Page |1
INOVASI MASYARAKAT DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH Rachmini Saparita, Akmadi Abbas Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. K.S Tubun no.5 Subang 41213 Telp (0260) 411478 – 412878, fax (0260) 411239
ABSTRAK Inventarisasi inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah dilakukan sebagai upaya awal membangun komunikasi dan interaksi antara masyarakat penghasil inovasi dan insitusi litbang dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kajian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif, dengan metode survey. Hasil kajian menyimpulkan bahwa inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah tergolong banyak, khususnya di bidang pengolahan pangan dan kerajinan, baik kerajian tenun dengan motif barunya, kerajinan perak maupun gerabah. Sementara jumlah inovasi bidang lain, seperti teknologi pertanian, lingkungan, tidak sebanyak inovasi di bidang pangan dan kerajinan. Meskipun demikian, inovasi bidang teknologi pertanian memberi dampak yang cukup besar pada peningkatan produktivitas masyarakat. Inovasi bidang lingkungan memberi dampak positif jangka panjang bagi penyelamatan lingkungan. Kata kunci : nventarisasi, Lombok, inovasi, kerajinan, tenun, gerabah
Pendahuluan
I
novasi di masyarakat merupakan kekakyaan intelektual bangsa yang sangat berharga. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia menyadari pentingnya melakukan inventarisasi inovasi di masyarakat sebagai upaya awal membangun kemandirian bangsa. Masyarakat
umumnya, menganggap inovasi merupakan teknologi atau hal yang rumit, sulit, dan mahal yang hanya bisa dilakukan oleh orang manca negara. ’Tingginya’ anggapan pada inovasi membuat masyarakat kurang percaya diri pada kemampuannya. Kekurang percayaan ini pada inovasi menurut Malik (2009) merupakan hambatan “budaya” yang harus dilenyapkan.
Page |2
Menurut Mentri Negara Ristek, kondisi ini diperkuat oleh 3 mitos inovasi di Indonesia yang (Malik 2009), yaitu: 1. Gagasan Inovasi hanya akan berjalan jika selalu dipelopori oleh Pemerintah secara total. 2. Inovasi teknologi hanya dikenal di luar negeri dan sangat asing di Indonesia. 3. Biaya/modal/kompetensi yang terlalu tinggi sering dianggap sebagai penghambat usaha berinovasi. Menurut Menteri Negara Ristek, rumus dari inovasi adalah rentetan antara mengerti, menirukan, dan memberi nilai tambah. Sayangnya, paradigma masyarakat Indonesia terkesan silau dan kurang percaya diri jika mendengar istilah inovasi. Padahal semua orang bisa melakukan inovasi meski dari hal-hal yang kecil (Anonim 2009). Dengan demikian, inovasi sesungguhnya dapat terjadi dimana saja dan di tingkat masyarakat tidak hanya di kalangan Akademisi, peBisnis dan Government (Pemerintah) (ABG). Sayangnya, inovasi di tingkat masyarakat tidak dapat didistribusikan lebih luas karena keterbatasan masyarakat, dalam hal ini selayaknya ABG dapat berperan, terutama sekali pemerintah dan kalangan peneliti (akademisi). Salah satu faktor lemahnya inovasi di Indonesia disebabkan oleh kurang kuatnya relasi antara ABG yang terdiri dari unsur Akademisi/peneliti, Bisnis dan Government (pemerintah). Dalam ABG, akademisi berfungsi sebagai penyedia modal invensi, bisnis bertindak sebagai produsen dan pemasar, sedangkan pemerintah bertindak sebagai regulator. Padahal inovasi membutuhkan kerjasama antar ABG, tidak bisa hanya dlakukan oleh satu kelompok saja. Dengan kondisi seperti ini maka inovasi di Indonesia dapat dikatakan relatif tertinggal (Malik 2009). Inovasi tidak harus merupakan invensi, menurut Yuri Sato dalam Malik (2009) tahap awal inovasi dapat dilakukan melalui modifikasi dari produk yang sudah ada dengan mempertimbangkan faktor kualitas, fungsi dan harga. Banyak inovasi yang bisa dilakukan di tingkat masyarakat dengan memodifikasi produk dari luar seperti dilakukan Jepang atau melakukan inovasi dengan mengembangkan produk lokal. Oleh karena sangat sederhananya inovasi, di Jepang contohnya ibu rumah tangga yang memodifikasi bumbu masak (resep
Page |3
masakan) mengajukan hak paten sebagai hasil inovasi atau temuannya. Inovasi sebetulnya dapat dilakukan oleh semua orang sesuai dengan profesi dan kemampuannya masing-masing, petani dapat melakukan inovasi di bidang budidaya pertanian, industri rumah tangga dan pengrajin dapat melakukan inovasi dengan modifikasi dan efisiensi pada pekerjaannya, dan ibu rumah tangga dapat melakukan inovasi dengan pengembangan cara mengolah makanan dan cara memasak (Malik 2009; Anonim 2009). Tulisan ini membahas inventarisasi inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah sebagai upaya awal membangun komunikasi dan interaksi antara masyarakat penghasil inovasi dan insitusi litbang dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Inventarsisasi inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah juga menjadi langkah awal penyebar luasan informasi inovasi masyarakat agar dapat memicu tumbuhnya inovasiinovasi masyarakat lainnya. Inventarsisasi inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah ini dilakukan sebagai upaya awal dalam mengangkat kepercayaan diri akan kemampuan masyarakat dalam berinovasi.
Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan di Lombok Tengah ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Metode penelitian survey digunakan sebagai dasar desain penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara individual. Untuk mendapatkan informasi masyarakat yang mempunyai inovasi yang berguna bagi daerahnya, pertama-tama wawancara dilakukan pada narasumber dari pemerintah daerah yang mewakili Dinas Instansi Pemerintah Daerah di Lombok Tengah, yang terlibat dengan kegiatan masyarakat (termasuk didalammya inovasi masyarakat), seperti Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kantor Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Badang Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Setelah mendapatkan informasi inovasi masyarakat yang berkembang, wawancara dilanjutkan pada kelompok masyarakat binaan atas usulan
Page |4
dinas instansi lokal yang dinilai telah menghasilkan inovasi teknologi. Penelitian dilakukan selama bulan Juli 2009. Survey mendalam dilakukan pada 16 responden masyarakat Lombok Tengah. Sampel dipilih berdasarkan informasi Dinas instansi di Kabupaten Lombok Tengah, yang dianggap mewakili masyarakat yang dapat mengembangkan inovasi di bidang usaha yang digelutinya. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitasnya. Hasil Kajian Dan Pembahasan Inovasi yang Dihasilkan Masyarakat Lombok Tengah Untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan inovasi masyarakat di Lombok Tengah, 16 responden dari kalangan masyarakat berhasil diwawancara. Ada 9 responden laki-laki, dan 7 perempuan. Bidang usaha yang digeluti adalah bidang pertanian (pengembangan tabung akar, dan budidaya jamur: dua responden); bidang perikanan (budidaya rumput laut dan lobster: dua responden); bidang kehutanan (satu responden); bidang pangan (pengolahan pangan dari bahan lokal/pemanfaatan sumber daya lokal: empat responden); bidang kerajinan (perak, gerabah, tenun, topi dari anyaman bambu: empat responden); bidang perbengkelan (dua responden); dan satu responden di usaha lainnya (menjahit dan bordir). Jika dilihat dari usia responden, rata-rata usia mereka sekitar 36 tahun, dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTA. Satu orang hanya tamat SD, tiga orang tamat SLTP, sebelas orang bisa menamatkan SLTA, dan satu orang sarjana. a. Inovasi Bidang Pangan (Proses Pengolahan Pangan) Dari data yang terkumpul, inovasi yang dihasilkan oleh masyarakat cukup banyak di berbagai bidang. Inovasi pada pengolahan pangan paling banyak dilakukan. Inovasi masyarakat di bidang pangan di Lombok Tengah yang terekam pada kajian ini adalah pengembangan produk berbahan baku lokal, yaitu mengolah produk makanan menjadi lebih bernilai lagi. Ibu Hartini memanfaatkan buah nangka menjadi aneka makanan, dan mengajarkannya kepada masyarakat sekitar yang membutuhkannya. Ibu Sirnawati salah satu pelaku usaha pangan mengolah makanan ‘hutan’ yang merupakan umbi-umbian (tanaman arus - tanaman umbi asli Lombok), menjadi tepung sebagai pengganti terigu. Ibu Rukaiyah, memanfaatkan
Page |5
biji nangka yang terbuang menjadi tepung sebagai bahan baku pembuatan aneka kue; serta mengembangkan makananan dari hasil laut seperti rumput laut menjadi agar-agar, dodol, manisan dan lain-lain. Seorang enterprener membuat roti dengan memodifikasi bumbu coklatnya. Rasa yang khas membuat roti Donny terkenal di Lombok Tengah. Resep pembuatan bumbu dilakukan sendiri, para pegawai hanya tinggal menyimpannya di tengah roti. Pada Gambar 1 terlihat kegiatan Ibu –Ibu pembuat inovasi di bidang pangan. Hampir semua inovasi di bidang pangan yang terekam pada penelitian ini dilakukan pada skala rumah tangga, pelakunya didominasi oleh perempuan (ibu-ibu rumah tangga), dan teknologinya pun sederhana. inovasinya dapat ditiru oleh masyarakat yang lain. Inovasi pangan didominasi oleh keluarnya resep mengolah bahan pangan lokal. Satu responden tercatat dapat membuat satu kreasi resep baru substitusi impor dalam satu minggu. b. Inovasi Teknologi Pertanian Syamsudin, lulusan Madrasah Aliyah, Jurusan Agama Islam bekerja di bengkel orang tuanya. Karena pekerjaannya, ia banyak mengetahui dengan mengenal berbagai peralatan. Tahun 2007 ia memenangi lomba inovasi, dengan karyanya pengupas sabut kelapa. Inovasinya ini berawal dari rasa khawatirnya terhadap teknologi pengupas sabut kelapa tradisional yang selama ini digunakan masyarakat, yaitu menancapkan linggis di tanah dengan sisi tajam di atas untuk mengupas sabut kelapa (Gambar 1). Dengan sistem tersebut orang yang menggunakan berpeluang terluka sangat besar, terutama sekali bagi yang kurang berpengalaman. Hal ini banyak terjadi ketika diselenggarakan pesta/kenduri (perkawinan atau yang lain). Kebiasaan masyarakat Lombok memasak saat kenduru dilakukan sendiri, dibantu kerabat dan para tetangga. Pada saat tersebut, kebutuhan kelapa sangat banyak. Biasanya masyarakat membeli kelapa (masih bersabut) secara bertahap, kemudian disimpan sampai hari digunakan tiba. Karena kelapa masih bersabut, para pengupas kelapa (dalam peristiwa ini para kerabat atau tetangga) bukan keahlian mereka, sehingga peluang terluka sangat besar.
Page |6
Gambar 1. Pengupas Sabut Kelapa Memperhatikan kondisi tersebut, maka Syamsudin memikirkan cara untuk mengurangi peluang terluka tersebut. Dengan memperhatikan teknik pengupasan tradisional, ia mengembangkan pengupas sabut kelapa dengan berbahan besi bekas yang terdapat di bengkel tempat dia bekerja. Hasil inovasinya luar biasa (Gambar 1 b). Meskipun terlihat sederhana, namun dengan alat yang dia kembangkan tersebut, untuk mengupas 1 kelapa hanya membutuhkan waktu 1 menit, sementara dengan sistem tradisional (Gambar 1a) mengupas satu kelapa membutuhkan waktu 5 menit. Inovasi pengupas sabut kelapa terlahir karena pengalaman membelah kelapa sulit, maka linggis yang biasa dipakai sebagi alat pengupas dimodifikasi menjadi alat pengupas yang user friendly. Dengan modal Rp. 185.000,- per buah, untuk karyanya ini Syamsudin menjual pengupas kelapa seharga Rp. 350.000,- per buah. Saat survey dilakukan, pengupas kelapa hasil inovasinya telah dijual sebanyak 5 unit (pesanan BAPPEDA Lombok Tengah). Meskipun alatnya ini bermanfaat, tetapi harganya masih dinilai mahal oleh masyarakat sehingga mereka tidak membeli/memesan, melainkan hanya meminjam saja alat yang ada pada Syamsudin. Inovasi yang dihasilkan terlihat sangat berguna dalam membantu menyelesaikan permasalahan kehidupan. Meski tidak begitu banyak jika dibandingkan dengan inovasi di bidang pangan, inovasi perbengkelan memberi pengaruh cukup besar pada peningkatan kinerja masyarakat. Pengupas sabut kelapa yang dibuat Syamsudin, menjadi juara pada lomba TTG di Lombok Tengah merupakan kebanggan tersendiri warga Lombok.
Page |7
Inovasi lain Syamsudin adalah modifikasi mata bajak dilakukan pada tahun 2005. Berawal dari kebutuhan petani dalam membajak sawah. Pada umumnya hand tractor yang dibeli tidak mampu mengolah tanah pertanian dengan baik. Bajak yang dijual di toko tidak sesuai dengan konsisi lahan di Lombok Tengah. Mata bajak sering patah sehingga harus sering diganti. Petani banyak mengeluh. Maka timbullah ide mengganti mata bajak traktor. Syamsydin mencoba memodifikasi mata bajak yang idenya diambil dari bajak tradisional (hand tractor), agar sesuai dengan kebutuhan petani (Gambar 2). Selain itu, mata bajak dimodifikasi menjadi bajak knock down sehingga perlengkapannya mudah diganti. Ada 2 mata bajak yang dikembangkan oleh Syamsudin, yaitu untuk lahan basah dan untuk lahan kering. Bahan mata bajak dibuat dari baja yang merupakan barang bekas. Hasilnya, petani sangat menyukainya karena bajak dapat dengan mudah membalikan tanah. Hingga kini para petani di sekitar lokasi bengkel selalu membawa mata bajak traktor baru mereka ke bengkel Syamsudin untuk dimodifikasi. Untuk hand-tractor ini Syamsudin juga sering mendapat pesanan dari petani Sumbawa untuk membuat mata bajak yang dapat membelah tanah ke kedua arah (kiri dan kanan), padahal pada umumnya mata bajak hanya bergerak kearah satu sisi, kanan atau kiri.
Gambar 2. Mata Bajak Hand Tractor : (a) dari Toko; (b) hasil modifikasi Syamsudin Inovasi pada pemarut kelapa muncul awalnya karena pemarut buatan toko sering berbahaya. Tangan sering terparut. Syamsudin kemudian mengubah kemiringan pemarut agar kelapa langsung jatuh ke pemarut dan tidak perlu dibantu tangan. Inovasi ini dibuat tahun 2008.
Page |8
Modifikasi perontok padi juga dilakukan Syamsudin. Berawal dari sering rusaknya tabung perontok yang dibuat toko, akhirnya tabung perontok diganti dengan pipa besi yang lebih tebal agar perontok lebih tahan lama. Modifikasi perontok padi terhasil pada tahun 2006. Inovasi yang dihasilkan dalam setahun di bidang perbengkelan tentu lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan inovasi di bidang pangan, yaitu antara 4 dan 6 kreasi. Namun pengaruhnya pada produktivitas kerja petani dan masyarakat umum terlihat sekali peningkatannya, meskipun belum dilakukan dengan ukuran ilmiah.
c. Inovasi di Bidang Kerajinan Di bidang kerajinan, pada tahun 2008 juga terhasil satu inovasi yang meningkatkan nilai ekonomi masyarakat, yaitu pengiku rotan. Teknologi penyiku rotan dikembangan oleh pengusaha kerajinan rotan produk ekspor. Produk utamanya adalah anyaman rotan dengan bentuk persegi. Namun saat itu produknya banyak dikembalikan karena bentuk sudut produk tidak sempurna. Karena itu pengusaha tersebut berupaya mencari cara agar siku-siku atau sudut dari produknya sempurna. Karena permasalahan tersebut, kemudian pengusaha tersebut mengembangkan alat penyiku rotan yang sederhana (Gambar 3) tetapi hasilnya sungguh memuaskan (Gambar 4), karena produknya diterima pasar ekspor.
Gambar 3. Alat Penyiku Rotan
Page |9
Gambar 4. (A) Produk tanpa alat penyiku dan (B) Produk dengan alat penyiku
Sementara di bidang kerajinan lain, inovasi masyarakat yang menonjol adalah perak, kerajinan tenun dan Gerabah. Bagi seniman kerajinan (perak, gerabah, dll), alam yang ditemui sehari-hari dapat menjadi inspirasi bagi terciptanya ide suatu inovasi. Bagi seniman kerajinan (perak, gerabah, dll), alam yang ditemui sehari-hari dapat menjadi inspirasi bagi terciptanya ide suatu inovasi. Menurut responden, sumber ide bermacammacam. Ada ide yang bersumber dari kreasi sendiri karena perhatiannya pada alam sekitar kehidupannya, ada juga motif tenun, disain gerabah, disain perak yang tercipta disesuaikan dengan perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Karena penyebab tersebut, maka munculah kreativitas.
d. Inovasi Bidang Lingkungan (Pembuatan Tabung Akar Penyimpan Air Dari Sabut Kelapa) Tabung akar penyimpan air terbuat dari sabut kelapa (tube engineering system) yang dikembangkan oleh Adi Kelana merupakan jawaban dari permasalahan kekurangan air di wilayah Pulau Gili Air Lombok Barat. Pada saat itu banyak tanaman yang mati, terutama pada tahap pembibitan. Tingkat kematian tanaman pada tahap pembibitan mencapai 90%. Keinginan untuk membuat wilayah Pulau Gili Air menjadi hijau mendorongnya untuk mencari solusi agar bibit tanaman tumbuh dengan baik. Dengan mengetahui karakteristik sabut kelapa yang mampu menyimpan air, sementara pohon kelapa banyak terdapat di wilayah Lombok, maka dimulailah pengembangan media tanam untuk keperluan pembibitan. Awalnya sabut kelapa hanya ditebar di permukaan tanah, kemudian bibit
P a g e | 10
tanaman disebar di atasnya. Tanaman memang dapat tumbuh dengan baik, tetapi tingkat kematian masih tinggi, karena bibit tanaman tersebut tidak terlindungi dari angin maupun binatang (ayam, burung, dll) sehingga banyak tanaman muda yang patah dan akarnya pun tercerai berai. Melihat kenyataan ini kemudian Adi Kelana memperbaiki sisetm penanaman bibit dengan membuat bola-bola sabut kelapa yang berfungsi seperti tabung (Gambar 5). Ketengah bola sabut kelapa bibit/benih tanaman dimasukkan sehingga akar-akarnya terlindungi. Dengan sistem ini maka tingkat kematian tanaman muda atau bibit tanaman menurun drastis hingga 10%. Inovasi ini mendapat penghargaan dan menjadi juara dalam lomba inovasi di Lombok pada tahun 2005.
Gambar 5. Bola Sabut Kelapa Penyimpan Air Bola sabut kelapa tersebut sangat cocok untuk wilayah kering dan sulit air. Secara pribadi Adi Kelana telah menyebarkan teknik ini pada masyarakat di sekitar. Banyak pula masyarakat dari wilayah lain (Sulawesi) yang tertarik dan belajar membuat bola sabut kelapa ini di tempat Adi Kelana. Meskipun nampak mudah, tetapi ada persyaratan untuk membuat bola sabut kelapa, berkaitan dengan kepadatan. Tiap-tiap tenaman memiliki karakter tersendiri, sehingga kepadatan bola sabut kelapa ini pun berbeda-beda sesuai jenis tanaman.
Faktor Pendukung dan Penghambat Inovasi di Masyarakat Berbagai sebab munculnya ide untuk melakukan inovasi. Pengembangan inovasi masyarakat dipicu oleh kebutuhan penghidupan yang lebih baik, atau penyelamatan lingkungan sekitar kehidupan. Ada ide yang bersumber dari kreasi sendiri karena perhatiannya pada alam
P a g e | 11
sekitar kehidupannya, ataupun karena permasalahan hidup muncul. Karena penyebab tersebut, maka munculah kreativitas. Buku, ide sendiri, kursus, inofmasi dari LSM, konsumen, dan lain-lain merupakan sumber ide muncul. Akses informasi yang terbuka juga menjadi pemicu munculnya ide berinovasi. Dugaan lain adalah bahwa masyarakat yang berinovasi mempunyai tingkat kepahaman yang tinggi pada kehidupannya. Faktor lain sebagai pendukung inovasi adalah ketika bahan baku melimpah, pasar ada, atau paling tidak, tersedia dengan cukup memadai, maka inovasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keinginan menyelesaikan permasalahan di sekitar kehidupannya, seperti banyaknya masyarakat menganggur, sementara sekeliling kehidupan banyak yang bisa dimanfaatkan, lingkungan yang mulai rusak, mencari media yang mampu mengatasi masalah kurang air, maka teknologi baru diperlukan untuk mengatasi masalah yang timbul. Berbagai inovasi di tingkat masyarakat bersumber dari upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi seperti yang ditemukan di Lombok Tengah. Sayangnya pemerintah dan lembaga penelitian dirasakan oleh beberapa inovator kurang merespon penemuan masyarakatnya, sehingga berbagai inovasi di masyarakat tidak dapat didistribusikan lebih luas untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan. Faktor penghambat munculnya inovasi yang tergali dari responden, adalah rasa ingin berinovasi yang kurang, pendidikan yang rendah, akses informasi yang kurang, tidak merasakan adanya masalah, sampai masalah akses sumber air yang sulit.
Kesimpulan Inovasi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah tergolong banyak, khususnya di bidang pengolahan pangan dan kerajinan, baik kerajian tenun dengan motif barunya, kerajinan perak maupun gerabah. Sementara jumlah inovasi bidang lain, seperti teknologi pertanian, lingkungan, tidak sebanyak inovasi di bidang pangan dan kerajinan. Meskipun demikian, inovasi bidang teknologi pertanian memberi dampak yang cukup besar pada peningkatan produktivitas masyarakat. Inovasi bidang lingkungan memberi dampak positif jangka panjang bagi penyelamatan lingkungan.
P a g e | 12
DAFTAR PUSTAKA Anonim (2007): Lombok Tengah dalam Anggka 2006. Badan Pusat Statistik Lombok Tengah. Anonim (2008): Lombok Tengah dalam Anggka 2007. Badan Pusat Statistik Lombok Tengah. Anonim (2009): Inovasi atau Mati. Dikutip dari http://callangku.blogspot.com/2009/02/ www.seputar-indonesia.com Malik, Hermen (2009): Kebuntuan Inovasi Penghambat Keberhasilan Pembangunan. http://wecarebengkulu.wordpress.com/2009/07/11/kebuntuan-inovasi-penghambatkeberhasilan-pembangunan/. Diakses tanggal 9 Oktober 2009.