Indonesia. 201?. National Strategy and Action Plan: Indonesia 2012-2015. http://www.mangrovesforthefuture.org/assets/Repository/Documents/MFF-IndonesiaNSAP-2012.pdf 43. Ministry of Environment, Republic of Indonesia. 2010. Indonesia Second National Communication Under the UNFCCC. Jakarta. 44. Mochamad, Ari. 2013. Merespon Ancaman Perubahan Iklim: Adaptasi sebuah pilihan yang mendesak dan prioritas. Dewan nasional Perubahan Iklim. 45. National Centre for NAMA Development. 2012. Development of the Indonesian NAMAs Framework, The. Final Report for Bappenas supported by the Deutsche Gasellschaft fur Internationale Zussammenarbeit (GIZ) GmbH and Agence Francaise de Developpment (AFD), Jakarta, Indonesia. 46. Open Working Group for Sustainable Development. 2014. Post-2015 Sustainable Development Goals. UN General Assembly. 47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. 48. Peraturan Presiden 16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 49. Pokja Limbah, 2015. Perencanaan Program Pengelolaan Limbah dan Kaitannya dengan RAN GRK dan Penetapan INDC (Intended Nationally determined Contribution) di Indonesia. Dewan Pengarah Perubahan Iklim. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
16
50. Research Center for Climate Change. 2015. Forest and Non-Forest Emissions: Research and Knowledge Sharing. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia. 51. Rusli, Yetti. Statement by Indonesia “Implementing Best Practices of Sustainable Forestry for Scaling up Efforts of Climate Change Mitigation and Adaptation; UNDCCC The 2nd ADP Workshop Workstream 2”, Bonn, Germany, 1st May. 2013 http://unfccc.int/files/bodies/awg/application/pdf/indonesia_yetti_final_intervention_adp2_ ws2_2013.pdf; http://unfccc.int/files/meetings/bonn_apr_2013/application/pdf/ws2_workshop_programm e_landuse.pdf 52. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan N0. 145/2015 tentang Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim Tingkat Nasional. 53. Sari, Agus P. 2015. Post-Transition Structure of REDD+ Financing Instrument. Contributing draft to INDC. 54. Sekretariat RAN GRK, Bappenas. 2015. Hasil kaji ulang dan penyusunan INDC. Draft INDC 8 Juli 2015. URL: http://ranradgrk.bappenas.go.id/rangrk/component/content/article/92-bahasa/informasisektoral/193-hasil-indc Sekretariat RAN GRK, Bappenas. 2015. Hasil kaji ulang dan penyusunan INDC. Draft INDC 8 Juli 2015. URL: http://ranradgrk.bappenas.go.id/rangrk/component/content/article/92-bahasa/informasisektoral/193-hasil-indc 55. Tim Teknis Pengendalian Perubahan Iklim. 2015. Kelembagaan, Program dan Aset Eks Badan Pengelola REDD+ (Laporan Interim). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 56. Wardojo, Wahyudi. 2015. Masukan untuk Draft INDC. The Nature Conservation. Jakarta. Indonesia. 57. WG energy meeting reports. 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta. Indonesia. 58. Woro S Sulistyaningrum. 2013. Masterplan percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan Indonesia (MP3KI). Bappenas.Bahan presentasi. URL: http://www.p2kp.org/warta/files/MP3KI-PNPM%20Perkotaan_Bappenas.pdf. Downloaded 29 Agustus 2015. 59. World Resources Institute Indonesia. 2015. Data Integrity in Land Based Emissions Accounting for FREL. Presentation at the National Planning and Implementation Coordination of Climate Change, August 7, 2015, Jakarta, Indonesia 60. Yuwono, Arief. 2015. Industri Kelapa Sawit Ramah Lingkungan. Bahan Presentasi dialog Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, August 7, 2015. 17