Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
Makalah Utama 4
Inovasi Teknologi Perbanyakan In Vitro dan Kultur Meristem Mendukung Tersedianya Bibit Bermutu Anggrek Secara Berkelanjutan Budi Winarto Balai Penelitian Tanaman Hias Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253, Jawa Barat
ABSTRAK. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam anggrek yang besar, namun pemanfaatan dan pengembangannya belum maksimal. Dampaknya produk-produk anggrek luar negeri (khususnya bibit berkualitas) banyak mendominasi kegiatan agribisnis anggrek di Indonesia. Kondisi ini harus disikapi dan diupayakan solusi terbaiknya agar kemajuan agribisnis anggrek berbasis produk-produk dalam negeri dapat berkembang lebih baik. Inovasi teknologi perbanyakan in vitro dan kultur meristem merupakan solusi terbaik untuk mengurangi dominasi produk luar negeri yang ada di Indonesia dan menngantikannya dengan produk Nasional. Pengembangan inovasi teknologi perbanyakan in vitro pada Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan jenis anggrek dalam mendukung tersedianya bibit bermutu anggrek secara berkelanjutan, dalam jumlah yang besar, stabil, seragam dalam waktu yang singkat telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat ini. Berbagai inovasi teknologi perbanyakan cepat anggrek via aplikasi teknologi kultur jaringan yang telah dikembangkan meliputi: induksi dan proliferasi tunas aksiler dan adventif, induksi dan proliferasi kalus organogenik dan embriogenik dalam bentuk protocorm-like body (plb) dan embrio. Sejak tahun 2010 aplikasi bioreactor dalam perbanyakan bibit anggrek berkualitas sudah berhasil diaplikasikan dan mulai tahun 2012 pengembangan kultur meristem untuk mendapatkan bibit anggrek yang berkualitas, stabil, seragam dan bebas virus dikembangkan di Balithi. Inovasi teknologi kultur in vitro tersebut diharapkan dapat menjadi motor penggerak yang optimal dalam penyediaan bibit anggrek berkualitas yang berkelanjutan dan tumbuhnya perusahaan bibit anggrek di Indonesia. Kemudian kerjasama yang baik seluruh pelaku agribisnis anggrek dan pemerintah juga sangat diperlukan untuk membantu mewujudkan tujuan mulia tersebut. Kata kunci: Kultur jaringan, bibit berkualitas, kultur meristem dan anggrek ABSTRACT. Budi Winarto dan Fitri Rachmawati (2012) Technology Innovations of In Vitro Propagation and Meristem Culture to Support Sustainability of the Availability of Qualified-Orchid Seedlings. Indonesia is a country with big orchid genetic resources, however the resources are not utilized and developed optimally yet. The condition cause orchid products from developed-countries, especially qualified-seedling easily come to and dominate in Indonesian orchid agribusiness. The situation has to be a serious attention and looked for its best solution in order to support and keep the Indonesian orchid agribusiness in national, regional and global competition. Innovation of technology in in vitro mass propagation and meristem culture is the best alternative solution to reduce the domination of orchid developedcountry products in Indonesia and substitute them with National products. Development of technology innovations on in vitro mass propagation of Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda and other orchids in conjunction to support the availability of sustainability qualified-orchid seedlings, in high number, stable, homogene in shorter period was carried out by Indonesian Ornamental Crop Research Institute since several years ago till now. Several technology 41
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
innovations on in vitro mass propagation via tissue culture technology developed such as induction and proliferation of axillary and adventitious shoots, induction and proliferation of organogenic and embryogenic callus directly or indirectly in form of protocorm-like body (plb) and embryo. Since 2010 application of bioreactor in multiplication of orchid qualified seedlings was succesffully applied and started from 2012 development of meristem culture to produce qualified-orchid seedlings, stable, homogene and virus free has been studied in IOCRI. All the technology innovations on in vitro mass propagation successfully established expected can support and be an optimal turbin machine in preparing sustainability qualified-orchid seedlings and orchid seed industries in Indonesia. Good collaboration of all orchid agribusiness stakeholders and government is then also absolutely needed to help in manivestation of the noble purpose. Keywords: Tissue culture, qualified-seedling, meristem culture and orchid
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam anggrek yang sangat besar. Lebih dari 700 marga dan 25% spesies anggrek dunia ada di Indonesia. Bahkan sekitar 90% induk-induk persilangan anggrek yang paling digemari dan dikomersialkan didunia berasal dari Indonesia (Anonim, 2006). Di pulau Jawa, menurut Comber (1990) terdapat 1.327 jenis anggrek, 642 jenis tumbuh di Jawa Barat, 295 jenis di Jawa Tengah dan 390 jenis di Jawa Timur. Besarnya potensi anggrek tersebut seharusnya dapat memposisikan Indonesia menjadi pelaku agribisnis anggrek yang kuat, minimal ditingkat Asia Tenggara. Namun kenyataannya kemajuan peranggrekan di Indonesia, masih berada jauh dibawah negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia dan Singapura, baik dari segi kualitas maupun kapasitas produksinya (Anonim, 2005a). Lambatnya kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) masih rendahnya jumlah kultivar-kultivar baru anggrek nasional yang mampu berkompetisi dipasar lokal maupun global, (2) masih sedikitnya jumlah pelaku agribisnis anggrek yang bergerak di segmen penyediaan bibit berkualitas; (3) masih rendahnya kapasitas dan kualitas bibit dan produk anggrek di Indonesia, (4) belum tersedianya teknologi perbanyakan anggrek yang reproduceable, repeatable, efektif dan efisien untuk membantu kemajuan agribisnis tanaman ini (Anonim, 2006ab). Inilah beberapa kenyataan yang menyebabkan lambatnya kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia. Perbanyakan Anggrek secara konvensional dapat dilakukan melalui biji, pemisahan anakan dan stek, induksi tunas aksiler maupun keiki (Goh, 1990: Arditti, 1992; Iswanto, 2006). Perbanyakan menggunakan biji umumnya digunakan terkait kegiatan pemuliaan dan seleksinya. Meskipun menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak, namun bibit yang dihasilkan memiliki keragaman (Anonim, 2005a). Kenyataan lain yang banyak ditemukan dilapangan adalah bahwa perbanyakan anggrek 42
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
menggunakan biji inilah yang banyak dilakukan oleh pelaku agribisnis anggrek di Indonesia, baik pada skala rumahan maupun usaha menengah. Berbagai teknologi perbanyakan tersebut jelas tidak dapat diandalkan untuk mendukung kemajuan agribisnis anggrek di Indoneisa. Teknik perbanyakan tersebut umumnya menghasilkan bibit dengan kualitas dan kuantitas yang rendah serta keragaman yang tinggi. Oleh karena itu aplikasi teknologi perbanyakan cepat, yang menghasilkan bibit berkualitas, seragam, dalam jumlah yang besar dan waktu yang singkat sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia dan aplikasi berbagai jenis teknologi kultur jaringan dapat menjadi solusi terbaiknya. Beberapa jenis teknologi kultur jaringan yang dapat dimanfaatkan untuk menyiapkan produksi bibit anggrek berkualitas, diantaranya: induksi dan penggandaan tunas aksiler, induksi dan penggandaan tunas adventif, induksi dan penggandaan protocom like bodies (plbs), induksi dan penggandaan embrio somatik (Arditi, 1992). Saat ini berbagai jenis anggrek (monopodial dan simpodial) yang berhasil dikembangkan secara meriklon menggunakan salah satu teknik tersebut diantaranya adalah: Arachnis, Aranda, Aranthera, Ascocenda, Dorotis, Doritaenopsis, Phalaenopsis, Rhyncostylis, Vanda, Dendrobium, Oncidium, Paphiopedilum, Cymbidium, dll. Eksplan digunakan diantaranya adalah: tunas apikal, nodus batang, tunas aksiler/lateral, daun, infloresen/kuncup bunga, dan akar. Medium dasar yang digunakan adalah medium Vacin dan Went (VM), Murashige dan Skoog (MS), Knudson C, dan White (Goh, 1990; Sagawa, 1990; Seeni dan Latha, 1992; Adelberg et al., 1997; Chen dan Chang, 2000; Seeni dan Latha, 2000). Beberapa teknologi/protokol perbanyakan cepat dan efisien secara in vitro pada anggrek yang telah dilaporkan menggunakan induksi tunas aksiler dan adventif diantaranya: (1) protokol perbanyakan massa pada Cymbidium ensifolium (Chang dan Chang, 1998), (2) protokol perbanyakan in vitro yang efisien dan sederhana pada Vanilla planifolia (Geetha dan Shetty, 2000), (3) protokol multiplikasi tunas pada Vanda spathulata (L.) Spreng (Decruse et al., 2003), (4) protokol perbanyakan secara in vitro Dendrobium hybrid Sonia 17 dan 28 (Martin et al., 2005), (5) protokol perbanyakan massa pada Aerides crispum (Sheelavathmath et al., 2005), (6) perbanyakan cepat Zygopetalum intermedium (Nagaraju dan Mani, 2005). Selanjutnya perbanyakan cepat menggunakan teknologi somatik embriogenesis (SE) diantaranya: (1) teknologi SE pada Phalaenopsis (Ishii et al., 1998; Chen dan Chang, 2002; Kuo et al., 2005), Dendrobium (Meesawat dan Kanchanapoom, 2002), Oncidium (Chen et al., 1999; Jheng et al., 2006). Teknologi-teknologi tersebut ini telah banyak diaplikasikan untuk produksi anggrek skala komersial di negara-negara maju seperti: Belanda, Taiwan, Thailand, China, Amerika Serikat (Anonim, 2005ab). Aplikasi kultur jaringan dalam perbanyakan anggrek di Indonesia, kenyataannya juga sudah dilakukan sejak beberapa puluh tahun lalu. Di Balai Penelitian Tanaman Hias, kegiatan penelitian anggrek melibatkan teknologi kultur jaringan telah dilaksanakan sejak 1986 hingga sekarang (Pribadi, 2009). Jenis anggrek yang teliti dan 43
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
dikembangkan melalui teknologi tersebut diantaranya: Dendrobium, Aranda, Aranthera, Vanda, Cattleya, Phalaenopsis, Oncidium. Teknologi sebar biji hingga induksi pembentukan plbs telah diaplikasikan menggunakan berbagai jenis sumber eksplan dan komposisi medium tumbuh, baik yang menggunakan bahan-bahan proanalysi (murni dan mahal) hingga bahan-bahan yang murah dan mudah didapatkan seperti pupuk majemuk NPK (Hyponex, Growmore, Rosasol) dan bahan organik lain (air kelapa, pisang, ubi, arang, ragi dll). Hal yang sama juga telah dilakukan oleh banyak lembaga pendidikan sejak beberapa puluh tahun lalu hingga sekarang. Kemudian beberapa seperti: Handoyo Harjo, Royal Orchids, Simanis Orchids, Edward Frans, Sien Orchids, Suryanto Orchids, Lawang Orchids, dan Indah Orchids untuk Jawa Timur; PT. Melrimba, PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Rizal, Ayub untuk Jawa Barat juga banyak menggunakan teknologi perbanyakan in vitro untuk tujuan yang sama (Anonim 2005a). Informasi di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan kultur jaringan di Indonesia untuk menunjang perbanyakan anggrek secara in vitro telah dilakukan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah, swasta maupun perorangan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Lalu pertanyaan besarnya adalah “Mengapa kemajuan agribisnis di Indonesia tetap saja berjalan lambat? Mengapa bibit dan produk anggrek impor tetap saja membanjiri Indonesia? Mengapa produk-produk anggrek impor lebih diminati konsumen dan mendominasi pasar dalam negeri? Mengapa sumber daya yang besar dan produk-produk dalam negeri belum mampu menjadi tuan di negeri sendiri?” Ini berarti ada banyak hal yang perlu dibenahi dan diperbaiki, dan salah satu hal mendasar yang perlu dipacu perwujudan dan keberadaannya adalah penyediaan bibit berkualitas, dalam jumlah besar, stabil dan seragam yang diperoleh dalam waktu yang cepat menggunakan teknologi kultur jaringan dan adanya lembaga penyedia bibit anggrek berkualitas (khususnya swasta) yang kuat di Indonesia.
PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN ANGGEK BALITHI SEBELUM 2009 Penelitian dan pengembangan inovasi teknologi kultur in vitro anggrek di Balithi telah dimulai sejak tahun 1980 an. Kultur in vitro umumnya menggunakan mata tunas baik terminal maupun lateral dan daun muda pada Dendrobium dan Vanda, tangkai bunga dan daun dan bagian pangkal tunas dari tunas yang diregenerasi dari tangkai bunga pada Phalaenopsis. Teknik sterilisasi eksplan untuk mendapatkan kultur aseptic biasanya memakai alcohol 96%, klorok (10, 5% dan 1%) dengan waktu perendaman 1015 menit dan pembilasan eksplan dengan air destilasi steril (3-6x). Pada kondisi yang berbeda kombinasi sterptomisin sulfat (Agrept 20WG), benomil (Benlate 50WG), rifampicin yang dikombinasikan dengan alcohol dan klorok digunakan untuk mengendalikan kontaminasi yang tinggi pada eksplan Spathoglottis (Widiastoety,
44
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
2005). Kombinasi dengan Cefotaxime, Cephalosporin dengan alcohol dan klorok juga berpengaruh positif dalam mereduksi kontaminasi ekspan. Respon pertumbuhan eksplan berhasil dilaporkan pada medium dan jenis anggrek yang berbeda. Media VW yang ditambah 1.0 mg/l BA dan 1,0 mg/l NAA merupakan medium yang mampu memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan eksplan. Selanjutnya medium VW tanpa sukrosa yang ditambah 150 ml/l air kelapa merupakan medium selektif yang mampu menginduksi pembentukan plbs paling cepat (147 hari) dengan 75% persentase keberhasilan eksplan daun membentuk plbs (Wisiastoety, 1985; Widiastoety et al., 1986). Menurut Widiastoety & Syafril (1993) pemberian air kelapa 150 ml/l ditambah sucrosa 20 gr/l dalam media VW memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan plbs Dendrobium. Medium VW yang ditambah 0.5-1.0 mg/l BA dan 0.1-0.5 mg/l NAA, VW ditambah 1.0 mg/l BA dan 1.0 kinetin mampu memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan tunas ujung pada Phalaenopsis (Widiastoety, 2005). Pada Dendrobium, medium VW yang ditambah 1.5 mg/l BAP dan 1.0 mg/l NAA merupakan medium yang mampu merangsang pertumbuhan eksplan dalam membentuk tunas pada 5-8 minggu setelah kultur, pertumbuhan plb pada medium VW yang ditambah 1.5 mg/l kinetin dan 1.0 mg/l IAA, sementara perbanyakannya ditemukan pada medium VW yang ditambah dengan 1.0 mg/l kinetin dan 0.5 mg/l IAA (Widiastoety, 2005). Selanjutnya pada Spathoglottis, pertumbuhan mata tunas yang baik dilaporkan pada medium VW yang ditambah dengan 0.5 mg/l BA dan 0.5 mg/l NAA. Sedangkan pada Vanda, hasil yang baik untuk pertumbuhan eksplan dan plb belum berhasil ditemukan. Pada perkembangan selanjutnya, medium Vacin & Went + 20 g/l sukrose sesuai untuk pertumbuhan eksplan tunas ujung Dendrobium. Waktu inisiasi eksplan 16 minggu setelah dikultur (Anggraeni et al., 2006). Media VW dengan penambahan bubur pisang 80 gr/l dan bubur ubi kayu 50 gr/l sesuai untuk regenerasi plb Dendrobium. Medium tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, dan kecepatan tumbuh plantlet (Utami et al., 2007). Pada Phalaenopsis, inisiasi dan regenerasi tunas ditemukan medium MS yang ditambah 0.5 mg/l BA dan ½ MS yang ditambah 0,5 mg/l kinetin +1,0 mg/l TDZ+ 2 g/l pepton + 100 ml/l air kelapa (Kurniati, 2006), namun pertumbuhan dan regenerasinya berlangsung lambat. Kemudian aplikasi Methylobacterium sp. pada konsentrasi 10-40% juga diuji coba untuk menstimulasi pertumbuhan tunas dan perbanyakannya, tetapi hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknologi perbanyakan in vitro anggrek yang telah dilaporkan umumnya bersifat parsial. Komponen teknologi yang dihasilkan juga belum mampu menghasilkan satu protocol/prosedur perbanyakan anggrek secara in vitro yang menyeluruh, sejak pengembangan teknik sterilisasi, inisiasi, regenerasi, proliferasi, perkecambahan plb/embrio hingga pembentukan plantlet yang siap diaklimatisasi. Kondisi inilah yang kemudian terus diperbaiki dan disempurnakan. 45
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
PERBAIKAN DAN PENYEMPURNAAN INOVASI TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN ANGGREK BALITHI Berangkat dari berbagai keterbatasan pengembangan inovasi teknologi in vitro yang telah dilakukan, bersifat parsial dan kelemahannya, perbaikan dan penyempurnaan inovasi teknologi kultur in vitro anggrek dilakukan. Perbaikan dan penyempurnaan inovasi teknologi kultur in vitro anggrek tersebut khususnya dilakukan untuk penyediaan bibit inti pemulia dan bibit penjenis. Pada perbanyakan bibit penjenis berkualitas dalam jumlah terbatas maupun besar dilakukan sesuai dengan tujuan terkait dengan pendaftaran varietas dan penyiapan bibit anggrek berkulitas untuk mendukung pengembangan kawasan agribisnis anggrek. Beberapa inovasi teknologi kultur in vitro hasil perbaikan dan penyempurnaan teknologi yang sudah ada diuraikan pada makalah ini. Inovasi teknologi kultur in vitro untuk penyiapan bibit inti pada Phalaenopsis Penyiapan bibit inti/pemulia merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan pemuliaan. Hal ini disebabkan karena jumlah tanaman induk dari varietas yang dilepas umumnya hanya satu tanaman. Pada Dendrobium, penyediaan bibit inti/pemulia dapat dilakukan melalui pemisahan anakan (pseudobulb). Pada Vanda, penyediaan bibit inti/pemulia dapat dilakukan melalui pemotongan tunas pucuk dan induksi tunas lateral, namun pada Phalaenopsis meski induksi tunas pada tangkai bunga dapat dilakukan secara in vivo, hasilnya kurang maksimal. Oleh karena itu penyediaan bibit inti melalui aplikasi teknologi kultur in vitro dapat menjadi solusi terbaiknya. Teknologi kultur in vitro ini diawali melalui pemanenan tangkai bunga varietas-varietas Phalaenopsis, sterilisasi eksplan, inisiasi tunas, proliferasi tunas dan penyiapan plantlet. Berikut adalah uraian teknologi tersebut (Gambar 1). 1. Pemanenan tangkai bunga Tangkai bunga yang digunakan untuk penyiapan bibit inti adalah tangkai bunga yang sudah seluruh kuncupnya telah mekar. Tangkai ini dipanen dari varietasvarietas Phalaenopsis yang telah dilepas, didaftarkan dan akan didaftarkan. 2. Sterilisasi eksplan Tangkai bunga selanjutnya dipotong-potong 1-2 cm (satu mata tunas) dan disterilisasi menggunakan alkohol 96% selama ± 2 menit, 1% bakterisidafungisida selama 30 menit, antibiotik (Rifampicin 20 ppm) selama 2 jam, 0.1-0.2 % NaDCC selama 12-18 jam. Setelah perlakuan NaDCC seludang yang melekat pada tiap tangkai dibuang. Bagian yang rusak akibat perlakuan desinfektan dipotong. Eksplan selanjutnya diberi perlakuan dengan alkohol 96% selama 30 detik dan dicuci dengan air steril berulang kali hingga bersih, kemudian dikultur dalam medium inisiasi. Sterilisasi juga dapat dilakukan menggunakan larutan HgCl2 0.05 % yang telah ditambah 5 tetes Tween 20 selama 10 menit. Selanjutnya tunas dibilas dengan aquades steril beberapa kali dan siap untuk 46
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
dikupas seludang yang menutupi tiap tangkai. Eksplan disterilisasi lanjut menggunakan larutan HgCl2 0.01% selama 2-3 menit dan dibilas dengan aquades steril 5-6x (@ 5 menit). Setelah sterilisasi tunas selanjutnya ditanam dalam medium inisiasi. Tangkai bunga yang digunakan adalah tangkai bunga yang terletak dibawah tangkai dengan kuncup bunga.
Gambar 1. Penyiapan benih inti pada Phalaenopsis
3. Inisiasi tunas Tangkai bunga yang telah disterilisasi ditanam dalam medium ½ MS yang ditambah dengan 0.75 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BAP dan 10 g/l maltosa. Kultur diinkubasi dibawah kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode dengan intensitas cahaya ± 15 µmol/m2/s selama 1-5 bulan. 4. Proliferasi tunas Tunas yang tumbuh pada tahap inisiasi selanjutnya disubkultur pada medium ½ MS yang ditambah dengan 0.5 mg/l BAP dan 10 mg/l maltosa untuk tujuan proliferasi tunas. Kultur diinkubasi pada kondisi inkubasi yang sama. Subkultur
47
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
secara periodic setiap sebulan sekali pada medium yang sama dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan dan proliferasi tunas. 5. Penyiapan plantlet Tunas-tunas hasil proliferasi selanjutnya disubkultur pada medium ½ MS yang ditambah dengan 0.25 mg/l BAP atau medium ½ MS full vitamin dengan 2% arang aktif. Kultur diinkubasi dalam kondisi yang sama. Subkultur secara periodic dilakukan untuk mempertahankan kualitas dan pertumbuhan plantlet. Perbanyakan cepat Dendrobium secara in vitro untuk perbanyakan bibit penjenis Teknologi perbanyakan in vitro Dendrobium dimulai dari sejak seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor, pemanenan dan sterilisasi eksplan, induksi pembentukan ”protocorm like bodies (plbs)”, penggandaan, pembentukan plantlets dan aklimatisasinya (Gambar 2). Seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor Seleksi dimaksudkan untuk memilih dan memilah jenis-jenis Dendrobium yang akan dikembangkan melalui teknologi kultur jaringan. Seleksi umumnya didasarkan pada nilai ekonomi, permintaan pasar, ketersediaan bibit dan pelaku agribisnisnya. Jenis yang terseleksi umumnya memiliki nilai komersial/ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi, nemun ketersediaan bibit berkualitas yang masih terbatas. Tanaman donor yang yang dipilih adalah tanaman donor yang sehat, vigoritas, tumbuh baik dan tidak ada tanda-tanda serangan hama penyakit. Tanaman terpilih selanjutnya di tempatkan dalam rumah kaca dan dipelihara secara optimal melalui penyiraman dan pemupukan untuk menginduksi tumbuhnya tunas-tunas baru. Aplikasi pestisida diharapkan dapat direduksi serendah mungkin untuk menekan kontaminasi eksplan. Untuk menekan peluang terjadinya kontaminasi eksplan saat kultur, aplikasi antibiotik untuk bakteri gram negatif dan positif seperti rifampisin konsentrasi 300-600 mg/l seminggu sebelum pemanenan eksplan sangat disarankan. Pemanenan dan sterilisasi eksplan Pemanenan eksplan dilakukan dengan memilih beberapa pucuk tunas baru yang tumbuh dengan baik. Tunas dipotong dengan ukuran 5-10 cm, kemudian dicuci dengan sabun cair atau twin selama 10-20 menit, bilas dengan air hingga bersih. Tunas kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow cabinet (laminar) dan disterilisasi dalam larutan HgCl2 0.05 % selama 5 menit. Selanjutnya tunas dibilas dengan aquades steril dan siap untuk dikupas dengan hati-hati seludang daunnya, helai demi helai sampai terlihat mata tunas sampingnya. Eksplan diambil dari mata tunas samping dan tunas pucuk dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm. Eksplan disterilisasi lanjut menggunakan larutan HgCl2 0.01% selama 2-3 menit, kemudian bilas dengan akuades steril hingga 56 kali (@ 5 manit) atau menggunakan seri perlakuan klorok, (1) Clorox 20 % selama 20 menit, kemudian dibilas dengan aquades steril, (2) Clorox 10 % selama 10 menit, 48
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
kemudian dibilas dengan aquades steril, (3) Clorox 5 % selama 5 menit, kemudian dibilas dengan aquades steril, dan (4) Clorox 1 % selama 1 menit, kemudian dibilas dengan aquades steril. Eksplan kemudian ditanam dalam media inisiasi. Kultur mata tunas untuk menginduksi terbentuknya protocorm like bodies (plbs.) Eksplan yang telah disiapkan selanjutnya dikultur pada medium cair (1) Vacin & Went yang mengandung TDZ 3 ppm +BAP 1.5 ppm+ NAA 1 ppm, (2) Vacin & Went + TDZ 3 ppm + Tiamin 1 ppm + Kinetin 1 ppm (Santi et al., 2010); (3) Vacin & Went + 20 g/l Sukrosa + 150 - 250 cc/l air kelapa + 1 - 2.5 ppm BA + 0.5 - 1 NAA ppm, (4) Vacint & Went + 0,5 ppm Benzyl Adenine atau 1,0 ppm Kinetin; 1/2 MS + 1 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BA + 10 g/l sukrosa, dan MMS + 2 mg/l TDZ + 1.0 mg/l BA + 0.02 mg/l NAA. Letakkan kultur diatas penggojok (shaker) dengan kecepatan ± 125 rpm. Subkultur berulang setiap 15 hari sekali pada media yang baru dilakukan. Inisiasi plbs terjadi 3-4 bulan. Penggandaan plbs Penggandaan plbs dilakukan dengan mensubkultur plbs yang terbentuk pada medium (1) Vacin & Went + TDZ 1 ppm + Thiamin 1 ppm + Kinetin 1 ppm, (2) 1/2 MS + 0.3 mg/L TDZ + 0.1 mg/L NAA, (3) Hyponex 4 g/l + air kelapa 150 ml/l + pisang 80 g/l, arang aktif 2 g/l dan 20 g/l sukrosa, (4) Hyponex 3 g/l + peptone/ tryptone 2 g/l + arang aktif 2 g/l dan 20 g/l sukrosa. Subkultur plbs berulang ke medium baru dilakukan setiap 15 hari sekali. Satu plb akan digandakan menjadi 5-10 plbs dalam waktu 2 bulan. Penggandaan plbs dapat dlakukan maksimal hingga 7 kali, setelah itu plbs dikecambahkan untuk membentuk plantlet (tanaman utuh). Jika dari kultur inisiasi minimal diperoleh 10 plbs, maka dalam waktu satu tahun akan dihasilkan 156.250 ribu plbs dengan asumsi kecepatan penggandaan 1 plb menjadi 5 plbs per 2 bulan. Pembentukan plantlet. Pembentukan plantlet dilakukan dengan menanam plbs kedalam media penggandaan yang ditambah dengan bahan pemadat (7 g/l agar). Media Hyponex 4 g/l + air kelapa 150 ml/l + pisang 80 g/l, arang aktif 2 g/l, 20 g/l sukrosa dan 7 g/l agar dapat digunakan untuk menginduksi pembentukan plantlet. Pemisahan plantlet diperlukan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan plantlet, sementara pengelompokan plantlet dilakukan untuk menyeragamkan ukuran plantlet. Pembentukan plantlet sempurna diperlukan waktu 1.5-2.0 bulan. Peningkatan kualitas plantlet dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas cahaya inkubasi (35-40 µmol/m2/s), menurunkan konsentrasi sumber karbon (10 g/l), penambahan ragi (1.25 g/l), dll. Aklimatisasi plantlet Plantlet yang tumbuh sehat, vigoritas, akar yang baik selanjutnya diaklimatisasi ke rumah kaca. Aklimatisasi dilakukan dengan mengeluarkan plantlets dari dalam botol
49
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
dengan hati-hati untuk menghindarkan kerusakannya. Selanjutnya akar plantlets dibersihkan dari sisa-sisa agar yang melekat dengan air mengalir. Plantlet yang sudah bersih selanjutnya direndam dalam 1% larutan pestisida (fungisida + bakterisida) selama 1 menit, kering-anginkan di atas kertas tisu beberapa saat, kemudian ditanam dalam pot-pot yang berisi pakis. Penutupan pot dengan plastik berlubang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi. Tempatkan pot-pot pada tempat yang teduh. Selanjutnya setelah 7-10, plastik dibuka, dan dibiarkan tumbuh lebih lanjut didukung dengan pemupukan pada konsentrasi rendah. Jika keberhasilan aklimatisasi adalah ± 95%, maka total plantlets yang dihasilkan per tahun adalah 148.438 plantlets
Gambar 2. Tahapan kultur in vitro pada Dendrobium sejak penyiapan eksplan hingga penyiapan plantlets
Perbanyakan cepat Phalaenopsis secara in vitro untuk perbanyakan bibit penjenis Perbanyakan cepat Phalaenopsis menggunakan teknologi kultur jaringan dimulai sejak seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor, pemanenan dan sterilisasi eksplan, penyiapan eksplan (explanting), induksi pembentukan ”protocorm like bodies (plbs)” atau embrio, penggandaan, pembentukan plantlets dan aklimatisasinya (Gambar 3). Seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor Tanaman donor yang dipilih adalah tanaman yang memiliki tanaman dengan nilai ekonomi tinggi, permintaan pasar yang tinggi, ketersediaan bibit yang rendah, dan jumlah pelaku agribisnis yang tidak banyak. Tanaman donor yang yang dipilih adalah tanaman donor yang sehat, vigoritas, tumbuh baik dan tidak ada tanda-tanda serangan hama penyakit. Tanaman terpilih selanjutnya di tempatkan dalam rumah kaca dan dipelihara secara optimal melalui penyiraman dan pemupukan untuk menginduksi tumbuhnya tunas-tunas baru. Aplikasi pestisida diharapkan dapat direduksi serendah
50
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
mungkin untuk menekan kontaminasi eksplan. Untuk menekan peluang terjadinya kontaminasi eksplan saat kultur, aplikasi antibiotik untuk bakteri gram negatif konsentrasi 300-600 mg/l seminggu sebelum pemanenan eksplan sangat disarankan. Pemanenan dan sterilisasi eksplan Phalaenopsis merupakan anggrek monopodial (batang tunggal). Jumlah anakan sangat sedikit, karena itu penggunaan tunas atau daun muda sebagai sumber eksplan dalam kultur jaringan sangat kecil peluangnya. Pemaksaan penggunaan tunas dan daun muda sebagai sumber eksplan dapat menyebabkan kematian tanaman donor. Oleh karena itu kultur jaringan Phalaenopsis umumnya menggunakan tangkai bunga (rachis). Tangkai bunga dipanen dari tanaman donor. Tangkai bunga selanjutnya dipotong-potong 1-2 cm (satu mata tunas) dan disterilisasi menggunakan alkohol 96% selama ± 2 menit, 1% bakterisida-fungisida selama 30 menit, antibiotik (Rifampicin 20 ppm) selama 2 jam, 0.1-0.2 % NaDCC selama 12-18 jam. Setelah perlakuan NaDCC seludang yang melekat pada tiap tangkai dibuang. Bagian yang rusak akibat perlakuan desinfektan dipotong. Eksplan selanjutnya diberi perlakuan dengan alkohol 96% selama 30 detik dan dicuci dengan air steril berulang kali hingga bersih, kemudian dikultur dalam medium explanting. Penyiapan eksplan (Explanting) Explanting dilakukan dengan menanam rachis yang telah disterilisasi ke dalam medium MMS + 2 mg/l TDZ + 1 mg/l BA + 0.01 mg/l NAA. Kultur diinkubasi terang pada suhu 23±1°C dengan intensitas cahaya ± 25 µmol/m2/s selama 0.5-1.0 bulan. Selanjutnya rachis disubkultur pada media MMS + 1.5 mg/l BA + 0.01 mg/l NAA hingga tunas terbentuk. Tunas baru terbentuk kurang lebih dua bulan setelah tanam atau tergantung jenisnya. Tunas diperbanyak dengan subkultur berulang hingga dihasilkan plantlet berkualitas sebagai sumber donor eksplan. Plantlet dengan daun dan akar yang tumbuh sehat dan vigoritas, selanjutnya digunakan sebagai sumber eksplan. Eksplan yang dapat digunakan adalah daun muda, tunas pucuk dan akar Induksi dan pembentukan embrio/plbs Induksi dan pembentukan embrio dapat dilakukan dengan mengkultur kultur daun muda (posisi terbalik, permukaan atas menampel pada media), tunas pucuk, batang muda dan akar pada medium (1) ½ MS yang ditambah 1.0 mg/l TDZ , 0.5 mg/l BA, 10 g/l sucrose and 2 g/l gelrite, (2) ½ MS yang ditambah 5.0 mg/l TDZ , 0.5 mg/l BA, 10 g/l sucrose and 2 g/l gelrite; (3) ½ MS yang mengandung 10-20 g/l sukrosa, 170 mg/l NaH2PO4 dan 0.5 g/l peptone (Chen dan Chang, 2002), (4) ½ MS yang mengandung 13.62 µM TDZ (Chen dan Chang, 2004), (5) ½ MS yang ditambah dengan 0.5-3.0 mg/l BA dan 0.5-3.0 mg/l TDZ (Kuo et al., 2005), (6) ½ MS ditambah 3 mg/l TDZ (Chen dan Chang, 2006), (7) Vacin dan Went yang ditambah dengan 200 ml/l air kelapa dan 40 g/l sukrosa (Ishii et al., 1998), dan Medium MS yang ditambah 88.8 µM BA dan 5.4 51
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
µM NAA selama 1-3 bulan. Inkubasi kultur pada kondisi gelap hingga kondisi terang 16 jam fotoperiode dengan intensitas cahaya yang rendah (10 µmol/m 2/s) pada suhu 24 ± 1°C. Subkultur pada medium baru dilakukan setiap 15 hari sekali. Embrio yang terbentuk dapat mencapai 20 per eksplan. Penggandaan embrio/plbs Penggandaan embrio dapat dilakukan dengan melakukan subkultur embrio yang terinisiasi pada medium inisiasi yang diturunkan konsentrasi hormonnya hingga medium tanpa hormone. Medium Hyponex (6.5 N-4.5 P-19 K (1 g/l) + 20N-20P-20K (2 g/l)) yang ditambah 2 g/l peptone + 3% (w/v) tepung kentang + 0.05% arang aktif juga dapat digunakan. Medium tersebut menggunakan sukrosa pada konsentrasi 20-40 g/l, baik dalam bentuk cair maupun padat. Kultur cair pada perbanyakan embrio/plbs dengan cara merendamnya cenderung memberikan hasil penggandaan yang rendah. Sistem kultur yang optimal adalah menggunakan raft-culture system. Subkultur pada medium baru dilakukan setiap 15 hari sekali. Inkubasi kultur pada kondisi gelap hingga kondisi terang 16 jam fotoperiode dengan intensitas cahaya yang rendah (10 µmol/m 2/s) pada suhu 24 ± 1°C. Kecepatan penggandaan pada medium semi padat adalah 1 embrio/plbs akan bertumbuh menjadi 10-17 embrio/plbs baru dalam waktu 2 bulan, sementara pada raft-culture system, 1 embrio/plbs menjadi 12-20 embrio/plbs baru dalam waktu yang sama. Jika dari kultur inisiasi diperoleh 10 embrio/plbs, maka dalam waktu satu tahun akan dihasilkan 1 juta embrio/plbs (Asumsi nilai terendah). Subkultur berulang dalam penggandaan embrio/plbs dapat dilakukan 6-7 kali
Gambar 3. Tahapan kultur in vitro pada Phalaenopsis sejak penyiapan eksplan hingga penyiapan plantlets
52
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
Penyiapan plantlet Penyiapan plantlet dilakukan dengan menanam embrio/plbs pada medium inisiasi semi padat tanpa hormone yang ditambah dengan 1% arang aktif. Pengelompokan embrio/plbs dilakukan untuk menyeragamkan plantlet yang dikecambahkan. Kultur diinkubasi pada kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode dengan intensitas cahaya 30 µmol/m2/s atau lebih tinggi pada suhu 24 ± 1°C untuk meningkatkan kualitas plantlet. Embrio/plbs membentuk plantlet setelah 2 bulan inkubasi. Aklimatisasi plantlet Plantlet yang tumbuh sehat, vigoritas, akar yang baik selanjutnya diaklimatisasi ke rumah kaca. Aklimatisasi dilakukan dengan mengeluarkan plantlets dari dalam botol dengan hati-hati untuk menghindarkan kerusakannya. Selanjutnya akar plantlets dibersihkan dari sisa-sisa agar yang melekat dengan air mengalir. Plantlet yang sudah bersih selanjutnya direndam dalam 1% larutan pestisida (fungisida + bakterisida) selama 1 menit, kering-anginkan di atas kertas tisu beberapa saat, kemudian ditanam dalam pot-pot yang berisi pakis. Penutupan pot dengan plastik berlubang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi. Tempatkan pot-pot pada tempat yang teduh. Selanjutnya setelah 7-10, plastik dibuka, dan dibiarkan tumbuh lebih lanjut didukung dengan pemupukan pada konsentrasi rendah. Jika keberhasilan aklimatisasi adalah ± 95%, maka total plantlets yang dihasilkan per tahun adalah 950.000 plantlets Perbanyakan cepat Vanda secara in vitro untuk perbanyakan bibit penjenis Teknologi perbanyakan in vitro Vanda dimulai dari sejak seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor, pemanenan dan sterilisasi eksplan, induksi pembentukan ”protocorm like bodies (plbs)” atau embrio, penggandaan, pembentukan plantlets dan aklimatisasinya (Gambar 4). Seleksi, penyiapan dan pemeliharaan tanaman donor Seleksi dimaksudkan untuk memilih dan memilah jenis-jenis Vanda yang akan dikembangkan melalui teknologi kultur jaringan. Seleksi umumnya didasarkan pada nilai ekonomi, permintaan pasar, ketersediaan bibit dan pelaku agribisnisnya. Jenis yang terseleksi umumnya memiliki nilai komersial/ekonomi yang tinggi, permintaan pasar yang tinggi, ketersediaan bibit yang rendah, dan jumlah pelaku agribisnis yang tidak banyak. Tanaman donor yang yang dipilih adalah tanaman donor yang sehat, vigoritas, tumbuh baik dan tidak ada tanda-tanda serangan hama penyakit. Tanaman terpilih selanjutnya di tempatkan dalam rumah kaca dan dipelihara secara optimal melalui penyiraman dan pemupukan untuk menginduksi tumbuhnya tunas-tunas baru. Aplikasi pestisida diharapkan dapat direduksi serendah mungkin untuk menekan kontaminasi eksplan. Untuk menekan peluang terjadinya kontaminasi eksplan saat kultur, aplikasi
53
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
antibiotik untuk bakteri gram negatif konsentrasi 300-600 mg/l seminggu sebelum pemanenan eksplan sangat disarankan. Pemanenan dan sterilisasi eksplan Vanda merupakan anggrek monopodial (batang tunggal). Jumlah anakan sangat sedikit, karena itu penggunaan tunas atau daun muda sebagai sumber eksplan dalam kultur jaringan sangat kecil peluangnya. Pemaksaan penggunaan tunas dan daun muda sebagai sumber eksplan dapat menyebabkan kematian tanaman donor. Oleh karena itu kultur jaringan Vanda umumnya menggunakan tangkai bunga (rachis). Tangkai bunga yang masih muda dipanen dari tanaman donor. Kuncup-kuncup bunga dibuang dengan cara memotongnya. Tangkai bunga selanjutnya diusap dengan kapas yang telah direndam dalam alkohol 96% ke seluruh permukaannya. Tangkai bunga diberi pra-perlakuan dengan cara meletakkan eksplan dibawah air mengalir selama 2-3 jam. Tangkai bunga kemudian dibawa ke laminar dan direndam dalam larutan 0.05% HgCl2 selama 10 menit sambil digojok dengan cara manual. Bilas dengan air destilasi steril 10 kali (@ 5 menit), kemudian dikeringkan dalam cawan petri steril yang berisi kertas tisu steril. Tangkai bunga selanjutnya dipotong pada tiap bagian tangkai kuncup bunganya menjadi satu eksplan. Eksplan inilah yang selanjutnya dikultur pada medium inisiasi. Jika ada eksplan daun, setelah sterilisasi dengan cara yang sama, daun dilepas satu per satu dengan hati-hati hingga daun termuda dan ujung tunas. Daun dibelah 2 secara memanjang, dipotong dengan 0.51.0 cm panjangnya, selanjutnya ditanam dalam medium inisiasi. Kultur mata tunas untuk menginduksi terbentuknya protocorm like bodies (plbs)/embrio Eksplan yang telah disiapkan (tangkai bunga dan daun muda) selanjutnya dikultur pada medium (1) ½ MS yang ditambah dengan 2.5 mg/l 2,4-D dan 5 mg/l TDZ, (2) ½ MS yang mengandung 5 mg/l 2,4-D dan 2.5 mg/l TDZ; (3) ¼ MS yang mengandung 0.3 mg/l TDZ dan 0.1 mg/l NAA, 1 g/l pepton, 10% air kelapa dan 3% sukrosa (Lang dan Hang, 2006), (4) ½ MS medium yang ditambah dengan 2 mg/l TDZ dan 20 g/l sukrosa (Kisor dan Devi, 2009). Untuk daun muda ditanam di atas medium dengan cara terbaik (permukaan atas menempel di atas media), sementara untuk tangkai bunga diletakkan dengan cara mendatar di atas media. Kultur selanjutnya diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 24 ± 1°C selama 2 bulan. Subkultur ke media baru dilakukan setiap 15 hari sekali. Embrio/plbs terbentuk ± 3.5 bulan setelah kultur inisiasi. Jumlah embrio/plbs yang terbentuk berkisar antara 5-10 embrio/plbs per eksplan. Penggandaan embrio/plbs Penggandaan plbs dilakukan dengan mensubkultur embrio/plbs yang terbentuk pada medium inisiasi yang direduksi konsentrasi hormonnya hingga tanpa hormon. Penggandaan juga dapat dilakukan pada medium Hyponex yang ditambah dengan 1020% juice apel dan 35 g/l sukrosa. Subkultur embrio/plbs berulang ke medium baru 54
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
dilakukan setiap 15 hari sekali. Satu embrio/plb akan digandakan menjadi 5-10 embrio/plbs dalam waktu ± 3.5 bulan. Penggandaan plbs dapat dlakukan maksimal hingga 6-7 kali, setelah itu embrio/plbs dikecambahkan untuk membentuk plantlet (tanaman utuh). Jika dari kultur inisiasi diperoleh 5 embrio/plbs, maka dalam waktu satu tahun akan dihasilkan 3.125 ribu embrio/plbs dengan asumsi kecepatan penggandaan 1 embrio/plb menjadi 5 embrio/plbs per 3 bulan. Pembentukan plantlet. Pembentukan plantlet dilakukan dengan menanam plbs kedalam media penggandaan tanpa hormon yang ditambah dengan bahan pemadat (7 g/l agar) tanpa atau ditambah 2% arang aktif dan 20 g/l sukrosa. Pemisahan plantlet diperlukan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan plantlet, sementara pengelompokan plantlet dilakukan untuk menyeragamkan ukuran plantlet. Pembentukan plantlet sempurna diperlukan waktu 2.0-2.5 bulan. Kultur diinkubasi pada kondisi terang 16 jam fotoperiode dibawah lampu fluoresen dengan intensitas cahaya 30-35 µmol/m2/s pada suhu 24 ± 1°C.
Gambar 4. Tahapan kultur in vitro pada Vanda sejak penyiapan eksplan hingga penyiapan plantlets
Aklimatisasi plantlet Plantlet yang tumbuh sehat, vigoritas, akar yang baik selanjutnya diaklimatisasi ke rumah kaca. Aklimatisasi dilakukan dengan mengeluarkan plantlets dari dalam botol dengan hati-hati untuk menghindarkan kerusakannya. Selanjutnya akar plantlets dibersihkan dari sisa-sisa agar yang melekat dengan air mengalir. Plantlet yang sudah 55
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
bersih selanjutnya direndam dalam 1% larutan pestisida (fungisida + bakterisida) selama 1 menit, kering-anginkan di atas kertas tisu beberapa saat, kemudian ditanam dalam pot-pot yang berisi pakis. Penutupan pot dengan plastik berlubang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi. Tempatkan pot-pot pada tempat yang teduh. Selanjutnya setelah 7-10, plastik dibuka, dan dibiarkan tumbuh lebih lanjut didukung dengan pemupukan pada konsentrasi rendah. Jika keberhasilan aklimatisasi adalah ± 95%, maka total plantlets yang dihasilkan per tahun adalah 2.969 plantlets. Teknologi kultur in vitro untuk perbanyakan bibit penjenis berkualitas melalui kultur meristem pada anggrek Aplikasi dan kemampuan teknologi kultur meristem dalam penyediaan bibit tanaman berkualitas bebas virus dapat diandalkan dan sudah dibuktikan pada beberapa tanaman, diantaranya: ketimun (Pink dan Walkey, 1984), kentang (Nagib et al., 2003), Momordica (Huda dan Sikdar, 2006), bawang putih (Haque et al., 2008), stroberi (Biswas et al., 2007), pisang mas (Wirakarnian et al., 2008), anggrek Cymbidium (Lim et al., 2008), anyelir (Budiarto et al., 2007), dan ubi (Alam et al., 2010). DiBalithi pengembangan kultur meristem juga telah dilakukan pada tanaman anyelir dan krisan yang dikombinasikan dengan perlakuan ribavirin, namun informasi yang jelas tentang ukuran eksplan yang diisolasi tidak dilaporkan dengan jelas. Saat ini pengembangan teknologi kultur meristem pada Phalaenopsis sedang dilakukan di Balithi dengan hasil yang cukup menjanjikan. Meski pengembangan teknologi tersebut masih berada pada tahap awal, namun diyakini bahwa pada tahun 2013 teknologi tersebut dapat dihasilkan secara utuh. Pengembangan kultur meristem pada perbanyakan bibit anggrek yang berkualitas dan bebas virus didasarkan pada kenyataan bahwa: 1. Meristem merupakan sekelompok sel yang aktif membelah, terletak pada bagian tertentu tanaman (titik tumbuh tunas/akar), yang akan membentuk akar, tunas, daun, bunga dan bagian yang lain. 2. Sel-sel meristem ini dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan sel dan selanjutnya membentuk organ-organ tanaman. 3. Meristem tunas pada tanaman dikotil umumnya mempunyai beberapa lapisan sel yang membentuk titik tumbuh (dome). 4. Diamater sel-sel yang aktif membelah ini berkisar antara 0.1-0.2 mm lebar dan 0.2-0.3 mm panjang. 5. Sel-sel meristem umumnya stabil karena mitosis terjadi secara bersamaan dengan pembelahan sel yang terus menerus, sehingga duplikasi DNA berlebih dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan dari sel-sel meristem identik dengan induknya. 6. Tanaman yang dihasilkan melalui kultur meristem ini seringkali disebut dengan meriklon. 56
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
Beberapa informasi yang dapat diperoleh pada pengembangan teknologi kultur meristem di Balithi, diantaranya: 1. Kultur meristem telah dikembangkan pada anggrek Phalaenopsis, 2. Isolasi meristem bisa dilakukan dibawah stereo mikroskop menggunakan “microblade” dengan ukuran yang tipis, 3. Meristem dengan ukuran 0.2 x 0.3 mm dapat diisolasi 4. Meristem yang dikultur pada médium yang mengandung sukrosa sebagai sumber karbon meningkatkan perluang terjadinya pencoklatan eksplan hingga 100%. 5. Pencoklatan eksplan dapat direduksi dengan memakai maltosa sebagai sumber karbon dalam medium. 6. Variasi jenis kalus dihasilkan dalam kultu meristem pada médium yang berbeda (Gambar 5), namun kalus embriogenik dapat diregenerasi pada médium MDP-4, MDP-8 dan MDP-9
Gambar 5. Variasi jenis kalus yang berhasil diregenerasi dalam kultur meristem
PROSPEK APLIKASI TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN DI MASA MENDATANG TERHADAP KEMJUAN AGRIBISNIS ANGGREK DI INDONESIA Dari sedikit uraian di atas terlihat bahwa teknologi kultur jaringan memiliki arti yang sangat penting terhadap kemajuan peranggrekan di Indonesia. Teknologi tersebut pada kenyataannya memiliki kemampuan yang sangat besar dalam mendukung percepatan produksi dan penyediaan bibit berkualitas pada berbagai jenis anggrek yang memiliki nilai ekonomi tinggi, diminati oleh pasar maupun konsumen, baik dalam maupun luar negeri. Keberhasilan aplikasi teknologi tersebut jelas membutuhkan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas (cerdas, terampil, kreatif, tekun dan ulet), alam dan ketersediaan sarana-prasarana pendukung yang memadahi. Aplikasi dan pengembangan teknologi kultur jaringan yang ada sebaiknya diarahkan pada 57
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
pengembangan teknologi yang lebih efektif, efisien melibatkan penggunaan saranaprasarana yang lebih sederhana dan murah. Aplikasi bahan-bahan yang berkualitas dan mahal disarankan hanya digunakan pada tahap inisiasi, setelah itu aplikasi pupuk majemuk (Hyponex, Growmore, Gandasil, dll), bahan-bahan organik (air kelapa, juice apel, bubur pisang, kentang, ragi, dll), sumber karbon yang murah (Himedia, gulaku, dll) serta Vitamin murah (IPI, Enervon C, dll) diaplikasikan untuk proses penggandaan hingga penyiapan plantletnya. Pemanfaatan dan pengembangan anggrek-anggrek produksi pemulia dalam negeri (pemerintah, swasta maupun perorangan) sebaiknya menjadi target utama penyiapan bibit berkualitas di masa yang akan datang. Melalui aplikasi teknologi kultur jaringan pada anggrek-anggrek dalam negeri diharapkan di masa yang akan datang anggrekanggrek Indonesia dapat menjadi tuan di negeri sendiri dan mampu bersaing di pasar global. Selanjutnya pengembangan sektor swasta dan industri rumahan yang berberak dibidang penyediaan bibit anggrek berkualitas juga terus dipacu dan didorong melalui berbagai aspek terkait dengan penyediaan permodalan, materi tanaman, pembinaan, pelatihan, dan kerjasama yang harmonis dengan seluruh pelaku usaha agribisnis anggrek yang ada.
PENUTUP Dari seluruh uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa teknologi kultur jaringan dapat diaplikasikan untuk mendukung produksi bibit anggrek berkualitas di Indonesia. Pada perbanyakan cepat Dendrobium, Phalaenopsis dan Vanda terlihat bahwa penyediaan bibit anggrek berkualitas dalam jumlah yang besar, seragam dalam waktu yang singkat dapat diwujudkan melalui aplikasi teknologi kultur jaringan. Aplikasi teknologi tersebut memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas (cerdas, terampil, kreatif, tekun dan ulet), alam dan ketersediaan saranaprasarana pendukung yang memadahi. Pengembangan teknologi kultur jaringan sebaiknya diarahkan pada pemanfaatan pupuk majemuk, bahan-bahan organik, sumber karbon dan vitamin yang lebih murah dan mudah didapat di pasar. Aplikasi teknologi kultur in vitro ini kedepan, baik menggunakan tunas pucuk, lateral, daun, tangkai bunga maupun sel meristem, diharapkan dapat menjadi motor penggerak yang optimal bagi tumbuhnya industri bibit anggrek berkualitas produk dalam negeri dan penyediaan bibit anggrek berkualitas yang berkelanjutan, yang pada gilirannya dapat menjadikan anggrek dan produk anggrek dalam negeri menjadi tuan di negeri sendiri. Kerjasama yang baik antar semua lini (seluruh pelaku usaha dan pemerintah) diharapkan dapat semakin meningkatkan kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia.
58
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
DAFTAR PUSTAKA Alam, I., S.A. Sharmin, M.K. Naher, M.J. Alam, M. Anisuzzaman, and M.F. Alam. 2010. Effect of growth regulators on meristem culture and plantlet establishment in sweet potato [Ipomoea batatas (L.) Lam.]. Plant Omics J. 3(2):35-39. Alderberg, J.W, N.V.Desamero, S.A.Hale, and R.E. Young, 1997. Long-term nutrient and water utilization during micripropogation of Cattleya on liquid/membrane system. 48:1-7 Anonim. 2005a. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Anggrek 2005-2010. Departemen Pertanian. 46 halaman. Anonim, 2005b. Anggrek Dendrobium. Trubus info kit. Trubus, Jakarta. 218 pp Anonim. 2006a. Bisnis Anggrek Menjanjikan. Kompas Senin, 10 September 2001. www.kompascybermeia.pustaka-anggrek\Anggrek-info-2.htm. 6 September 2006. Anonim. 2006b. Prospek bisnis anggrek masih menjanjikan. Badan Pengembangan Ekspor Nasional. www.kompascybermeia.pustaka-anggrek\Anggrek-info-2.htm. 6 September 2006. Arditti, J. 1992. Fundamental of Orchid Biology. John Wiley & Sons. New York. Chichester.Brisbane.Toronto..Singapura. 691p. Biswas, M.K., M. Hossian and R. Islam. 2007.Virus Free Plantlet Production of Strawbarry Through Meristem Culture. World J. Agric. Sci. 3(6): 757-763. Budiarto, K., Y. Sulyo, I.B. Rahardjo dan D. Pramanik. 2008. Pengaruh Durasi Pemanasan terhadap Keberadaan Chrysanthemum Virus B pada Tiga Varietas Krisan Terinfeksi. J. Hort. 18(2): 185-192. Chang, C. and W.C. Chang. 1998. Plant regeneration from callus culture of Cymbidium ensifolium var. misericors Plant Cell Rep. 17: 251–255 Chen, J.T., C. Chang and W.C. Chang. 1999. Direct somatic embryogenesis on leaf explants of Oncidium Gower Ramsey and subsequent plant regeneration. Plant Cell Rep. 19: 143149. _________ and W.C. Chang, 2000. Efficient plant regeneration trough somatic embrogenesis from callus cultures of Oncidium (Orchidaceae). Plant Sci. 160:87-93 __________________________. 2006. Direct somatic embryogenesis and plant regeneration from leaf explants of Phalaenopsis amabilis. Biol. Plant. 50(2): 169-173. Chen, J.T., and W.C. Chang, 2006. Direct somatic embryogenesis and plant regeneration from leaf explants of Phalaenopsis amabilis. Biol. Plant. 50(2): 169-173. Comber, J.B. 1990. Orchid of Java. Bentham-Moxon Trust. Royal Botanic Gardens, Kew. Thailand. 406 pages. Decruse, S.W., A. Gangaprasad, S. Seeni and V.S. Menon. 2003. Micropropagation and ecorestoration of Vanda spathulata, an exquisite Orchid. Plant Cell Tiss. Organ Cult. 72: 199–202. Geetha, S.and S.A. Shetty. 2000. In vitro propagation of Vanilla planifolia, a tropical orchid. Current Sci. 79(6):886-889 Goh, C.J. 1990. Orchids, monopodials. In: Ammirato P.V.,Evans D.A., Sharp W.R. and Bajaj Y.P.S. (eds) Handbook of Plant Cell Culture, Vol 5: Ornamental spesies (pp 598-637). McGraw-Hill, Inc., USA. Ishii, Y., T. Takamura, M. Goi and M. Tanaka. 1998. Callus induction and somatic embryogenesis in Phalaenopsis. Plant Cell Rep. 17:446-450 Iswanto, H., 2002.Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Purtaka Jakarta.66 pp Huda, A. K. M. N. and B. Sikdar. 2006. In vitro Plant Production through Apical Meristem Culture of Bitter Gourd (Momordica charantia L.). Plant Tissue Cult. & Biotech. 16(1): 31-36 Jheng, F.Y., Y.Y. Do, Y.W. Liuah, J.P. Chung and P.L. Huang. 2006. Enhancement of growth and regeneration efficiency from embryogenic callus cultures of Oncidium ‘Gower Ramsey’ by adjusting carbohydrate sources. Plant Sci. 170: 1133-1140.
59
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
Kishor, R. and H. S. Devi. 2009. Induction of multiple shoots in a monopodial orchid hybrid (Aerides vandarum Reichb.f x Vanda stangeana Reichb.f) using thidiazuron and analysis of their genetic stability. Plant Cell Tiss Organ Cult. 97:121–129. Kuo, H.L., J.T. Chen and W.C. Chang. 2005. Efficient plant regeneration through direct somatic embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis ‘Little Steve’. In Vitro Cel. Dev. BiolPlant : 453-456. Kurniati, R. 2006. Perbanyakan anggrek Phalaenopsis melalui kultur tangkai. Makalah disampaikan pada Pelatihan Budidaya Anggrek di Balai Benih Induk, Jakarta. Lang, N.T. and N.T. Hang. 2006. Using Biotechnological Approaches for Vanda Orchid Improvement. Omonrice 14: 140-143. Martin, K.P., D. Joseph, J. Madassery and V.J. Philip. 2003. Direct shoot regeneration from lamina explants of two commercial cut flower cultivars of Anthurium andraeanum L. Hort. In Vitro Cel. Dev. Biol-Plant. 39 (5): 500-504. Meesawat, U. and K. Kanchanapoom. 2002. In vitro plant regeneration through embryogenesis and organogenesis from callus culture of pigeon orchid (Dendrobium crumenatum Sw.). Thamasat Int. J. Sc. Tech. 7(2): 9-17. Nagaraju, V. and S.K. Mani. 2005. Rapid In-Vitro Propagation of Orchid Zygopetalum intermedium. J. Plant Biochem. Biotechnol. 14:27-32. Nagib, A., S.A. Hossian, M.F. Alam, M.M. Hossian, R. Islam and R.S. Sultana. 2003. Virus Free Potato Tuber Seed Production Through Meristem Culture in Tropical Asia. Asian J. Plant Sci. 2(8): 616-622. Pink, D.A.C. and D.G.A. Walkey. 1984. Rapid propagation of Cucurbita pepo L. by culture of meristem tips. Sci. Hort. 24(2): 107-114. Pribadi N. 2009. Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Anggrek. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Deptan. 70 Halaman. Sagawa, Y. 1990. Orchids, Other Considerations. In: Ammirato, P.V., D.A. Evans, W.R. Sharp and Y.P.S. Bajaj. (Eds.) Handbook of Plant Cell Culture, Ornamental Species, Vol. 5. pp 638-653. McGraw-Hill, New York. Santi, A., D. Widiastoety, dan J. Prasetya 2006. Modifikasi Media Generik Untuk Meningkatkan Pembentukan Protocorm Like Bodies (Plbs.) Anggrek Dendrobium. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2006. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253. Jawa Barat Seeni , S and P.G. Latha. 1992. Foliar regeneration of the endangered Red Vanda, Renanthera imschootiana Rolfe (Orchidaceae). Plant Cell, Tiss Organ Cult. 29: 167-172 Seeni, S. and P.G.Latha. 2000. In vitro multiplication and ecorehabilitation of the endangered Blue Vanda. Plant Cell, Tiss Organ Cult. 61: 1–8. Sheelavanthmath, S.S., H.N. Murthy, B.P. Hema, E.J. Hahn, and K.Y. Paek. 2005. High frequency of protocorm like bodies (PLBs) induction and plant regeneration from protocorm and leaf sections of Aerides crispum. Sci. Hort. 106: 395–401 Utami,P.K., B. Ginting, dan A. Santi 2007. Pengaruh Media Bahan Organik untuk Menstimulasi Proliferasi plbs Anggrek Dendrobium. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2007. Balai Penelitian Tanaman Hias Jl. Raya Ciherang Pacet, Cianjur 43253 Jawa Barat Widiastoety D. dan Syafril.1993. Pengaruh Air Kelapa terhadap pertumbuhan plbs Anggrek dalam Medium Padat. Bull. Penel. Tan. Hias 1(1): 7-12. Widiastoety, D. 1985. Macam Media dan Kedudukan Mata Tunas pada Pembentukan Protocorm-like bodies Anggrek. Penelitian Pertanian. 5(1): 37-39. Widiastoety, D., H. Susesno, S. Harran dan R. Suseno. 1986. Perlakuan modifikasi medium terhadap kultur daun anggrek (Aranda Christine 130). Bull. Penel. Hort. 14(2): 33-37. Widiastoety, D. 2005. Teknologi Produksi Benih Anggrek Vanda, Phalaenopsis, Spathoglottis dan Dendrobium. Laporan Hasil Peneltian Tahun 2005. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253. Jawa Barat. Wirakarnain, S., A.B.M.S. Hossain and S. Chandran. 2008. Plantlet Production through Development of Competent Multiple Meristem Cultures from Male Inflorescence of 60
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012 Banana, Musa acuminta cv. ‘Pisang Mas’ (AA). American J. Biochem. Biotechnol. 4 (4): 325-328,
TANYA-JAWAB Pertanyaan 1. Bpk Nesya (DPP PAI) Apa hasil teknologi meristem yang telah dikembangkan saat ini? Berapa jenis anggrek yang telah dikembangkan dengan teknologi tersebut dan berhasil? Adakah anggrek komersial yang juga sudah dikembangkan dengan teknologi tersebut? 2. Ibu Endang Sumiarti (DPP PAI) Apa yang menjadi pembatas pengembangan teknologi meristem tersebut? Bagaimana mengatasinya? 3. Ibu Irawati (DPP-PAI) Kapan target teknologi tersebut dapat tercapai? Jawab 1. Saat ini yang dihasilkan adalah medium inisiasi tunas dan medium inisiasi embrio. Jenis Phalaenopsis yang telah dikembangkan dengan teknologi ini adalah Phalaenopsis hasil pemuliaan Balithi dan beberapa Phalaenopsis Ekakarya. 2. Pencoklatan eksplan dampak irisan adalah kendala terbesar pengembangan teknologi meriklon. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pemanfaatan peralatan isolasi yang sesuai dan berharap dapat disediakan oleh Balithi tahun 2013 3. Jika peralatan yang sesuai untuk isolasi meristem sudah tersedia, diharapkan diakhir tahun 2013 sudah dapat dihasilkan, minimal medium inisiasi dan proliferasi embrio hasil kultur meristem dapat ditemukan.
61