Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
PERBANYAKAN BIBIT KEMENYAN SUMATRANA (Styrax benzoin Dryander) SECARA KULTUR JARINGAN TANAMAN Elimasni Isnaini Nurwahyuni Fakultas MIPA Universitas Sumatera tara Abstrak Penelitian ini diarahkan pada usaha perbanyakan bibit kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) secara kultur jaringan tanaman untuk menghasilkan bibit kemenyan. Untuk memberikan arahan yang spesifik dalam penelitian ini maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut: 1). Bagaimana teknik kultur jaringan yang baik untuk perbanyakan tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) sebagai usaha untuk penyediaan bibit kemenyan sumatrana secara kultur jaringan tanaman dalam jumlah banyak dengan kualitas yang seragam. 2). Bagaimana teknik regenerasi yang efektif untuk perbanyakan tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander). 3). Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam usaha perbanyakan kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) agar diperoleh kondisi optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) yang diperbanyak secara teknik in vitro melalui kultur jaringan tanaman. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kemampuan jaringan tanaman untuk membentuk kalus sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP. 2. Pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP di dalam media basal MS sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan akar. 3. Regenerasi Styrax benzoin Dryander secara teoritis dapat dilakukan dengan memindahkan kalus embriogenik dalam media inisiasi ke media MS0 untuk membentuk planlet. Kata kunci : Bibit kemenyan, Kultur jaringan, Zat pengatur tumbuh ‘
A. PENDAHULUAN Pelestarian dan peningkatan kualitas tanaman hutan perlu mendapat perhatian, terutama terhadap tanaman yang dapat menghasilkan produk non-kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu tanaman hutan yang sangat penting untuk dikembangkan dan dibudidayakan adalah kemenyan sumatrana (Styrax Benzoin Dryander) karena menghasilkan getah kulit yang disebut kemenyan yang mengandung senyawa bioaktif sebagai bahan baku obat. Kemenyan sumatrana mengandung senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat (Sianipar dan Simanjuntak, 2000). Tanaman ini tumbuh dengan baik di hutan Sumatera Utara, khususnya di tiga kabupaten: Tapanuli Utara, Dairi, dan Toba Samosir. Kemenyan merupakan produk hasil hutan non kayu yang khas dari Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Getah kemenyan bukan hanya dikonsumsi secara lokal, akan tetapi sudah merupakan komoditas ekspor dari
Sumatera Utara. Banyak masyarakat di sekitar hutan di Tapanuli Utara yang menggantungkan hidup dari getah kemenyaan, yang dijual dalam bentuk bahan baku mentah. Walaupun kemenyan sudah termasuk komoditas unggulan dari Tapanuli Utara, akan tetapi budidaya kemenyan belum dilakukan dengan baik. Getah kemenyan yang diproduksi dari Tapanuli Utara masih berasal dari kemenyan yang tumbuh secara liar di hutan. Budidaya kemenyan sumatrana dalam jumlah banyak sulit untuk dilakukan karena kendala dalam penyediaan bibit. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan masyarakat di sekitar hutan diketahui bahwa bibit pohon kemenyan yang tumbuh di dalam hutan diperoleh dari biji yang tumbuh secara liar. Usaha untuk menghasilkan bibit tanaman melalui biji telah dilakukan masyarakat akan tetapi jumlah biji yang dapat tumbuh sangat sedikit bahkan tidak tumbuh sama sekali, karena kulit biji yang keras dan ketersediaannya sangat sedikit. Hal ini menyebabkan usaha budidaya kemenyan
60
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
menjadi sulit dilakukan. Dengan demikian bila budidaya kemenyan tidak dilakukan, diperkirakan tanaman ini akan mengalami kepunahan. Permasalahan besar yang dihadapi dalam pemuliaan tanaman kemenyan adalah sulit mendapatkan bibit yang tersedia. Penyediaan bibit kemenyan pada umumnya dilakukan secara konvensional melalui perbanyakan generatif dengan biji yang tumbuh secara alami, sehingga penanaman kemenyan dalam jumlah besar di hutan tidak memungkinkan untuk dilakukan karena kesulitan dalam penyediaan bibit. Sebagai alternatif terbaik untuk memenuhi penyediaan bibit kemenyan dalam jumlah besar harus dilakukan melalui teknik in vitro, karena dapat memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan seragam dalam waktu relatif singkat. Hal ini yang mendorong peneliti melakukan penelitian sebagai upaya perbanyakan tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) melalui kultur daun pucuk, sebagai langkah awal dalam usaha penyediaan bibit kemenyan. B. METODE PENELITIAN Penelitian bersifat eksperimental, dengan kombinasi perlakuan percobaan dirancang secara acak faktorial dengan 6 ulangan setiap perlakuan. Kombinasi perlakuan di antaranya adalah media yang mengandung/tanpa zat pengatur tumbuh. Kombinasi perlakuan di antaranya adalah media yang mengandung/bebas dari glukosa dan diperkaya dengan beberapa jenis zat pengatur tumbuh seperti: Benzyl Amino Purin (BAP) dan 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) seperti diperlihatkan dalam rancangan percobaan pada Tabel 1. Tabel 1.
Rancangan Percobaan Perbanyakan Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Secara Kultur Jaringan Tanaman
Variasi zpt 2,4-D D0 D1 D2 D3
61
B0 D0B0 D1B0 D2B0 D3B0
BAP B1 B2 D0B1 D0B2 D1B1 D1B2 D2B1 D2B2 D3B1 D3B2
B3 D0B3 D1B3 D2B3 D3B3
Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D D1 = 0,05 mg/l 2,4-D D2 = 0,5 mg/l 2,4-D D3 = 5,0 mg/l 2,4-D
B0 = 0,0 mg/l BAP B1 = 0,1 mg/l BAP B2 = 1,0 mg/l BAP B3 = 10,0 mg/l BAP
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri atas persiapan bahan tanaman, penyediaan medium kultur, sterilisasi eksplan dan penanaman eksplan, regenerasi kalus, dan aklimatisasi tanaman. Masing-masing komponen ini akan dijelaskan secara singkat berikut ini. Persiapan Bahan Tanaman Kemenyan Sumatrana Bahan baku tanaman untuk kultur jaringan tanaman adalah pohon kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) berkualitas baik dipilih dari areal hutan di Tapanuli Utara, dan dari hutan tersebut diambil anakan yang baik untuk ditanam di dalam pot di rumah kaca Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi FMIPAUSU. Tanaman induk yang dijadikan sebagai sumber anakan adalah tanaman pohon kemenyan seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) ini digunakan sebagai sumber bahan tanaman, sedangkan daun sumber eksplan digunakan daun muda seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
Elimasni Isnaini Nurwahyuni Gambar 1. Pohon Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Berkualitas Baik dan Masih Produktif yang Tumbuh di Hutan Rakyat Tapanuli Utara.
Gambar 2. Pucuk Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) yang Diambil Daun Pertama Membuka untuk Dijadikan sebagai Sumber Eksplan dalam Kultur Jaringan Tanaman.
Penyediaan Media Kultur Media basal terdiri atas garam dan vitamin yaitu media MS (Murashige dan Skoog, 1962) dikeraskan dengan 8% agar. Kondisi pH media diatur pada pH 5,8, kemudian di o sterilisasi di autoclaf pada 121 C selama 20 menit. Media basal yang digunakan divariasi komposisinya zat pengatur tumbuh yaitu Benzyl Amino Purin (BAP) dan 2,4 diklorophenoxyacetic acid (2,4-D). Percobaan dilakukan dengan variasi zat pengatur tumbuh yaitu BAP (0, 0.1, 1.0 dan 10 mg/l) dan 2,4-D (0, 0.05, 0.5 dan 5 mg/l). Media kultur untuk inisiasi kalus terdiri atas media MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang diperkaya dengan zpt. Optimasi percobaan meliputi inisiasi kalus, regenerasi, aklimatisasi akan dilakukan dengan berbagai variasi perlakuan. Studi terhadap resistensi tanaman terhadap beberapa penyakit akan dilakukan dalam tingkat kalus dengan variasi jumlah vektor seperti fungi, bakteri, dan virus di dalam kalus yang berhasil dikultur pada tahapan awal. Adaptasi tanaman terhadap iklim dan kadar air dilakukan secara laboratorium di rumah kaca dengan perlakuan variasi tingkat kesuburan tanah (pemupukan), suhu, dan curah hujan. Percobaan di atas akan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial (Zar, 1996).
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Sterilisasi Eksplan dan Penanaman Eksplan Daun muda tanaman kemenyan diambil lalu dicuci dengan air detergen dan dibilas dengan air kran. Bahan disterilasi dalam kondisi aseptik dalam alkohol 70% selama 1 menit dan diikuti dengan pemindahan ke dalam larutan bayclin 10 dan 20% masingmasing selama 15 menit masing-masing diseling dengan pembilasan menggunakan akuades sebanyak 3 kali. Eksplan dipotong sebesar 1.0 cm dan ditanam pada 16 perlakuan media yang sudah dibuat. Kultur diinkubasi dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam/hari, dengan suhu 25 - 27 o C. Kultur dipelihara selama 90 hari dan pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali. Terhadap setiap kultur akan dilakukan pengamatan yaitu persentase kultur terkontaminasi, pertumbuhan kultur: jumlah tunas, tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, jumlah akar, persentase kultur mengkalus. Jika pada media perlakuan dihasilkan kalus embriogenik maka kalus tersebut diregenerasi dalam media MSO (media MS tanpa zat pengatur tumbuh). Kondisi ruangan kultur dipelihara sama seperti pada saat inisiasi. Pada fase ini dilakukan pengamatan kemampuan kultur beregenerasi menjadi tanaman, seperti jumlah planlet terbentuk. Regenerasi Tanaman Terhadap kalus yang terbentuk pada kultur akan dilakukan regenerasi kalus menjadi tanaman dengan cara memindahkan kalus ke dalam media regenerasi. Sebagai media regenerasi digunakan media MS0 (media MS tanpa zat pengatur tumbuh) dan MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh. Kondisi ruangan kultur dipelihara sama seperti pada saat inisiasi. Pada fase ini dilakukan pengamatan kemampuan kultur morfogenik beregenerasi menjadi tanaman, seperti jumlah tunas dan tunas berakar, jumlah tunas per-eksplan, jumlah akar dan kecepatan pertumbuhan, hasil diferensiasi kalus setelah di subkultur, respons tunas pada media perakaran, dan kecepatan pertumbuhan. Faktor-faktor lain juga akan dioptimasi untuk mendapatkan kondisi optimum pertumbuhan dan perkembangan kalus.
62
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Induksi Kalus Kemenyan Sumatrana Pada teknik kultur jaringan tanaman, telah diketahui bahwa kemampuan jaringan tanaman untuk membentuk kalus sangat dipengaruhi antara lain oleh komponen dan konsentrasi media, jenis, dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (zpt) dan intensitas cahaya (Nurwahyuni, 1994), maka dalam kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) digunakan media MS sehingga pengaruh pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan kalus dapat diamati. Eksplan tanaman kemenyan yang berasal dari daun pucuk yang sudah disterilisasi dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam botol kultur berisi media. Potongan daun dibenamkan dengan seluruh permukaan menempel pada media. Cara ini dilakukan karena ternyata meletakkan daun pada posisi permukaan bawah atau permukaan atas daun yang bersentuhan dengan media cukup baik untuk inisiasi dan pertumbuhan kalus pada kultur daun pucuk kemenyan ini karena setiap sel pada permukaan yang bersentuhan dengan media mempunyai potensi untuk menyerap nutrien yang terdapat dalam media. Walaupun menurut Hendroyono dan Wijayani (1994) cara seperti ini tidak selalu efektif dalam induksi kalus, akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan pada kultur jaringan kopi (Nurwahyuni, 1999), dan kultur jaringan jeruk manis (2001) telah terbukti bahwa cara yang
dilakukan seperti pada kultur jaringan kemenyan ini tidak efektif dalam merangsang pembentukan kalus embriogenik. Kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) kemudian diinkubasi di dalam ruang dengan pencahayaan konstan 1000 lux pada suhu 25 ± 2 oC. Setelah masa inkubasi empat minggu terlihat kalus mulai terbentuk dan membesar untuk beberapa kelompok perlakuan, dan dilanjutkan pada pertumbuhan kalus di dalam media kultur pada minggu ke dua belas. Kalus bertumbuh mulai pada bagian eksplan bekas luka yang merupakan pinggiran yang bersentuhan langsung dengan media, dan selanjutnya pertumbuhan meluas ke seluruh permukaan eksplan. Pertumbuhan kalus pada eksplan semakin meningkat apabila pada eksplan terdapat tulang-tulang daun apalagi ibu tulang daun yang mengandung berkas/jaringan pengangkut, hal ini disebabkan oleh karena pada jaringan pengangkut tersebut terdapat nutrien yang lebih banyak bila dibandingkan dengan jaringan daun yang tidak mempunyai jaringan pengangkut mengakibatkan pemacuan pertumbuhan kalus meningkat. Hasil seperti ini selalu didapati seperti dijelaskan dalam beberapa penelitian sebelumnya (Nurwahyuni, 2002, dan Nurwahyuni, 2004). Jumlah kultur yang hidup dari seluruh kultur yang ditumbuhkan dalam berbagai kelompok perlakuan dirangkum pada Tabel 2.
Tabel 2.Persentase Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) yang Hidup di dalam Media Kultur dengan Variasi Perlakuan. Perlakuan D0B0 D0B1 D0B2 D0B3 D1B0 D1B1 D1B2 D1B3 D2B0 D2B1 D2B2 D2B3 D3B0 D3B1 D3B2 D3B3
63
1 * * * * * * * * * * * * * * * *
2 * * * * * * * * * * * * * * * *
Pertumbuhan kalus pada minggu ke 3 4 * * + + + + + + + + + + + + + + * * + + + + + + + ++ + + + + ++ ++
5 * + + + + + + + + ++ + ++ ++ ++ ++ +++
6 * + + + + + + + + ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D B0 = 0,0 mg/l BAP D1 = 0,05 mg/l 2,4-D B1 = 0,1 mg/l BAP D2 = 0,5 mg/l 2,4-D B2 = 1,0 mg/l BAP D3 = 5,0 mg/l 2,4-D B3 = 10,0 mg/l BAP (*) eksplan membesar, (+) kalus bertumbuh, (++) intensitas pertumbuhan kalus sedang, (+++) intensitas pertumbuhan kalus sangat besar
Gambar 3. Bentuk Kalus Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Minggu Ke Dua Belas
Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Kalus Pertumbuhan dan perkembangan kalus kemenyan sumatrana (Styrax benzoin
Dryander) sangat dipengaruhi oleh jenis zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur. Dalam percobaan ini telah dilakukan variasi beberapa jenis zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur, kemudian persentase kultur yang bertumbuh kalusnya diamati dan berat kalus ditimbang untuk dianalisis secara statistika. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh ke dalam media kultur mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kalus, yaitu diamati setelah pengkulturan selama 1 bulan. Pertumbuhan eksplan baru menunjukkan gejala tumbuh setelah 1 bulan pengkulturan, dan diikuti dengan perkembangan kalus. Perkembangan kalus di dalam media kultur sangat lambat. Pertumbuhan dan perkembangan kalus oleh pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP di dalam media basal MS ditunjukkan dari berat basah kalus di dalam kultur. Dari pengaruh variasi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan kalus diperoleh seperti dirangkum pada Tabel 3.
Tabel 3. Pertumbuhan Kalus Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Media MS yang Diperkaya dengan Berbagai Jenis Zat Pengatur Tumbuh Berat akhir kalus % kultur kalus No Jenis Perlakuan bertumbuh Berat (g) Notasi* 1 D0B0 0 0.017 f 2 D0B1 67 0.028 ef 3 D0B2 67 0.030 ef 4 D0B3 67 0.031 ef 5 D1B0 83 0.042 ef 6 D1B1 67 0.042 ef 7 D1B2 67 0.050 ef 8 D1B3 67 0.053 ef 9 D2B0 83 0.065 de 10 67 D2B1 0.068 de 11 67 D2B2 0.073 de 12 67 D2B3 0.093 cd 13 67 D3B0 0.146 b 14 50 D3B1 0.161 b 15 67 D3B2 0.190 b 16 67 D3B3 0.319 a
64
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D B0 = 0,0 mg/l BAP D1 = 0,05 mg/l 2,4-D D2 = 0,5 mg/l 2,4-D B2 = 1,0 mg/l BAP D3 = 5,0 mg/l 2,4-D *Diperoleh berdasarkan hasil analisis statistika “Uji Jarak Duncan”
Pemberian zat pengatur tumbuh sangat nyata berpengaruh terhadap induksi dan kecepatan perkembangan kalus tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase kultur membentuk kalus. Pada kelompok perlakuan ditemukan persentase kultur berkalus yang bervariasi, yaitu 50-83%, di mana persentase tertinggi ditemukan pada kelompok D1B0 dan D2B0 masing-masing 83%, sedangkan persentase terrendah ditemukan pada kelompok D3B1 hanya bertumbuh 50%. Dari hasil penelitian diketahui bahwa media dengan komposisi kombinasi zat pengatur tumbuh sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kalus kemenyan, di mana berat kalus tertinggi diperoleh pada kelompok perlakuan D3B3 dengan rataan berat kalus 0.319 g, disusul dengan kelompok perlakuan D3B2 dengan rataan berat basah kalus 0.190 g, sedangkan berat kalus terendah diperoleh pada kelompok perlakuan D0B1 dengan rataan berat kalus 0.028 g, yaitu hampir sama dengan kelompok kontrol D0B0 dengan rataan berat kalus 0.017g. Dari data ini diketahui bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan kalus, yaitu semakin tinggi konsentrasi 2,4-D dan BAP yang ditambahkan ke dalam media kultur maka berat basah kalus yang dihasilkan juga semakin tinggi.
B1 = 0,1 mg/l BAP B3 = 10,0 mg/l BAP
4. Dari hasil ini disimpulkan bahwa zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) (Fhitung 27.39 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01. Pengaruh nyata dari masing-masing zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur juga sangat signifikan, yaitu 2,4-D sangat nyata mempengaruhi pertumbuhan kalus (Fhitung 113.45 > Fcrit 4.23) dan media BAP juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus (Fhitung 11.70 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf signifikansi 0,01. Hasil ini juga menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar variabel (Fhitung 3.94 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01. Perkembangan Tunas Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Perkembangan tunas di dalam kultur untuk beberapa kondisi perlakuan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Persentase keberhasilan kultur untuk bertumbuh menjadi tunas cukup tinggi. Kalus di dalam media kultur menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang cukup baik setelah 6 minggu, yaitu berkembang membentuk tunas seperti dirangkum pada Tabel 5.
Analisis data dengan menggunakan statistik analisis sidik ragam dirangkum pada Tabel Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Kalus Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Media MS yang Diperkaya dengan Berbagai Jenis Zat Pengatur Tumbuh SK db JK KT Fhit F,05 F.01 Perlakuan D B DxB Galat
15 3 3 9 49
0.14 0.12 0.01 0.01 0.02
Total
64
0.16
65
0.01 0.04 0.00 0.00 0.00
27.39 113.45 11.70 3.94
** ** ** **
1.88 2.80 2.80 2.08
2.44 4.23 4.23 2.81
Elimasni Isnaini Nurwahyuni Ket :
KK (a) = ** = *= tn =
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 2.45% sangat nyata nyata tidak nyata
Tabel 5. Pertumbuhan Tunas Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada media MS yang Diperkaya dengan Berbagai Jenis Zat Pengatur Tumbuh Jumlah Tunas No Jenis Perlakuan % Kultur Bertunas Rataan Tunas Notasi* (buah) 1 D0B0 0 0.00 e 2 D0B1 67 0.50 d 3 D0B2 67 1.00 bc 4 D0B3 67 1.00 bc 5 D1B0 0 0.00 e 6 D1B1 67 1.00 cd 7 D1B2 67 1.50 abc 8 D1B3 67 2.00 a 9 D2B0 0 0.00 e 10 0 D2B1 0.00 e 11 67 D2B2 1.00 bc 12 67 D2B3 1.75 ab 13 0 D3B0 0.00 e 14 0 D3B1 0.00 e 15 0 D3B2 0.00 e 16 67 D3B3 1.25 abc Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D B0 = 0,0 mg/l BAP D1 = 0,05 mg/l 2,4-D B1 = 0,1 mg/l BAP D2 = 0,5 mg/l 2,4-D B2 = 1,0 mg/l BAP D3 = 5,0 mg/l 2,4-D B3 = 10,0 mg/l BAP *Diperoleh berdasarkan hasil analisis statistika “Uji Jarak Duncan”
Dari hasil diketahui bahwa variasi perlakuan memberikan perkembangan kultur menjadi tunas bervariasi, namun jumlah tunas antar perlakuan tidak berbeda nyata. Kalus yang terbentuk pada beberapa kombinasi media, seperti pada perlakuan D1B3 memiliki intensitas pertumbuhan tunas yang tinggi dengan rataan jumlah tunas sebanyak 2,0 buah, disusul dengan kelompok perlakuan D2B3 dengan rataan jumlah tunas sebanyak 1,75 buah, kelompok perlakuan D1B2 dengan rataan jumlah tunas sebanyak 1,50 buah, dan kelompok perlakuan D3B3 dengan rataan jumlah tunas sebanyak 1,25 buah. Akan tetapi masih banyak kelompok perlakuan yang tidak bertumbuh tunas seperti pada kelompok perlakuan D1B0, D2B0, D2B1, D3B0, D3B1, dan kelompok D3B2, yaitu hampir sama dengan kelompok kontrol
D0B0. Dari hasil ini terlihat bahwa peningkatan konsentrasi zat pengatur tumbuh tidak konsisten terhadap variasi pertumbuhan tunas.
66
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Gambar 4. Pertumbuhan dan Perkembangan Kultur Bertunas Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) dalam Media Kultur Setelah 6 Minggu.
Lebih lanjut diketahui bahwa variasi perlakuan memberikan perkembangan kultur menjadi tunas dengan bentuk bervariasi. Tipe pertumbuhan untuk tunas kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) bervariasi seperti perbesaran eksplan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sel dan pembesaran sel yang menyebabkan eksplan bertambah luas permukaannya. Warna eksplan coklat dan bentuknya berupa lembaran potongan daun yang membesar. Tunas yang bertumbuh di dalam media kultur menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang cukup baik setelah 6 minggu. Tunas yang dihasilkan, bentuk tunas yang bertumbuh diperlihatkan pada Gambar 4.
Analisis data dengan menggunakan statistik analisis sidik ragam dirangkum pada Tabel 6. Dari hasil ini disimpulkan bahwa zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tunas kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) (Fhitung 1.88 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,05, tetapi tidak nyata pada taraf signifikansi 0,01. Akan tetapi, masing-masing zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tunas, yaitu 2,4-D nyata mempengaruhi pertumbuhan tunas (Fhitung 9.50 > Fcrit 4.23) dan media yang mengandung BAP juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas (Fhitung 52.45 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf signifikansi 0,01. Hasil ini juga menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar variabel (Fhitung 4.59 > Fcrit 2.81) pada taraf signifikansi 0,01. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Akar Kemenyan Sumatrana Untuk mengetahui pengaruh zpt terhadap pertumbuhan akar kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) di dalam media kultur, telah dilakukan penambahan 2,4-D dan BAP dengan variasi konsentrasi ke dalam media basal MS, dan pertumbuhan akar diamati. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP di dalam media basal MS sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan akar kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander). Akar yang tumbuh pada media basal yang mengandung 2,4-D dan BAP menunjukkan kualitas bervariasi seperti di rangkum pada Tabel 7.
Tabel 6 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tunas Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Media MS yang Diperkaya dengan Berbagai Jenis Zat Pengatur Tumbuh (Data Hasil pada Tabel 5). SK Perlakuan D B DxB Galat
db 15 3 3 9 49
JK 6.40 0.80 4.44 1.16 1.38
Total
64
7.79
67
KT 0.43 0.27 1.48 0.13 0.03
Fhit 2.20 9.50 52.45 4.59
* ** ** **
F,05 1.88 2.80 2.80 2.08
F.01 2.44 4.23 4.23 2.81
Elimasni Isnaini Nurwahyuni Ket :
KK (a) = ** = *= tn =
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 16.33% sangat nyata nyata tidak nyata
Tabel 7. Pertumbuhan Akar Kultur Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Media MS yang Diperkaya dengan Berbagai Jenis Zat Pengatur Tumbuh Jumlah Akar No
Jenis Perlakuan
1 2 3 4 Lanjutan…
D0B0 D0B1 D0B2 D0B3
% Kultur Berakar 67 67 0 0
Rataan Akar (buah) 0.50 0.50 0.00 0.00
Notasi* ef ef ef ef
Jumlah Akar No
Jenis Perlakuan
5 D1B0 6 D1B1 7 D1B2 8 D1B3 9 D2B0 10 D2B1 11 D2B2 12 D2B3 13 D3B0 14 D3B1 15 D3B2 16 D3B3 Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D D2 = 0,5 mg/l 2,4-D
% Kultur Berakar 83 67 67 67 83 67 67 67 67 50 67 67 B0 = 0,0 mg/l BAP B2 = 1,0 mg/l BAP
Rataan Akar (buah) 2.40 2.75 1.25 4.25 2.20 2.75 1.25 1.75 5.50 4.67 2.75 1.50 D1 = 0,05 mg/l 2,4-D D3 = 5,0 mg/l 2,4-D
Notasi* cd bcd de abc cd bcd de de a ab bcd de B1 = 0,1 mg/l BAP B3 = 10,0 mg/l BAP
*Diperoleh berdasarkan hasil analisis statistika “Uji Jarak Duncan”
Dari berbagai jenis perlakuan terlihat adanya variasi pertumbuhan akar tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) yang dipengaruhi oleh pemberian zat pengatur tumbuh ke dalam media kultur. Pola pertumbuhan akar tanaman bervariasi untuk kelompok perlakuan, di mana jumlah akar yang paling banyak ditemukan pada kelompok perlakuan D3B0 dengan rataan jumlah akar 5,50 buah, diikuti oleh kelompok perlakuan D3B1 dengan rataan jumlah akar 4,67 buah, dan kelompok perlakuan D1B3 dengan rataan jumlah akar 4,25 buah. Sementara itu masih ada kelompok perlakuan yang tidak menghasilkan akar yaitu kelompok
perlakuan D0B2 dan kelompok D0B3 yang hampir sama dengan kelompok kontrl D0B0. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan akar tanaman kemenyan sumatrana sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur. Data pertumbuhan akar oleh pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh dianalisis menggunakan statistik analisis sidik ragam dirangkum pada Tabel 8. Dari hasil ini disimpulkan bahwa zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar kemenyan sumatrana (Styrax benzoin
68
Elimasni Isnaini Nurwahyuni
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005
Dryander) (Fhitung 8.08 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01. Lebih lanjut diketahui bahwa masing-masing zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan akar, yaitu 2,4-D sangat nyata mempengaruhi pertumbuhan akar (Fhitung 27.56 > Fcrit 4.23) dan media BAP juga berpengaruh nyata terhadap Tabel 8.
Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Akar Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada Media MS yang Diperkaya dengan Zat Pengatur Tumbuh (Data pada Tabel 7).
SK Perlakuan D B Lanjutan… SK DxB Galat Total Ket :
KK (a) = ** = *= tn =
db 15 3 3 db 9 49
JK 15.52 10.59 1.72 JK 3.21 6.28
KT 1.03 3.53 0.57 KT 0.36 0.13
Fhit 8.08 27.56 4.48 Fhit 2.78
** ** **
*
F,05 1.88 2.80 2.80 F,05 2.08
F.01 2.44 4.23 4.23 F.01 2.81
64 21.80 23.82% sangat nyata nyata tidak nyata
Regenerasi Kalus Styrax benzoin Dryander Regenerasi Styrax benzoin Dryander dapat dilakukan dengan memindahkan kalus embriogenik dalam media inisiasi ke media MS0 untuk membentuk planlet. Di samping itu, pembentukan planlet dapat juga dilakukan melalui regenerasi langsung, yaitu planlet langsung terbentuk di dalam media. Untuk mengembangkan kalus menjadi plantlet maka embrio somatik dipindahkan ke dalam media yang tidak mengandung zat pengatur tumbuh. Dalam hal ini pembentukan planlet terjadi melalui regenerasi tidak langsung, yaitu melalui pembentukan kalus dan harus terlebih dahulu dipindahkan ke media MS0. Kalus yang beregenerasi pada media yaitu menunjukkan diferensiasi sel menjadi tunas dan akar. Pada tahap ini belum dapat dilakukan aklimatisasi tanaman karena tidak terbentuk planlet. Usaha masih dilakukan dengan penambahan berbagai jenis zat pengatur tumbuh untuk menumbuhkan planlet untuk perbanyakan tanaman secara kultur jaringan tanaman.
69
pertumbuhan akar (Fhitung 4.48 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf signifikansi 0,01. Hasil ini juga menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar variabel (Fhitung 2.78 > Fcrit 2.81) pada taraf signifikansi 0,05 tetapi tidak signifikan pada taraf signifikansi 0,01.
D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perbanyakan tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) melalui kultur daun pucuk dalam penelitian ini menunjukkan tahapan yang menggembirakan, yaitu sebagai langkah awal dalam usaha penyediaan bibit kemenyan menggunakan teknik kultur jaringan tanaman. Tahapan penelitian sebagai usaha perbanyakan tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) secara kultur jaringan masih belum mencapai tahapan perbanyakan tanaman, akan tetapi langkah yang sudah berhasil dilakukan sudah berada pada arah yang tepat. Beberapa hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu diperoleh pengaruh pemberian zat tumbuh terhadap pertumbuhan eksplan kultur daun pucuk di dalam media kultur. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kemampuan jaringan tanaman untuk membentuk kalus sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh
Elimasni Isnaini Nurwahyuni 2,4-D dan BAP. Perkembangan kalus di dalam media kultur sangat lambat. Persentase kultur berkalus yang bervariasi, yaitu 50-83%, di mana persentase tertinggi ditemukan pada kelompok D1B0 dan D2B0 masingmasing 83%, sedangkan persentase terendah ditemukan pada kelompok D3B1 hanya bertumbuh 50%. Pertumbuhan kalus di dalam media kultur untuk seluruh kelompok perlakuan adalah dengan rata-rata berat basah kalus 0,764 g. Berat basah kalus yang paling tinggi adalah pada perlakuan perlakuan D3B3 dengan rataan berat kalus 0,319 g. Analisis data dengan menggunakan statistik analisis sidik ragam bahwa zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) (Fhitung 27.39 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01 yaitu 2,4-D sangat nyata mempengaruhi pertumbuhan kalus (Fhitung 113.45 > Fcrit 4.23) dan media BAP juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus (Fhitung 11.70 > Fcrit 4.23) masingmasing pada taraf signifikansi 0,01, adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar variabel (Fhitung 3.94 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01. 2. Persentase keberhasilan kultur untuk bertumbuh menjadi tunas cukup tinggi. variasi perlakuan memberikan perkembangan kultur menjadi tunas bervariasi. namun jumlah tunas antar perlakuan tidak berbeda nyata. perlakuan D1B3 memiliki intensitas pertumbuhan tunas yang tinggi dengan rataan jumlah tunas sebanyak 2 buah. Zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tunas kemenyan sumatrana (Fhitung 1.88 > Fcrit 2.44) yaitu 2,4-D nyata mempengaruhi pertumbuhan tunas (Fhitung 9.50 > Fcrit 4.23) dan media BAP juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas (Fhitung 52.45 > Fcrit 4.23), interaksi antar variabel nyata (Fhitung 4.59 > Fcrit 2.81) pada taraf signifikansi 0,01. 3. Pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP di dalam media basal MS sangat mempengaruhi terhadap
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 pertumbuhan akar. Pola pertumbuhan akar tanaman bervariasi untuk kelompok perlakuan, di mana jumlah akar yang paling banyak ditemukan pada kelompok perlakuan D3B0 dengan rataan jumlah akar 5,50 buah. Zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar kemenyan sumatrana (Fhitung 8.08 > Fcrit 2.44), yaitu 2,4-D sangat nyata mempengaruhi pertumbuhan akar (Fhitung 27.56 > Fcrit 4.23) dan BAP juga nyata mempengaruhi pertumbuhan akar (Fhitung 4.48 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf signifikansi 0,01, dan interaksi antar variabel signifikan (Fhitung 2.78 > Fcrit 2.81) pada taraf signifikansi 0,05. 4. Regenerasi Styrax benzoin Dryander secara teoritis dapat dilakukan dengan memindahkan kalus embriogenik dalam media inisiasi ke media MS0 untuk membentuk planlet. Akan tetapi kalus yang ditumbuhkan hanya dapat berkembang menjadi akar dan tunas dan belum berhasil berdifrensiasi menjadi planlet. Penumbuhan kalus menjadi planlet belum dapat dilakukan walau telah dikultur dalam waktu yang cukup lama (12 minggu) dan dengan variasi berbagai jenis zat pengatur tumbuh. 5. Pada tahap ini belum dapat dilakukan aklimatisasi tanaman karena tidak terbentuk planlet. Usaha masih dilakukan dengan penambahan berbagai jenis zat pengatur tumbuh untuk menumbuhkan planlet untuk perbanyakan tanaman secara kultur jaringan tanaman. Saran Agar perbanyakan bibit tanaman kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) dapat tercapai, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut yaitu perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa variasi zat pengatur tumbuh lain sampai menghasilkan planlet dan bibit tanaman, atau perlakuan subkultur. Dalam penelitian lanjutan diharapkan akan dapat dilakukan regenerasi tanaman dan aklimatisasi.
70
Elimasni Isnaini Nurwahyuni E. DAFTAR PUSTAKA Bacchi, E. M. dan Sertie, J. A., (1994), Antiulcer Action of Styrax Camporum and Caesalpinia ferrea in Rats, Planta Medica 60: 118-120. Bacchi, E. M., Sertie, J.A., Villa, N. Dan Katz, H., (1995), Antiulcer Action and Toxicity of Styrax Camporum and Caesalpinia Ferrea, Planta Medica 61: 204-207. Balch, E. P. M. dan Alejo, N.O., (1997), In Vitro Plant Regeneration of Mexican Lime and Mandarin by Direct Organogenesis, Hortscience 32: 931934. Barlass, M. dan Skene, K. G. M., (1982), In Vitro Plantlet Formation from Citrus Species and Hybrids, Scientia Horticulturae 17: 333-341. BPS., (2003), Statistik Hasil Hutan Indonesia Tahun 1991-1993, Komoditi Kemenyan, Biro Pusat Statistik. Indonesia. Carimi, F. DePasquale, F. dan Crescimanno, F.G., (1995), Somatic Embryogenesis in Citrus from Styles Culture, Plant Science 105: 81-86. Chaturvedi, H.C.; Sharma, A. K., Sharma, M. dan Prasad, R.N., (1982), Morphogenesis, Micropropagation and Germplasm Preservation of Some Economic Plants by Tissue Cultures. In: Plant Tissue Culture, (A. Fugiwara, eds), Maruzen, Tokyo. P. 687-688. Grosser, J. W., Gmitter, F. G., Tusa, N., Recupero, G. R. dan Cucinotta, P., (1996), Further Evidence of a Cybridization Requirement for Plant Regeneration from Citrus Leaf Protoplasts Following Somatic Fusion, Plant Cell Report 15: 672-676. Jiang WD. Xu DZ. Hu GJ. Lin BZ., (1979), Some Pharmacologic Effects of The "Styrax Pill for Coronary Disease" and The Pharmacological Basis of a Simplified Styrax-Borneol Preparation, Acta Pharmaceutica Sinica 14(11): 655-61 (Abstract) Ling, J. T. dan Iwamasa, M., (1997), Plant Regeneration from Embryogenic Calli
71
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 of Six Citrus Related Genera, Plant Cell and Organ Culture 49: 145-148. Luo, G., Yang, R., Lai, X., Yang, W., Xie, S. dan Zhou, H., (1996), Analysis Of Cinnamic Acid in Storax and Its Original Plant by HPLC, China Journal of Chinese Materia Medica 21(12): 744-745, 763 (Abstract). Maggon, R. dan Singh, B. D., (1995), Promotion of Adventitious Bud Regeneration by ABA in Combination with BAP in Epicotyl and Hypocotyl Explants Sweet Orange (Citrus sinensis L.Osbeck), Scientia Horticulturae 63: 123-128. Moreira-Dias, J. M., Molina, R.V., Guardiola, J. L. dan Garcia-Luis, A., (2001), Daylength and Photon Flux Density Influence the Growth Regulator Effects on Morphogenesis in Epicotyl Segments of Troyer Citrange. Scientia Horticulturae 87: 275-290. Murashige, T. dan Skoog, F., (1962), A Revised Media For Rapid Grouth and Bioassay with Tobacco Tissue Culture, Physiol. Plant. 15: 473-496. Murashige, T. dan Tucker, D.P.H., (1969), Grouth Factor Requirement of Citrus Tissue Culture, Proc. 1st. Citrus Symp. 3: 1155-1161. Nurwahyuni, I., (1999), Perbanyakan Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Secara Kultur Jaringan, Komunikasi Penelitian 11(2): 88-102. Nurwahyuni, I., (2005a), Propagasi In Vitro Tanaman Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Melalui Kultur Pucuk, Jurnal Sain Indonesia (In Press). Nurwahyuni, I., (2005b), Perbanyakan Tanaman Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Melalui Kultur Jaringan Tanaman, Jurnal Sain Indonesia 29(2): 44-49. Nurwahyuni, I., (2004), Perbanyakan Tanaman Kemenyan Sumatrana (Styrax Benzoin Dryander) Melalui Kultur Pucuk, Laporan Hasil Penelitian. PPD HEDS-FMIPA USU Medan. Nurwahyuni, I., (2000), Kultur Kalus Jeruk Manis (Citrus sinensis Brasitepu), Laporan Hasil Penelitian. FMIPA USU Medan.
Elimasni Isnaini Nurwahyuni Nurwahyuni, I., (2001a), Perbanyakan Tanaman Jeruk Manis (Citrus sinensis Brasitepu) Secara Kultur Jaringan, Laporan Hasil Penelitian, FMIPA USU Medan. Nurwahyuni, I., (2001b), Kultur Jaringan Daun Kopi Arabika (Coffea arabica L.) dalam Media MS Diperkaya dengan Kombinasi Sitokinin dan Auksin, Jurnal Pendidikan Science 25(2A): 29-38. Nurwahyuni, I., (2002a), Upaya Perbanyakan Tanaman Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) Melalui Kultur Pucuk, Laporan Hasil Penelitian, PPD HEDS - FMIPA USU Medan. Nurwahyuni, I., (2002b), Kultur Jaringan Daun Jeruk Manis (Citrus sinensis Brasitepu) untuk Mikropropagasi, Jurnal Sain Indonesia 24(1): 17-20. Nurwahyuni, I., (2003), Uji Ketahanan Kultur Jeruk Manis (Citrus sinensis Brasitepu) terhadap Salinitas Menuju Bibit Unggul, Jurnal Scientia 3(2): 75-84.
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 (5) 2005 Nurwahyuni, I. dan Tjondronegoro, P., (1994), Induksi Kalus dan Regenerasi Tanaman Dioscorea Composita Hemls, Hayati 1: 15-17. Nurwahyuni, I., Munir, E., dan Riyani, Y., (1996), Perbanyakan Tanaman Anggrek Dendrobium sp. secara Kultur Jaringan, Komunikasi Penelitian 8(4): 331-337. Shahjahan, M. dan Islam, I., (1998), Preliminary Evaluation of Shilajit as a Suspending Agent in Antacid Suspensions. Drug Development & Industrial Pharmacy 24: 1109-1112. Sianipar, H., dan Simanjuntak, B., (2000), Isolasi dan Identifikasi Asam Sinamat dari Kemenyan Sumatrana. Media Farmasi 4(1): 22-28. Ulubelen, A. dan Goren, N., (1973), Preliminary Investigations on The Herba of Styrax Officinalis. I. Planta Medica 24: 290-293. Zar, J. H., (1996), Biostatistical Analysis. 3rd ed. Prentice hall International Inc. London.
72